manajemen laba

33

Click here to load reader

Upload: sofian-chen

Post on 26-Jul-2015

526 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Laba

MANAJEMEN LABA DAN CORPORATE SOCIAL RESPONBILITY (CSR)

A. PENDAHULUAN

Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara

manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal.

Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek

perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder

lainnya. Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi,

manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna

memaksimalkan nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui

pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

Standar akuntansi yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengijinkan

pihak manajemen untuk mengambil suatu kebijakan dalam mengaplikasikan metode

akuntansi guna menyampaikan informasi mengenai kinerja perusahaan kepada pihak ekstern.

Pemberian fleksibilitas bagi manajemen untuk memilih satu dari seperangkat kebijakan

akuntansi membuka peluang untuk perilaku oportunis dan kontrak efisien. Artinya, manajer

yang rasional, akan memilih kebijakan akuntansi yang sesuai dengan kepentingannya.

Dengan kata lain, manajer memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimalkan

expected utility-nya dan atau nilai pasar perusahaan. Perilaku oportunis dan kontrak efisien

ini, mendorong manajer untuk melakukan manajemen laba.

Scott (2006: 344) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: manajemen laba

merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari Standar Akuntansi Keuangan

yang ada dan secara alamiah dapat memaksimalkan utilitas mereka dan atau nilai pasar

perusahaan. Manajemen laba menurut Mulford dan Comiskey (2002), merupakan financial

numbers game (permainan angka–angka keuangan) yang dilakukan melalui creative

accounting practises akibat adanya kelonggaran flexibility principles yang dikeluarkan oleh

GAAP (General Accepted Accounting Principal).

Manajemen laba merupakan topik yang menarik, baik bagi peneliti akuntansi

maupun praktisi. Fenomena manajemen laba juga telah meramaikan dunia bisnis dan

pemberitaan pers. Beberapa bukti empiris dan sistematik telah menunjukkan adanya

fenomena manajemen laba ini, diantaranya Gu dan Lee (1999), De Angelo (1988),

Holthausen dan Sloan (1995), dan lain-lain. Secara khusus, Gu dan Lee (1999) telah

1

Page 2: Manajemen Laba

menunjukkan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada di setiap pelaporan keuangan

yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka memberikan suatu bukti bahwa manajemen laba

terjadi di setiap laporan keuangan kuartalan, dan tingkat manajemen laba terbesar ditemukan

pada kuartal ketiga. Ini menunjukkan bahwa praktik manajemen laba merupakan suatu

fenomena yang umum terjadi, tidak hanya pada peristiwa-peristiwa tertentu saja tetapi telah

sedemikian mengakar dalam kehidupan bisnis.

Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa penggunaan

discretionary accrual menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba

(Bernard dan Skinner, 1996). Kesalahan tersebut disebabkan oleh kesulitan

pengklasifikasian akrual total kedalam bentuk discretionary accrual dan non-discretionary

accrual, sehingga penggunaan model akrual menjadi kurang tepat dan mengalami kesulitan

(Aljifri, 2007). Dechow (1995) menguji lima model akrual dan menemukan bukti bahwa

tidak ada di antara kelima model tersebut yang benar-benar tepat untuk mendeteksi

manajemen laba. Kesalahan memprediksikan dilakukan atau tidaknya manajemen laba,

menyebabkan kesalahan dalam menilai kualitas laba perusahaan sehingga menyebabkan bias

dalam penilaian kinerja perusahaan. Penelitian Algharaballi dkk. (2008) juga menguji

kekhususan dan kekuatan empat model untuk mendeteksi manajemen laba. Hasilnya adalah

model Jones merupakan model yang mempunyai kekuatan tertinggi dalam mendeteksi

kenaikan laba yang disebabkan manipulasi akrual.

Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan mencari

faktor alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Penelitian baru-

baru ini menginvestigasi perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax

differences) sebagai indikator manajemen laba (Mills dan Newberry, 2001; Phillips dkk.,

2003; Ratmono, 2004; Yuliati, 2004). Penelitian-penelitian tersebut didasari oleh literatur

akuntansi keuangan yang menegaskan bahwa book-tax differences dapat memberikan

informasi tentang laba berjalan (current earnings). Logika yang mendasarinya adalah

sedikitnya kebebasan yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal, menyebabkan book-

tax differences memberikan informasi tentang management discretion dan proses akrual.

Mills dan Newberry (2001) dan Phillips dkk. (2003) berpendapat bahwa para manajer

mempunyai banyak kebebasan dalam pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak, dan

dapat memanfaatkan kebebasannya tersebut untuk menaikkan laba akuntansi dengan suatu

cara tertentu tanpa menaikkan laba fiskal. Yuliati (2004) menemukan bahwa kedua pengukur

manajemen laba (akrual dan beban pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang positif dan

2

Page 3: Manajemen Laba

signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari

kerugian.

Fenomena manajemen laba merupakan topik yang telah lama muncul baik dalam

dunia akademik maupun bisnis. Penelitian De Angelo (1988), Holthausen dan Sloan (1995)

menunjukkan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada dalam setiap pelaporan

keuangan yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka memberikan bukti empiris bahwa

manajemen laba ada dalam setiap laporan keuangan kuartalan dan tingkat manajemen laba

yang terbesar ditemukan pada kuartal ketiga.

Teori Akuntansi Positif

Teori akuntansi positif (TAP) secara jelas dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman

(1986). Teori ini berupaya untuk menjelaskan mengapa kebijakan akuntansi menjadi suatu

masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan,

dan untuk memprediksi kebijakan akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam

kondisi tertentu. Teori ini didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu

‘nexus of contracts’. Artinya, perusahaan merupakan suatu muara bagi berbagai kontrak

yang datang padanya. Misalnya, kontrak dengan karyawan (termasuk manajer), pemasok,

dan dengan pemberi modal. Sebagai suatu kumpulan dari berbagai kontrak, secara rasional

perusahaan ingin meminimalkan contracting cost yang berkaitan dengan kontrak-kontrak

yang masuk padanya, seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan

kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan

variabel-variabel akuntansi, dan teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan

akan memanfaatkan kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost. Kondisi ini

diperkuat dengan pemberian fleksibilitas oleh badan penetap standar kepada manajemen

guna memilih dari seperangkat kebijakan akuntansi yang diperkenankan.

Teori akuntansi positif menggunakan teori keagenan untuk menjelaskan dan

memprediksi pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer. Teori akuntansi positif yang

diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman (1986) telah memprediksi tiga hipotesis yang

mendorong perusahaan untuk melakukan manajemen laba, yaitu:

a) The bonus plan hypothesis

Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait dengan angka-angka

akuntansi cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported

earnings dari future period ke current period (menaikkan laba yang dilaporkan

sekarang), ceteris paribus.

3

Page 4: Manajemen Laba

b) The debt covenant hypothesis

Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant (perjanjian kontrak

hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang menggeser reported

earnings dari future periods ke current period (menaikkan laba yang dilaporkan

sekarang), ceteris paribus.

c) The political cost hypothesis

Semakin besar political cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka manajer cenderung

untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan reported earnings dari current

ke future period (menurunkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

Motivasi Manajemen Laba

Scott (2006: 344) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.

Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunis manajer untuk memaksimalkan

utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs

(oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari

perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen

laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan

dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak

yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar

saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba

(income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper

(1989) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan

tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa

keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses

tersebut).

Aktivitas laba dapat terjadi karena tiga faktor yaitu dengan cara: pemanfaatan

transaksi akrual, perubahan metoda akuntansi, dan penerapan suatu kebijakan. Scott

(2006: 346-355) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba adalah

sebagai berikut:

1. Motivasi Program Bonus

Healy (1985) menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan manajemen

laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba bersih

perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan manajemen yang secara

4

Page 5: Manajemen Laba

oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka berdasarkan

program kompensasi perusahaan. Healy (1985) berusaha untuk membuktikan dan

memprediksi metoda akuntansi yang akan dipilih manajer. Penelitian ini merupakan

perluasan dari bonus plan hypothesis. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih

perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan

pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath)

yang bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada

satu tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang

dilakukan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan

menjadi lebih rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan

mendapatkan bonus yang lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya

manajer akan melakukan manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara

bogey dan cap. Penelitian yang telah dilakukan oleh Cheng dan Warfield (2005)

menguji hubungan antara manajemen laba dengan insentif ekuitas. Hasilnya adalah

insentif ekuitas berkorelasi positif dengan manajemen laba. Artinya, semakin tinggi

insentif ekuitas yang diberikan kepada manajer, semakin tinggi kejadian manajemen

laba yang dilakukan oleh manajer. Ini terkait hubungan antara kompensasi yang

berdasarkan saham dan elemen insentif ekuitas lain dengan insentif manajer untuk

meningkatkan harga saham jangka pendek. Hasil penelitian Beneish dan Vargus

(2002) menunjukkan bahwa periode di mana akrual sangat tinggi berhubungan

dengan penjualan saham oleh insiders. Di waktu yang sama laba dan return saham

yang rendah mengikuti periode di mana terdapat akrual tinggi yang disertai penjualan

oleh insiders. Bergstresser dan Philippon (2006) menguji hubungan antara

manajemen laba dan CEO insentif dengan menggunakan pendekatan discretionary

accruals model Jones.

2. Motivasi Politik (Political Motivations)

Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik atau perusahaan

yang bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah

untuk diawasi. Perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada

perioda kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik

akuntansi yang meminimalkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan

mendorong pemerintah untuk meningkatkan peraturan untuk menurunkan

profitabilitas mereka. Contoh hasil penelitian yang lain pada industri perbankan,

yaitu tingkat manajemen laba dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah

5

Page 6: Manajemen Laba

regulasi perbankan tentang tingkat kesehatan, regulasi perbankan tentang kehati-

hatian serta adanya asimetri informasi yang merupakan peluang untuk dapat

melakukannya (Rahmawati 2006).

3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata.

Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi

pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum

perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba.

Penelitian Maydew (1997) membuktikan bahwa penghematan pajak menjadi insentif

bagi manajer (khususnya manajer yang mengalami net operating loss pada tahun

1986-1991) untuk mempercepat pengakuan biaya dan menunda pengakuan

pendapatan. Di USA, perusahaan yang mengalami net operating loss diijinkan untuk

mengkompensasi rugi operasi tersebut dengan laba tiga tahun sebelumnya (atau

dengan laba 15 tahun yang akan datang). Dampak dari kompensasi rugi terhadap laba

adalah restitusi pajak. Perubahan tingkat pajak pada tahun 1987 di Amerika akibat

TRA (tax reform act) adalah akibat memaksimalkan restitusi pajak yang didapatkan

dari perusahaan mengalami kerugian pada tahun 1986-1991, karena restitusi tersebut

didasarkan atas tarif pajak yang berlaku pada tahun pajak ditarik. Guenther (1994)

menginvestigasi pengaruh publikasi TRA terhadap perusahaan di Amerika. Berbeda

dengan Maydew, Guenther memilih mengevaluasi perusahaan yang tidak mengalami

net operating loss. Penelitian Guenther berhasil membuktikan bahwa tingkat akrual

perusahaan besar relatif lebih rendah dibanding tingkat akrual perusahaan kecil.

