manajemen-perbendaharaan

Upload: risa-bur

Post on 13-Jul-2015

438 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

DAFTAR ISISambutan Kepala BPPK Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Lampiran OVERVIU Sekilas tentang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara Ruang Lingkup Perbendaharaan Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah Pengelolaan Kas/Uang Pengelolaan Piutang dan Hutang Negara/Daerah Pengelolaan Investasi Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik/Kekayaan Negara Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBD Pengendalian Intern Pemerintah Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah Pengelolaan Badan Layanan Umum BAB 1 : MANAJEMEN KAS Pengertian kas dan motif memiliki kas Pengertian Manajemen Kas dan Sasarannya Prinsip-prinsip umum pengendalian kas Pengelolaan kas negara Bagan arus kas/uang pada KPPN KBI Bagan arus kas/uang pada KPPN Non-KBI Pengelolaan kas pada satuan kerja Rekening tunggal pemerintah/treasury single account Implementasi TSA Perencanaan Kas Pemerintah Tantangan dalam pelaksanaan manajemen kas Current Issue: Modul Penerimaan Negara (MPN) Prima Rangkuman Halaman i iii v ix ix 1 1 5 6 10 11 11 11 12 12 12 13 13 15 17 18 20 24 27 30 32 41 46 50 51 52 55

vi

BAB 2:

MANAJEMEN PIUTANG Prinsip-Prinsip Pengelolaan Piutang dan Pengendaliannya. Pengertian Piutang Negara dan Jenis-Jenis Piutang Negara. Kerangka Umum Pengelolaan/Pengurusan Piutang Negara. Gambaran Umum Pengurusan Piutang Negara oleh Departemen Keuangan RI. Penyelesaian Kerugian Negara. Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah Rangkuman MANAJEMEN PERSEDIAAN Gambaran umum barang persediaan instansi pemerintah. Kerangka umum pengelolaan barang persediaan. Pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan persediaan. Pembukuan/akuntansi barang persediaan. Rangkuman MANAJEMEN PEMBIAYAAN JANGKA PENDEK Prinsip pembiayaan jangka pendek Penggunaan kredit dari rekanan oleh Satuan Kerja: Praktik, Manfaat, dan Kelemahan. Penentuan kebutuhan pendanaan jangka pendek pemerintah pusat/daerah. Sumber pembiayaan pinjaman jangka pendek. Pinjaman daerah jangka pendek Rangkuman PENGANGGARAN PROGRAM/ PROYEK JANGKA PANJANG Aspek-aspek dalam penilaian program/proyek. Jenis-jenis proyek pemerintah. Macam-macam biaya terkait dengan proyek Siklus hidup proyek. Kriteria pemilihan alternatif program/proyek Penilaian investasi proyek. Rangkuman

57 58 63 69 78 87 91 98 101 102 106 110 111 130 133 135 142 145 148 148 152

BAB 3 :

BAB 4 :

BAB 5 :

153 156 159 160 163 164 168 178

vii

BAB 6 :

MANAJEMEN PROGRAM Konsep manajemen proyek. Pengorganisasian pekerjaan. Teknik manajemen proyek: PERT dan CPM. Pengadaan barang dan jasa untuk program/ proyek pemerintah. Evaluasi proyek. Rangkuman MANAJEMEN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH Kerangka umum manajemen aset tetap pemerintah Pejabat pengelola Barang Milik Negara/Daerah. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran Pengadaan barang pada instansi pemerintah Penggunaan aset/barang pemerintah Penatausahaan aset/barang pemerintah Akuntansi Barang Milik Negara. Pengamanan dan pemeliharaan aset. Penilaian aset Pemanfaatan dan pemindahtanganan aset/barang Penghapusan aset/barang Rangkuman PENGELOLAAN BADAN LAYANAN UMUM Pendahuluan Pengertian Badan Layanan Umum Pengelolaan Keuangan BLU Asas Fleksibilitas Pengelolaan BLU Siklus Pengelolaan Keuangan Standar Pelayanan dan Kinerja BLU Standar Pelayanan Minimal Sistem Penetapan Tarif Kinerja Keuangan Rangkuman PERENCANAAN DAN PEROLEHAN PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI Kebijakan PHLN Pengertian PHLN Sumber, Bentuk, dan Jenis PHLN Perencanaan dan Pengadaan PHLN Penyusunan Dokumen Perencanaan PHLN

179 180 185 187 198 200 202 205 207 209 213 214 224 226 231 239 241 241 249 251 253 254 254 256 258 260 283 283 284 285 286

BAB 7 :

BAB 8 :

BAB 9 :

289 291 292 293 297 302

viii

Pengajuan Usulan Pinjaman Program, Pinjaman Proyek, dan Hibah Persyaratan Pengusulan Kegiatan Hibah Luar Negeri yang bersifat Khusus Penyusunan Daftar Kegiatan dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan Kandungan dan Persyaratan PHLN Rangkuman BAB 10: PENGELOLAAN PENCAIRAN DAN PEMBAYARAN PINJAMAN LUAR NEGERI Pelaksanaan dan penatausahaan PHLN Pelaksanaan Pencairan Dana PHLN Istilah-istilah dalam pencairan dana PHLN Penatausahaan dana PHLN Pembayaran kembali pinjaman luar negeri Rangkuman PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA Sekilas tentang SUN Istilah-istilah dalam SUN Pengelolaan SUN Penerbitan dan Penjualan SUN Strategi Pengelolaan SUN Tahun 2005 2009 Rangkuman

304 307 308 308 310 312

315 316 321 323 327 328 331 333 335 339 345 354 359 373 375 378 385 386 392 398 408

BAB 11:

BAB 12:

PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN Laporan keuangan dan kinerja Standar Akuntansi Pemerintahan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat Pemeriksaan oleh BPK Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Tahun 2006 Rangkuman LAMPIRAN Tabel Kode Barang Persediaan

sumber: Perdirjen Perbendaharaan Nomor Per-40/ PB/2006 Tentang Pedoman Akuntansi Persediaan

Tabel Mapping Klasifikasi Persediaan ke Perkiraan Buku Besar Aset Daftar Pustaka Biografi Penulis

411 423 425 427

ix

DAFTAR GAMBARHalaman Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10 Gambar 11 Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 Gambar 18 Gambar 19 Gambar 20 Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23 Gambar 24 Gambar 25 Gambar 26 Gambar 27 Gambar 28 Gambar 29 Pemisahan Wewenang Dalam Pelaksanaan Pengeluaran Negara Sebelum Undang-undang Keuangan Negara (UUKN) Pemisahan Wewenang Dalam Pelaksanaan Pengeluaran Negara Setelah UUKN Bagan Arus Kas pada KPPN KBI Bagan Arus Kas pada KPPN Non-KBI Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Pengeluaran Mekanisme Pelaksanaan TSA di KPPN untuk Rekening Penerimaan Alur Prosedur Pengurusan Piutang Negara Mekanisme Penatausahaan Persediaan Format Buku Persediaan Format Laporan Persediaan Format Hasil Mapping Siklus Akuntansi Persediaan Format Mapping Bagan Perkiraan Standar (BPS) Bentuk Formulir Jurnal Aset (FJA) Contoh WBS Diagram Gantt Activity on Arrow Diagram Activity on Node Diagram Perbandingan antara Konvensi Jaringan AON dan AOA Diagram AOA Diagram CPM Estimasi waktu kegiatan Struktur Organisasi Akuntansi BMN Organisasi Akuntansi BMN UPB Organisasi Akuntansi BMN PPBI Organisasi Akuntansi BMN PBI Organisasi Akuntansi BMN PEBIN Pelaksanaan dan tempat transaksi perdagangan SUN Mekanisme pembelian obligasi negara

3 4 27 30 43 44 79 114 116 118 120 123 124 126 182 183 189 190 191 192 195 196 232 233 233 234 235 356 357

DAFTAR LAMPIRANLampiran I Lampiran II Tabel Kode Barang Persediaan Tabel Mapping Klasifikasi Persediaan ke Perkiraan Buku Besar Aset Halaman 411 423

OVERVIUSekilas tentang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negaraanggal 5 April 2003 menjadi tonggak sejarah pengelolaan keuangan negara di Indonesia. Pada tanggal tersebut, pemerintah Indonesia mengundangkan sebuah undang-undang fenomenal yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang sesunggguhnya telah disahkan/disetujui DPR sejak tanggal 6 Maret 2003. Undang-undang ini menggantikan undang-undang dan peraturanperaturan produk kolonial Hindia Belanda yang telah digunakan dalam waktu yang sangat lama, yaitu: Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860); Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445; Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor 381; Disebut fenomenal karena melalui undang-undang inilah pemerintah Indonesia telah melakukan suatu reformasi di bidang keuangan guna menciptakan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Setiap penyelenggaran negara pun dituntut untuk mengelola keuangan negara secara transparan dan profesional. Beberapa bulan kemudian dua paket undang-undang lainnya, yang merupakan bagian dari tiga paket undang-undang di bidang keuangan negara yang telah lama disiapkan, diundangkan oleh pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

T

2

Overviu

Melalui ketiga undang-undang tersebut, paling tidak, pemerintah telah berupaya untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan pemerintah selama ini, yaitu: Kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran. Kelemahan di bidang perbendaharaan. Kelemahan di bidang pemeriksaan/audit. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara yang dimaksud di sini, meliputi: (a) hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; (b) kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; (c) Penerimaan Negara; (d) Pengeluaran Negara; (e) Penerimaan Daerah; (f) Pengeluaran Daerah; (g) kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah; (h) kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; dan (i) kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Undang-undang tersebut juga mengamanatkan agar keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN/APBD. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan yang digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan tersebut dikuasakan kepada: (a) Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan; (b) Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; dan (c) Gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Kekuasaan Presiden tersebut tidak termasuk kewenangan di bidang moneter yang meliputi antara lain kewenangan mengeluarkan dan mengedarkan uang. Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

3

berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Hal tersebut di atas sangat berbeda dengan pelaksanaan pengelolaan keuangan negara sebelum UUKN diundangkan. Pada masa itu, Menteri Keuangan selain melaksanakan pengurusan kebendaharaan (comptabel beheer) juga melaksanakan pengurusan administratif (administratief beheer). Secara jelas hal ini dapat digambarkan melalui bagan 1 dan 2 berikut ini.

