manajemen laba

34
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori Laporan keuangan merupakan alat ukur dari kinerja oleh perusahaan dan juga merupakan alat analisis yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Menurut PSAK No.1 (Revisi 2009) laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja entitas. Tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, hendaknya laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: 14

Upload: ana-yuliana

Post on 06-Aug-2015

203 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Laba

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Landasan Teori

Laporan keuangan merupakan alat ukur dari kinerja oleh perusahaan dan

juga merupakan alat analisis yang digunakan oleh pengguna laporan keuangan

dalam pengambilan keputusan. Menurut PSAK No.1 (Revisi 2009) laporan

keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja

entitas. Tujuan dari laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai

posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi

sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan

ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban

manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, hendaknya laporan keuangan

menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:

1. Aset

2. Liabilitas

3. Ekuitas

4. Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian

5. Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya

sebagai pemilik

6. Arus kas

Informasi tersebut dan informasi yang lainnya terdapat dalam catatan atas

laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas

14

Page 2: Manajemen Laba

masa depan dan khususnya dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan

setara kas.

II.1.1 Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan metode yang digunakan oleh manajemen

untuk memanipulasi laporan keuangan. Pemanipulasian ini bertujuan agar

laporan keuangan perusahaan tampak menjadi lebih baik. Manajemen laba atau

earnings management didefinisikan oleh beberapa peneliti secara berbeda-beda,

yaitu:

1. Merchant dan Rockness (1994) mendefinisikan manajemen laba

sebagai tindakan dari manajemen yang mempengaruhi pendapatan

tidak mengandung keuntungan ekonomis yang sebenarnya dari

perusahaan dan dapat menyebabkan efek negatif untuk jangka

panjang.

2. Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai

pengungkapan yang dilakukan oleh manajemen dengan melakukan

intervensi para laporan keuangan secara sengaja dengan maksud

untuk memperoleh keuntungan pribadi.

3. Rosenweig dan Fischer (1994) mendefinisikan manajemen laba

sebagai tindakan dari manajer yang berniat untuk menaikan atau

menurunkan pendapatan unit usaha pada periode berjalan yang

menjadi tanggung jawabnya, tanpa membuat kenaikan atau

penurunan profitabilitas untuk jangka yang panjang.

15

Page 3: Manajemen Laba

Meskipun terdapat beberapa definisi mengenai manajemen laba yang

berbeda-beda yang didefinisikan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya manajemen

laba mempunyai pengertian yang sama yaitu tindakan dari manajer secara

langsung untuk mempengaruhi laba atau pendapatan yang dilaporkan pada

periode berjalan yang dapat menimbulkan efek negatif bagi perusahaan untuk

jangka panjang.

II.1.2 Teknik-teknik Manajemen Laba

Terdapat beberapa teknik manajemen laba yang dilakukan oleh para

manajer dalam memanipulasi laporan keuangannya. Teknik-teknik ini digunakan

sesuai dengan harapan yang ingin dicapai oleh manajer dalam pemanipulasian

laporan keuagan ini. Disarikan dari Dechow dan Skinner 2000; Healy dan

Wahlen 1999; Levitt 1998 dan Lev 2003 metode manajemen laba dapat

dikelompokan menjadi dua bagian besar yaitu:

1. Manajemen laba yang melanggar prinsip akuntansi yang berlaku.

Contoh-contoh dari pelanggaran ini antara lain: transaksi fiktif,

pengakuan biaya sebagai aset, penghapusan beban, pengakuan

pendapatan lebih awal, dan sebagainya.

2. Manajemen laba yang sejalan dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

Manajemen laba ini digolongkan lagi menjadi tiga cara yaitu:

- Pengubahan unsur estimasi, manajemen menggunakan metode ini

untuk memanipulasi laba dengan mengubah estimasi dari

akuntansi. Contoh-contoh dari manajemen laba ini antara lain:

perubahan estimasi umur ekonomis suatu aset, estimasi piutang

16

Page 4: Manajemen Laba

yang tak tertagih, perubahan estimasi impairment suatu aset, dan

sebagainya.

- Pemilihan metode, manajemen laba menggunakan cara ini yaitu

pengubahan metode akuntansi ke metode lain yang lebih

menguntungkan. Misalnya pengubahan metode alokasi depresiasi

dan pengubahan metode aliran biaya pada persediaan.

- Penstrukturan transaksi, cara ini dilakukan dengan menyesuaikan

unsur-unsur dari transaksi. Contoh-contoh dari manajemen laba

ini antara lain: penstrukturan transaksi sewa guna (operating lease

atau capital lease), penstrukturan investasi saham atau ekuitas,

dan sebagainya.

Dari dua metode tersebut diatas, manajemen laba dapat dibagi lagi

menjadi beberapa teknik. Menurut Scott (2003) teknik-teknik dari manajemen

laba yaitu:

1. Taking a bath

Teknik manajemen laba ini umumnya pada saat terjadi pergantian

CEO (chief executive officer) dan umumnya terjadi pada saat

perusahaan sedang mengalami tekanan yang besar. Teknik ini akan

mengakui beban dimasa yang akan datang menjadi beban dimasa kini

dengan harapan laba dimasa yang akan datang dapat dilaporkan lebih

tinggi. Apabila manajer dipaksa untuk melaporkan laba yang lebih

tinggi, maka aktiva perusahaan akan dihapuskan dengan harapan

dapat memperkecil beban yang dilaporkan.

17

Page 5: Manajemen Laba

2. Income minimization

Teknik manajemen laba ini dilakukan apabila laba yang dilaporkan

oleh perusahaan mengalami kenaikan yang cukup tinggi

dibandingkan dengan laba yang dilaporkan tahun sebelumnya. Untuk

menghindari perhatian secara politis maka perusahaan mengecilkan

laba yang dilaporkan pada tahun berjalan. Income minimization ini

juga digunakan apabila perusahaan ingin membayar pajak yang lebih

kecil daripada jumlah yang seharusnya dibayar. Metode ini dapat

dilakukan dengan penghapusan aktiva tidak berwujud, penghapusan

barang modal, serta pembebanan atas beban-beban yang diakui lebih

cepat.

3. Income maximation

Teknik manajemen laba ini merupakan salah satu teknik yang sering

digunakan oleh para manajer. Motivasi dan dorongan untuk

memperoleh bonus yang diharapkan membuat manajer melaporkan

laba periode berjalan yang lebih tinggi daripada laba aktual yang

terjadi.

4. Income smoothing

Teknik manajemen laba ini dilakukan dengan cara malaporkan

pendapatan dari perusahaan dengan stabil. Perusahaan akan

cenderung untuk melaporkan trend pendapatannya secara stabil

daripada melaporkan kenaikan atau penurunan yang drastis. Sehingga

laba pada periode berjalan dilaporkan tidak jauh berbeda dari laba

18

Page 6: Manajemen Laba

tahun sebelumnya agar ekspektasi dan prediksi pengguna laporan

keuangan untuk laba tahun selanjutnya tidak jauh meningkat.

5. Timing revenue dan expense recognition

Teknik manajemen laba ini dilakukan dengan mengakui pendapatan

dan beban secara salah. Misalnya pendapatan diakui lebih cepat

daripada yang seharusnya. Atau beban dimasa depan dijadikan beban

masa kini atau sebaliknya.

Selain dari metode-metode manajemen laba diatas Arthur Levitt (2009)

ketua dari Securities exchange commissions (SEC) juga menyatakan terdapat

teknik-teknik manajemen laba yang lain yang dapat dilakukan oleh para

manajer diantaranya:

1. Cookie jar reserves

Cookie jar reserves merupakan teknik manajemen laba yang timbul

karena asusmsi periodik dalam kerangka konseptual akuntansi.

Teknik ini dilakukan dengan cara mengelola akun-akun cadangan

pada perusahaan. Sebagai contoh perusahaan mempunyai cadangan

kerugian piutang, cadangan kerugian piutang ini akan dibebankan

lebih besar pada periode berjalan sehingga beban akan dinilai lebih

tinggi. Tetapi apabila perusahaan tidak mencapai laba yang

diharapkan maka akun cadangan inilah yang dipakai perusahaan

untuk memperbesar laba mereka.

2. Abuse of materiality

Teknik manajemen laba ini menggunakan celah dari tingkat

materialitas yang dipakai oleh auditor. Pada umumnya auditor akan

19

Page 7: Manajemen Laba

kurang memperhatikan transaksi yang nilainya dibawah dari nilai

materialitas yang dipakai oleh perusahaan. Oleh karena itu manajer

memanfaatkan celah ini untuk melakukan teknik manajemen laba.

Memang apabila dilihat dari jumlahnya maka jumlah kecurangan ini

tidak akan tampak material, akan tetapi apabila nilai-nilai yang tidak

material itu banyak akan menyebabkan nilai yang cukup material.

3. Creative acquisition accounting

Teknik manajemen laba yang dilakukan dengan cara menghapuskan

biaya Riset dan pengembangan, biaya investasi, biaya akuisisi dan

biaya lain-lain untuk mengurangi beban amortisasi pada laporan

keuangan.

Sedangkan Barua, Lin, dan Sbaraglia (2010) menggolongkan manajemen

laba menjadi tiga garis besar yaitu:

1. Classification shifting

Teknik manajemen laba ini merupakan teknik untuk

mengklasifikasikan suatu akun dengan salah secara sengaja. Akibat

dari salah klasifikasi ini akan dapat membuat suatu akun akan terlihat

lebih besar atau lebih kecil. Contohnya manajemen

mengklasifikasikan secara salah beban-beban untuk diklasifikasikan

menjadi aktiva.

2. Real activity manipulation

Metode manajemen laba ini dilakukan melalui pemanipulasian

kegiatan nyata yang dilakukan oleh manajemen. Misalkan saja

manajemen mengubah layout dari pabrik sehingga beban akan

20

Page 8: Manajemen Laba

berkurang secara signifikan, padahal beban yang berkurang dari

perubahan layout itu tidaklah signifikan.

3. Accrual management

Teknik manajemen laba ini merupakan teknik yang paling sering

dipakai oleh para manajer dalam memanipulasi laporan keuangannya.

Secara teknis akrual merupakan selisih antara kas dan laba, dimana

akrual dinilai berdasarkan estimasi-estimasi tertentu. Metode ini

dilakukan dengan memanipulasi nilai akrual yang dilaporkan oleh

perusahaan misalnya perubahan dari estimasi umur manfaat suatu aset

akan dapat mengubah nilai dari akrual.

II.1.3 Motivasi Manajemen Laba

Ada berbagai macam motivasi dari manajemen untuk melakukan

manajemen laba. Motivasi dan tekanan kadang kali yang menjadikan salah satu

faktor dari para manajer dalam melakukan manajemen laba. Menurut Scott

(2003) motivasi dari para manajer dalam melakukan manajemen laba adalah

sebagai berikut:

1. Motivasi bonus (bonus scheme)

Manajemen laba akibat dari motivasi ini terjadi jika manajemen

dijanjikan untuk mendapatkan bonus apabila perusahaan mencapai

laba tertentu. Tujuan dari pemberian bonus untuk manajer ini

diharapkan dapat membawa dampak positif bagi para manajer, karena

para manajer akan termotivasi untuk terus meningkatkan dan

mengembangkan perusahaan. Akan tetapi terkadang keinginan para

21

Page 9: Manajemen Laba

manajer untuk memperoleh bonus yang besar untuk kepentingan

pribadi inilah yang menjadikan salah satu motivasi bagi para manajer

dalam melakukan manajemen laba. Para manajer akan memanipulasi

laporan keuangan aktual sehingga manajer akan mencapai laba yang

diinginkan oleh direksi dan manajer akan memperoleh bonus karena

kinerja mereka telah mencapai target.

2. Motivasi kontrak (debt covenant)

Motivasi ini menyatakan bahwa manajemen laba akan dapat terjadi

apabila manajer berkeinginan untuk memperoleh pinjaman dari

kreditur. Manajer akan cenderung untuk meningkatkan laba sehingga

mereka mendapatkan pinjaman dari para kreditur.

3. Motivasi politik (political motivation)

Motivasi ini umumnya terjadi pada perusahaan besar yang

menyangkut hajat hidup orang banyak dan umumnya dilakukan

apabila tingkat kemakmuran rakyat sedang tinggi. Manajer akan

cenderung melaporkan laba yang lebih kecil dari laba yang

seharusnya dengan tujuan agar perusahaan memperoleh subsidi dan

kemudahan dari pemerintah.

4. Motivasi perpajakan (taxation motivation)

Salah satu tujuan dari manajer dalam menurunkan laba yang

dilaporkan pada periode berjalan adalah pajak. Manajer berupaya

untuk melaporkan laba mereka lebih rendah daripada laba aktual

dengan tujuan agar perusahaan membayar pajak lebih rendah

daripada yang seharusnya dia bayar.

22

Page 10: Manajemen Laba

5. Pergantian CEO (changes of chief executive officer)

Motivasi ini umumnya terjadi menjelang pergantian direksi atau

CEO. Para CEO akan berusaha memaksimalkan laba perusahaan yang

dilaporkan dengan tujuan agar ia mendapatkan bonus. Selain itu

tujuan lain dari motivasi ini adalah agar terjadi pembatalan

pemecatannya.

6. Penawaran saham perdana (initial public offering)

IPO atau penawaran saham perdana adalah suatu keadaan dimana

saham dari perusahaan pertama kali ditawarkan kepada public.

Motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba pada saat

menjelang initial public offering ini adalah karena manajer

mengharapkan respon positif dari para investor. Manajer akan

cenderung menaikan laba yang dilaporkan daripada laba aktual dari

perusahaan sehingga penawaran terhadap saham akan mencapai harga

tertinggi.

Selain motivasi untuk melakukan manajemen laba seperti yang

dikemukakan Scott(2003), Healy dan Wahlen (1999) juga menyebutkan ada tiga

motivasi bagi para manajer dalam melakukan manajemen laba yaitu: capital

market motivation, contracting motivation, dan regulatory motivation.

Healy dan Wahlen (1999) mengatakan bahwa berdasarkan capital market

motivasion (motivasi pasar modal) incentive para manajer untuk memanipulasi

laba mempunyai kemungkinan yang cukup tinggi, karena manajer ingin

performa perusahaan mencapai atau melebihi ekpektasi dari para analis dan

investor. DeAngelo (1988) menyatakan bahwa ada incentive dari para manajer

23

Page 11: Manajemen Laba

untuk memanipulasi laba perusahaan dengan membuat laba menjadi lebih rendah

(understated) daripada yang semestinya. Hal ini disebabkan karena ada faktor

management buyout yang merupakan faktor yang dimana terjadi ketika

manajemen ingin melakukan akuisisi perusahaan lain. Sementara incentive dari

para manajer untuk membuat laba mereka menjadi lebih tinggi (overstated) juga

banyak terjadi. Teoh, Welch, dan Wong (1998) menyimpulkan bahwa terdapat

incentive bagi para manajer untuk melakukan overstated terhadap laba

perusahaan mereka disebabkan karena initial public offers. Selain itu manajer

juga melakukan manajemen laba karena akuisisi saham perusahaan (Erickson

dan Wang 1998). Penelitian lain mengenai manajemen laba karena motivasi

pasar modal ini juga menunjukan bahwa laba dimanipulasi untuk mencapai yang

diharapkan analis. Burgstahler dan Eames (1998) menyimpulkan bahwa manajer

akan meningkatkan laba dari perusahaan untuk menghindari laba yang lebih

rendah dari laba yang diekspektasi oleh analis. Abarbanell dan Lehavy (1998)

menggunakan financial analysts’ stock recommendation untuk memprediksi

menagemen laba. Abarbanell dan Lehavy (1998) menemukan bahwa para

manajer akan meningkatkan laba mereka apabila saham perusahaan mereka

mendapatkan rekomendasi beli dari analis keuangan. Sedangkan manajer akan

cenderung menurunkan laba mereka apabila saham perusahaan mereka

mendapatkan rekomendasi jual dari analis keuangan.

Dalam contracting motivation Healy dan Wahlen (1999) menyatakan ada

2 kontrak yang menjadi motivasi manajer melakukan manajemen laba yaitu

lending contracts dan management compensation contracts. Lending contracts

menyatakan bahwa manajer akan cenderung melakukan manajemen laba terkait

24

Page 12: Manajemen Laba

dengan oemberian pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Sedangkan pada

management compensation contracts menyatakan bahwa motivasi manajemen

laba terkait dengan pemberian kompensasi perusahaan terhadap manajer. Guidry

et al. (1998) menemukan bahwa manajer pada perusahaan multinasional yang

besar cenderung untuk menangguhkan pendapatan ketika target laba tidak

tercapai untuk memperoleh bonus.

Selain motivasi-motivasi diatas Rahayu (2009) mengatakan ada dua

alasan mengapa manajemen sering melakukan manajemen laba. Pertama karena

ada beberapa metode manajemen laba merupakan cara yang “murah” karena

metode ini tidak mempengaruhi kinerja aktual perusahaan sehingga nyaris tidak

memiliki dampak apapun yang perlu dikhawatirkan terlepas dari resiko pribadi

yang ditanggung manajemen apabila manajemen laba ini terdeteksi. Kedua ada

beberapa metode manajemen laba ini mudah untuk dilakukan seperti pendekatan

akuntansi berbasis aturan yang dipilih untuk digunakan oleh penyusun standar.

II.1.4 Model Pendeteksian Manajemen Laba

Salah satu teknik manajemen laba yang sering digunakan oleh para

manajer adalah accruals management. Karena begitu banyaknya manajemen laba

yang menggunakan teknik ini maka timbulah beberapa model yang digunakan

untuk mendeteksi manajemen laba ini. Beberapa model untuk pendeteksian

manajemen laba ini antara lain:

1. Model Healy

Healy (1985) melakukan pengujian terhadap manajemen laba dengan

menggunakan partitioning variable dan membandingkannya dengan

25

Page 13: Manajemen Laba

rata-rata total akrual. Model Healy ini berbeda dari kebanyakan model

untuk mendeteksi manajemen laba, Healy memprediksi bahwa

manajemen laba yang sistematik terjadi setiap periode. Healy

menggunakan model dibawah ini untuk pendeteksian manajemen

laba:

NDAt = ∑TAt/T

Dimana :

NDA = perkiraan akrual non-diskresioneri

TA = total akrual

T = tahun indikasi dimana terjadi manajemen laba

2. Model DeAngelo

DeAngelo (1986) melakukan pengujian terhadap manajemen laba

dengan mengasumsikan perbedaan pertama pada total akrual

diekspektasikan mempunyai nilai 0 dimana tidak terjadi manajemen

laba. Model ini menggunakan total akrual untuk periode lalu untuk

mengukur nilai akrual non-diskresioneri. Model DeAngelo ini dapat

dikatakan sebagai model Healy yang special, karena model ini dapat

digunakan apabila data estimasi untuk akrual non-diskresioneri tahun

lalu tidak dapat diperoleh. DeAngelo menggunakan persamaan

dibawah ini untuk melakukan pendeteksian manajemen laba:

NDAt = TAt

3. Model Jones

Jones (1991) mengembangkan model untuk mengestimasi akrual

diskresioner untuk mendeteksi manipulasi laba yang dilakukan oleh

26

Page 14: Manajemen Laba

manajer. Jones (1991) melakukan firm-specific regression dimana ia

membandingkan akrual tahun t saat manajemen laba terjadi dengan

rata-rata akrual perusahaan itu sendiri pada tahun-tahun sebelumnya.

Jones menggunakan persamaan dibawah ini untuk pengukuran non

akrual diskresioneri pada tahun berjalan.

NDA,t = a1 (1/At-1) + a2(AREVc) + a3(PPEt)

Dimana:

AREV = pendapatan pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1

PPEt = aset tetap perusahaan pada periode t

At-1 = total aset perusahaan pada tahun t-1

a1,a2,a3 = firm-specific parameter

untuk mengestimasi nilai firm-specific parameter Jones (1991)

menggunakan model dibawah ini:

TAt = a,(l/At_I) + a2(AREVt) + a3(PPE1) + vt

4. Model Modifikasi Jones

Model ini dikembangkan oleh Dechow, Sloan dan Sweeney (1995).

Model yang dikembangkan ini dibuat untuk menghilangkan

kecenderungan kesalahan yang dibuat oleh model Jones. Pada model

modifikasi Jonesi ini akrual non-diskresioneri ini diestimasikan pada

saat periode kejadian. Persamaan yang digunakan untuk pendeteksian

manajemen laba adalah sebagai berikut:

NDAt = ai(1/At-1) + a2(∆REVt - ∆RECt) + a3(PPEt) ,

Dimana:

∆REC = piutang bersih pada tahun t dikurangi dengan piutang bersih

tahun t-1

27

Page 15: Manajemen Laba

II.1.5 Operasi yang Dihentikan

Berkenaan dengan penelitian ini yang menggunakan classification

shifting menggunakan operasi yang dihentikan, menurut PSAK No.58 komponen

suatu entitas terdiri dari operasi dan arus kas yang dapat dibedakan secara jelas,

untuk tujuan operasional dan pelaporan keuangan, dari komponen lain dalam

entitas. Dengan kata lain, komponen entitas akan terdiri dari unit penghasil kas

atau kelompok unit penghasil kas yang dimiliki untuk digunakan.

Operasi yang dihentikan sebagai komponen entitas yang telah dilepaskan

atau diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dan:

a. Mewakili lini usaha atau area geografis operasi utama yang terpisah

b. Sebagai bagian dari rencana tunggal terkoordinasi untuk melepaskan lini

usaha besar atau area geografis operasi utama yang terpisah, atau

c. Entitas anak yang diperoleh secara khusus dengan tujuan dijual kembali.

Didalam PSAK no. 58 ini juga disebutkan bahwa entitas harus

mengungkapkan:

a. Suatu jumlah tunggal dalam laporan laba rugi komprehensif yang terdiri dari

jumlah:

1. Laba atau rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan dan

2. Laba atau rugi setelah pajak yang akan diakui dalam mengukur nilai

wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual atau pelepasan asset atau

kelompok lepasan yang terkait dengan operasi dihentikan

b. Analisa terhadap jumlah tunggal dalam huruf (a) terhadap:

1. Pendapatan, beban dan laba atau rugi sebelum pajak dari operasi

dihentikan;

28

Page 16: Manajemen Laba

2. Beban pajak penghasilan yang terkatit, sesuai dengan PSAK 46;

3. Laba atau rugi yang diakui dalam pengukuran ke nilai wajar setelah

dikurangi biaya untuk menjual atau pelepasan aset atau kelompok lepasan

yang terkait dengan operasi dihentikan; dan

4. Beban pajak penghasilan yang terkait sesuai dengan PSAK 46.

Analisa tersebut dapat disajikan dalam catatan atas laporan keuangan atau

laporan laba rugi komprehensif. Jika analisa tersebut disajikan dalam laporan

laba rugi komprehensif maka harus disajikan dalam bagian yang dapat

diidentifikasikan dengan operasi dihentikan, misalnya disajikan secara

terpisah dari operasi yang dilanjutkan. Analisa ini tidak diharuskan kelompok

lepasan yang merupakan entitas anak yang baru diperoleh yang memenuhi

kriteria sebagai tersedia untuk dijual dalam akuisisi.

c. Arus kas neto yang dapat diatribusikan ke aktivitas operasi, investasi dan

pendanaan dari operasi dihentikan. Pengungkapan ini dapat disajikan dalam

catatan atas laporan keuangan atau laporan keuangan untuk disajikan.

Pengungkapan ini tidak diisyaratkan untuk kelompok lepasan dan merupakan

entitas anak yang baru diperoleh dan memenuhi kriteria sebagai tersedia untuk

dijual pada saat perolehan

d. Jumlah penghasilan dari operasi yang dilanjutkan dan operasi dihentikan yang

dapat diatribusikan kepada pemilik induk perusahaan. Pengungkapan ini dapat

disajikan dalam catatan atas laporan keuangan atau dalam laporan laba rugi

komprehensif.

Jika entitas menyajikan komponen laba atau rugi dalam laporan laba rugi

yang terpisah sebagaimana dijelaskan dalam paragraf 79 PSAK 1 (revisi 2009),

29

Page 17: Manajemen Laba

bagian yang diidentifikasi terkait dengan operasi yang dihentikan disajikan

dalam laporan terpisah tersebut.

Entitas harus menyajikan kembali pengungkapan yang diatur untuk

periode sebelumnya yang disajikan dalam laporan keuangan sehingga

pengungkapan tersebut terkait dengan seluruh operasi yang telah dihentikan pada

akhir periode pelaporan untuk periode sajian yang paling akhir.

Penyesuaian-penyesuaian dalam periode berjalan atas jumlah yang

sebelumnya disajikan dalam operasi yang dihentikan, yang secara langsung

terkait dengan pelepasan operasi yang telah dihentikan pada periode sebelumnya,

harus diklasifikasikan secara terpisah dalam operasi dihentikan. Sifat dan jumlah

penyesuaian tersebut harus diungkapkan. Contoh keadaan dimana penyesuaian

tersebut dapat timbul termasuk sebagai berikut:

a. Keputusan penyelesaian ketidakpastian yang timbul dari persyaratan

transaksi pelepasan, seperti penyelesaian penyesuaian harga beli dan

masalah ganti rugi dengan pembeli.

b. Keputusan penyelesaian ketidakpastian yang timbul dari dan secara

langsung terkait dengan operasi dari komponen sebelum dilepaskan,

seperti kewajiban jaminan produk dan kewajiban terhadap lingkungan

yang ditanggung oleh penjual.

c. Penyelesaian kewajiban program imbalan kerja yang penyelesaiannya

terkait secara langsung dengan transaksi pelepasan tersebut.

30

Page 18: Manajemen Laba

II.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

McVay (2006) melakukan penelitian mengenai kemungkinan

manajemen laba menggunakan classification shifting menggunakan special

items. McVay meneliti apakah terdapat pengaruh antara pelaporan special items

terhadap core earnings. Penelitian tersebut memperoleh kesimpulan bahwa ada

peningkatan unexpected core earnings apabila perusahaan melaporkan special

items pada tahun tersebut. Tetapi terjadi penurunan unexpected core earnings

pada tahun t+1 apabila perusahaan tidak melaporkan special items pada tahun

t+1. McVay juga memperoleh kesimpulan lain bahwa unexpected core earnings

pada tahun t+1 akan meningkat apabila perusahaan tetap melaporkan special

items pada tahun t+1.

Barua, Lin dan Sbaraglia (2010) melakukan penelitian yang serupa

dengan McVay (2006) menggunakan metodologi yang sama dengan

menggunakan core earnings sebagai metodenya. Barua, Lin dan Sbaraglia (2010)

melakukan prediksi awal apakah manajer melakukan manajemen laba

menggunakan classification shifting melalui operasi yang dihentikan. Penelitian

tersebut memperoleh kesimpulan terjadi hubungan yang positif dan signifikan

antara pelaporan akun operasi yang dihentikan dengan unexpected core earnings.

Dan juga Barua, Lin dan Sbaraglia (2010) menemukan bahwa terjadi hubungan

positif dan signifikan terhadap perubahan unexpected change in core earnings

pada tahun t+1 terhadap pelaporan operasi yang dihentikan untuk tahun t+1.

Sehingga dapat disimpulkan manajer melakukan classification shifting pada

tahun t+1 apabila perusahan melaporkan operasi yang dihentikan pada tahun t+1.

31

Page 19: Manajemen Laba

Wulandari dan Kusuma (2011) melakukan penelitian yang serupa dengan

McVay (2006) pada negara-negara di ASEAN. Penelitian ini juga memberikan

hasil bahwa pelaporan special items akan meningkatkan unexpected core

earnings. Tetapi penelitian ini tidak memberikan hasil bahwa pelaporan special

items pada tahun t akan berdampak pada penurunan unexpected change in core

earnings pada tahun t+1 melainkan sebaliknya.

Penelitian mengenai manajemen laba di Indonesia ini cukup banyak akan

tetapi belum ada penelitian yang melakukan analisis mengenai classification

shifting dan pengaruhnya terhadap core earnings. Salah satu penelitian mengenai

manajemen laba dilakukan oleh Gumanti (2001) yang meneliti adanya

kemungkinan perusahaan di Indonesia melakukan manajemen laba pada saat

ingin melakukan initial public offering. Gumanti (2001) tidak menemukan bukti

yang cukup kuat bahwa ada indikasi manajer melakukan manajemen laba

sebelum perusahaan melakukan initial public offering.

II.3 Pengembangan Hipotesis

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan penelitian manajemen laba

melalui accrual management (Dechow et al. 1995; Payne and Robb 2000), real

activity management (Dechow dan Sloan 1991; Bushee 1998; Roychowdhury

2006) dan classification shifting (Ronen dan Sadan 1975; Barnea et al. 1976;

McVay 2006; Fan et al. 2010). Tetapi meningkatkan pendapatan masa kini

menggunakan 2 metode yang pertama dapat berpotensi untuk mengurangi

pendapatan dimasa yang akan datang. Menurut (Nelson et al. 2002) classification

shifting ini akan membuat suatu akun kurang diperhatikan oleh auditor dan

32

Page 20: Manajemen Laba

regulator, sebab classification shifting hanya memindahkan pendapatan, beban,

keuntungan dan kerugian pada item yang berada dalam income statement.

Penelitian ini menginvestigasi apakah adanya penggunaan operasi yang

dihentikan melalui classification shifting. Penelitian ini termotivasi dari

penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa manajer cenderung melakukan

manajemen laba ketika melaporkan item “dibawah” income statement. Operasi

yang dihentikan merupakan item yang muncul “dibawah” dari income statement

maka menimbulkan kemungkinan bahwa manajer akan lebih sering melakukan

penggunaan classification shifting melalui operasi yang dihentikan ini. Karena

ada kemungkinan pengklasifikasian beban operasi ke operasi yang dihentikan

maka disusunlah hipotesis sebagai berikut (Dinyatakan dalam hipotesis

alternatif):

H1: Manajer menggunakan classification shifting melalui operasi yang

dihentikan untuk meningkatkan core earnings

Untuk menyimpulkan hipotesis 1 ini maka perlu dilakukan pengujian

terhadap hipotesis 2a. Pelaporan operasi yang dihentikan diekspektasikan akan

mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap core earnings. Sebab

adanya indikasi bahwa manajer melaporkan operasi yang dihentikan dengan

tujuan untuk meningkatkan core earnings tahun sebelumnya atau untuk

menghindari core earnings yang negatif pada tahun t sehingga diajukan hipotesis

sebagai berikut (Dinyatakan dalam hipotesis alternatif):

H2a: Pelaporan operasi yang dihentikan berpengaruh terhadap unexpected core

earnings.

33

Page 21: Manajemen Laba

Untuk dapat menyimpulkan hipotesis 1 juga diperlukan melakukan

pengujian terhadap hipotesis 2b dibawah ini. Pelaporan operasi yang dihentikan

pada tahun t akan membuat core earnings pada tahun t meningkat akan tetapi

core earnings pada tahun t+1 akan diprediksi menurun sehingga nilai dari

unexpected change in core earnings juga diekspektasikan akan menurun. Akan

tetapi pelaporan operasi yang dihentikan pada tahun t+1 bertujuan untuk

menghindari core earnings yang lebih rendah dari core earnings tahun

sebelumnya sehingga pelaporan operasi yang dihentikan pada tahun t+1

diprediksi akan memiliki hubungan yang positif dengan unexpected change in

core earnings maka dari itu didapat hipotesis sebagai berikut (dinyatakan dalam

hipotesis alternatif):

H2b: Manajer menggunakan classification shifting melalui operasi yang

dihentikan pada tahun t+1 dengan tujuan mencapai atau melebihi core

earnings tahun sebelumnya.

34