manajemen strategik pt triasta putra santika dalam...
TRANSCRIPT
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota merupakan salah satu tempat yang ideal untuk pengembangan bisnis.
Sinulingga dan Budi (1999) menyatakan bahwa kota adalah tempat bermukim
penduduk serta sekaligus menjadi tempat penyediaan pelayanan umum terhadap
kota. Oleh sebab itu, kota menjadi sebuah magnet bagi para masyarakat untuk
berdatangan dengan harapan untuk meningkatkan taraf kehidupan. Perkembangan
kota dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti perkembangan penduduk, kemajuan
di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan teknologi di daerah perkotaan yang akan
mendorong peningkatan taraf hidup dan tingkat mobilitas.
Pembangunan wilayah kota harus berimbang antara pembangunan fisik
maupun nonfisik. Kedua aspek pembangunan ini bisa diwujudkan dalam bentuk
pembangunan sosial, pembangunan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian dan
keseimbangan lingkungan baik terhadap kawasan tersebut maupun antar kawasan.
(Rachman 2010). Kota dan masyarakat penghuninya merupakan simbiosis yang
saling terkait dan saling mempengaruhi. Perkembangan kota secara tidak langsung
dapat mempengaruhi pola kehidupan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya,
perkembangan kebutuhan dan pola hidup masyarakat kota dapat memacu
pertumbuhan fisik kota. Perkembangan masyarakat ke kehidupan perkotaan secara
historis telah ditunjukkan sebagai suatu kegiatan yang menuju pada kehidupan yang
lebih baik dari sebelumnya. Peningkatan jumlah penduduk dapat mengakibatkan
peningkatan kebutuhan ruang, sedangkan peningkatan kebutuhan ruang memicu
pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan. (Daldjoeni 1996).
Kemampuan kota sebagai magnet yang menarik penduduk dari kota lain atau
dari desa selain sangat menentukan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan
kota juga berpengaruh terhadap pola pengaturan kota dan kemungkinan perluasan
kota, kemungkinan penyediaan lapangan kerja serta besaran jenis dan susunan
fasilitas dan pelayanan kota. Dengan semakin banyaknya penduduk, maka kegiatan
di perkotaan pun menjadi bertambah dan berdampak pada meningkatnya kebutuhan
lahan yang diperlukan salah satunya untuk perumahan beserta kebutuhan fasilitas
penunjangnya. (Hartadi dan Arief 2009).
Kebutuhan lahan untuk perumahan sering kali berbenturan dengan isu alih
fungsi lahan. Alih fungsi lahan didefinisikan sebagai sebuah mekanisme yang
mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan
kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem produksi yang berbeda.
(Nugroho dan Dahuri 2004). Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian dari
perjalanan transformasi struktur ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dan
penduduk yang memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke
arah luar kota bagi berbagai aktivitas ekonomi dan untuk permukiman.
Kebutuhan rumah setiap tahunnya mencapai tidak kurang dari 800 ribu unit
rumah (BTN 2012). Jumlah ini tidak termasuk rumah tangga yang belum memiliki
rumah yang diperkirakan saat ini mencapai 6,3 juta unit rumah (BPS 2011). Selain
itu, masih ada sekitar 14,5 juta unit rumah yang membutuhkan peningkatan mutu,
karena tidak memenuhi syarat untuk layak huni. Pemerintah sampai saat ini terus
memfasilitasi pembangunan perumahan, baik yang dilakukan secara formal,
maupun secara swadaya. Namun berbagai upaya tersebut belum mampu untuk
2
mengurangi kesenjangan antara kebutuhan perumahan dengan ketersediaan
perumahan (backlog) yang setiap tahunnya terus meningkat. Angka backlog peru-
mahan sampai dengan tahun 2010 berjumlah 13,6 juta unit rumah. (BPS 2011).
Masalah ketersedian rumah menjadi isu yang tidak pernah selesai. Prosentase
tingkat kebutuhan rumah selalu meningkat di setiap tahunnya. Manurut data yang
dikeluarkan oleh BPS, gap / selisih antara jumlah penyediaan rumah dengan jumlah
permintaan semakin meningkat. Suprijanto (2004) dalam penelitiannya juga
mengungkapkan bahwa rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan
menjadi penyebab tingginya selisih antara permintaan kebutuhan rumah dengan
ketersediaan rumah. Pada tahun 2013, total jumlah rumah yang harus dipenuhi
mencapai 14 ribu unit. Sedangkan menurut studi bank Dunia jumlah pemenuhan
perumahan hanya mencapai 250.000 – 400.000 unit setiap tahunnya. Data empiris
Kementerian Negara Perumahan Rakyat juga menunjukkan bahwa cara pengadaan
perumahan formal mampu menyediakan ±15% dari kebutuhan perumahan nasional
setiap tahunnya. Kekurangan sebesar 85% kebutuhan dipenuhi sendiri secara
swadaya oleh masyarakat. Pola pembangunan perumahan yang dilakukan oleh
pemerintah serta pengembang swasta adalah skema pengadaan perumahan yang
ditawarkan melalui mekanisme pasar formal dengan fasilitas kredit bagi
pembelinya.
Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh Rahman (2010)
menyatakan bahwa, permasalahan utama dalam perkembangan kota adalah
semakin meningkatnya aktifitas dan akumulasi penduduk menuntut penyediaan
ruang, sarana dan prasarana baru. Sebagai implikasinya adalah perubahan dan
pertumbuhan bangunan serta sarana dan prasarananya yang ditandai dengan
perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun. Rahman (2010) juga
menyatakan bahwa upaya pengelolaan pembangunan perkotaan tidak terpisahkan
dari ruang (lahan) yang harus dimanfaatkannya sehingga harus selalu mengacu
pada kebijakan penataan ruang kawasan yang dinamis dan responsif terhadap
kebutuhan masyarakat. Kebutuhan tersebut adalah agar semua anggota masyarakat
dapat menghuni kota yang layak huni (livable), berkeadilan sosial, sejahtera,
berkembang secara berkelanjutan sesuai dengan potensi serta saling memperkuat
dalam mewujudkan pengembangan wilayah yang serasi dan seimbang, yang
dilaksanakan oleh para pemangku (stakeholders) secara bersama-sama.
Pembangunan perumahan memiliki suatu sistem tujuan yang kompleks. Oleh
karena itu, rumah merupakan elemen penting dalam agenda pembangunan nasional,
seperti halnya kesehatan, pendidikan, dan banyak aspek kehidupan manusia lainnya.
Rumah merupakan kebutuhan dasar setelah sandang dan pangan. Secara garis besar
pembangunan perumahan dan permukiman memiliki tujuan sosial, ekonomi dan
perencanaan (social, economic and planning objectives), yang artinya memiliki
tujuan yang luas dan melintasi sejumlah lokalitas. (Wahyudi 2007).
Terdapat tiga macam aktifitas pembangunan kota dan permukiman yang
dapat dikategorikan sebagai atau berkaitan dengan pembangunan dengan tujuan
berskala luas. Pertama adalah pembangunan infrastruktur perkotaan/permukiman;
kedua adalah pembangunan pusat-pusat kota; dan yang ketiga adalah pembangunan
perumahan dengan skala luas atau pembangunan suatu kota baru. Selain itu
menurut Silas (1989), aspek kependudukan merupakan unsur yang selalu dikaitkan
dengan masalah perumahan dan dianggap sebagai penyebab utama. Pendapat ini
walau belum jelas kebenarannya, dianut oleh banyak pihak mulai dari pengambil
3
keputusan, awam dan para cendekiawan. Bahkan sempat berkembang masalah
housing backlog tanpa kejelasan data, konsep maupun pemakaiannya. Lebih jauh
dikemukakan bahwa paling tidak terdapat tiga aspek yang terkait dengan
pertumbuhan permukiman yaitu tingkat pendapatan, ketersediaan lapangan kerja
dan tingkat pendidikan masyarakat penduduk kota.
Rumusan Permasalahan
Kondisi perekonomian dunia saat ini sedang mengalami ancaman krisis.
Kebangkrutan Yunani karena tidak mampu membayar hutangnya kepada negara
dan lembaga internasional dikhawatirkan akan berampak sistemik terhadap
perekonomian dunia. Kekhawatiran ini bukannya tanpa dasar, karena gejala yang
terjadi pada Yunani mirip dengan krisis ekonomi tahun 1998 dan 2008, khususnya
pada sektor keuangan. Dikhawatirkan apa yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008
bisa terulang.
Tahun 1998 merupakan krisis terburuk bagi Indonesia. Krisis ekonomi
bersamaan dengan krisis yang nyaris mengenai segala aspek kehidupan.
Pertumbuhan ekonomi minus 13,1 persen dan laju inflasi hingga mencapai lebih
dari 80 persen. Nilai tukar rupiah melambung hingga Rp 16.650 per dollar AS. Suku
bunga naik sampai 70,6 persen. Impor turun sebesar 30,9 persen dan defisit akun
lancar (current account) mencapai 4 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Defisit ini bahkan ditambah parah dengan arus modal yang mengalir ke luar negeri
(capital flight). Akibatnya cadangan devisa terkuras hingga hanya tertinggal
sebesar 14,1 miliar dollar AS. Utang pemerintah mirip dengan utang Yunani
sekarang, lebih dari 100 persen PDB.
Saat ini pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat yaitu hanya sebesar 4,7
persen yang juga dialami oleh negara lain di dunia. Perlambatan sektor properti
dapat terlihat jelas dari survey yang rutin dilakukan oleh Bank Indonesia (BI)
dimana tingkat pertumbuhan penjualan rumah pada kuartal II-2015 hanya tumbuh
sebesar 10,84 persen, lebih kecil dari pertumbuhan penjualan pada kuartal I-2015
yang mencapai 26,2 persen. Terlebih dengan isu currency war yang gencar
diberitakan, ikut menggoyah kestabilan perekonomian Indonesia secara tidak
langsung. Kenaikan harga bahan bangunan, upah pekerja, dan harga bahan bakar
minyak merupakan faktor yang sangat berperan dalam memicu kenaikan harga
properti residensial. Pergerakan rupiah yang semakin hari kian melemah dengan
penguatan yang belum signifikan membuat para pengusaha yang mengandalkan
investasi menggunakan dollar semakin terancam. Kondisi rupiah dalam 7 (tujuh)
hari terakhir ini memperlihatkan posisi yang masih mengkhawatirkan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Sumber : seputarforex.com
Gambar 1 Tren pergerakan rupiah
4
Melihat kondisi tersebut maka tidak heran apabila banyak pegiat usaha
properti termasuk perumahan mulai waspada. Menurut laporan Bank Indonesia (BI)
kenaikan harga bahan bangunan berkontribusi 31,14 persen pada peningkatan harga
rumah, upah kerja berkontribusi 25,79 persen, dan harga bahan bakar minyak
(BBM) berkontribusi sebesar 19,46 persen dalam kenaikan harga rumah. Tingginya
nilai tukar dolar terhadap rupiah menyebabkan harga bahan baku yang diimpor dari
luar Indonesia mengalami kenaikan harga, hal itu menyebabkan harga jual rumah
per unitnya juga meningkat. Sementara itu daya beli masyarakat kini menurun,
tingginya harga kebutuhan pokok dengan penghasilan yang cenderung tetap
membuat harga yang harus dibayarkan masyarakat untuk dapat memiliki satu unit
rumah semakin tinggi. Para pengusaha perumahan juga tentu tidak dapat
menetapkan harga yang terlalu rendah menimbang harga bahan baku untuk
pembuatan rumah, upah pekerja dan juga biaya distribusi untuk bahan baku yang
tinggi.
Disisi lain, indikator ekonomi lain seperti inflasi, suku bunga kredit,
cadangan devisa, defisit akun lancar masih menunjukkan indikasi aman. Defisit
akun lancar hanya 1,9 persen PDB pada triwulan I-2015 dan indeks harga saham
masih lumayan tinggi yaitu 4.900-an. Industri perbankan yang merupakan tulang
punggung perekonomian pun masih tergolong sehat yang bisa dilihat pada indikator
kesehatan keuangan pada Tabel 1 . Hal ini berarti perekonomian Indonesia
walaupun melambat tapi masih dalam jalur pertumbuhan yang tepat.
Tabel 1 Indikator Kesehatan Perbankan Nasional
Indonesia juga masih menjadi salah satu negara tujuan untuk melakukan
investasi. Indonesia mengalami kenaikan penanaman modal asing sebesar 20
persen ke angka US$ 22,6 miliar dari US$ 18,8 miliar dibanding dengan tahun
sebelumnya, sebagaimana dilansir didalam World Investment Report 2015.
Pertumbuhan investasi tersebut menempatkan Indonesia diposisi tertinggi kedua di
Asia Timur, sedangkan apabila dilihat dari sisi nilai penanaman modal asing (PMA)
Indonesia menempati posisi terbesar keempat. Jika difokuskan untuk area Asia
Tenggara, pertumbuhan PMA Indonesia sebesar 20 persen merupakan angka
tertinggi dibandingkan negara lainnya. Peluang pertumbuhan ekonomi tersebut jika
tidak disikapi dengan baik, maka akan berdampak buruk bagi perekonomian.
Perekonomian harus tetap berjalan walaupun melambat. Salah satunya adalah
dengan menghidupkan sektor-sektor produktif baik dari sektor riil maupun sektor
keuangan. Salah satu industri yang bisa menggabungkan kedua sektor tersebut dan
berdampak pada perekonomian adalah perumahan. Industri perumahan secara
Indicators Dec '12 Dec '13 Dec '14 Apr '15
Total asset (Trillion Rp) 4263 4954 5615 5793
Deposits (Trillion Rp) 3225 3664 4114 4218
- Demand deposits 767 847 890 954
- Saving accounts 1077 1213 1284 1204
-Time deposits 1381 1604 1940 2060
Loans (Trillion Rp) 2708 3293 3674 3712
Capital adequency ratio (CAR) % 17,40 18,40 19,40 20,70
NPL gross, without channeling (%) 1,87 1,77 2,16 2,40
Returns on asset (%) 3,10 3,10 2,80 2,60
Net Interest margin (%) 5,50 5,40 4,10 5,10
Ops. Expenses/Ops. Income(BOPO)(%) 74,10 74,10 76,30 79,90
Loan to deposit ratio (%) 84,70 90,60 89,30 87,60
Number of Banks 120 120 119 118
Number of Banks offices 16625 18558 19948 20117
Source : Bank Indonesia and Financial Services Authority (OJK)
5
langsung memiliki efek multiplier terhadap perekonomian di daerah tempatnya
dibangun. Salah satu daerah yang banyak melakukan pembangunan perumahan
dalam rangka menyesuaikan kebutuhan konsumen adalah Kota Depok.
Depok merupakan salah satu kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi
sangat pesat. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok berdampak pada juga pada
migrasi penduduk yang masuk ke dalam kota untuk mencari kehidupan yang lebih
baik. Selain itu kondisi Depok yang menjadi kota satelit bagi DKI Jakarta
menjadikan Depok sebagai kota alternatif utama sebagai tempat tinggal masyarakat
yang beraktivitas di DKI Jakarta. Penduduk Kota Depok berjumlah 1.962.182 jiwa
dengan luas wilayah 199,44km2 dan kepadatan penduduk sebesar 4,33 persen (BPS
2014). Kondisi seperti ini merupakan potensi bagi pengembang perumahan karena
banyaknya jumlah penduduk dipastikan juga kebutuhan rumah sebagai salah satu
kebutuhan pokok juga akan meningkat.
Pembangunan dan pertumbuhan bisnis perumahan sangat dipengaruhi oleh
berbagai aspek, seperti tingginya laju pertumbuhan penduduk, dukungan (berupa
arah kebijakan, program dan regulasi) dan aspek ekonomi sosial masyarakat
(meliputi lapangan kerja dan pendapatan) akan berimplikasi terhadap kebutuhan
lahan untuk pembangunan perumahan yang sangat besar. Karena itu, penting bagi
pihak pengembang perumahan untuk mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang
menjadi pertimbangan utama konsumen perumahan dalam menentukan pilihan
rumah. Dengan berdasarkan hal tersebut, diharapkan ada fokus yang bisa dilakukan
oleh pengembang perumahan untuk memenuhi harapan konsumen.
Di sisi lain, PT Triasta Putra Santika sebagai perusahaan pengembang
perumahan juga harus melakukan analisis strategi untuk bisa memiliki keunggulan
dibandingkan dengan perusahaan pengembang perumahan lainnya. Berdasarkan
data internal, terlihat penjualan dari tahun 2011-2015 terlihat grafik yang belum
stabil seperti terlihat pada Gambar 2. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa
penjualan PT Triasta Putra Santika mengalami peningkatan pada tahun 2011 hingga
2013, kemudian mengalami penurunan drastis hingga 50% pada tahun 2014 sampai
2015. Salah satu pemicu turunya penjual tersebut adalah karna faktor politik
(pergantian presiden) serta perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sumber : Data Internal PT Triasta Putra Santika (2015)
Gambar 2 Data Penjualan Rumah PT. Triasta Putra Santika
Dengan mengkaji kondisi internal maupun eksternal serta masukan dari
kebutuhan konsumen, diharapkan bisa dibuat strategi yang tepat untuk
pengembangan perusahaan.
12
46
102
56
35
2011 2012 2013 2014 2015
Data Penjualan Rumah (unit)
6
Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang dijadikan fokus
dalam penelitian kali ini adalah :
1. Apa faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen perumahan dalam
memilih rumah?
2. Apa strategi yang bisa diterapkan oleh PT Triasta Putra Santika untuk
memperoleh keunggulan dibanding pesaing di Kota Depok?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen perumahan
dalam memilih rumah.
2. Menganalisis strategi yang bisa diterapkan oleh PT Triasta Putra Santika untuk
memperoleh keunggulan dibanding pesaing di Kota Depok.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yaitu:
1. Bagi pengembangan ilmu
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti untuk
menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat berguna bagi pengembangan
ilmu manajemen strategik khususnya bidang perumahan.
2. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan langkah strategik
yang dapat diambil oleh pelaku usaha perumahan khususnya PT Triasta Putra
Santika dalam proses mengembangkan usahanya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada faktor-faktor utama dalam
pemilihan rumah oleh konsumen serta strategi pengembangan bisnis perumahan di
Kota Depok, didahului dengan identifikasi faktor internal dan eksternal,
menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi serta
merumuskan strategi pengembangan bisnis yang terbaik bagi pengembangan bisnis
perumahan.
2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN
Kerangka Teoritis
Kesukaan atau Preferensi
Preferensi adalah kecenderungan untuk memilih sesuatu yang lebih disukai
daripada yang lain. Preferensi konsumen menunjukkan tingkat kesukaan konsumen
terhadap pilihan produk yang ada. Konsumen menyukai suatu produk (barang dan
jasa) karena atribut mutu yang dipunyai produk tersebut (Kotler 2012). Deiner
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB