manajemen konflik dalam relokasi pedagang kaki lima …repo.apmd.ac.id/577/1/skripsi_boby sidik...
TRANSCRIPT
i
MANAJEMEN KONFLIK DALAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA
di KAWASAN RUMAH SAKIT Dr. SARDJITO
(Sebuah Penelitian Deskriptif Kualitatif Di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Guna Menyelesaikan Program
Studi Ilmu Pemerintahan Jenjang Keserjanaan (S-1)
Disusun Oleh :
BOBY SIDIK DYAN WIJAYA
NIM : 14520197
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD“
YOGYAKARTA
2018
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di depan Penguji Program Studi Ilmu Pemerintahan, Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta
Pada Hari : Senin
Tanggal : 15 Oktober 2018
Waktu : 08.00
Tempat : Ruang Ujian Skripsi STPMD “APMD” Yogyakarta
TIM PENGUJI
Nama : Tanda tangan
1. Ir. Nelly Tiurmida, MPA ……………..
Ketua/Penguji/Pembimbing
2. Dr. R. Widodo Triputro, MM., M.Si ……………..
Penguji Samping I
3. Drs. Sumarjono, M.Si ……………..
Penguji Samping II
Mengetahui
Ketua Progam Studi Ilmu Pemerintahan
GREGORIUS SAHDAN, S.IP., M.A.
iii
MOTIVASI
“SETIAP LANGKAH ADALAH PERJUANGAN”
Perjalanan saya dalam menyelesaikan studi S1 sangatlah panjang. Berawal
dari tahun 2006 pertama kali masuk kuliah, sampai saat ini saya tetap berjuang
untuk menyelesaikan study. Berbagai rintangan dan kegagalan telah saya lalui
demi tetap mewujudkan cita-cita dan harapan baik dari saya maupun orang tua.
Wasiat yang disampaikan almarhum bapak sebelum beliau meninggal dan
semangat ibu seakan tidak pernah ada habisnya untuk selalu memberi support
menjadi alasan utama saya untuk cepat menyelesaikan study. Akan tetapi tidak
pernah satu peristiwa pun yang saya sesali dalam perjalan untuk meraih kelulusan.
Karena saya percaya bahwa semua yang telah dilewati adalah pelajaran hidup
yang berharga.
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh kerendahan hati dan rasa syukur
mempersembahkan skripsi ini kepada :
Tuhan YME, yang telah memberikan kelancaran dalam
penulisan skripsi ini sehingga dapat selesai dengan
segera.
Kedua orangku tua yang sangat saya cintai yaitu
Bapak Suparno dan Ibu Sri Lusyarti, yang telah
mengasuh dan mendidik anakmu ini dengan sepenuh
hati dan tidak mengenal lelah. Semoga kelak saya bisa
membalas dan membahagian ibu serat doa selalu
terpanjat untuk bapak semoga dimuliakan dan diberi
tempat yang terbaik di sisi-Nya.
Adikku Singgih Wicaksana Wijaya dan Ayu Pradita
yang sangat saya cintai. Terima kasih atas support dan
kesabarnya menghadapi kakakmu ini.
Keluarga besar yang selalu mensupport saya untuk
menyelesaikan study.
Teman berbagi rasa Linda Dedy yang selalu
mengingatkan dan memberi support kepada saya untuk
menyelesaikan study tepat waktu.
Dosen pembimbing Ibu Nelly Tiurmida yang telah
membimbing dengan sabar dalam penulisan skripsi ini.
Teman-teman yang banyak membantu saya yang tidak
bisa saya sebutka satu persatu.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME yang telah
memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat meyelesaikan
penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program S1, melalui
skripsi dengan judul “Manajemen Konflik Dalam Relokasi Pedagang Kaki Lima
di Kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito.”
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan tentunya penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki, baik berupa pengalaman maupun
teori ilmu. Sehingga penyusun sangat berterima kasih atas setiap masukan dan
kritik yang disampaikan.
Dalam kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar- besarnya kepada :
1. Bapak Habib Muhsin, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
2. Bapak Gregorius Sahdan, S. IP, M.A, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pemerintahan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “ APMD”
Yogyakarta.
3. Ibu Ir. Nelly Tiurmida, MPA, selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penulisan skripsi ini.
4. Bapak R. Haris Martapa, S.E, MT, Kepala Bidang Pembinaan dan
Pengembangan Pedagang Tradisional Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Sleman.
vi
5. Bapak Nono, Ketua Asosiasi Pedagang Resto Kuliner Sardjito.
6. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan (S-1) Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
7. Bapak/ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
8. Bapak/ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada.
9. Seluruh staf dan karyawan-karyawati Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
Yogyakarta , Oktober 2018
Boby Sidik Dyan Wijaya
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
HALAMAN MOTIVASI .................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR .................................................................. x
SINOPSIS ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 7
1. Konflik ……….................................................................................. 7
2. Manajemen Konflik .......................................................................... 18
F. Ruang Lingkup ....................................................................................... 23
G. Metode Penelitian ................................................................................... 24
1. Jenis Penelitian ................................................................................ 24
2. Unit Analisis ..................................................................................... 25
3. Teknik Penentuan Informan …......................................................... 25
4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 27
5. Teknik Analisis dan Verifikasi Data ................................................ 28
viii
H. BAB II PROFIL PEDAGANG KAKI LIMA RUMAH SAKIT Dr.
SARDJITO ............................................................................................. 30
1. Sejarah .............................................................................................. 30
2. Lokasi ............................................................................................... 33
3. Jumlah Pedagang .............................................................................. 35
4. Komoditas Dagangan ....................................................................... 37
5. Jam Buka .......................................................................................... 39
I. BAB III MANAJEMEN KONFLIK DALAM RELOKASI PEDAGANG
KAKI LIMA DI KAWASAN RUMAH SAKIT Dr. SARDJITO........... 41
1. Indikator Konflik .............................................................................. 42
2. Penyebab Konflik ............................................................................. 46
3. Manajemen Konflik Relokasi Pedagang .......................................... 54
a. Pendekatan Strategis ................................................................. 55
b. Pelaksanaan Relokasi ................................................................ 58
c. Pendampingan Pasca Relokasi .................................................. 68
d. Hasil Relokasi ........................................................................... 72
e. Evaluasi ..................................................................................... 75
f. Kendala Yang Dihadapi ............................................................ 76
J. BAB IV PENUTUP ................................................................................ 78
1. Kesimpulan ...................................................................................... 78
2. Saran ................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 81
DAFTAR LAMAN …………………………………………………………… 82
ix
LAMPIRAN
Lampiran 1 : KEPUTUSAN BUPATI SLEMAN NOMOR 97 / Kep.KDH / A /
2012 TENTANG KELAS PASAR DAN HARI PASARAN
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian.
x
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
A. DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 Jumlah Pedagang Sebelum Relokasi ....................................... 36
2. Tabel 1.1 Jumlah Pedagang Setelah Relokasi ......................................... 37
B. DAFTAR GAMBAR
1. Proses Pendataan Dan Verivikasi Data Pedagang ................................... 62
2. Suasana Sosialisasi .................................................................................. 64
3. Resto Kuliner Sardjito ............................................................................. 65
4. Spanduk Promosi Resto Kuliner Sardjito ................................................ 67
5. Proses Pembongkaran dan Pembersihan Lapak ...................................... 68
6. Suasana Saat Sekolah Pasar ..................................................................... 71
7. Hasil Relokasi .......................................................................................... 72
xi
SINOPSIS
Meningkatnya jumlah pedagang kaki lima yang berada di kawasan Rumah
Sakit Dr. Sardjito menimbulkan keresahan berbagai pihak. Munculnya berbagai
masalah yang ditimbulkan dari keberadaan pedagang kaki lima seperti kemacetan
dan timbunan sampah membuat lingkungan di sekitar Rumah Sakit Dr. Sardjito
tidak lagi nyaman dan kumuh. Hal ini membuat manajemen Rumah Sakit Dr.
Sardjito, Universitas Gadjah Mada dan Pemerintah Kabupaten Sleman berencana
untuk merelokasi para pedagang tersebut. Akan tetapi relokasi tdak serta merta
bisa dilakukan begitu saja karena pedagang selalu menolak untuk direlokasi.
Pedagang tidak mau untuk dipindah begitu saja, mereka menuntut disediakannya
lokasi yang layak di tempat yang baru. Selain itu faktor eksternal juga membuat
para pedagang enggan untuk direlokasi. Akan tetapi relokasi yang dilakukan pada
tahun 2014 berhasil memindahkan pedagang ke lokasi yang baru. Hal ini menjadi
menarik untuk dikaji, bagaiman relokasi yang awalnya ditolak namun pada
akhirnya bisa diterima dan dijalankan hampir tanpa ada konflik yang berarti.
Sejatinya relokasi bukan hanya sekedar memindahkan pedagang, namun harus
memperhatikan keberlangsungan para pedagang karena menyangkut mata
pencaharian mereka.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, yaitu berusaha menggambarkan dan menjelaskan secara rinci suatu
gelaja atau fenomena sosial secara alamiah dan apa adanya berdasarkan realita
dan informasi yang ada di lokasi penelitian. Jumlah narasumber dalam penelitian
ini adalah 6 orang. Dalam penentuan narasumber penulis menggunakan teknik
purposive sampling, yaitu penulis telah menentukan narasumber berdasarkan
kebutuhan data yang akan digali. Adapun jenis pengumpulan datayang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi. Penulis
menggunakan tiga komponen analisis data yaitu, pengumpulan data, pengecekan
ulang data dan mendeskripsikan data yang telah diperoleh.
Berdasarkan analisis data yang penulis lakukan terkait relokasi pedagang
kaki lima di kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito menunjukkan bahwa relokasi
pedagang yang dilakukan berjalan dengan sukses dan tanpa konflik yang berarti.
Keberhasilan relokasi yang dilakukan adalah hasil dari manajemen konflik yang
dilakuka oleh aktor-aktor yang berkepentingan dalam menyatukan tujuan yaitu
membuat lingkungan yang bersih dan nyaman namun juga tetap mengakomodasi
kepentingan pedagang untuk berhak menjalankan pekerjaannya dan memperoleh
penghasilan yang layak.
Kata kunci: Relokasi, Pedagang Kaki Lima, Manajemen Konflik.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
UUD Negara Republik Indonesia Pasal 29 Ayat 2 telah mengatur dan
mengamanatkan tentang hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi seluruh warga negara Indonesia, dengan bunyi ” Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Berawal dari pernyataan tersebut diatas, negara mempunyai kewajiban untuk
menyediakan pekerjaan dan memberikan penghidupan bagi warganya.
Memperoleh atau mendapatkan pekerjaan adalah hak asasi yang melekat di setiap
warga negara. Baik itu warga negara yang memiliki pendidikan tinggi atau bahkan
yang tidak pernah mengenyam pendidikan sekalipun. Pekerjaan adalah tumpuan
hidup bagi setiap orang untuk memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya.
Karena dalam UU Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia pun telah mengamanatkan tentang hal tersebut. Setidaknya
menurut penulis ada dua pasal yang berkaitan erat dengan pemenuhan hak atas
pekerjaan ini, yaitu Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “ Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hak dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah,
dan serta setiap orang demi kehormatan serta perlindungan hak dan martabat
manusia”. Serta Bab III Pasal 36 tentang Hak Atas Kesejahteraan Ayat 1 yang
2
berbunyi “Setiap orang berhak memiliki, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarganya, bangsa, dan
masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum”.
Pemenuhan pekerjaan bagi warga negara bukan hanya sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan hidup warga itu sendiri, akan tetapi juga berdampak
besar pada keberlangsungan sebuah negara. Dengan banyak terserapnya tenaga
kerja atau angkatan kerja yang ada disebuah negara, akan meningkatkan juga
pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika angka
pengangguran sangat besar, maka income per kapita menjadi rendah, sehingga
bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi dalam sebuah negara.
Banyak jenis pekerjaan yang bisa disediakan oleh negara dalam hal ini
pemerintah, mulai dari sektor formal sampai dengan sektor informal. Pekerjaan di
sektor formal ini sering dinterpretasikan sebagai pekerjaan di sebuah kantor.
Seperti menjadi aparatur pemerintah, bekerja di kantor-kantor BUMN atau
swasta. Pekerjaan formal adalah pekerjaan yang mempunyai struktur dan
menjanjikan pendapatan tetap setiap bulannya. Selain itu pekerjaan formal
membutuhkan keahlian atau pendidikan tertentu. Sedangkan pekerjaan pada
sektor informal, tidak membutuhkan keahlian atau pendidikan tertentu. Jenis
pekerjaannya pun sangat mudah dilakukan oleh setiap orang. Akan tetapi jenis
pekerjaan ini tidak memberikan kepastian penghasilan setiap bulan. Contoh dari
pekerjaan jenis informal adalah pedagang asongan, pedagang kaki lima, industri
rumahan, tukang parkir dan pekerjaan di sektor pertanian.
3
Peran pemerintah dalam menyediakan pekerjaan di sektor formal adalah
dengan menjaga pertumbuhan ekonomi serta menyediakan birokrasi yang mudah
untuk dapat menarik investasi yang sebesar-besarnya sehingga para investor mau
membangun industri atau pabrik di negara ini. Sedangkan di sektor informal,
peran pemerintah ini masih sangat minim. Selain karena jenis pekerjaan di sektor
informal ini belum terdata rapi dan sulit untuk dikoordinasikan, karena pekerjaan
di sektor informal ini berkembang secara individual. Akan tetapi pekerjaan di
sektor informal ini sangat penting karena dapat menyerap tenaga kerja dalam
jumlah yang besar.
Sektor informal dapat menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi
di suatu negara, terlebih lagi pada saat sektor formal mengalami pelemahan.
Namun peran serta perlindungan pemerintah di sektor ini seakan-akan masih
kurang maksimal. Dalam sektor perdagangan misalya, pemerintah kurang bisa
menjaga kestabilan ekonomi yang membuat para pelaku sektor informal sering
tidak memiliki kepastian kelangsungan usahanya. Selain itu pembangunan yang
dilakukan pemerintah juga kerap kali berbenturan dengan jenis pekerjaan informal
ini. Sebut saja misalnya pada pertengahan 2013 yang lalu, PT KAI telah
melakukan reformasi perkereta-apian yang salah satu kebijakannya adalah
melarang pedagang asongan berjualan di dalam kereta api. Pada akhirnya
memutus pekerjaan ribuan orang pedagang asongan yang dulu berjualan di dalam
kereta api (jateng.tribunnews.com, 2014). Selanjutnya, pembangunan penataan
kota juga sering berbenturan dengan pedagang kaki lima (PKL). Salah satu
contohnya adalah penataan kawasan RS Dr. Sardjito yang dilakukan oleh
4
Pemerintah Kabupaten Sleman. Penataan kawasan itu berbenturan dengan
kepentingan PKL yang setiap harinya berdagang di kawasan tersebut.
Penataan PKL telah jamak dilakukan di berbagai tempat, bukan hanya di
Kabupaten Sleman saja. Penataan kota itu berpotensi untuk menghilangkan
pekerjaan bagi orang yang menggantungkan hidupnya dengan berdagang.
Relokasi PKL selalu tidak pernah berjalan dengan lancar karena terdapat
perlawanan dari para PKL atau proses negoisasi yang panjang untuk mendapatkan
kesepakatan yang disetujui oleh semua pihak. Begitu pula yang terjadi dalam
penataan kawasan PKL di lingkungan RS Dr. Sardjito, pemerintah melalui jalan
yang panjang untuk merelokasi PKL di kawasan itu. PKL di kawasan RS Dr.
Sardjito bukanlah merupakan pedagang yang baru berjualan satu atau dua tahun
yang lalu. Mereka sudah menempati kawasan itu sejak tahun 1970an dan
dilakukan secara turun menurun. Demikian pula relokasi telah dilakukan beberapa
kali oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, namun selalu gagal. Akan tetapi relokasi
yang mulai dilakukan pada tahun 2014 behasil dilakukan tanpa ada konflik yang
berarti. Para pedagang menyepakati untuk pindah ke lokasi yang baru, yang
disediakan oleh pemerintah.
Penulis menganggap relokasi PKL tersebut sangat menarik untuk diteliti.
Melihat dari sudut pandang para PKL itu untuk mempertahankan lahan pekerjaan
mereka serta bagaimana Pemerintah Kabupaten Sleman tetap menjalankan
kebijakan mereka dengan sudut pandang penataan kota dan pembangunan. Hal ini
menimbulkan konflik kepentingan pembangunan yang berbenturan dengan hak
warga mendapatkan pekerjaan untuk hidup yang layak. Seharusnya pembangunan
5
itu untuk kesejahteraan warga dan pemerintah wajib untuk melindungi warganya
dalam memperoleh pekerjaan seperti yang diatur dalam undang-undang.
Penelitian ini akan membahas bagaimana Pemerintah Kabupaten Sleman dan PKL
mengelola konflik kepentingan dalam penataan kawasan RS Dr. Sardjito.
Bagaimana proses negosiasi yang dilakukan dan kesepakatan-kesepakatan yang
diambil sehingga proses penataan serta relokasi berhasil dilakukan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diutarakan diatas, maka
dalam penelitian ini penulis mengambil rumusan masalah “ Bagaimana
manajemen konflik yang dilakukan oleh Dinas Pasar Kabupaten Sleman dalam
relokasi pedagang kaki lima (PKL) di kawasan RS Dr. Sardjito?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Pemerintah :
Melihat penyelesaian konflik yang dilakukan pemerintah dalam relokasi
PKL di kawasan RS Dr. Sardjito.
2. Masyarakat (PKL) :
Mengetahui tahapan penyelesaian konflik relokasi yang dilakukan dari
pihak masyarakat atau PKL.
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah untuk memperkaya kajian
akademis tentang langkah-langkah manajemen konflik yang diambil
dalam relokasi PKL di kawasan RS Dr. Sardjito. Kajian tentang
manajemen konflik adalah kajian keilmuan yang sangat menarik untuk
diteliti dan dikuasai. Hasil kajian ini diharapkan mampu menjadi
referensi bagi kajian-kajian lainnya yang berfokus tentang manajemen
konflik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah. Hasil kajian ini bisa dijadikan rujukan oleh
pemerintah baik dari tingkat daerah sampai dengan nasional, baik
di dalam dinas apapun, sebagai bahan pedoman dalam menangani
konflik dalam setiap relokasi yang dilakukan.
b. Bagi Pedagang Kaki Lima. Hasil kajian ini bisa dijadikan rujukan
untuk menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi, serta bisa
dijadikan rujukan untuk melakukan negosiasi sehinga didapatkan
jalan keluar yang terbaik.
c. Bagi akademisi dan aktivis. Hasil kajian ini diharapkan mampu
memperkaya pengetahuan dan menambah pengalaman para
akademisi dan aktivis sehingga lebih mampu memahami proses
manajemen konflik dalam setiap peristiwa relokasi.
7
E. Kerangka Teori
Konflik
Konflik merupakan gejala sosial yang selalu hadir di dalam
kehidupan bermasyarakat. Konflik itu bersikap melekat dalam artian akan
selalu ada, dimana saja dan kapan saja. Baik dalam kehidupan yang lalu atau
pun kehidupan sekarang yang sedang dilalui, masyarakat selalu dihadapkan
dengan konflik diantara mereka.
Merujuk pada pandangan di atas, masyarakat bisa diartikan sebagai
tempat atau arena konflik terjadi. Bukan hanya itu, masyarakat juga menjadi
tempat integrasi berlangsung setelah mereka berhasil menyelesaikan konflik
diantara sesamanya. Karena konflik dan integrasi adalah sesuatu yang tidak
bisa dipisahkan. Ketika terjadi sebuah konflik, maka integrasi harus cepat
diciptakan untuk menghindari kerusakan atau kekacauan yang lebih besar
lagi.
Di dalam kehidupan sosial masyarakat tidak akan pernah ada satu
orang pun yang memiliki kesamaan yang persis atau identik, baik itu dari
tujuan, kepentingan, etnis, pandangan politik dan kepentingan-kepentingan
lainnya. Konflik akan selalu mengisi ruang dan waktu kita, baik didalam
keluarga, kehidupan bermasyarakat, didalam bernegara, bahkan didalam
perusahaan tempat kita bekerja sekali pun. Sebagai contoh, didalam
perusahaan monflik bisa terjadi antara pekerja dengan pemimpinnya. Seperti
yang diutarakan oleh Alice Pescuri (dalam Wirawan, 2016: 1), manajemen
8
konflik masuk dalam urutan ketujuh dari sepuluh prioritas kegiatan manajer
dalam memimpin perusahaan. 20% dari waktu sang manajer dihabiskan untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi didalam perusahaan mereka.
Bukan hanya itu, para pemimpin dunia dan beberapa tokoh politik
pun memulai karir mereka dengan menciptakan konflik. Sebut saja Mahatma
Ghandhi, Adolf Hitler, Fidel Castro dan Muamar Kadafi, mereka memulai
kepemimpinannya dengan menciptakan konflik dengan pemerintahan yang
menjabat sebelum mereka. Begitu pula dengan tokoh politik atau pemimpin
di Indonesia. Presiden Soeharto kala itu memulai kepemimpinannya dengan
menciptakan konflik dengan pemerintahan Soekarno, yang beliau sebut
dengan pemerintahan Orde Lama. Walau pada akhirnya pemerintahan
Presiden Soeharto juga ditumbangkan oleh konflik karena terjadi gejolak di
masyarakat merespon krisis ekonomi yang terjadi pada periode 1997-1998
(Wirawan, 2016: 24).
Sejumlah pakar beranggapan bahwa konflik merupakan elemen
penting dari kepemimpinan. Robert R. Blake dan Anne A Mccanser (dalam
Wirawan, 2016: 4) berpendapat bahwa elemen kepemimpinan adalah
penyelesaian (conflict solving), inisiatif, penyelidikan, advokasi, pengambilan
keputusan dan kritik. Mereka memberikan perhatian besar terhadap konflik
dan manajemen konflik dalam teori kepemimpinan mereka. Dari sini, teori
yang mereka jelaskan mengemukakan pentingnya seorang pemimpin untuk
menguasai teori dan keterampilan mengenai konflik dan manajemen konflik.
9
Istilah “konflik” sendiri berasal dari bahasa latin configere, “con”
yang berarti bersama dan “figere” yang mengandung makna benturan atau
tabrakan. Selanjutnya istilah itu diadopsi ke bahasa Inggris “conflict” dan
kemudian diadopsi ke bahasa Indonesia “konflik.” Secara umum istilah
konflik mengandung makna pertentangan atau pertikaian antara individu-
individu.
Banyak sekali definisi konflik yang disampaikan oleh pakar-pakar
dari berbagai disiplin ilmu. Mereka mendifinisikan konflik sesuai dengan
disiplin keilmuan yang mereka anut masing-masing. Dari definisi-definisi
tersebut mungkin tampak berbeda, akan tetapi mengandung makna yang
sama. Coser (dalam Irving M. Zeitlin, 1998: 156) mendefinisikan konflik
sebagai sebuah perjuangan akan nilai dan pengakuan akan status, kemudian
kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisir oleh saingannya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (kbbi.web.id/konflik),
konflik diartikan sebagai percekcokan, pertentangan serta perselisihan.
Selanjutnya konflik sosial diartikan sebagai pertentangan diantara anggota
masyarakat yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan. Dalam maksud lain,
konflik merupakan peristiwa sosial yang melibatkan orang-orang atau
kelompok-kelompok sosial yang saling bertentangan dengan disertai
ancaman-ancaman.
Robert Lawang (1994 : 53), seorang sosiolog berpendapat bahwa konflik
dapat diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka
10
seperti nilai, status, kekuasaan. Dimana tujuan mereka berkonflik bukan
hanya untuk memperoleh keuntungan tetapi juga digunakan untuk
menundukkan pesaingnya. Konflik merupakan bentuk dari benturan
kekuasaan dan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok yang
lainnya, dalam memperebutkan sumber-sumber kemasyarakatan seperti
politik, sosial, ekonomi dan budaya yang sangat terbatas.
Dari beberapa definisi tentang konflik yang telah diutarakan diatas,
dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa konflik adalah pertentangan,
percekcokan, perebutan kepentingan-kepentingan diantara dua kelompok
masyarakat yang mempunyai tujuan yang berbeda.
1. Indikator Konflik
Konflik adalah peristiwa yang didalamnya terdapat proses
pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak yang saling tergantung
mengenai obyek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik
yang menghasilkan keluaran konflik. Oleh karena itu perlu untuk
memperhatikan beberapa indikator-indikator berikut supaya kita bisa melihat
konflik secara lebih rinci (Wirawan, 2016: 83):
a. Proses
Konflik terjadi melalui suatu proses yang unik. Artinya dalam
setiap konflik pasti akan memiliki karakteristik berbeda. Konflik
yang terjadi di suatu tempat prosesnya tidak akan sama dengan
konflik yang terjadi di tempat lain.
11
b. Pihak-pihak yang berkonflik
c. Dalam melihat sebuah konflik, kita perlu melihat siapa-siapa saja
aktor yang sedang berkonflik. Apakah itu antar individu dengan
individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan
kelompok.
d. Ketergantungan
Pihak-pihak yang berkonflik tidak bisa melakukan sesuatu dengan
sesuka hatinya. Karena kedua belak pihak masih terikat dalam
sebuah konflik. Setiap tindakan yang dilakukan oleh salah satu
pihak pasti akan memicu reaksi dari pihak yang satunya.
e. Ekspresi
Pertentangan akan menjadi sebuah konflik ketika pertentangan itu
diekspresikan. Artinya, mungkin sebelumnya pertentengan itu
sudah terjadi tetapi pihak-pihak yang bertentangan hanya diam-
diam saja, maka tidak terjadi konflik. Tetapi ketika pertentangan itu
diekspresikan mulailah terjadi konflik diantara mereka.
f. Pola perilaku
Saat terjadi konflik, pihak-pihak yang terkait akan menggunakan
pola perilaku tertentu. Pola perilaku adalah kecenderungan orang
berperilaku tertentu dalam merespon atau menghadapi konflik.
12
g. Interaksi konflik
Proses konflik menimbulkan interaksi diantara pihak-pihak yang
sedang berkonflik. Interaksi bisa berupa saling menuduh, saling
menyalahkan atau bahkan saling menyerang antara kelompok satu
dengan kelompok lainya.
h. Keluaran konflik
Interaksi konflik diantara kelompok-kelompok yang sedang
berkonflik menghasilkan keluaran konflik yang unik, yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Keluaran konflik bisa
menghasilkan ditemukannya solusi atas konflik yang sedang
terjadi.
2. Bentuk Konflik
Banyak sekali bentuk-bentuk dari sebuah konflik, karena
dipengaruhi oleh aktor dan tujuan dalam konflik itu sendiri. Secara garis
besar konflik yang terjadi di masyarakat dapat dikelompokkan beberapa
bentuk seperti berikut:
a. Kusnadi membagi konflik berdasarkan posisi aktornya (Kusnadi,
2002: 67).
1) Konflik Horisontal : Konflik yang terjadi antara individu atau
kelompok yang mempunyai tingkatan yang sama. Misalnya
13
onflik yang terjadi antara sesama kelompok masyarakat atau
organi massa.
2) Konflik Vertikal : Konflik yang terjadi antara individu atau
kelompok yang mamiliki tingkatan yang berbeda, tetapi masih
dalam satu struktur dan saling terikat. Misalnya konflik antara
salah seorang karyawan dengan atasannya di perusahaan.
3) Konflik Diagonal : Konflik yang terjadi karena adanya ketidak
adilan alokasi sumber daya ke seluruh lapisan atau organisasi
yang menimbulkan pertentangan secara ekstrim dari baggian-
bagian yang membutuhkan sumber daya tersebut. Misalnya
konflik yang terjadi antara pilot Garuda Indonesia dengan
manajemen karena adanya ketidak adilan tentang jumlah gaji
yang mereka terima.
b. Robert H. Lauer membagi konflik dalam dua bentuk (Robert H.
Lauer, 2001: 98).
1) Konflik Konstruktif : Konflik yang muncul karena adanya
perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam
menghadapi permasalahan. Konflik ini bersifat fungsional,
nantinya dari konflik ini akan menghasilkan konsensus dari
pendapat-pendapat tersebut yang mengarah kepada perbaikan.
2) Konflik Destruktif : Konflik yang muncul karena adanya
perasaan dendam, benci atau tidak senang dari individu atau
14
kelompok tertentu kepada individu atau kelompok yang lain.
Biasanya dalam konflik ini disertai dengan kekerasan yang
mengakibatkan korban harta maupun nyawa. Konflik ini
biasanya bersifat rasial (kesukuan, agama, ras).
c. Soerjono Soekanto mengelompokkan konflik dalam lima bentuk
(Soerjono Soekanto, 1992: 86).
1) Konflik Pribadi : Konflik yang terjadi antara dua individu atau
lebih yang disebabkan karena perbedaan pandangan.
2) Konflik Politik : Konflik yang terjadi akibat perbedaan
pandangan politik atau tujuan politik tertentu.
3) Konflik Kelas Sosial : Konflik yang terjadi akibat perbedaan
kepentingan antara kelas sosial yang berbeda.
4) Konflik Rasial : Konflik yang terjadi karena perbedaan suku,
agama dan ras.
5) Konflik Internasional : Konflik yang terjadi akibat benturan
kepentingan antar negara yang kemudian berpengaruh terhadap
hubungan anatar kedua negara tersebut.
3. Penyebab Konflik
Konflik sering kali dijadikan sebagai alat untuk menciptakan perubahan.
Jika perubahan tidak bisa dicapai dengan damai, tidak jarang konflik
15
diciptakan untuk memperoleh perubahan tersebut. Berikut adalah faktor-
faktor yang dapat menimbulkan konflik (Wirawan, 2016: 7).
a. Keterbatasan sumber daya
Manusia membutuhkan sumber daya untuk menukung
kehidupannya. Akan tetapi ketersediaan sumber daya tersebut sangat
terbatas. Kompetisi dalam memperebutkan sumber daya tersebut
yang sering kali memicu timbulnya sebuah konflik.
b. Tujuan yang berbeda
Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, konflik terjadi karena
perbedaan tujuan dari kelompok-kelompok yang berkepentingan
didalamnya. Namun tidak menutup kemungkinan pula tujuan antar
kelompok itu sama, tetapi cara untuk mencapai tujuan itu berbeda.
Hal ini juga bisa menyebabkan konflik diantara mereka.
c. Saling tergantung
Dalam hal ini kepentingan mereka sama. Seperti halnya dua orang
salesman produk tertentu, mereka memiliki produk dagangan dan
target penjualan yang sama. Maka keduanya harus bekerja sama
untuk bisa memenuhi target, jika tidak maka mereka akan terlibat
konflik dalam memperebutkan konsumen.
d. Ambiguitas yuridiksi
16
Dalam faktor ini penyebabnya adalah pembagian tugas dan
kewenangan yang tidak jelas diantara unit-unit kerja. Sehingga di
antara unit-unit kerja tersebut berpotensi untuk berbenturan dalam
tugas dan kewenangannya.
e. Sistem imbalan yang tidak layak
Penyebab konflik yang satu ini biasanya terjadi dalam hubungan
kerja. Faktor utamanya adalah pengupahan yang tidak layak,
sihingga bisa menimbulkan konflik antara pekerja dengan atasan
atau perusahaan tempat pekerja tersebut bekerja.
f. Komunikasi yang tidak baik
Komunikasi adalah sesuatu hal yang sangat penting. Ketika
komunikasi itu tidak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan
konflik. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang terjalin
dengan lancar tanpa adanya batasan-batasan baik mengenai bahasa
maupun tentang akses informasi yang terbuka.
g. Perilaku yang tidak manusiawi, melanggar HAM dan hukum
Seiring dengan berkembangnya masyarakat madani dan dengan
adanya Undang-Undang Hak Asasi Manusia, pemahaman dan
sensitivitas masyarakat akan penegakan hukum dan hak asasi
manusia semakin meningkat. Sehingga perlakuan yang tidak
manusiawi dan melanggar hukum dapat menimbulkan perlawanan
oleh masyarakat.
17
h. Karakteristik sistem sosial
Melihat begitu pluralnya negara kita, dengan banyaknya suku,
agama dan ras yang hidup bersama dalam masyarakat, maka
bermacam-macamnya karakteristik sistem sosial yang dianut oleh
masing-masing suku, agama dan ras tersebut dapat berpotensi
menimbulkan gesekan diantara mereka.
i. Kebutuhan
Setiap manusia memiliki kebutuhan yang berbedaantara satu dengan
yang lainnya, atau mungkin bahkan sama. Kebutuhan merupakan
pendorong terjadinya perilaku manusia. Sehingga jika kebutuhan
mereka diabaikan maka akan memunculkan konflik.
j. Perasaan dan emosi
Setiap individu memiliki perasaan dan tingkat emosi yang berbeda-
beda. Ketika setiap individu mengikuti atau terbawa dengan perasaan
dan emosi masing-masing pada saat melakukan interaksi dengan
individu yang lain, maka hal itu berpotensi untuk menimbulkan
konflik.
18
Manajemen Konflik
Secara epistimologi manajemen berarti kepemimpinan, proses pengaturan,
menjamin kelancara jalannya pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan
pengorbanan sekecil-kecilnya. Singkatnya manajemen adalah pengelolaan (M.
Sastrapradja, 1981: 307). Menurut Mary Parker Vollett (dalam Rusdiana, 2015:
169), manajemen merupakan seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang
lain.
Manajemen konflik didefinisikan sebagai proses pihak-pihak yang terlibat
konflik atau pihak ketiga menyusun strategi untuk mengendalikan konflik agar
menghasilkan resolusi yang diinginkan. Sementara itu Komarudin
mendefinisikan manajemen konflik adalah seni mengatur dan menata konflik agar
menjadi fungsional dan bermanfaat bagi peningkatan efektivitas dan prestasi
organisasi (Komarudin, 1994: 151).
Didalam setiap penyelesaian konflik dibutuhkan interaksi dan informasi
secara menyeluruh dari pihak-pihak yang berkaitan untuk menetapkan tujuan
bersama sebagai hasil resolusi konflik yang nantinya akan disepakati bersama.
Manajemen konflik tidak hanya berfokus pada pencapaian resolusi konflik, akan
tetapi manajemen konflik juga mengutamakan pencegahan kemungkinan
terjadinya konflik serupa di lain hari.
1. Tujuan Manajemen Konflik
Tujuan utama manajemen konflik adalah mengelola konflik yang terjadi
sehingga dapat menghasilkan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang
19
terlibat. Selain itu, pencegahan terjadinya konflik serupa lagi di lain waktu juga
harus diperhatikan. Oleh karena itu manajemen konflik juga harus bisa
membangun lagi kerja sama yang baik antara pihak-pihak yang bertikai. Fisher
menggunakan istilah transformasi konflik dalam memahami manajemen konflik
(Fisher, Simon, dkk., 2001: 7). Menurutnya tujuan dari manajemen konflik dapat
dibagi menjadi beberapa hal sebagai berikut:
a. Pencegahan konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik
yang lebih keras.
b. Penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri prilaku kekerasan
melalui persetujuan damai.
c. Pengelolaan konflik bertujuan untuk membatasi dan menghidari
kekerasan denganmendorong perubahan perilaku positif bagi
pelakunya.
d. Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha
membangun hubungan baru dan tahan lama diantara kelompok-
kelompok yang bertikai.
e. Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan
politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari
peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.
2. Strategi Manajemen Konflik
20
Dalam proses penyelesaian penyelesaian konflik, sangat penting
untuk menentukan pengambilan keputusan dan mengimplementasikannya.
Pemecahan konflik dengan sasaran sumber daya manusia sangat
menguntungkan untuk dilakukan. Ross membagi strategi pemecahan
konflik menjadi beberapa bagian sebagai berikut (Winardi, 1994: 84):
a. Self Help
Strategi ini dilihat sebagai langkah sepihak yang bersifat destruktif.
Strategi ini sering dilakukan oleh pihak yang kuat untuk menekan
pihak yang lemah. Bentuk dari tindakan ini ialah menarik diri,
menghindar, tidak mengikuti aturan atau tindakan independen dalam
menyikapi sebuah masalah konflik yang ada. Strategi ini sebetulnya
lebih tepat digunakan oleh pihak yang lemah, karena strategi ini
merupakan tindakan yang sepihak yang memancing respon berlebihan
dan sulit dalam mencapai sebuah solusi yang konstruktif. Langkah-
langkah yang dapat diambil dalam strategi self help antara lain:
1) Exit : Jika tekanan dari pihak yang kuat terhadap yang lemah
sangat kuat, maka sebaiknya pihak yang lemah keluar dari
tekanan tersebut. Karena dikawatirkan tekanan yang terlalu
kuat tersebut akan menimbulkan efek pada kehidupan pihak
yang mengalami tekanan.
2) Avoidance : Strategi ini juga disebut tindakan menghindar.
Akan tetapi tindakan ini harus memperhitungkan untung-rugi
yang akan dicapai. Apabila biaya yang dikeluarkan lebih besar
21
dari keuntungan yang akan didapat, maka tindakan menghindar
ini tepat untuk dilakukan.
3) Noncompliance : Langkah ini adalah tindakan mencari
dukungan kepada pihak tertentu memiliki kewenangan yang
kecil daripada pihak lawan. Tindakan ini dilakukan karena ada
pihak yang bersebrangan dan tidak sesuai atau tidak sejalan
dengan yang diharapkan. Strategi ini juga menjadi langkah
pembuka strategi joint solving problem atau third party
decision making.
4) Unilateral Action : Tindakan ini memungkinkan untuk
terjadinya benturan antar aktor yang berkepentingan dan tidak
jarang menimpulkan tindak kekerasan. Bagi pihak yang
melakukan tindakan ini menganggap penting untuk dilakukan
karena bagian dari memperjuanggkan kepentingannya, akan
tetapi bagi kubu atau pihak yang berlawanan akan menganggap
bahwa tindakan ini sebagai langkah destruktif yang diambil.
Hal ini akan memperpanjang konflik ketika tidak dilakukan
dengan hati-hati.
b. Joint Problem Solving
Dalam joint problem solving setiap kelompok memiliki hak yang
sama dalam mengemukakan pendapatnya tentang masalah yang
mereka hadapi, hal ini memungkinkan terjadinya kontrol dari setiap
kelompok dalam melihat permasalahan yang ada. Dalam strategi ini
22
diperlukan pendalaman masalah yang sedang disengketakan, perlu
adanya pendalaman masalah sehingga pendapat yang dimunculkan
dari setiap kelompok benar-benar dalam ruang lingkup masalah dan
tidak meluas. Hasil yang disepakati bersama bisa dikatakan
merupakan penggabungan pendapat dari setiap kelompok dengan
standar pemahaman masing-masing. Berikut langkah-langkah yang
diambil dalam strategi Joint Problem Solving:
1) Identification of Interest : Identifikasi kepentingan yang
terlibat dalam konflik sangatlah kompleks. Salah satu kendala
dalam mencari solusi adalah kemampuan yang terbatas dari
pihak-pihak yang terkait dalam menangkap keluhan yang
samar ke dalam permintaan konkret yang mudah dipahami
semua pihak.
2) Weighting Interest : Setelah pengidentifikasian kepentingan
selesai, pihak-pihak yang bertikai memberikan penilaian
tentang kepentingannya. Penilaian ini harus mengedepankan
kejujuran dan komunikasi yang terbuka dari setiap pihak,
sehingga dapat dibuat skala prioritas atas kepentingan yang
dihadapi kedua belah pihak.
3) Third-Party Assistance and Support : Pihak ketiga ini
diperlukan sebagai fasilitator dari pihak-pihak yang berkonflik.
Pihak ketiga harus netral supaya setiap pihak yang bertikai
dapat menerima keputusan yang disepakati. Pihak ketiga
23
bertugas untuk membuat usulan prosedur, menerjemahkan
keluhan kedalam permintaan yang konkret, membantu masing-
masing pihak mendefinisikan kepentingan dari masalah yang
dihadapi, menyusun agenda serta membuat pendapat mengenai
substansi isu yag menjadi akar masalah konflik. Dalam srategi
ini pihak ketiga membuat keputusan yang mengikat
berdasarkan aturan-aturan untuk mencapai hasil yang pasti.