Gambar 1Pemisahan Wewenang Dalam Pelaksanaan Pengeluaran Negara Sebelum Undang-undang Keuangan Negara (UUKN)Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Otorisator Menteri Keuangan selaku Ordonatur Tunggal dan Bendahara Umum Negara

Pembuat Komitmen

Pengujian, Pembebanan dan Permintaan Pembayaran

Pengujian dan Perintah Pembayaran

Pengujian

Pencairan Dana

Pengurusan Administratif

Pengurusan Administratif

Pengurusan Kebendaharaan

Gambar 2Pemisahan Wewenang Dalam Pelaksanaan Pengeluaran Negara Setelah UUKN

4

Overviu

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran

Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara

Pembuat Komitmen

Pembebanan dan Permintaan Pembayaran

Pengujian dan Perintah Pembayaran

Pengujian

Pencairan Dana

Pengurusan Administratif

Pengurusan Kebendaharaan

Dari bagan 1 dan 2 tersebut tergambarkan bahwa melalui UUKN telah terjadi suatu reformasi luar biasa dalam pengelolaan keuangan negara dimana Menteri/Pimpinan Lembaga ditetapkan sebagai Pengguna Anggaran yang berarti bahwa merekalah yang melaksanakan seluruh pengurusan administratif. Sementara Menteri Keuangan hanya bertindak sebagai Bendahara Umum Negara saja (melaksanakan pengurusan kebendaharaan) tanpa melaksanakan pengurusan administratif sebagaimana dulu. Melalui UUKN ini, setiap Kementerian/Lembaga diberikan kewenangan penuh untuk melakukan: a. Pembuatan komitmen, yaitu suatu kegiatan/tindakan yang mengakibatkan terjadinya pengeluaran anggaran. Kegiatan ini terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada kementerian/lembaga yang bersangkutan. b. Pembebanan dan permintaan pembayaran, yaitu suatu kegiatan untuk melaksanakan pembebanan sesuai dengan mata anggaran pengeluaran terkait dan mengajukan permintaan pembayaran kepada pejabat yang ditetapkan. c. Pengujian dan perintah pembayaran, yaitu suatu kegiatan pengujian atas tagihan yang diajukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk selanjutnya diterbitkan perintah pembayaran kepada Bendahara Umum Negara (BUN)/Kuasa BUN. Namun demikian patut disadari bahwa sebagai konsekuensinya, penyerahan kewenangan administratif secara penuh ini diiringi dengan pelimpahan tanggung jawab dan akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan kewenangan itu sendiri. Hal ini disebutkan secara tegas pada pasal 34 ayat (1) dan (2) UUKN sebagai berikut: Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

5

tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di sini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. Guna memastikan terciptanya pengelolaan keuangan yang baik, maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara harus menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang perbendaharaan sedangkan menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang harus menyelenggarakan sistem pengendalian intern di bidang pemerintahan masing-masing. Hal yang sama berlaku pula atas pengelolaan keuangan negara di daerah. Gubernur/bupati/walikota juga harus menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya.

Ruang Lingkup PerbendaharaanPerbendaharaan negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perbendaharaan negara (UUPBN) adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan negara yang dipisahkan yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun fungsi perbendaharaan meliputi perencanaan kas yang baik, pencegahan terjadinya kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber-sumber pembiayaan yang paling murah, dan pemanfaatan dana menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen utama kebijakan fiskal yang sangat mempengaruhi jalannya perekonomian dan keputusankeputusan investasi yang dilakukan oleh para pelaku pasar. Hal ini disebabkan, APBN secara umum menjabarkan rencana kerja dan kebijakan yang akan diambil Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan, alokasi sumber-sumber ekonomi yang dimiliki, distribusi pendapatan dan kekayaan melalui intervensi kebijakan dalam mempengaruhi permintaan dan penawaran faktor produksi, serta stabilisasi ekonomi makro. Dengan demikian, strategi dan pengelolaan APBN menjadi isu yang sangat sentral dan penting dalam perekonomian suatu negara. Berkaitan dengan peranannya yang sangat strategis tersebut, hingga saat ini kebijakan fiskal masih tetap konsisten diarahkan untuk melanjutkan dan memantapkan langkah-langkah

6

Overviu

konsolidasi fiskal, guna mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), dan ketahanan hutang yang berkelanjutan (debt sustainability), sebagai salah satu upaya dalam menuju kemandirian bangsa. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan pembiayaan anggaran yang semakin besar setiap tahunnya, serta jumlah hutang dan rasionya terhadap PDB akan dapat dikendalikan dengan berkurangnya defisit anggaran secara bertahap, dan bahkan menjadi surplus anggaran. Di sisi lain, kebijakan belanja yang diarahkan kepada pemberian stimulus fiskal sampai batas-batas tertentu terbentur pada kemampuan keuangan negara yang masih sangat terbatas. Dalam upaya memantapkan proses konsolidasi fiskal dimaksud, prioritas kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk: (a) meningkatkan pendapatan negara, baik penerimaan perpajakan maupun optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) melalui langkah-langkah penyempurnaan administrasi dan kebijakan perpajakan dan PNBP; (b) mengendalikan dan mempertajam prioritas alokasi dan pemanfaatan anggaran belanja negara; (c) memperbaiki pengelolaan hutang dan optimalisasi pembiayaan anggaran melalui pencarian sumber-sumber pembiayaan anggaran yang biayanya paling murah, dengan risiko yang paling rendah; (d) memperbaiki struktur penerimaan dan belanja negara, melalui peningkatan peranan pajak sektor nonmigas dan pengalihan subsidi secara bertahap, serta (e) memperbaiki pengelolaan keuangan negara agar lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan melalui perbaikan manajemen keuangan negara dengan mengacu pada paket undang-undang di bidang keuangan negara (UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara).

Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/DaerahPendapatan negara/daerah adalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui menambah kekayaan bersih. Penerimaan negara/daerah adalah hak pemerintah pusat/daerah yang harus dibayarkan kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya (tidak menambah kekayaan bersih). Belanja negara/daerah adalah kewajiban negara/daerah yang mengurangi kekayaan bersih negara/daerah. Pengeluaran negara/daerah adalah kewajiban yang harus dibayarkan untuk diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya (tidak mengurangi kekayaan bersih). Dalam UUKN dinyatakan bahwa APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Sesuai pasal 15 ayat (5) UUKN tersebut dinyatakan bahwa APBN yang disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, Fungsi, Subfungsi, Program, Kegiatan, dan Jenis Belanja. Rincian belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan Kementerian Negara/Lembaga pemerintah pusat yang dibagi menurut organisasi tingkat eselon/satuan kerja (satker). Sedangkan rincian belanja negara menurut fungsi adalah klasifikasi anggaran berdasarkan fungsi pemerintahan untuk masing-masing

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

7

Kementerian Negara/Lembaga. Fungsi adalah perwujudan tugas dibagi ke dalam 11 (sebelas) fungsi utama, yaitu: 1) Pelayanan Umum 2) Pertahanan 3) Ketertiban dan Keamanan 4) Ekonomi 5) Lingkungan Hidup 6) Perumahan dan Fasilitas Umum 7) Kesehatan 8) Pariwisata dan Budaya 9) Agama 10) Pendidikan 11) Perlindungan Sosial Pemisahan fungsi tersebut berdasarkan standar internasional yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP). Namun terdapat sedikit perubahan pada penerapan di Indonesia, yaitu fungsi rekreasi, agama, dan budaya dipisahkan menjadi fungsi agama dan fungsi pariwisata dan budaya. Rincian belanja pemerintah yang dirinci berdasarkan klasifikasi fungsi dan sub fungsi tersebut merupakan kumpulan dari program-program yang akan dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga dalam melaksanakan tiga agenda pokok pembangunan, yaitu: a) Percepatan agenda reformasi b) Peningkatan kesejahteraan rakyat c) Pengokohan kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Dasar alokasi dalam proses anggaran adalah program yang diajukan oleh kementerian negara/lembaga yang besarnya merupakan kompilasi anggaran dari program-program yang termasuk fungsi atau subfungsi yang bersangkutan. Klasifikasi fungsi dan subfungsi yang sekarang dilaksanakan merupakan pengganti dari klasifikasi sektor dan subsektor yang digunakan pada klasifikasi anggaran yang lama. Program adalah penjabaran kebijakan Kementerian Negara/Lembaga dalam bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi Kementerian Negara/Lembaga. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa Satker sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sember daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Subkegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian sasaran dan tujuan kegiatan tersebut. Timbulnya subkegiatan adalah sebagai konsekuensi adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antarsubkegiatan dalam kegiatan dimaksud. Dengan demikian dapat

8

Overviu

dikatakan bahwa subkegiatan yang satu dipisahkan dengan subkegiatan lainnya berdasarkan perbedaan keluaran. Rincian belanja negara menurut jenis belanja dapat dibedakan: 1) Belanja pemerintah pusat Dalam format baru APBN belanja pemerintah dikelompokkan menjadi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga hutang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Berbeda dengan format APBN lama yang diperinci atas belanja rutin dan belanja pembangunan, belanja rutin dalam format lama bertujuan untuk menunjang, memberi penekanan dan arti penting atas anggaran pembangunan. Namun, pada kenyataannya sering terjadi penumpukan/duplikasi antara belanja pembangunan dan belanja rutin. Belanja pemerintah pusat berdasarkan klasifikasi ekonomi terdiri dari: a) Belanja Pegawai Belanja pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pegawai pemerintah (di dalam dan luar negeri) sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja pegawai dapat berupa gaji, pensiun, tunjangan beras, uang makan, dan lain-lain belanja pegawai. Dalam belanja pegawai ini termasuk juga pengeluaran dalam rangka meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan, agar pegawai negeri dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. b) Belanja Barang Belanja barang dalam negeri dan luar negeri adalah pembelian barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, termasuk biaya pemeliharaan dan perjalanan. c) Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran/belanja yang dikeluarkan dalam rangka pembentukan modal, terdiri dari tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, belanja modal lainnya, dan belanja modal non fisik. d) Pembayaran Bunga Hutang Pembayaran bunga hutang adalah pembayaran atas biaya pinjaman yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman. Pembayaran bunga hutang terdiri dari bunga hutang dalam dan luar negeri. Hutang bunga dalam negeri terutama untuk membiayai bunga obligasi pemerintah sedangkan bunga hutang luar negeri merupakan kewajiban yang timbul karena pembiayaan yang dilakukan luar negeri atas pendanaan untuk pembangunan dalam negeri. Masalah yang seringkali menimbulkan hambatan bagi pemerintah Indonesia adalah fluktuasi nilai tukar mata uang Rupiah dengan nilai mata uang luar negeri terutama Dolar Amerika sebagai standar pembayaran bunga hutang. Masalah timbul jika nilai Rupiah melemah terhadap nilai mata uang asing, sehingga pemerintah harus menyediakan dana yang lebih besar untuk membayar bunga hutang. e) Subsidi Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan pemerintah kepada perusahaan atau lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa. Subsidi pemerintah diberikan kepada

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

9

f)

g)

h)

perusahaan negara (baik yang bergerak di bidang keuangan maupun non keuangan) dan perusahaan swasta. Belanja Hibah Belanja hibah adalah transfer rutin/modal yang sifatnya tidak wajib dari pemerintah pusat kepada negara lain dan kepada organisasi internasional. Bantuan Sosial Bantuan sosial adalah transfer uang/barang yang diberikan kepada penduduk guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Belanja lain-lain Belanja lain-lain adalah pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja lain.

2) Belanja untuk daerah Berdasarkan UU nomor 25 tahun 1999 yang diamandemen dengan UU nomor 33 tahun 2004 mengamanatkan bahwa setiap pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah harus diikuti pembiayaannya, maka sejak tahun 2001 pemerintah telah menyediakan alokasi anggaran belanja untuk daerah berkaitan dengan pelimpahan kewenangan tersebut. Tetapi pemerintah juga mengupayakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dana untuk daerah (dana desentralisasi) tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih antara kegiatan yang dibiayai oleh dana untuk daerah dan kegiatan dari program-program yang dibiayai melalui pemerintah pusat, terutama dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Belanja pemerintah pusat untuk daerah terdiri dari dua macam, yaitu: a) Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah alokasi dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Dana perimbangan terdiri dari: (1) Dana bagi hasil Dana bagi hasil merupakan bagian daerah yang bersumber dari penerimaan yang dihasilkan oleh daerah, baik penerimaan perpajakan maupun penerimaan bukan pajak (sumber daya alam). Dana bagi hasil bertujuan untuk mengatasi ketimpangan antara pendapatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical imbalance). Sumber pendapatan yang dibagihasilkan kepada daerah antara lain: PPh pasal 21, PPh pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri, PBB, BPHTB, dan penerimaan yang bersumber dari sumber daya alam. (2) Dana alokasi umum Dana alokasi umum adalah dana yang disediakan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terutama untuk mengatasi ketimpangan pendapatan antar daerah (horizontal imbalance). Besarnya dana alokasi umum adalah 26% dari penerimaan dalam negeri bersih setelah dikurangi dana bagi hasil dan dana alokasi khusus. Penggunaan dana diserahkan kepada daerah dengan memperhatikan prioritas kebutuhan daerah. (3) Dana alokasi khusus

10

Overviu

Dana alokasi khusus adalah dana yang disediakan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan ketentuan penggunaan dari pemerintah pusat. Dana alokasi khusus diberikan kepada daerah terutama untuk kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan dengan rumus DAU, kebutuhan yang merupakan prioritas nasional, dan kebutuhan untuk biaya reboisasi dan penghijauan daerah penghasil. b) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana Otonomi Khusus dan penyesuaian adalah dana yang khusus diberikan pemerintah pusat kepada dua daerah di Indonesia yaitu Aceh dan Papua berkaitan dengan status Otonomi Khusus yang diberikan kepada dua daerah tersebut. Penggunaan dana otonomi khusus dan penyesuaian terutama untuk membiayai sektor pendidikan dan kesehatan.

Pengelolaan Kas/UangMenteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah pejabat yang berwenang untuk mengatur dan menyelenggarakan pengelolaan uang. Untuk itu, Menteri Keuangan berwenang untuk membuka rekening pemerintah yaitu rekening kas umum negara. Rekening kas umum negara disimpan di bank sentral (Bank Indonesia), namun pada pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran bendahara umum negara dapat membuka pada rekening bank umum. Pembukaan rekening pada bank umum bertujuan untuk mempermudah operasional pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran uang kas negara. Untuk menatausahakan transaksi penerimaan dan pengeluaran uang kas negara yang dilakukan melalui bank umum, maka bendahara umum negara diwajibkan menyetor saldo rekening kas umum negara yang berada di bank umum. Dalam hal kewajiban penyetoran ke rekening bank sentral tersebut belum dapat dilaksanakan akibat hambatan yang bersifat teknis, maka penyetoran dapat dilakukan secara berkala. Rekening pengeluaran pada bank umum tersebut diisi dana yang bersumber dari rekening kas umum negara yang berada di bank sentral dan besarnya sesuai dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintah yang telah ditetapkan dalam APBN. Sehubungan dengan penyimpanan rekening uang pemerintah pada bank umum akan timbul penerimaan dan belanja atas rekening tersebut. Pendapatan negara dari bunga bank, jasa giro merupakan pendapatan negara, sedangkan biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum dibebankan ke kas negara. Penyimpanan rekening kas negara pada bank umum perlu dilakukan pengelolaan kas yang baik dengan cara pemusatan saldo kas, perencanaan kas, dan menetapkan strategi pinjaman.

Pengelolaan Piutang dan Hutang Negara/DaerahPemerintah pusat dapat memberikan pinjaman/hibah kepada pemerintah daerah/BUMN/BUMD, penyelesaian piutang negara/daerah sebagai akibat dari hubungan keperdataan dapat diselesaikan secara damai, kecuali yang diatur lain

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

11

oleh undang-undang. Sebaliknya pemerintah juga berhak untuk mengadakan hutang negara/hibah yang berasal dari dalam maupun luar negeri yang dilaksanakan oleh pejabat yang ditunjuk untuk mewakili menteri keuangan untuk hutang pemerintah pusat dan Gubernur/ Walikota/Bupati untuk hutang daerah.

Pengelolaan InvestasiPemerintah dapat menyertakan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial atau manfaat lain baik berupa saham, surat hutang, dan investasi langsung. Pelaksanaan kegiatan investasi ini pada hakekatnya merupakan upaya perolehan tambahan pendapatan dalam APBN/APBD yang sebagian besar didominasi oleh pendapatan pajak. Melalui pengelolaan investasi yang baik diharapkan akan memberikan kontribusi dalam memperkecil besaran defisit yang membebani keuangan negara selama ini.

Pengelolaan Barang Milik Negara/DaerahMenteri Keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara dan menteri teknis/kepala lembaga berwenang sebagai pengguna barang bagi kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Pengguna barang pemilik negara/daerah wajib mengelola barang milik negara/daerah yang diperlukan untuk penyelenggaraan negara/daerah tidak dapat dipindahtangankan. Sedangkan pemindahtanganan dapat dilakukan untuk barang yang tidak lagi diperlukan untuk penyelenggaraan negara/daerah. Pemindahtanganan dapat dilakukan dengan dijual, dihibahkan, ditukar, dan disertakan dalam modal BUMN/BUMD setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik/Kekayaan NegaraPihak manapun dilarang untuk melakukan penyitaan terhadap uang dan surat berharga milik negara/daerah yang berada pada instansi pemerintah atau pada pihak ketiga, uang yang harus disetor ke kas negara/daerah, barang bergerak milik negara/daerah baik yang berada pada instansi pemerintah dan pada pihak ketiga, barang tidak bergerak dan hak kebendaan lain yang menjadi milik negara/daerah, serta barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara/daerah untuk penyelenggaraan pemerintah.

Penatausahaan dan Pertanggungjawaban APBN/APBDMenteri keuangan/pejabat pengelola keuangan daerah selaku bendahara umum negara/daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan aset, hutang,

12

Overviu

dan ekuitas dana termasuk pembiayaan dan perhitungannya. Sedangkan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, hutang dan ekuitas dana termasuk pendapatan dan belanja negara diselenggarakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja. Penatausahaan dokumen yang berkaitkan dengan perbendaharaan negara dilaksanakan oleh orang/badan yang menguasai dokumen tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menteri keuangan sebagai pengelola fiskal setelah menerima pertanggungjawaban (laporan keuangan) dari masing-masing kuasa bendahara umum menyusun laporan keuangan pemerintah pusat untuk disampaikan kepada presiden untuk memenuhi pertanggungjawaban APBN, sedangkan laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh kepala satuan kerja kepada gubernur/walikota/bupati sebagai pertanggungjawaban APBD. Laporan pertanggungjawaban keuangan pusat dan daerah tersebut kemudian disampaikan oleh presiden kepada BPK.

Pengendalian Intern PemerintahSebagai upaya peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara pemerintah selaku kepala pemerintahan menyelenggarakan dan mengatur sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh.

Penyelesaian Kerugian Negara/DaerahKerugian negara/daerah yang diakibatkan oleh pelanggaran hukum atau kelalaian seseorang harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Bendahara atau pegawai negeri bukan bendahara atau pejabat lain yang telah melanggar hukum, lalai dalam melaksanakan kewajiban diwajibkan mengganti kerugian negara/daerah yang ditimbulkan atas pelanggaran hukum atau kelalaiannya tersebut. Setiap kerugian negara/daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung/kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga maupun gubernur/walikota/bupati yang bersangkutan untuk kemudian diberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat tujuh hari kerja sejak kerugian negara/daerah diketahui. Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui bendahara/pegawai negeri bukan bendahara/pejabat lain yang telah terbukti melakukan kesalahan yang merugikan negara diwajibkan membuat surat pernyataan sanggup mengganti kerugian negara yang ditimbulkan. Surat pernyataan bersedia mengganti kerugian negara tersebut disebut surat keterangan tanggung jawab mutlak. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian negara, maka menteri/pimpinan lembaga yang bersangkutan mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

13

Penggantian ganti rugi atas kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK, dan bila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana maka penyelesaian kerugian diselesaikan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengenaan ganti rugi atas kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/walikota/bupati dengan tata cara yang ditentukan pemerintah.

Pengelolaan Badan Layanan UmumBadan layanan umum dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa. Dalam hal ini kekayaan yang dimiliki badan layanan umum merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan badan layanan umum. Karena merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, maka rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan badan layanan umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah. Pendapatan dan belanja badan layanan umum dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/ pemerintah daerah yang bersangkutan. Pembinaan badan layanan umum dilakukan oleh menteri keuangan sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh menteri teknis yang bersangkutan.

-o0o-

MANAJEMEN KASSalah satu fungsi perbendaharaan adalah perencanaan kas dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien

Bab ini membahas manajemen kas dalam manajemen perbendaharaan di Indonesia. Setelah mempelajari bab ini Saudara diharapkan mampu untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan: Pengertian kas dan motif memiliki kas. Pengertian Manajemen Kas dan Sasarannya. Prinsip-prinsip umum pengendalian kas. Pengelolaan kas negara. Bagan arus kas/uang pada KPPN KBI. Bagan arus kas/uang pada KPPN Non-KBI. Pengelolaan kas pada satuan kerja. Rekening tunggal pemerintah/treasury single account. Implementasi TSA. Perencanaan kas pemerintah. Tantangan dalam pelaksanaan manajemen kas. Current Issue: Modul Penerimaan Negara (MPN) Prima.

16

Bab 1: Manajemen Kas

Modal kerja (working capital) merupakan salah satu elemen penting pada suatuorganisasi yang ikut berpartisipasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hampir sulit ditemukan suatu organisasi yang bisa melaksanakan aktivitas tanpa adanya dukungan modal kerja. Berbeda dengan bentuk modal lainnya, modal kerja merupakan modal yang diperlukan dalam membiayai aktivitas rutin yang sifatnya singkat. Kita tidak bisa menggunakan modal yang bersifat tidak likuid untuk membiayai kegiatan sehari-hari. Sebagai contoh, kita tidak mungkin membiayai suatu kegiatan dengan mengandalkan aset tetap perusahaan secara langsung, seperti bangunan, mesin, kendaraan, dan sebagainya. Bila kita membutuhkan pembiayaan suatu kegiatan maka yang paling sangat mungkin adalah membiayai dengan uang tunai. Oleh karena itu, bila kita ingin menggunakan aset tetap organisasi untuk membiayai suatu kegiatan, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencairkan aset tetap tersebut dalam bentuk uang tunai. Caranya, tentu saja, dengan terlebih dahulu mencari pihak-pihak yang berniat atau berkeinginan membeli aset tetap yang kita miliki tersebut. Langkah ini jelas tidaklah mudah. Sangat sulit bagi kita untuk mendapatkan pihak/orang yang ingin membeli aset tetap yang kita tawarkan secara mendadak. Berbeda dengan aset lancar (current asset, meskipun bentuk aset ini tidak semuanya berupa uang tunai, namun aset lancar nontunai relatif lebih mudah untuk dicairkan segera menjadi uang tunai. Contoh aset lancar nontunai adalah piutang/tagihan, surat-surat berharga jangak pendek, dan persediaan. Apabila kita secara mendadak membutuhkan uang tunai untuk membiayai suatu kegiatan, maka ketiga jenis aset ini relatif mudah untuk diuangkan daripada aset tetap. Paling tidak kita memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mencairkan aset-aset lancar tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama. Mengkonversi piutang menjadi uang tunai dapat kita lakukan dengan melakukan penagihan lebih dini. Mungkin saja tindakan ini akan berkonsekuensi pada pemberian potongan atas pembayaran piutang lebih awal kepada debitur. Demikian pula bila kita ingin mengkonversi surat berharga dan persediaan barang dagangan menjadi uang tunai. Kita akan dapat melakukannya dengan cara yang relatif mudah dibandingkan bila kita harus mengkonversi bangunan, mesin, ataupun kendaraan menjadi uang tunai dalam waktu segera. Aset-aset yang secara relatif lebih mudah untuk dikonversi menjadi uang tunai dan yang merupakan pendukung pembiayaan aktivitas jangka pendek inilah yang disebut modal kerja. Pada instansi pemerintah, yang tidak berorientasi pada profit, tetap diperlukan pula ketersediaan modal kerja dalam menunjang terlaksananya kegiatan pemerintahan. Melalui kepemilikan modal kerja yang proposional akan dapat memberikan kesinambungan jaminan aktivitas yang sedang dilaksanakan oleh instansi pemerintah tersebut. Oleh karena itu, merupakan hal signifikan untuk membahas kondisi modal kerja dan pengelolaannya pada instansi pemerintah Indonesia saat ini.

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

17

Pengertian Kas dan Motif Memiliki KasUang tunai atau sering disebut dengan kas merupakan komponen penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Sebagian besar aktivitas pada suatu entitas, apakah entitas bisnis ataupun entitas pemerintahan, selalu melibatkan uang tunai dalam pelaksanaan kegiatannya. Hampir dapat dipastikan bahwa kas inilah yang memiliki peranan sentral dalam menjaga kelangsungan sebuah aktivitas. Kegiatan-kegiatan pembayaran atas suatu aktivitas sebagian besar didominasi dengan menggunakan kas. Ini tak terlepas dari kondisi masa kini yang menjadikan uang tunai sebagai satusatunya alat pembayaran yang sah. Sangat jarang ditemukan dalam sistem perekonomian sebuah negara saat ini yang tidak menggunakan uang tunai sebagai alat pembayaran. Kegiatan pembayaran dengan menggunakan sistem barter memang tidak ditinggalkan sepenuhnya. Namun kegiatan sistem barter dalam segala hal memiliki banyak keterbatasan dibandingkan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran. Pada suatu entitas, termasuk didalamnya adalah instansi pemerintah, pengelolaan kas harus dilakukan dengan memperhatikan sistem pengendalian interen yang sangat ketat. Hal ini mengingat bahwa kas merupakan bentuk aset lancar yang sangat sensitif terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan. Namun demikian hal ini tidak berarti kita mengabaikan sistem pengendalian interen bagi asetaset lainnya. Hanya saja, kas harus mendapat perhatian ekstra dibandingkan asetaset lain tersebut dalam pengelolaannya. Hampir sebagian besar penyimpangan yang terjadi pada suatu entitas selalu melibatkan penggunaan uang tunai. Hal Ini dapat dimaklumi karena kas memang memiliki sifat yang khusus dibandingkan aset lainnya. Kas sangat lebih mudah untuk diselewengkan baik pada kondisi entitas yang sudah berbasis komputer maupun pada entitas yang masih berbasis manual. Penerapan praktik-praktik yang tidak sehat pada pengelolaan uang tunai terbilang semakin canggih dari waktu ke waktu. Apabila manajemen tidak mampu menciptakan sistem pengendalian interen yang secara dini bisa mencegah kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecurangan maka dapat dipastikan bahwa lambat laun organisasi tersebut akan mengalami kemunduran dalam kinerja dan bahkan mungkin saja harus siap dengan kemungkinan terjadinya kebangkrutan. Pengelolaan kas bukanlah hal yang sangat mudah. Terlebih dahulu, diperlukan suatu pemahaman menyeluruh atas setiap aktivitas yang berkaitan dengan penggunaan kas pada suatu entitas. Selanjutnya, perlu dilakukan pengkajian antarbagian yang terkait dalam penggunaan kas dalam entitas tersebut dan melakukan penetapan sistem dan prosedur yang tepat untuk mengelola arus perjalanan uang tunai dalam entitas. Penentuan besaran uang tunai yang diperbolehkan untuk beredar dalam entitas pun menjadi sesuatu hal yang patut menjadi perhatian manajemen, termasuk penetapan pihak-pihak yang memiliki otoritas penerimaan, pengeluaran, penyimpanan, dan pendistribusian uang tunai. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP nomor 24 tahun 2005), yang dimaksud dengan kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap

18

Bab 1: Manajemen Kas

saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Terkait dengan kegiatan pemerintahan ini, pada hakikatnya ada dua penggunaan terminologi kas yang dikenal dalam entitas pemerintahan, yaitu Kas Negara dan Kas Daerah. Kedua istilah ini lebih terkait dengan wadah/tempat penyimpanan kas pemerintah itu sendiri. Yang dimaksud dengan kas negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. Sedangkan yang dimaksud dengan kas daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Baik kas negara maupun kas daerah, keduanya harus disimpan pada sebuah rekening yang disebut dengan Rekening Kas Umum Negara dan Rekening Kas Umum Daerah. Rekening Kas Umum Negara adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral. Sedangkan Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang telah ditetapkan.

Pengertian Manajemen Kas dan SasarannyaManajemen kas adalah pengelolaan kas yang dimiliki oleh suatu entitas dengan memperhatikan upaya-upaya pengendalian yang baik sehingga dapat digunakan secara efisien dan efektif dalam aktivitas operasional entitas tersebut. Manajemen kas berfungsi sebagai alat untuk menjaga suatu organisasi agar berfungsi dengan baik. Penggunaan kas atau sumberdaya likuid lain yang dimiliki oleh organisasi harus dilakukan seoptimal mungkin. Manajemen kas merupakan bagian dari kegiatan yang lebih besar yaitu kebijakan moneter dan fiskal, karena: a. Terkait erat dengan manajemen hutang (debt management) Diperlukan adanya suatu kerja sama yang baik dalam hal pertukaran informasi antara pihak yang menerbitkan hutang dan pihak yang mengetahui kondisi keuangan negara. Hal ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pemborosan keuangan negara misalnya penerbitan Surat Hutang Negara (SUN) pada saat negara sedang mengalami surplus keuangan.

b. Manajemen hutang/kas terkait erat dengan kebijakan moneter Jumlah surat hutang yang diterbitkan oleh negara akan mempengaruhi pasar uang. Oleh karenanya penerbitan surat hutang pada saat dan jumlah yang tidak tepat dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah di pasar uang. Pemerintah perlu

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

19

c.

melakukan kajian bersama dengan Bank Indonesia mengenai dampak dari kebijakan fiskal terhadap kebijakan moneter. Tempat dimana pemerintah menyimpan uangnya akan berpengaruh pada kebijakan moneter. Mengingat jumlah uang yang dimiliki pemerintah sangat besar maka penempatan uang pemerintah pada bank umum/sentral memiliki dampak berbeda. Jika pemerintah menempatkan sebagian besar dana pemerintah pada bank umum maka hal ini akan mengakibatkan terjadinya ekspansi moneter yang mana dapat berdampak pada naiknya inflasi dan stabilitas nilai rupiah. Bank sentral akan melakukan normalisasi jumlah uang yang beredar dengan melakukan kebijakan moneter untuk mengurangi uang yang beredar misalnya dengan menerbitkan Sertifikat Bank Sentral. Hal tersebut tidak akan terjadi jika pemerintah menempatkan uangnya pada Bank Sentral.

Sasaran Dalam Manajemen KasBeberapa sasaran dalam manajemen kas diantaranya adalah manajemen likuiditas, meminimalisasi kas menganggur (idle cash), mengurangi biaya transaksi manajemen pemerintah.

Manajemen likuiditas. Manajemen likuiditas penting untuk memastikan negara memiliki kas yang cukup untuk menyelesaikan semua kewajiban yang jatuh tempo. Untuk itu pemerintah perlu mengetahui berapa besar penerimaan negara yang akan masuk dalam rekening kas negara dan berapa besar pengeluaran yang akan dilakukan. Upaya yang dapat dilakukan pemerintah antara lain berupa kegiatan monitoring penerimaan dan pengeluaran kas negara; dan penyiapan langkah antisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan/kelebihan kas.Pemerintah perlu mengetahui berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan. Beberapa pengeluaran pemerintah mungkin saja dapat ditunda atau dipercepat, oleh karenanya pemerintah harus mampu melihat kapan saat pengeluaran kas yang menguntungkan pemerintah. Dalam hal kegiatan penerimaan kas, pemerintah perlu menetapkan aturan tentang penyetoran seluruh penerimaan sesegera mungkin ke dalam rekening pemerintah yang telah ditetapkan Penerimaan negara yang tidak segera disetor akan menguntungkan penyetor atas biaya pemerintah. Demikian pula dengan kemungkinan terjadinya kekurangan/kelebihan kas, pemerintah harus mampu menyiapkan langkah-langkah pengantisipasian karena kekurangan/kelebihan kas akan membebani keuangan pemerintah akibat adanya time value of money.

Meminimalisasi kas menganggur (idle cash). Selayaknya, pemanfaatankas secara maksimal ditujukan untuk memperoleh keuntungan ekonomi (yield). Sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah berhak untuk mendapatkan bunga/jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum maupun bank sentral, bunga/jasa giro yang diperoleh didasarkan pada tingkat suku bunga yang berlaku (pasal 24). Pemerintah juga dapat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau

20

Bab 1: Manajemen Kas

manfaat lainnya. Investasi tersebut dapat berupa saham, surat hutang, dan investasi langsung (pasal 41). Kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan kas menganggur adalah pembelian kembali (buy back) Surat Hutang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah. Pembelian kembali ini akan memberikan dampak positif terhadap pengurangan beban bunga yang harus dibayar oleh pemerintah (cost of financing). Bahkan bila pemerintah mempunyai manajemen kas yang baik, maka sesungguhnya pemerintah dapat melakukan penundaan penerbitan SUN. Pengeluaran-pengeluaran yang harus dilakukan dapat dibiayai dengan menggunakan kas yang berasal dari pendapatan yang ada.

Mengurangi biaya transaksi keuangan pemerintah. Banyaknyarekening pemerintah (bank accounts) yang tersebar di berbagai bank menimbulkan biaya tinggi untuk memelihara rekening tersebut. Selain itu tersebarnya rekening mengakibatkan semakin banyaknya kas menganggur (idle cash). Untuk itu perlu dilakukan pengurangan jumlah rekening pemerintah dengan menerapkan sistem rekening tunggal (single account system). Manajemen kas perlu merestrukturisasi cara-cara pengumpulan pendapatan pemerintah (misalnya banking arragement mengenai saat penyetoran oleh bank persepsi dan renumerasi yang diberikan atau yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada bank persepsi). Hal ini dimaksudkan agar penerimaan negara dapat masuk ke rekening kas umum negara sesegera mungkin dengan biaya seminimal mungkin. Demikian pula dengan pemrosesan pengeluaran. Pemrosesan pengeluaran perlu dilakukan dengan seefisien dan secepat mungkin, misalnya dengan menggunakan fasilitas perbankan. Jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka manfaat lain yang didapatkan adalah pengurangan terjadinya penyelewengan terhadap keuangan negara.

Prinsip-Prinsip Umum Pengendalian KasPengendalian terhadap peredaran kas pada sebuah kas merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh manajemen. Pengendalian atas kas memiliki dampak positif terhadap pencapaian kinerja organisasi yang telah telah ditetapkan. Melalui mekanisme pengendalian kas yang baik diharapkan dapat memangkas pelaksanaan praktik-praktik yang tidak sehat. Hal ini dapat dimaklumi mengingat hampir sebagian besar aktivitas organisasi melibatkan kas. Tanpa pengendalian kas yang tepat, pelaksanaan kegiatan organisasi bisa saja terhambat dan berdampak pada terganggunya kontinuitas kegiatan organisasi. Singkatnya, dari sisi pengendalian, kegiatan kas sangat perlu mendapat perhatian khusus karena kas sangat mudah dipindahtangankan. Demikian pula bila dilihat dari sisi risiko, kegiatan kas relatif paling mudah untuk diselewengkan. Oleh karena itu, timbul kebutuhan untuk melindungi dan mengendalikan kas secara memadai. Dalam hubungan ini,

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

21

terdapat usaha memperkecil masalah dengan cara mengurangi penggunaan uang kas, sejauh dapat diterapkan. Pengendalian sebagai salah satu fungsi manajemen yang bersifat komprehensif harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan manajemen. Juga untuk memperkecil, atau bila mungkin meniadakan, terjadinya kecurangan-kecurangan yang berdampak negatif bagi organisasi. Pengendalian terhadap kas bertujuan untuk melindungi perputaran kas masuk dan keluar yang ada dalam organisasi. Kegiatan yang melibatkan kas masuk sama krusialnya dengan kegiatan yang melibatkan kas keluar. Manajemen tidak boleh mengabaikan penerimaan kas dengan tujuan berkonsentrasi pada pengendalian kas keluar. Demikian pula sebaliknya, kegiatan pengendalian terhadap kas keluar jangan mengorbankan kegiatan terhadap kegiatan penerimaan kas. Kedua arus kas tersebut haruslah mendapat perhatian yang luar biasa oleh manajemen bila pimpinan organisasi tidak menginginkan organisasinya hancur. Selain kegiatan yang melibatkan arus kas, yaitu kas masuk dan kas keluar, kegiatan lain yang juga memiliki peranan penting adalah kegiatan pencatatan. Melalui hasil kegiatan pencatatan, manajemen akan memperoleh informasi yang dibutuhkan yang terkait dengan pengelolaan kas. Pencatatan terhadap kas masuk dan kas keluar harus didesain sedemikian rupa sehingga diperoleh keyakinan tidak ada kas masuk maupun kas keluar yang tidak tercatat dalam pembukuan organisasi. Oleh karena itu, prinsip-prinsip umum dalam pengelolaan kas yang baik, antara lain adalah: 1. Adanya pemisahan fungsi pengelolaan kas, yaitu diantara fungsi penerimaan, fungsi pencatatan, fungsi pengeluaran, dan fungsi penyimpanan. 2. Membuat prosedur penerimaan kas yang menjamin pengedalian internal kas. 3. Membuat prosedur pengeluaran kas yang menjamin pengedalian internal kas. 4. Membuat prosedur penyimpanan kas yang menjamin pengedalian internal kas. 5. Membuat prosedur pencatatan kas yang menjamin pengedalian internal kas. 6. Adanya suatu bagian yang diberikan tugas khusus dalam melakukan pengendalian kas dan mengevaluasi keberlangsungan sistem yang sedang berjalan.

Penerimaan KasPenerimaan kas merupakan salah satu tahap dari keseluruhan kegiatan kas. Kas yang diterima oleh pemerintah berasal dari penerimaan pajak dan penerimaan nonpajak. Penerimaan negara nonpajak lebih dikenal dengan sebutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Karakteristik dasar yang diperlukan dalam sistem pengendalian penerimaan kas antara lain adalah: 1. Adanya penugasan khusus pada suatu bagian yang bertanggung penuh terhadap kegiatan pengelolaan penerimaan kas.

22

Bab 1: Manajemen Kas

2. 3. 4. 5. 6.

Memisahkan fungsi pengelolaan kas dengan fungsi penerimaan kas. Memasukkan segera kas yang diterima ke bank per hari. Memberlakukan sistem yang ketat dalam mengendalikan pengeluaran kas. Melakukan pemeriksaan internal mendadak dengan rentang waktu yang tidak reguler. Melakukan rekonsiliasi bank secara periodik.

Berikut ini diuraikan prinsip-prinsip pengendalian yang bisa diterapkan untuk sebagian atau seluruh kegiatan penerimaan kas. Pengendalian ini diperlukan untuk memastikan bahwa uang kas yang seharusnya diterima memang betul-betul diterima dan dipertanggungjawabkan dengan lengkap dan benar. a. Pertanggungjawaban atas penerimaan kas harus ditetapkan sedini mungkin. Hal ini dilaksanakan dengan cara menyiapkan alat pencatatan yang memadai mengenai pertanggungjawaban awal atas setiap penerimaan kas. Contoh sederhana yang umum berlaku adalah berupa pembuatan bukti penerimaan kas yang diberi nomor seri. b. Penetapan dasar pertanggungjawaban harus dihubungkan dengan kegiatan. Sejauh dapat diterapkan, pertanggungjawaban mengenai penerimaan kas harus dihubungkan dengan kegiatan atau transaksi yang berkaitan dengannya. Misalnya dalam hal penagihan piutang, penerimaan kas dapat dihubungkan dengan berkurangnya jumlah piutang. c. Pemisahan fungsi antara fungsi penerimaan, pencatatan, otorisasi dan pengawasan. Harus ada pemisahan fungsi antara fungsi penerimaan, pencatatan, otorisasi dan pengawasan. Dengan adanya pemisahan fungsi ini, diharapkan akan tercipta situasi saling mengecek (check and balance) di antara bagian sehingga dapat dicegah timbulnya kecurangan atau terjadinya kesalahan. d. Pemanfaatan pihak luar sebagai unsur pengawasan. Dalam beberapa situasi, kehadiran pihak ketiga di luar organisasi dapat merupakan sumber informasi bagi kelayakan tindakan karyawan/pegawai organisasi tersebut. Sebagai contoh, kehadiran pihak pembayar (misal wajib pajak) akan ikut membantu dalam mengecek apakah bagian penerimaan telah membukukan penerimaan kas dengan benar ke dalam buku penerimaan. e. Kegiatan penerimaan kas sedapat mungkin dipisahkan dari kegiatan pengeluaran kas, dimana masing-masing kegiatan dikendalikan dengan prosedur tersendiri. f. Penerimaan-penerimaan kas hendaknya disetorkan secara utuh dan dengan segera ke bank atau ke tempat penyimpanan yang ditentukan. g. Pertanggungjawaban harus ditetapkan untuk semua jenis transaksi keuangan.

Pengeluaran KasPengeluaran-pengeluaran kas yang dilakukan oleh pemerintah ditujukan untuk memenuhi berbagai kegiatan pemerintahan, seperti pembayaran gaji/tunjangan pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bungan dan pokok hutang, dan sebagainya. Sasaran pengendalian pada umumnya diarahkan untuk menjamin bahwa hanya pengeluaran-pengeluaran yang telah diotorisir saja yang boleh

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

23

dilakukan, tujuan-tujuan pengeluaran tersebut sah dan layak, nilai yang diterima adalah wajar, dan pengeluaran-pengeluaran tersebut dipertanggungjawabkan serta dibukukan dengan benar. Prinsip-prinsip pengendalian khusus untuk pengeluaran kas dapat diikhtisarkan sebagai berikut: a. Pemisahan fungsi. Harus ada pemisahan fungsi antara pejabat yang mengotorisir pembayaran dengan petugas yang melakukan pembayaran serta yang memegang buku kas. b. Kecukupan dokumentasi untuk melakukan pembayaran-pembayaran. Setiap pembayaran perlu dilakukan pemeriksaan atas dokumen pembayaran tersebut baik dari segi keabsahan dokumen maupun dari kelayakan pembayaran itu sendiri. c. Penggunaan dana kas kecil. Untuk pembayaran-pembayaran yang nilainya dipandang kecil, dapat ditetapkan pembayarannya dengan menggunakan dana kas kecil yang dikelola oleh seorang bendahara. Namun demikian perlu ditetapkan dengan jelas, kriteria besaran pembayaran yang nilainya masuk dalam katagori kecil. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi kas menganggur (idle cash) atau pembayaran atas tagihan yang sesungguhnya benilai tidak kecil. d. Pengendalian atas penandatangan cek. Dalam situasi tertentu akan bermanfaat apabila ditentukan bahwa penandatanganan cek harus dilakukan oleh dua orang pejabat. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan adanya pengecekan saling guna mencegah terjadinya kesalahan atau kecurangan. e. Penggunaan cek-cek atas nama. Sedapat mungkin semua cek yang dikeluarkan harus atas nama. Penulisan cek tunai sedapat mungkin dihindari karena memudahkan penyalahgunaan. f. Pemisahan tugas dan tanggung jawab di antara para petugas yang terlihat dalam proses pengeluaran kas. Proses pengeluaran kas melibatkan berbagai aktivitas yang harus dilakukan oleh orang yang berlainan. Misalnya, satu orang bertugas melakukan review atas kebenaran dan kelengkapan dokumentasi, satu orang bertugas menyiapkan cek, dan dua orang menandatangani cek. Tiap aktivitas ini satu sama lain akan saling menimbulkan pengecekan silang (check and balance). g. Kegiatan pengeluaran kas sedapat mungkin dipisahkan dari kegiatan penerimaan kas, dimana masing-masing kegiatan dikendalikan dengan prosedur tersendiri.

Pengelolaan Kas Negara 1

Diolah dari modul Cash Management Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan, anonim, tanpa tahun.

1

24

Bab 1: Manajemen Kas

Pengelolaan kas negara terdiri dari pengelolaan kas pusat dan daerah. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa kas negara merupakan tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat. Sedangkan yang dimaksud dengan kas daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Baik kas negara maupun kas daerah, keduanya harus disimpan pada sebuah rekening yang disebut dengan Rekening Kas Umum Negara dan Rekening Kas Umum Daerah. Berikut ini adalah istilah yang terkait dalam pengelolaan kas negara, yaitu:

Bendahara Umum Negara. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yangdiberi tugas untuk melaksanakan fungsi bendahara umum negara dalam hal ini Menteri Keuangan adalah Bendahara Umum Negara. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengangkat Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian wewenang Bendahara Umum Negara dan tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga. Kuasa Bendahara Umum Negara terdiri dari Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat dan Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah.

Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat. Wewenang Bendahara Umum Negara dalam pengelolaan uang negara yang dikuasakan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara Pusat terdiri dari: a. Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara. b. Menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara. c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara. d. Menyimpan uang negara. e. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat hutang negara. f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara. g. Menyajikan informasi keuangan negara. Kuasa Bendahara Umum Negara di Daerah. Kuasa Bendahara UmumNegara di daerah bertugas menerima, menyimpan, membayar, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang yang berada dalam pengelolaannya. Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

Bendahara Umum Daerah. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerahadalah Bendahara Umum Daerah. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah melaksanakan tugas-tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga. Wewenang Bendahara Umum Daerah berkaitan dengan pengelolaan uang daerah terdiri dari:

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

25

a. Memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah. b. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk. c. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD. d. Menyimpan uang daerah. e. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi dalam rangka pengelolaan kas melalui pembelian surat hutang negara. f. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Penggguna Anggaran atas beban rekening kas umum daerah. g. Menyajikan informasi keuangan daerah.

Tujuan Pengelolaan Kas NegaraTujuan pengelolaan kas negara antara lain adalah: a. Menentukan jumlah dan alokasi dana untuk keperluan pelaksanaan kegiatan operasional pemerintahan dan kegiatan investasi. Negara memiliki sumber daya keuangan yang terbatas oleh karena itu sangat penting adanya suatu perencanaan dalam pengalokasian dana yang dimiliki. Kegiatan pengalokasian ini sangat penting untuk memastikan semua kegiatan operasional pemerintah dapat dibiayai, jika kemudian setelah semua kegiatan telah dialokasikan dananya dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan investasi sebagaimana yang diatur pada pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. b. Mendapatkan sumber dana yang paling efisien untuk membiayai kegiatankegiatan pemerintahan. Jika pemerintah tidak memiliki dana yang cukup untuk menutup semua kegiatan operasionalnya maka diperlukan adanya pembiayaan. Pembiayaan tersebut dapat berasal dari dalam dan luar negeri atau sumber-sumber lain. Pemerintah perlu melakukan perhitungan yang cermat sumber pembiayaannya sehingga biaya yang timbul atas pembiayaan tersebut dapat ditekan seminimal mungkin. c. Meminimalisasi kas menganggur (idle cash). Setiap rupiah yang dimiliki oleh negara harus dipergunakan sebaik mungkin. Pemerintah selaku pengelola uang negara selayaknya menciptakan suatu sistem yang dapat meminimalkan terjadinya kas menganggur. Hingga saat ini masih banyak uang negara yang menganggur. Bagi negara, hal ini jelas tidak produktif. Uang tersebut tidak memberikan return yang memadai bahkan sebaliknya menimbulkan cost yang tinggi. Melalui penciptaan manajemen kas yang baik, dana yang tidak memberikan return maksimal tersebut dapat diinvestasikan dan dikelola secara profesional sehingga memberikan keuntungan bagi negara. d. Mempercepat penyetoran penerimaan negara. Penerimaan negara haruslah disetorkan dengan cepat, hal ini dimaksudkan: Agar dana yang bersumber dari penerimaan negara tersebut dapat segera masuk ke rekening kas umum negara sehingga dapat segera dipergunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah.

26

Bab 1: Manajemen Kas

Minimalisasi kerugian negara atas dana yang mengambang (float) di bank persepsi. Dana yang tidak segera disetorkan ke kas negara dapat dipergunakan oleh bank umum untuk keuntungan bank tersebut dengan demikian pemerintah dirugikan sebesar selisih bunga yang diterima pemerintah dan tingkat return yang diterima oleh bank umum tersebut dari hasil investasinya. Melalui penyetoran penerimaan secara langsung ke rekening kas negara maka kerugian tersebut dapat diminimalisasi. e. Melakukan pembayaran atas pengeluaran negara secara tepat waktu. Pemerintah perlu melakukan perhitungan yang cermat atas saat yang tepat untuk melunasi kewajibannya. Pemerintah dapat saja melunasi kewajibannya lebih cepat atau lebih lambat jika memang hal tersebut lebih menguntungkan, misalnya jika negara donor memberikan potongan bunga apabila pemerintah melakukan pelunasan dini atas hutangnya.

Bagan Arus Kas/Uang pada KPPN Kantor Bank Indonesia (KBI) 2Berikut ini adalah bagan arus kas/uang pada KPPN yang ada sekarang:

Gambar 3Bagan Arus Kas pada KPPN KBI

Bank Tunggal (BI)

rBank Persepsi

qSGG Penerimaa n

oSGG Pengeluar an BO I Non Gaji

kBO I Gaji

j lBO II BO III

Setoran Pajak/ PNBP

r

qWP/WB

pRekanan/ Bendahara

nRekanan/ Bendahara

mRekening Bend/Pegawai

Setoran PBB/ BPHTB `WP

jPemda

WP/WB

2

Diolah dari modul Cash Management Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan, anonim, tanpa tahun.

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

27

Keterangan Bagan Arus: a. KPPN KBI terdiri dari KPPN KBI Induk dan Non Induk KPPN KBI Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang berlokasi satu kota dengan KPPN dan melakukan transfer dana untuk membiayai pengeluaran anggaran kepada KPPN lainnya. KPPN KBI Non Induk adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang berlokasi satu kota dengan KPPN tetapi tidak melakukan transfer dana untuk membiayai pengeluaran anggaran KPPN lainnya. b. Bank Operasional (BO) terdiri dari BO I, BO II dan BO III BO I Mitra Kerja KPPN Induk dan Bukan Induk yang sekota dengan Bank Indonesia yaitu bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola pengeluaran yang membebani rekening Kas Negara yang tediri dari BO I Gaji dan Non Gaji. BO II yaitu bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk melakukan pembayaran Gaji untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pusat, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). BO III yaitu bank yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola Pajak Bumi dan bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). c. Sentral Giro Gabungan (SGG) adalah Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola penerimaan Kas Negara dan pengeluaran yang membebani rekening Kas Negara yang tediri dari SGG Penerimaan dan SGG Pengeluaran. d. Bank Persepsi adalah merupakan Bank Umum Mitra Kerja KPPN Induk dan Non Induk yang sekota dengan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk mengelola/menampung seluruh penerimaan yang akan masuk ke Kas Negara. Penjelasan Bagan Arus : 1. Wajib Pajak (WP) menyetor PBB dan BPHTB ke Bank Persepsi untuk diteruskan ke BO III, dan selanjutnya BO III membagi porsi penerimaan PBB dan BPHTB sesuai dengan pasal 12 Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagai berikut : a. Porsi PBB : 16, 2 % untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; 64, 8 % untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; 10 % bagian Pemerintah dari penerimaan PBB disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Indonesia yang nantinya

28

Bab 1: Manajemen Kas

dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten/kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan; 9 % untuk biaya pemungutan disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Indonesia.

b. Porsi BPHTB : 16 % untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; 64 % untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; 20 % bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Indonesia yang nantinya dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh daerah kabupaten/kota. c. BO III melimpahkan penerimaan PBB (19 %) dan BPHTB (20%) bagian pemerintah ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Indonesia. 2. BO I berdasarkan permintaan KPPN melakukan pengisian dan transfer dana dari/ke Bank Tunggal (BI) sesuai dengan saldo pagu dana BO I yang telah ditetapkan untuk masing-masing KPPN baik untuk BO I Gaji dan Non Gaji. 3. Dana yang ada di BO I gaji diperlukan guna pembayaran/penyaluran Gaji PNS/TNI/Polri yang kemudian disalurkan ke BO II Gaji setiap tanggal 25 atau 6 hari kerja sebelum tanggal 1 setiap bulannya. Seminggu setelah pembayaran gaji, dana yang ada pada BO II Gaji harus dinihilkan dan dilimpahkan ke BO I Gaji atau bersaldo 5 % dari pembayaran gaji. 4. BO II Gaji akan membayarkan dana gaji ke rekening bendahara gaji atau langsung ke rekening pegawai setiap tanggal 1 bulan berkenaan berdasarkan permintaan KPPN sesuai SP2D yang telah diterbitkan KPPN. 5. BO I Non Gaji melakukan pembayaran diluar belanja pegawai kepada rekanan/bendahara berdasarkan permintaan KPPN berdasarkan SP2D yang telah diterbitkan KPPN. 6. Bank Tunggal (BI) melakukan transfer uang kepada SGG Pengeluaran berdasarkan permintaan KPPN untuk mengisi rekening kas negara pengeluaran yang ada di SGG Pengeluaran guna keperluan pembayaran kepada rekanan/bendahara, dan menerima dana dari SGG Pengeluaran sesuai pemberitahuan dari KPPN atas kelebihan pagu dana yang telah ditetapkan. 7. SGG Pengeluaran berdasarkan permintaan KPPN melakukan pembayaran kepada rekanan/bendahara sesuai dengan SP2D yang telah diterbitkan KPPN. 8. SGG Penerimaan menampung seluruh penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar dan pada waktu tertentu (setiap hari Selasa, Jumat dan akhir bulan) penerimaan tersebut dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Tunggal (BI). 9. Bank Persepsi menampung seluruh penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar dan pada waktu tertentu (setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir bulan) penerimaan tersebut dilimpahkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Tunggal (BI).

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

29

Bagan Arus Kas/Uang pada KPPN Non-KBI 3Berikut ini adalah bagan arus kas/uang pada KPPN Non KBI, yang ada sekarang:

Gambar 4Bagan Arus Kas pada KPPN Non-KBI

Bank Tunggal (BI) KPPN Induk

jBank Operasional I Gaji dan Non Gaji

oBank Persepsi

nSGG Penerimaa n SGG Pengeluar an

m

l

kBO II BO III

oWP/WB

Setoran Pajak/ PNBP

nWP/WB

mRekanan/ Bendahara Rekanan/ Bendahara

Gaji

k

Setoran PBB/ BPHTB WP

jPemd a

Rek. Bendahara/ Pegawai

Keterangan Bagan Arus:

Diolah dari modul Cash Management Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan, anonim, tanpa tahun.

3

30

Bab 1: Manajemen Kas

a. KPPN Non Induk terdiri dari KPPN Non Induk KBI dan KPPN Non Induk Non KBI. KPPN Non Induk KBI adalah KPPN yang bermitra dengan KBI yang berlokasi satu kota dengan KBI tetapi tidak melakukan transfer dana untuk membiayai pengeluaran anggaran KPPN lainnya. KPPN Non Induk Non KBI adalah KPPN yang berlokasi tidak satu kota dengan KBI dan tidak melakukan transfer dana untuk membiayai pengeluaran anggaran KPPN lainnya. b. Bank Operasional (BO) I pada KPPN Non Induk yang tidak sekota dengan KBI yaitu merupakan pengganti bank tunggal pada KPPN Induk/Non Induk KBI yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan yang berfungsi melakukan permintaan dan pengiriman dana dari/ke ke KPPN Induk, dan menerima/menyalurkan dana ke BO II, BO III, Bank Persepsi, dan SGG Penerimaan/Pengeluaran baik Gaji dan Non Gaji. Penjelasan Bagan Arus : 1. Wajib Pajak (WP) menyetor PBB dan BPHTB ke Bank Persepsi PBB yang kemudian diteruskan ke BO III, dan selanjutnya BO III membagi porsi penerimaan PBB dan BPHTB sesuai dengan pasal 12 Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sebagai berikut : a. Porsi PBB : 16, 2 % untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; 64, 8 % untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; 10 % bagian Pemerintah dari penerimaan PBB disetorkan ke BO I Non Gaji. 9 % untuk biaya pemungutan disetorkan ke BO I Non Gaji. b. Porsi BPHTB : 16 % untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi; 64 % untuk daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten/kota; 20 % bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara yang ada di Bank Indonesia yang nantinya dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh daerah kabupaten/kota. c. BO III melimpahkan penerimaan PBB (19 %) dan BPHTB (20%) bagian pemerintah ke BO I Non Gaji. 2. KPPN melakukan pengisian dana ke rekening BO II Gaji yang dananya berasal dari BO I Gaji setiap tanggal 25 atau 6 hari kerja sebelum tanggal 1 setiap bulannya sesuai dengan saldo pagu dana BO II yang telah ditetapkan untuk masing-masing KPPN. Dana yang ada di BO II gaji disalurkan untuk pembayaran Gaji PNS/TNI/Polri melalui bendahara atau langsung kepada pegawai yang bersangkutan sesuai SP2D yang diterima dari KPPN. Seminggu setelah

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

31

3. 4.

5.

6.

pembayaran gaji, dana yang ada pada BO II Gaji harus dinihilkan dan dilimpahkan ke BO I Gaji atau bersaldo 5 % dari pembayaran gaji. BO I Non Gaji akan melakukan pembayaran kepada rekanan/bendahara berdasarkan permintaan dari KPPN sesuai SP2D yang telah diterbitkan KPPN. BO I Non Gaji melakukan transfer uang kepada SGG Pengeluaran berdasarkan permintaan KPPN untuk mengisi rekening kas negara pengeluaran yang ada di SGG Pengeluaran guna keperluan pembayaran kepada rekanan/bendahara, dan menerima dana dari SGG Pengeluaran sesuai pemberitahuan dari KPPN atas kelebihan pagu dana yang telah ditetapkan. SGG Penerimaan menampung seluruh penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar dan pada waktu tertentu (setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir bulan) penerimaan tersebut dilimpahkan ke BO I Non Gaji. Bank Persepsi menampung seluruh penerimaan negara yang disetor oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar dan pada waktu tertentu (setiap hari Selasa, Jumat, dan akhir bulan) penerimaan tersebut dilimpahkan ke BO I Non Gaji.

Pengelolaan Kas Pada Satuan KerjaSatuan Kerja (satker) adalah bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Kepala Satker baik organisasi tingkat eselon I maupun organisasi tingkat eselon II, eselon III, atau eselon IV yang berdiri sendiri, adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran yang dibantu dengan pejabat pengelola keuangan. Satker yang dipimpinnya ditetapkan sebagai kuasa pengguna anggaran yang dikelompokkan sebagai berikut: a. Satker Pusat adalah satker yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kantor pusat Kementerian Negara/Lembaga yang lokasinya dapat berada di pusat dan atau di daerah. b. Satker/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Negara/Lembaga adalah instansi vertikal di daerah yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang berasal dari kantor pusat. c. Satker khusus adalah satker yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam melaksanakan program/kegiatan yang dibiayai dari Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Contoh: 1) KONI untuk membantu pembiayaan kegiatan-kegiatan keolahragaan yang bersifat nasional dan internasional. 2) DEKOPIN untuk membantu pembiayaan operasional Dewan Koperasi Indonesia. d. Satker Perangkat Daerah (SKPD) adalah satker di provinsi yang melaksanakan tugas dekonsentrasi dan Satker di provinsi/kabupaten/ kota/desa yang melaksanakan tugas pembantuan.

32

Bab 1: Manajemen Kas

e.

f.

Satker Non Vertikal Tertentu (SNVT) adalah satker yang bukan merupakan instansi vertikal Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan kegiatan yang dibiayai dari alokasi anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, PT Perusahaan Listrik Negara yang melaksanakan kegiatan pembangunan listrik pedesaan. Satker Sementara (SKS) adalah satker di luar pengertian butir b sampai dengan e, yang ditetapkan untuk melakukan kegiatan yang dibiayai dari alokasi anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang kewenangan dan tanggung jawabnya berasal dari Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

Pada dasarnya pengelolaan kas untuk berbagai jenis satker adalah sama, yaitu sesuai dengan praktik-praktik yang lazim dalam pengelolaan kas. Namun demikian, pemerintah selalu menetapkan aturan pelaksanaan dalam rangka pengelolaan kas tiap-tiap tahun anggaran akan dimulai. Di tingkat pemerintah pusat, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengatur penyediaan dan penyaluran dana untuk membiayai anggaran belanja negara dalam melaksanakan APBN. Contoh: untuk pelaksanaan kegiatan di tahun anggaran 2006, Menteri Keuangan menetapkan peraturan nomor 134/PMK.06/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan ini kemudian secara teknis dijabarkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan menetapkan peraturan nomor Per-66/PB/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Di tingkat daerah, hal yang sama seharusnya dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) yang bertindak selaku Bendahara Umum Daerah. PPKD adalah kepala kesatuan kerja pengelolaan keuangan di daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Namun demikian, mengingat jumlah pemerintahan daerah di Indonesia dewasa ini sangat banyak dan ada kecenderungan akan semakin bertambah, maka guna penyeragaman praktik pengelolaan keuangan di daerah, Menteri Dalam Negeri ditunjuk untuk menetapkan peraturan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah dengan mengacu pada peraturan pemerintah yang berlaku. Contoh: untuk pelaksanaan kegiatan di tahun anggaran 2006, pemerintah pusat telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) nomor 58 Tahun 2005 tanggal 9 Desember 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini kemudian secara teknis dijabarkan oleh Menteri Dalam Negeri (sesuai pasal 155 PP nomor 58 Tahun 2005) dengan menetapkan peraturan nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

Pengelolaan Kas pada Satker yang mengelola APBNAda dua jenis pengelolaan kas pada suatu satker yaitu pengelolaan kas yang terkait dengan kegiatan pengeluaran kas dan pengelolaan kas yang terkait dengan kegiatan penerimaan kas. Dari dua aktivitas tersebut, aktivitas pengeluaran kas merupakan aktivitas paling dominan yang ada pada suatu satker. Hal ini disebabkan

Manajemen Perbendaharaan Pemerintahan: Aplikasi di Indonesia

33

karena satker pada hakekatnya adalah perangkat organisasi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Dominasi aktivitas penerimaan kas pada suatu satker, umumnya hanya terjadi pada satker-satker yang memang memiliki tugas pokok dan fungsi penerimaan negara, baik penerimaan pajak maupun penerimaan negara bukan pajak. Beberapa tahun terakhir ini, penerimaan negara kita lebih banyak berasal dari penerimaan pajak, akibatnya satker yang melakukan aktivitas penerimaan kas secara dominan adalah satker-satker yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan beberapa direktorat penerimaan negara lainnya yang ada di lingkungan Departemen Keuangan, seperti Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Jenis-Jenis Kas pada SatkerSecara umum, ada tiga jenis kas yang digunakan oleh Satker dalam pelaksanaan kegiatan pengeluarannya, yaitu: a. Kas di Bank (Cash in Bank). b. Kas di tangan (Cash on Hand). c. Kas Kecil (Petty Cash). Kas di Bank. Adalah sejumlah uang milik satker yang tersimpan dalam satu bank pemerintah dalam bentuk rekening giro atas nama Pejabat Pengelola Keuangan (dalam hal ini disebut Bendahara Pengeluaran). Besaran jumlah uang yang dapat tersimpan dalam rekening ini diatur dengan suatu ketentuan. Kas di tangan. Adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Bendahara Pengeluaran dalam brankasnya. Uang tersebut merupakan bagian dari uang yang menjadi tanggung jawab pengelolaan Bendahara Pengeluaran di samping uang yang tersimpan dalam bank pemerintah. Kas Kecil. Adalah sejumlah uang yang nilainya tidak besar yang diberikan oleh Bendahara Pengeluaran kepada pihak lain sebagai uang muka atau persekot atas pelaksanaan suatu kegiatan yang mendesak untuk dilakukan. Ketiga jenis kas yang ada pada satker tersebut sesungguhnya merupakan uang muka kerja bagi satker untuk melakukan aktivitas pemerintahan dan pembangunan yang disediakan oleh pemerintah. Besaran nilai uang muka kerja yang diterima satker tersebut ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara sebelum suatu tahun anggaran dimulai. Apabila uang muka kerja tersebut telah selesai digunakan, maka satker dapat mempertanggungjawabkannya kepada Bendahara Umum Negara (melalui KPPN) untuk selanjutnya satker yang bersangkutan akan mendapatkan penggantian atas uang muka kerja yang telah digunakannya. Untuk tahun anggaran 2006, uang muka kerja yang dikelola oleh bendahara satker disebut dengan istilah Uang Persediaan (UP). Hingga saat ini, besaran ideal uang persediaan yang sebaiknya ada pada setiap satker (yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran) cukup sulit untuk ditentukan. Hal ini tidak terlepas dari sangat beragamnya kegiatan yang ada di setiap satker. Ada suatu satker yang merasa cukup dengan jumlah uang persediaan sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) namun sebaliknya ada suatu satker yang merasa kurang dengan jumlah uang persediaan sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta

34

Bab 1: Manajemen Kas

rupiah). Tentu saja ini merupakan persoalan yang tidak sederhana yang perlu diupayakan solusinya segera oleh pemerintah. Problema lain yang dihadapi pemerintah adalah apabila besaran uang persediaan terlalu rendah maka akan berakibat pada terhambatnya pembayaran-pembayaran kepada pihak ketiga (penyedia barang/jasa) yang jatuh tempo. Sebaliknya, besaran uang persediaan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan timbulnya kas menganggur (idle cash) pada setiap satker. Bayangkan bila terdapat 2.000 satker di seluruh Indonesia yang secara bersamaan memiliki uang menganggur masing-masing sebesar Rp2.000.000 (dua juta rupiah), maka ini berarti terdapat uang sebesar Rp4.000.000.000 (empat milyar rupiah) yang tidak produktif! Bayangkan bila jumlah satker maupun jumlah uang yang tertahan di tangan Bendahara Pengeluaran lebih besar lagi, maka hal tersebut sangat jelas akan merugikan negara karena terlalu banyaknya uang yang tidak memberikan manfaat secara ekonomis. Karena besaran UP yang ideal cukup sulit ditentukan, pemerintah umumnya mengambil angka rata-rata kebutuhan normal di setiap satker sebagai acuan besaran UP bagi setiap satker yang ada. Untuk tahun anggaran 2006, pemerintah menetapkan besaran UP sebagai berikut: Satu per duabelas (1/12) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) untuk pagu DIPA sampai dengan Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah). Satu per delapanbelas (1/18) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu DIPA di atas Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp2.400.000.000 (dua milyar empat ratus juta rupiah). Satu per duapuluh empat (1/24) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP, maksimal Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu DIPA di atas Rp2.400.000.000 (dua milyar empat ratus juta rupiah).

Aktivitas Pengeluaran KasJumlah uang tunai yang dikelola oleh tiap satker untuk digunakan dalam operasional satker adalah sejumlah dana yang tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang disebut dengan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). DIPA merupakan dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau Satker serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran n