manajemen pengelolaan cagar budaya : antara …

26
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602- 73470-5-2 197 MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA KEBIJAKAN, AKSI KOMUNITAS DAN SEJARAH Mas Budiansyah 1 , Tito Inneka 2 Universitas Muhammadiyah Tangerang [email protected], [email protected] ABSTRAK Peninggalan peninggalan bersejarah di kota tangerang yang masuk dalam kategori cagar budaya sangatlah banyak dibutuhkan management antar pemangku kebijakan dalam hal pengelolalan baik perlindungan dan pelestariannya. Hal tersebut harus dimaksilkan maka peran pemkot tangerang disini disbudpar dalam melindungi dan melestarikan cagar budaya mengingat bangunan bersejarah dikota tangerang sangatlah banyak dan kaya akan ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh melalui studi pustaka dan studi lapangan berupa observasi dan wawancara. Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang, dan objek penelitiannya adalah bagaimana management pengelolaan cagar budaya : antara kebijakan, aksi komunitas dan sejarah. Data dianalisis melalui tahap reduksi data atau pemilahan data, kemudian data disajikan atau ditampilkan, dan akhirnya disimpulkan sesuai permasalahan penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa pemerintah kota tangerang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota tangerang dalam menjalankan fungsinya dibidang pelestarian dan perlindungan cagar budaya masih belum maksimal, hal ini dibuktikan peneliti dari temuan dilapangan, bahwasanya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang belum mempunyai tim ahli cagar budaya tingkat kota serta belum adanya juru pelihara disetiap cagar budaya dan belum tersos ialisasikan perda tentang cagar budaya kepada pemilik/pengelola cagar budaya mengakibatkan lemahnya payung hukum dalam penanganan cagar budaya serta kurangnya pengetahuan etika pelestarian dan perlindungan kepada setiap pemilik/pengelola cagar budaya. Kata kunci : manajemen, cagar budaya ABSTRACT Relics in the city of Tangerang are included in the category of cultural heritage is very much needed management between stakeholders in terms of management both protection and preservation. This must be maximized, the role of the Tangerang city government of the tourism culture department in protecting and preserving cultural preservation is that the historic buildings in the city of Tangerang are numerous and rich in science. The research method used is descriptive method with a qualitative approach. Data sources were obtained through literature study and field studies in the form of observations and interviews of this research conducted in the city of Tangerang. And the object of research is how to manage cultural heritage between policy, community action and history. Data is analyzed through data reduction or data selection stages, then the data is presented or displayed, and finally concluded according to the research problem. The results of the study found that the Tangerang city government through the Tangerang city culture and tourism service in carrying out its functions in the field of preservation and protection of cultural. This was proven by researchers from the findings in the field. That the city of Tangerang culture and tourism service does not yet have a team of cultural heritage experts at the city level and there is no keeper in every cultural heritage and the regional regulations on cultural heritage have not been socialized to the owners or managers of cultural geritage which results in the weakness of legal sculptures in handling cultural heritage and lack of knowledge ethics of preservation and protection of every owner and manager of cultural heritage. Keywords : culture heritage, management

Upload: others

Post on 28-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

197

MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA

KEBIJAKAN, AKSI KOMUNITAS DAN SEJARAH

Mas Budiansyah1, Tito Inneka2

Universitas Muhammadiyah Tangerang

[email protected], [email protected]

ABSTRAK

Peninggalan peninggalan bersejarah di kota tangerang yang masuk dalam kategori cagar budaya

sangatlah banyak dibutuhkan management antar pemangku kebijakan dalam hal pengelolalan baik

perlindungan dan pelestariannya. Hal tersebut harus dimaksilkan maka peran pemkot tangerang

disini disbudpar dalam melindungi dan melestarikan cagar budaya mengingat bangunan bersejarah

dikota tangerang sangatlah banyak dan kaya akan ilmu pengetahuan. Metode penelitian yang

digunakan yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh melalui

studi pustaka dan studi lapangan berupa observasi dan wawancara. Penelitian ini dilakukan di Kota

Tangerang, dan objek penelitiannya adalah bagaimana management pengelolaan cagar budaya :

antara kebijakan, aksi komunitas dan sejarah. Data dianalisis melalui tahap reduksi data atau

pemilahan data, kemudian data disajikan atau ditampilkan, dan akhirnya disimpulkan sesuai

permasalahan penelitian. Hasil penelitian menemukan bahwa pemerintah kota tangerang melalui

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota tangerang dalam menjalankan fungsinya dibidang

pelestarian dan perlindungan cagar budaya masih belum maksimal, hal ini dibuktikan peneliti dari

temuan dilapangan, bahwasanya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang belum

mempunyai tim ahli cagar budaya tingkat kota serta belum adanya juru pelihara disetiap cagar

budaya dan belum tersos ialisasikan perda tentang cagar budaya kepada pemilik/pengelola cagar

budaya mengakibatkan lemahnya payung hukum dalam penanganan cagar budaya serta kurangnya

pengetahuan etika pelestarian dan perlindungan kepada setiap pemilik/pengelola cagar budaya.

Kata kunci : manajemen, cagar budaya

ABSTRACT

Relics in the city of Tangerang are included in the category of cultural heritage is very much

needed management between stakeholders in terms of management both protection and

preservation. This must be maximized, the role of the Tangerang city government of the tourism

culture department in protecting and preserving cultural preservation is that the historic buildings

in the city of Tangerang are numerous and rich in science. The research method used is

descriptive method with a qualitative approach. Data sources were obtained through literature

study and field studies in the form of observations and interviews of this research conducted in the

city of Tangerang. And the object of research is how to manage cultural heritage between policy,

community action and history. Data is analyzed through data reduction or data selection stages,

then the data is presented or displayed, and finally concluded according to the research problem.

The results of the study found that the Tangerang city government through the Tangerang city

culture and tourism service in carrying out its functions in the field of preservation and protection

of cultural. This was proven by researchers from the findings in the field. That the city of

Tangerang culture and tourism service does not yet have a team of cultural heritage experts at the

city level and there is no keeper in every cultural heritage and the regional regulations on cultural

heritage have not been socialized to the owners or managers of cultural geritage which results in

the weakness of legal sculptures in handling cultural heritage and lack of knowledge ethics of

preservation and protection of every owner and manager of cultural heritage.

Keywords : culture heritage, management

Page 2: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

198

PENDAHULUAN

Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang sangatlah penting

untuk dilestarikan dan dilindungi. Cagar Budaya juga merupakan aset bangsa dan

warisan leluhur untuk dijaga ke asriannya guna memupuk kesadaran dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara serta memperkokoh rasa kesatuan dan

persatuan bagi terwujudnya cita cita bangsa pada masa yang akan datang. Cagar

Budaya memiliki definisi yang diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat

(1) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya, yakni bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan

berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya,

Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang

perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Kota Tangerang adalah kota bersejarah yang dimana masih banyak

peninggalan – peninggalan bersejarah masa lampau, sebut saja pintu air pasar

baru, masjid kalipasir, vihara boen san bio, vihara boen tek bio, museum heritage,

Lp anak wanita, Lp anak pria, Lp pemuda kelas II, Stasiun kereta api tangerang.