Aktivitas manajemen laba dengan motivasi pajak dapat terdeteksi dengan book-tax

differences, yaitu dilakukan dengan cara menaikkan kewajiban pajak tangguhan

bersih (yaitu kewajiban pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih),

dan mengakibatkan naiknya beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Pendapat

ini konsisten dengan Phillips et al. (2003) yang membuktikan bahwa beban pajak

tangguhan, yang merupakan wakil empirik untuk book-tax differences, menghasilkan

total akrual dan ukuran abnormal akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk

menghindari laba menurun. Selanjutnya Phillips et al. (2004), Rahmawati dan

Solikhah (2008), serta Subekti dkk. (2008) menggunakan komponen-komponen

perubahan dalam aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk

mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun.

4. Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)

6

Page 7: Manajemen Laba

Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis program

bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati pengunduran diri CEO maka

tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus

mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba

untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda

pemberhentian mereka. Motivasi melakukan manajemen laba juga dapat dilakukan

oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui

penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer

perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka.

Nampaknya informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan dalam prospektus

bermanfaat sebagai sumber informasi. Terdapat kemungkinan bahwa manajer

perusahaan go public akan mengelola prospektusnya dengan harapan dapat

menaikkan harga saham.

6. Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)

Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak

utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan melindungi peminjam terhadap

tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi

terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya

pelanggaran terhadap covenant.

Corporate Sosial Responsibility (CSR)

Motivasi manajemen laba di atas mengindikasikan secara eksplisit praktik

manajemen laba yang disengaja oleh manajer, yang pada akhirnya membawa konsekuensi

negatif terhadap shareholders, karyawan, komunitas dimana perusahaan beroperasi,

masyarakat, karier dan reputasi manajer yang bersangkutan (Zahra, Priem dan Rasheed,

2005). Salah satu konsekuensi paling fatal akibat tindakan manajemen yang memanipulasi

laba adalah perusahaan akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya. Stakeholder

akan memberikan respon negatif berupa tekanan dari investor, sanksi dari regulator,

ditinggalkan rekan kerja, boikot dari para aktivis, dan pemberitaan negatif media massa

(Prior et al., 2008). Tindakan tersebut wujud ketidakpuasan stakeholders terhadap kinerja

7

Page 8: Manajemen Laba

perusahaan yang dimanipulasi, dan pada akhirnya berimbas merusak reputasi perusahaan di

pasar modal (Fombrun, Gardberg, dan Barnett, 2000).

Oleh karena itu, manajer menggunakan suatu strategi pertahanan diri (entrenchment

strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder-nya ketika ia melaporkan kinerja

perusahaan yang kurang memuaskan. Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai

upaya untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer

secara pribadi. Salah satu cara yang digunakan manajer sebagai strategi pertahan diri adalah

mengeluarkan kebijakan perusahan tentang penerapan Corporate Social Responsibility

(CSR). CSR berkaitan dengan persoalan etika dan moral mengenai pembuat keputusan

kebijakan dan perilaku, seperti menempatkan persoalan komplek terhadap penjagaan

pelestarian lingkungan, manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan kerja,

hubungan dengan komunitas lokal, dan menjalin hubungan harmonis dengan pemasok dan

pelanggan (Castelo dan Lima, 2006). Pengungkapan informasi mengenai perilaku dan hasil

berkenaan dengan tanggung jawab sosial sangat membantu membangun sebuah citra (image)

positif diantara para stakeholders (Orlitzky, Schmidt dan Rynes, 2003). Citra positif ini

dapat membantu perusahaan untuk mendirikan ikatan komunitas dan membangun reputasi

perusahaan di pasar modal karena dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam

menegosiasikan kontrak yang menarik dengan suplier dan pemerintah, menetapkan premium

prices terhadap barang dan jasa, dan mengurangi biaya modal (Fombrun et al., 2000).

Castelo dan Lima (2006) menjelaskan bahwa melalui praktik CSR, perusahaan dapat

menghasilkan lebih banyak perlakuan yang lebih menguntungkan berkenaan dengan

regulasi, serta mendapatkan dukungan dari kelompok aktivis sosial, legitimasi dari

komunitas industri, dan pemberitaan positif dari media, yang pada akhirnya reputasi

perusahaan tetap terjaga dengan baik.

Pengungkapan sosial perusahaan didefinisikan sebagai penyediaan informasi

keuangan dan non-keuangan yang berhubungan dengan interaksi organisasi dengan

lingkungan fisik dan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan atau laporan

sosial terpisah (Hackston dan Milne 1996). Pengungkapan sosial perusahaan meliputi rincian

dari lingkungan fisik, energi, sumber daya manusia, produk dan hal-hal yang terkait dengan

kemasyarakatan.

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan

corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai

komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan,

melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka,

8

Page 9: Manajemen Laba

komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan

dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis maupun untuk pembangunan. Konsep

CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga masyarakat, serta

komunitas lokal yang bersifat statis. Kemitraan ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama

secara sosial antara stakeholders.