Strategi ini juga menawarkan penyelesaian masalah dengan
kompromi yang dimediasi oleh pihak ketiga. Pihak ketika bisa
artikan bertindak seperti hakim, keputusan yang diambilnya
harus bisa diterima oleh semua pihak.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk melihat manajemen konflik dalam relokasi PKL di kawasan RS Dr.
Sardjito dibutuhkan beberapa aspek sebagai berikut:
1. Indikator konflik
Melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan konflik dalam pelaksanaan
relokasi pedagang kaki lima di kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito.
2. Penyebab konflik
Melihat faktor yang menyebabkan konflik atau alasan yang membuat para
pedagang tidak bersedia untuk direlokasi.
3. Strategi manajemen konflik yang dilakukan oleh pemerintah dan pedagang
kaki lima
24
Melihat proses manajemen konflik yang dilakukan untuk menyeesaikan
relokasi pedagang kaki lima di kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Creswell
(Creswell, 2010: 46), penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk
mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sebagian individu atau
kelompok dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses
penelitian kualitatif melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik
dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang
khusus ke tema-tema yang umum dan menafsirkan makna data. Penelitian
kualitatif menempatkan teori sebagai kerangka berpikir yang membantu peneliti
memahami suatu gejala atau fenomena sosial dan tidak menguji atau melakukan
verifikasi terhadap teori tertentu. Tujuan penelitian kualitatif adalah
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan makna-makna yang diperoleh dari hasil
penelitian.
Penelitian deskripsi adalah penelitian yang bertujuan menggambarkan dan
menjelaskan secara rinci suatu gelaja atau fenomena sosial secara alamiah dan apa
adanya. Penelitian deskripsi melaporkan secara naratif hasil pengamatan dan
analisis data penelitian. Penelitian deskripsi bertujuan untuk menjawab pertanyaan
apa, siapa, kapan, di mana, bagaimana dan mengapa. Penelitian deskripsi adalah
25
tingkatan tertinggi dalam jenis penelitian ditinjau dari tujuannya jika dibanding
dengan penelitian eksploratif dan eksplanatif. Penelitian ini akan melihat dan
menjelaskan lebih dalam tentang pola manajemen konflik yang dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Sleman dan PKL yang terdampak relokasi kawasan RS Dr.
Sardjito.
2. Unit Analisis
Obyek dari penelitian adalah yang menjadi akar permasalahan dari
relokasi PKL di kawasan RS Dr. Sardjito, antara lain adalah:
a. Lokasi
b. Komoditas pedagang
c. Waktu berjualan
Sedangkan sebagai subjek dalam penelitian ini adalah :
a. Pedang Kaki Lima yang akan diwakilkan oleh ketua pedagang atau
tokoh yang dituakan (pedagang senior).
b. Kepala Dinas Pasar Kabupaten Sleman
3. Teknik Penentuan Informan
Objek kajian penelitian kualitatif sering bersifat kasuistik. Peneliti tidak
mementingkan generalisasi. Oleh karena itu, sampel ditentukan secara purposif
(sengaja/dengan pertimbangan) sehingga sampel penelitian tidak perlu
mewakili populasi. Pertimbangannya lebih pada kemampuan sampel (informan)
untuk memasok informasi selengkap mungkin kepada peneliti. Penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan situasi sosial yang
26
terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas
(activity).
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan teknik purposive
sampling, Purposif sampling adalah teknik pengambilan data yang didasarkan
kepada peneliti. Peneliti harus menentukan siapa yang harus dijadikan sample.
Penentuan sample ini dengan memperhatikan beberapa aspek seperti kelompok
yang dipertimbangkan secara cermat (intuisi) dan kelompok terbaik (yang dinilai
akan memberikan informasi yang cukup), untuk dipilih menjadi responden
penelitian. Karena itu purposive sampling dikenal juga dengan sebutan
judgemental sampling. Dikatakan demikian karena perlu adanya pertimbangan
yang cermat dalam memilih kelompok kunci sebagai sampel.
Responden tersebut adalah pedagang kaki lima kawasan Rumah Sakit Dr.
Sardjito. Berdasarkan kebutuhan untuk memperoleh akurasi data, maka penulis
menentukan responden dari pihak pedagang kaki lima adalah 3 (tiga) orang, yaitu:
a. Ketua Asosiasi Pedagang Resto Kuliner Sardjito.
Ketua asosiasi pedagang dipilih menjadi responden karena posisi
beliau sebagai ketua, maka diharapkan dapat memberikan keterangan
maupun data tentang proses relokasi dari sudut pandang pedagang.
b. Pedagang baru.
Perwakilan pedagang baru dipilih menjadi responden karena penulis
ingin mengetahui bagaimana pedagang baru tersebut bisa
mendapatkan jatah lokasi lapak di Resto Klunier Sradjito.
c. Pedagang lama.
27
Perwakilan pedagang lama dipilih menjadi responden karena penulis
ingin mengetahui perbedaan antara lokasi pedagang sebelum relokasi
dan setelah relokasi.
Sedangkan dari pihak pemerintah daerah peneliti telah menentukan
responden adalah Kepala Dinas Pasar Kabupaten Sleman selaku pihak
yang mempunyai kewenangan dalam proses relokasi tersebut. Atas
rekomendasi bapak kepala dinas, penulis lalu diarahkan untuk
menemui Kepala Bidang Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan
Tradisional sebagai pelaksana langsung dari relokasi pedagang kaki
lima kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengacu pada
pendekatan yang digunakan oleh John W. Creswell (Creswell, 2010: 266).
Teknik pengumpulan data yang dianjurkan Creswell dalam penelitian
kualitatif deskriptif adalah :
a. Observasi, yakni pengamatan di mana peneliti langsung turun ke
lapangan untuk mengamati perilaku dan aktivitas individu-individu di
lokasi penelitian. Dalam pengamatan ini, peneliti merekam/mencatat,
baik secara terstruktur maupun semi-terstruktur, aktivitas-aktivitas di
lokasi penelitian. Dalam proses pengumpulan data, peneliti mengamati
lokasi Resto Kuliner Sardjito yang menjadi tempat baru relokasi
28
pedagang kaki lima serta Jalan Kesehatan tempat dimana para
pedagang kaki lima berjualan sebelum direlokasi.
b. Wawancara, yang dapat dilakukan secara langsung dengan individu
atau kelompok melalui focus group interview. Wawancara kualitatif
memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum tidak
terstruktur atau semi-terstruktur dan bersifat terbuka yang dirancang
untuk memunculkan pandangan dan opini partisipan. Dalam proses
pengumpulan data ini penulis melakukan wawancara dengan pedagang
kaki lima terdampak relokasi dan Kepala Bidang Pembinaan dan
pengembangan perdagangan tradisional Dinas Perisdurtrian dan
perdagangan Kabupaten Sleman.
c. Dokumentasi, yakni pengumpulan dokumen-dokumen yang bisa
membantu mendapatkan data penelitian. Dokumen-dokumen tersebut
bisa meliputi laporan, arsip, catatan, notulen, dokumen perencanaan,
foto, video, rekaman, dan sebagainya. Dalam proses pencarian data ini
penulis mengumpulkan beberapa dokumentasi seperti foto lokasi
pedagang kaki lima sebelum dan sesudah relokasi di Jalan Kesehatan,
Resto Kuliner Sardjito sebagai lokasi berdagang yang baru, serta
beberapa arsip dokumen yang mendukung.
