manajemen keperawatan pengendalian infeksi nosokomial

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007). Saat ini, masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan obat- obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan membebani pemerintah/rumah sakit, personil rumah sakit maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan (Triatmodjo, 1993). Infeksi nosokomial adalah semua kasus infeksi yang terjadi sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah sakit atau pada waktu masuk tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut. 1

Upload: noor-anisya

Post on 14-Sep-2015

58 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007).

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangKemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di Rumah Sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu. Dalam pemberian pelayanan yang bermutu, seorang petugas kesehatan harus memiliki kemampuan untuk mencegah infeksi dimana hal ini memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek penanganan pasien (Soeroso, 2007).Saat ini, masalah infeksi nosokomial makin banyak mendapat perhatian para ahli karena di samping dapat meningkatkan morbilitas maupun mortalitas, juga menambah biaya perawatan dan obat-obatan, waktu dan tenaga yang pada akhirnya akan membebani pemerintah/rumah sakit, personil rumah sakit maupun penderita dan keluarganya. Hal ini jelas bertentangan dengan kebijaksanaan pembangunan bidang kesehatan yang justru menekankan peningkatan efisiensi pelayanan kesehatan (Triatmodjo, 1993).Infeksi nosokomial adalah semua kasus infeksi yang terjadi sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah sakit atau pada waktu masuk tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut. Meskipun kultur tidak mendukung ke arah infeksi nosokomial, tetap dicatat sebagai infeksi nosokomial (Kurniadi, 1993)Penularan dapat terjadi melalui cara silang (cross infection) dari satu pasien kepada pasien yang lainnya atau infeksi diri sendiri di mana kuman sudah ada pada pasien kemudian melalui suatu migrasi (gesekan) pindah tempat dan di tempat yang baru menyebabkan infeksi (self infection atau auto infection). Tidak hanya pasien rawat yang dapat tertular, tapi juga seluruh personil rumah sakit yang berhubungan dengan pasien, juga penunggu dan pengunjung pasien. Infeksi ini dapat terbawa ke tengah keluarganya masing-masing (Zulkarnain, 2009).Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung karena tangan yang kurang bersih atau secara tidak langsung melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan mencuci tangan secara benar saja kejadian infeksi nosokomial dapat mencapai 50% apalagi jika tidak mencuci tangan. Peralatan yang kurang steril, air yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering meningkatkan risiko infeksi nosokomial (Utje, 1993).Berdasarkan pengkajian di ruang Cempaka 3 RSUD dr.Loekmonohadi Kudus pada tanggal 15 Juni 2015 mengenai pengendalian infeksi nosokomial diperoleh data bahwa di dalam ruangan sudah terdapat handscrub. Tetapi di dalam ruangan jumlah handscrub yang tersedia kurang memadai, karena hanya ada 2 handscrub, yaitu di depan kamar G dan di samping ners station.Penyediaan handscrub di setiap kamar pasien sangat penting untuk mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Jumlah handscrub yang memadai dapat memudahkan petugas dan pengunjung untuk melakukan hand higyene, sesuai dengan 5 momen cuci tangan, yaitu sebelum ke pasien, sesudah ke pasien, sebelum melakukan tindakan, sesudah melakukan tindakan, dan sesudah terkena cairan tubuh pasien.Berdasarkan hal tersebut maka mahasiswa tertarik untuk menganalisis masalah kurang optimalnya penggunaan handscrub di ruang cempaka 3 RSUD dr.Loekmonohadi Kudus untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial.

B. Tujuan1. UmumSetelah dilakukan praktik keperawatan manajemen selama 1 (satu) minggu diharapkan petugas dan pengunjung di ruang Cempaka 3 dapat meningkatkan kesadaran terkait upaya mengoptimalkan pemakaian handscrub untuk pengendalian infeksi nosokomial.1. Khususa. Mampu meningkatkan pemahaman petugas dan pengunjung Ruang Cempaka 3 RSUD dr.Loekmonohadi Kudus dalam menerapkan hand higyeneb. Mampu meningkatkan penggunaan handscrub di ruang cempaka 3 RSUD dr.Loekmonohadi Kudusc. Mampu mengurangi serta mencegah terjadinya infeksi nosokomial

C. Manfaat1. Sebagai bahan masukan bagi ruang Cempaka 3 RSUD dr.Lukmonohadi Kudus untuk mengoptimalkan pemakaian handscrub 2. Sebagai salah satu upaya dalam pengendalian infeksi nosokomial di ruang Cempaka 3 RSUD dr.Loekmonohadi Kudus

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. PengertianHealth-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit Hospital-Acquired Infections merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian,pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

B. FaktorPenyebab perkembangan infeksi nosokomial1. Agen infeksiPasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:a. karakteristik mikroorganismeb. resistensi terhadap zat-zat antibiotikac. tingkat virulensi, dand. banyaknya materi infeksius.Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Utama, 2006).2. Respon dan toleransi tubuh pasienFaktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:a. Usiab. status imunitas penderitac. penyakit yang dideritad. Obesitas dan malnutrisie. Orang yang menggunakan obat-obatanf. imunosupresan dan steroidg. Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Utama, 2006).

3. Infeksimelalui kontak langsung dan tidak langsungInfeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golonganstaphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.4. ResistensiantibiotikaSeiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotikapenicillinantara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yangimmunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten.Penyebab utamanya karena:a. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrolb. Dosis antibiotika yang tidak optimalc. Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkatd. Kesalahan diagnosa (Utama, 2006)Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dantuberculosistelah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu jugaklebsielladanpseudomonas aeruginosajuga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.5. FaktoralatDari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial terutama disebabkan infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia.Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Di ruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:a. Ekstravasasi infiltrat: cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanulab. Penyumbatan: Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lainc. Flebitis: Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang venad. Trombosis: Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infuse. Kolonisasi kanul: Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darahf. Septikemia: Bila kuman menyebar hematogen dari kanulg. Supurasi: Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanul (Utama, 2006)Beberapa faktor di bawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan prinsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia

C. Dampak Infeksi NosokomialInfeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

D. Pengelolaan Infeksi NosokomialSeperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Infeksi nosokomial ini dapat disebabkan oleh petugas kesehatan, pengunjung, dan juga pasien lainnya.Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat.

BAB IIIANALISA SITUASI

A. Pengkajian Aspek Spesifik Fungsi ManajemenTeori Pengendalian infeksi nosokomialAnalisis Situasi

Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu:1. Mencuci tangan untuk menghindari infeksi silang. Mencuci tangan merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial, efektif mengurangi perpindahan mikroorganisme karena bersentuhan2. Menggunakan alat pelindung diri untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan tubuh lain. Alat pelindung diri meliputi; pakaian khusus (apron), masker, sarung tangan, topi, pelindung mata dan hidung yang digunakan di rumah sakit dan bertujuan untuk mencegah penularan berbagai jenis mikroorganisme dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya, misalnya melaui sel darah, cairan tubuh, terhirup, tertelan dan lain-lain.3. Manajemen alat tajam secara benar untuk menghindari resiko penularan penyakit melalui benda-benda tajam yang tercemar oleh produk darah pasien. Terakit dengan hal ini, tempat sampah khusus untuk alat tajam harus disediakan agar tidak menimbulkan injuri pada tenaga kesehatan maupun pasien.4. Melakukan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi instrumen dengan prinsip yang benar. Tindakan ini merupakan tiga proses untuk mengurangi resiko tranmisi infeksi dari instrumen dan alat lain pada klien dan tenaga kesehatan5. Menjaga sanitasi lingkungan secara benar. Sebagaiman diketahui aktivitas pelayanan kesehatan akan menghasilkan sampah rumah tangga, sampah medis dan sampah berbahaya, yang memerlukan manajemen yang baik untuk menjaga keamanan tenaga rumah sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat.

Setelah dilakukan observasi selama 2 hari, telah didapatkan data sebagai berikut :Pada hari pertama dan kedua 15-16 Juni 2015 :a. Tersedianya handscrub di ruangan kurang memadai, hanya ada 2 handscrubb. Di setiap kamar pasien tidak terdapat handscrubc. Kurang optimalnya penerapan 5 momen cuci tangan

B. Identifikasi Masalah dan Analisa DataNODATA FOKUSMASALAH

1.

Observasi :Hasil observasi didapatkan bahwa setiap selesai tindakan perawat selalu cuci tangan. Terdapat handscrub pada ners station tapi tidak ada pada setiap kamar pasien.Didapatkan hasil bahwa pada ruangan jumlah handscrub kurang memadai, yaitu hanya ada 2.a. Kurang optimalnya penggunaan handscrub

C. Pengendalian Infeksi NosokomialAnalisa SWOT Pengendalian infeksi nosokomialStrength(Kekuatan)Weakness(Kelemahan)Opportunity(Kesempatan)Threatened(Ancaman)

Adanya handscrub dan panduan cara mencuci tangan

Di ruangan jumlah handscrub kurang memadai, yaitu hanya ada 2

Melindungi diri dari infeksi nosokomial

Terkena infeksi nosokomial

Masalah :a. Kurang optimalnya penggunaan handscrub dalam pengendalian infeksi nosokomial

Intervensi :a. Upayakan menggunakan APDb. Mengoptimalkan penyediaan handscrub di depan kamar pasienc. Mengoptimalkan 5 momen cuci tangan pada petugasd. Menyediakan tempat handscrub di depan kamar pasiene. Sosialisasikan cara cuci tangan yang baik dan benarf. Anjurkan penyediaan panduan cara cuci tangan di depan kamar pasien

D. FishboneMan: Perawat kurang memperhatikan kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah ke pasien Pengunjung kurang memperhatikan pentingnya cuci tangan

g. Material: Tersedianya handscrub kurang memadai

h. i. j.

Resiko tinggi INOS

Methode: Kurang optimalnya kebiasaan cuci tangan

E. Pengendalian Infeksi NosokomialPOA Masalah pengendalian infeksi nosokomialMasalahRencana TindakanTujuanSasaranTempatWaktuPJ

Kurang optimalnya penggunaan handscrub

a. Upayakan menggunakan APDb. Penyediaan handscrub pada masing-masing kamar pasien c. Optimalkan 5 momen cuci tangana. Mengoptimalkan penggunaan handscrubb. Mengurangi dan menekan terjadinya infeksi nosokomialPerawat dan pengunjung di ruanganRuang Cempaka III17 Juni2015

Kepala ruang

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanHealth-care Associated Infections (HAIs) merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit. Kalaupun tak berakibat kematian,pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.Mencuci tangan merupakan salah satu upaya yang efektif untuk pengendalian infeksi nosokomial. Hal tersebut dapat ditunjang dengan mengoptimalkan penggunaan handscrub dan 5 momen cuci tangan pada petugas dan pengunjung.

B. Saran1. Diharapkan kepada penentu kebijakan dalam hal ini rumah sakit agar memfasilitasi alat yang dibutuhkan dalam mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit2. Diharapkan kepada petugas dan pengunjung untuk ikut berperan serta dalam pengendalian infeksi nosokomial, salah satunya yaitu dengan melakukan kebiasaan cuci tangan yang baik dan benar3. Diharapkan kepada petugas untuk mengoptimalkan 5 momen cuci tangan dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009.Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI

Hasibuan, M. (2003)Organisasi dan Motivasi, Jakarta:PT. Bhuana Aksara

Kurniadi, H. (1993)Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.

Schaffer, et al (2000)Pencegahan Infeksi & Praktik yang Aman, Jakarta: EGC.15