manajemen hubungan pelanggan...

312

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan
Page 2: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Penulis: Sri Widyastuti

PenerbitFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Jakarta

2016

MembinaKeakraban Pelanggan:

Page 3: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

ii

MEMBINA KEAKRABAN PELANGGAN: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Penulis: Sri Widyastuti

Editor :Mochamad Widjanarko dan Rosidi

Desain Sampul : Murod Ihsan Kamal

©Sri Widyastuti

Hak cipta dilindungi Undang-UndangDilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penulis dan penerbit

ISBN: 978-602-60754-2-0ix + 301 Halaman; 6 cm x 24 cm

Penerbit:Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas PancasilaJl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan Telp / Fax: (021) 7270133

Page 4: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

iii

SEKAPUR SIRIH

Puji syukur kehadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, buku berjudul ‘’Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati’’ ini bisa hadir di tangan pembaca.

Buku ini hadir di tengah kenyataan, bahwa banyak perusahaan yang mampu mengembangkan hubungan sejati dan tahan lama dengan pelanggan mereka sepanjang waktu, di mana pelanggan selalu kembali pada perusahaan yang sama.

Kembalinya pelanggan pada perusahaan yang sama, tidak sekadar karena layanan yang hebat, tetapi lebih karena merasa disambut dengan baik ketika memasuki kantor atau toko, atau karena merasa nyaman saat berhubungan dengan staf kantor atau toko tersebut.

Inilah pemasaran berbasis hubungan, yang didorong oleh keinginan untuk menyelaraskan pola kebiasaan pelanggan dan keinginan yang tulus, untuk lebih mengerti dan melayani pelanggan.

Banyak inisiatif untuk membangun hubungan yang memberikan sumbangan bagi pencapaian loyalitas pelanggan atau penyampaian nilai, salah satunya contohnya adalah Customer Relationship Management (CRM) yang dijalankan oleh Bank Muamalat Indonesia, bank umum pertama di Indonesia yang menerapkan prinsip syariah Islam dalam menjalankan operasionalnya.

Buku ini mendedahkan berbagai pandangan tentang bagaimana perusahaan membangun hubungan dengan pelanggan dan mengapa hubungan tersebut penting dalam menjamin sukses bisnis jangka panjang.

Atas terbitnya buku ini, penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan. Namun yakin dan sadar bahwa tiada satu pun yang sempurna, demikian pula dengan buku ini. Karenanya, penulis berharap masukan-masukan dari pembaca dan semua pihak, untuk perbaikan-perbaikan di waktu-waktu mendatang.

Jagakarsa, Jakarta Selatan, April 2016Penulis,

Sri Widyastuti

Page 5: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

iv

KATA PENGANTAR

Buku ini banyak menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan kesadaran para ahli pemasaran, tentang manfaat memberikan perhatian pada hubungan pelanggan.

Menarik, karena paradigma ke depan, tidak sekadar tentang pemasaran, tetapi fokus pada pelanggan. Namun banyak orang yang mempunyai kepercayaan sama pada pemasaran yang fokus pada pelanggan, memandang buku (semacam) ini tak lebih sebagai sebuah eksplorasi hubungan pelanggan semata.

Padahal, Customer Relationship Management (CRM) merupakan pendekatan pelayanan kepada pelanggan dalam membangun hubungan berkelanjutan, yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan maupun perusahaan.

Namun sebelum sebuah organisasi mempraktikkan pemasaran menggunakan pendekatan berbasis hubungan, pemilik dan manajernya mesti mengerti dan menerima apa arti hubungan dengan perusahaan bagi pelanggan dari sudut pandang tersebut.

Beberapa orang mungkin ragu memiliki hubungan sejati dengan sebuah perusahaan tertentu. Jika ini terjadi, maka tepatlah Anda membaca buku ini, karena menjabarkan berbagai upaya yang harus dilakukan perusahaan dalam membina hubungan sejati.

Buku ini sangat menarik karena sangat aplikatif, khususnya bagi mereka yang sedang mendalami bidang manajemen pemasaran. Silakan baca, cermati dan mendiskusikannya. (*)

Dipati Ukur, Bandung, Mei 2016Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec.lic

Page 6: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

v

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul iiSekapur Sirih iiiKata Pengantar ivDaftar Isi vDaftar Gambar viiiDaftar Tabel ixBAB I : PERUBAHAN PELAYANAN PELANGGAN DAN

SIFAT PEMASARAN1

1.1 Pemasaran Hubungan Bukan Konsep Baru 31.2 Meningkatnya Fokus Terhadap Hubungan 61.3 Dari Transaksi ke Hubungan 131.4 Hubungan yang Bukan Hubungan Sejati 201.5 Hubungan Sejati dengan Pelanggan 221.6 Menciptakan Budaya Hubungan 26

BAB II : MELAKSANAKAN HUBUNGAN ANTARORGANISASI

31

2.1 Bentuk Hubungan Organisasi 322.2 Mengelola Hubungan Antarorganisasi 382.3 Hubungan Global antara Organisasi-

organisasi40

2.4 Peran Penting Manajemen Hubungan Pelanggan

40

2.5 Mengembangkan Strategi CRM 412.6 Proses Penciptaan Nilai 452.7 CRM dan Strategi Pemasaran 472.8 Layanan Perbankan Syariah 502.9 CRM Bank Muamalat Indonesia 54

Page 7: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

vi

BAB III : KEPUASAN PENTING UNTUK MEMBINA RELASI DENGAN PELANGGAN 593.1 Kepuasan dan Kebutuhan Pelanggan 593.2 Harapan-harapan Pelanggan yang

Terselubung64

3.3 Sentuhan Emosional dan Zona Toleransi 673.4 Hasil Kepuasan Pelanggan 723.5 Hubungan yang Akan Memuaskan

Pelanggan76

3.6 Pemicu Kepuasan Pelanggan 813.7 Bukti Pentingnya Perasaan 90

BAB IV : MEMBINA HUBUNGAN DENGAN PELANGGAN YANG MEMBERIKAN MANFAAT EKONOMI

99

4.1 Ketahanan dan Loyalitas Pelanggan 994.2 Proporsi Pembelanjaan 1024.3 Tanda-tanda Relasi yang Retensi 1064.4 Apakah Pelanggan Loyal Memang Bernilai ? 1154.5 Karyawan yang Puas Menghasilkan

Pelanggan yang Puas120

4.6 Nilai Moneter dan Non-Moneter dari Hubungan Pelanggan

122

4.7 Hubungan sebagai Aset 128

BAB V : MENGEMBANGKAN NILAI PELANGGAN 1355.1 Menambahkan Nilai Pelanggan 1355.2 Pandangan Tentang Nilai 1395.3 Memberi vs Menerima 1495.4 Pandangan Progresif tentang Proposisi

Nilai153

5.5 Produk atau Jasa Inti yang Diperdagangkan 1575.6 Menumbuhkan Perasaan Positif pada Staf

atau Karyawan165

5.7 Memperluas Proporsi Nilai 1695.8 Menambahkan Nilai Teknologi 180

Page 8: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

vii

BAB VI : PEMASARAN HUBUNGAN PELANGGAN 1896.1 Berkembangnya Orientasi Hubungan 1896.2 Hubungan yang Sebenarnya 1976.3 Karakteristik Kuatnya Hubungan 2046.4 Hubungan Pelanggan Sejati 2196.5 Pertumbuhan Hubungan yang Kondusif 223

BAB VII MEMBANGUN KEMITRAAN JANGKA PANJANG MENUJU KEUNGGULAN BERSAING

235

7.1 Market Driven Strategy 2357.2 Mengenali Pelanggan Lebih Dalam 2427.3 Pentingnya Pelayanan Prima 2477.4 Manajemen Hubungan Pelanggan 2547.5 Mengikat Pelanggan dengan Hubungan

Berdasar Kontrak260

7.6 Mengikat Pelanggan dengan Klub Pemasaran

261

7.7 Mencapai Keunggulan Bersaing 264Daftar pustaka 279Glosarium 291Indeks 297Bio data penulis 301

Page 9: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 4P – Sudut Pandangan yang Berbeda 9Gambar 1.2 Hasil dari Penciptaan Nilai 25Gambar 1.3 4R – Sudut Pandang Baru tentang Pemasaran 27Gambar 2.1 Kemitraan Strategis 31Gambar 2.2 Alasan Mengadakan Hubungan

Antarorganisasi32

Gambar 2.3 Hubungan Organisasi Vertikal dan Lateral 33Gambar 2.4 Mengelola Hubungan Antarorganisasi 39Gambar 3.1 Zona Toleransi 69Gambar 3.2 Tiga Zona Toleransi 71Gambar 3.3 Zona Toleransi untuk Elemen Jasa yang

Berbeda72

Gambar 3.4 Pemicu Kepuasan Pelanggan level-5 89Gambar 4.1 Mempertahankan Pelanggan dalam Jangka

Waktu Lama108

Gambar 4.2 Penciptaan Nilai Menuju Loyalitas 111Gambar 4.3 Nilai Pelanggan Jangka Panjang 131Gambar 5.1 Pemasaran Holistik dan Nilai Pelanggan 141Gambar 5.2 Model Nilai dan Hubungan Pelanggan 150Gambar 5.3 Perkembangan Nilai Ekonomis 157Gambar 5.4 Penciptaan Nilai pada Model Pemicu

Kepuasan Pelanggan161

Gambar 5.5 Segitiga Pemasaran Jasa 167Gambar 5.6 Nilai dengan Kinerja Perusahaan 185

Gambar 6.1 Develop and Define the CRM Strategy to Guide the Management Process 191

Gambar 6.2 Dimensi-dimensi Hubungan 205Gambar 6.3 Kondisi Pertumbuhan Hubungan yang

Kondusif227

Gambar 6.4 Creating Competitive Advantage through Win-Win Relationship Strategies 230

Gambar 7.1 Penerapan Strategi Pemasaran untuk Menciptakan Nilai Pelanggan Superior 236

Gambar 7.2 Return on Relationship Model 276

Page 10: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 6.1 Kedekatan Pelanggan 229

Page 11: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

x

Page 12: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

Dalam kondisi pasar yang kompetitif, perusahaan harus berjuang bertahan hidup, membuktikan bahwa membangun dan mengelola hubungan dengan pelanggan adalah sangat penting. Dasar dari setiap hubungan jangka panjang, terletak kepuasan pelanggan. Kepuasan terkait pada interaksi dengan penyedia layanan, sehingga penting dan harus selalu dievaluasi (Bena, 2010).

Beberapa pelanggan mampu menciptakan hubungan yang sangat dekat dan bertahan lama dengan perusahaan tertentu. Melalui pembicaraan dengan pelanggan dalam banyak industri yang berbeda, muncul sebuah kesimpulan, bahwa hubungan sejati dengan pelanggan, benar-benar ada dan banyak perusahaan sangat sukses dalam mengelola hubungan itu. Banyak faktor yang berperan dalam penciptaan dan pemeliharaan hubungan tersebut.

Customer Relationship Management (CRM) atau manajemen hubungan pelanggan yang baik, dapat meningkatkan kualitas layanan perusahaan. CRM positif memengaruhi tingkat kualitas pelayanan perbankan, jika perbankan dapat meningkatkan hubungan dengan nasabah, itu akan meningkatkan tingkat kualitas layanan.

Oleh karena itu, penting untuk menarik dan mempertahankan nasabah perbankan melalui hubungan pelanggan yang erat. Dengan kata lain, perbankan perlu menerapkan strategi CRM yang efektif (Rootman et al, 2008).

Terbentuknya hubungan pelanggan sangat dipengaruhi bukan hanya oleh tingkat pelayanan yang diberikan perusahaan, juga oleh

BAB IPERUBAHAN PELAYANAN PELANGGAN DAN SIFAT PEMASARAN

Page 13: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

2

Sri Widyastuti

tingginya tingkat emosi yang dihubungkan dengan saat mereka membutuhkan jasa perusahaan.

Buku Thomas, Lynch The Undertaking : Life Studies From the Dismal Trade. Lynch menggambarkan hubungan antara penyedia jasa dan pelanggan, yang sesungguhnya lebih dari sekadar pelanggan. Semua mengenal individu dan perusahaan. Membangun hubungan unik yang lebih dengan pelanggan, sangat penting bagi perusahaan. (Lindgreen et al, 2006).

Sebuah studi menunjukkan, perusahaan yang menerapkan CRM, memungkinkan bertahan hidup dalam kondisi pasar baru, yang mendukung hubungan dengan pelanggan mereka (Mendoza et al, 2007).

Banyak perusahaan mampu mengembangkan hubungan sejati dan tahan lama dengan pelanggan mereka, sepanjang waktu. Beberapa contoh dalam kehidupan akan terus kembali pada perusahaan yang sama: bukan sekadar lantaran mereka menawarkan layanan yang hebat, tetapi lebih karena merasa disambut dengan baik ketika memasuki kantor, atau karena merasa nyaman berhubungan dengan staf kantor tersebut.

Inilah perbedaan pemasaran berbasis hubungan. Perusahaan bertugas tidak hanya menerima logika yang tidak dapat dipungkiri untuk mengembangkan hubungan pelanggan jangka panjang. Perusahaan juga mengerti mengapa hal ini menjadi sebuah ide yang baik, dalam mengartikan hubungan sebuah perusahaan bagi pelanggan, karena hasil yang didapat dari pendekatan tersebut sangat luar biasa potensialnya.

Buku ini tidak hanya bicara tentang pemasaran, juga mengulas secara lebih luas pada pelanggan. Banyak orang yang mempunyai kepercayaan yang sama pada pemasaran yang berfokus pada pelanggan dan memandang buku semacam ini, sebagai sebuah eksplorasi hubungan pelanggan. Sebelum sebuah organisasi dapat mempraktikkan pemasaran dengan pendekatan berbasis hubungan, maka pemilik dan manajer harus mengerti dan menerima apa arti hubungan dengan perusahaan bagi pelanggan dari sudut pandang tersebut.

Page 14: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

3

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Beberapa mungkin ragu untuk memiliki hubungan sejati dengan sebuah perusahaan tertentu. Nah, buku ini akan menjelaskan bagaimana pelanggan membangun hubungan dengan perusahaan, dan mengapa hubungan itu penting dalam menjamin sukses bisnis jangka panjang.

1.1 Pemasaran Hubungan Bukan Konsep Baru Prinsip yang merupakan inti dari konsep pemasaran, adalah

berfokus pada konsep kepercayaan dan komitmen. Prinsip ini sudah digunakan sejak pertengahan abad ke-20, yang memandang pemasaran sebagai satu set peralatan yang berhubungan dengan produk, harga, distribusi dan promosi.

Jika tujuan akhir dari aktivitas pemasaran adalah kepuasan pelanggan, dan bahwa kepuasan tersebut bisa dicapai melalui penciptaan nilai bagi pelanggan, maka banyak perusahaan kecil telah mempraktikkan “Pemasaran Hubungan” selama berabad-abad tanpa menyadari apa yang mereka lakukan. Biasanya perusahaan kecil memandang pelanggan mereka sungguh-sungguh penting. Ini menjadikan kecintaan pada perusahaan tersebut.

Perusahaan memberikan hadiah dengan terus berhubungan dengan pelanggan, yang akan merekomendasikan pada kerabat. Dengan memperlakukan sedemikian rupa dan menghargai bisnis, perusahaan kecil ini telah berhasil mencapai apa yang seharusnya menjadi tujuan pemasaran, tingkat kepuasan pelanggan yang membuat pelanggan kembali, dan membuat mereka merekomendasikan pada teman-teman, kerabat dan rekan bisnisnya.

Beberapa perusahaan kecil memperlakukan pelanggan secara alami. Tidak ada yang istimewa atau sudah menjadi adat kebiasaan. Perlakuan itu memang istimewa, di mana selama ini, pelanggan jarang mengalami perlakuan istimewa. Begitu pelanggan mengalami perlakuan istimewa, mereka siap memberikan seluruh kebutuhan mereka pada perusahaan dan menjadi pendukung terbesar perusahaan itu.

Ketika seorang pelanggan menyebut sebuah bisnis sebagai “bisnisku”, ini menjadi bukti nyata, bahwa telah terjadi hubungan

Page 15: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

4

Sri Widyastuti

yang sejati. Tantangan yang akan diungkapkan dalam buku ini, yaitu untuk memperluas konsep hubungan pelanggan dari perusahaan kecil yang lebih banyak diwarnai hubungan antarpribadi ketimbang perusahaan besar, yang umumnya tidak memperhatikan hubungan antarpribadi.

Membangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan cocok untuk diterapkan dalam konteks perusahaan besar, maka terdapat potensi yang besar bagi sebuah perusahaan besar untuk sungguh-sungguh dekat dengan pelanggan.

Pertama-tama seluruh organisasi besar harus menerima, bahwa membangun hubungan adalah hal yang sangat penting. Mereka harus pula menghargai perbedaan antara hubungan sejati dengan pelanggan dan hubungan semu karena uang, yang dibangun melalui berbagai program dan hadiah.

Selanjutnya mereka harus memperoleh pemahaman yang utuh tentang apa arti sebuah hubungan dari perspektif pelanggan. Jika perusahaan besar melakukannya, maka konsep tersebut menjadi relevan dan strategi pemasaran berbasis hubungan dapat diterapkan dengan sukses. Memahami hubungan pelanggan adalah sebagaimana pelanggan memandang dan mendefinisikan hubungan tersebut. Bagi sebuah perusahaan, untuk menerapkan program pemasaran berbasis hubungan dengan bersandar pada definisi manajemen perusahaan itu sendiri dan interpretasi tentang apa yang merupakan sebuah hubungan.

Banyak perusahaan benar-benar merasa bahwa program pemasaran yang sering mereka lakukan dengan memberi hadiah pelanggan setia berupa poin-poin, merupakan sebuah hubungan. Juga karena pelanggan telah berbisnis bertahun-tahun dengan mereka, maka terjadilah sebuah hubungan.

Bisnis yang pada awal abad ke-20 berorientasi pada produksi, menuju bisnis yang berorientasi membangun hubungan pada 100 tahun kemudian. Pemasaran pun mulai fokus pada kepuasan pelanggan, pelayanan pelanggan, dan nilai bagi keuntungan jangka panjang perusahaan dari para pelanggannya.

Page 16: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

5

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Belakangan, konsep pemasaran berbasis hubungan berkembang demikian cepat. Ini mengakibatkan meningkatnya kompetisi, tuntutan lebih pelanggan akan pelayanan, serta perhatian yang lebih besar akan kebutuhan individual pelanggan.

Perkembangan itu juga akibat disadarinya kelemahan dari pendekatan bisnis, yang cenderung berpandangan bahwa pelanggan adalah target pasif. Banyak perusahaan telah meluncurkan banyak program, serta berinisiatif membangun hubungan dengan pelanggan. Beberapa program, sukses. Namun tak sedikit yang gagal, karena umumnya tidak memandang hubungan dari perspektif pelanggan.

Didorong oleh keinginan menyelaraskan pola kebiasaan pelanggan dan keinginan yang tulus untuk lebih mengerti dan melayani pelanggan, banyak inisiatif untuk membangun hubungan yang memberikan sumbangan bagi pencapaian loyalitas pelanggan atau penyampaian nilai.

Banyak perusahaan menciptakan klub-klub belanja atau program klub kartu, yang bertujuan menarik pelanggan untuk membeli kembali. Akibatnya, sebagian besar pelanggan sekarang ini membawa dalam dompet atau tas tangan mereka beberapa kartu yang membuktikan keanggotaan mereka dalam berbagai klub, seperti supermarket, departement store, perusahaan, penerbangan, hotel dan banyak lagi lainnya, sehingga pelanggan sering merasa terjerat dalam klub sampai mati.

Apakah teknik pemasaran hubungan semacam ini berhasil? Bagi perusahaan, program itu memang berhasil dalam menarik pelanggan untuk memanfaatkan kartu keanggotaan dan meningkatkan penggunannya.

Hubungan pemasaran yang didukung oleh karyawan dari suatu organisasi, telah muncul bertahun-tahun, dan menjadi topik menarik pada pemasaran yang fokus pada membangun hubungan jangka panjang antara karyawan dengan perusahaan dengan pelanggan pada setiap bisnis mereka (Maznah & Ali, 2010).

Pengamatan Gronroos (1993) terkait membangun hubungan antara karyawan dan pelanggan, dipetakannya menjadi untuk menarik

Page 17: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

6

Sri Widyastuti

pelanggan dan untuk membangun hubungan dengan pelanggan. Dan tujuan ekonomi organisasi, dicapai melalui hubungan.

Membangun hubungan jangka panjang yang kokoh dengan pelanggan, memerlukan usaha penuh konsentrasi pada semua karyawan dan pihak manajemen, untuk mengetahui apa yang dapat memuaskan pelanggan dan apa yang dihargai oleh pelanggan.

Sebab, untuk membangun hubungan sejati dan berjangka panjang dengan pelanggan, membutuhkan lebih dari sekadar program belanja, lebih dari sebuah database yang memungkinkan untuk mengirim surat secara teratur dengan target minat pelanggan yang terefleksi dari apa yang mereka beli akhir-akhir ini, dan lebih dari sekadar mengunci pelanggan dengan suatu perjanjian yang membuat mereka tidak punya pilihan selain kembali pada perusahaan itu.

Tak satu pun dari pendekatan untuk membangun hubungan pelanggan ini cukup memadai untuk diterapkan, karena tidak dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang merupakan sebuah hubungan dalam pemikiran pelanggan. Unsur yang hilang adalah kandungan emosi, yang biasanya dihubungkan antara orang dengan sebuah hubungan.

1.2 Meningkatnya Fokus Terhadap HubunganLevitt (1986) mendefinisikan kualitas hubungan sebagai

sebuah paket nilai intangible, yang menambah produk atau layanan dan hasil yang diharapkan dalam sebuah pertukaran antara pembeli dan penjual. Konsep yang lebih umum dari kualitas hubungan menggambarkan kedalaman keseluruhan dan iklim hubungan (Johnson, 1999).

Memahami pelanggan dan mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan mereka, tidak pernah terdengar dalam banyak bisnis di awal abad ke-20, ketika pemasaran berorientasi pada produksi.

Perusahaan umumnya mengetahui, bahwa apapun yang dapat diproduksi, dapat dijual. Kecil sekali perhatian yang diberikan pada apa yang diinginkan pelanggan. Pada zaman ketika barang pakai sedikit jumlahnya, pelanggan bersedia membeli hampir apa saja

Page 18: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

7

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

dengan harga yang masuk akal tanpa memedulikan atribut atau kualitas produk tersebut. Orientasi pada produk ini berlangsung sampai kisaran 1920-an, ketika para pembuat barang menghadapi kompetisi yang kian meningkat. Pada giliran selanjutnya, mulai ada perhatian pada penekanan penjualan sebagai fondasi inisiatif pemasaran. Namun, masih sedikit perhatian yang diberikan pada kebutuhan individual atau mencoba untuk memahami pelanggan.

Pada pertengahan abad ke-20, banyak perusahaan mulai menyadari untuk fokus pada pelanggan, yang kemudian memproduksi apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan. Orientasi ini dikenal sebagai konsep pemasaran. Konsep ini didasarkan pada tiga tujuan, yaitu orientasi pelanggan, koordinasi dan integrasi dari semua aktivitas pemasaran, serta fokus pada kemampuan organisasi untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang, yaitu penekanan pada penciptaan nilai bagi pemegang saham.

Pandangan baru tentang pemasaran ini mulai muncul tahun 1950-an, yang sebagian besar dimotori industri barang-barang konsumsi cepat jual dan barang-barang dalam kemasan. Itu merupakan suatu terobosan dalam pemikiran pemasaran. Ketika perusahaan fokus pada pelanggan dan kebutuhannya, kebutuhan tersebut biasanya diterjemahkan sebagai produk yang baik dengan harga yang baik pula.

Pemasaran dulu dilakukan dalam banyak perusahaan sebagai sesuatu yang dilakukan pada orang-orang dengan memasarkannya pada mereka. 40 tahun berikutnya, dikenal konsep 4P Product, Price, Promotion, dan Place (produk, harga, promosi, tempat) ala Mc Carthy. Implikasi konsep ini, jika perusahaan dapat memadukan keempat konsep ini dengan tepat, maka akan menikmati sukses pemasarannya.

Nilai dari konsep pemasaran, terletak bahwa konsep tersebut pada akhirnya memberikan perhatian penuh pada pelanggan. Ini dimotori oleh meningkatnya perang tarif atau fee atau iuran di perusahaan dan oleh kesadaran bahwa pelanggan mungkin harus dibujuk untuk memanfaatkan produksi dan layanan perusahaan.

Page 19: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

8

Sri Widyastuti

Namun pandangan tentang apa yang akan memuaskan pelanggan, agak sempit cakupannya. Asumsinya, jika dapat membuat layanan tersebut secara luas, maka perusahaan akan sukses, karena pelanggan dianggap sebagai pihak yang pasif jika dibombardir dengan iklan dan mereka akan memberikan respons yang baik.

Ketika bidang pemasaran menjadi matang, para manajer dan akademisi mulai menyadari, mungkin pelanggan tidak sepasif yang mereka kira. Pelanggan sesungguhnya mengetahui nilai sebuah layanan perusahaan ketika mereka merasakannya. Mereka tidak percaya begitu saja pada iklan. Pelanggan memiliki karakteristik tersendiri. Sesuatu yang dipandang menarik oleh seseorang, bisa jadi tidak menarik bagi lain orang.

Akhir tahun 1960-an, para pembisnis mulai memberi perhatian lebih dekat dan lebih strategis pada bidang pemasaran. Hasilnya adalah era baru pemasaran. Suatu era yang didominasi kemajuan luar biasa dalam pendekatan strategis terhadap segmentasi pasar, produk, jasa dan memosisikan merek, diferensiasi produk yang ditawarkan, serta memahami apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan.

Sampai pertengahan tahun 1980-an, konsep pemasaran yang terefleksi dalam perpaduan unsur 4P dalam pemasaran, sangat menonjol dalam pemikiran dan praktik. Referensi tentang hubungan pelanggan dan membangun hubungan, mulai muncul dalam literatur dan menjadi fokus dari banyak penelitian pemasaran.

Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa ahli-ahli pemasaran dan manajer praktisi di perusahaan besar, menaruh perhatian dalam membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan kurang dari 20 tahun lalu, yang notabene telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil secara alami dan turun-menurun?

Gambar 1.1 menunjukan suatu pandangan lain tentang pemasaran, berdasarkan konsep 4P yang berbeda. Jika kita memandang produk inti atau jasa sebagai hal utama dari apa yang ditawarkan perusahaan pada pelanggannya, maka dapat juga dipertimbangkan suatu set proses dan sistem yang penting untuk ketersediaan produk atau jasa inti yang efektif. Produk intinya, adalah hal ini mewakili inti produk yang diperdagangkan oleh perusahaan.

Page 20: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

9

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Untuk memasuki bisnis perusahaan, misalnya, kita harus memiliki rekening tabungan, namun perusahaan lain pun memilikinya.

Produk inti membuat kita siap untuk memulai, namun belum tentu membuat kita siap berkompetisi. Proses yang mendukung ketersediaan produk atau jasa inti, termasuk penjadwalan, pengaturan karyawan, pengurusan rekening, pengantaran, sistem pemesanan, sistem transfer dan sebagainya. Kebanyakan perusahaan menyediakan hal ini, sehingga mereka dapat menjual produk intinya secara nyaman dan efisien.

Gambar 1.1 4 P – Sudut Pandangan yang BerbedaSumber: Barnes, (2003)

Sukses pelaksanaan pemasaran tidak hanya memberikan bukti untuk sebuah konsep, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif yang penting (Kotorov, 2003), karena perusahaan pesaing didorong melakukan hal yang sama.

Ketika membangun hubungan dengan pelanggan, kepuasan merupakan unsur yang penting. Berdasarkan hal itu, loyalitas

Page 21: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

10

Sri Widyastuti

pelanggan dapat dibangun dalam rangka untuk mengembangkan hubungan yang stabil, saling menguntungkan dan jangka panjang (Ravald, Gronroos, 1996).

Tentang apa yang kita tawarkan mengacu pada performa, yang penting adalah apakah kita melakukannya dengan sebenarnya (Gronroos, 1990). Contohnya adalah bagaimana perusahaan dapat menepati janji-janjinya. Jika Carrefour mengatakan bahwa kulkas baru akan diantar pukul 4 sore, apakah dapat benar-benar mengantarnya? Jika penerbangan Citilink dijadwalkan tiba di Denpasar pukul 07.00, apakah penerbangannya dapat tepat waktu? Apakah rekening banknya benar? Apakah ruangannya bersih?

Faktanya, banyak perusahaan menjadikan pelanggan tidak puas, karena ketidakmampuan mereka dalam mengantar produk atau jasa, walaupun produk intinya cukup dapat diterima atau bahkan sangat istimewa. Walaupun mereka telah memiliki sistem, prosedur dan proses untuk mengantar produk atau jasa inti, mereka tidak melakukannya dengan sebenar-benarnya.

Maka perusahaan harus mempertimbangkan karyawannya. Pelanggan bertemu dengan karyawan yang mewakili kita, di rumah dan kantor, lewat telepon juga melalui internet. Bagaimana interaksi ini berlangsung? Bagaimana pelanggan memandang karyawan kita? Apakah karyawan kita suka menolong, kompeten, penuh pengertian, peduli, dan sopan? Interaksi dengan karyawan dapat membuat pelanggan bertahan atau meninggalkan perusahaan? Apakah banyak pelanggan kembali berbisnis dengan sebuah perusahaan, karena terkesan dengan cara para karyawan memperlakukan mereka?

Sampai di sini dapat dibuat dua poin penting terkait strategi pemasaran. Pertama, kemampuan perusahaan mengatasi pesaingnya, seiring dengan berpindahnya fokus pada produk inti, di mana dalam banyak industri sekarang ini, tidak ada perbedaan. Kedua, memberikan perhatian yang lebih besar pada efek dari interaksi pelanggan dan para karyawan. Selain itu, konsentrasi pada pelaksanaan jasa dan interaksi dengan pelanggan, akan meningkatkan nilai tambah perusahaan di mata pelanggannya dalam bentuk nilai yang berbeda.

Page 22: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

11

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Ada banyak faktor yang berperan dalam meningkatkan kesadaran para ahli pemasaran, terkait manfaat memberikan perhatian pada hubungan. Pertama, perkembangan sistem informasi

Perusahaan telah memiliki teknologi informasi dan komunikasi, sampai pada titik di mana para manajer banyak yang mampu mengalkulasi, paling tidak memberikan perkiraan kasar dari nilai seorang pelanggan, sehingga mampu menaksir kerugian yang dialami karena kehilangan pelanggan tersebut. Perhitungan nilai ekonomis dari perpindahan pelanggan menjadi sebuah hitungan nyata. Suatu perubahan pola pikir yang melihat bahwa sebuah perusahaan dengan bekerja keras dan menghabiskan banyak uang untuk menarik pelanggan baru yang sesungguhnya hanya untuk menggantikan pelanggan yang pergi. Hal ini menjadi sangat tidak menarik, karena mengakibatkan kerugian yang diderita karena perginya pelanggan tersebut menjadi sangat jelas. Hasilnya, banyak perusahaan mulai untuk pertama kalinya memusatkan perhatian pada strategi-strategi untuk memuaskan dan mempertahankan pelanggan yang ada, pada saat yang sama juga mencoba menarik pelanggan baru. Bagi banyak perusahaan, ini adalah pertama kali perusahaan mampu memperlakukan pelanggan sebagai sebuah aset atau investasi untuk dikelola.

Kedua, perkembangan industri jasaPara ahli pemasaran mulai lebih memperhatikan sisi keakraban dari interaksi mereka dengan pelanggan. Ini terlihat dari sisi perkembangan penekanan pada sektor pelayanan yang tumbuh dengan cepat, dan pada pelayanan dalam bidang bisnis secara umum. Banyak yang mulai menyadari, bahwa memiliki produk, layanan yang hebat dan harga murah tidaklah cukup bagi perusahaan. Keputusan pelanggan untuk terus berbisnis dengan sebuah perusahaan, sebagian besar dipengaruhi oleh bagaimana pelanggan diperlakukan atau bahkan perasaan apa yang tumbuh dalam diri mereka saat berbisnis dengan perusahaan tersebut.

Page 23: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

12

Sri Widyastuti

Dengan kemajuan dalam pelayanan, pemikiran pemasaran mulai menyadari, banyak faktor berperan pada seorang pelanggan akan kembali atau tidak bertransaksi dengan perusahaan. Perlu untuk membuka pandangan yang lebih holistik, tentang apa sebenarnya pemasaran itu dan faktor-faktor apa yang berperan dalam memberikan kepuasan pada pelanggan.

Ketiga, perubahan sifat persainganAdanya begitu banyak perubahan dalam industri, membuat perusahaan harus mampu berkompetisi dalam level yang amat berbeda dari apa yang pernah dilakukan di masa lampau. Persaingan tersebut tidak hanya bersifat global, namun telah meningkat menjadi sebuah taraf persaingan baru. Beberapa tahun lalu, perusahaan yang mampu memberikan produk dan layanan berkualitas tinggi, mendapat keuntungan atas pesaing-pesaingnya. Sekarang, pada kebanyakan industri jasa, pelayanan jasa dibantu dengan teknologi. Secara umum, meningkatnya standar pelayanan, membuat pelayanan jasa tersebut dapat diselesaikan tanpa kesalahan atau gangguan. Kebanyakan perusahaan mampu melakukannya dengan benar dalam menyediakan jasa atau produk inti mereka. Perusahaan-perusahaan yang sekarang bersaing untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggan, menyadari, bahwa melakukannya dengan benar tidaklah cukup.

Keempat, kepuasan pelangganKepuasan pelanggan jangka panjang, harus menjadi tujuan dari semua aktivitas pemasaran, dan bagi semua organisasi. Faktor dari pendekatan berbasis hubungan dalam berbisnis, adalah pemahaman tentang apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan, serta memandang pelanggan sebagai aset jangka panjang, yang akan memberikan pemasukan terus menerus selama kebutuhan mereka dipuaskan.Pandangan bahwa pemasaran yang sukses berarti memiliki produk, serta jasa yang baik dengan harga yang baik pula, tidaklah cukup. Ini bukan berarti bahwa produk dan harga tidak penting.

Page 24: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

13

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Produk dan harga itu penting, namun memiliki produk, harga dan jasa yang baik tidaklah cukup menjamin sukses pemasaran dalam bentuk loyalitas pelanggan dan hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.

1.3 Dari Transaksi ke Hubungan Para pemasar di awal abad ke-21, menerima prinsip pelanggan

sebagai aset jangka panjang sebuah perusahaan dan merupakan investasi. Penting untuk melakukan investasi dan mengelolanya secara baik, untuk memastikan pelanggan akan kembali berbisnis dengan perusahaan.

Membuat pelanggan kembali dan setia adalah tantangan bagi bisnis yang beroperasi di industri yang penuh persaingan. Pelanggan memiliki kebebasan berbisnis dengan siapa pun yang mereka inginkan. Pada zaman ketika banyak produk dan jasa dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing, perusahaan harus menemukan cara membuat diri mereka berbeda dari pesaing, sehingga pelanggan akan terus memilih mereka.

Kehilangan pelanggan amatlah mahal, karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menarik pelanggan baru. Itu termasuk waktu yang dihabiskan karyawan untuk mengatur rekening dan file pelanggan baru, juga untuk mengenal mereka.

Dalam hal lain, kehilangan pelanggan adalah amat merugikan, jika pelanggan yang tidak puas tersebut cerita kepada teman-teman dan anggota keluarganya. Semakin banyak perusahaan yang memberikan penekanan pada upaya mempertahankan pelanggan melalui pelayanan istimewa, dan meningkatkan pengetahuan tentang masing-masing pelanggan secara individual, dengan pandangan bahwa hal ini akan lebih memuaskan pelanggan.

Contoh, jasa perhotelan. Jaringan hotel Ritz-Carlton telah memperoleh reputasi yang sangat baik, karena cara mereka mengombinasikan perhatian karyawan pada pelanggan secara detil dan teknologi untuk membangun hubungan dengan tamu-tamunya. Jaringan hotel tersebut menggunakan basis data (database) sebagai

Page 25: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

14

Sri Widyastuti

dasar untuk lebih memuaskan tamu-tamunya. Ketika seorang tamu di hotel Ritz-Carlton mana saja meminta coklat hangat di malam hari, bantal ekstra atau barang lain atau pelayanan khusus, staf hotel mencatat permintaan tersebut ada sebuah catatan permintaan pelanggan. Setiap satu hari berakhir, semua perhatian tersebut dimasukkan dalam database perusahaan yang sangat luas.

Ketika tamu menginap di salah satu jaringan hotel yang terdapat di berbagai belahan dunia, mereka akan menemukan ruangan dan pelayanan yang disesuaikan dengan permintaan pribadi mereka. Tamu-tamu kemungkinan akan kembali, bukan karena ruangan di Ritz-Carlton lebih baik dari hotel berbintang lain walaupun mungkin demikian, tetapi karena bagaimana mereka diperlakukan di Ritz-Carlton, dan karena perusahaan meluangkan waktu untuk mengingat kebutuhan mereka.

Teknologi ada di mana-mana, perusahaan membaca dan melihat dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Jika digunakan dengan benar, teknologi dapat memberikan dampak yang amat positif pada hubungan pelanggan dengan perusahaan.

Akan tetapi, dalam banyak kasus, teknologi diterapkan untuk meminimalkan biaya daripada untuk menambahkan nilai, yang pada akhirnya demi meningkatkan kepuasan pelanggan. Namun banyak perusahaan jasa telah dengan sukses menggunakan teknologi untuk memperkuat hubungan dengan pelanggan mereka. Salah satunya penyedia jasa transportasi express terbesar di dunia Federal Express atau FedEx.

Sejak kelahirannya pada 1973, FedEx telah membanggakan diri akan kemampuannya menentang model bisnis yang menjadi dasar industri pada saat itu. Perusahaan tersebut telah menanamkan usaha dan sumber dana yang sangat besar pada pengembangan sistem berbasis teknologi, untuk menyederhanakan interaksi pelanggan dengan perusahaan dan juga untuk menambahkan nilai bagi pelanggan.

FedEx mampu melacak paket mereka pada seluruh lingkaran pengiriman, dan mengetahui secara pasti di mana paket mereka berada dan kapan pengiriman akan dilaksanakan. FedEx juga

Page 26: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

15

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

menawarkan pilihan-pilihan pada pelanggan, tentang bagaimana melacak paket mereka, termasuk melalui telepon, melalui website dan dengan menggunakan software FedEx yang dirancang secara khusus. Pelanggan juga bisa memesan order pengiriman secara online, permintaan penjemputan yang terjadwal dan meningkatkan kecepatan pemrosesan invoice dengan menggunakan software FedEx.

Pelayanan otomatis tersebut mempunyai banyak manfaat positif bagi FedEx, termasuk pengurangan ongkos dalam menangani permintaan pelanggan. Dalam perspektif pelanggan, keuntungan yang diperoleh pelanggan adalah termasuk berkurangnya tingkat kecemasan, karena mereka yakin, paket akan tiba tepat waktu pada tujuan yang diinginkan.

Di sinilah FedEx telah menjalankan proses bisnis –logistik dan distribusi– yang nampaknya biasa saja, namun penting dan membuatnya lebih manusiawi. Sistem jasa pengantaran barang FedEx membuat paket tiba pada tujuan tepat waktu, menjamin pelayanan berkualitas tinggi, yang pada akhirnya para karyawan atau kurir dan customer service representative yang membuat adanya kunci perbedaan. Jadi, FedEx telah mengombinasikan teknologi tingkat tinggi, dengan interaksi antarmanusia untuk menghasilkan sebuah bisnis yang memberikan pelayanan istimewa pada pelanggannya.

Memang sulit untuk dilakukan, jika banyak karyawan keluar atau karena kecilnya kesempatan mengenali pelanggan seperti di toko swalayan dan restoran cepat saji, sebab pelanggannya anonim. Situasi semacam itu menghadirkan tantangan dalam membangun sebuah hubungan, dan menyatakan bahwa membangun hubungan pelanggan tidaklah selalu mungkin terjadi.

Menjalankan bentuk-bentuk hubungan yang berbeda adalah tepat untuk digunakan dalam latar belakang yang berbeda. Ini seperti telah dibuktikan jaringan makanan cepat saji seperti Mc. Donald dan Kentucky Fried Chickcen, yang sungguh telah menciptakan loyalitas pelanggan, terutama melalui penciptaan keterikatan pelanggan dengan merek tersebut.

Berpindah dari pemasaran berbasis transaksi pada pemasaran berbasis hubungan, tidaklah mudah bagi sebuah perusahaan. Ini

Page 27: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

16

Sri Widyastuti

membutuhkan pandangan berbeda tentang pelanggan, dan apa yang akan menciptakan sukses jangka panjang bagi sebuah organisasi.

Dalam beberapa tingkatan, ini terbawa dari pandangan pemasaran sebagai sebuah kotak peralatan, kepada pandangan yang menyatakan bahwa pemasaran sesungguhnya adalah sebuah cara berpikir tentang bagaimana berurusan dengan pelanggan.

Bagi banyak pebisnis, perlu diperlakukan sebuah definisi ulang tentang konsep pemasaran. Berdasarkan sejarah dan sampai hari ini di banyak organisasi pemasaran dipandang sebagai sebuah fungsi yang jelas, atau departemen dalam sebuah perusahaan dengan tanggung jawab pada urusan-urusan yang telah dilakukan pemasaran secara tradisional: mengembangkan produk atau jasa, mengiklankan dan promosi, menentukan harga, berhubungan dengan pelanggan dan sebagainya.

Ketika para manajer berpikir untuk menutup departemen pemasaran adalah sesuatu yang mungkin terjadi. Hal ini dimaksudkan bukan membuang fungsi pemasaran, tetapi berpikir secara lebih luas tentang apa sebenarnya pemasaran itu. Inti dari pemasaran saat ini, adalah meningkatkan kepuasan pelanggan melalui penciptaan nilai bagi pelanggan. Jika ini adalah pandangan modern tentang pemasaran, maka pemasaran adalah tugas setiap orang dalam suatu organisasi, dan setiap pekerjaan memiliki potensi untuk memengaruhi kepuasan pelanggan secara langsung maupun tak langsung.

Tugas tersebut teramat penting dan terlalu kompleks untuk dikerjakan sendirian oleh departemen pemasaran. Semua karyawan harus menyadari keuntungan bagi perusahaan mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang, dan mengenali cara-cara untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan pada saat mereka melayani pelanggan tersebut.

Pemasaran bukanlah sebuah departemen, tetapi sebuah pemikiran, bagaimana cara memandang sebuah bisnis dan budaya yang meresap dalam sebuah organisasi yang berhasil. Pelanggan akan mengatakan pada Anda, bahwa mereka dapat merasakan ketika sebuah perusahaan berorientasi pada pemasaran. Mereka dapat mengenali perusahaan yang sungguh berminat untuk menciptakan kepuasan pelanggan.

Page 28: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

17

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Saat ini, pemasaran memiliki arti, bahwa perusahaan-perusahaan harus sungguh-sungguh mengerti apa yang diperlukan untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Maknanya, organisasi yang berorientasi pemasaran mengajarkan pada karyawan mereka untuk menampilkan manajemen jasa yang konsisten pada pelanggan, dengan mengatakan, “Kami sungguh peduli pada Anda dan akan memenuhi kebutuhan Anda”.

Para petugas keamanan, operator telepon, customer service, petugas penerima rekening atau teller, petugas pembukuan, dan pengurus rumah tangga, semua berada dalam pemasaran dalam konteks yang lebih luas. Bertemu atau tidak dengan pelanggan, atau bahkan ketika interaksi dilakukan dengan pelanggan melalui telepon sekali pun, mereka dapat secara positif atau negatif memengaruhi kepuasan pelanggan.

Banyak perusahaan membutuhkan waktu tahun-tahun, menyadari secara ekonomis, untuk berkonsentrasi membuat pelanggan kembali dan kembali lagi, dan memfokuskan perhatian pada cara mempertahankan pelanggan.

Hal tersebut mensyaratkan manajemen dan karyawan dalam suatu perusahaan, harus menyadari bahwa melakukan penjualan bukanlah tujuan akhir dari interaksi dengan pelanggan. Faktanya, ada situasi yang memungkinkan terjadinya interaksi dengan pelanggan, tetapi tidak disertai penjualan langsung, nampak tidak masuk akal bagi orang yang meyakini bahwa menjual adalah segalanya.

Peralihan dari pemasaran berbasis transaksi ke pemasaran berbasis hubungan, mempunyai banyak implikasi bagi bisnis. Pemasaran tidak lagi dapat dipandang sebagai fungsi terpisah yang menugaskan seseorang bertanggungjawab terhadap pelanggan, sementara orang lain dalam perusahaan menjalankan tugas-tugas rutin mereka. Namun, pandangan pemasaran didefinisikan bahwa setiap orang di perusahaan, memiliki tugas untuk memuaskan pelanggan.

Merekomendasikan untuk menutup departemen pemasaran, belum tentu benar adanya, karena selalu ada kebutuhan untuk mengelola kegiatan-kegiatan pemasaran. Manajemen harus

Page 29: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

18

Sri Widyastuti

memastikan, ketika jasa dan produk baru dilempar di pasaran, maka manajemen harus memasang iklan dan melaksanakan promosi, menetapkan harga sebuah barang dan berapa diskon yang ditawarkan. Dengan kata lain, manajemen di perusahaan juga harus diberi tanggung jawab dalam pengembangan strategi yang terkoordinasi untuk mencapai kepuasan pelanggan.

Dalam hal itu, selalu ada kebutuhan untuk melakukan formalisasi fungsi pemasaran. Dan yang lebih penting lagi, ada kebutuhan terus-menerus di banyak perusahaan untuk memastikan, bahwa pandangan pemasaran tentang dunia telah masuk dalam keseluruhan organisasi, mulai dari Chief Executive Officer (CEO) sampai petugas penerima rekening atau teller pada perbankan.

Pada kenyataannya, aktivitas pemasaran tidak pernah begitu tersebar luas dan beragam seperti kalau perusahaan yang berkonsentrasi pada membangun hubungan sejati dengan pelanggan. Fokus pemasaran telah berubah dengan menambahkan konsep meningkatkan jumlah pelanggan maupun mempertahankan pelanggan, karena dengan mempertahankan pelanggan, maka dapat dicapai kepuasan pelanggan jangka panjang melalui penciptaan nilai bagi pelanggan.

Ketika pelanggan merasa menerima sesuatu yang bernilai, mereka akan menganugerahi perusahaan dengan loyalitas. Model sesungguhnya sangat sederhana, pelanggan tidak akan berbisnis dengan kita lagi, jika mereka merasa tidak puas. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, harus menawarkan sesuatu yang bernilai. Penciptaan nilai bagi pelanggan adalah penting, tetapi harus fokus untuk menunjukkannya sejak awal, bahwa nilai dapat diciptakan dengan berbagai cara. Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pelanggan kembali? Jika pelanggan mendapati produk atau jasa dengan harga atau tarif yang sama di mana-mana, apa faktor pembedanya? Pelanggan akan kembali ke perusahaan yang membuat mereka merasa nyaman dan memperlakukan mereka dengan baik.

Ketika hal lain dirasakan sama berkaitan dengan harga, produk atau jasa, garansi, pengantaran dan lainnya perlakuan terhadap

Page 30: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

19

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggan dan perasaan yang tumbuh sebelum, selama dan sesudah transaksi terjadi, akan menjadi faktor penentu apakah pelanggan akan kembali. Apakah pelanggan kembali berbisnis dengan sebuah perusahaan, sering tidak ada hubungannya dengan apa yang kita jual atau berapa harga yang diberikan untuk suatu produk atau jasa. Keputusan pelanggan ditentukan oleh bagaimana mereka diperlakukan, atau perasaan apa yang tumbuh dalam diri pelanggan ketika berurusan dengan perusahaan.

Poin ini menjadi sangat jelas, ketika diterapkan pada perusahaan roti (Barnes, 2003). Tujuannya adalah untuk menetapkan apa yang dicari seorang manajer supermarket, ketika berurusan dengan pemasok, untuk mengidentifikasi faktor apa yang berperan pada hubungan yang solid dan memuaskan antara pemasok dan manajer supermarket.

Serangkaian wawancara mendalam dengan manajer supermarket dan manajer toko bahan pangan, meminta mereka menceritakan tentang hubungan mereka dengan produk yang cepat laku seperti soft drink, produk susu dan produk-produk bakeri. Kebanyakan mereka senang berhubungan dengan wakil perusahaan yang meyakinkan, bahwa produk tersebut tiba pagi-pagi sekali, tampil bersih dan yang selalu menelpon mereka dari waktu ke waktu, bukan untuk menjual sesuatu pada mereka, tetapi untuk menanyakan apakah segalanya berjalan lancar dan apakah yang mereka butuhkan.

Kesimpulannya, kualitas layanan yang baik dari pemasok lebih penting daripada kategori produk. Namun satu hal yang mengejutkan adalah, bahwa selama wawancara, sangat sedikit manajer yang menyebut mengenai bakeri. Para manajer menerangkan, bahwa memiliki roti yang baik dan segar, adalah hal sewajarnya dalam bisnis bakeri. Jika perusahaan tidak dapat memasok roti segar, janganlah menyebut diri sebagai pengusaha bakeri. Mungkin roti bukanlah alat persaingan yang penting dalam bisnis bakeri. Kedekatan hubungan antara supermarket dan pemasoknya. menjadi faktor yang lebih penting.

Page 31: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

20

Sri Widyastuti

1.4 Hubungan yang Bukan Hubungan SejatiKebanyakan dari kita saat ini adalah anggota dari beberapa

jenis program poin. Entah itu klub belanja sebuah departement store, program bagi penumpang pesawat, atau klub jaringan retail. Klub-klub ini sering dianggap sebagai program dengan tingkat loyalitas tinggi, karena klub-klub ini ingin membuat pelanggan membelanjakan lebih banyak uang mereka pada satu penyedia jasa, dan diberi hadiah karena melakukannya.

Maka pada dasarnya, diperlukan lebih dari sekadar janji dengan memberikan diskon atau barang gratis, untuk mendapat loyalitas pelanggan. Program loyalitas berguna dalam meningkatkan uang yang dibelanjakan pelanggan, yang dinikmati oleh perusahaan tersebut. Tetapi dapatkah klub belanja ini dianggap sebagai hubungan yang sejati dengan pelanggan?

Pelanggan yang membeli dari departement store atau terbang dengan perusahaan penerbangan tertentu untuk mengumpulkan poin, telah menjalin suatu hubungan dengan perusahaaan tersebut. Tetapi begitu pesaing menawarkan konsep lebih baik, mereka akan bergabung pula dengan sang pesaing. Program pemasaran atau program loyalitas dalam bentuk diskon, akan menarik pelanggan dengan menawarkan hadiah atau diskon bahkan gratis setiap pembelian ke-10 sebagai pengganti bagi porsi yang lebih besar dari total kategori belanja pelanggan. Hubungan klub belanja ini dapat berkembang menjadi hampir mendekati hubungan sejati, jika perusahaan mengerti apa yang diperlukan untuk menjalin hubungan itu.

Salah satu hasil nyata dari menjalankan program klub belanja atau klub-klub pelanggan dalam bentuk lain, adalah penciptaan suatu database yang tepat dalam penyimpanan sejumlah data pelanggan, data pembelian mereka, dan informasi lain yang dapat dikumpulkan oleh perusahaan.

Database tersebut merupakan sumber yang sangat berharga bagi perusahaan, karena tidak hanya memungkinkan perusahaan mengenal pelanggannya dengan lebih baik dan belajar banyak hal yang akan menggerakan program pemasaran, juga memungkinkan penciptaan operasi pemasaran secara langsung.

Page 32: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

21

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Dengan database semacam itu, perusahaan dapat (seperti yang selalu terjadi di perusahaan yang menyimpan laporan pelanggan) menyeleksi pelanggan tertentu pada pemasaran khusus, berdasarkan karakteristik dan pola transaksi mereka.

Database yang berasal dari suatu program belanja menciptakan kesempatan bagi usaha pemasaran yang lebih efisien dan terarah. Hal itu mengarah pada hubungan jangka panjang yang erat. Program belanja dan database pelanggan, tidak merupakan keharusan menciptakan hubungan jangka panjang yang kuat dengan pelanggan.

Hubungan yang kuat dan tahan lama dengan pelanggan, ditemukan di perusahaan lokal yang berteknologi rendah, di mana karyawan dapat mengenal pelanggan dengan sangat baik melalui interaksi yang menjadi suatu kebiasaan dan bersifat pribadi.

Sebagai tambahan dari program belanja, ada banyak cara menghalangi pelanggan berbisnis dengan pesaing. Namun cara seperti itu tidak bisa dinilai sebagai hubungan sejati. Contohnya adalah dengan mengunci pelanggan melalui perjanjian yang membuat pelanggan mengalami kerugian jika meninggalkan perusahaan.

Perusahaan melakukan hal ini, ketika mereka memberikan penalti bagi pelanggan yang memindahkan hipotek atau produk lain ke bank lain. Mengunci pelanggan dengan cara ini selama lima tahun, akan merusak sebuah hubungan, karena tak seorang pun nasabah yang ingin terperangkap dalam situasi semacam ini. Para manajer dalam organisasi jasa keuangan, terkadang mengindikasikan bahwa mereka merasa memiliki hubungan dengan pelanggan, jika pelanggan tersebut memiliki empat atau lebih produk atau jasa perusahaan.

Pandangan tentang hubungan ini menarik, karena suatu hubungan dapat mencerminkan volume belanja atau jumlah produk yang mereka beli. Faktanya, mereka tidak mengatakan apapun tentang indikator kuat atau sehatnya suatu hubungan. Pandangan ini hanya sedikit mengetahui tentang apa yang memotivasi pelanggan. Bisa jadi pelanggan yang memiliki empat atau lebih produk atau jasa perusahaan, juga akan memiliki lebih dari empat produk bank lain atau baru saja membeli produk asuransi lain di internet, atau tidak

Page 33: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

22

Sri Widyastuti

sabar menunggu saat kartu kredit harus diperbarui, sehingga dia dapat segera berbelanja.

1.5 Hubungan Sejati dengan PelangganSalah satu unsur fundamental dari hubungan dengan pelanggan,

yaitu fokus pada ketahanan pelanggan. Unsur lain, yaitu penghargaan terhadap nilai seorang pelanggan. Tujuan dari hubungan sejati dengan pelanggan, yiatu kepuasan jangka panjang, yang melampaui transaksi individual.

Di dunia bisnis, untuk menciptakan hubungan pelanggan yang bermakna, harus memiliki pengertian murni tentang apa yang merupakan sebuah hubungan. Hubungan tidak termasuk memasukkan pelanggan dalam sebuah database, mengunci pelanggan atau memasang rintangan-rintangan, sehingga pelanggan tidak dapat keluar. Tidak juga berasal dari menaikkan nilai kerugian yang harus ditanggung pelanggan jika mereka beralih, sehingga mereka tidak punya pilihan lain selain tetap tinggal.

Kendati istilah pemasaran database punya pilihan lain selain tetap tinggal dan walaupun istilah pemasaran database dan pemasaran langsung sering digunakan sebagai sinonim dari pemasaran hubungan, itu bukanlah alat yang memadai untuk menciptakan hubungan yang bermakna dengan pelanggan.

Sementara sebuah database yang baik, dapat menolong membangun hubungan dengan menyimpan informasi-informasi penting tentang pelanggan. Database tersebut tidak dapat menjadi pengganti bagi hubungan sejati dengan pelanggan. Demikian halnya, ketika klub belanja kadang-kadang mampu menarik pelanggan, klub tersebut dapat menjadi kontraproduktif, karena sebagian pelanggan dirasa sebagai gangguan dalam kehidupan mereka.

Penciptaan pandangan pemasaran berbasis hubungan dalam sebuah perusahaan, mensyaratkan semua karyawan memusatkan perhatian lebih dari sekadar melakukan pemasaran secara benar. Pada kenyataannya, sangat penting bagi perusahaan memiliki produk inti berkualitas yang dapat diterima, karena amatlah sulit, bahkan

Page 34: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

23

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

mustahil, menarik pelanggan untuk membeli barang yang kualitasnya jelek. Harga juga harus dapat diterima dan dikombinasikan dengan produk inti tersebut, sehingga menjadi barang yang layak beli.

Lebih dari itu, iklan juga harus efektif dalam menciptakan minat dan memberikan pesan yang benar tentang perusahaan dan produknya. Distribusi juga mesti efisien dan memberikan kemudahan. Akan tetapi jika hanya memusatkan perhatian pada hal-hal ini saja, dan menganggap inilah pemasaran, maka kita melewatkan beberapa poin yang mendasar.

Dalam lingkungan yang berbasis hubungan, sebuah perusahaan harus fokus pada lebih dari sekadar transaksi atau melakukan penjualan. Harus ada kesepakatan dalam perusahaan, bahwa setiap pelanggan merupakan sebuah aliran pendapatan dan keuntungan jangka panjang potensial bagi sebuah perusahaan. Pelanggan yang terus berbisnis dengan sebuah perusahaan dalam jangka panjang, lebih menguntungkan. Ada banyak alasan terkait hal itu. Pertama, dibutuhkan biaya besar untuk merekrut dan melayani

pelanggan baru, karena pengeluaran awal yang digunakan untuk menarik pelanggan kali pertama; iklan yang menarik, metode pembayaran, proses aplikasi dan biaya awal lain.

Kedua, ketika pelanggan merasa lebih nyaman dengan sebuah perusahaan, mereka mungkin akan membelanjakan lebih banyak uang untuk produk atau jasa tambahan. Mereka cenderung memberi perusahaan bagian yang lebih besar dari total belanja mereka pada kategori layanan atau produk tersebut. Inilah fenomena sekarang, yang disebut dengan peningkatan share of wallet (proporsi shopper).

Ketiga, pelanggan jangka panjang, lebih mungkin menganjurkan teman atau anggota keluarga, untuk berbisnis dengan perusahaan yang membuat mereka merasa puas dengan pelayanan dan nilai yang diterima. Orang-orang yang mendapatkan rekomendasi ini, merupakan suatu aliran penghasilan baru potensial bagi perusahaan.

Perusahaan dapat memperhatikan nilai dari pelanggan setia jangka panjang, termasuk potensi untuk merekomendasikan

Page 35: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

24

Sri Widyastuti

bisnis tersebut. Perusahaan memahami bahwa pemegang saham dimaksimalkan dengan membangun basis klien yang setia dalam jangka waktu lama. Mereka yang berkonsentrasi memaksimalkan jumlah transaksi, akan terkunci terus-menerus dalam perpindahan pelanggan atau perginya pelanggan yang harus dibayar dengan harga mahal dan tidak efisien. Basis pelanggan loyal dibentuk dengan menciptakan berbagai cara untuk memuaskan pelanggan.

Ada suatu saat, di mana tanpa memedulikan kualitas pelayanan, pelanggan harus kembali pada pemasok yang sama. Perusahaan listrik yang beroperasi dalam pasar yang bersifat monopoli, merupakan contoh pelanggan mempunyai sedikit pilihan. Dalam kasus monopoli, kepuasan pelanggan mungkin tidak menjadi perhatian perusahaan. Usaha-usaha kecil kadang dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan, tetapi usaha ini jarang mengubah persepsi pelanggan tentang pemasok, dan tidak berpengaruh apapun untuk memperkokoh suatu hubungan.

Monopoli yang sebenarnya masih terjadi dalam industri yang dikontrol secara sistem, atau dalam situasi di mana layanan disediakan oleh pemerintah atau pejabat publik yang berwenang. Tetapi pelanggan juga menemui situasi yang mereka anggap sebagai monopoli, ketika mereka tak punya pilihan, atau ketika prospek untuk beralih pemasok tidak memungkinkan. Situasi semacam ini terjadi, ketika kita akan memenuhi kebutuhan konvensional seperti listrik, gas alam, dan juga layanan publik yang sebelumnya tidak memiliki pesaing.

Kebanyakan pelanggan akan menganggap layanan televisi kabel sebagai suatu monopoli, walaupun secara teknis ada beberapa alternatif di pasaran. Banyak juga pelanggan menganggap bank mendekati monopoli, karena kesulitan yang mereka alami dalam memindahkan rekening ke bank lain, juga karena mereka menganut pandangan bahwa bank-bank pada dasarnya sama. Mempertahankan seorang pelanggan ketika dia merasa bahwa dia tidak memiliki alternatif, tidak dapat dianggap sebagai sebuah hubungan.

Page 36: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

25

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 1.2 Hasil dari Penciptaan NilaiSumber: Barnes, (2003)

Apakah pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai dari organisasi monopoli semacam itu? Mungkin tidak. Sedikitnya kontak yang terjadi dengan karyawan organisasi tersebut, dan tidak adanya input sewaktu proses pengantaran produk atau jasa, tidaklah kondusif untuk penciptaan nilai.

Pencapaian kepuasan pelanggan dalam jangka panjang, melibatan proses pengantaran nilai tanpa henti, sehingga kita harus bertanya, nilai apakah yang didapat pelanggan dari interaksi dengan sebuah perusahaan. Dalam menggambarkan hubungan pelanggan dengan perusahaan listrik, banyak pelanggan memandang itu bukanlah sebuah hubungan, melainkan hanya sebuah rekening tagihan.

Sebuah produk yang baik dengan harga bersaing, tidak diterjemahkan sebagai nilai bagi pelanggan. Nilai tercipta ketika pelanggan menerima lebih dari yang diiklankan secara istimewa, atau menerima lebih dari yang seharusnya diberikan.

Ini tidak selalu berarti produk tersebut di-upgrade atau diberi tambahan-tambahan; sebenarnya pelanggan jarang memberi ukuran

Page 37: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

26

Sri Widyastuti

berdasarkan hal-hal tersebut. Namun, penciptaan nilai sering terjadi, ketika pelanggan menerima sesuatu yang lebih dari orang yang melayani mereka. Mereka diperlakukan sebagai orang penting. Dihormati, dan dihargai.

Karyawan dapat menciptakan nilai dengan bahasa isyarat sederhana, dan melakukan sedikit lebih banyak dari yang seharusnya, ketika seorang tenaga penjual menawarkan untuk membungkus sebuah bingkisan atau membawakan paket ke mobil bahkan jika paket tersebut berasal dari toko lain. Pelanggan merasa lebih dari sekadar transaksi, ketika tenaga penjual melanjutkan dengan memastikan bahwa pelanggan merasa puas dengan barang yang dibelinya. Dalam posisi ini, pelanggan akan merasa dirinya penting.

1.6 Menciptakan Budaya HubunganPandangan 4 P atau bauran pemasaran, tidak hanya meliputi

segala sesuatu tentang bagaimana seharusnya pemasaran itu, ataupun memperlengkapi manajer dengan wawasan yang diperlukan untuk mencapai kepuasan pelanggan jangka panjang. Tetapi amat penting, bahwa perusahaan mengembangkan produk yang baik, memiliki tempat yang nyaman untuk menyediakan produk dan jasanya.

Tanpa bauran yang tepat dari keempat unsur tersebut, maka tidak ada dasar yang cukup kuat untuk membangun hubungan, sehingga kecil kemungkinan bagi perusahaan untuk sukses.

Akan tetapi, keempat unsur tersebut hanyalah basis untuk melayani pelanggan. Pandangan tradisional dari bauran pemasaran merupakan kondisi yang diperlakukan, namun tidak mencukupi untuk mencapai sukses.

Terdapat empat konsep lain yang harus dipandang sama seriusnya untuk mencapai sukses. Keempat konsep ini merupakan konsep mutakhir tentang apa yang berperan dalam mencapai sukses pemasaran. 4 R dari pemasaran adalah, yaitu Retention, Relationship, Referrals dan Recovery (Ketahanan, Hubungan, Perekomendasian dan Pemulihan) sangat penting dalam penciptaan program pemasaran. Daripada hanya memusatkan perhatian manajemen pada alat-alat

Page 38: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

27

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pemasaran, pandangan ini mensyaratkan manajemen memahami apa yang akan mengarah pada sukses jangka panjang, dan peningkatan nilai bagi pemegang saham.

Ketahanan adalah bagaimana mempertahankan pelanggan yang kita inginkan, dengan memenuhi dan memuaskan kebutuhan mereka. Mempertahankan pelanggan jauh lebih murah daripada mencari pelanggan baru. Fokus seharusnya adalah, bagaimana pelanggan bertahan secara sukarela.

Jika pelanggan bertahan karena mereka tidak memiliki alternatif atau perusahaan mengunci mereka dengan program berhadiah, maka ini sedikit sekali dapat membantu perkembangan hubungan jangka panjang. Seringkali, begitu pelanggan dapat membebaskan diri dari situasi yang dirasa membelenggu mereka, pelanggan tersebut akan segera berpindah berbisnis dengan perusahaan lain.

Gambar 1.3 4 R – Sudut Pandang Baru tentang PemasaranSumber: Barnes, (2003)

Page 39: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

28

Sri Widyastuti

Hubungan mungkin terjadi ketika pelanggan secara sukarela, atau bahkan secara antusias melakukan bisnis dengan sebuah perusahaan dalam jangka waktu panjang. Membangun hubungan, berarti mendekati pelanggan dan berusaha memahami dan melayani dengan lebih baik. Sifat alamiah suatu hubungan, membutuhkan kepercayaan, komitmen, komunikasi dan pemahaman.

Dalam bisnis, adalah mudah menunda menelpon seorang klien lama atau tidak, menempatkan hubungan sebagai sebuah prioritas. Akan tetapi, penting untuk menempatkan hubungan sebagai sesuatu yang sama penting ya dengan aspek bisnis lain. Perekomendasian merujuk pada efek penyebaran berita dari mulut ke mulut, yang merupakan hasil dari kepuasan pelanggan.

Ketika pelanggan merasa sangat puas dengan jasa atau produk, mereka cenderung menyebarkan berita baik tersebut. Orang lebih mungkin mencoba sesuatu yang baru, jika hal itu direkomendasikan dari kolega, teman, atau anggota keluarga yang dapat dipercaya. Tidak hanya mereka yang akan membeli kembali pada perusahaan, teman dan anggota keluarga lain juga akan mereka bawa.

Pemilihan dari pelayanan yang buruk pada pelanggan, haruslah menjadi sebuah komponen penting dalam mengelola hubungan pelanggan. Kesalahan terjadi dan merupakan fakta dalam kehidupan dan bisnis. Hal tak terduga akan menggagalkan suatu rencana yang disusun dengan baik, dan membuat pelanggan dan karyawan frustasi.

Akan tetapi, kesalahan dapat diubah menjadi kesempatan untuk membuat pelanggan terkesan dan mendapatkan loyalitas mereka. Pulih dari suatu kesalahan, dapat menegaskan kembali komitmen dari pelanggan yang loyal, sekaligus mendemonstrasikan kepada pelanggan baru; inilah kesungguhan perusahaan untuk melayani dan memuaskan pelanggannya.

Untuk dapat melakukan hal ini, karyawan harus diberi wewenang untuk mengatasi terjadinya kekurangan dalam pelayanan dan kualitas produk. Pelanggan tentu frustasi ketika harus melewati beberapa lapisan manajemen, dan harus menunggu jawaban yang kembali melewati beberapa lapisan sebelum masalah tersebut dapat diselesaikan.

Page 40: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

29

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Banyak sekali contoh perusahaan yang kurang memberi perhatian pada implikasi dari keputusan pemasaran mereka. Contohnya dalam bisnis bengkel perbaikan mobil. Ketika pesaing memasuki pasar dan menawarkan harga murah, perusahaan terdahulu tidak hanya mempertahankan pelanggan, juga untuk memenangkan hati kembali mereka yang telah berpindah ke pesaing.

Tidak dapat dihindari lagi, strategi untuk memenangkan mereka kembali melibatkan potongan harga dan penawaran untuk memberikan layanan gratis selama satu bulan atau lebih. Strategi semacam itu membuat pelanggan loyal yang tidak pernah meninggalkan perusahaan, merasa cemas dan tersinggung, karena pelanggan yang tidak loyal justru diberi layanan lebih baik. Mengapa ia harus membayar harga yang lebih mahal, sementara perusahaan yang secara terbuka mendemonstrasikan kesediaan mereka untuk berpindah ke pesaing, justru diberi insentif untuk kembali.

Dalam situasi itu, ketika mendiskusikan perlakuan yang mereka terima dari perusahaan yang mereka percayai secara loyal, perusahaan merasa memiliki hubungan, maka pelanggan akan menggunakan bahasa yang sangat emosional: terluka, dikhianati, dipermalukan, tersinggung. Ini karena mereka ingin diperlakukan lebih baik.

Para manajer di banyak organisasi, perlu berpikir tentang dampak keputusan pemasaran mereka terhadap hubungan dengan pelanggan. Berkompetisi mendapatkan pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan yang ingin beralih, adalah suatu usaha bagus. Namun perusahaan dapat melihat dari contoh di atas, bahwa ada risiko yang berkaitan dengan respons tertentu.

Salah satu masalah dalam kasus ini adalah keadilan. Pelanggan suka diperlakukan adil. Mereka yang telah menjadi pelanggan loyal dalam waktu lama, merasa bahwa mereka telah melakukan investasi besar dalam hubungan terkait, dan merasa bahwa perusahaan juga seharusnya melakukan hal yang sama. Tidak ada keraguan di sini, bahwa hubungan harus berjalan dua arah.

Perusahaan merasakan tidak mudah membuat para manajer dan orang-orang lain dalam suatu organisasi, berpikir dalam

Page 41: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

30

Sri Widyastuti

terminologi hubungan. Mereka harus mempertimbangkan implikasi dari tindakan dan program mereka terhadap hubungan yang telah terjalin dengan pelanggan, dan bertanya, apa pengaruh rencana mereka terhadap perasaan pelanggan?

Harus ada kesadaran dalam semua tingkatan organisasi, bahwa mempertahankan pelanggan melalui pengelolaan loyalitas pelanggan, adalah hal yang akan menjamin sukses jangka panjang perusahaan dan fokus yang populer sekarang ini, yaitu dapat meningkatkan nilai dari pemegang saham.

Hubungan dibangun dan ditunjang dengan berkonsentrasi pada pencapaian kepuasan pelanggan. Dan pelanggan dapat dipastikan merasa puas, hanya jika perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan-pelanggannya: nilai yang lebihi dari sekadar nilai uang. (*)

Page 42: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

Pembentukan hubungan strategis antara pemasok, produsen, distributor, organisasi penyalur dan pelanggan perantara maupun akhir, terjadi karena beberapa alasan. Di antaranya untuk memberikan jalan masuk ke pasar, mengurangi risiko yang disebabkan oleh perubahan lingkungan, kemampuan untuk saling melengkapi, atau untuk memperoleh sumber-sumber di luar dari yang dapat dihasilkan oleh sebuah perusahaan kemitraan, ini bukan penemu baru.

Mereka menjadi penting, karena kompleksitas dan risiko lingkungan dalam perekonomian dunia, serta adanya keterbatasan kemampuan dan sumber daya sebuah informasi. Kemitraan strategis, perusahaan patungan, dan kerja sama pemasok-produsen adalah contoh hubungan kerja sama antarperusahaan yang berdiri sendiri.

Gambar 2.1 Kemitraan StrategisSumber: Cravens dan Piercy (2009)

BAB IIMELAKSANAKAN HUBUNGAN ANTARORGANISASI

Page 43: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

32

Sri Widyastuti

Persaingan yang semakin ketat membutuhkan hubungan kerja sama untuk memasuki dunia teknologi, memperluas sumber daya, meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta penetrasi pasar-pasar baru (Cravens dan Piercy, 2009).

Berbagai alasan untuk melaksanakan hubungan antarorganisasi, secara garis besar meliputi:

a. Kesempatan untuk meningkatkan nilai dengan menggabungkan kompetensi dari dua atau lebih organisasi

b. Kompleksitas lingkunganc. Strategi bersaing d. Kesenjangan keterampilan sumber daya.

Gambar 2.2 Alasan Mengadakan Hubungan Antarorganisasi

Sumber: Cravens dan Piercy (2009)

2.1 Bentuk Hubungan OrganisasiJenis hubungan organisasi yang dapat dibentuk oleh perusahaan,

adalah hubungan kedua organisasi secara interorganization dan hubungan organisasi secara intraorganization.

Hubungan pemasok, termasuk perusahaan-perusahaan yang menyediakan produk dan jasa, beberapa mungkin dianggap sebagai pemasok strategis atau jasa outsourcing, karena berdampak pada kemampuan perusahaan yang fokus untuk memberikan nilai bagi

Page 44: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

33

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggannya. Kemitraan pelanggan meliputi seluruh pelanggan perantara atau distributor dan pelanggan akhir atau konsumen produk. Hubungan lateral mungkin dengan pesaing, dengan perusahaan pada tahap yang sama dari rantai nilai atau organisasi pemerintah. Kemitraan internal meliputi hubungan dengan unit bisnis strategis, departemen fungsional, karyawan dalam bisnis (Cravens dan Piercy, 2009).

Cara bermanfaat untuk memeriksa hubungan organisasional, adalah mempertimbangkan apakah kaitan antarperusahaan bersifat vertikal atau horizontal.

Gambar 2.3 Hubungan Organisasi Vertikal dan LateralSumber: Cravens dan Piercy (2009)

Hubungan vertikal adalah metode khusus yang menggeser produk melalui peningkatan proses nilai tambah yang berbeda, merupakan hubungan pemasok, pabrikan, distributor, dan pelanggan serta memakai akhir dari barang dan jasa ke dalam hubungan vertikal.

Spesialisasi dan efisiensi fungsional, menciptakan kebutuhan akan jenis organisasi yang berbeda. Contoh, pedagang besar menyediakan barang dan menyebarkannya kepada pengecer bila diperlukan. Dengan demikian, ini mengurangi waktu pemesanan langsung dari pedagang besar. Kita melihat pada hubungan saluran distribusi dan pelanggan - pemasok untuk meneliti hubungan vertikal dan antarperusahaan.

Page 45: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

34

Sri Widyastuti

Hubungan pelanggan - pemasok. Pemasok dan pembeli bahan mentah, bahan pengganti dan komponen, perlengkapan, dan jasa atau seperti konsultasi dan perawatan dihubungkan bersama-sama dalam saluran distribusi vertikal. Hubungan antara pemasok dan pelanggan bervariasi, mulai dari yang bersifat transaksi sampai pada kerjasama perusahaan.

Hubungan yang bersifat transaksi, dapat diperjualbelikan merupakan pertukaran sederhana dari produk dasar pada harga yang bersaing. Sebaliknya, asosiasi kerja sama jauh lebih berinteraktif dan melakukan penyesuaian secara alami. Persatuan tersebut membentuk hubungan sosial, ekonomi, jasa dan teknis yang kuat untuk jangka waktu yang lama. Hubungan kerja sama terdiri atas kegiatan yang terbagi, seperti desain proses produk, bantuan penerapan, kontrak pemasok jangka panjang, dan program penyediaan barang tepat waktu (just-in-time).

Hubungan vertikal juga terjadi antara produsen dan perantara pemasaran (misal: pedagang besar dan pengecer). Saluran ini memberikan produsen jalan masuk kepada pelanggan dan organisasi pemakai akhir. Saluran hubungan beragam kerja sama tingkat tinggi ke hubungan transaksi. Hubungan kerja sama yang kuat dalam sistem pemasaran vertikal (VMS: Vertical Marketing System), ini diatur oleh satu dari anggota saluran tersebut seperti seorang pengecer, distributor, atau produsen.

Sistem pemasaran vertikal mungkin dimiliki oleh saluran perusahaan, dihubungkan bersama-sama dengan kontrak misalnya: sistem waralaba. Atau dipegang bersama-sama oleh kekuatan dan pengaruh perusahaan, yang mengelola hubungan saluran tersebut.

Banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antarorganisasi di dalam rantai pasokan, termasuk: kontrak, kemitraan, aliansi, strategi aliansi global, kemitraan, proyek, usaha patungan Joint Venture (JV), dan jaringan.

Kontrak, misalnya, biasanya disebut sebagai perjanjian non-ekuitas menentukan kontribusi koperasi dan kekuasaan masing-masing pasangan, di mana kekuasaan yang lebih besar biasanya terletak dengan partner beli. Hubungan bisnis jangka panjang dan

Page 46: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

35

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

sukses, cenderung kurang mengandalkan pada kontrak yang ada atau bahkan ada tanpa kontrak formal (Roxenhall dan Ghauri, 2004).

Kemitraan, terkadang disebut sebagai aliansi telah didefinisikan sebagai perjanjian purposive antara perusahaan independen, dengan tujuan saling memberikan manfaat. Kemitraan dan aliansi ada di sebuah kontinum dari pendek ke jangka panjang: Beberapa aliansi tidak lebih dari pertemuan singkat berlangsung hanya selama dibutuhkan salah satu pasangan, untuk mendirikan sebuah tempat berpijak di pasar baru yang lain adalah awal untuk penggabungan penuh dengan teknologi dua atau lebih perusahaan dan kemampuan).

Aliansi strategis. Kadang disebut sebagai aliansi global, adalah pengaturan sukarela antara perusahaan, yang melibatkan pertukaran, berbagi, atau kerja sama pengembangan produk, teknologi atau jasa yang dapat menghasilkan berbagai bentuk seperti koalisi penelitian dan pengembangan. Aliansi lain lebih formal dan pengaturan hukum seperti perjanjian lisensi atau Joint Venture.

Sedang aliansi strategis, adalah respons logis dan tepat waktu kepada perubahan intens dan cepat dalam kegiatan ekonomi, teknologi, dan globalisasi, cenderung eksis sebagai hubungan asimetris.

Dalam pendekatan industri, khususnya industri konstruksi, berkaitan dengan pengembangan hubungan yang lebih erat antara organisasi, menyatakan: bermitra melibatkan pihak-pihak yang bekerja sama dalam lingkungan kepercayaan dan keterbukaan untuk mewujudkan proyek secara efisien tanpa konflik (Black et al, 2000).

Kemitraan didefinisikan sebagai seperangkat tujuan strategis, untuk mewujudkan tujuan bersama sejumlah perusahaan yang hendak dicapai oleh keputusan bersama, dan ditujukan pada penggunaan umpan balik untuk terus meningkatkan kinerja bersama mereka.

Fokus kemitraan adalah pencapaian tujuan proyek dan terutama pencegahan perselisihan besar, atau setidaknya mengembangkan prosedur untuk menyelesaikan mereka secara tepat waktu dan efektif. Bermitra dapat didasarkan pada satu proyek, proyek kerja sama atau yang disebut pula sebagai aliansi (Bresnen, 2007),

Page 47: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

36

Sri Widyastuti

keuntungan yang lebih besar yang tersedia saat itu didasarkan pada komitmen jangka panjang atau kemitraan strategis. Persyaratan dasar kemitraan strategis adalah pengembangan hubungan jangka panjang antara mitra.

Aliansi strategis antara dua organisasi, adalah suatu persetujuan kerja sama untuk mencapai satu atau lebih tujuan umum strategis. Hubungan tersebut bersifat horizontal. Sementara istilah aliansi (alliance) seringkali digunakan untuk menunjukkan kerja sama pemasok-produsen, di sini digunakan untuk menunjukkan kerja sama antara peerusahaan pada tingkat yang sama dalam saluran distribusi.

Hubungan aliansi dimaksud untuk hubungan jangka panjang dan secara strategis penting bagi kedua belah pihak. Ini berarti, sebuah perusahaan bisa mengembangkan beberapa aliansi. Aliansi bukan penggabungan antara dua organisasi yang bebas, walaupun pengertian sebuah aliansi mungkin menuntun pada kemahiran satu peserta dari peserta lainnya.

Jadi berbeda dengan perusahaan patungan yang diluncurkan oleh dua perusahaan atau sebuah hubungan kontrak antarorganisasi. Selain itu, kemitraan tersebut meluas melampaui persediaan pembelian perusahaan lain. Namun, itu merupakan sebuah komitmen untuk secara aktif ikut serta dalam proyek atau program umum strategis dalam lingkup yang ada. Salah satu tujuan utama kemitraan global, adalah memperoleh jalan masuk ke pasar.

Perusahaan Patungan (Joint Ventures), adalah perjanjian antara dua atau lebih perusahaan untuk mengembangkan kesatuan yang terpisah. Perusahaan patungan dapat digunakan untuk mengembangkan kesempatan pasar yang baru, jalan masuk pada pasar internasional, berbagai biaya dan risiko keuangan, memperoleh bagian dari keuntungan pabrikan lokal, serta memperoleh pengetahuan atau teknologi untuk usaha inti. Joint Venture adalah salah satu bentuk aliansi (Gill dan Butler, 2003). Mereka dapat melibatkan dua atau lebih pasangan yang berkontribusi sumber daya untuk pembentukan anak perusahaan baru yang terpisah, dimiliki bersama oleh para mitra.

Page 48: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

37

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Joint Venture (JV) biasanya dibentuk untuk memanfaatkan peluang yang spesifik, dengan menggabungkan beberapa sumber, termasuk keterampilan khusus. Alokasi risiko dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pasangan, biasanya dibuat eksplisit melalui kontrak. Akhirnya, jaringan adalah struktur interkoneksi kemitraan, aliansi atau JV yang dapat mengambil berbagai bentuk (Goold dan Campbell, 2003). Struktur ini paling baik dipahami sebagai jaringan hubungan, suatu “web” menjadi seorang saling bergantung dalam suatu aliansi. Sementara pernikahan adalah analogi paling sering digunakan untuk bentuk lain dari hubungan bisnis dalam hubungan strategis terhadap satu sisi dari spektrum hubungan, baik itu kontrak, aliansi, kemitraan, JV, atau bahkan hubungan informal, dalam atau antara organisasi (Celuch et al, 2006).

Kebingungan antara hubungan strategis dan transaksional. Dari perspektif praktisi, akan terlihat bahwa apa yang sering disebut sebagai strategi telah didominasi dan terfokus pada proyek, tingkat transaksi bukan di tingkat strategis, berkaitan dengan pengaturan pemanfaatan jangka pendek daripada mengembangkan asli jangka panjang dalam hubungan strategis.

Dalam industri konstruksi, misalnya, banyak proyek, dengan sifatnya, peristiwa satu-off dengan set kontraktor, subkontraktor, dana, klien, desainer dan arsitek dibawa bersama untuk penyelesaian suatu proyek selanjutnya mungkin melibatkan pemain yang berbeda dan bahkan di mana satu atau dua organisasi yang sama mungkin terlibat, individu-individu dalam tim mungkin berbeda, sehingga lebih kecil kemungkinannya usaha akan dikeluarkan oleh berbagai pihak dalam mengembangkan atau bahkan mempertimbangkan hubungan strategis.

Banyak aliansi dan kemitraan lebih sering diasumsikan sebagai strategi transaksional. Meskipun mereka mungkin melibatkan perjanjian jangka panjang, hubungan kekuasaan sangat condong terhadap satu organisasi dengan kontrak dan litigasi, atau ancaman litigasi, mendasari hubungan, meskipun penggunaan mekanisme seperti membangun tim pra-proyek dan kegiatan tujuan berbagi, perumusan perjanjian proyek, pembentukan standar proyek dan kesepakatan tentang pembagian risiko dan penanganan sengketa.

Page 49: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

38

Sri Widyastuti

Ruang lingkup terbatas banyak hubungan disorot oleh Celuch et al, (2006), yang mempelajari sebuah aliansi strategis, yang muncul antara dua perusahaan Fortune 500 selama periode waktu. Hubungan terfokus lebih berat pada pertukaran kontrak daripada aspek yang lebih pribadi dari hubungan. Namun, meskipun janji mereka, banyak aliansi gagal memenuhi harapan karena sedikit perhatian diberikan untuk memelihara hubungan kerja yang erat, dan hubungan interpersonal yang menyatukan organisasi kemitraan. Meskipun hubungan pribadi antara batas mencakup anggota, yang bekerja erat bersama-sama, melayani untuk membentuk dan memodifikasi perkembangan kemitraan, teori-teori ekonomi pertukaran hampir mengabaikan peran orang dan pentingnya mereka dalam pengelolaan hubungan antarorganisasi.

Hubungan banyak yang tidak strategis, karena ditemukan banyak hubungan yang digambarkan salah satu pihak yang strategis, dan oleh yang lain sebagai transaksional. Namun perlu dicatat, bahwa hubungan transaksional tersebut mungkin akan sesuai dengan tujuan dan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan untuk mereka. Selanjutnya, akan muncul bahwa banyak organisasi mengklaim terlibat dalam hubungan strategis, bertindak keluar dari pola pikir transaksional. Memang, hubungan bisnis strategis bagi mereka tampaknya sedikit lebih mekanismenya untuk memfasilitasi tim kerja untuk tugas individual atau proyek, atau serangkaian tugas atau proyek, dan belum pernah digunakan untuk mendapatkan suatu manfaat, yang semakin besar dan berpotensi jangka panjang dari hubungan strategis di antara pihak yang bekerja sama.

2.2 Mengelola Hubungan AntarorganisasiDalam membentuk dan mengelola kemitraan kerja sama yang

efektif antara organisasi yang kompleks, perlu melihat lebih jauh ke dalam proses pengembangan hubungan yang efektif. Tujuan kemitraan merupakan hal yang penting dan harus diikuti, sebagai pedoman dalam manajemen hubungan.

Tujuan kemitraan, dalam beberapa situasi, merupakan tindakan kolaboratif yang dapat menjadi pilihan, bukan keharusan.

Page 50: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

39

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Terdapat beberapa kemungkinan tujuan strategis dalam kemitraan, yaitu adanya teknologi dan kompetensi baru, mengembangkan pasar baru dan membangun posisi pasar, selektivitas pasar, restrukturisasi dan pengurangan biaya (Cravens dan Piercy, 2009).

Gambar 2.4 Mengelola Hubungan Antarorganisasi

Sumber: Cravens dan Piercy (2009)

Manajemen kemitraan dalam hubungan kolaboratif yang semakin kompleks, diperlukan konsep yang mapan dan metode untuk mengelola kemitraan yang masih terbatas. Keterampilan manajemen kontemporer dan pengalaman dalam bisnis dalam mengelola satu organisasi, lebih baik daripada menawarkan panduan untuk hubungan interorganizational. Namun, pengalaman perusahaan telah didapat dalam mengelola hubungan saluran distribusi, yang berguna sebagai pedoman. Perencanaan yang lengkap merupakan hal kritis dalam mengombinasikan keterampilan dan sumber daya dua organisasi yang independen.

Adanya kepercayaan dan respek antarmitra, penyelesaian masalah, struktur kepemimpinan fleksibilitas, perbedaan budaya, transfer teknologi dan belajar dari keunggulan mitra. Kemampuan bermitra merupakan hal yang perlu ditambahkan, karena adanya strategi kemitraan yang sukses, dapat didedikasikan membangun fungsi aliansi strategis dalam perusahaan. Perlunya kontrol dan

Page 51: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

40

Sri Widyastuti

evaluasi juga menjadi tantangan untuk dikembangkan dalam kemitraan. Ketika kemitraan tidak dapat dipertahankan, maka dapat mengambil keputusan untuk keluar dari aliansi.

2.3 Hubungan Global Antara Organisasi-organisasiSalah satu tujuan utama kemitraan global, adalah memperoleh

jalan masuk ke pasar. Adanya lingkungan global yang sangat kompetitif, sangat penting bagi perusahaan untuk membangun hubungan yang unik dengan pelanggan (Lindgreen et al, 2006).

Sebuah penelitian menunjukkan, bahwa perusahaan menganggap penerapan manajemen hubungan pelanggan sebagai faktor yang akan memungkinkan mereka bertahan hidup dalam kondisi pasar baru, yang mendukung hubungan dengan pelanggan mereka (Mendoza et al, 2007). Sukses pelaksanaan proyek (CRM) tidak hanya memberikan bukti untuk konsep, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif yang penting (Kotorov, 2003). Karena perusahaan saingan didorong untuk melakukan hal yang sama.

2.4 Peran Penting Manajemen Hubungan PelangganDi tengah persaingan bisnis yang sangat ketat dewasa ini,

perusahaan-perusahaan besar mulai mengalihkan perhatian mereka dari sekadar mengembangkan produk dan layanan unggul, ke penciptaan pengalaman personal pelanggan.

Ini dilakukan dengan suatu kesadaran utuh, bahwa hubungan dengan pelanggan sangatlah penting di dalam pembentukan brand equity dan brand value, yang pada gilirannya akan menciptakan kesan yang kokoh bagi perkembangan atau growth dan kelangsungan atau sustainability perusahaan.

Sikap para top eksekutif perusahaan-perusahaan besar tersebut, telah mendorong kemunculan Customer Relationship Management (CRM) yang secara konsep bukanlah hal baru, namun dalam proses implementasinya dewasa ini telah mengalami suatu perkembangan yang luar biasa, sehingga impian untuk dapat menciptakan one-to-one relationship, dapat terwujud.

Page 52: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

41

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

CRM telah terbukti memberikan kontribusi penting terhadap pembentukan brand equity dan brand value suatu perusahaan. Tahap penting di dalam CRM, yaitu implementasi, akan dibahas bagaimana suatu CRM diimplementasikan, faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam pengimplemntasiannya, hingga saran-saran tentang kunci dalam penerapannya.

CRM merupakan salah satu sarana menjalin hubungan berkelanjutan antara perusahaan dengan para stakeholder maupun shareholdernya. Saat ini banyak perusahaan yang memanfaatkan CRM, untuk menjalin hubungan dengan pelanggan.

Dengan memanfaatkan CRM, perusahaan akan mengetahui apa yang diharapkan dan diperlukan pelanggannya, sehingga akan tercipta ikatan emosional yang mampu menciptakan hubungan bisnis yang erat dan terbuka serta komunikasi dua arah di antara mereka. Dengan demikian, kesetiaan pelanggan dapat dipertahankan dan tidak mudah berpindah ke produk dan merek lain (Hiasdinata, 2009).

2.5 Mengembangkan Strategi CRMCravens dan Piercy (2009), menyatakan Customer Relationship

Management (CRM) adalah inti proses bisnis lintas fungsional terkait dengan pencapaian nilai pemegang saham, ditingkatkan melalui pengembangan hubungan efektif dengan pelanggan utama dan segmen pelanggan.

Itu menegaskan, perusahaan berorientasi ke pasar, akan efektif dalam menggerakan fungsi-fungsi bisnis untuk bekerja bersama dan menyampaikan nilai yang superior kepada pelanggannya. Perusahaan dapat menghilangkan pembatas antarfungsi bisnis sektoral, memadukan semua fungsi yang ada agar berkoordinasi dan bekerja dengan produksi secara maksimal, untuk bersama-sama menyampaikan nilai yang superior bagi pelanggan.