Sementara Belkaoui (2006) menjelaskan bahwa disiplin akuntansi merespon

perkembangan pertanggungjawaban sosial perusahaan dengan melahirkan wacana baru

tentang social responsibility accounting (SRA), total impact accounting (TIA), dan sosio

economic accounting (SEA).

Gray et al., (1995) dalam Yuliana dan Purnomosidhi (2008) mengemukakan

beberapa teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial

yaitu:

1). Decision Usefulness Studies

Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor ke

dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu pelaporan akuntansi

dapat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna

laporan tersebut.

2). Economic Theory Studies

Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara

pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola

perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya

yang dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan

3). Sosial and Political Studies

Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka

institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama,

yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.

Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori

tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

komunitas.

Gray dkk. (2001) menyatakan pengungkapan sosial dan lingkungan dapat secara

khusus terdiri dari informasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, aspirasi, dan

9

Page 10: Manajemen Laba

image publik yang berkaitan dengan lingkungan, penggunaan karyawan, isu konsumen,

energi, kesamaan peluang, perdagangan yang adil, tata kelola perusahaan dan sejenisnya.

Pengungkapan sosial dan lingkungan juga dapat terjadi melalui berbagai media seperti

laporan tahunan, iklan, kelompok terarah, dewan karyawan, buklet, pendidikan sekolah, dan

sebagainya.

Peluang manajemen laba: asimetri Informasi

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses

informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Teori

keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer (agen) dengan

pemilik (prinsipal). Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok

(agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya,

maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang

terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan

insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi

aktivitas agen yang menyimpang.

Batasan manajemen laba: kualitas auditor

Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu self interest

maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan anatara

prinsipal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan

lebih cenderung merespon pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang

tinggi ( Li Dang et al., 2004).

Kualitas audit menurut De Angelo (1988) didefinisi sebagai probabilitas error dan

irregularities yang dapat dideteksi dan dilaporkan. Probabilitas pendeteksian dipengaruhi

oleh isu yang merujuk pada audit yang dilakukan oleh auditor untuk menghasilkan

pendapatnya. Isu-isu yang berhubungan dengan isu audit adalah kompetensi auditor,

persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan audit dan persyaratan pelaporan. DeAngelo

(1988) berargumentasi bahwa ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor.

Economies of scale KAP (kantor akuntan publik) yang besar akan memberikan insentif yang

kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP

tersebut. Kantor akuntan publik diklasifikasi menjadi dua yaitu kantor akuntan publik yang

berafiliasi dengan KAP Big Five, dan kantor akuntan publik lainnya. Auditor beroperasi

dalam lingkungan yang berubah, ketika biaya keagenan tinggi, manajemen mungkin

berkeinginan pada kualitas audit yang lebih tinggi untuk menambah kredibilitas laporan, hal

ini bertujuan untuk mengurangi biaya pemonitoran. Proksi pengukuran kualitas audit dalam

10

Page 11: Manajemen Laba

penelitian-penelitian terdahulu ada tiga, yaitu ukuran KAP, reputasi KAP, dan auditor

spesialisasi industri, tetapi proksi yang sesuai dengan kondisi pasar modal di Indonesia

adalah spesialisasi industri.

Bentuk strategi manajemen laba

Strategi untuk membuat manajemen laba antara lain:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi

akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tidak tertagih (Rahmawati 2006, 2007),

estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, dan

estimasi biaya garansi.

b. Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh:

merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode

depresiasi garis lurus. Strategi manajemen laba dengan pemilihan metoda akuntansi

dan pengaturan waktu transaksi mempengaruhi manajemen laba dengan proksi akrual

kelolaan (Rahmawati dkk., 2009). Semakin besar manajemen laba dengan

menggunakan strategi pemilihan metoda dan pengaturan waktu transaksi semakin

besar pula manajemen laba (yang diproksikan dengan akrual kelolaan).

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional

(Fischer dan Rosenzweig, 1995; Bruns dan Merchant, 1990). Contoh rekayasa periode

biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk

penelitian sampai periode akuntansi berikutnya (Daley dan Vigeland, 1993),

mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,

kerja sama dengan vendor untuk mempercepat atau menunda pengiriman tagihan

sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk

ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur

saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai (Bartov, 1993; Black, Dellers, dan

Manly, 1998). Perusahaan yang mencatat persediaan menggunakan asumsi LIFO, juga

dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan (Frankel dan

Trezervant, 1994).

11

Page 12: Manajemen Laba

Ada tiga bentuk manajemen laba menurut Ayres (1994) yaitu:

1. Manajemen akrual

Manajemen akrual biasanya dikaitkan dengan segala aktivitas yang dapat mempengaruhi

aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para

manajer. Contoh manajemen akrual antara lain adalah dengan mempercepat atau

menunda pengakuan akan pendapatan (revenue), menganggap sebagai ongkos (beban

biaya) atau menganggap sebagai suatu tambahan investasi atas suatu biaya, dan perkiraan

– perkiraan akuntansi lainnya, seperti: beban piutang ragu–ragu, dan perubahan–

perubahan metode akuntansi.