Dari sekian banyaknya peninggalan peninggalan bersejarah yang dikategorikan

sebagai bangunan cagar budaya dikota tangerang. Kesembilan cagar budaya

tersebut menjadikan kota tangerang kota yang kaya akan cagar budaya warisan

leluhur dan kota yang sarat akan nilai nilai bersejarah. Dari sekian banyaknya nilai

bangunan cagar budaya leluhur yang sudah menempati kota tangerang sekian

puluh tahun menjadikan kota tangerang kaya akan ragam nilai sejarahnya

Kota Tangerang yang sarat akan nilai bersejarah ini memungkinkan masih

banyaknya peninggalan peninggalan bersejarah yang masih belum diketahui dan

masih belum terverifikasi baik oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat

menjadikan peninggalan peninggalan bersejerah tersebut menjadi tak ter urus dan

terbengkalai. Dalam UU NO 11 Tahun 2010 Pasal 75 Tentang Cagar Budaya

disebutkan “ setiap orang wajib memelihara cagar budaya yang

dimiliki/dikuasainya“ Dengan landasan payung hukum seperti ini diharapakn

seluruh elemen masyarakat dapat melindungi bahkan melestarikan

bangunan,benda,kawasan dan situs yang diduga Cagar Budaya.

Page 3: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

199

Tujuh cagar budaya baru di Kota Tangerang yang belum ditetapkan adalah

sebagai berikut Museum pemasyarakatan di LP Anak Wanita, Rumah Asli

Kolonial di Kelurahan Sukajadi, Makam Yudhanegara di Sangiang, Makam

Tb.Mas Zakaria di Batuceper, Makam TMP Taruna, Rumah Gede Asrama Polisi

di Ciledug dan Rumah Lim Tian Tiang di Karawaci. Peninggalan – peninggalan

bersejarah di Kota Tangerang yang sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar

budaya diantaranya kawasan Klenteng boen tek bio, Klenteng boen san bio,

Masjid kali pasir, Bendungan pintu air sepuluh, Lapas anak pria, Lapas anak

wanita, Lapas pemuda dan Museum heritage yang masuk dalam nominasi

UNESCO serta Stasiun Kereta Api Tangerang, Museum pemasyarakatan LP Anak

Wanita, Rumah asli kolonial, Makam Yudhanegara, Makam Tb. Mas Zakaria,

Makam Tmp Taruna, Rumah gede asrama polisi dan rumah Lim Tian Tiang, jadi

total cagar budaya di kota tangerang mencapai 16 cagar budaya.

UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya telah banyak mengatur

mengenai revitalisasi, konservasi dan restorasi kawasan bersejarah, dan didalam

UU No.11 tahun 2010 disebutkan bahwa “ salah satu kriteria cagar budaya adalah

minimal berusia 50 tahun dan memiliki nilai pengetahuan dan nilai sejarah

didalamnya ”. Dari sekian banyaknya cagar budaya yang terdaftar di Kota

Tangerang menjadikan kota ini sebagai kota yang kaya akan budaya dan juga kota

yang lebih dikenal dengan kota benteng, menjadikan kawasan ini sangat strategis,

yang dimana kawasan tangerang lama memiliki arsitektur dan bangunan yang

cukup menarik sebut saja masjid jamie kalipasir,klenteng boen tek bio dan rumah

benteng heritage yang dimana letak bangunan cagar budaya tersebut sangatlah

berdekatan dan menmcerminakan toleransi antar umat beragama masa lalu hingga

sekarang. Presentase Perkembangan ruang lingkup Blok Perkampungan Pecinan

pada saat ini sangatlah memprihatinkan sekali. Wajah bangunanbangunan khas

pecinan sebagian besar sudah beralih fungsi berubah menjadi bangunanbangunan

modern dan bangunan budidaya/ternak walet yang menghasilkan hilangnya

sebagian nilai bangunan cagar budaya tsb. Berdasarkan data yang penulis dapat

dari beberapa jurnal mengatakan, persentase bangunan-bangunan kuno

berarsitektur pecinan yang masih ada di Blok Perkampungan Pecinan adalah

sebesar 20 % dan itupun masih jauh dari kata layak, bangunan-bangunan yang

Page 4: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

200

sudah berubah bentuk dan juga beralih fungsi menjadi rumah budidaya walet

adalah sebesar 13 %, bangunan-bangunan yang berubah bentuk menjadi

Ruko/Kios moderen adalah sebesar 30 % dan bangunan-bangunan rumah yang

sudah tidak berciri khas pecinanan adalah sebesar 37%. tidak berciri khas pecinan

adalah sebesar 78%. Persentase bangunan-bangunan kuno berarsitektur pecinan

yang masih ada di sepanjang koridor Gang Cilame dan Gang Bhakti adalah

sebesar 33%, bangunanbangunan yang sudah berubah bentuk dan fungsi menjadi

rumah budidaya walet adalah sebesar 2%, bangunan-bangunan yang sudah

berubah bentuk menjadi kios/ruko modern adalah sebesar 56% dan bangunan-

bangunan rumah yang sudah tidak berciri khas pecinan adalah sebesar 9%.

Persentase bangunan-bangunan kuno berarsitektur pecinan yang masih ada di

sepanjang koridor Jalan Ki Samaun bagian ruas kanan jalan adalah sebesar 6%,

bangunan-bangunan yang sudah tidak berciri khas pecinan adalah sebesar 2% dan

bangunan-bangunan yang sudah berubah bentuk menjadi kios/ruko moderen

(Prasetya, Fatimah, & Padawangi, 2017).

Pengelolaan cagar budaya sudah disebutkan dalam Undang Undang No

11 tahun 2010 pasal 95 ayat 1 point i yang berbunyi “Pemerintah dan Pemerintah

Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang : mengelola kawasan

cagar budaya “. Jadi sudah sangat jelas mengenai wewenang dalam pengelolan

dan perlindungan cagar budaya. dan perlu kita pahami pula bahwa Kota

Tangerang memiliki suatu komunitas etnis tionghoa/china yang cukup banyak,

mereka mengatasnamakan komunitasnya sebagai komunitas china benteng dan

kawasan benteng makasar, Nama makasar sendiri diambil dari pendahulu

penghuni benteng ini yang dimana para kolonial menempatkan orang orang

makasar untuk menjaga benteng ini, Nama kota benteng ini sendiri adalah

bahwasanya “Benteng” disini merupakan kota pertahanan era kolonial untuk

menghadang dan bertahan pasukan kolonial belanda melawan pasukan banten.

Pemerintah Kota Tangerang diharapkan dengan adanya Undang – Undang

NO 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya mampu dalam hal

penanganan,pengelolaan,pelestarian dan perlindungan Cagar Budaya di Kota

Tangerang dan ditambah pula dengan adanya peraturan walikota nomor 76 tahun

2016 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas kebudayaan dan pariwisata kota

Page 5: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

201

tangerang bagian kebudayaaan yang menyebutkan “Bidang Kebudayaan

mempunyai tugas menyelenggarakan sebagian tugas dan fungsi Dinas dalam

lingkup pemanfaatan, pengembangan, dan pelestarian kebudayaan serta

pembinaan kesenian dan pengawasan per filman di Daerah” sejalan dengan itu

bidang kebudayaan membawahi dua kepala seksi yaitu seksie sejarah dan

pelestarian budaya serta seksie pembinaan kesenian dan perfilman, ruang lingkup

cagar budaya di kota tangerang sendiri merupakan tupoksi daripada dinas

kebudayaan dan pariwisata kota tangerang berdasarkan keputusan walikota dan

peraturan walikota bidang kebudayaan bagian seksi sejarah dan pelestarian

budaya, namun sejalan dengan adanya realitas dilapangan menunjukan perwal

tersebut belum maksimal dengan apa yang ada diharapkan oleh pemilik cagar

budaya di kota tangerang.

Peneliti berharap kordinasi antar lembaga disini tetap terjalin dengan baik,

dan peneliti juga mengharapkan dengan adanya keputusan walikota (KEPWAL)

tangerang nomor: 430/Kep.337-disporbudpar/2011 tanggal 25 agustus 2011

penemuan penemuan baru tentang Cagar Budaya di Kota Tangerang dan

perlindungan serta pelestarian dapat berjalan dengan baik. Adapun data cagar di

Kota Tangerang yang sudah ditetapkan adalah sebagai berikut:

Tabel 1.Cagar Budaya di Kota Tangerang

Berdasarkan Keputusan Walikota Tangrerang Nomor: 430/Kep.337-

disporbudpar/2011 tertanggal 25 agustus 2011

No Nama Cagar Budaya Lokasi Tahun

dibangun

1 Stasiun Kereta Api

Tangerang

Ps.Anyar Kel.Sukarasa

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1889

2 Bendungan Pasar Baru Jl.KS Tubun Kel.Koang Jaya

Kec.Karawaci Kota Tangerang

1927

3 Masjid dan Makam Kalipasir Kp. Kalipasir Kel.Sukasari

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1700

4 Rumah Arsitektur Cina

(Benteng Haritage)

Jl.Cilame Kel.Sukasari

Kec.Tangerang Kota Tangerang

Abad 18

5 Lapas Anak Pria Tangerang Jl. Tmp. Taruna No.29C, 1925

Page 6: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

202

Kel.Sukaasih Kec.Tangerang Kota

Tangerang

6 Lembaga Pemasyarakatan

Anak Wanita

Jl. Daan Mogot Km-23

No.28C,Tanah Tinggi

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1928

7 Klenteng Boen Tek Bio Jl. Bhakti No.14 Kel.Sukasari

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1684

8 Klenteng Boen San Bio Jl.Ks.Tubun No.43 Kel.Pasar Baru

Kec.Karawaci Kota Tangerang

1689

9 Lembaga Pemasyarakatan

Pemuda II A Tangerang

Jl. LP Pemuda Kel.Sukaasih

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1927

Sumber : https://tangerangkota.go.id/sejarah-sembilan-cagar-budaya-kota-

tangerang-yang-mempesona,2019

Deskripsi singkat sejarah bangunan cagara budaya diatas adalah sebagai

berikut :

Cagar Budaya yang pertama adalah Stasiun Kereta Api Tangerang

didirikan tanggal 2 januari 1889 bersamaan dengan lintasan jalur kereta api Duri –

Tangerang. Arsitek bangunan stasiun dan lintasannya dari Staattsspoorwagen

(SS). Keberadaan Stasiun kereta api Tangerang menjadikan bukti kemajuan

perdagangan di kota tangerang. Cagar Budaya kedua adalah Bendungan pasar

baru dibangun pada tahun 1927 dan selesai diresmikan tahun 1930. Bendungan ini

awalnya bernama Bendungan Sangego kemudian berubah menjadi Bendungan

Pasar baru. Bangunannya terdapat 10 pintu air dari besi dan 11 tiang

penopangnya. Makna sejarah dalam pembangunnanya yakni kekokhona budaya

dalam menahan terpaan masuknya budaya barat dari berbagai sisi

Cagar Budaya ketiga adalah Masjid dan Makam Kalipasir dibangun pada

tahun 1700 oleh temenggung pawid triwidjaya dari kahuripan. Masjid Kali Pasir

memiliki makna pembuktian bahwa agama islam sudah ada lama di kota

tangerang. Karena posisi masjid berada ditengah tengah komunitas masyarakat

tionghoa hal itu membuktikan adanya kerukunan umat beragama dan toleransi.

Cagar budaya keempat adalah Rumah arsitektur cina ( Benteng Haritage )

dibangun sekitar abad 18 dan merupakan milik udaya halim yang sekarang tinggal

Page 7: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

203

di australia. Bangunan benteng haritage dibangun sekitar abad 18 dengan

arsitektur bangunan cina seperti medalion, hewan mitologi dan

sebagainya,bangunan ini berlantai 2 dengan arah menghadap bangunan ke barat.

Hal ini mengajarkan kita arti penting menghargai sejarah, merawat dan menjaga

yang menjadi milik kita. Dengan sejarah kita bisa mengenal siapa kita.

Cagar Budaya kelima adalah Lapas Anak Pria Tangerang dibangun pada

tahun 1925 dengan kapasitas hunian 220 anak. Makna yang diambil dari Lapas

Anak Pria Tangerang adalah mengajarkan arti penting moral sebagai benteng

sikap, perilaku dan pergaulan. Bahwasanya bila semua di lakukan dengan salah

maka akan berakibat untuk diri sendiri. Cagar Budaya keenam adalah Lembaga

Pemasyarakatan Anak Wanita didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada

tahun 1928 yang dikelola oleh yayasan LOG.

Cagar budaya ketujuh adalah Klenteng Boen Tek Bio berdiri pada tahun

1684 oleh penduduk kampong petak sembilan secara bersama-sama. Nama Boen

Tek Bio memiliki arti yaitu Boen artinya intelektual, Tek artinya Kebajikan dan

Bio artinya rumah Ibadah. Secara keseluruhan Boen Tek Bio artinya adalah

tempat atau wadah bagi kaum sastrawan yang memiliki kebijaksanaan.

Cagar Budaya kedelapan adalah Klenteng Boen San Bio awalnya

dibangunnya adalah pada tahun 1689 oleh salah seorang pedagang asal Tiongkok

yang bernama Lim Tau Koen. Pembangunan klenteng in bermaksud untuk

menempatkan patung Kim Sin Khongco Hok Tek Tjeng Sin yang berasal dari

daerah Banten. dan Cagar Budaya kesembilan adalah Lembaga pemasyarakatan

pemuda IIa berdiri pada tahun 1927 – 1942 oleh pemerintah Hindia Belanda.

Tabel 1.2 Cagar budaya baru di Kota Tangerang yang belum ditetapkan adalah

sebagai berikut:

No Nama Cagar Budaya Lokasi Tahun

dibangun

1 Museum Pemasyarakatan di

LP Anak Wanita

Jl. Daan Mogot Km-23

No.28C,Tanah Tinggi

Kec.Tangerang Kota Tangerang

1928

2 Rumah Asli Kolonial Jl. Balai Warga No.21, RT.3/RW.7,

Sukasari, Kec. Tangerang, Kota

1910

Page 8: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

204

Tangerang, Banten 15118

3 Makam Yudhanegara Jl. Prabu Kian Santang No.51,

RT.4/RW.4, Sangiang Jaya, Periuk,

Kota Tangerang, Banten 15132

1718

4 Makam TB Mas Zakaria Jl. Sempati No.45, Batuceper, Kota

Tangerang, Banten 15122

1717

5 Makam TMP Taruna Jl. Tmp. Taruna No.1, RT.3/RW.1,

Sukaasih, Kec. Tangerang, Kota

Tangerang, Banten 15111

1946

6 Rumah Gede Asrama Polisi l. Komp. Polri No.2, SudimaraBar.,

Ciledug, Kota Tangerang, Banten

15151

-

7 Rumah Lim Tian Tiang Jl. Imam Bonjol No.47, Sukajadi,

Karawaci, Kota Tangerang, Banten

15113

1911

Sumber : https://dapobud.kemendikbud.go.id,2019

Selanjutnya penemuan baru cagar budaya beserta deskripsi sejarahnya :

Cagar Budaya pertama adalah Museum Pemasyarakatan di LP Anak Wanita

berupa bangunan colonial dengan jendela-jendela dan pintu-pintu besar model

krapyak. Objek merupakan bangunan kembar yang menghadap kearah utara,

kedua façade -timur dengan 4 model krapyak, sisi timur , selain itu diberi

tambahan kanopi. Cagar Budaya kedua adalah Rumah Asli Kolonial adalah

Rumahb erdenah persegi panjang, terdiri dari bagian depan dan bagian belakang

yang berlantai dua. Rumah menghadap timur dengan akses pintu masuk di tengah

yang diapitoleh 4 buah jendela kaca dengan bingkai 4 persegi, di setiap jendela

terdapat lubang angin.Di atas pintu yang terbagi dua, terdapat 2 buah simbol yang

menurut masyarakat berfungsi sebagai symbol tolak bala. Pintu dan kusen dicat

hijau, engsel besi besar dengan Grendel pintu kayu yang kesemuanya masih asli.

Cagar Budaya ketiga adalah Makam Yudhanegara Tokoh yang

dimakamkan pada Makam Aria Yudanegara adalah salah satu dari tiga

tumenggung yang berasal dari sumedang yang memimpin Kemaulanaan

Tangerang (ketiga orang tersebut dikenal dengan Tigaraksa

Page 9: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

205

(“tigapemimpinatautigatiang”). Pada masa Kesultanan Banten berdiri dan

Jayakarta digabungkan dengan wilayah Kesultanan Banten, makadaerah

Tangerang merupakanbagian dari wilayah Kesultanan Banten.Yang dimaksud

dengan daerah Tangerang adalah, daerah yang berada di sebelah barat dan timur

aliran Sungai Cisadane bagian hilir.

Cagar Budaya keempat adalah Makam Tb Mas ZakariaMakaminiberdiri di

JalanSempati RT 04/02 Kelurahan Batujaya makam tokoh agama yang diklaim

sebagai salah satu pendiri Kota Tangerang ini merupakan salah satu tempat favorit

peziarah. Cagar Budaya kelima adalah Makam TMP Taruna Peristiwa Lengkong

dilator belakangi rencana pelucutan senjata tentara Jepang pada tanggal 25 Januari

1946 oleh Resimen IVTRI di Tangerang yang juga berperan sebagai pengelola

Akademi Militer Tangerang. Padasaatitu Mayor Daan Mogot memimpin puluhan

taruna akademi untuk mendatangi markas Jepang di Desa Lengkong, selain itu

terdapat juga sejumlah perwira antara lain Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan

Letnan Soebianto Djojohadikoesoemo. Cagar Budaya keenam adalah Rumah

Gede Asrama Polisi Ciledug Jl. Komp.Polri No.2, Sudimara Bar., Ciledug, Kota

Tangerang, Banten 15151.

Cagar Budaya ketujuh adalah Rumah Lim Tian Tiang Rumah milik

keluarga Lim Tian Tiang memiliki langgam yang berbeda dengan rumah kuno

Tionghoa lainnya, bentuk atap limasan memanjang dengan denah persegi panjang.

Memiliki teras yang luas dengan pagar tembok setinggi 110 cm dihiasi dengan

lubang angina dan pilar-pilar kayu. Rumah terbagi atas 4 ruangan, bagian depan

yang terdapat altar persembahan, ruang tengah yang dihubungkan oleh sebuah

lorong dari bagian depan, kamar depan dan kamar belakang.

Berdasarkan uraian diatas dan pra penelitian yang dilakukan peneliti

masalah yang terjadi pada bangunan cagar budaya di kota tangerang adalah

terbengkalainya beberapa cagar budaya dikota tangerang,tidak menyeluruhnya

pemberian papan keterangan cagar budaya di setiap bangunana cagar budaya dan

masih jauhnya peran serta pengelolaan pemerintah kota tangerang dalam hal

pelestarian dan perlindungan cagar budaya serta masih kurangnya pengetahuan

masyarakat terhadap bangunan cagar budaya di sekitar berdasarkan pengamatan

dan wawancara peneliti.

Page 10: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

206

Dari sekian banyaknya Cagar Budaya dan permasalahan Cagar Budaya Di

Kota Tangerang, Peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengelolaan cagar

budaya yang dilakukan oleh pemerintah kota tangerang terhahap bangunan cagar

budaya yang ada di kota tangerang mengingat tugas pokok pengelolaan cagar

budaya ini ada di Perwal No.76 Tahun 2016 tentang Tupoksi disbudpar kota

tangerang, peneliti tertarik dan tergugah jiwa raganya untuk meneliti ini.

METODE PENELITIAN

Menurut (Sugiyono, 2014) metode penelitian pada dasarnya merupakan

cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,

cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif

dengan metode kualitatif. Metode ini di gunakan peneliti dengan alasan fleksibel

digunakan untuk kajian ilmiah ilmu sosial, karena arah penelitian bisa berubah

menyesuaikan dengan data-data yang di dapat di lapangan. Selain itu, unit analisis

penelitian ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang.

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Data

merupakan salah satu instrumen penting dalam suatu penelitian. Data-data

tersebut di harapkan dapat menjawab semua permasalahan-permasalahan yang

ada pada penelitian ini. Menurut (Ibrahim, 2015) sumber data dalam penelitian

kualitatif adalah orang, benda, objek yang dapat memberikan informasi, fakta,data

dan realitas yang terkait atau relevan dengan apa yang di kaji atau di teliti.

Berdasarkan pengertian tersebut peneliti mendeskripsikan subjek penelitian Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang, yang merupakan sasaran

pengamatan atau key informan pada suatu penelitian yang diadakan oleh peneliti.

Selain itu, Lofland dan Lofland dalam (Moleong, 2014) mengemukakan

bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif iala kata-kata dan tindakan,

selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan

tindakan orang-orang yang diamati atau di wawancarai merupakan sumber data

utama. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan

berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan meihat, mendengar

dan bertanya. Selebihnya sumber data tambahan seperti dokumen merupakan

Page 11: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

207

sumber kedua. Bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas

sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan

dokumen resmi.

Berdasarkan hal tersebut (Ibrahim, 2015) menyimpulkan bahwa data

dalam penelitian sesungguhnya dapat di klasifikasikan menjadi primer dan

sekunder. data primer adalah segala informasi, fakta, dan realitas yang terkait atau

relevan dengan penelitian, dimana kaitan atau relevansinya sangat jelas, bahkan

secara langsung. Data primer disebut juga sebagai data utama, karena data

tersebut menjadi penentu utama berhasil atau tidaknya sebuah penelitian.

Penelitian ini menggunakan key informan yaitu orang yang paling banyak

mengetahui informasi mengenai objek yang sedang di teliti. Dalam hal ini yang

menjadi salah satu key informan adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota

Tangerang,Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Banten, Direktorat

Pelestarian Cagar Budaya dan Permusemuan Dirjen Kebudayaan. Komunitas

Muslim Kalipasir, Komunitas Persemakmuran Tionghoa Tangerang serta para

pemilik/pengelola Cagar Budaya.

LANDASAN TEORI ATAU TINJAUAN PUSTAKA

Teori Manajemen

Kata ”Manajemen” berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement,

yang memiliki arti sebuah seni melaksanakan dan mengatur. Kata manajemen

juga berasal dari bahasa latin yang berasal dari penggalan manus yang berarti

tangan dan agree yang berarti melakukan. Kata perkata ini digabung menjadi kata

kerja managere yang berarti menangani. Managere diterjemahkan ke dalam

Bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda

management dan manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen.

Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi

manajemen. Manajemen menurut Siswanto (2005:7) adalah ilmu dan seni untuk

melakukan tindakan guna mencapai tujuan.

Manajemen sebagai suatu ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang di

sistematiskan atau kesatuan pengetahuan yang terorganisasi. Berdasarkan

pendapat para ahli dapat di simpulkan bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan

seni yang dibutuhkan dalam proses kegiatan pencapaian tujuan dengan

Page 12: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

208

menggunakan kegiatan orang lain. Menurut H. Malayu SP Hasibuan (2009:1)

manajemen hanya merupakan alat-alat untuk mencapai tujuan yang sangat

diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan untuk mewujudkan tujuan

perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen

akan dapat di tingkatkan. G.R Terry (2006:4) mendefinisikan manajemen sebagai

proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan, perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk

menentukan sasaran-saran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber

daya manusia serta sumber daya lainya. Menurut Sondang P. Siagian (2001:56)

manajemen merupakan seni dan kemampuan memperoleh hasil dari kegiatan

orang lain dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

John D. Millet (Syafiie 2004:101) juga menyatakan bahwa manajemen adalah

proses kepemimpinan dan pemberian arah terhadap pekerjaan yang terorganisir

dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.

Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa

manajemen adalah suatu kegiatan dalam rangka pengelolaan dan pendayagunaan

sumber-sumber yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya

alam selebihnya dengan kepemimpinan yang baik dan terencana melalui fungsi

manajemen "POAC" agar tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Jadi peneliti

menggunakan teori “POAC” yang diungkapkan oleh George Terry.

Fungsi Manajemen Menurut George Terry dalam bukunya Principles of

Management, kita bisa melihat fungsi manajemen menurutnya. Berikut ini adalah

fungsi manajemen menurut Terry:

a. Perencanaan (Planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan

penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan.

Perencanaan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan

matang-matang apa saja yang menjadi kendala dan merumuskan bentuk

pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk mencapai tujuan.

b. Pengorganisasian (Organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan

orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan

keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan.

Page 13: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

209

c. Penggerakan (Actuating) yaitu untuk menggerakkan organisasi agar

berjalan sesuai dengan pembagian kerja masingmasing serta

menggerakkan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar

pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan

bisa mencapai tujuan.

d. Pengawasan (Controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari

organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi

penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif

dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.

PENGERTIAN CAGAR BUDAYA

Berdasarkan Undang-Undang Ri Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar

Budaya, definisi cagar budaya disebutkan sebagai warisan budaya bersifat

kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar

budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,

ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

penetapan.

Dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2010 juga dijelaskan tentang kriteria

Cagar Budaya, yaitu jika berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling

singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu

pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya

bagi penguatan kepribadian bangsa. Berbeda dengan Undang Undang RI Nomor 5

Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, dalam UU RI Nomor 11 tahun 2010

Tentang Cagar Budaya, mengklasifikasikan Cagar Budaya dalam Benda Cagar

Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya,

dan Kawasan Cagar Budaya. Berikut klasisikasi Cagar Budaya :

1) Benda Cagar Budaya di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010

disebutkan bahwa Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda

buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau

kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan

erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Page 14: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

210

2) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam

atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding

dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

3) Struktur Cagar Budaya disebutkan sebagai susunan binaan yang terbuat dari

benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang

kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk

menampung kebutuhan manusia.

4) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang

mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau

struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian

pada masa lalu.

5) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua

Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau

memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

Pengelolaan cagar budaya merupakan serangkaian kegiatan

pelestarian,perlindungan dan pengamanan cagar budaya yang bahwasanya pada

UU. No.11 Tahun 2010 tentang cagar budaya pasal 53 menyebutkan :

1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan

yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan

administratif.

2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau

dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan

etika pelestarian.

3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan

kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum

kegiatan pelestarian.

4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan

pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan

terjadinya perubahan keasliannya.

Selanjutnya Perlindungan Cagar Budaya, dalam UU No.11 tahun 2010 pasal

56 disebutkan “setiap orang dapat berperan serta melakukan pelindungan cagar

Page 15: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

211

budaya”. Dan dalam pasal 57 disebutkan “setiap orang berhak melakukan

penyelamatan cagar budaya yang dimiliki atau dikuasainya dalam keadaan darurat

atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan”. upaya

penyelematan dalam pasal 58 dapat dilakukan untuk:

1) mencegah kerusakan karena faktor manusia dan/atau alam yang

mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya; dan

2) mencegah pemindahan dan beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan Cagar

Budaya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya Proses pengamanan, dalam pasal 63 berbunyi “masyarakat dapat

berperan serta dalam pengamanan cagar budaya” dijelaskan dalam pasal 65

bahwasanya pengamanan cagar budaya dapat dilakukan deangan memberi

pelindung, menyimpan, dan atau menempatkannya pada tempat yang terhindar

dari gangguan alam dan manusia dan ditempatkannya juru pelihara disetiap cagar

budaya guna pengamanan cagar budaya secara berkelanjutan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan deskriptif dari hasil wawancara dengan narasumber di atas,

maka berikut adalah rangkuman dari semua narasumber berdasarkan indikator :

1) Perencanaan

Perencanaan dalam sebuah organisasi sangat dibutuhkan karena dengan

adanya perencanaan maka sebuah organisasi bisa berjalan dengan baik. Dalam

perencanaan tentunya ada penetapan tujuan oleh Pemerintah Kota Tangerang

disini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Sebagai Lidding sektor

dalam pengelolaan Cagar budaya.

Peraturan Walikota No.76 tahun 2016 mengatur tentang tugas pokok dan

fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang yang menyebutkan bahwa

bidang kebudayaan mempunyai tugas menyelenggarakan sebaguan tugas dan

fungsi dinas dalam lingkup pemanfaatan,pengembangan, dan pelestarian

kebudayaan serta pembinaan kesenian dan pengawasan perfilman daerah dan

bidang kebudayaan mempunyai fungsi menyelenggarakan kegiatan pemanfaatn

serta pengembangan potensi nilai-nilai budaya, tradisi, kesenian, dan benda-benda

sejarah. Peraturan walikota ini merupakan dasar awal untuk mencapai tujuan yang

ingin di capai yaitu meningkatkan perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan

Page 16: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

212

seni budaya. Berbicara perencanaan tentunya tidak terlepas dari penetapan tujuan,

prosedur dan program kerja yang dibentuk pada kenyataannya ada beberapa

program yang hanya sebatas wacana dan tebang pilih dalam pengelolaan cagar

budaya dimasing masing cagar budaya,terbukti dari beberapa cagar budaya yang

pengelolaan dibantu pemerintah kota dan yang tidak dibantu pemerintah kota.

masyarakat, komunitas muslim kalipasir dan komunitas etnis tionghoa tangerang

merasa kecewa akan kinerja pemerintah kota tangerang yang masih tebang pilih

dalam pengelolaan cagar budaya. dan mereka para komunitas selalu menjaga akan

bangunan bangunan cagar budaya yang dimilikinya.

2) Pengorganisasian

Pengorganisasian yang dibentuk harus melibatkan beberapa unsur yang

berada di luar struktur organisasi pemerintah kota tangerang, karena UU tentang

cagar budaya pasal 75 menyebutkan “setiap orang wajib memelihara cagar budaya

yang dimiliki/dikuasainya”., komunitas muslim kalipasir semenjak dibentuk ialah

penggabungan daripada DKM masjid kalipasir yang bahwasanya masjid kalipasir

merupakan salah satu bangunan cagar budaya dan mereka sering berkumpul

dengan mengatakan komunitas muslim kalipasir dan selanjutnya ialah komunitas

persemakmuran etnis tionghoa tangerang yang dimana komunitas ini menaungi

beberapa bangunan cagar budaya yang dimilikinya dan daripada bangunan

bangunan tersebut adalah merupakan salah satu cikal bakal sejarah sebutan kota

benteng tangerang dan diantara bangunan cagar budaya milik komunitas ini yaitu

klenteng boen tek bio, klenteng boen san bio, museum benteng heritage, rumah

lim lian tiang dan masih banyak yg lainnya. Kurangnya sosialisasi, perhatian dan

tebang pilih pemerintah kota tangerang dalam pengelolaan cagar budaya

mengakibatkan hampir hilangnya nilai-nilai keaslian pada setiap bangunan cagar

budaya yang ada.

3) Penggerakan

Pada tahap penggerakan pengelolaan cagar budaya harus selalu ada

bimbingan, saran dan perintah dari pemerintah kota tangerang sebagai bentuk

himbauan dan saran dalam pengelolaan cagar budaya. selalu libatkan dalam rapat

kerja. Perumusan kebijakan bersama yang tergabung dalam komunitas komunitas

sejarah, cagar budaya dan kebudayaan karena para komunitas pegiat dan

Page 17: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

213

pengurus cagar budaya tidak cukup tahu tentang etika pengelolaan atau kurang

berpengalaman. Sehingga diperlukannya bimbingan agar apa yang menjadi

kekurangan bahkan kendala dalam pengelolaan cagar budaya dapat diperbaiki

dengan saran yang membangun bahkan selalu memberikan motivasi agar

pengurus cagar budaya atau para komunitas bekerja lebih giat dan keras agar

tercapainya pelestarian dan perlindungan.

Dalam merawat cagar budaya agar tetap terjaga daripada nilai keaslian

bangunan cagar budaya serta dapat membantu tujuan dari pemerintah kota

tangerang tersebut, itulah bentuk motivasi yang dilakukan. Dalam pengelolaan

cagar budaya kalau bentuk perintahnya itu melalui proses kebijakan diharapkan

pemerintah kota tangerang mampu melibatkan para pegiat cagar budaya,

komunitas dan para pengurus sehingga diberikan perintah dan langsung dilakukan

bersama-sama sehingga tidak ada jarak antara pemerintah kota tangerang, dinas

terkait dan para komunitas agar lebih terarah dalam melaksanakan tugasnya

didalam mengelola cagar budaya.

4) Pengawasan

Pada tahap pengawasan untuk menerapkan pekerjaan apa yang telah

dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Pada tahap pengawasan

masih kurangnya keterlibatan dari pemerintah kota tangerang dan dinas terkait

dalam mengawasi pengelolaan cagar budaya sehingga hampir hilangnya keaslian

cagar budata akibat pengawasan yang sangat minim. Padahal UU tentang cagar

budaya sudah mengatur agar terbentuknya tim ahli cagar budaya tingkat

kota/kabupaten serta ditempatkannya juru pelihara disetiap cagar budaya yang ada

dikota tangerang guna mengawasi dan megelola cagar budaya yang ada, namun

kota tangerang sendiri dengan 16 cagar budaya nya belum punya tim ahli cagar

budaya dan juru pelihara., serta belum tersosialisasikannya perda no. 3 tentang

cagar budaya.

PEMBAHASAN

Pentingnya suatu manajemen untuk suksesnya organisasi yang dijalani dan

bisa melaksanakan sesuai dengan tujuan awal yang ingin dicapai oleh suatu

organisasi tersebut, dalam hal ini pelaksanaan manajemen Pengelolaan cagar

Page 18: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

214

budaya ini belum begitu berjalan sebagaimana yang seharusnya. Selanjutnya

penulis akan menjelaskan masing-masing indikator tersebut menurut jawaban

hasil wawancara dari informan yang telah dilakukan. Untuk mengetahui

tanggapan informan tersebut terhadap indikator-indikator di atas penulis akan

menguraikan indikator-indikator tersebut dengan lebuh jelas seperti yang

tercantum berikut ini

(a) Perencanaan (Planning)

Perencanaan usaha dalam sebuah organisasi dinas kebudayaan dan

pariwiwsata kota tangerang bidang kebudayaan sangat di butuhkan, karena tanpa

perencanaan maka suatu organisasi pemerintah tidak bisa berjalan dengan baik.

Perencanaan yang telah di lakukan oleh Dinas kebudayaan dan pariwsata di Kota

tnagerang sebagai dasar awal untuk mencapai tujuan-tujuan yang hendak di capai

dan apa yang harus diperbuat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam

melakukan sebuah perencanaan pada awalnya tidak terlepas dari pengetahuan dan

keahlian pengelolaan cagar budaya pada bidang kebudayaan itu sendiri dengan

tujuan dan sasaran yang ingin di peroleh, sebab perencanaan pada awal akan

memberikan kontribusi sangat penting untuk mencapai tujuan dari berdirinya

suatu organisasi tersebut dengan berbagai program yang telah direncanakan hanya

satu program saja yang telah dibentuk yaitu pemberian papan keterangan cagar

budaya dan prasasti cagar budaya dan itupun tidak merata pada cagar budaya yang

ada. Adapun indikator-indikator perencanaan adalah sebagai berikut:

1. Penetapan Tujuan, Dalam penetapan tujuan yang ingin di capai oleh dinas

kebudayaan dan pariwisata kota tangerang bidang kebudayaan adalah

meningkatkan perlindungan, pemanfaatn, dan pengembangan seni budaya.

Tujuan dari bidang kebudayaan itu sendiri yaitu memberikan kemudahan-

kemudahan komunitas dalam melestariakn dan melindungi cagar budaya serta

membantu dinas terkait guna pengelolaan cagar budaya, dengan kata lain

kebijakan yang dibentuk dapat memberi payung hukum komunitas-

komunitas serta pengurus cagar budaya dalam mengelola cagar budaya.

meskipun pada kenyataannya para pengurus dan komunitas cagar budaya

tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah.

Page 19: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

215

2. Prosedur Dalam proses berorganisasi harus ada prosedur yang jelas dan baik

dalam menjalankan programnya atau pun prosedur lainnya yang bersangkutan

dengan organisasi tersebut agar organisasi tersebut mempunyai aturan

didalam melaksanakan program. Prosedur dalam bidang kebudayaan sudah

ada prosedurnya yaitu prosedur dalam melakukan pelestarian dan

perlindungan cagar budaya, harus mengikuti langkah-langkah prosedur yang

telah ditetapkan. Tapi pada kenyataannya kota tangerang sendiri tidak

mempunyai tim ahli cagar budaya dan juru pelihara disetiap cagar budaya

yang ada.

3. Program Didalam organisasi yang baik harus mempunyai program yang

baik pula sehingga outputnya bisa di rasakan oleh masyarakat.pengurus dan

komunitas tentunya, program-program tersebut haruslah sesuai dengan

keadaan tang ada, harus sesuai dengan keadaan lingkungan serta sesuai

dengan potensi yang ada di sekitarnya sehingga program yang dibuat

nantinya tidak akan berjalan sia-sia. Program dinas kebudayaan dan pariwsata

di bidang kebudayaan saat ini yaitu pemberian papan keterangan cagar

budaya dan prasasti cagar budaya . Program ini sudah berjalan tapi masih

belum optimal karena tidak menyeluruhnya program ini diterapkan , masih

tebang pilihnya emerintah kota dan dinas terkait dalam program ini.

(b) Pengorganisasian (Organization)

Pengorganisasian merupakan hal yang penting dalam dinas kebudayaan

dan pariwasata kota tangerang karena dengan pengorganisasian dapat

mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan

keahliannya dalam suatu pekerjaan yang sudah direncanakan. Dalam suatu

pengorganisasian dibutuhkan adanya pembagian kerja serta penempatan tugas

yang diharapkan, sehingga pekerjaan akan dilaksanakan akan berjalan secara

efektif dan efisien, hal ini karena pekerjaan dibagi sesuai dengan tugas dan

fungsinya masing-masing. Berikut ini indikator- indikator pengorganisasian

adalah sebagai berikut ini :

1. Penempatan Tugas dan Fungsi dinas kebudayaan dan pariwisata kota

tangerang Pembagian kerja atau tugas harus sesuai dengan kemampuan dan

keahlian dari masing – masing individu, sehingga pembagian pekerjaan dapat

Page 20: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

216

berjalan secara efisien dan efektif. Dalam dinas kebudayaan dan pariwisata

kota tangerang bidang kebudayaan sudah dilakukan penempatan tugas dan

fungsi yang sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing sehingga para

pengurus sudah mengetahui tugas dan perannya masing-masing sehingga

tidak terjadi tumpang tindih didalam pekerjaannya. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan, penempatan tugas dan fungsi di dinas kebudayaan

dan pariwisata kota tangerang bidang kebudayaan sudah jelas mengetahui

tugasnya masing-masing akan tetapi kurangnya sumber daya manusia

dibidang cagar budaya membuat hilangnya nilai keaslian daripada cagar

budaya itu sendiri ini mengakibatkan kepunahan yang perlahan terjadi di

cagar budaya kota tangerang. Keterlibatan pengurus, komunitas cagar budaya

dan pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsi adalah bagian yang

sangat diperlukan untuk menunjang kesuksesan pengelolaan cagar budaya.

2. Penetapan Wewenang dan Kebijakan Dalam organisasi yang baik sangat

dibutuhkan wewenang atau hak untuk melakukan suatu pekerjaan agar

tercapainya suatu tujuan yang ingin di capai oleh organisasi tersebut.

Penetapan wewenang juga membuat pengurus dan komunitas cagar budaya

bisa melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa ada nya intimidasi dari

internal organisasi maupun dari external organisasi. Dari hasil penelitian yang

dilakukan yaitu para pengurus atau komunitas cagar budaya mempunyai

wewenang untuk melindungi dan melestariakn cagar budaya sebagau bentuk

pengelolaan terhadap hal-hal yang dapat merusak kelangsungan cagar budaya

itu sendiri serta pemerintah kota bahkan masyarakat juga dapat meminta

penjelasan mengenai segala informasi sejarah mengenai cagar budaya

tersebut, namun lagi lagi sdm dari elemen pemerintah yang tidak mempunyai

tim ahli dibidang kebudayaan.

3. Tanggungjawab dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang,

Tanggungjawab yang dimaksud disini adalah agar stakeholder terkait di dinas

kebudayaan dan pariwasata kota tangerang mempunyai tanggungjawab dalam

melaksanakan tugas yang telah yang diamanahkan kepadanya sehingga tujuan

organisasi dapat terlaksana dengan sebaik mungkin. Tanggungjawab yang ada

di dinas kebudayaan dan pariwsata kota tangerang yaitu bahwa dalam

Page 21: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

217

organisasi dinas kebudayaan dan pariwisata kota tangerang ini mempunyai

Struktur organisasi yang didalamnya memuat tanggungjawab masing-masing

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab atau pun beban

yang telah diberikan kepadanya, hal itu telah di tetapkan dalam uu tentang

cagar budaya maupun dalam peraturan walikota. Namun tanggung jawab

yang diberikan tidak dilaksanakan dengan sebaik mungkin, kesadaran dan

kepedulian pemerintah kota tangerang terhadap cagar budaya masih kurang

yang terkadang pengurus cagar budaya dan para komunitas tidak mengetahui

secara detail etika pelestarian cagar budaya yang merupakan tanggung jawab

bersama antara pengurus dan pemerintah daerah, ketidak tahuan ini karean

sdm yang tdiak dimilik oleh pemkot tangerang.

(c) Penggerakan (Actuating)

Penggerakan atau actuating yaitu suatu tindakan yang mengusahakan agar

semua anggota berusaha mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan dan usaha-

usaha organisasi, artinya menggerakkan orangorang agar mau bekerja dengan

sendirinya untuk mencapai tujuan secara efektif. Fungsi penggerakan yaitu

dengan memberikan bimbingan, saran agar mampu bekerja secara optimal serta

memberikan perintah dalam pelaksanaan tugas agar dapat mencapai tujuan yang

telah ditentukan.

1. Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu maupun

kelompok agar bisa memahami diri dan pekerjaannya sehingga sanggup

mengerahkan seluruh kemampuannya dan dapat bertindak sesuai dengan

ketentuan yang ada didalam organisasi tersebut. Bimbingan yang dimaksud

disini adalah pengurus dan komunitas cagar budaya tidak cukup tahu atau

kurang berpengalaman mengenai etika pengelolaan cagar budaya sehingga

diperlukannya bimbingan agar apa yang menjadi kekurangan bahkan kendala

dalam pengelolaan cagar budaya. para pengurus dan komunitas cagar budaya

agar terarah didalam melaksanakan kegiatannya mengenai pengelolaan cagar

budaya maka dibutuhkan bimbingan dan motivasi yang bersifat membangun

sehingga membawa dinas kebudayaan dan pariwisata tersebut bisa mencapai

tujuannya, namun kenyataan dilapangan para komunitas dan pengurus cagar

budaya belum mendapat bimbingan dari pemerintah.

Page 22: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

218

2. Saran agar mampu bekerja secara optimal Saran adalah pendapat atau usulan

yang dikemukakan untuk dipertimbangkan. Saran juga merupakan sebuah

solusi yang ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi

yang bersifat membangun, mendidik, secara objektif dan sesuai dengan topik

yang dibahas. Saran dikemukakan agar terjadi perbaikan atau peningkatan

dari keadaan semula, saran yang dimaksudkan disini adalah masukan

masukan dari masyarakat budayawan lokal para pengurus dan komunitas

cagar budaya memberikan saran kepada pemerintah kota tangerang agar

dalam melakukan tugas dan fungsinya dinas kebudayaan dan pariwisata bisa

bekerja lebih giat lagi serta segera membentuk apa yang kurang dibidang

kebudayaan.

3. Perintah dalam pelaksanaan tugas Pemberian perintah oleh dinas kebudayaan

dan pariwisata kota tangerang kepada para pengurus dan komunitas cagar

budaya ialah untuk memberikan kegiatan sosialisasi program, agar kegiatan

pengelolaan cagar budaya di masing masing pengurus yang beraneka ragam

itu terkoordinasi pada satu arah, yaitu yang menjadi tujuan dinas kebudayaan

dan pariwisata dibidang kebudayaan tersebut, Berdasarkan wawancara yang

penulis lakukan untuk mendapatkan informasi dan data mengenai perintah

dari dinas ke pengurus yang di lakukan oleh dinas kebudayaan dan pariwisata

yaitu melaui proses administrasi surat menyurat dari dinas kepengurus untuk

sosialisasi mengenai bangunan cagar budaya, namun kegoatan sosialisasi

tersebut menuai ketidak puasan dari para pengurus cagar budaya dan

komunitas cagar budaya yang mengungkapkan bahwasanya pemerintah

merasa memiliki tapi enggan untuk merawat apalagi menjaga dan kegiatan

sosialisasi yang pernah kami ikuti itu hanya sosialisasi sosialisasi saja tanpa

ada keberlanjutannya ungkap para pengurus dan komunitas cagar budaya.