Customer Relationship Management (CRM) adalah pendekatan pelanggan, yang fokus pada pengembangan dan pemeliharaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, untuk dapat memberikan nilai tambah bagi keduanya, baik bagi pelanggan

Page 53: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

42

Sri Widyastuti

maupun perusahaan. Menurut Chaffey (2009), CRM adalah upaya pendekatan untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan bisnis jangka panjang dengan pelanggan.

Kotler & Armstrong (2012), menjelaskan Customer Relationship Management (CRM) mengatur semua informasi mengenai pelanggan, dan secara hati-hati menggunakannya untuk dapat memaksimalkan loyalitas pelanggan. CRM adalah keseluruhan proses, dari membangun dan mempertahankan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan, yaitu dengan memberikan nilai dan kepuasaan bagi pelanggan, yang terdiri atas aspek untuk mendapatkan pelanggan baru, menjaga, dan membangun hubungan berkelanjutan dengan pelanggan.

CRM adalah sebuah strategi, yang memanfaatkan informasi dan komunikasi yang digunakan suatu perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya, untuk mempertahankan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, dan memberikan keuntungan yang besar bagi perusahaan.

Di dalam setiap fungsi bisnis dapat berbagi informasi (sharing information) yang diperoleh dari hasil analisis pelanggan maupun pesaing atau pasar, sehingga setiap fungsi bisnis dapat menyumbangkan pemikiran dan implementasi yang secara bersama-sama menghadapi pasar dengan lebih efektif dan terpadu. Adanya jalinan komunikasi dua arah dapat mempertahankan kesetiaan pelanggan. Biaya untuk menjaga pelanggan lama yang setia lebih murah dibandingkan dengan menggaet pelanggan baru, untuk itu mempertahankan kesetiaan pelanggan perlu ditingkatkan dengan adanya peningkatan daya tarik perusahaan.

Martin et al (2009) menyebut Customer Relationship Management (CRM) sebagai upaya menyediakan sebuah pendekatan terintegrasi terhadap semua aspek dalam perusahaan, dalam kaitannya dengan pelanggan yang meliputi marketing, sales and support.

Tujuan dari sistem ini adalah dengan penggunaan teknologi, diharapkan terjadi jalinan hubungan yang kuat antara perusahaan dengan pelanggannya. Dengan kata lain, perusahaan berusaha mengelola kinerja perusahaannya dengan lebih baik (Fransisca

Page 54: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

43

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Adreani, 2007). Adanya jalinan komunikasi dua arah, dapat mempertahankan kesetiaan pelanggan dan biaya untuk menjaga pelanggan lama, lebih murah dibandingkan dengan menggaet pelanggan baru.

Untuk mengukur efektivitas kinerja pemasaran, bisa dengan melihat manajemen hubungan pelanggan pemasaran dengan fungsi-fungsi di dalam organisasi. Fungsi-fungsi itu antara lain fungsi keuangan, sumber daya manusia, produksi atau operasi dan riset pengembangan.

CRM menggunakan teknologi informasi untuk menciptakan cross-functional enterprise system, yang mengintegrasikan dan mengotomatisasi proses layanan pelanggan dalam bidang penjualan, pemasaran, dan layanan produk atau jasa berkaitan dengan perusahaan. Sistem CRM juga menciptakan IT framework, yang menghubungkan semua proses dengan bisnis operasional perusahaan (James A O’Brien, 2002).

Membangun kepercayaan berdasarkan pada kepuasan pelanggan adalah penting. Dari sudut pandang pengalaman, yang memuaskan dapat menentukan kesediaan mereka untuk mengulanginya. Jadi sangat penting, bahwa pengalaman dari transaksi mereka adalah positif (Yung Shao Yeh, 2009).

Penerapan CRM dapat memainkan peran penting dalam pengembangan aset pemasaran, yang mengarah pada kinerja yang lebih baik dan pantas dipertimbangkan, oleh perusahaan yang mencoba melakukannya dalam konteks mengelola nilai pelanggan (Alexander Krasnikov, 2009).

Customer Relationship Management (CRM) terbagi dalam tiga kategori (Turban, King, McKay, Marshall, Lee, & Viehland, 2008), yaitu:1. Customer facing application: meliputi semua area di mana

pelanggan dapat berinteraksi dengan perusahaan. Sistem yang termasuk dalam kategori ini adalah help desk.

2. Customer touching application: meliputi semua area di mana pelanggan yang berinteraksi secara langsung dengan sistem

Page 55: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

44

Sri Widyastuti

tersebut. Contoh yang masuk kategori ini adalah sistem e-commerce.

3. Customer – centric intelligence application: adalah sistem yang mendukung pengumpulan data pelanggan, pemrosesan, dan analisis. Sistem yang termasuk kategori ini antara lain: data reporting and warehousing serta data analysis and mining.

4. Online networking. Sistem ini mendukung komunikasi dan kolaborasi antara pelanggan, rekan bisnis, dan karyawan perusahaan.

E-CRM merupakan istilah industri yang mencakup metodologi dan software, yang membantu perusahaan mengelola hubungan pelanggan jangka panjang yang memiliki segala informasi mengenai pelanggan, bisa diakses oleh seluruh bagian di dalam perusahaan, dan didukung oleh akses mobile (Turban, King, Lee, Liang, & Turban, 2010).

Menurut Chaffey (2009), E-CRM adalah penggunaan teknologi komunikasi digital untuk memaksimalkan penjualan kepada pelanggan yang sudah ada, dan mendorong penggunaan pelayanan secara online.

Sifat dasarnya interaktif dari website yang dikomunikasikan dengan e-mail, yang menyediakan sebuah lingkungan ideal untuk mengembangkan hubungan pelanggan. Database menyediakan sebuah fondasi, untuk menyimpan informasi tentang hubungan tersebut dan menyediakan informasi untuk memperkuat dan meningkatkan pelayanan personal terhadap pelanggan.

Menurut Tunggal (2008) Customer Relationship Management (CRM) memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Aplikasi CRM menyediakan informasi untuk meningkatkan

pendapatan dan keuntungan perusahaan. Dengan aplikasi CRM, perusahaan bisa melakukan penjualan dan pelayanan melalui website. Ini merupakan upaya perusahaan menangkap peluang dari penjualan secara global, tanpa perlu menyediakan upaya khusus untuk mendukung penjualan dan pelayanan tersebut.

2. Aplikasi CRM memungkinkan perusahaan mendayagunakan informasi dan semua titik kontak dengan pelanggan, bisa

Page 56: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

45

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

menggunakan website, call center, ataupun melalui staf pemasaran dan pelayanan di lapangan.

3. Membantu meningkatkan kualitas bagian marketing, yang memungkinkan untuk mengidentifikasi secara tepat data pelanggan dan relasi mereka, sehingga dapat mengatur kegiatan marketing dengan tujuan dan sasaran yang jelas.

4. Membantu perusahaan dalam meningkatkan kinerja, dengan mengoptimalkan sharing informasi oleh beberapa pegawai dan mempersingkat proses kerjanya. Memberikan informasi kepada pegawai lainnya, untuk mengetahui secara pasti pelanggan dan relasi mereka. Mengetahui kebutuhannya dan membangun hubungan efektif antara perusahaan organisasi, pelanggan dan partner pendukung lainnya.

5. Membangun bentuk hubungan personal dengan pelanggan dan relasi, dengan tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan dan relasi, serta memaksimalkan keuntungan yang didapat. Mengidentifikasi pelanggan yang potensial dan memberikan mereka service lebih dibandingkan pelanggan lainnya.

2.6 Proses Penciptaan NilaiNilai seumur hidup pelanggan atau Customer Lifetime Value

(CLV), menggambarkan nilai sekarang bersih (net persent value) dari aliran laba masa depan, yang diharapkan sepanjang pembelian seumur hidup pelanggan. Perusahaan harus mengurangkan dari biaya yang diharapkan untuk menarik, menjual, dan melayani akun pelanggan tersebut dari pendapatan yang diharapkan dengan menerapkan tingkat diskon yang tepat, misalnya: antara 10% dan 20%, tergantung pada biaya modal dan hakikat risiko. Perhitungan nilai seumur hidup untuk sebuah produk atau jasa, dapat mencapai puluhan ribu dolar atau bahkan sampai enam digit.

Apa yang membuat seorang pelanggan disebut pelanggan yang menguntungkan? Pelanggan yang menguntungkan (profitable customer) adalah orang, rumah tangga, atau perusahaan yang sepanjang waktu menghasilkan aliran pendapatan yang melebihi jumlah aliran biaya perusahaan, yang dapat ditoleransi untuk menarik,

Page 57: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

46

Sri Widyastuti

menjual dan melayani pelanggan tersebut. Ingat, penekanannya adalah pada aliran pendapatan dan biaya seumur hidup, bukan pada laba transaksi tertentu. Pemasar dapat menilai profitabilitas pelanggan secara individual, segmen pasar atau saluran (Kotler, 2009).

Pelanggan terbesar perusahaan, tidak selalu menghasilkan laba tertinggi. Pelanggan terbesar bisa menuntut layanan yang baik dan mendapatkan diskon terbesar, pelanggan terkecil membayar harga penuh dan mendapatkan layanan minimal, tetapi biaya transaksi dengan layanan mereka, mengurangi probabilitas mereka. Pelanggan menengah yang menerima layanan bagus dan membayar harga hampir penuh, sering kali paling menguntungkan.

Analisis profitabilitas pelanggan atau customer profitabilitas analysis (CPA), paling baik dilakukan dengan perangkat akuntansi yang disebut penentuan biaya berdasarkan aktivitas (ABC). Perusahaan memperkirakan semua pendapatan yang didapat dari pelanggan, dikurangi semua biaya. Tidak hanya biaya pembuatan dan pendistribusian produk serta jasa saja, juga mencakup penerimaan panggilan telepon dari pelanggan, bepergian mengunjungi pelanggan, pembayaran hiburan dan hadiah, semua sumber daya perusahaan untuk melayani pelanggan.

Perhitungan CLV memberikan kerangka kerja kuantitatif resmi, untuk merencanakan investasi pelanggan dan membantu pemasar mengadobsi perspektif dalam jangka panjang. Meskipun demikian, salah satu tantangan dalam penerapan konsep CLV, adalah mendapatkan perkiraan biaya dan perkiraan pendapatan yang handal.

Pemasar yang menggunakan konsep CLV, juga harus memperhitungkan kegiatan pemasaran jangka pendek, untuk membangun merek yang membantu meningkatkan loyalitas pelanggan.

Keterkaitan value driver ini adalah suatu pertimbangan penting dalam memprioritaskan inisiatif CRM. Inisiatif CRM prioritas tertinggi, adalah orang-orang yang memiliki dampak langsung dan signifikan terhadap pendorong profitabilitas pelanggan dan loyalitas pelanggan untuk segmen pelanggan nilai tertinggi.

Page 58: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

47

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Untuk pelanggan yang kurang menguntungkan, profitabilitas dan loyalitas akan memberikan wawasan mengenai bagaimana mendorong peningkatan kepuasan pelanggan, yang sementara masih mengurangi biaya layanan pelanggan dan penjualan bagi pelanggan (Jim Morgan, 2009).

2.7 CRM dan Strategi PemasaranKepuasan dalam konteks layanan perbankan, berbeda dengan

produk, karena pelanggan tidak benar-benar mampu mengevaluasi layanan sebelum proses pelayanan berlangsung. Interaksi dengan penyedia layanan dan pelanggan, pertemuan layanan tersebut, adalah kunci dalam evaluasi kinerja pelayanan (Gill, 2008).

Selama pertemuan itu, pelanggan bisa mendapatkan kesan dari cara perusahaan menyediakan layanannya. Pengalaman pelayanan, didefinisikan pada interaksi dengan organisasi, proses dan karyawan.

Dengan demikian, kepuasan pelanggan dibangun atas dasar pertemuan layanan. Penyedia layanan memiliki kesempatan signifikan, untuk mengelola interaksi yang bersama-sama membentuk pengalaman. Mereka bisa desain dan proses produksi interaktif, memilih, melatih dan mengelola karyawan pelayanan; desain dan memelihara lingkungan layanan; selektif target, bersosialisasi dan mendidik pelanggan.

Di bidang perbankan, kepuasan biasanya dikonseptualisasikan dengan membangun multidimensi (Manrai LA & Manrai AK, 2007). Daftar atribut pelayanan bank yang digunakan untuk pengukuran kepuasan, terdiri atas unsur-unsur seperti penampilan, sikap, fasilitas dan perilaku staf, dekorasi dan suasana, jam kerja, tingkat bunga, serta waktu menunggu. Nasabah Bank dapat menganggap beberapa elemen, tidak sama pentingnya dengan yang lain.

Sebuah penelitian untuk mengevaluasi kepuasan pelanggan, pernah dilakukan sebuah bank di Rumania. Manfaat survei itu tidak hanya sebagai gambaran yang lebih jelas dari nasabah, sekaligus gambaran dari kantor cabang yang pelayanannya perlu ditingkatkan.

Dengan cara itu bank memiliki kesempatan menyetujui tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, dan memelihara hubungan yang

Page 59: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

48

Sri Widyastuti

kuat dengan nasabah. Itu memang tidak dapat mencegah penarikan dana nasabah selama krisis keuangan terjadi, namun membantu mencegah pelanggan beralih ke bank lain, pada saat bank lebih tergantung pada mereka daripada sebelumnya (Irina Bena, 2010).

Data mining paling penting untuk mengelola hubungan dengan pelanggan, seperti produk kepemilikan, misal: pelanggan KPR, demografi atau atribut khusus lainnya misal: lifestage, estimasi kekayaan bersih, umur, channel penggunaan atau preferensi misal: bankir online, dan transaksi kegiatan dan volume, misal: tingkat koleksi atau kegiatan pembelian.

Customer Information Management (CIM) berpendapat, titik awal untuk melihat segmentasi pelanggan adalah customer value. Satu-satunya cara untuk memperkirakan pengembalian akhir yang diharapkan dari inisiatif CRM strategis, adalah mulai dengan menentukan profitabilitas pelanggan relatif.

Investasi CRM yang memiliki ROI tertinggi, biasanya orang-orang yang memiliki dampak positif yang signifikan terhadap retensi, dompet berbagi dan akuisisi pelanggan bernilai tinggi, (Jim Morgan, 2009).

Tiga langkah utama dalam proses CIM, adalah membentuk dasar analitis untuk mengembangkan pribadi, multi-channel dan layanan pelanggan hemat biaya, serta penjualan dan strategi pemasaran untuk setiap segmen pelanggan (Jim Morgan, 2009).

Pertama, nilai relatif setiap segmen pelanggan, mengatakan, berapa bank harus bersedia untuk berinvestasi dalam membangun ekuitas dengan para pelanggan. Kedua, profitabilitas dan ekuitas pendorong untuk setiap segmen nilai, akan memberitahu bank bagaimana membuat penggunaan terbaik dari investasi CRM, untuk membangun hubungan yang sejahtera dan abadi dengan pelanggan di segmen tersebut. Ketiga, profil pelanggan segmen mengubah data pelanggan abstrak ke pengetahuan pelanggan.

Ketiga komponen tersebut, fokus organisasi sekitar KPI customer-centric kritis dan memberikan dasar menyebarkan informasi tersebut untuk layanan pelanggan, penjualan dan tenaga pemasaran, untuk membantu mereka membuat keputusan CRM dengan memberikan lebih banyak informasi (Jim Morgan, 2009).

Page 60: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

49

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Banyak layanan profesional, termasuk layanan perbankan, dinilai dan dihargai oleh hubungan klien yang mereka kelola. Suatu hubungan dapat dipahami terdiri dari dua tahap. Pertama, menarik klien. Kedua, membangun, mengelola dan memelihara hubungan dari waktu ke waktu hingga tujuan ekonomi dan sosial dari kedua belah pihak tercapai.

Tahap pertama ‘menarik’, ‘membangun’ atau ‘menciptakan’ memerlukan pemasaran hubungan pelanggan yang berpusat pada pengembangan atau membangun hubungan yang berkelanjutan atau jangka panjang yang saling menguntungkan antara penyedia layanan dan klien. Hubungan pemasaran dipandang sebagai membangun hubungan atau jaringan dan memastikan interaksi.

Tahap kedua, penyedia layanan berupaya untuk mempertahankan, meningkatkan hubungan dan mempertahankan klien adalah CRM. Konsep CRM, seperti yang digunakan dalam studi ini, menunjukkan, bahwa perusahaan sebaiknya fokus menjaga hubungan dengan pasar (Jim Morgan, 2009).

CRM bank sangat penting, dan bahwa bank-bank dapat meningkatkan efektivitas strategi CRM, dengan meningkatkan knowledgeability dan sikap karyawan. Selain itu, khusus untuk menjaga hubungan klien jangka panjang dan meningkatkan CRM, bank dapat memberikan manfaat khusus kepada pelanggan setia, misalnya untuk biaya bank yang lebih rendah.

Karyawan bank juga harus termotivasi mengakui klien, tahu pribadi dan kebiasaan klien, berinteraksi dengan klien, dan membuat klien merasa diterima. Suasana menyenangkan harus dibuat di cabang bank, untuk memastikan bahwa klien merasa santai dan penting, sehingga mereka dapat mempercayai bank. Tindakan ini bisa meningkatkan CRM bank, seperti dirasakan oleh klien.

Bank harus menyadari fakta, bahwa interaksi dengan nasabah melalui pegawai, mempengaruhi efektivitas strategi CRM institusi. Secara khusus, dua variabel mempengaruhi efektivitas strategi CRM di bank, yaitu knowledgeability dan sikap karyawan bank.

Knowledgeability karyawan bank berkaitan dengan produk perbankan, layanan, kebijakan dan atau prosedur serta sikap

Page 61: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

50

Sri Widyastuti

karyawan di setiap cabang perbankan, harus disesuaikan dalam rangka meningkatkan CRM sebuah bank (Chantal Rootman, 2008).

Dan harus diakui, perbankan semakin sulit menemukan cara membangun hubungan abadi dengan pelanggan, pada kondisi persaingan yang terus berkembang dan didorong oleh deregulasi dan perkembangan internet.

Sebagai bukti, sebuah penelitian menunjukkan, bahwa rata-rata pelanggan sekarang memiliki lebih banyak akun dengan sejumlah besar di bank daripada sebelumnya. Banyak bank baru-baru ini menerapkan CRM pada program-program untuk mengatasi layanan di daerah-daerah, tetapi kebanyakan belum menyadari keuntungan yang mereka harapkan dari investasi CRM mereka (Irina Bena, 2010).

2.8 Layanan Perbankan Syariah Perbankan syariah, sebagaimana halnya perbankan umum,

merupakan lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution), yakni lembaga yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat lain yang membutuhkan dalam bentuk kredit atau pembiayaan.

Sebagai lembaga keuangan, bank merupakan institusi yang sarat dengan peraturan, sehingga dikatakan bahwa perbankan merupakan the most heavy regulated industry in the world. Adanya merupakan suatu keniscayaan, mengingat bank merupakan lembaga yang eksistensinya sangat membutuhkan adanya kepercayaan masyarakat (fiduciary relation).

Unsur kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, merupakan hal yang sangat esensial, sehingga bank perlu menjaganya untuk mencegah adanya rush atau penarikan dana masyarakat secara besar-besaran, seperti yang pernah terjadi pada saat krisis moneter 1997.

Waktu itu banyak bank colaps, sehingga pemerintah terpaksa melakukan proses likuidasi terhadap sejumlah bank bermasalah. Sementara bank syariah yang ada pada waktu itu, yakni Bank

Page 62: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

51

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Muamalat Indonesia (BMI), terbukti mampu bertahan dan termasuk bank dengan kategori sehat.

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, diharapkan mampu menata kembali sektor perbankan yang mengalami goncangan akibat krisis. Dan lebih penting lagi, diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan di negeri ini.

Kaitannya dengan perbankan syariah, undang-undang ini lebih memberikan angin segar bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia, karena secara tegas membedakan bank berdasarkan prinsip operasionalnya menjadi dua, yaitu bank konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah.

Adanya bank syariah di samping bank konvensional, menjadi penanda dimulainya era baru dalam sistem hukum perbankan nasional, yakni era sistem perbankan ganda (dual bangking system).

Pada dasarnya, produk yang ada pada perbankan syariah sama dengan produk yang ada di bank konvensional, yakni terdiri dari penghimpunan dana (funding), penyaluran dana (lending), dan jasa (fee based product).

Adapun yang membedakannya, adalah bahwa pada produk yang ada di bank syariah, tidak boleh mengandung unsur-unsur yang secara tegas dilarang dalam Islam, yaitu perjudian (maisyir), ketidakpastian (gharar), bunga (riba), suap-menyuap (ryswah), dan bathil. Sebagai gantinya, diterapkan akad-akad tradisional Islam atau yang lazim disebut prinsip syariah ke dalam produk perbankan dimaksud.

Nasabah yang berhubungan dengan bank syariah, untuk memanfaatkan produk-produk yang ada di dalamnya, dapat memanfaatkan produk sesuai kebutuhan dan motif yang ada padanya. Ini berlaku baik pada produk penghimpunan dana (funding), penyaluran dana (lending), maupun di bidang jasa (fee based income product).

Untuk itu, maka pihak bank syariah kaitannya dengan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat, tinggal melihat

Page 63: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

52

Sri Widyastuti

atau menanyakan kepada nasabah apa motif dibaliknya. Dalam hal nasabah menginginkan faktor keamanan (safety), maka bank dapat menawarkan produk berupa giro atau tabungan yang memakai prinsip titipan (wadiah). Dengan memilih giro wadiah (tabungan wadiah), nasabah dapat mengambil uangnya sewaktu-waktu sejumlah yang ia simpan tanpa menanggung risiko akan kehilangan dananya, serta berpeluang mendapatkan bonus yang besar semata-mata berdasarkan kebijakan bank syariah yang bersangkutan.

Jika motif nasabah menyimpan dana di bank syariah, adalah dalam rangka mendapatkan keuntungan atau motif investasi, maka bank dapat menawarkan kepadanya produk berupa giro atau deposito berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

Melalui giro mudharabah, tabungan mudharabah, atau deposito mudharabah, nasabah berpeluang mendapatkan keuntungan dari uang yang disimpannya, sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati di awal akad, dikalikan dengan keuntungan bank.

Di samping itu, nasabah juga menanggung risiko kehilangan uangnya baik sebagian atau seluruhnya jika bank syariah yang bersangkutan mengalami kegagalan dalam mengelola uang nasabah. Hal sama juga terdapat pada produk penyaluran dana (lending). Kalau di bank konvensional mengenai produk penyaluran dana biasanya dalam bentuk kredit atau pinjaman (loan) yang didasarkan pada sistem bunga (interest based), maka produk penyaluran dana yang ada pada bank syariah lebih variatif dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan nyata nasabah.

Adapun motif nasabah dalam memanfaatkan produk penyaluran dana yang ada di bank syariah dan produk yang sesuai untuk motif dimaksud, adalah sebagai berikut:1. Nasabah membutuhkan dana untuk suatu kegiatan usaha atau

tambahan dana untuk ekspansi usaha. Bank syariah apabila menemukan nasabah yang membutuhkan dana untuk suatu kegiatan usaha prospektif, setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), nasabah dimaksud bisa diberikan pembiayaan dengan skim mudharabah di mana seratus persen dana semata-mata berasal dari pihak bank.

Page 64: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

53

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sedangkan dalam hal bank syariah menemukan nasabah yang membutuhkan dana dalam rangka ekspansi usaha, maka setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), nasabah dimaksud bisa diberikan pembiayaan dengan skim musyarakah, yakni pihak bank dan nasabah sama-sama menyertakan modal finansial di dalamnya.

2. Nasabah membutuhkan dana pengadaan barang konsumsi atau barang produksi. Bank syariah apabila menemukan nasabah yang membutuhkan dana untuk kepentingan seperti ini, maka akan lebih tepat jika bank syariah setelah melalui studi kelayakan (feasibility study), memberikan pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli, yakni pembiayaan murabahah, pembiayaan salam, atau pembiayaan istishna. Dengan pembiayaan murabahah, barang yang menjadi obyek perjanjian sudah ada, sedang pada pembiayaan salam atau pembiayaan istishna, barang yang menjadi obyek perjanjian belum ada, sehingga perlu dipesan.

3. Nasabah yang hanya membutuhkan manfaat atas suatu barang. Bank syariah apabila menemukan nasabah yang berkeinginan menikmati manfaat atas suatu barang, maka tepat apabila setelah melakukan studi kelayakan, memberikan pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa, yakni berupa pembiayaan ijarah atau pembiayaan ijarah muntahia bittamlik, dalam hal nasabah berkeinginan memiliki barang tersebut di akhir masa sewa.

4. Nasabah membutuhkan pinjaman uang karena ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi, seperti untuk biaya pengobatan di rumah sakit atau keperluan membayar hutang. Bank syariah apabila menemukan nasabah seperti ini, maka setelah melalui studi kelayakan, tepat jika padanya diberikan pembiayaan berdasarkan akad pinjam-meminjam, yakni pembiayaan qardh dan qardh al-hasan.

5. Di bidang jasa, juga terdapat akad-akad tradisional Islam yang dapat diterapkan dalam produk perbankan, yaitu: akad wakalah untuk penerbitan Letter of Credit (L/C), akad hawalah untuk kegiatan anjak piutang (factoring), akad kafalah untuk produk

Page 65: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

54

Sri Widyastuti

bank garansi, dan akad rahn untuk gadai. Adapun kontra prestasi yang berhak diterima oleh bank syariah adalah berupa fee (ujrah).

Berdasarkan penjelasan–penjelasan mengenai produk perbankan syariah itu, maka salah satu keunggulan produk-produk yang ada dalam industri perbankan syariah, adalah tersedianya produk perbankan yang sangat variatif dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan nyata dari nasabah, baik nasabah deposan maupun nasabah debitur.

Sementara Bank Indonesia melalui PBI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, memberikan kesempatan bagi bank-bank syariah untuk mengembangkan produk-produk dan jasa baru. Untuk kepentingan itu, bank syariah yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan, di mana permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan tersebut, wajib dilampiri fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

2.9 CRM Bank Muamalat IndonesiaIndustri perbankan syariah di Indonesia, tumbuh dengan

cepat. Nasabah bank syariah secara keseluruhan sudah lebih dari 5.000.000 orang. Merujuk data dari Bank Indonesia, aset industri perbankan syariah terus tumbuh dengan pertumbuhan rata- rata 31.04 % pertahun dalam lima tahun terakhir.

Jumlah kantor layanan bank syariah di Indonesia, kini angkanya juga sudah lebih dari 1200 unit. Itu tentu sangat menggembirakan. BMI sendiri optimistis bisa terus eksis, bahkan terus tumbuh di tengah persaingan. BMI mulai melakukan reformasi pelayanan dengan apa disebut sebagai FAST Service yang merupakan akronim dari Friendly, Accessible, Secure and To Your Need.

Kinerja BMI pun kian memikat perhatian banyak kalangan. Bank dengan semboyan First Purely Sharia, ini terus memperoleh apresiasi masyarakat luas. Tak kurang dari 70 penghargaan bertaraf nasional dan internasional, telah diterima BMI dalam lima tahun terakhir.

Page 66: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

55

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

BMI pun berkomitmen menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat. Dan Bank Muamalat kembali menerima Indonesian Bank Loyalty Award (IBLA) 2010 untuk kategori Sharia (iB) Saving Account. Penghargaan yang telah berturut-turut diterima BMI dalam dua tahun terakhir, karena Bank Muamalat dianggap leading dalam kinerja loyalitas nasabahnya.

Markplus Insight memberikan tiga kategori penghargaan, yaitu Conventional Saving Account, Sharia Saving Account dan Kartu Kredit. Sebagai alat ukur, Markplus Insight memilih enam variabel yang merepresentasikan loyalitas nasabah, yaitu Transaction (Customer Satisfaction), Relationship (Customer Retention), Partnership (Migration Barrier) dan Ownership (Customer Enthusiasm). Untuk survei ini, Markplus Insight melibatkan lebih dari 2.900 responden di enam kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar.

BMI melakukan banyak hal untuk memelihara loyalitas nasabah, salah satunya yang terpenting adalah memperluas jaringan. Perluasan jaringan yang dilakukan BMI, bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah terhadap produk dan jasa BMI, melalui kantor layanan dan aliansi.

Saat ini BMI melayani hampir 3 juta nasabah dengan lebih dari 272 outlet di seluruh Indonesia. Memantapkan eksistensinya di antara perbankan syariah, BMI menjadi bank syariah pertama yang mengembangkan sayap hingga luar negri. Cabang pertama BMI di luar negeri adalah di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dibuka pada 2008. Tak tanggung-tanggung, BMI bekerja sama dengan Malaysia Electronic Payment System (MEPS), sehingga nasabah bisa melakukan transaksi tarik tunai di 2.000 ATM di Malaysia. BMI sadar, untuk menjadi bank syariah modern, ekspansi internasional adalah sebuah keniscayaan.

Di Indonesia, aliansi dilakukan oleh BMI dengan PT. Pos Indonesia dengan jumlah outlet yang semakin banyak. Nasabah pun bisa bertransaksi setor tunai gratis di 3.800 kantor pos. Dengan aliansi ini, BMI menjadi salah satu bank yang paling jauh menjangkau pelosok pedesaan melalui layanan kantor pos, sehingga saat ini tidak

Page 67: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

56

Sri Widyastuti

ada lagi alasan untuk tidak berbank syariah, karena untuk berbank syariah tidak harus di kantor layanan, namun cukup di kantor pos.

Walaupun aset BMI tidak sebesar bank-bank konvensional raksasa, namun dari aspek jaringan, BMI nampaknya tidak mau kalah. Aliansi dengan BCA, ATM Prima dan ATM Bersama memudahkan nasabah BMI berbelanja di 100.000 merchant, bahkan bisa transaksi tarik tunai gratis di ATM semua bank di Indonesia, suatu fitur yang amat langka dimiliki produk tabungan bank mana pun. Ini menjadikan BMI sebagai salah satu bank dengan jaringan ATM terluas di Indonesia.

BMI berharap, dapat menjaring sebanyak-banyaknya nasabah melalui perluasan jaringannya. Di samping karena fiturnya yang unggul, BMI selama ini memang cukup gencar memasarkannya. Produk ini pernah secara fantastis memborong empat award (penghargaan) sekaligus dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), yaitu sebagai rekening bank instan dalam kemasan pertama di Indonesia, sebagai kartu bank pertama yang nomor kartunya sesuai nomor rekening, sebagai produk dengan pertumbuhan Jaringan Real Time Online dengan jumlah terbanyak, serta sebagai tabungan dengan pertumbuhan persentase nasabah produk bank tercepat di Indonesia.

Ke depan, BMI akan mulai memopulerkan produk-produknya yang selama ini belum dipasarkan secara optimal. Disamping shar-e yang telah sangat dikenal, BMI masih memiliki banyak sekali produk unggulan lain yang belum gencar dipromosikan. Untuk produk funding, misalnya, ada Tabungan Haji Arafah dan Tabungan Ummat. Adapun produk financing, antara lain Kongsi Pemilikan Rumah Syariah (KPRS). PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pun senatiasa siap melakukan ekspansi.

Strategi lain, BMI melakukan inovasi dan penyempurnaan fitur produk, berupa produk penghimpunan dana dan pembiayaan. Produk yang mengalami penyempurnaan antara lain Tabungan Haji Arafah, Shar-e, dan Baiti Jannati. Tabungan Haji Arafah kini menjadi dua versi, yaitu Tabungan Haji Arafah Plus dan Tabungan Haji Arafah Reguler. Sedang Shar-e digunakan sebagai kartu tabungan iB

Page 68: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

57

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Muamalat, iB Muamalat Sahabat, dan iB Muamalat Pos. Adapun Baiti Jannati, kini menjadi Pembiayaan Hunian Syariah Muamalat.

Selain untuk mencapai target penghimpunan DPK dan Pembiayaan, penyempurnaan fitur ketiga produk ini diharapkan akan meningkatkan porsi ritel dalam portofolio funding maupun financing Bank Muamalat. Dengan dukungan sekitar 280 kantor layanan, BMI optimistis target DPK tersebut tercapai. Kini, BMI diperkuat oleh 75 kantor cabang, 70 kantor cabang pembantu, dan 135 kantor kas (2010).

CRM adalah penggunaan informasi strategis, orang, proses dan teknologi untuk mengelola hubungan pelanggan dengan Bank dalam hal pemasaran, penjualan, jasa dan dukungan. Bank Muamalat memahami kebutuhan penting untuk mempertahankan fokus strategis pada CRM, harus memiliki kemampuan mengelola siklus hidup pelanggan di beberapa saluran.

Pelanggan Touch Poin didefinisikan sebagai interaksi Pribadi atau Face-to-face seperti Perwakilan Customer Service; Teller; Wakil Penjualan Telepon atau Fax: Interaksi adalah melalui telepon, selular, SMS atau mesin faks, Mail: Interaksi dengan spesifik pelanggan melalui cetakan seperti surat, brosur, Internet: Interaksi dengan tipe tertentu pelanggan melalui Internet, Email: Message atau interaksi melalui elektronik mail dengan khusus mengidentifikasi pelanggan. Hubungi pusat: Cara yang lebih terorganisasi komunikasi untuk merekam dan mengelola interaksi pelanggan, dengan menggunakan berbagai metode yang ditemukan di telepon atau faks, surat, internet dan email.

CRM berarti mengakui pelanggan di mana pun mereka berinteraksi dengan bank. Saat ini, mampu mengenali pelanggan yang menggunakan informasi masa lalu yang dikumpulkan adalah tidak cukup. Yang lebih penting adalah bagaimana menggunakan informasi yang dikumpulkan untuk berinteraksi secara efektif dalam setiap interaksi masa depan.

BMI bisa menangani pelanggan secara lebih efektif dan berbeda dengan menunjukkan perhatian, empati, menawarkan

Page 69: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

58

Sri Widyastuti

untuk menyediakan alternatif atau berkomitmen resolusi, jika kita tidak memiliki informasi sebelumnya dari pelanggan terakhir yang signifikan dengan kegiatan, misalnya penarikan besar atau deposito bank, mengajukan pengaduan, permintaan luar biasa tidak terpenuhi, dll.

Informasi tentang pelanggan sangat penting untuk peningkatan pemahaman dan perbaikan layanan. Ini juga memungkinkan bank membangun kepercayaan dan ikatan dengan pelanggan. Selain memiliki pandangan holistik, BMI juga perlu alat-alat dan pelatihan yang tepat tentang cara menggunakan data yang tersedia, untuk meningkatkan hubungan dengan pelanggan.

Berikut adalah kemampuan Customer Relationship Management (CRM) pada Bank Muamalat Indonesia:1. Memahami pasar dan pelanggan dengan meningkatkan keakraban,

data dan informasi akurat tentang pelanggan. Memahami profil pelanggan, segmen, kegiatan berkelanjutan, loyalitas dan afinitas dengan bank, persentase pelanggan yang menggunakan satu atau lebih layanan setelah menggunakan pelayanan awal bank, hanya beberapa aspek kecerdasan pelanggan yang membantu mendorong strategi bisnis, biaya pemasaran efektif dan keputusan formulasi pelayanan.

2. Mengembangkan penawaran dalam memahami pasar dan pelanggan, mengembangkan penawaran, mempertahankan dan memperoleh pelanggan, mengidentifikasi target pasar pelanggan, mendefinisikan kampanye manajemen produk, kampanye manajemen efektivitas tenaga pemasaran atau sales force management, manajemen kantor cabang, pengolahan order melalui internet dan telesales, penelitian dan pengembangan manajemen persediaan, manajemen masalah pusat layanan, kontak loyalitas, program retensi distribusi, logistik kredit, kelayakan profil pelanggan, analisis profitabilitas dan analisis perilaku segmentasi pelanggan.

Page 70: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

3.1 Kepuasan dan Kebutuhan PelangganMencapai tingkat kepuasan pelanggan tertinggi, adalah tujuan

utama pemasaran perusahaan. Hu et al (2009) menggarisbawahi dalam penelitiannya, di mana dunia sekarang ini dalam persaingan ketat, memuaskan pelanggan hanya garis dasar dari layanan perusahaan, dan hanya dapat mencukupi untuk bertahan hidup.

Manajemen harus fokus untuk pencapaian loyalitas pelanggan, dengan meningkatkan persepsi pelanggan tentang kualitas layanan dan meningkatkan nilai konsumen seperti yang dirasakannya. Pentingnya kualitas layanan, kepuasan, nilai yang dirasakan, dan gambaran, sifat yang tepat dari hubungan yang ada antara dan pemahaman efeknya pada perilaku pelanggan, masih tetap menjadi isu utama.

Memberikan layanan berkualitas tinggi dan menciptakan nilai pelanggan yang unggul, dapat menghasilkan pencapaian kepuasan pelanggan yang tinggi, sehingga memengaruhi citra perusahaan, dan akhirnya menyebabkan retensi konsumen. Kepuasan merupakan tanggapan pelanggan atas telah terpenuhi kebutuhannya. Ini menunjukkan penilaian, bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang atau jasa itu sendiri, memberikan tingkat kenyamanan terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan (Oliver, 2008).

BAB IIIKEPUASAN PENTING UNTUK MEMBINARELASI DENGAN PELANGGAN

Page 71: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

60

Sri Widyastuti

Akhir-akhir ini banyak perhatian tercurah pada konsep kepuasan total. Sebab, mencapai kepuasan sebagian saja tidaklah cukup untuk membuat pelanggan setia dan bertahan. Ketika pelanggan merasa puas akan pembelian barang atau jasa yang ditawarkan perusahaan, besar kemungkinan mereka akan kembali lagi dan melakukan pembelian-pembelian lain dan juga akan merekomendasikan pada teman-teman dan keluarganya tentang perusahaan. Juga kecil kemungkinan mereka berpaling ke pesaing-pesaing perusahaan.

Mempertahankan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu, akan membina hubungan baik dengan pelanggan, yang akan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Pemasaran bukanlah semata-mata melakukan penjualan, melainkan tentang bagaimana memuaskan pelanggan terus-menerus, sehingga ketika pelanggan merasa puas, akan terjadi penjualan berikutnya.

Pelanggan melaksanakan jual-beli dengan harapan-harapan tertentu. Ketika menjadi nasabah perbankan syariah, membeli mobil, stereo, menginap di hotel, menggunakan pesawat terbang, berlibur, menghadiri suatu orkestra, pelanggan mempunyai angan-angan tentang perasaan yang ingin dirasakan, ketika menyelesaikan suatu transaksi atau menggunakan barang yang akan dibeli maupun menikmati pelayanan yang telah mereka bayar.

Namun demikian, perusahaan harus tetap hati-hati agar tidak terjebak pada keyakinan bahwa pelanggan harus dipuaskan dan tak peduli berapa pun biayanya. Tidak semua pelanggan memiliki nilai yang sama bagi suatu perusahaan, dan seberapa pelanggan layak menerima perhatian dan pelayanan yang lebih dibandingkan pelanggan lain.

Ada pelanggan yang tidak akan pernah memberikan umpan balik, juga tak peduli berapa banyak perhatian yang diberikan perusahaan pada mereka, dan tidak peduli seberapa puas mereka. Dengan demikian, membina hubungan dengan pelanggan dengan cara berusaha mencapai kepuasan total pelanggan adalah sia-sia, karena hal tersebut tidak menjamin umpan balik yang potensial.

Perlu dipahami, antusiasme tentang kepuasan pelanggan, harus didukung oleh analisa-analisa yang tajam. Jika perusahaan akan

Page 72: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

61

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

memuaskan pelanggan, maka pelanggan yang diutamakan terlebih dahulu adalah pelanggan yang paling potensial bagi perusahaan dalam jangka panjang. Namun tantangannya kemudian, adalah bagaimana menentukan pelanggan yang menguntungkan dalam jangka panjang.

Rashid (2015), menyatakan dalam penelitiannya, bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan terkait dengan loyalitas pelanggan. Pada industri makanan cepat saji, untuk membentuk produk dan layanan sedemikian rupa, bisa dengan memaksimalkan kepuasan pelanggan dan mempertahankan loyalitas mereka pada pencapaian yang lebih tinggi.

Itu menunjukan, bahwa terpenuhinya suatu kebutuhan, menciptakan suatu kenyamanan, yaitu kepuasan. Namun makna pemenuhan tidak lagi sejelas makna kepuasan. Apa yang memuaskan satu pelanggan, mungkin tidak memuaskan bagi pelanggan lain, karena pada kenyataannya, apa yang bisa memuaskan pelanggan di satu situasi mungkin tidak bisa memuaskan pelanggan yang sama di lain situasi.

Misalnya dalam hal makan di sebuah restoran. Ketika Anda dan kolega dari kantor memutuskan makan siang bersama di restoran terdekat, Anda mungkin berada dalam jadwal yang sangat ketat dan ingin kembali ke kantor pukul 14.00. Anda menggunakan kesempatan makan siang tersebut untuk membahas proposal yang harus dikirim ke mitra bisnis di hari berikutnya. Anda menginginkan hal-hal tertentu dari restoran tersebut, yaitu restoran mampu menyediakan makan siang yang bernuansa bisnis dan profesional.

Sekarang pikirkan tentang akhir pekan yang akan datang. Pelanggan telah memesan meja di restoran yang sama makan malam bersama keluarga. Apakah yang diharapkan dan butuhkan pelanggan pada kesempatan ini?

Pelanggan berada di restoran yang sama, namun dalam situasi yang sangat berbeda. Pada kesempatan ini, kecepatan pelayanan tidaklah penting, justru jika pelanggan cepat-cepat menikmati makanan dan selesai dalam satu jam, pelanggan akan merasa tergesa-gesa dan kecewa. Ini adalah situasi yang lebih santai, sehingga

Page 73: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

62

Sri Widyastuti

membutuhkan pelayanan dan perlakuan berbeda untuk mencapai kepuasan pelanggan.

Dengan demikian, kepuasan pelanggan adalah target yang berubah-ubah. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai hal ini, perusahaan perlu memikirkan tentang kebutuhan-kebutuhan pelanggan pada masing-masing transaksi dengan suatu perusahaan. Masing-masing pelanggan menginginkan situasi jual beli dengan serangkaian kebutuhan pada tingkat yang berbeda-beda.

Penciptaan emosi pelanggan yang positif, tidak terjadi secara terpisah dari aktivitas dan strategi pada model pemicu kepuasan pelanggan. Perusahaan harus menyadari, emosi dan perasaan pelanggan sangat mempengaruhi keputusan mereka untuk terus berbisnis dengan perusahaan di masa depan. Tetapi dari mana emosi ini berasal?

Perusahaan dapat membuat pelanggan menjadi sangat bingung, dengan membuat mereka mengalami kesulitan dalam memasang rangkaian furnitur taman atau lupa menyertakan obeng yang diperlukan untuk memasang baut pada frame-frame: keduanya adalah masalah yang berkaitan dengan produk.

Perusahaan dapat menciptakan perasaan tidak dihargai pada pelanggan loyal, dengan menawarkan harga lebih murah pada pelanggan yang beralih ke pesaing, agar mereka kembali pada perusahaan. Kemungkinan yang juga akan terjadi adalah dapat membuat pelanggan sangat frustasi, karena mereka kesulitan dengan sistem penjawab dan penerima pesan yang digunakan pelanggan.

Untuk memuaskan para pelanggan, perusahaan perlu memahami apa yang penting bagi mereka, dan berusaha, paling tidak, memenuhi harapan-harapan mendasar mereka. Kebutuhan-kebutuhan pelanggan tidak hanya mengenai barang dan jasa. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Makanan di suatu restoran, mungkin lezat. Namun jika secara keseluruhan pelayanannya tidak menyenangkan, pelanggan pasti enggan kembali Untuk meyakinkan hal ini, perusahaan bisa mempelajari ulasan-ulasan (testimoni) di koran atau menyediakan kotak saran, tulisan di media sosial tentang beberapa restoran yang ditulis oleh para pelanggan.

Page 74: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

63

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Dalam tulisan seringkali secara jelas menegaskan peran utama pelayanan di restoran, dengan merinci segala sesuatunya, mulai dari sulitnya menghubungi operator restoran untuk memesan tempat, tidak dihargainya suatu pemesanan, sampai diacuhkannya pelanggan di meja dengan daftar menu selama 20 menit tanpa adanya pelayan yang siap membantu.

Penting bagi perusahaan, khususnya karyawan yang bertanggung jawab terhadap pelayanan pelanggan, memiliki suatu apresiasi yang solid mengenai kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan pelanggan.

Sebuah perusahaan bisa menghasilkan kepuasan pelanggan, dengan emenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan lebih dari yang diharapkan. Ketika pelanggan berinteraksi dengan para pelaku bisnis, mereka mempunyai harapan-harapan tentang beberapa aspek dari interaksi tersebut, juga tentang apa yang ditransaksikan.

Manajer perusahaan dapat meluangkan waktu sesaat, untuk sekadar memikirkan apa yang sedang ditransaksikan ketika seorang pelanggan berhubungan dengan perusahaan. Ini akan sangat berguna. Ketika pelanggan membeli suatu produk atau jasa, mereka mengorbankan beberapa hal, yang paling jelas adalah uang yang dikeluarkan, dan banyak hal lainnya.

Perlu juga dipertimbangkan waktu dan energi yang mereka habiskan untuk berbelanja, membanding-bandingkan barang, dan memutuskan membeli. Biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk mendapatkan barang yang diinginkan, seringkali fokus pada biaya dalam arti uang. Namun beberapa kasus, misalnya, menyumbang untuk amal, biaya secara psikis juga termasuk di dalamnya.

Timbal balik yang didapatkan pelanggan juga sangat kompleks, karena nampaknya terlalu sederhana, jika menganggap pelanggan tertarik hanya pada produk inti yang ditawarkan. Perusahaan perlu mempertimbangkan semua komponen nilai yang beraneka ragam, karena masing-masing komponen menunjukkan pada kebutuhan pelanggan tertentu, dan pelanggan juga mempunyai harapan akan masing-masing komponen.

Page 75: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

64

Sri Widyastuti

Perlu juga mengenali kebutuhan-kebutuhan pelanggan yang berbeda-beda levelnya. Sebab, untuk mencapai kepuasan pelanggan, perlu diberikan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan di semua level, mulai dari barang atau jasa yang mendasar, jasa pengantaran, hubungan staf dengan pelanggan, sampai pada menimbulkan perasaan positif pada pelanggan.

Apa yang diterima pelanggan dari penyedia jasa atau perusahaan, pada intinya mengungkapkan proposisi nilai dari perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai yang dirasakan pelanggan, baik dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan pelanggan secara materi atau non-materi, maupun dengan meningkatkan proposisi nilai dengan berbagai cara.

Jika harapan-harapan pelanggan terpenuhi, mereka pada umumnya akan puas dan jika melampaui dari yang diharapkan, pelanggan akan mengekspresikan kepuasan pada tingkat yang lebih tinggi. Pelanggan secara jelas telah mengembangkan harapan-harapan tertingginya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu dari interaksi dengan penyedia jasa. Misal di restoran, pelanggan berharap makanan disajikan dalam keadaan panas dan diantar dalam waktu yang relatif cepat. Pelanggan berharap para pelayanan restoran bersikap ramah, dan dapat menjawab setiap pertanyaan pelanggan. Pelanggan berharap tagihannya akurat, dan langgan berharap bisa membayar dengan cara yang mereka inginkan.

3.2 Harapan-harapan Pelanggan yang TerselubungAda harapan-harapan pelanggan lain yang muncul ke

permukaan, ketika harapan-harapan itu tidak terpenuhi, biasanya menyangkut hal-hal yang seharusnya juga dianggap atau diperhatikan walaupun tak terkatakan. Contoh: pelanggan berharap karyawan bertindak dan bertingkah laku secara sopan dan beradab. Pihak pelanggan akan bereaksi negatif ataupun protes mengenai hal-hal tersebut, hanya apabila menjumpai karyawan yang tidak bertindak demikian.

Harapan-harapan semacam itu biasanya ada di alam bawah sadar pelanggan. Dalam arti akan menjadi penting pengaruhnya bagi

Page 76: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

65

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

kepuasan, hanya jika pelayanan yang diterima pelanggan jauh di luar dari apa yang diharapkannya.

Sebagian besar interaksi seorang pelaku bisnis dengan pelanggannya, terjadi dalam serangkaian batasan yang membuat hubungan menjadi suatu rutinitas, sehingga tidak penting lagi apakah puas atau tidak.

Dalam pembahasan ini, kita tidak memberikan perhatian penuh pada hubungan-hubungan semacam itu. Agar pelanggan benar-benar puas, ingin kembali lagi dan menceritakan pada orang lain hal-hal baik mengenai perusahaan, maka harapan-harapan pelanggan tersebut harus terpenuhi. Perusahaan harus melakukan sesuatu yang menarik, sehingga pelanggan berkomentar “Wow”, ini lebih dari yang Saya harapkan.”

Di lain kesempatan, pelanggan bisa mengalami pengalaman buruk ketika berangan-angan akan malam yang menyenangkan, dirusak oleh seorang pelayan restoran yang bermuka masam, atau ketika pelanggan akan tidur nyenyak, diganggu oleh pesta semalam suntuk di kamar sebelah.

Tinggal di hotel, melakukan penerbangan dengan pesawat atau makan di restoran, sebagian besar merupakan peristiwa-peristiwa rutin. Hanya sedikit dari peristiwa-peristiwa itu yang sungguh-sungguh mengesankan dan patut dikenang, negatif maupun positif.

Sebagian besar pelanggan, tidak menetapkan standar atau harapan sangat tinggi. Harapan pelanggan biasanya terpenuhi ala kadarnya saja. Akibatnya, banyak perusahaan tidak berhasil menciptakan pelanggan-pelanggan yang benar-benar terpuaskan. Kebanyakan perusahaan melakukan hanya apa yang diharapkan.

Masalahnya, jika perusahaan melakukan segala sesuatu sekadar seperti yang diharapkan, itu belumlah cukup. Puaskan pelanggan melebihi yang diharapkan, melalui penciptaan pengalaman-pengalaman “Wow!”

Untuk memuaskan pelanggan dan membina hubungan baik, suatu perusahaan harus membuat dirinya berada dengan para pesaingnya, dan menambahkan nilai pada setiap pelayanan yang diberikan.

Page 77: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

66

Sri Widyastuti

Ada beberapa faktor yang memicu kepuasan pelanggan, antara lain pelayanan dengan nilai tambah, tampilan produk atau jasa, dan berbagai aspek tertentu dari bisnis yang bersangkutan. Namun yang lebih penting dari aspek tersebut, yaitu perlakuan terhadap pelanggan saat mereka melakukan pembelian. Pemicu kepuasan yang terpenting dan menjamin kepuasan pelanggan sepenuhnya, seringkali adalah penilaian-penilaian yang paling intangible, yaitu emosi pada saat berhubungan dengan mengetahui bagaimana perasaan pelanggan.

Salah satu cara merangsang emosi pada saat pelayanan diberikan, adalah membuat kejutan-kejutan. Biasanya kita mengasumsikan elemen-elemen kejutan dengan pengalaman-pengalaman positif, yaitu situasi di mana pelanggan merasa sangat senang dan terkejut dengan beberapa aspek yang diberikan oleh perusahaan.

Pengalaman-pengalaman semacam itu, terjadi melalui kejutan-kejutan yang seringkali dimunculkan. Sebagian besar pelanggan akan bisa mengingat kembali kejadian-kejadian yang dialami dan yang membuatnya merasa terkejut dan terkesan, sehingga dengan mudah bagi mereka mengingat kembali pertemuan-pertemuan yang mengesankan.

Banyak perusahaan telah memiliki reputasi dan selalu konsisten dalam memenuhi harapan-harapan pelanggan melebihi yang diharapkan. Pelanggan sebuah supermarket, misalnya, setelah kereta belanjaannya penuh dengan makanan dari bahan-bahan pokok lain yang dibutuhkan, ia kemudian menuju kasir.

Barang-barang belanjaannya kemudian dihitung dan dimasukkan dalam kertas pembungkusan. Lalu saat mengambil uang untuk membayar belanjaannya, dia sangat terkejut ketika menyadari bahwa ternyata dompetnya tertinggal di rumah. Saat dia menceritakan kembali peristiwa itu pada salah seorang yang simpatik, dia berkata, “Saya sangat malu. Saya tidak tahu apa yang harus Saya lakukan.”

Menyadari kesulitan itu, seorang wanita muda di kasir tidak melewatkan kesempatan, yang dengan tenang berkata, “Jangan khawatir, Anda bisa membayarnya lain waktu kalau kemari lagi.”

Page 78: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

67

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pelanggan itu tentu merasa lega, terkesan, berterima kasih dengan segala emosi lain yang sangat menyentuhnya.

Saat dia menceritakan kisahnya pada orang lain, dia berkata, “Kasir itu tidak harus berbuat demikian. Dia bahkan tidak menanyakan identitas diri Saya ataupun nomer telepon Saya. Dia yakin Saya akan kembali ke tokonya. Menurutmu, mungkinkah Saya akan belanja di tempat lain?” Inilah rangsangan emosi pada saat pelayanan diberikan kepada pelanggan, dengan kejutan-kejutan yang memberikannya pengalaman positif.

Namun demikian, sangat disayangkan bahwa seringkali kejutan-kejutan tercipta, dalam bentuk yang tidak menyenangkan. Seberapa banyak pengalaman belanja Anda yang tidak menyenangkan, yang menyebabkan Anda tidak pernah kembali lagi ke toko tersebut?

Banyak dari kita yang lebih sering memiliki pengalaman-pengalaman negatif ketimbang pengalaman positif. Yang mengherankan, setelah lebih dari 20 tahun mempelajari tingkah laku dan sikap pelanggan, banyak pelaku bisnis masih tidak menyadari kalau kejutan-kejutan positif maupun negatif, bisa berdampak pada kembali atau tidaknya pelanggan dan membina hubungan dengan perusahaan tersebut.

Dalam kisah pengunjung supermarket di atas, yang mendapatkan pengalaman sangat mengesankan, dia tidak hanya terus berbelanja di situ, namun juga selalu antusias menceritakan kepada siapa saja yang tertarik pada pengalamannya.

3.3 Sentuhan Emosional dan Zona ToleransiPenelitian Barnes (2003), menyimpulkan, kepuasan yang

dirasakan pelanggan ketika berhubungan dengan para pelaku bisnis, sangat dipengaruhi oleh sentuhan emosi dari hubungan tersebut.

Konsep ini sangat berguna, yang dipinjam dari istilah dalam psikologi sosial. Hal tersebut mengacu pada frekuensi, di mana pelanggan merasakan emosi-emosi positif atau negatif ketika berhubungan dengan perusahaan.

Makna hubungan dengan pelanggan akan dipahami, jika perusahaan tahu, sampai taraf apa pelanggan bisa merasa santai,

Page 79: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

68

Sri Widyastuti

merasa diterima, senang, nyaman, menyukai kejutan yang dibuat perusahaan, atau bahkan kecewa, bingung, terabaikan, dan juga merasa tidak penting.

Inti dari ikatan emosional antara perusahaan dan pelanggan, terwujud dalam perbedaan antara jumlah emosi positif dengan jumlah emosi negatif. Sampai di sini, dinyatakan, bahwa salah satu prediktor terbaik dari keseluruhan kepuasan pelanggan dalam berhubungan dengan pelaku bisnis, adalah taraf kesuksesan pelaku bisnis tersebut menciptakan emosi positif, dan bukan emosi negatif dalam diri pelanggannya.

Nilai sebenarnya bagi para manajer, berawal dari menentukan bagaimana kepuasan pelanggan dalam berhubungan dengan perusahaan dikaitkan dengan tingkah laku selanjutnya. Kapan dan dalam situasi bagaimana kinerja perusahaan dianggap relatif cukup memenuhi harapan pelanggan dan bisa ditoleransi, sehingga pelanggan tidak memberikan respons positif maupun negatif, tanggapan pelanggan adalah biasa-biasa saja, inilah yang disebut zona toleransi.

Beberapa pertanyaan pun perlu dikonfirmasi, di antaranya: Apakah toleransi ini akan berubah dalam situasi yang berbeda,

dalam konteks layanan yang bervariasi atau seiring dengan perubahan waktu?

Akankah toleransi seorang pelanggan terhadap kinerja perusahaan selama memberikan pelayanan, sangat tergantung pada perasaan pelanggan yang muncul sebagai hasil dari aspek pelayanan yang diharapkan atau tidak diharapkan?

Jika pelanggan dirangsang untuk bertindak, dalam bentuk apakah tindakan tersebut mungkin terjadi? Apakah reaksi pelanggan dalam bentuk formal atau informal, dan tiba-tiba, seperti dalam kasus seorang pelanggan menyampaikan keluhan atau pujian secara langsung pada para karyawan?

Akankah informasi pelanggan menjadi lebih mengena melalui komunikasi dari mulut ke mulut? Jika seorang pelanggan memutuskan untuk berbisnis dengan pesaing, apakah keluarnya pelanggan itu bersifat sementara saja, atau justru merupakan indikasi untuk tidak pernah kembali lagi?

Page 80: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

69

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Konsep tentang zona toleransi pelanggan mengandung informasi, bahwa dalam suatu transaksi, pelanggan membawa serangkaian harapan yang berhubungan dengan desire service, yaitu pelayanan yang diharapkan akan diterima dan adequated service, yaitu pelayanan yang cukup dapat diterima, serta zona toleransi yang terletak di antara dua level pelayanan tersebut.

Jika pelayanan yang diterima terletak pada zona ini, maka pelanggan mungkin akan puas atau pelayanan dianggap bisa diterima. Jika pelayanannya jauh di bawah tingkat adequated service, maka pelayanannya dianggap tidak bisa diterima dan menimbulkan ketidakpuasan. Jika pelayanan yang diterima melebihi tingkat desired service, maka pelanggan mungkin akan puas, bahkan mungkin sangat puas.

Robert Johnston (1995), menyatakan, terdapat tiga zona toleransi yang saling berhubungan, yaitu zona harapan, zona penengah dan zona hasil. Dengan kalimat sederhana, pelanggan memasuki jasa pelayanan dengan sadar atau tidak membawa pandangan-pandangan tentang apa yang membuat pelayanan itu bisa diterima atau tidak bisa diterima. Seperti bisa dilihat di atas, beberapa dari harapan-harapan tersebut tidak secara khusus dikembangkan dengan baik, karena menyangkut aspek-aspek yang tidak diharapkan dari suatu pelayanan yang diberikan.

Gambar 3.1 Zona ToleransiSumber: Barnes (2003)

Page 81: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

70

Sri Widyastuti

Ketika pelanggan sedang dilayani, harapan-harapan dapat dirubah menjadi suatu hasil dari pengalaman pelanggan dengan masing-masing komponen hubungan tersebut. Hasil akhir dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan, yang tampak dari keseluruhan penilaian pelanggan terhadap sejumlah proses yang terjadi, dengan menimbang hasil dari masing-masing komponen pelayanan.

Dalam pandangan Robert Johnston (1995), semakin tinggi keterlibatan emosi pelanggan dan risiko yang diterimanya, maka semakin besar tingkat sensitivitas pelanggan terhadap kepuasan dan ketidakpuasan. Dia berpendapat, batasan-batasan zona toleransi pelanggan bersifat dinamis, dan bisa disesuaikan pada saat pelayanan diberikan.

Hal itu mendukung mengenai pentingnya pelatihan tenaga kerja yang efektif. Para karyawan harus disiapkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang berpotensi menimbulkan ketidakpuasan, dan melakukan prosedur pemulihan yang efektif untuk mengatasi kondisi tersebut.

Ini menuntut pemahaman akan harapan-harapan pelanggan pada saat pelayanan diberikan. Harapan-harapan ini cenderung berhubungan dengan aspek-aspek dari suatu hubungan yang jelas atau dapat dilihat, misalnya saja ketersediaan pelayanan, aspek-aspek tertentu dari pelayanan penghantaran dan sebagainya.

Hal-hal demikian merupakan pemikiran utama yang secara sadar dipertimbangkan oleh pelanggan, ketika mereka sedang dilayani oleh perusahaan. Harapan-harapan lain tidak terlihat dalam arti baru, menjadi penting dan diakui hanya jika tidak terpenuhi. Fakta menunjukkan, bahwa harapan bawah sadar pelanggan tidak kalah penting pengaruhnya pada perasaan pelanggan, pada saat pelanggan memberikan penilaian secara menyeluruh pada pelayanan yang diterimanya. Zona toleransi pelanggan tampaknya lebih ketat untuk tipe-tipe pelayanan yang mungkin dianggap berpengaruh tinggi atau sangat penting bagi pelanggan.

Page 82: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

71

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 3.2 Tiga Zona ToleransiSumber: Barnes (2003)

Namun demikian, perlu dicatat, pelanggan mungkin tidak mengantisipasi perasaan-perasaan tertentu yang muncul ketika pelayanan sedang diberikan. Perasaan-perasaan tersebut mungkin tidak ada hubungannya dengan pelayanan inti yang diberikan ataupun dengan proses pelayanan itu sendiri. Perasaan itu mungkin berkaitan dengan hal kecil yang umumnya ada, namun tidak dapat dijelaskan mengapa hal-hal itu tidak nampak.

Perasaan tersebut mungkin juga berkaitan dengan sikap para karyawan saat melayani pelanggan ataupun pada komentar yang mereka lontarkan, misalnya saja perasaan mengenai kesopanan dan keadilan yang muncul, hanya ketika pelanggan merasa dilayani dengan tidak sopan dan tidak adil.

Ketika persepsi pelanggan akan kualitas pelayanan berada dalam zona toleransi, bahkan jika mendekati level desired, maka hasilnya adalah kepuasan yang biasa-biasa saja. Implikasi dari zona toleransi adalah penting bagi perusahaan yang berusaha memperbaiki kualitas pelayanannya.

Pelanggan juga tidak bisa mengungkapkan apa yang mereka harapkan atas pelayanan yang sudah berada di atas level desired. Dalam pengalaman yang ada pelanggan tidak mengharap mendapat kejutan-kejutan yang mengesankan saat sedang dilayani, namun jika hal itu terjadi, akan muncul emosi positif. Emosi-emosi dan perasaan-perasaan yang lebih semacam itu, sulit diungkapkan dan sulit untuk diukur.

Page 83: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

72

Sri Widyastuti

Gambar 3.3 Zona Toleransi untuk Elemen Jasa yang Berbeda

Sumber: Barnes (2003).

3.4 Hasil Kepuasan PelangganBabbin et al (2005), mengartikan kepuasan pelanggan sebagai

suatu emosi yang dihasilkan dari penilaian-penilaian atas rangkaian pengalaman. Kotler (2012) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai: a persons feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a products received performance (oroutcome) in relations to the persons expectation.

Jika kinerja yang diharapkan tidak sesuai harapan, maka pelanggan akan kecewa dan apabila sesuai dengan harapan pelanggan akan puas, namun jika kinerja produk melebihi harapan, maka pelanggan akan sangat puas.

Harapan pelanggan dapat dilihat dari pengalaman yang pernah alaminya. Masukan-masukan dari teman, kerabat serta janji-janji informasi pemasar dan perusahaan pesaingannya, sangat penting untuk menciptakan kepuasan pelanggan yang maksimal. Perusahaan harus dapat menciptakan sistem penilaian pelayanan, untuk menarik lebih banyak lagi pelanggan, serta mempunyai kemampuan dalam mempertahankan pelanggan yang telah ada.

Page 84: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

73

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Terdapat hubungan antara kualitas pelayanan secara keseluruhan dan dimensi SERVQUAL di bank-bank UAE Islamic (Tamimi & Amiri, 2003). Penilaian ini terdiri dari berbagai proses yang berbeda-beda, yang memicu respons-respons afektif. Apa yang penting dalam hal ini adalah, bahwa respons tersebut adalah respons emosional, sehingga bisa memberi arti dalam membina hubungan yang melibatkan emosi.

Pelanggan memberi penilaian terhadap pelayanan dan penawaran perusahaan melalui serangkaian level, karena mereka menikmati pelayanan dan penawaran perusahaan juga dalam level yang berbeda-beda.

Pelanggan memberi penilaian tidak hanya pada barang atau jasa inti yang ditawarkan, juga pada semua komponen yang pada umumnya diistilahkan dengan bauran pemasaran, termasuk harga, iklan, ketersediaan produk, kemudahaan untuk mendapatkannya dan lokasi. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus, penawaran dari perusahaan pesaing yang diterima pelanggan, tampak sangat mirip, sehingga penilaian tidak terjadi di level ini saja.

Kepuasan pelanggan, secara keseluruhan merupakan suatu variabel gabungan yang terdiri dari sebuah kompilasi yang diperhitungkan, atau sebuah perkiraan dari berbagai faktor yang berbeda yang terlibat dalam hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya.

Secara spesifik, beberapa elemen dari penawaran pelanggan bisa diterima secara positif, sementara beberapa lainnya diterima secara negatif, karena tidak bisa memenuhi harapan-harapan pelanggan.

Senang tidaknya pelanggan atas keseluruhan penawaran perusahaan, tergantung pada pentingnya bobot yang melekat pada masing-masing komponen, dan kinerja perusahaan yang diterima oleh masing-masing pelanggan. Pelanggan tanpa banyak usaha, akan mampu melakukan kompilasi mental yang perlu untuk memutuskan skor yang akan diberikan pada perusahaan.

Apakah dapat mencapai kepuasan total dalam segala hal? Semakin baiknya pemahaman total nasabah atas konsep kepuasan nasabah, merupakan strategi untuk memenangkan persaingan di

Page 85: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

74

Sri Widyastuti

dunia bisnis. Untuk itu, kepuasan nasabah juga merupakan hal yang penting bagi penyelenggara jasa perbankan, karena nasabah akan menyebarluaskan rasa puasnya kepada masyarakat calon nasabah. Selain itu, dengan adanya kepuasan nasabah, akan meningkatkan retensi nasabah pada suatu perbankan.

Mengingat persaingan kini yang ketat, kinerja perbankan yang baik akan menjadikan nasabah puas terhadap jasa yang diterimanya. Jika nasabah tidak merasakan kepuasan terhadap hasil penyampaian jasa yang diberikan perbankan, maka nasabah akan dengan mudah beralih kepada perbankan lainnya (Liu dan Wu, 2007).

Penelitian Widyastuti (2010), menyebutkan, sebagian besar pelanggan akan memberi mereka nilai 5 dari skala 5, ketika diminta untuk menunjukan tingkat kepuasan mereka terhadap bank di mana mereka menjadi nasabah.

Ketika pelanggan mengalami kepuasan total, mereka merasa telah terlibat lebih dari sekadar transaksi bisnis biasa. Pelanggan kemungkinan merasa telah diperlakukan berbeda dibandingkan perlakuan yang mereka terima dari perusahaan lain. Walaupun perbedaan-perbedaan tersebut tidak terlihat dan mungkin tidak tampak jelas oleh orang lain, namun pelanggan yang bersangkutan bisa merasakan perbedaannya.

Kepuasan pelanggan yang terus-menerus mengarah pada pembinaan hubungan yang lebih baik, sebagai hasil dari perasaan yang bagus dan terpuaskan, besar kemungkinan pelanggan akan melakukan pembelian yang lain dan memberikan keuntungan lebih pada perusahaan. Dengan demikian, akan tercipta hubungan yang lebih kuat dalam jangka panjang.

Pelanggan yang merasa dekat dengan perusahaan, akan mempromosikan dari mulut ke mulut, dan akan merekomendasikannya kepada orang lain. Ini memberi makna, bahwa perusahaan tersebut memperoleh perbaikan dalam kinerja keuangan mereka. Hal ini tidak terjadi dalam waktu cepat, tetapi bagi para pelaku bisnis yang mau berusaha memuaskan para pelanggannya, maka umpan baliknya adalah kestabilan dan pertumbuhan finansial bisa menjadi sangat luar biasa.

Page 86: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

75

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Salah satu faktor kunci strategi bisnis, adalah membuat perusahaan berbeda dari para pesaing. Seringkali para pelaku bisnis terfokus pada diferensiasi bentuk produk, kualitas produk, harga, dan keuntungan pelayanan tambahan misal: jaminan, garansi, servis, dll., bukannya terfokus pada hal-hal yang bisa memuaskan pelanggan.

Padahal, memuaskan pelanggan sehingga mereka tidak ingin berpaling ke pesaing, merupakan strategi sukses membuat perusahaan berbeda dari yang lainnya. Akan tetapi, seringkali hal tersebut dianggap terlalu berlebihan.

Untuk membuat pelanggan kembali lagi, perusahaan harus memberi mereka alasan untuk kembali. Salah satu cara membuat perusahaan berbeda dari pesaing, yaitu dengan penciptaan nilai. Nilai tercipta tidak semata-mata dengan menurunkan harga barang atau jasa inti, melainkan pada level yang lebih tinggi terkait dengan pelayanan pelanggan, yang membuat pelanggan merasa berbeda.

Ketika pelanggan diperlakukan dengan hormat, dan mereka bisa menikmati hubungan dengan para karyawan perusahaan bersangkutan, maka mereka akan mendapatkan suatu nilai yang diciptakan oleh perusahaan.

Namun seringkali pelaku bisnis begitu sibuk mencari pelanggan baru, sehingga mereka tidak bisa memusatkan perhatian pada pelanggan yang sudah ada, dan bagaimana memuaskan mereka lebih sempurna lagi.

Frederick F. Reichheld (2001), mencatat, rata-rata pelanggan akan berganti perusahaan, karena pelanggan merasa tidak puas. Ini adalah kejadian sehari-hari dalam kehidupan para pelanggan. Walaupun sekadar berhubungan dengan perusahaan yang pembersih kantor atau bengkel perbaikan mobil, pelanggan ingin dipuaskan. Jika tidak, mereka akan menyerahkan pekerjaan tersebut pada perusahaan yang dianggap lebih mampu melakukannya.

Harus dipahami, pelanggan bebas pergi ke mana saja dan mencari perusahaan baru, bahkan ketika mereka sudah dipuaskan sekali pun, kecuali jika mereka terkait dengan suatu perusahaan.

Page 87: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

76

Sri Widyastuti

Untuk memastikan bahwa pelanggan tidak berpaling, perusahaan harus berusaha memuaskan mereka pada semua tingkatan hubungan, dan selalu berusaha membuat mereka terkesan dengan pelayanan lebih dari yang mereka harapkan. Di sinilah kesempatan membuat perusahaan berbeda menjadi sangat penting.

Strategi semacam itu memungkinkan terbinanya hubungan jangka panjang, karena pelanggan merasa lekat dengan perusahaan, setelah memperoleh sesuatu yang tidak ada di tempat lain.

Ini adalah keuntungan kompetitif yang strategis, karena disesuaikan dengan pelanggan. Kompetitif karena berbeda dengan pendekatan yang dilakukan perusahaan lain, yang umumnya menekankan pada perbaikan produk dan pemberian diskon. Bersaing dalam bentuk perbaikan produk, adalah strategi yang kurang menguntungkan dalam pemasaran, karena sebagian besar perusahaan saat ini bisa memproduksi barang-barang tersebut.

Sedang bersaing dengan cara menurunkan harga, tidak akan ada yang menang pada akhirnya. Sebab, pelanggan yang tertarik dengan harga yang lebih rendah, akan terus mencari harga yang lebih rendah lagi.

Pada akhirnya, persaingan untuk mencapai keuntungan kompetitif, akan dimenangkan oleh perusahaan yang bisa memberikan alasan tepat kepada para pelanggannya untuk membeli produk-produk mereka.

Jika pelanggan tidak melihat alasan semacam itu, mereka akan terus mencari-cari pemenangnya. Dan sebelum pemenangnya ditentukan, dunia pemasaran ditandai oleh tingginya tingkat perpindahan pelanggan.

3.5 Hubungan yang Akan Memuaskan PelangganKepuasan pelanggan merupakan strategi jangka panjang

perusahaan yang membutuhkan komitmen, baik menyangkut dana maupun sumber daya manusia (SDM). Menurut Tjiptono (1997), ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, yaitu:

Page 88: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

77

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

a. Relationship Marketing Merupakan strategi di mana terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli berkelanjutan, dan tidak berakhir setelah proses penjualan selesai. Dengan kata lain, terjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus dalam jangka panjang.

b. Superior Customer Service Adalah strategi perusahaan, yang berorientasi untuk menawarkan pelayanan lebih baik daripada pesaing. Perusahaan yang menggunakan strategi ini, akan memperoleh manfaat sangat besar dari pelayanan yang lebih baik. Implementasi strategi ini, membutuhkan dana besar, kemampuan SDM yang handal, dan usaha yang gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan superior.

c. Unconditional Service Guarantee Merupakan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan, yang pada gilirannya akan menjadi program yang dapat menyempurnakan mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Garansi atau jaminan mutlak, dirancang untuk meringankan risiko atau kerugian pelanggan, untuk mengurangi ketidakpuasan pada produk atau jasa yang telah dibayar pelanggan.

d. Penanganan Keluhan yang Efisien Merupakan penanganan keluhan, yang memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas, menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas. Kecepatan dan ketepatan penanganan, adalah modal penting bagi terwujudnya kepercayaan pelanggan terhadap layanan perusahaan. Karena semakin lama penanganan keluhan, maka pelanggan akan berpikir bahwa perusahaan tidak mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan. Semua pihak yang ada dalam perusahaan, berhak dan wajib turut serta dalam penanganan keluhan, terutama pihak manajemen puncak.

e. Peningkatan Kinerja Perusahaan Merupakan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, dengan memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship dan public

Page 89: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

78

Sri Widyastuti

relations kepada pihak manajemen dan karyawan. Masukkan unsur kemampuan untuk memuaskan pelanggan ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan berikan empowerment yang lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.

f. Menerapkan Quality Function Deployment Ini adalah strategi untuk merancang proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan yang kian bervariasi. Quality Function Deployment (QFD) berusaha menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan, menjadi apa yang dihasilkan organisasi. Dengan demikian, QFD dilaksanakan dengan melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan produk secepat mungkin. Itu memungkinkan perusahaan memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, memperbaiki prosesnya, hingga mencapai efektivitas maksimum.

Mengetahui apa yang bisa memuaskan pelanggan, nampaknya merupakan suatu pekerjaan mustahil, karena sebuah perusahaan besar, mungkin memiliki ribuan bahkan jutaan pelanggan.

Pada upaya memodifikasi produk yang dibuat untuk memenuhi keinginan pasar yang berbeda-beda, suatu perusahaan dapat membuat perubahan pelayanan, dan dalam berbagai dimensi lain dalam hubungannya dengan pelanggan untuk meningkatkan kepuasan mereka. Beberapa faktor yang berperan dalam kepuasan pelanggan adalah tanpa cela, harus dilalakukan dengan benar untuk bisa bersaing.

Iqbal (2014), menyatakan, bahwa tanggapan pelanggan telah dibagi menjadi tiga kategori: mereka yang puas dengan mekanisme kualitas, mereka yang tidak senang dengan hal itu, dan mereka yang tidak menunjukannya. Tujuannya, mengukur respons sesuai dengan tingkat intensitas.

Akibatnya, tiga tampilan muncul: kepuasan, ketidakpuasan dan ketidakpedulian. Ada variasi tingkat individu atau tanggapannya. Misal: waktu tunggu secara negatif dirasakan, yang menyiratkan bahwa pelanggan harus menunggu dalam jangka waktu yang wajar untuk menerima layanan.

Page 90: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

79

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Kini, produk-produk inti dari beragam industri, termasuk dalam kategori tersebut. Pada industri-industri tertentu, standar yang dipakai telah ditingkatkan begitu tinggi, sehingga pelanggan berharap dapat menciptakan produk inti tanpa cacat.

Para pelanggan mengharapkan tingkat kualitas yang sangat tinggi dari semua pesaing-pesaing yang ada. Hal yang dulu kita anggap berharga dan memberikan nilai tambah pada produk inti, kini telah menjadi hal standar yang diharapkan oleh semua orang.

Pada jasa perhotelan, salah satu contohnya adalah setrika dan meja setrika di kamar hotel. 10 tahun lalu, pelanggan yang ingin menyetrika pakaian di kamar hotel sebelum pertemuan bisnis, pelanggan harus menelpon petugas house keeping untuk mengantar peralatan setrika ke kamar. Beberapa hotel lalu mulai menyediakan setrika dan papan setrika di kamar-kamar eksklusif. Kini setrika dan papan setrika, merupakan perlengkapan standar di hampir semua hotel berbintang.

Poin yang sangat penting untuk diingat adalah, kepuasan pelanggan merupakan konsep multidimensi yang tergantung pada banyak faktor yang berbeda-beda. Suatu perusahaan bisa saja melayani pelanggan dengan sangat baik dan hanya melakukan satu kesalahan, tetapi ia tetap kehilangan pelanggan.

Satu pelajaran penting yang harus dipelajari oleh para karyawan dan manajer, bahwa kepuasan tergantung pada kesempurnaan total pelayanan. Dengan cara ini, perusahaan akan meminimalkan kecenderungan pelanggan untuk berpaling ke pesaing.

Mungkinkah para pelanggan dalam semua perusahaan, berhasil mencapai kepuasan semacam itu? Perusahaan tidak memberi kesempatan pelanggan untuk meninggalkan mereka. Sekarang, yang membuat rumit adalah, perusahaan harus mengingat bahwa apa yang memuaskan satu pelanggan mungkin tidak memuaskan pelanggan lain. Dan apa yang memuaskan pelanggan di satu situasi, mungkin tidak memuaskan pelanggan yang sama di situasi yang berbeda. Sulit bagi perusahaan melakukan hal itu, kecuali jika perusahaan dan para karyawannya, memiliki kepekaan terhadap apa yang bisa memuaskan pelanggan

Page 91: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

80

Sri Widyastuti

di berbagai situasi dan apa yang dapat memuaskan pelanggan yang berbeda-beda.

Bisnis jasa bengkel mobil Honda Prima, Widyastuti (2015), menyediakan jasa ganti oli selama 5 menit. Para montir di masing-masing outlet sudah dilatih untuk melakukan penggantian oli dan juga layanan-layanan lainnya. Kecepatan pelayanan sangat penting dalam bisnis ini.

Ketika salah seorang pelanggan mengganti oli mobilnya setiap tiga bulan sekali, pelanggan juga mengobrol selama 15 menit dengan montirnya mengenai cuaca, pertandingan bola dan kejadian-kejadian terbaru lainnya.

Walaupun obrolan itu tidak ada hubungannya dengan layanan yang sedang diberikan, montir tersebut menyadari, pelanggan bisa saja menserviskan mobilnya di bengkel terdekat dengan rumahnya, jadi mengapa dia kembali ke bengkel mobil perusahaan?

Salah satu alasannya adalah, pelanggan merasa senang berlangganan di bengkel tersebut. Baginya, percakapan dengan anak muda yang mengganti oli mobilnya, merupakan kebutuhan lain yang penting bagi pelanggan untuk bisa membuatnya merasa sangat puas. Itu menunjukan, bahwa apa yang ditawarkan bengkel mobil Honda Prima pada pelanggannya lebih kompleks daripada sekadar penggantian oli.

Apakah semua pelanggan merasa puas dengan pelayanan standar sebagaimana bengkel mobil itu?

Pelanggan yang ingin ngobrol dengan montir setelah mobilnya diperbaiki, pastilah mencari sesuatu yang lain dibandingkan dengan pelanggan yang ingin langsung isi oli, membayar ongkos dari kaca jendela mobil, dan langsung meluncur pergi dalam 5 menit.

Bagi pelanggan semacam itu, yang bisa memuaskannya adalah pelayanan cepat, nyaman dan harga yang bagus. Dia mungkin akan merasa kesal, jika montir yang memperbaiki mobilnya bekerja lamban dan mengajaknya ngobrol. Karyawan yang melayani pelanggan-pelanggan seperti dalam kasus di atas, harus menentukan pelanggan mana yang ingin ngobrol dan mana yang tidak.

Page 92: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

81

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Apakah mengobrol dengan pelanggan selama 15 menit merugikan perusahaan, ataukah hal itu justru merupakan kiat yang baik untuk membina hubungan dengan pelanggan, sehingga akan membuat pelanggan ini terus berbisnis dengan perusahaan dan merekomendasikannya kepada orang lain?

Kerugian biaya 3 kali ganti oli, mungkin akan tertutup dengan kedatangan pelanggan berikutnya. Mungkin keluarga atau teman-temannya, juga akan datang ke bengkel tersebut di lain waktu. Lagipula, karyawan tersebut mungkin menikmati percakapan dengan pelanggan, karena memenuhi kebutuhan di dalam dirinya.

Sebenarnya semua jasa dan produk inti seperti pemeliharaan mobil, layanan keuangan, toko pengecer, dan jasa percetakan bisa diperoleh di berbagai tempat dengan harga, kualitas, garansi dan jaringan distribusi yang hampir sama satu dengan lainnya.

Tetapi pelanggan akan tetap kembali ke perusahaan favoritnya, karena adanya perhatian akan kebutuhan di samping produk inti yang diperlakukan: kebutuhan diperlakukan dengan hormat, kebutuhan berinteraksi dengan orang lain dan kebutuhan untuk dianggap penting.

3.6 Pemicu Kepuasan PelangganMasalahnya bukan pada apa yang bisa memuaskan seorang

pelanggan tidak dapat memuaskan pelanggan lain, tetapi apa yang memuaskan seseorang pelanggan di satu situasi, mungkin tidak memuaskan pelanggan yang sama di situasi yang berbeda. Harapan pelanggan dan tidak toleransinya layanan perusahaan berubah-ubah sesuai dengan situasi.

Contoh pada layanan resort. Seorang CEO akan menuntut dan mengharapkan pelayanan serta perhatian profesional dan detil dari sebuah resort. Suatu ketika, tim manajemen senior bermaksud menyewa resort selama tiga hari, guna mematangkan rencana pemasaran yang strategis untuk tahun depan.

Eksekutif yang sama, akan mengharapkan atmosfir yang lebih santai, ketika dia membawa keluarganya ke resort yang sama selama

Page 93: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

82

Sri Widyastuti

sepekan untuk berenang, dan hiking bersama anak-anaknya pada saat liburan sekolah.

Perbedaannya, layanan profesional pada saat pertemuan bisnis bisa memuaskan CEO tersebut karena kebutuhan, dan harapan-harapannya berbeda dibandingkan ketika dia kembali ke resort tersebut untuk liburan bersama keluarganya.

Apakah makna hal tersebut dalam contoh bagi jasa pelayanan dan bagi karyawan yang melayani pelanggan?

Penting bagi para karyawan, menyadari perbedaan-perbedaan situasional yang ada, dan pentingnya kualitas pelayanan dari masing-masing situasi dalam rangka menciptakan kepuasan pelanggan.

Dalam setiap situasi pelayanan, pelanggan selalu mempunyai harapan akan hasil pelayanan tersebut. Seringkali harapan itu berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya, ataupun berdasarkan situasi yang ada pada saat itu dan berdasarkan promosi dari perusahaan, yaitu janji-janji yang dibuat oleh para pebisnis melalui iklan-iklannya.

Perusahaan perlu merekrut karyawan untuk diberi pelatihan, agar dapat mengidentifikasi masing-masing situasi dan meresponnya untuk memuaskan pelanggan. Para karyawan perlu waktu dan perlu sering bertemu dengan pelanggan, agar bisa memahami dengan baik keinginan masing-masing pelanggan. Namun dalam beberapa kasus, bisa juga karyawan dipersiapkan terlebih dahulu dengan training. Karyawan senior bisa membagikan pengalamannya kepada karyawan baru dalam merespon situasi yang ada.

Kepuasan pelanggan, seringkali tidak ada hubungannya dengan produk atau jasa inti yang ditawarkan. Pergeseran kualitas yang muncul semula dalam produksi barang, dan akhir-akhir ini merambah ke bidang industri jasa. Sekarang pelanggan sangat mudah mendapatkan barang atau jasa dengan kualitas baik atau bahkan kualitas super.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan terhadap penyedia jasa ataupun terhadap organisasi, dapat dilihat pada lima level. Masing-masing level biasanya melibatkan semakin

Page 94: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

83

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

banyak kontak antarpribadi pelanggan dengan para karyawan dan dengan penyedia jasa.

Dengan demikian, interaksi antara pelanggan dengan perusahaan lebih melibatkan dimensi perasaan, sehingga faktor yang mempengaruhi keputusan pelanggan di masing-masing level berbeda. Sebagaimana kita mempertimbangkan masing-masing tahap dalam model pendorong kepuasan pelanggan, maka perlu juga dipikirkan apa sebenarnya yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Apa yang bisa dilakukan pada masing-masing level, yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi kepuasan pelanggan.

Model lima level yang disediakan oleh suatu organisasi bagi pelanggan-pelanggannya, bisa dianggap sebagai penawaran atau proposisi nilai. Tak peduli apapun tipe perusahaan atau organisasi, semuanya menawarkan pada pelanggannya sesuatu pada masing-masing dari lima level itu.

Berikut ini kelima level tersebut:Level 1 : Produk atau Jasa Inti

Esensi dari penawaran yang mewakili produk atau jasa inti yang disediakan oleh perusahaan seperti: jasa penerbangan, buku yang dijual oleh toko buku atau penerbit, makanan yang disajikan restoran, rekening bank syariah, potongan rambut, telepon, dan telekomunikasi.

Jasa ini adalah hal paling mendasar yang ditawarkan kepada pelanggan, sekaligus yang tersulit bagi perusahaan menciptakannya. Dalam pasar yang kompetitif, perusahaan harus bisa menetapkan produk intinya secara tepat; karena jika tidak, hubungan dengan pelanggan tidak akan pernah dimulai.

Seiring waktu berjalan, jasa atau produk inti tidak lagi dipermasalahkan. Seringkali pelanggan sedikit memperhatikan, atau bahkan sama sekali tidak memperhatikan produk inti tersebut dalam berbagai alasan. Hal itu mungkin karena produknya mirip dengan yang ditawarkan oleh perusahaan lain, sehingga tidak ada nilai tambahnya, atau karena mungkin kualitas produk tersebut sangat baik, sehingga tak ada cacat.

Page 95: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

84

Sri Widyastuti

Dalam beberapa industri, teknologi dan perkembangan-perkembangan lain telah menciptakan kondisi, di mana produk atau jasa inti yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing benar-benar serupa dan kondisi ini disebut komoditisasi.

Contohnya, pelanggan membeli onderdil kendaraan bermotor, ternyata mendapati onderdilnya bermasalah, maka pelanggan tersebut berharap bisa membawanya kembali ke toko tempat dia membeli untuk diperbaiki. Sekarang perusahaan secara khusus telah memiliki etos tentang kualitas, sehingga kualitas super merupakan norma yang harus dipegang.

Dalam situasi di mana hanya ada sedikit perbedaan dalam produk inti, dan di mana kualitas barang telah diperbaharui secara dramatis, kepuasan pelanggan bisa dipenuhi melalui komponen-komponen lain yang bisa memberikan nilai tambah pada produk inti yang ditawarkan.

Dengan demikian, pelanggan punya alasan untuk berhubungan dengan perusahaan tertentu. Tak jarang, perusahaan mengalami kesulitan menunjukan pada pelanggannya, bahwa produknya memiliki nilai tambah atau jasanya lebih baik dari perusahaan lain. Produk atau jasa inti yang baik penting sekali karena merupakan awal dari kesuksesan.Level 2: Sistem Pelayanan Pendukung

Hal ini meliputi layanan pendukung yang bisa meningkatkan kelengkapan dari layanan atau produk inti: sistem pembayaran dan pengantaran, kemudahan memperoleh produk, jam pelayanan, level karyawan, komunikasi informasi, sistem inventarisasi, pendukung teknis dan perbaikan, layanan bantuan via telepon atau hotline service atau internet dan juga program lain yang mendukung produk inti.

Pelanggan mungkin saja kecewa dengan penyedia jasa, walaupun mungkin dia mendapatkan produk dengan mutu yang sangat baik. Misal pelanggan batal membeli mobil tertentu yang diinginkan, jika pengantarannya memakan waktu lebih dari delapan pekan. Pelanggan akan berpindah ke penyedia jasa Internet lain, karena penyedia jasa Internet sebelumnya tidak cukup membantu dalam menyediakan akses yang cepat.

Page 96: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

85

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Yang menjadi perdebatan, adalah jika tiga komponen non-produk dari perpaduan pemasaran konvensional, digolongkan dalam level kedua ini, sehingga level inti mewakili produk, harga, serta komunikasi, sementara sistem distribusi secara luas bisa dimasukan dalam sistem pendukung.

Di sinilah keputusan harus diambil, sehubungan dengan tawaran pemasaran yang harus diciptakan bagi pelanggan: berapa harga yang harus ditetapkan, berapa diskon yang akan diberikan, pesan apa yang akan disampaikan, seberapa nyaman dan melalui distribusi apa yang bisa menyediakan produk dan jasa, media apa yang akan digunakan untuk menyampaikan pesan kepada pelanggan, dan lain sebagainya.

Beberapa perusahaan beroperasi dalam industri, dengan keuntungan kompetitif yang sulit diperoleh jika perusahaan hanya menyediakan jasa atau produk inti yang lebih baik. Perusahaan itu dapat mulai menambahkan nilai, dan membuat diri mereka berbeda melalui penyediaan jasa atau layanan penunjang, yang terkait dengan distribusi dan informasi, sehingga dapat membuat pelanggan lebih mudah berhubungan dengan perusahaan.

Bisa juga memperkenalkan kebijaksanaan barang dapat dikembalikan jika tidak sesuai dengan yang dipromosikan. Perusahaan dapat memberikan informasi yang rinci, tentang suatu produk kepada pelanggan dan menawarkan layanan selama 24 jam. Perusahaan dapat mengatur untuk memberikan layanan rutin atas mobil pelanggan, meskipun pelanggan sedang berada di luar kota, sehingga pada saat dia kembali, mobilnya sudah dalam keadaan siap pakai. Dengan menerapkan kebijakan dan sistem semacam itu, perusahaan bisa mulai memberikan nilai tambah bagi pelanggan, dan membuat dirinya berbeda dari para pesaingnya.Level 3: Kinerja Teknis

Tidak ada artinya menempatkan sistem, kebijakan, dan prosedur jika tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Level ketiga ini intinya berkaitan dengan apakah perusahaan menetapkan produk inti dan layanan pendukungnya sebagaimana mestinya.