5. Teknik Analisis dan Verifikasi Data
Teknik analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian ini mengacu
pada pendekatan Creswell, yang meliputi proses-proses berikut:
a. Mengolah dan mempersiapkan data
29
b. Membaca keseluruhan data
c. Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data
d. Menerapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting, orang-
orang, kategori-kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis
e. Menentukan cara menyajikan kembali tema-tema dan deskripsi dalam
narasi/laporan kualitatif
f. Memaknai atau menginterpretasi data
Setelah analisis data, hasil analisis dan pembacaan data penelitian
perlu diverifikasi kembali untuk menjaga validitas dan reliabilitas
penelitian. Validasi data dapat dilakukan selama penelitian atau setelah
analisis data. Validitas dan reliabilitas dalam metode kualitatif tidak
memiliki pemaknaan yang sama dengan validitas dan reliabilitas dalam
metode kuantitatif. Teknik verifikasi data dalam metode kualitatif dapat
dilakukan dengan cara berikut,
a. Triangulasi, yakni menggunakan sumber-sumber data yang berbeda
dan memeriksa bukti-bukti dari sumber-sumber berbeda tersebut.
b. Pengecekan ulang, yakni pengecekan kembali hasil analisis atau
laporan kepada para partisipan untuk memastikan bahwa apa yang
dianalisis atau dilaporkan sesuai dengan yang mereka maksudkan.
c. Kroscek data dengan peneliti lain, yakni melakukan tanya jawab
dengan sesama rekan peneliti untuk meningkatkan keakuratan hasil
penelitian.
d. Membuat deskripsi yang padat dan jelas.
30
BAB II
PROFIL PEDAGANG KAKI LIMA RS DR. SARDJITO
A. Sejarah
Para pedagang kaki lima (PKL) RS Dr. Sardjito mulai berjualan sejak
berpindahnya RS Dr. Sardjito dari awalnya yang berlokasi di daerah Pingit dan
pada tahun 1971-an berpindah ke Kampung Sendowo dan bergabung dengan
rumah sakit UGM. Menurut keterangan dari narasumber yang di wawacarai,
awalnya yang berdagang di depan RS Dr. Sardjito hanya dua orang saja, yaitu
orang tua dari Bapak Yono dan tetangganya yang juga warga dari kampung
Sendowo. Seiring dengan perkembangan rumah sakit, maka kebutuhan dari
keluarga pasien yang menunggu di rumah sakit pun bertambah, seperti kebutuhan
alat mandi, snak atau makanan ringan dan pulsa telefon selular, membuat
bertambahnya pedagang yang membuka lapak atau tokonya di sekitar Rumah
Sakit Dr. Sardjito.
Pertama kali para pedagang itu menempati lokasi di pinggir Jalan
Kesehatan yang terdapat tepat di depan Rumah Sakit Dr. Sardjito atau tepatnya di
belakang kampus Fakulktas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada dan di
sebelah selatan Rumah Sakit Dr. Sardjito Rumah Sakit Dr. Sardjito di perkebunan
milik warga. Pada sekitar tahun 1974 status dari Rumah Sakit Dr. Sardjito
ditingkatkan, dari yang awalnya hanya rumah sakit daerah menjadi rumah sakit
rujukan atau rumah sakit tipe A. Untuk meningkatkan pelayanan terhadap pasien,
maka diperlukannya pengembangan rumah sakit menjadi lebih besar guna
31
menampung pasien yang lebih banyak dan untuk menambah fasilitas penanganan
pasien. Dengan banyaknya pasien yang berobat di Rumah Sakit Dr. Sardjito maka
semakin banyak pula keluarga pasien yang menunggu kerabatnya. Hal ini
berimbas pada meningkatnya pula permintaan pemenuhan kebutuhan kerabat
pasien yang menunggu mulai dari kebutuhan alat mandi, snak atau makanan
ringan dan pulsa telefon selular. Rumah Sakit Dr. Sardjito telah menyediakan
kantin atau rumah makan, akan tetapi kurang bisa memenuhi kebutuhan keluarga
pasien yang semakin banyak.
Dari awalnya hanya dua sampai sepuluh pedagang yang berjualan di
kawasan sekitar Rumah Sakit Dr. Sardjito, lama-kelamaan bertambah menjadi
semakin banyak. Tercatat sampai terakhir sebelum relokasi tedapat sekitar 140
pegadang atau lapak yang menjajakan dagangannya di kawasan sekitar Rumah
Sakit Dr. Sardjito. Semakin banyakya pedagang yang ikut membuka warung
membuat kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito terutama di Jalan Kesehatan menjadi
tidak teratur dan semerawut. Mereka memicu kemacetan dan juga membuat
kawasan rumah sakit menjadi kumuh karena tidak ada penataan yang memadahi
untuk mengatur lapak-lapak para pedagang tersebut. Hal ini membuat pihak
Rumah Sakit Dr. Sardjito dan pimpinan Universitas Gadjah Mada menjadi risau
dengan kesemerawutan yang ditimbulkan oleh para pedagang.
Sekitar tahun 1989 relokasi pertama coba dilakukan oleh pihak Universitas
Gadjah Mada, karena mereka merasa para pegadang tersebut menempati wilayah
mereka. Perlu diingat bahwa, lokasi yang ditempati oleh Rumah Sakit Dr. Sardjito
adalah tanah milik Universitas Gadjah Mada karena Rumah Sakit Dr. Sardjito
32
bergabung dengan rumah sakit milik Universitas Gadjah Mada. Relokasi pertama
ini tidak berjalan mulus, para pedagang menolak untuk dipindahkan atau lebih
tepatnya dalam relokasi pertama ini mereka disuruh pergi dari tanah milik
Universitas Gadjah Mada tanpa diberikan lokasi baru.
Penolakan yang dilakukan oleh pedagang berhasil dan membuat mereka
tetap bertahan untuk berjualan di tanah atau lahan milik Universitas Gadjah Mada.
Keberhasilan penolakan yang dilakukan pedagang tidak bisa dilepaskan dari
faktor eksternal mereka. Walaupun pada saat itu mereka belum tergabung dalam
sebuah asosiasi pedagang, namun semangat penolakan relokasi diantara para
pedagang bisa menyatukan semangat mereka. Para pedagang ini juga dibantu oleh
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang membela para
pedagang untuk tetap berjualan di lokasi mereka. Para mahasiswa tersebut
membela para pedagang karena apa yang dilakukan pedagang ini memudahkan
keluarga pasien untuk mendapatkan kebutuhan mereka karena lokasi para
pedagang yang dekat dengan Rumah Sakit Dr. Sardjito. Bukan hanya keluarga
pasien saja yang dimudahkan dengan adanya para pedagang, namun para
mahasiswa tersebut juga merasa dimudahkan untuk mencari makanan karena
lokasinya dekat dengan kampus mereka. Selain dari para pedagang tersebut, ada
banyak lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang membantu para pedagang
melakukan advokasi untuk tetap mendapatkan hak mereka berjualan di lokasi
tersebut.
Setelah rencana relokasi pertama pada tahun 1989 gagal dilakukan, pihak
Universitas Gadjah Mada dan Rumah Sakit Dr. Sardjito kembali melakukan
33
relokasi beberapa kali, namun hasilnya para pedagang tetap tidak mau berpindah
dan terjadi perlawanan oleh pedagang dan gabungan LSM dan mahasiswa.
Namun setelah peristiwa relokasi tersebut, para pedagang ini membuat sebuah
asosiasi pedagang untuk mendata siapa saja pedagang yang ada disana dan mereka
mendapatkan pendampingan dari LSM yang awanya membantu perlawanan
mereka. Pada tahun 2014 yang lalu akhirnya para pedagang tersebut mau untuk
direlokasi di tempat yang baru.
B. Lokasi
Pedagang kaki lima Rumah Sakit Dr. Sardjito berada di kawasan Rumah
Sakit Dr. Sardjito. Dulu sebelum direlokasi mereka bertempat di depan rumah
sakit atau di pinggir jalan depan rumah sakit. Sedangkan setelah relokasi mereka
berpindah di sebelah utara rumah sakit. Rumah Sakit Dr. Sardjito sendiri
beralamat di Jl. Kesehatan No. 1, Sendowo, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi rumah sakit ini juga masuk dalam kawasan
Universitas Gadjah mada.
1. Lokasi Sebelum Relokasi
Tempat : Sepanjang Jl. Kesehatan No. 1, Sendowo, Sinduadi, Mlati,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Batas Lokasi:
a. Utara : Jalan Kesehatan No. 1, Sendowo, Sinduadi, Mlati,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
34
b. Timur : Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Gadjah Mada.
c. Selatan : Komplek Perumahan Dosen Universitas Gadjah Mada.
d. Barat : Rumah Sakit Dr. Sardjito.