(d) Pengawasan (Controlling)

Pengawasan yaitu mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan untuk

mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau

belum. Ada tiga tahap dalam pengawasan yaitu menetapkan standar, melakukan

penilaian dan mengadakan tindakan perbaikan. Indikator- indikator pengawasan

adalah sebagai berikut :

Page 23: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

219

1. Menetapkan Alat Ukur Serta Melakukan Penilaian Dalam melakukan

pengawasan maka harus ada standar yang harus ditetapkan sehingga dapat

menilai apa yang terjadi dilapangan. Standar ini sebagai ketentuan yang harus

berlaku dan harus diikuti, sebab ketentuan dari standar yang ada akan

dilakukan penilaian oleh pihak pengawasan dan hasil pengawasan tersebut

kita akan mengetahui tindakan mana yang salah sehingga akan dilakukan

perbaikan. Untuk standar dalam pengawasan cagar budaya ini, dari pihak

pengawas yaitu direktorat pelestarian cagar budaya dan permuseuman dan

balai pelestarian cagar budaya dalam melakukan pengawasan berpanduan

pada undang undang tentang cagar budaya yang didalamnya telah memuat

pengawasan di dalam pengelolaan cagar budaya, namun pada nyatanya

pengawasan yang dilakukan oleh lembaga lembaga tersebut masih sangat

minim terhadap bangunan cagar budaya dikota tangerang yang

mengakibatkan dinas terkait di daerah tidak maksimal dalam pengelolaan

cagar budaya.

2. Mengadakan Tindakan Perbaikan Untuk dapat melaksanakan tindakan

perbaikan, maka pertama-tama haruslah dianalisis apa yang menyebabkan

terjadinya penyimpangan tersebut, harus diketahui lebih dahulu terjadinya

penyimpangan tersebut, apabila pimpinan telah dapat menetapkan dengan

pasti sebab terjadi nya penyimpangan barulah diambil tindakan perbaikan.

Dimanapun organisasinya penyimpangan itu pasti ada terjadi, namun

bagaimana kita meminimalisir dari penyimpangan tersebut. Kami selalu

melakukan teguran kalau terjadi penyimpangan didalam pengelolaan cagar

budaya di kota tangerang, contoh nya ketika pengurus cagar budaya ingun

merombak bangunan cagar budaya ketika itu lapas pemuda maka kami

menegur lewat surat bahwa bangunan tersebut adalah bangunan cagar budaya

yang ada etika pelestarian ketika inbgin merombaknya dengan catatan tidak

menghilangkan nilai keasliannya. Tapi kenyataan dilapangan respon dari

dinas ketika ada penyimpangan sangatlah lambat sekali lagi lagi sdm yang

kurang dibidang cagar budaya membuat dinas kebudayaan dan pariwisata

tidak ekstra kerja lebih baik lagi.

KESIMPULAN

Page 24: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

220

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwasanya

managemen pengelolaan cagar budaya di Kota Tangerang masih belum. Hal ini

dibuktikan dari beberapa wawancara peneliti kepada pemilik/ahli waris cagar

budaya serta para komunitas yang bergerak di bidang cagar budaya yang

mengatakan managemen pengelolalaan yang dilakukan pemerintah kota tangerang

disini dinas kebudayaaan dan pariwisata masih sangat minim.

Hal itu dibenarkan oleh Kasie Pelestarian sejarah dan budaya Dinas

Kebudayaan dan pariwisata kota tangerang, bahwasanya pemerintah kota

tangerang disini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang masih

mempunyai beberapa kendala yaitu masih belum adanya Tenaga ahli cagar

budaya dan Juru pelihara disetiap bangunan cagar budaya, belum berjalannya

perda no 3 tahun 2018 tentang cagar budaya dikarenakan masih baru, anggaran

yang terbatas karena bidang kebudayaan baru menyatu dengan bidang pariwisata

yang sebelumnya bidang kebudaayan menyatu dengan bidang pendidikan yang

menyebabkan asupan anggaran yang sangat minim.

Walaupun demikian peneliti mengapresiasi kinerja pemerintah kota

tangerang karena sudah berusaha mendata dan memperlakukan bangunan cagar

budaya secara semestinya walaupun dilapangan masih kurang maksimal, karena

peneliti sadar bahwasanya permasalahan cagar budaya begitu kompleks di kota

tangerang, peneliti berharap kedepannya dinas kebudayaan dan pariwisata kota

tangerang lebih aktif dalam menangani bangunan cagar budaya, serta dapat

melibatkan akademisi dan komunitas – komunitas pecinta sejarah dalam kegiatan

pelestarian, lebih aktif lagi dalam membangun komunikasi terhadap para pegiat

cagar budaya.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian penulis di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kota Tangerang, maka saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :

1. Segera lakukan sosialisasi perda No. 8 tahun 2018 tentang cagar budaya

2. Segera lakukan rekrutmen sumber daya manusia yang mumpuni di bidang

kebudayaan

3. Segera bentuk Tim ahli cagar budaya di Kota Tangerang

Page 25: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

221

4. Segera bentuk dan tempatkan juru pelihara di masing masing cagar budaya

yang berada di Kota Tangerang

5. Bangun komunikasi secara insentif kepada para pemilik/pengelola dan

komunitas-komunitas cagar budaya

DAFTAR PUSTAKA

Website

https://dapobud.kemendikbud.go.id,2019

https://tangerangkota.go.id/sejarah-sembilan-cagar-budaya-kota-tangerang-yang-

mempesona,2019

Sari, N. (2018, September 6). News Megapolitan. Retrieved from Kompas.com:

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/09/06/07354881/janji-gubernur- dki-

kepada-warga-bukit-duri-yang-terkendala-lahan

Buku dan sumber lainnya

UU NO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PERWAL TANGERANG NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG DISBUDPAR

KOTA TANGERANG

Badrudin, (2015). Dasar-Dasar Manajemen. Bandung : Alfabeta

Handoko, (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta

: BPFE

Hasibuan, Melayu, (2009). Manajemen Dasar, pengertian dan masalah, Jakarta :

Bumi Aksara

Husaini, (2011). Manajemen: Teori, Praktik dan riset pendidikan Edisi Revisi,

Bumi Askara : Jakarta

Ibrahim. (2015). Metodelogi Penelitian Kualitatif. In P. P. Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Maleong, Lexi J. (2007), Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung : PT

Remaja Rosdakarya

Manullang, (2012). Dasar-Dasar Manajemen, Yogyakarta : UGM

Page 26: MANAJEMEN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA : ANTARA …

PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL “Tantangan Penyelenggaran Pemerintahan di Era Revolusi Industri 4.0". ISBN: 978-602-73470-5-2

222

Maringan, MS, (2004). Dasar- dasar Administrasi dan Manajemen. Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Purwanto iwan, (2006). Manajemen Strategi, Bandung : Cv Yrama Widya Risadi,

Siagian, (2003) Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara

Sugiyono, P. D. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R& D.

Bandung: Alfabeta.

Terry George, (2006). Asas-Asas Manajemen, Jakarta PT. Renika Cipta

Wahyuningtias, W. A. (2019). Strategi Pengembangan Objek Wisata Cafe

Sawah Di Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa

Timur (Doctoral Dissertation, University Of Muhammadiyah Malang).