2. Penerapan kebijaksanaan akuntansi yang wajib

Terkait dengan penerapan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib dilakukan oleh

perusahaan, manajemen perusahaan memiliki dua pilihan, yaitu: apakah menerapkan

lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya

kebijaksanaan tersebut. Biasanya, untuk suatu kebijaksanaan akuntansi baru yang wajib,

badan akuntansi yang ada memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk dapat

menerapkannya lebih awal dari waktu berlakunya. Para manajer tentu saja akan memilih

untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang baru bila dengan penerapan

tersebut akan dapat mempengaruhi baik aliran kas maupun keuntungan perusahaan.

3. Perubahan metoda akuntansi secara suka rela

Dalam kaitannya dengan faktor yang ketiga, yaitu perubahan metode akuntansi secara

suka rela, biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau merubah suatu

metode akuntasi tertentu diantara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia

dan diakui oleh badan akuntansi yang ada.

Classification Shifting (pergeseran klasifikasi)

Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen

akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shifting adalah kesalahan

klasifikasi items di dalam laporan laba rugi. Classification shifting dapat juga diartikan

menggeser atau merubah biaya inti/core expenses (harga pokok penjualan, dan biaya

penjualan, serta biaya umum dan administrasi) ke special items. Pergerakan vertikal dari

biaya tidak akan mengubah bottom line earnings, tetapi core earnings akan overstatement.

Para manajer dalam memaksimumkan pelaporan kinerja akan menurunkan biaya atau

akan menaikkan pendapatan dalam laporan laba rugi untuk menyajikan suatu gambaran yang

tidak sesuai dengan kenyataan ekonomi. Classification shifting berbeda dengan manajemen

12

Page 13: Manajemen Laba

akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil dalam beberapa hal. Pertama classification

shifting tidak mengubah laba akuntansi, dan yang kedua adalah classification shifting

memudahkan analisis dengan mengelompokkan item-item yang mempunyai karakteristik

serupa. Selain terdapat perbedaan antara manajemen akrual dan manipulasi aktivitas

ekonomi riil dengan classification shifting, terdapat pula persamaan di antara ketiga metode

manajemen laba tersebut, yaitu: sama–sama mempunyai harapan yang tinggi terhadap

kinerja masa depan.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Mc Vay (2006), Pratama dan Rahmawati

(2007), serta Rahmawati dkk. (2010), membuktikan bahwa para manajer yang menjalankan

penggeseran/perubahan biaya dari biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta

biaya umum dan administrasi) ke pos khusus. Strategi pergeseran klasifikasi berbeda dengan

manipulasi aktivitas riil karena manipulasi aktivitas riil berdampak terhadap arus kas dan

perusahaan dapat terdeteksi melakukan strategi tersebut dari arus kas. Jadi manajer memiliki

insentif melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus kas kegiatan operasi yang akan

mempengaruhi kinerja saham.

Gerakan vertikal biaya ini tidak mengubah garis dasar laba, tetapi terlalu menaikkan

laba inti. Sebagai tambahan, nampaknya para manajer menggunakan alat manajemen laba ini

untuk melakukan peramalan analisis laba benchmark, pos khusus cenderung tidak termasuk

ke dalam pro forma dan definisi laba analisis. Untuk metode classification shifting, dititik

beratkan pada alokasi biaya antara biaya inti (harga pokok penjualan, biaya penjualan, serta

biaya umum dan administrasi) dan special items.

Penelitian mengenai classification shifting (pengujian atas core earnings dan special

items) masih jarang karena kebanyakan dari mereka meneliti alat manajemen laba yang

sudah sering diangkat dalam penelitian-penelitian dan umumnya banyak digunakan oleh para

manajer, yaitu: manajemen akrual dan manipulasi aktivitas ekonomi riil. Sebenarnya

classification shifting (pengujian atas core earnings dan special items) tidak kalah bagus

dengan alat manajemen laba yang lain, bahkan clssification shifting mempunyai beberapa

kelebihan, tetapi masih jarang penelitian yang mengangkat tema classification shifting

sebagai objek penelitiannya.

Manipulasi Aktivitas Riil

Manajemen laba melalui aktivitas riil dapat dideteksi melalui arus kas operasi, biaya

diskresioner, dan biaya produksi. Penelitian mengenai manajemen laba melalui aktivitas riil

13

Page 14: Manajemen Laba

hanya mengkonsentrasikan pada aktivitas investasi seperti pengurangan pengeluaran riset

dan pengembangan (Roychowdury, 2006).

Roychowdury (2006) memberikan bukti bahwa manajer melakukan manipulasi

melalui aktivitas riil dengan memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan,

mengurangi kos barang yang terjual melalui peningkatan persediaan, dan mengurangi biaya

diskresioner untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Beberapa penelitian mengenai

manajemen laba telah dilakukan dengan memfokuskan pada investasi dan pengeluaran riset

dan pengembangan. Dechow dan Sloan (1996) menemukan bahwa manajer mengurangi

biaya riset dan pengembangan pada akhir masa jabatan untuk meningkatkan laba jangka

pendek. Bushee (1998) menemukan bukti yang konsisten dengan mengurangi biaya riset dan

pengembangan untuk meningkatkan laba. Burgstahler dan Dichev (1997) menemukan buki

bahwa analis peramalan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.

Graham et al. (2005) mengatakan bahwa eksekutif keuangan menunjukkan kesediaan

untuk memanipulasi laba melalui aktivitas riil dibanding akrual. Terdapat dua alasan untuk

melakukan manipulasi laba melalui aktivitas riil yaitu: (1) manipulasi akrual mungkin

menarik perhatian auditor atau regulator untuk memeriksa lebih dalam dibanding keputusan

nyata tentang harga dan produksi, (2) manipulasi berdasarkan akrual memberikan suatu

risiko.