Page 97: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

86

Sri Widyastuti

Penekanannya adalah, perusahaan menampilkan produk kepada pelanggan sesuai yang dijanjikan. Apakah toko elektronik mengantarkan televisi yang baru sesuai yang dijanjikan? Apakah kedatangan pesawat sesuai jadwalnya? Apakah kita membuat kesalahan pada rekening pelanggan? Apakah kamar hotel dalam keadaan siap dan bersih ketika tamu datang?

Dari contoh tersebut, mungkin tidak ada yang salah dengan produk intinya. Perusahaan tersebut bahkan mungkin telah memiliki sistem prosedur pengantaran, tetapi mereka tidak melakukannya dengan benar, sehingga proses dan sistemnya gagal. Pelanggan pun merasa frustasi dan tidak puas, karena perusahaan gagal memenuhi janjinya pada pelanggan. Banyak bisnis yang hilang di level ini. Contohnya, banyak restoran yang menyajikan makanan yang lezat membuat pelanggan pergi, karena mereka gagal memenuhi harapan dalam hal komitmen layanan pengantaran secara implisit maupun eksplisit.

Kebanyakan perusahaan penerbangan di dunia, berjuang untuk berangkat dan tiba tepat waktu. Pelanggan tidak menyukai keterlambatan. Perusahaan yang berhasil mencapai standar tinggi dalam memenuhi dan melebihi harapan pelanggan dalam pengantaran jasa, akan mencapai keuntungan kompetitif. Pelanggan mengetahui, bahwa mereka bisa mengandalkan perusahaan tersebut. Ini adalah komponen yang sangat penting dalam suatu hubungan.Level 4: Elemen-Elemen Interaksi dengan Pelanggan

Dalam level ini, perusahaan bertemu langsung dengan pelanggannya. Level ini mengacu pada interaksi penyedia jasa dengan pelanggan, melalui tatap muka langsung atau melalui kontak berbasis teknologi.

Apakah perusahaan mampu membuat pelanggan mudah berbisnis? Apakah pelanggan merasa dipaksa memilih menggunakan layanan berbasis teknologi yang sebenarnya tidak mereka sukai? Apakah perusahaan begitu bernafsu mengurangi biaya operasi dengan mengabaikan perasaan pelanggan tentang “perbaikan” teknologi? Apakah perusahaan memperlakukan pelanggan dengan sopan? Apakah perusahaan bertindak seolah-olah pelanggan begitu penting?

Page 98: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

87

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Memahami tingkat kepuasan pelanggan di level ini, mengindikasikan bahwa sebuah perusahaan telah berpikir melampaui sekadar penyediaan jasa atau produk inti, dan telah berfokus pada pengantaran jasa sampai pada titik, di mana perusahaan bertemu dengan pelanggan.

Pada level ini kita akan fokus pada interaksi antarpribadi, antara pelanggan dengan karyawan sebuah perusahaan, baik tatap muka langsung, dan lebih sering berhubungan dengan pelanggannya melalui telepon, teknologi, melalui ATM, Interactive Voice Response (IVR), e-mail dan internet.

Banyak perusahaan mudah menyadari pentingnya menemui dan menyapa pelanggan secara positif, dalam situasi tatap muka langsung. Namun di sisi lain, perusahaan sulit menyadari, betapa buruk layanan mereka terhadap pelanggan ketika berhubungan melalui teknologi.

Makin banyak perusahaan kini yang harus menghadapi fakta, kebanyakan dari interaksi mereka dengan pelanggan, berlangsung dengan menggunakan teknologi. Banyak pelanggan merasa frustasi karena harus berhubungan dengan perusahaan melalui sistem berbasis teknologi. Hal-hal kecil seperti membuat pelanggan menunggu, bisa sangat berpengaruh pada kepuasan pelanggan, sehingga perusahaan harus memiliki sistem paralel atau sistem alternatif, yang memungkinkan pelanggan berhubungan secara lebih pribadi.

Kebanyakan dari pengalaman kita, mengingatkan situasi ketika berhadapan dengan karyawan yang masam, kasar, tidak begitu peduli, atau bahkan cenderung mengabaikan. Dalam situasi semacam itu, seringkali kita protes dengan tidak kembali lagi pada perusahaan. Hal ini sering terjadi, walaupun tidak ada yang salah dengan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan, bahkan tidak ada yang salah dalam sistem dan prosedur penunjang yang dimiliki perusahaan dalam kualitas teknis pelayanan. Level 5: Elemen Emosional – Dimensi Afektif Pelayanan

Akhirnya, manajer dalam perusahaan penyedia jasa, harus berpikir melampaui elemen mendasar dari interaksi dengan

Page 99: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

88

Sri Widyastuti

pelanggan, dan mempertimbangkan pesan halus yang mereka sampaikan pada pelanggan, pesan yang mungkin membuat pelanggan merasakan emosi positif atau negatif pada sebuah perusahaan.

Bagaimana dapat menumbuhkan perasaan positif dalam diri pelanggan? Banyak ketidakpuasan pelanggan berhubungan dengan kualitas produk atau jasa inti, bagaimana produk atau jasa inti itu disediakan bagi pelanggan. Ingat, pelanggan dapat merasa puas dengan banyak aspek dari interaksi pelanggan dengan penyedia jasa dan karyawan-karyawannya. Tetapi bisnis perusahaan bisa hilang, hanya karena beberapa komentar dari staf atau kesalahan-kesalahan kecil yang bahkan tidak disadari oleh staf tersebut.

Pelanggan seringkali memberikan referensi, selama pelatihan atau interview dengan grup fokus dan survei tentang kualitas pelayanan, dan tentang perasaan apa yang tumbuh dalam diri mereka saat berhubungan dengan perusahaan jasa.

Sedikit sekali perusahaan yang menaruh perhatian pada perasaan yang tumbuh dalam diri pelanggan, banyak yang mempunyai perasaan negatif terhadap perusahaan tersebut. Kemungkinan hanya sedikit pelayanan yang membuat pelanggan merasa puas. Banyak hal yang menimbulkan perasaan positif atau negatif, tidak ada hubungannya dengan penyedia jasa atau produk inti. Ini seringkali luput dari perhatian para manajer senior dan manajer pelayanan pelanggan. Kebanyakan manajer nampak tidak begitu memperhatikan potensi meningkatnya atau rusaknya suatu hubungan dengan pelanggan.

Page 100: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

89

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 3.4 Pemicu Kepuasan Pelanggan Level-5Sumber: Barnes (2003).

Masing-masing level yang berurutan dalam model tersebut, akan melibatkan kepuasan akan kebutuhan pelanggan dari tingkat rendah, sampai tingkat yang lebih tinggi. Kepuasan pelanggan di tingkat yang rendah dari model itu, tidak menjamin kepuasan pelanggan di tingkat yang lebih tinggi.

Sangat mungkin perusahaan penyedia jasa berhasil sampai pada tingkat ketiga, namun tetap saja gagal memuaskan pelanggan, hanya karena dia tidak berhasil pada tingkat kelima. Dalam hal ini, model tersebut meminjam konsep dari Abraham Maslow, yang oleh banyak orang, dianggap sebagai Bapak Psikologi Humanistik.

Maslow, melalui tulisan-tulisannya pada tahun 1950-an dan 1960-an mengembangkan teori hierarki kebutuhan. Dalilnya, kebutuhan manusia dipuaskan secara bertahap dari tingkat yang rendah ke tingkat yang tinggi, dimulai dengan kebutuhan fisiologi mendasar, yaitu makanan, tempat tinggal, seks, dan kemudian meningkat melalui kebutuhan akan keamanan, sosial, harga diri sampai pada kebutuhan mengaktualisasikan diri, yaitu tahap di mana individu menerima kedamaian batin dan kepuasan total akan kehidupannya.

Page 101: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

90

Sri Widyastuti

Dari lima level di atas sebagai pemicu kepuasan pelanggan, perusahaan dapat selalu mengingat hal-hal di bawah berikut ini: • Tingkat kepentingan dari hal-hal yang dilakukan oleh perusahaan

dan karyawan-karyawannya, makin meningkat secara progresif pada tiap level, dalam hal pengaruhnya pada pelanggan, mulai dari produk atau jasa inti, sampai pada elemen emosional dalam suatu interaksi.

• Saat perusahaan bergerak dari produk atau jasa inti ke penghantaran pelayanan, dan kemudian ke interaksi antara pribadi yang menimbulkan emosi positif. Perusahaan melihat kebutuhan pelanggan, secara progresif makin meningkat. Ini serupa dengan kebutuhan manusia pada umumnya, seperti kebutuhan Maslow.

• Dalam pergerakan ini, perusahaan menambahkan lebih banyak nilai secara progresif pada pelanggan.

• Jauh lebih mudah membuat perbedaan suatu perusahaan, dibanding bersaing pada level yang lebih tinggi dari model pemicu kepuasan pelanggan, daripada level produk dan proses.

3.7 Bukti Pentingnya PerasaanPelanggan yang diwawancarai tentang persepsi mereka

terhadap kualitas layanan yang disediakan perusahaan, atau tentang tingkat kepuasan mereka dalam berinteraksi dengan sebuah perusahaan, seringkali memberikan komentar tentang perasaan-perasaan yang tumbuh dalam diri mereka saat berhubungan dengan perusahaan.

Insiden yang terjadi mendukung pentingnya perasaan bagi pelanggan dalam mengevaluasi penyediaan pelayanan, perlu mendefinisikan lebih jelas dampak dari reaksi pelanggan pada suatu hubungan.

Salah seorang pelanggan supermarket yang diwawancarai, mengatakan, dirinya merasa diperlakukan tidak adil, ketika dia mengantre untuk membayar belanjaannya selama beberapa menit di belakang pelanggan lain. Ketika pelanggan lain di belakangnya

Page 102: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

91

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

terburu-buru pindah ke jalur lain yang baru dibuka, akibatnya pelanggan merasa sangat kecewa dengan proses dan merasa bahwa supermarket tersebut harus menerapkan sistem yang lebih adil.

Nasabah perbankan merasakan hal yang sama, ketika mengantre di ATM untuk mengambil uangnya hingga setengah jalan, ternyata ATM tersebut kehabisan uang tunai.

Seorang pelanggan dengan anak remajanya, mengembalikan sebuah celana panjang katun ke sebuah toko tempat ia membeli celana tersebut, karena warnanya luntur ketika pertama kali dicuci. Karyawan yang berbicara dengannya memanggil manajer toko. Sang manajer meneruskan dengan tindakan yang memalukan di toko tersebut, dengan memperlihatkan petunjuk pencucian di celana panjang dan bertanya apakah pelanggan sudah mencuci celananya dengan benar.

Apa reaksi pelanggan? Dia akan merasa dianggap seperti orang tolol, karena telah mencuci pakaian selama lebih dari 30 tahun. Pelanggan yang kecewa tersebut, dipastikan akan menceritakan pengalamannya pada ratusan orang tentang insiden itu.

Ironis. Rusaknya hubungan pelanggan dengan toko, nampak disebabkan oleh pelanggaran kebutuhan manusia akan harga diri. Masalah pelanggan dengan toko pun berubah melampaui sekadar masalah celana jeans; masalahnya meningkat sampai ke titik, di mana manajer toko mempertanyakan kecakapannya sebagai ibu dalam mencuci celana panjang.

Kelihatan kontras pengalaman ini dengan pengalaman pelanggan yang mengatakan bahwa sebuah toko mempercayainya. “Saya mengembalikan sebuah mainan ke toko tempat saya membelinya’’. Toko itu tidak bertanya apapun atau bahkan melihatnya; mereka hanya mengembalikan uangnya; tidak ada pertanyaan.

Ini adalah suatu jenis pelayanan, yang memberi toko tersebut kesempatan untuk membuktikan dirinya sebagai penyedia jasa yang berkualitas, membangun kepercayaan dan meningkatkan loyalitas. Semua hal tersebut dapat berkurang atau rusak, ketika pelanggan merasa terpukul karena perusahaan tidak menepati janjinya.

Page 103: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

92

Sri Widyastuti

Pengalaman lain, seorang pelanggan yang akan mereparasi mobilnya di rumah. Dia menelpon sebuah perusahaan. Perusahaan terkait menjanjikan mengirim petugas reparasi pada Selasa sore. Pelanggan menunggu di rumah, dan petugas reparasi tak kunjung datang.

Dalam kedua situasi tersebut, reaksi pelanggan berada di luar zona toleransi mereka. Pada kasus terakhir, perasaan negatif muncul ketika pelayanan diantarkan pada level di bawah ambang batas yang tersirat pada zona toleransi.

Sedang pada situasi terdahulu, evaluasi pelayanan berada di ambang atas zona toleransi dan menghasilkan respons “Wow!” dari pelanggan, karena mendapatkan pengembalian uang dari toko yang tidak dia perkirakan sebelumnya.

Perasaan positif dan negatif saat dilayani, tidak terbatas pada interaksi tatap muka antara pelanggan dengan penyedia jasa, juga layanan dengan menggunakan media telepon dll. Pelanggan akan merasa frustasi, ketika mereka tidak bisa menghubungi perusahaan jasa, entah karena teleponnya sibuk atau karena mereka harus berurusan dengan voice mail atau sistem pemanggil manajemen lain.

Pelanggan akan mengatakan: “Saya tidak suka mendapat jawaban dari sebuah mesin’’. “Saya ingin dilayani secara personal”. “Saya benci dibiarkan menunggu ketika menelpon seorang karyawan untuk membantu Saya’’.

Pelayanan adalah ketika karyawan langsung menjawab telepon pelanggan. Pelanggan menginginkan “Ketika Saya menelpon, mendapat jawaban dari orang yang mengetahui apa yang Saya bicarakan, daripada diputar-putar dari satu orang ke orang lain’’. “Saya ingin berbicara dengan orang langsung, karena komputer tidak dapat menjawab semua pertanyaan pelanggan’’.

Model pemicu kepuasan pelanggan, nampaknya sulit untuk menambahkan nilai atau membuat perusahaan berbeda pada level produk inti dan layanan penunjang. Akan tetapi, lebih mudah pada level ini, mengukur kepuasan terhadap produk atau jasa inti dan mengontrol pengantaran pelayanan. Hal ini menjadi pusat perhatian manajemen, karena dalam pengontrolan dan pengukuran kepuasan,

Page 104: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

93

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

sukses dapat ditentukan dengan perhitungan angka pasti dan tidak bersifat subyektif.

Demikian juga, proses pengukuran pada level ini, dapat terjadi dan diterima dalam waktu yang lebih lama, dibandingkan dengan pengukuran yang digunakan untuk mengukur kepuasan pada level yang lebih tinggi, halus, dan lebih emosional.

Karena alasan inilah, kebanyakan manajer terus mengandalkan pengukuran kepuasan pelanggan dan sukses perusahaan, dengan ukuran yang biasa digunakan dan siap diterima orang lain, termasuk para direktur dan manajer senior.

Sangat jarang ada pelanggan yang tidak mengharapkan lebih dari produk atau jasa inti pada sebuah transaksi dengan perusahaan jasa. Misalnya, ketika seseorang berhenti untuk minum kopi dalam perjalanan ke tempat kerjanya, dia mengharapkan orang yang melayaninya bersikap ramah dan sopan.

Namun sesuatu yang sederhana seperti sebuah senyuman atau ucapan terima kasih dari orang di belakang counter, bsisa memperbaiki persepsi pelanggan pada sebuah perusahaan. Terkadang, nasihat dari seorang pelayan restoran dalam memilih menu makanan, dapat meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan melampaui harapannya.

Dalam sebuah survei untuk mengevaluasi pemulihan kegagalan pelayanan dari hotel atau restoran, baru-baru, para responden ditanya tentang kegagalan proses. Kegagalan proses terjadi ketika perusahaan menyediakan pelayanan inti. Kegagalan terjadi ketika perusahaan gagal menyediakan pelayanan inti. Hasilnya, responden merasa lebih kecewa setelah kegagalan proses daripada kegagalan hasil.

Implikasi dari hal ini sangat jelas, karena menyediakan jasa dengan benar adalah hal penting, tetapi pengantaran jasa lebih penting bagi keseluruhan kepuasan pelanggan. Kesalahan dapat memberi kesempatan untuk menunjukkan perhatian dan komitmen untuk memuaskan pelanggan.

Penyedia jasa memiliki potensi untuk menjalin atau merusak suatu situasi berdasarkan bagaimana perasaan pelanggan saat

Page 105: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

94

Sri Widyastuti

dilayani. Riset Barnes (2003) selama 20 tahun terakhir, membuktikan, bahwa ketidakpuasan pelanggan, seringkali tidak ada hubungannya dengan produk atau jasa inti atau sistem penunjang atau kinerja, namun pada interaksi dengan staf dan bagaimana perasaan yang tumbuh dalam diri pelanggan saat dilayani.

Hal ini seringkali merupakan elemen, yang pada akhirnya akan membuat pelanggan puas atau tidak puas. Sayang, sangat sedikit penyedia jasa yang menaruh perhatian pada perasaan pelanggannya, walaupun hal itu sangat penting bagi terciptanya kepuasan pelanggan dan hubungan pelanggan jangka panjang.

Thomas Jones dan Earl Sasser mengungkapkan suatu poin penting, bahwa kepuasan total pelanggan adalah kunci mendapatkan loyalitas pelanggan dan membangkitkan kinerja keuangan yang istimewa dan berjangka panjang. Sekadar puas tidaklah cukup. Perusahaan harus berjuang untuk memuaskan pelanggannya secara total, karena di situlah terletak keunggulannya.

Banyak perusahaan mengadakan survei kepuasan pelanggan, untuk mengukur seberapa baik mereka memuaskan pelangganya. Pelanggan diminta memberikan rating tingkat kepuasan dalam berbagai aspek bisnisnya, seringkali dalam skala 10, dengan angka 10 menandakan kepuasan total.

Dapat dipahami, bahwa banyak manajer dan pemilik bisnis merasa puas ketika melihat skor rata-rata antara 8 dan 9. Hanya jika kita menggali lebih dalam, akan menyadari bahwa cukup baik tidaklah mencukupi. Ketika berbicara tentang kepuasan pelanggan, hampir puas tidaklah cukup. Riset Barnes (2003), menunjukkan secara meyakinkan implikasi dari hanya mendapat skor 8 atau 9 dalam survei kepuasan pelanggan.

Pelanggan yang memberikan nilai 8 atau 9 lebih besar, kemungkinan untuk beralih ke pesaing dan lebih kecil kemungkinannya untuk merekomendasikan perusahaan pada orang lain, dibandingkan mereka yang memberikan skor 10 pada tingkat kepuasan mereka. Namun kebanyakan manajer akan merasa cukup puas dengan kinerja mereka, ketika mendapatkan skor rata-rata 8 atau lebih pada survei kepuasan pelanggan.

Page 106: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

95

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Lebih dari 30 % pelanggan dari perusahaan komunikasi, mengindikasikan bahwa mereka mengalami kepuasan total (10 dari skala 10) dalam hubungan mereka dengan perusahaan telekomunikasi. Hampir 30 % dari pelanggan bank dan lebih dari 20 % pelanggan toko pengecer, mengekspresikan tingkat kepuasan serupa.

Sekarang mari kita lihat betapa setianya pelanggan yang benar-benar puas terhadap perusahaan. Mereka memiliki kepercayaan tinggi dibanding pelanggan yang dipuaskan hanya sampai skor 8 atau 9. Pelanggan yang dipuaskan secara jelas, juga merasa lebih dekat dengan perusahaan.

Mereka juga memiliki hubungan yang lebih kuat, yaitu hubungan yang berjangka panjang. Tetapi para manajer akan lebih memperhatikan variabel-variabel umpan balik yang lebih jelas, ketika mereka hendak mengeluarkan biaya untuk mendesain sistem dan program yang bisa memuaskan pelanggan, dan bisa mendukung perkembangan hubungan dengan pelanggan.

Pelanggan-pelanggan yang menilai kepuasan mereka dalam berhubungan dengan sebuah perusahaan dengan nilai 10, akan lebih sering berbisnis dengan perusahaan tersebut atau proporsi pembelanjaan mereka meningkat dan hal itu secara positif menunjukkan, mereka masih tetap akan menjadi pelanggan perusahaan tersebut dua tahun dari sekarang, dan lebih mungkin merekomendasikan perusahaan itu pada orang lain.

Berikut ini adalah hasil-hasil yang seharusnya cukup untuk menunjukkan dua poin yang sangat penting, bahkan bagi manajer yang berpandangan paling sempit sekali pun:(1) Kepuasan pelanggan memberikan keuntungan bagi perusahaan

dalam bentuk pembelanjaan yang lebih besar dalam jangka panjang, hal tersebut mengarah pada pengembangan hubungan; dan

(2) Kepuasan pelanggan dicapai dengan memusatkan perhatian pada memuaskan kebutuhan pelanggan pada tingkatan yang lebih tinggi, produk bagus dan harga murah saja tidak cukup, kendati keduanya mungkin tidak terlalu penting dalam mencapai kepuasan pelanggan.

Page 107: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

96

Sri Widyastuti

Jones dan Sasser dalam penelitiannya menyimpulkan, tujuan bisnis adalah untuk mengubah sebanyak mungkin pelanggan menjadi “rasul” yang benar-benar puas, dengan perlakuan yang mereka terima dari perusahaan.

Dengan demikian, konsumen menunjukkan loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan, dan menjadi pendukung yang kuat bagi perusahaan, akan tetap menjadi pelanggan setia dan selalu merekomendasikan perusahaan dengan cara promosi tersebut pada orang lain.

Susan Fournier dan David Glen Mick, menggambarkan lima kesimpulan penting tentang kepuasan pelanggan.1 Kepuasan pelanggan merupakan suatu proses yang aktif dan

dinamis.2 Kepuasan seringkali memiliki dimensi sosial yang kuat.3 Pelanggan dengan makna dan emosinya, merupakan komponen

integral dari kepuasan.4 Proses kepuasan bergantung pada konteks saling berhubungan,

meliputi berbagai paradigma, model dan mode.5 Kepuasan produk selalu berkaitan dengan kepuasan dan kualitas

hidup.Implikasi dari kesimpulan-kesimpulan di atas cukup bagus

bagi para manajer yang berharap dapat mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi. Dengan begitu, akan ada kemungkinan untuk mendatangkan keuntungan dari kepuasan pelanggan pada level rata-rata yang lebih tinggi.

Pencapaian kepuasan merupakan suatu proses dinamis dan tidak pernah berhenti, pekerjaan yang tak pernah terselesaikan, di mana aturan-aturannya berubah, lingkungannya selalu berubah-ubah dengan munculnya pesaing-pesaing baru, dan apa yang dulu dianggap sebagai pengalaman “Wow!” sekarang dapat merupakan hal yang biasa.

Pencapaian kepuasan pelanggan sangat tergantung pada bagaimana perusahaan berinteraksi dengan pelanggan antarpribadi. Perusahaan mencapai kepuasan pelanggan, dengan menciptakan

Page 108: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

97

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

makna dalam kehidupan pelanggan tersebut dan menyentuh emosinya.

Produk yang bagus dan teknik pelayanan yang super sekalipun, tidak cukup. Yang terpenting adalah bagaimana perusahaan menumbuhkan perasaan positif dalam diri pelanggan.

Salah satu pelajaran paling berharga yang harus dipelajari dalam bisnis, khususnya dalam pemasaran dan pelayanan pelanggan, adalah bahwa sebagian besar pertanyaan dapat dijawab dengan “tergantung”.

Apa yang bisa memuaskan pelanggan di situasi tertentu sangat bergantung pada siapa pelanggan tersebut, dan harapan apa yang bisa mereka bawa ketika berhubungan dengan perusahaan? Apa yang akan memuaskan sekelompok pelanggan tersebut, dalam satu situasi, yang mungkin tidak dapat memuaskannya di situasi yang berbeda, karena kepuasan pelanggan merupakan target yang berubah-ubah.

Pembelian dan pengonsumsian barang dan jasa, adalah suatu bagian integral dari kehidupan pelanggan. Mencapai kepuasan dalam jual-beli produk dan jasa, tujuannya untuk membantu pelanggan dalam mencapai kepuasan yang lebih besar.

Beberapa pembelian lebih menonjol atau lebih penting dibandingkan pembelian yang lain, tetapi membantu pelanggan mencapai kepuasan dalam membeli dan menggunakan produk, berarti juga membantu mereka menjadi orang yang lebih bahagia.

Untuk memastikan kepuasan pelanggan total, pihak manajemen perusahaan pertama-tama harus mendapatkan apresiasi atas kebutuhan pelanggan di masing-masing level yang berbeda –mulai dari produk atau jasa inti sampai pada emosi yang muncul saat berhubungan.

Kemudian pihak manajemen harus memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan pelanggan yang lebih tinggi, dan menentukan bagaimana memuaskan pelanggan tersebut sebaik-baiknya, karena di sinilah sebuah perusahaan bisa membuat dirinya dan produk-produknya berbeda dengan yang lain.

Page 109: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

98

Sri Widyastuti

Pihak manajemen harus memahami apa yang bisa memicu kepuasan pelanggan. Jika mereka berpikir bahwa pelanggan akan benar-benar puas, hanya dengan produk bagus dan harga yang pantas, maka berarti mereka tidak memahami kerumitan hubungan antara pelanggan dengan pelaku bisnis, juga tidak memperhatikan kebutuhan yang berbeda, yang dibawa masing-masing pelanggan dalam membeli barang atau jasa.

Jika pihak manajemen tetap memusatkan perhatian pada produk dan harga, maka mereka akan kehilangan kesempatan untuk menciptakan nilai tambah bagi pelanggan, melalui aspek-aspek yang lebih dari suatu hubungan. Jadi, pihak manajemen juga akan gagal mengomunikasikan kepada para karyawannya tentang pentingnya pelayanan kepada pelanggan.

Pelanggan mengharapkan nilai tambah, tidak akan benar-benar puas sebelum mereka memperolehnya dan nilai tambah tersebut tidak diciptakan dengan menurunkan harga atau menambah keistimewaan pada produk atau jasa yang yang dibeli, atau bahkan juga tidak dengan memperbaiki garansi ataupun memenuhi janji yang sudah diberikan.

Nilai tambah tercipta dengan selalu melakukan semua hal tersebut dengan benar, dengan cara yang membuat pelanggan merasa nyaman berbisnis dengan perusahaan dan merasa nyaman setelah mereka berbisnis. (*)

Page 110: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

4.1 Ketahanan dan Loyalitas PelangganBanyak pelaku bisnis menyatakan persetujuan, bahwa mencapai

loyalitas pelanggan adalah hal baik. Kualitas layanan merupakan strategi bersaing yang sangat diperlukan untuk mempertahankan basis pelanggan. Perusahaan mencoba memenangkan kepuasan dan loyalitas pelanggan, dengan memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih baik.

Hazra & Srivastava (2009) menguji hubungan kualitas pelayanan dengan loyalitas pelanggan serta komitmen dan kepercayaan dari perspektif pelanggan. Kualitas pelayanan, secara positif, berhubungan dengan loyalitas pelanggan, nasabah lebih berkomitmen dan setia, karena mereka menerima kualitas layanan yang lebih baik. Studi ini menunjukkan, bahwa perusahaan juga harus maju dan mencoba yang terbaik, memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik, untuk memenangkan kembali loyalitas dan komitmen pelanggan mereka.

Pelanggan yang loyal, lebih baik daripada pelanggan yang kurang loyal. Memiliki pelanggan loyal, biasanya menghasilkan dividen sepanjang perjalanan bisnis perusahaan. Walaupun secara umum mereka menerima nilai dari seorang pelanggan yang loyal, banyak pelaku bisnis yang tidak mengetahui dengan baik, apa sebenarnya arti loyalitas.

Jika seorang pelanggan makan malam secara teratur di restoran tertentu selama 12 tahun, apakah loyal? Bagaimana jika dia hanya datang dua kali dalam setahun? Jika sebuah keluarga membeli 90%

BAB IVMEMBINA HUBUNGAN DENGAN PELANGGAN YANG MEMBERIKAN MANFAAT EKONOMI

Page 111: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

100

Sri Widyastuti

dari kebutuhan mereka di sebuah supermarket tertentu, apakah keluarga tersebut loyal? Bagaimana jika mereka membeli hanya 65% dari kebutuhan mereka?

Loyalitas, seperti juga konsep lain yang kita temui dalam diskusi tentang pemasaran dan psikologi konsumen, adalah suatu pemikiran. Loyalitas adalah konsep yang subyektif, konsep yang paling baik didefinisikan oleh pelanggan itu sendiri.

Terdapat beberapa tingkatan loyalitas. Beberapa pelanggan lebih loyal daripada yang lain. Beberapa pelanggan mungkin loyal pada lebih dari satu perusahaan atau merek dalam suatu kategori produk atau jasa, dan pelanggan lebih loyal pada beberapa perusahaan dan kurang loyal pada perusahaan lain, dalam hal di mana berbisnis dengan satu perusahaan saja tidak cukup.

Contohnya dalam kasus restoran. Sangat sedikit pelanggan yang sepenuhnya loyal pada satu restoran, sampai pada titik mana restoran itu adalah satu–satunya yang mereka kunjungi. Tetapi mungkin saja loyal hanya pada sebuah restoran, atau bahkan memiliki hubungan dengannya, walaupun kita sangat jarang mengunjungi.

Kebanyakan dari kita mempunyai restoran favorit dalam sejumlah kategori yang berbeda. Kita mungkin menganggap diri kita loyal pada sebuah restoran tertentu, karena telah mengunjungi restoran tersebut selama bertahun-tahun dan tidak pernah berpikir mengunjungi restoran lainnya.

Tetapi makan di restoran tersebut, hanyalah 10 % atau kurang dari kebiasaan pelanggan makan di luar. Pelanggan juga makan di berbagai macam tipe restoran lain, mungkin di beberapa kota, tetapi pelanggan masih menganggap dirinya loyal pada restoran tertentu. Di sini, nampak tidak hanya terdapat tingkatan loyalitas, juga ada pembagian loyalitas.

Pelanggan dan perusahaan akan mendefinisikan loyalitas dalam berbagai cara yang berbeda. Seringkali lamanya pelanggan berbisnis dengan suatu perusahaan dalam pembelian berulang, digunakan sebagai ukuran loyalitas oleh pebisnis. Loyalitas pelanggan didefinisikan sebagai pembelian berulang dan merujuk perusahaan untuk pelanggan lain (Heskett et al., 1997).