Keberadaan pedagang kaki lima di lokasi ini menimbulkan beberapa
masalah diantaranya mengakibatkan lokasi di depan RS. Sardjito menjadi kumuh
dan semerawut, mengakibatkan penumpukan kendaraan yang berdampak pada
kualitas udara di lingkungan tersebut semakin tercemar, menimbulkan timbunan
sampah yang mengakibatkan aroma tidak sedap karena limbah sampah cair yang
tidak memiliki saluran pembuangan, sehingga berdampak pada kualitas dagangan
para pedagang yang kurang higienis dan tidak layak konsumsi.
Oleh karena itu pada awal tahun 2013 Universitas Gadjah Mada dan
Rumah Sakit Dr. Sardjito sebagai kawasan yang terdampak oleh keberadaan
pedagang kaki lima pedagang kaki lima sama dengan Pemerintah Kabupaten
Sleman merumuskan sebuah kebijakan untuk merelokasi para pedakang kaki lima
ke lokasi yang baru. Universitas Gadjah Mada sebagai pemilik wilayah tersebut
menyediakan lahan untuk dibangun lapak pedagang yang baru yang memenuhi
standar kelayakan sebuah rumah makan atau area foodcourt. Pembangunan lapak
pedagang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman mulai dari desain lokasi
sampai dengan pembangunan bangunan lapak untuk para pedagang. Lokasi baru
ini bertempat di sebelah utara Rumah Sakit Dr. Sardjito atau di jalur pintu keluar
rumah sakit. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan supaya mudah untuk
diakses baik oleh para kerabat pasien yang menunggu saudara di rumah sakit
35
maupun oleh mahasiswa UGM karena berdekatan dengan kampus Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada.
2. Lokasi Setelah Relokasi
Tempat : Resto PKL Rumah Sakit Dr. Sardjito.
Batas Lokasi:
a. Utara : Kampus Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
b. Timur : Kampus Fakultas Kedokteran dan Biologi Universitas
Gadjah Mada.
c. Selatan : Perumahan Dosen Universitas Gadjah Mada dan Rumah
Sakit Dr. Sardjito.
d. Barat : Kampung Sendowo, Sinduadi, Mlati, Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi pedagang kaki lima yang baru ini telah dibangun dengan bangunan
permanen lengkap dengan fasilitas untuk para pengunjung seperti meja dan kursi
serta telah memenuhi standar kelayakan dan higienitas dengan sistem sanitasi
dan pembuangan sampah yang terpadu.
C. Jumlah Pedagang
Pada awal-awal keberadaan pedagang kaki lima di sepanjang Jalan
Kesehatan atau di depan Rumah Sakit Dr. Sardjito terdapat banyak sekali
pedagang dengan berbagai komoditas dagangannya. Mulai dari makanan, toko
kelontong sampai dengan jasa fotocopy yang dimana mereka menjajakan
36
dagangannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dari pasien yang menunggu
kerabatnya yang dirawat di rumah sakit. Menurut data yang diambil pada tanggal
tahun 2014 sebelum relokasi, berikut adalah data jumlah lapak atau pedagang
pedagang kaki lima yang berada di kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito.
Tabel 1.1
Jumlah Pedagang Sebelum Relokasi
No Jenis Dagangan Jumlah
1 Makanan 102
2 Toko Kelontong 26
3 Buah 4
4 Pakaian 1
5 Fotocopy 4
Jumlah 137
Sumber: Dokumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2014
Jumlah pedagang tersebut dianggap terlalu banyak dan melebihi kuota
lapak pedagang yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman di lokasi
pedagang kaki lima yang baru. Oleh karena itu Dinas Perindustrian dan
Perdagangan sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam hal relokasi
pedagang kaki lima kawasan Rumah Sakit Dr. Sardjito melakukan pendataan
ulang dan proses seleksi kepada pedagang yang akan menempati lokasi yang baru.
Proses seleksi ini dilaksanakan secara terbuka dan dilakukan dengan asosiasi
pedagang kaki lima Rumah Sakit Dr. Sardjito, dengan harapan bahwa nantinya
pedagang yang akan menempati lokasi yang baru diutamakan adalah pedagang
yang sudah sejak awal berdagang di lokasi lama dan pedagang dengan KTP
37
Kabupaten Sleman atau penduduk asli. Selain dua faktor tersebut, proses seleksi
juga dilakukan dari segi komoditas dagangan dan jasa.
Dari proses seleksi tesebut dihasilkanlah data sebagai berikut:
Tabel 1.2
Jumlah Pedagang Setelah Relokasi
No Jenis Dagangan Jumlah
1 Makanan 60
2 Toko Kelontong 20
3 Buah 2
4 Pakaian 1
5 Fotocopy 1
6 Laundry 2
Jumlah 86
Sumber: Dokumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan 2014
Dari proses seleksi ulang yang telah dilakukan terdapat banyak sekali
pengurangan jumlah pedagang. Hal ini dilakukan untuk menjaga persaingan usaha
antar pedagang supaya tetap sehat serta tidak terlalu banyak pedagang dengan
komoditas dagangan yang sama yang berdampak pada penghasilan para
pedagang. Selain itu juga terdapat komoditas dagangan atau jasa baru yaitu
laundry yang belum disediakan oleh para pedagang namun dibutuhkan oleh
konsumen. Penambahan dagangan atau jasa tersebut adalah hasil dari survei yang
dilaukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan kepada konsumen sebagai
bentuk pendampingan kepada para pedagang.
D. Komoditas Dagangan
38
Ada dua macam pedagang di pedagang kaki lima Rumah Sakit Dr.
Sardjito, yaitu pedagang makanan dan pedagang kelontong, berikut macam-
macam dagangan mereka dibagi menurut jenis dagangannya:
1. Pedagang Makanan:
a. Nasi rames
b. Nasi soto ayam
c. Mie ayam dan bakso
d. Sate ayam
e. Gado-gado dan lotek
f. Ketoprak jakarta
g. Nasi padang
h. Bubur ayam
i. Angkringan
j. Gorengan
k. Jajan pasar
l. Kacang dan jagung rebus
m. Jus buah
n. Ronde
o. Bakmi jawa
p. Tahu kupat
q. Pecel lele
r. Sate kambing
2. Pedagang Kelontong
39
a. Air minum kemasan
b. Alat mandi (sabun, pasta gigi, sampo)
c. Rokok
d. Tissu
e. Masker penutup mulut
f. Makanan ringan atau snak
g. Roti
h. Obat ringan
i. Koran dan majalah
j. Pakaian
3. Jasa
a. Fotocopy
b. Laundry
c. Rental atau carter mobil
d. Ojek
e. Parkir
E. Jam Buka
Jam buka dari para pedagang kaki lima Rumah Sakit Dr. Sardjito ini
bervariasi, berikut penjelasannya:
1. Buka 24 jam
Mayoritas para pedagang di pedagang kaki lima Rumah Sakit Dr. Sardjito
membuka warung atau tokonya 24 jam karena pedagang tersebut tidur
ditoko mereka sekaligus untuk menjaga dagangan mereka. Mayoritas
40
pedagang yang buka 24 jam adalah toko kelontong dan pedagang nasi
padang. Karena kebutuhan konsumen untuk membeli barang di toko
kelontong tidak terbatas waktu atau bisa kapan saja. Itulah yang mejadikan
alasan kenapa mayoritas toko kelontong buka 24 jam.
2. Buka pukul 07.00-18.00
Pedagang yang membuka warungnya dari pukul 07.00-18.00 biasanya
adalah pedagang makanan nasi rames, nasi soto dan lotek-gado-gado.
Karena menurut para pedagang tersebut beranggapan bahwa jenis
dagangan mereka hanya cocok untuk dijajakan di pagi sampai sore hari.
3. Buka pukul 15.00-23.00
Pedagang yang menjajakan dagangannya pada pukul 15.00-23.00 adalah
pedagang makanan yang berjualan mie ayam-bakso, sate ayam, mie jawa
dan nasi goreng. Karena menurut para pedagang tersebut dagangan yang
mereka jajakan cocok untuk dijual pada malam hari.