Roychowdury (2006) mengatakan bahwa manajemen laba melalui manipulasi

aktivitas riil adalah berpindahnya pengelolaan laba dari praktik operasi normal ke praktik

operasi tidak normal, yang dimotivasi oleh keinginan manajer untuk menipu beberapa

stakeholders agar percaya terhadap laporan keuangan yang dibuat atas dasar operasi normal.

Perpindahan dari praktik operasi normal ke tidak normal tidak memberikan kontribusi

terhadap nilai perusahaan walaupun manajer mencapai sasaran pelaporan. Manajer yang

terlibat manajemen laba mementingkan keuntungan pribadi untuk mencapai sasaran

pelaporan karena mereka bertindak sebagai agen. Contohnya, manajemen laba dilakukan

untuk menghindari kerugian, dan menghindari pelanggaran perjanjian utang, untuk

menghindari intervensi pemerintah, serta untuk meningkatkan bonus.

Di Indonesia, penelitian tentang manipulasi aktivitas riil telah dilakukan oleh

Andayani (2008). Hasilnya adalah perusahaan manufaktur melakukan overproduksi,

memberi diskon, dan kelonggaran kredit sebagai indikasi adanya manajemen laba, yang

menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi.

14

Page 15: Manajemen Laba

SIMPULAN

Informasi laba membantu pemilik/pihak lain dalam mengestimasikan kekuatan laba

untuk menaksir resiko dalam investasi dan kredit. Pentingnya informasi laba tersebut harus

disadari oleh pihak manajemen sebagai pihak penyusun laporan keuangan serta sebagai

pihak yang diukur kinerjanya. Informasi laba sebagaimana dinyatakan dalam Statement of

Financial Accounting Concepts (SFAC) Nomor 2 merupakan unsur utama dalam laporan

keuangan dan sangat penting bagi pihak–pihak yang menggunakannya karena memiliki nilai

prediktif.

Manajemen laba dapat diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan melalui

creative accounting practices yaitu pemilihan metoda akuntansi, klasifikasi sistem akuntansi

dan pengaturan waktu transaksi (Ali dan Kumar 1994, Rahmawati dkk. 2010). Pengaturan

waktu transaksi dan klasifikasi sistem akuntansi berpengaruh terhadap manajemen laba

dalam penyusunan laporan keuangan (Moses 1994). Praktik manajemen laba dapat juga

dilakukan melalui pemilihan metoda akuntansi persediaan, depresiasi aktiva tetap,

kapitalisasi pensiun, inflasi, dan amortisasi.

Motivasi manajer melakukan manajemen laba adalah: program bonus, pelanggaran

utang, pergantian manajer puncak, perpajakan, kos politik, dan perusahaan yang melakukan

penawaran saham perdana. Asimetri informasi merupakan peluang manajer agar dapat

melakukan manajemen laba. Kualitas auditor dengan proksi auditor spesialisasi industri

merupakan batasan manajemen laba. Beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih

antara aktiva pajak tangguhan dan utang pajak tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi

manajemen laba.

Classification shifting merupakan alat manajemen laba yang lain diluar manajemen

akrual dan manipulai aktivitas ekonomi riil. Classification shifting adalah kesalahan

klasifikasi item-item di dalam laporan laba rugi.

Manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen

melalui aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi berjalan. Oleh karena itu,

manipulasi ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang periode akuntansi berjalan. Hal waktu

inilah yang menjadi bagian penting perusahaan dalam hal ini manajer memiliki insentif

melakukan manipulasi aktivitas riil (Roychowdury, 2003).

Penelitian tentang manajemen laba memperjelas penggunaan teori akuntansi positif

dan teori keagenan. Teori akuntansi positif bukan teori tunggal yang dapat menjelaskan

kebijakan manajemen terhadap manajemen laba jadi dalam menjelaskan fenomena bisa saja

15

Page 16: Manajemen Laba

berlawanan dengan teori akuntansi positif. Penelitian tentang manajemen laba pada tahun-

tahun terakhir banyak dihubungkan dengan corporate social responbility (sebagai contoh,

penelitiannya Lin dkk., (2008), perlindungan investor (Cahan, 2008, Sari, 2008, dan Nabar,

2007), dan corporate governance (Kamardin, 2009).

Bagi para investor, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan investasi dengan menggunakan informasi akrual sebagai komponen dari

earnings. Kreditor, analis keuangan, dan auditor disarankan untuk berhati-hati dalam

memahami laba yang dilaporkan oleh manajemen dalam laporan keuangan. Mengingat laba

yang dilaporkan tersebut dapat dinaikkan, diratakan, atau diturunkan dengan memanfaatkan

fleksibilitas dari standar akuntansi keuangan dan regulasi.

Para pembuat standar akan tertarik pada akrual khusus yang digunakan untuk

mengelola laba, besaran dan frekuensi dari tindakan manajemen laba. Bagi regulator, sebagai

contoh Bank Indonesia dapat mendeteksi industri perbankan yang melakukan manajemen

laba, misalnya dengan memperhatikan karakteristik perbankan yang mempunyai akrual besar

sehingga mempunyai perbedaan yang besar antara laba dan arus kas operasinya dan

perbankan dengan struktur governance yang lemah. Bank Indonesia juga perlu hati-hati

dalam menyusun regulasi perbankan karena terbukti regulasi perbankan berhubungan

dengan manajemen laba.

Bagi BAPEPAM, hasil penelitian manajemen laba dapat digunakan sebagai bahan

membuat peraturan yang berkaitan dengan pengungkapan penuh agar meningkatkan

transparansi dalam pelaporan keuangan. IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) agar mengupayakan

pembatasan pemilihan metoda akuntansi bagi manajemen dengan harapan meminimalkan

terjadinya manajemen laba yang dapat merugikan berbagai pihak. Disamping itu IAI juga

mengeluarkan cara atau teknik pendeteksian manajemen laba yang sulit untuk diteliti secara

langsung dalam laporan keuangan.

16

Page 17: Manajemen Laba

DAFTAR PUSTAKA

Ali A. dan K. R. Kumar. 1994. The magnitudes of financial statement effects and accounting choices: the case of the adoption of SFAS No. 87. Journal of Accounting and Economics: 89-114.

Algharaballi. E. dan S. Albuloushi. 2008. Evaluating the specification and power of discreationary accruals models in Kuwait. Journal of derivation and hedge funds 14: 251-264.

Andayani, Wuryan. 2008. Pengaruh good corporate governance terhadap manajemen laba melalui aktivitas riil. Prosiding seminar ketahanan ekonomi nasional UPN Veteran Yogyakarta: 24-25 Oktober.

Aljifri, Khaled. 2007. Measurement and motivations of earnings management: A critical perspective. Journal of Accounting-Business and management 14: 75-95.

Ayres, F. Lucas. 1994. Perception of Earnings Quality: What Managers Need to Know. Management Accounting. p.27–29.

Bartov, Eli. 1993. The Time of Assets Sales and Earnings Manipulation. The Accounting Review Vol. 68 No. 4 (October), p. 840-855.

Bernard, V.L., dan Skinner, D.J. 1996. What Motivates Manager’s Choice of Discreti-onary Accrual?. Journal of Accounting and Economic 22: 313-325.

Bushee, B. 1998. The influence of institutional investors on myopic R&D investment behavior. The Accounting Review 73 (3): 305–333.

Beneish, M., dan M. Vargus. 2002. Insider Trading, Earnings Quality, and Accrual Mispricing. The Accounting Review 77(4): 755-791.

Bergstresser, D., dan Philippon, T. 2006. CEO Incentives and Earnings Management. Available on-line at http://pages.stern.nyu.edu/~tphilipp/papers/dbtp.pdf.

Bruns and Merchant. 1990. The Ethics of Managing Earnings: An Empirical Investigation. Journal of Accounting and Public Policy. p. 79–94.

Black, L. Ervin, Keith, F. Dellers, and Tracy, S. Manly. 1998. Earnings Management Using Asset Sales An International Study of Countries Allowing noncurrent asset revaluation. Journal of Business Finance and Accounting 25 Nov–Dec: 1287– 1317.

Cahan. S. F, G. Liu, dan J. Sun. 2008. Investor protection, income smoothing, and earnings informativeness. Journal of International Accounting Research, 7 (1): 1-24.

Cheng, Q., and Warfield, D. T. 2005. Equity Incentives and Earnings Management. The Accounting Review, 80 (April): 441-476.

17

Page 18: Manajemen Laba

Dechow, P. M R.G. Sloan, and A.P. Sweeney. 1995. Detecting Earnings Management. The Accounting Review, April Vol. 70 No. 2.

_______,. 1996. Causes and Consequences of Earnings Manipulation: An Analysis of Firms Subject to Enforcement Actions by SEC. Contemporary Accounting Research Vol.13 No.1, hlm. 1-36.

Daley, Lane, and Philip Vigeland. 1993. The Effects of Debts Covenants and Political Costs on The Choice of Accounting Method: The Case of Accounting for R&D Costs. Journal of Accounting and Economics. p. 195–211.

De Angelo, L. E. 1986. Accounting number as market valuation substitutes: a study of management buyout of public stockholders. The Accounting Review 41: 400-420.

-------------------. 1988. Managerial competition, information costs, and corporate govenance: the use of accounting performance measures in proxy contests. Journal of Accounting and Economics 10: 3-40.

Fischer, Marily, and Kenneth Rosenzweig. 1995. Attitude of Students and Accounting Practitioners Concerning the Ethical Acceptability of Earnings Management. Journal of Business Ethics. Vol. 14. p. 433–444.

Graham, J.R. C.R Harvey dan S. Rajgopal. The economic Implications of corporate financial reporting. Journal of Accounting and economics. Vol. 40: 3-73.

Guenther, David A. 1994. Earnings Management in Response to Corporate Tax Rate Changes: Evidence from the 1986 Tax Reform Act. Accounting Review, 230-243.

Gu, Z. dan C. Jevons Lee. 1999. How widespread is earnings management? the intra-year timing evidence. Working Paper, Carnegie Mellon University.

Healy, P. 1985. The Effect of of Bonus Schemes on Accounting Decisions. Journal of Accounting and Economics, 7:85–107.

Holthausen, R., D. Larcker, dan R. Sloan. 1995. Annual bonus schemes and the manipulation of earnings. Journal of Accounting and Economics, Maret: 73-109.

Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. Theory of the firm: managerial behavior, agency cost and ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-360.

Kamardin, Hasnah. 2009. Corporate governance and board performance: Evidence from Malaysia. Fifth International GABER Conference Proceedings, December, Kuala Lumpur, Malaysia.

Lin C.H., C.H. Shen dan F.C. Kang. 2008. Corporate social responbility, investor protection, and earnings management: some international evidence. Journal of Business Ethics. 79: 179-198.

Dang, Kevin F Brown, B D McCullough. 2004.” Assessing Audit Quality: A Value 18

Page 19: Manajemen Laba

Relevance Respective “. www.google.com.

Mulford, Charles and Eugene Comiskey. 2002. The Financial Numbers Game Detecting Creative Accounting Theory. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Moses D. 1994. Income Smoothing and incentives: empirical test using accounting changes. The accounting review Vol. LXII. No. 2 (April): 358-377.

Maydew, Edward L.1997. Tax-Induced Earnings Management by Firms with Net Operating Losses. Journal of Accounting Research, Spring: 83-96.

Mills. L dan K. Newberry. 2001. The Influence of Tax and Nontax Costs on Book-tax Repor- ting Differences. The Journal of the American Taxation Association, 23(1):1-19.

Mc Vay. 2006. Earning Management Using Classification Shifting: An Examination of Core Earnings and Special Items. The Accounting Review. Vol. 81 No. 3. pp. 501–531.

Nabar. S., K.K. Boolert, dan U. Thai. 2007. Earnings management, investor protection, and national culture. Journal of International Accounting Research. 6 (2): 35-54.

Pratama, Fajar Visnu, dan Rahmawati. 2007. The Influence Of Special Items To Core Earnings In Management Earnings At Manufacturing Business Which Enlist In Jakarta Stock Exchange, The Journal Accounting, Management, And Economics Research Juli Vol.7 No.2.

Phillips, John., Morton Pincus dan Sonja Olhoft Rego. 2003. Earnings Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expense. The Accounting Review. Vol 78: 491-521.

_______, _______, _________, dan H. Wan.2004. Decomposing Changes in Deferred Tax Asset dan Liabilities to Isolate Earnings Management Activities. The Journal of the American Taxation Association 26 (Supplement): 43-66.

Roychowdury S. 2003. Management of earnings through the manipulation of real activities that affect cash flow from operation. Paper Work. Sloan School of Management MIT.

------------------. 2004. Management of earnings through the manipulation of real activities that affect cash flow from operations. Dissertation. University of Rochester.

Ratmono, D. 2004. Persistensi Relatif Earnings, Anomali Pasar Berbasis Earnings, dan Earnings Management. Simposium Nasional Akuntansi VII (Bali).

Rahmawati. 2006. Pengaruh asimetri informasi pada hubungan antara regulasi perbankan dan manajemen laba serta dampaknya terhadap kinerja saham (Studi empiris pada Industri Perbankan di Indonesia). Disertasi UGM. Jurnal Akuntansi dan Bisnis.

--------------. 2007. Model Pendeteksian Manajemen Laba Pada Industri Perbankan Publik Di Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perbankan, JAM YKPN April.

19

Page 20: Manajemen Laba

-------------. 2008. Motivasi, Peluang, dan Batasan Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Industri Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta), Jurnal ekonomi dan bisnis (JEBI), Desember.

Rahmawati dan Mutiara Solikhah. 2008. The Ability Of Deffered Tax Expense In Detecting Earnings Management At The Manufacture Companies Listed In The Indonessian Stock Exchange, JAMER Vol. 8 No.1 January.

Rahmawati, Sri Seventy Pujiastuti, dan Anastasia Riani Suprapti. 2010. Model Strategi Manajemen Laba Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek Indonesia: Suatu Pemeriksaan Pergeseran Klasifikasi Serta Dampaknya Terhadap Kinerja Saham, Pemilihan Metoda Akuntansi, Klasifikasi Akuntansi, Dan Pengaturan Waktu Transaksi. Jurnal Akuntansi UNTAR, Januari tahun XIV no. 01.

Richardson, V. J. 1998. Information Asymmetry and Earnings Management : Some Evidence. http:/www.ssrn.com.

Salno. Meilani. 1999. Analisis perataan penghasilan (income smoothing): faktor-faktor yang mempengaruhi dan kaitannya dengan kinerja saham perusahaan publik di Indonesia. Tesis S2 tidak dipublikasikan UGM.

Sari, Ratna Chandra. 2008. Investor protection, real activity manipulation and accrual manipulation: Asian comparison. The 2 nd accounting conference, doctoral

colloquium, and accounting workshop, UI Depok 4-5 November 2008.

Scott William R. 2006. Financial Accounting Theory. Edisi Keempat. USA: Prentice Hall.

Schipper, K. 1989. Earnings Management. Accounting Horizons 3, 91-106.

Surifah. 2001. Studi Tentang Indikasi Unsur Manajemen Laba Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Di Indonesia. Kajian Bisnis.

Subekti Dj, Rahmawati, Handayani Tri Wijayanti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi Dan Laba Fiskal Terhadap Persistensi Laba, Akrual, Dan Aliran Kas Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Januari.

-----------------. 2008. Analisis Perubahan Aktiva Pajak Tangguhan Dan Kewajiban Pajak Tangguhan Untuk Mendeteksi Manajemen Laba, JAM YKPN, Desember.

Watts, R and Zimmerman. 1986. Towards a Positive Theory of The Determination of Accounting Standards. The Accounting Review 53, 112-134..

Yuliati. 2004. Kemampuan Beban Pajak Tangguhan Dalam Memprediksi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VII (Bali).

20