Page 112: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

101

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pelanggan yang loyal cenderung tidak beralih ke pesaing karena pancingan harga, dan pelanggan melakukan pembelian lebih banyak dibandingkan kepada pelanggan kurang setia (Baldinger & Rubinson, 1996).

Namun, pelanggan yang ditahan tidak selalu puas, dan pelanggan yang puas tidak selalu dipertahankan. Pelanggan mungkin loyal karena hambatan beralih tinggi atau kurangnya alternatif yang nyata; pelanggan juga dapat setia karena mereka puas, sehingga ingin melanjutkan hubungan tersebut.

Dalam kasus lain, loyalitas disamakan, bahkan didefinisikan sebagai persentase dari total pembelanjaan dalam suatu kategori produk atau jasa tertentu. Akan tetapi, tidak satu pun dari definisi itu merupakan inti dari loyalitas pelanggan. Contoh, sangat mungkin bagi seorang pelanggan untuk tampaknya memiliki loyalitas, namun tiba-tiba menghilang begitu saja ketika keadaan berubah.

Komponen utama dari loyalitas adalah waktu, kontinuitas dan lamanya suatu hubungan, tetapi hal-hal itu tidak bisa menjadi dasar kesimpulan, bahwa seorang pelanggan adalah loyal.

Seorang pelanggan mungkin berbisnis dengan suatu perusahaan selama bertahun-tahun, tanpa sungguh-sungguh menjadi loyal pada perusahaan tersebut. Mislanya beberapa nasabah mungkin telah berhubungan dengan sebuah bank selama bertahun-tahun, tetapi jika diteliti dengan mengamati perilaku nasabah dalam membeli finansial lain dan kenyataannya, banyak dari mereka mungkin adalah pelanggan yang merasa terbelenggu dalam suatu hubungan yang ingin mereka akhiri.

Memiliki beberapa layanan pada satu bank utama, tetapi juga ke bank lain untuk memiliki produk atau jasa lain, mungkin berkaitan dengan keinginan nasabah untuk mendapatkan kemudahan, yaitu bahwa nasabah mempertahankan rekening yang paling sering dia pakai pada suatu lokasi karena kemudahan aksesnya.

Nasabah mungkin enggan memindahkan rekening inti ini, karena merasa bahwa pelayanan di tempat lain tidak lebih baik. Ketika kebutuhan akan produk perbankan yang baru meningkat, dan nasabah menjadi lebih nyaman dalam berhubungan dengan institusi

Page 113: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

102

Sri Widyastuti

finansial, seringkali nasabah akan mulai mencari-cari produk dan jasa yang paling memuaskan.

Hal ini menjadi lebih mudah, karena kini kebanyakan nasabah bisa mengakses beragam produk finansial dengan mudah melalui internet. Contoh tersebut menunjukan eksistensi dari loyalitas yang palsu atau semu. Ini mengilustrasikan, situasi di mana pelanggan tampak loyal, karena mereka terus berbisnis dengan sebuah perusahaan, tetapi pola pembelian ini menutupi realitas sebenarnya.

Kenyataan itu seringkali ditunjukan oleh perilaku negatif dan perasaan frustasi, karena pelanggan walaupun terus membeli, mereka berharap dapat memindahkan bisnisnya ke tempat lain.

Pelanggan semacam itu tidaklah loyal. Mereka terjebak. Tidak tahan untuk keluar, sambil menunggu saat transaksi diperbarui, atau saat kontrak layanan kadaluwarsa. Pada kenyataannya, jika perasaan terjebak atau menjadi tawanan sangat kuat dirasakan oleh pelanggan, ini bisa menjadikannya seorang yang suka mengkritik perusahaan secara terbuka di hadapan umum.

Loyalitas sejati tidak berasal dari ikatan semu, yang membuat salah satu pihak mendapat kesulitan untuk memutuskan hubungan tersebut. Fondasi loyalitas dalam menunjang kepuasan pelanggan, adalah hubungan emosional dan sikap, bukan sekadar perilaku.

4.2 Proporsi PembelanjaanAspek lain dari loyalitas yang membutuhkan perhatian, adalah

proporsi pembelanjaan. Dalam pengukuran loyalitas pelanggan, harus mempertimbangkan beberapa bagian dari keseluruhan bisnis pelanggan yang dibelanjakan untuk produk atau jasa perusahaan.

Pada contoh nasabah perbankan, walaupun terjadi hubungan jangka panjang dengan nasabah, bank seharusnya tidak mengasumsikan bahwa nasabah akan memanfaatkan semua bisnis dengan perbankan. Nasabah tersebut mungkin tidak seloyal seperti yang ditunjukkan oleh lamanya hubungan. Banyak hal terkait dengan hubungan bisnis yang kita jalani, tidak hanya dengan bank, juga dengan hotel, perusahaan penerbangan dan toko-toko ritel.

Page 114: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

103

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Jelaslah, bahwa kita mempunyai banyak alternatif serangkaian penawaran dari sebuah bisnis. Itu menunjukan, loyalitas pelanggan akan terjadi berdasarkan situasi dalam batasan tertentu. Pelanggan mungkin loyal pada sebuah restoran tertentu dalam suatu pasar atau suatu kesempatan, dan setia pada restoran lain pada waktu dan tempat berbeda.

Pengukuran loyalitas pelanggan berdasarkan proporsi pembelanjaan, akan valid dalam suatu situasi di mana penyebaran bisnis mungkin dilakukan. Ketika terjadi persaingan produk dan jasa tersebut dibeli secara teratur, seringkali proporsi pembelanjaan dapat menjadi indikator loyalitas.

Hal sama juga berlaku dalam pelayanan finansial, industri makanan dan telekomunikasi. Kita dapat menghitung persentase dari total pengeluaran pelanggan untuk layanan telekomunikasi, antara lain terkait telepon seluler dan internet.

Dalam kasus lain, ketika rangkaian produk dan jasa homogen, maka penghitungan proporsi pembelanjaan sebagai indikator loyalitas kurang bermanfaat. Misalnya dalam kasus toko pakaian atau restoran, serta dalam situasi di mana produk dan jasa sangat jarang dibeli.

Loyalitas mungkin akan memudar seiring berjalannya waktu. Dimulai sebagai situasi pelanggan yang loyal sepenuhnya, secara bertahap menjadi situasi, di mana perusahaan hanya mendapat sebagian dari bisnis pelanggan.

Situasi ini terefleksi dalam contoh nasabah bank, yang menyerahkan semua urusan bisnisnya pada bank utamanya selama beberapa tahun, tetapi kemudian mulai memancarkan bisnisnya. Nasabah tersebut terlibat dalam perpindahan sebagian.

Dengan tidak adanya informasi yang baik tentang nasabah, masalah bagi bank adalah bahwa mereka tidak mengetahui total pembelanjaan seorang nasabah, karena itu tidak mengetahui berapa proporsi bisnis yang mereka peroleh. Pelanggan sangat mungkin mengalihkan bisnisnya dan pihak perbankan masih memiliki kayakinan yang salah, bahwa nasabah tersebut masih loyal.

Page 115: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

104

Sri Widyastuti

Banyak perusahaan tidak berada dalam posisi menentukan, bahkan mendapatkan taksiran kasar dari proporsi pembelanjaan pelanggan yang mereka nikmati. Mereka tidak mengetahui berapa jumlah total belanja pelanggan pada perusahaan tersebut, dan tidak memiliki cara untuk mengetahui, berapa jumlah yang dibelanjakan pada perusahaan lain. Misalnya perusahaan layanan telepon seluler, mereka tidak mengetahui apakah pelanggannya mempunyai layanan telepon seluler lainnya.

Aspek lain dari loyalitas pelanggan yang mengindikasikan eksistensi hubungan pelanggan, adalah kesediaan pelanggan untuk merekomendasikasikan produk dan jasa perusahaan kepada teman, anggota keluarga dan kolega mereka.

Pelanggan yang puas dan sampai pada taraf di mana mereka siap untuk merekomendasikan perusahaan tersebut pada orang lain, memperlihatkan loyalitas mereka. Pelanggan yang puas, akan lebih banyak menceritakan pengalamannya pada orang lain dan merekomendasikan bisnis tersebut.

Pelanggan yang loyal, ingin melihat bisnis itu berkembang, sampai pada titik di mana pelanggan merasa memiliki perusahaan tersebut. Mereka merasa nyaman dalam membuat rekomendasi, karena tahu bahwa sahabat, teman atau anggota keluarga mereka tidak akan kecewa.

Loyalitas pelanggan sebagian besar dikonsentrasikan pada pandangan perilaku dari sebuah konsep. Ia merupakan pandangan sebagian besar atau bahkan secara ekslusif dalam terminologi perilaku, yaitu lamanya suatu hubungan, pola pembelian, proporsi pengeluaran, proporsi pembelanjaan, berita dari mulut kemulut, dan lain sebagainya.

Tetapi yang sering terlewatkan atau jarang diukur, padahal merupakan aspek yang sangat penting dari loyalitas pelanggan, yaitu hubungan emosional antara pelanggan yang loyal dengan perusahaan.

Memiliki pelanggan loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan. Tetapi kebanyakan dari perusahaan tidak mengetahui, bahwa loyalitas pelanggan dibentuk melalui beberapa tahapan,

Page 116: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

105

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

dimulai dari mencari pelanggan potensial, yang akan membawa keuntungan bagi perusahaan.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk membentuk loyalitas, perlu diketahui definisi dari loyalitas pelanggan itu sendiri. Kotler & Keller (2012) mendefinisikan loyalitas dengan: “A deep held commitment to rebuy or repratonize a preferred product or service in the future despite situational influences and marketing efforts having the potential to cause switching behaviour’’. Loyalitas adalah komitmen teguh, untuk membeli kembali atau berlangganan sebuah produk atau jasa yang disukai di masa depan, meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan pelanggan beralih.

Loyalitas pelanggan adalah kesedian pelanggan untuk terus membeli dari suatu perusahaan dalam jangka panjang, dan merekomendasikan produk kepada teman dan rekan, termasuk preferensi, keinginan dan niat masa depan (Lovelock et al, 2012). Peter & Olson (2010) menambahkan, loyalitas adalah tingkah laku dan niat untuk tetap berlangganan,

Adanya ikatan emosional dengan perusahaan, dirasakan oleh pelanggan yang memiliki loyalitas sejati. Pelanggan sering mengatakan, perasaan yang tumbuh saat berbisnis dengan perusahaan adalah hal yang membuat mereka kembali, atau dalam kedekatan dengan staff yang membuat mereka merasa nyaman berbisnis.

Ikatan emosional inilah yang membuat pelanggan menjadi loyal, dan mendorong mereka terus berbisnis dengan perusahaan tersebut, dan selanjutnya memberikan rekomendasi.

Dengan demikian, adalah hal yang sangat penting bagi perusahaan, memusatkan perhatian pada bagaimana perusahaan memperlakukan pelanggan, dan bagaimana menumbuhkan perasaan positif dalam diri pelanggan.

Menciptakan emosi dan perasaan positif sangat penting dalam membangun hubungan dengan pelanggan. Ketiadaan emosi, membuat pembelian yang berulang menjadi sebuah aktivitas mekanis yang rutin, dan membuat pelanggan tidak mempunyai alasan nyata untuk tetap bertahan.

Page 117: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

106

Sri Widyastuti

Maka perlu disadari, loyalitas pelanggan sejati tidak mungkin tercipta, tanpa adanya hubungan emosional. Loyalitas adalah bukti dari emosi yang mentransformasikan perilaku pembelian berulang, menjadi suatu bentuk hubungan. Pelanggan itu sendiri mengetahui, dan mampu mengatakan adanya keterikatan emosi antara mereka dengan sebuah perusahaan atau antara mereka dengan karyawan penyedia jasa.

Sampai pada titik di mana mereka mendeskripsikan hal itu sebagai suatu hubungan, pelanggan menyimpan pernyataan itu untuk keluarga dekat atau teman pribadi.

Akan tetapi, mereka akan mengakui adanya perasaan dekat atau kecintaan mereka terhadap suatu perusahaan, sehingga mereka memiliki suatu taraf kenyamanan dalam berurusan dengan perusahaan tersebut. Mereka mungkin mulai menyebut perbankan itu sebagai “bankku”, bahwa mereka akan sangat bergantung padanya.

Akhirnya, jika perusahaan amat baik dalam mengelola hubungan pelanggan, perusahaan mungkin akan mencapai suatu posisi, di mana pelanggan tetapnya merasa bangga menjadi pelanggan perusahaan tersebut. Bagi banyak perusahaan, kunci suksesnya terletak pada transformasi perilaku hubungan menjadi hubungan yang diwarnai oleh emosi positif. Pada saat itulah, sebuah perusahaan berada pada jalur tepat untuk menciptakan hubungan sejati dengan pelanggan.

4.3 Tanda-tanda Relasi yang RetensiPelanggan memperlihatkan loyalitas dengan suatu perusahaan

atau merek, melalui pembelian berulangkali, membeli produk tambahan perusahaan, dan merekomendasikan pada orang lain.

Perbaikan retensi dan peningkatan saham perusahaan, adalah manfaat ekonomi yang jelas dari adanya loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan berkaitan dengan kemungkinan pelanggan kembali, membuat referensi bisnis, menyediakan referensi yang kuat word of mouth dan publisitas (Bowen & Shoemaker, 1998).

Ada banyak perusahaan yang telah berbisnis dengan pelanggan selama bertahun-tahun, bukan karena adanya hubungan emosi atau

Page 118: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

107

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

perasaan loyal, tetapi karena hadiah-hadiah, harga atau keengganan untuk berpindah.

Lamanya mereka berbisnis dengan sebuah perusahaan, bisa disalahartikan sebagai loyalitas. Berdasarkan definisi, mereka adalah pelanggan yang tidak memiliki loyalitas sejati. Bisnis mereka, pada kenyataannya adalah rapuh, karena kebiasaan membeli mereka tidak didasarkan pada hubungan emosional, yang mengikat pelanggan dengan perusahaan dalam hubungan yang lebih bermakna, tetapi didasarkan pada insentif negatif atau rintangan, yang menghalangi pelanggan untuk berpindah, atau tidak adanya alternatif yang menarik.

Jika diminta memilih antara pelanggan yang tetap bertahan dalam perusahaan atau bahkan dalam keadaan negatif dan pelanggan yang terus beralih atau berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, kebanyakan perusahaan akan bertindak bijaksana, dengan memilih pelanggan yang bertahan lama.

Dalam kebanyakan perusahaan, mereka yang menjadi pelangan untuk waktu lama, adalah pelanggan yang merasa jauh lebih puas. Sebab, jika mereka tidak puas, akan meninggalkan perusahaan sejak lama dan menyerahkan lebih banyak bisnis mereka pada perusahaan lain.

Berdasarkan riset yang dilakukan Widyastuti, (2010) pada Bank Umum Syariah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi yang telah menjadi nasabah perbankan syariah selama lebih dari lima tahun, sebanyak 65,1 % dan mendapat skor rata-rata 4.8 dari skala kepuasan 5. Sementara telah menjadi nasabah yang di atas 1-2 tahun 26,6 %, hanya mendapat skor 3.9. Ini terjadi pada industri perbankan, di mana nasabah bisa memilih penyedia jasa perbankan syariah yang memang belum lama mereka kenal.

Page 119: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

108

Sri Widyastuti

Gambar 4.1 Mempertahankan Pelanggan dalam Jangka Waktu LamaSumber: Barnes (2003)

Lamanya seorang pelanggan berbisnis dengan sebuah perusahaan, merupakan salah satu indikator loyalitas. Tetapi bagaimanapun juga, loyalitas sangat terkait dengan konsep sebuah hubungan.

Tsung & Li (2007), menyatakan, hubungan antara kenyamanan lokasi, kenyamanan dalam berbelanja, kepuasan, kepercayaan, reputasi perusahaan, keahlian perusahaan, tawaran langsung, retensi nasabah dan lintas beli menunjukkan bahwa bank dapat menggunakan atribut layanan berbeda untuk memengaruhi retensi pelanggan dan lintas beli. Itu diterapkan pada diri kita, di mana biasanya kita paling setia pada orang yang dirasa paling dekat, dan demikian juga mereka mungkin paling setia dengan kita.

Dalam upaya meningkatkan loyalitas, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan setiap pelanggan dan mempertahankan tingkat kepuasan tersebut dalam jangka panjang.

Penelitian Widyastuti (2015), bahwa Kartu seluler simPATI sudah mampu menciptakan kinerja techno product yang canggih, namun kurang mampu menghasilkan kinerja daya tarik tarif yang memadai bagi pelanggan, mampu membangun citra merek yang positif, serta mampu membentuk niat pembelian pelanggan yang kuat.

Kinerja techno product dan daya tarik tarif yang dihasilkan SimPATIcard, berpengaruh secara simultan terhadap pembangunan citra merek yang positif dari SimPATIcard di Bintaro, Tangerang.

20 40 60 80 100

Page 120: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

109

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Berdasarkan hubungan struktural, ditemukan, bahwa pembentukan citra merek sangat kuat didominasi oleh kinerja techno product. Minat pembelian dapat tercapai dengan kinerja techno product dan daya tarik tarif melalui pembangunan citra merek yang positif, di mana kinerja techno product berpengaruh kuat dan dominan dibanding dengan daya tarik tarif.

Model ini sangat penting bagi kartu SimPATIcard, untuk merumuskan strategi techno product, program penentuan tarif yang menarik, serta upaya membangun citra merek positif, supaya dapat mencapai minat pembelian yang kuat melalui peningkatan keyakinan pelanggan untuk terus berlangganan, penambahan durasi dan frekuensi penggunaan kartu SimPATIcard. Selain itu, perlu upaya cross selling kartu lain yang dihasilkan PT Telkomsel, serta upaya peningkatan minat bagi pelanggan setia dalam menggaet pelanggan baru.

Sweeney & Soutar (2001), menunjukkan, bahwa ketika mengevaluasi nilai produk, pelanggan akan menilai kinerja yang diharapkan, nilai harga, kesenangan dan sukacita dari menggunakan produk, dan identifikasi sosial yang diperhitungkan sebelum memperkenalkan produk kepada orang lain.

Untuk meningkatkan kepuasan, perusahaan perlu menambahkan nilai pada apa yang perusahaan tawarkan. Menambahkan nilai akan membuat pelanggan merasa bahwa mereka mendapat lebih dari apa yang mereka bayar, bahkan lebih dari yang mereka harapkan.

Hal itu tidak berarti harus menurunkan harga atau memberikan produk-produk tambahan. Pada kenyataannya, nilai seringkali tidak ada hubungannya dengan harga yang dibayar. Kepuasan terkait dengan apa yang didapat pelanggan dari perusahaan dibandingkan dengan apa yang harus perusahaan lakukan terhadap urusan atau interaksi tersebut. Perusahaan perlu berpikir secara lateral, tentang apa yang didapatkan pelanggan dari perusahaan dan apa yang harus mereka belanjakan untuk mendapatkannya.

Perusahaan akan segera menyimpulkan, bahwa pelanggan tidak hanya memberikan lebih dari sekadar uang, dan sebaliknya mendapat lebih dari sekadar produk atau pelayanan. Ini adalah unsur

Page 121: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

110

Sri Widyastuti

inti dari pandangan berbasis transaksi pada prinsip tukar-menukar yang melekat pada pemasaran.

Perusahaan memandang pelanggan lebih dari sekadar tempat menjual barang, dan mendefinisikan nilai lebih dari sekadar fungsi sebuah produk atau jasa saja. Menambahkan nilai dapat dilakukan secara sederhana, seperti meningkatkan kenyamanan dan kecepatan pelayanan, termasuk juga melatih karyawan, sehingga karyawan dapat menjawab pertanyaan pelanggan, dan merekomendasikan produk atau jasa yang memuaskan pelanggan.

Amit T. B. (2014), menjelaskan, proses penciptaan nilai sebagai fungsi lain dari organisasi. Pergeseran ini memiliki implikasi serius pada berbagai orang yang harus menjadi bagian dari tim penjualan.

Di sisi lain, ada produk yang tidak memerlukan dukungan penjualan. Untuk produk tersebut, manajemen penjualan harus mencoba mempertimbangkan semua proses biaya, membuat proses pembelian ekonomis dan menawarkan harga lebih rendah.

Dengan meningkatkan nilai yang diterima pelanggan dalam setiap transaksinya, perusahaan lebih mungkin meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan, dan mengarahkan pada tingkat ketahanan pelanggan yang lebih tinggi. Ketika pelanggan bertahan karena merasa nyaman dengan nilai dan pelayanan yang mereka dapat, mereka akan lebih mungkin menjadi pelanggan yang loyal. Loyalitas itu mengarah pada pembelian berulang, perekomendasian dan peningkatan proporsi pembelanjaan.

Mendapatkan pelanggan baru membutuhkan biaya besar, karena akan banyak aktivitas yang dijalankan. Antara lain dengan beriklan, promosi, dan memproses aplikasi, pelatihan, dan penempatan. Itu adalah beragam aktivitas yang harus dilakukan, setiap kali hendak merekrut pelanggan baru.

Jika pelanggan berbisnis dengan perusahaan hanya dalam waktu singkat, atau jika mereka membeli sekali dan tidak pernah membeli lagi, maka perusahaan tidak memperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk merekrut pelanggan tersebut, dan harus mengeluarkan biaya lagi untuk merekrut lebih banyak pelanggan baru.

Page 122: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

111

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Akibatnya, bisnis tidak merasakan keuntungan potensial jika pelanggan pergi setelah satu atau dua tahun. Ini adalah perpindahan pelanggan yang dialami oleh banyak perusahaan. Contoh yang paling tepat dalam hal ini, adalah industri telepon seluler, yang sering menghadapi perpindahan pelanggan yang tinggi.

Fenomena ini selalu terjadi dalam industri yang amat kompetitif, di mana sedikit sekali terdapat diferensiasi produk, dan persaingan yang terjadi didasarkan atas harga. Pada situasi ini, perpindahan dan penarikan pelanggan jangka pendek dilakukan melalui persaingan harga yang sangat tajam.

Segmen tertentu dari pelanggan, adalah orang yang beralih dan mengambil keuntungan bagi diri mereka sendiri, dengan terus menerus berpindah perusahaan yang memberikan insentif harga terbaik.

Manajer menyadari bahwa mereka bukanlah pelanggan yang paling berharga, karena mereka tidak bertahan cukup lama untuk mendatangkan keuntungan. Problem besar yang dihadapi beberapa perusahaan, adalah tidak adanya database atau catatan yang baik tentang pelanggan, sehingga mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi pelanggan yang pergi.

Dalam kasus apapun, tantangannya adalah memberikan mereka alasan untuk bertahan dengan produk atau jasa perusahaan, yang berarti perusahaan harus mampu mengatasi daya tarik insentif harga, dengan menambah sebentuk nilai yang melampaui daya tarik harga yang ada.

Gambar 4.2 Penciptaan Nilai Menuju LoyalitasSumber: Barnes (2003)

Nilai

Kepuasan

Ketahanan

Loyalitas

Pembelian berulang

Perekomendasian

Peningkatan proporsi pembelajaan

Page 123: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

112

Sri Widyastuti

Reichheld & Sasser (1990) menilai, ada beberapa faktor tambahan yang berpotensi menghasilkan keuntungan dari pelanggan yang bertahan lama, selain biaya yang harus dikeluarkan setiap kali merekrut pelanggan baru, yaitu: Pelanggan lama membeli lebih banyak. Semakin lama seorang

pelanggan menjalin relasi dengan perusahaan, mereka cenderung membelanjakan lebih banyak uangnya. Inilah yang disebut fenomena proporsi shopperan. Contohnya, industri asuransi rumah atau asuransi kendaraan, mendasarkan sebagian besar keputusan mereka pada unsur harga. Perusahaan asuransi berupaya menarik pelanggan melalui harga, dan kemudian mendorong mereka bertahan karena alasan lain. Ketika kebutuhan pelanggan akan asuransi meningkat, pelanggan melakukan pembelian dalam jumlah besar. Ketika polis habis atau urusan lainnya, pelanggan seringkali menyerahkan lebih banyak urusan bisnisnya pada perusahaan asuransi yang sama. Sebagai catatan, seseorang cenderung membeli aset-aset berharga seiring berjalannya waktu, kepemilikan barang-barang seperti cottage, kendaraan, rekreasi, permata dan benda-benda seni, mendorong meningkatnya kebutuhan akan asuransi dan uang yang dibelanjakan untuk mendapatkan perlindungan. Pada saat pelanggan menjadi matang dan makin yakin bahwa kebutuhan mereka dipenuhi, mereka memiliki dorongan untuk berurusan dengan satu perusahaan saja, dan menyerahkan semua urusan bisnisnya pada perusahaan tersebut.

Pelanggan lama merasa nyaman. Ketika pelanggan yang memiliki loyalitas sejati ditanya, mengapa mereka kembali dan kembali lagi pada perusahaan selama bertahun-tahun, mereka sering berkata bahwa mereka merasa nyaman berurusan dengan perusahaan tersebut, dan merasa sebagai suatu yang rutin atau bahkan suatu kebiasaan. Pelanggan tidak memiliki dorongan untuk beralih. Mereka mengembangkan kepercayaan yang muncul, seiring terjadinya keakraban dan akan selalu kembali. Ketika pelanggan tetap berbisnis dengan perusahaan asuransi selama beberapa tahun, kecil kemungkinan mereka berpindah ke perusahaan

Page 124: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

113

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

asuransi lain yang menawarkan harga lebih murah, jika mereka merasa puas dengan jaminan perlindungan dan pelayanan yang diterima.

Pelanggan lama menyebarkan berita positif. Pelanggan yang loyal jangka panjang, dapat menjadi iklan gratis. Mereka menjadi duta bagi perusahaan, atau bahkan disebut tenaga penjual part time. Rekomendasi dari teman dan keluarga adalah pengesahan yang kuat bagi produk atau pelayanan perusahaan. Rekomendasi ini seringkali ditanggapi lebih serius atau lebih dipercaya, daripada pesan yang disampaikan perusahaan melalui promosi. Ketika pelanggan loyal merekomendasikan suatu bisnis pada orang lain, bisnis tersebut memperoleh potensi pendapatan baru, dan kesempatan membangun lebih banyak hubungan pelanggan.

Pelanggan lama lebih murah dilayani. Biaya menarik pelanggan baru amat mahal, karena karyawan memerlukan waktu untuk mengenali pelanggan baru. Untuk memperbaiki kesalahan karena mereka belum memahami keinginan dan kebutuhan mereka. Sebaliknya pelanggan loyal tercantum dalam database (actual atau virtual) dan karyawan sudah sangat mengenal mereka, sehingga mereka lebih mudah dilayani. Pelanggan lama sudah dikenal di perusahaan. Kebutuhan mereka juga dikenal dan dapat lebih mudah dipenuhi. Kebutuhan mereka bahkan dapat diantisipasi, jika pelanggan itu secara khusus dikenal perusahaan. Pelanggan yang kembali dan kembali lagi lebih mudah dilayani, sampai pada titik di mana bisnis dengan mereka menjadi suatu hal rutin. Tentu saja, jika pelanggan lama seolah-olah tidak lagi dianggap istimewa, akan berpotensi menjadi situasi yang membahayakan.

Pelanggan lama tidak begitu sensitif terhadap harga. Pelanggan yang loyal, kemungkinannya jarang mengeluhkan soal harga. Bahkan mungkin mereka sudah mencapai suatu tingkatan relasi dengan tidak bertanya berapa harganya. Ini merupakan bukti, bahwa pelanggan lebih menempatkan nilai, di mana dalam banyak situasi, akan terjadi hubungan sejati, dan harga produk atau jasa mungkin merupakan hal yang paling tidak penting dalam menentukan kepuasan pelanggan.

Page 125: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

114

Sri Widyastuti

Pelanggan lama lebih memaafkan. Hubungan yang telah dibangun dengan pelanggan yang memiliki loyalitas sejati, merupakan modal penting bagi perusahaan. Seperti memiliki deposito di bank, sebagai jaminan jika terjadi suatu kekeliruan pada barang atau jasa yang ditawarkan. Pelanggan yang memiliki loyalitas sejati, lebih mungkin memaafkan dan memberi kesempatan kedua bagi perusahaan untuk memperbaiki kesalahannya, tentu dengan memberikan alasan tertentu. Sedang pelanggan baru, lebih hati-hati terhadap kesalahan, bahkan mungkin membuat kesengajaan dengan mencari-cari kesalahan.

Pelanggan lama lebih efisien dan efektif. Sebuah perusahaan memiliki kesempatan untuk mengenal kebutuhan pelanggan dengan sangat baik, jika perusahaan memiliki kekuatan pada basis pelanggan loyal. Ini membuat perusahaan menjadi lebih efisien daripada ketika usaha pemasaran ditujukan untuk menarik sejumlah pelanggan baru. Usaha pemasaran terdiri dari berbagai program, yang didesain untuk menarik masyarakat luas. Perusahaan itu dapat membuat target ativitas pemasarannya jauh lebih efektif.

Pelanggan lama berpotensi menghasilkan keuntungan lebih besar, sementara pelanggan baru harus diberikan tawaran harga atau insentif lain atau diskon Pelanggan yang loyal memiliki potensi lebih besar untuk menghasilkan keuntungan, karena mereka lebih lebih mungkin membayar dengan harga penuh. Pelanggan lama tidak menumpuk barang pada saat diskon, bahkan mereka membantu perusahaan memaksimalkan persentase dari produk dan jasa yang dijual dengan harga penuh, sehingga perusahaan dapat meningkatkan keuntungan.

Frederick Reichheld dan Earl Sasser, menyatakan, bahwa kenaikan 5 % dari loyalitas pelanggan, bisa melipatgandakan keuntungan perusahaan. Ini karena 70 % penjualan berasal dari pelanggan yang loyal, dan mengidentifikasi secara sederhana pengertian loyalitas sebagai lamanya pelanggan berbisnis dengan perusahaan.

Dikatakannya, bahwa pelanggan yang loyal, menyerahkan lebih banyak bisnis pada perusahaan seiring bertambahnya waktu, juga

Page 126: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

115

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

ketika tingkat kepuasan dan kenyamanan meningkat. Dijelaskan pula, 80 % keuntungan dihasilkan oleh 20 % pelanggan perusahaan tersebut. Beberapa perusahaan bahkan menyatakan bahwa 20 % pelanggan mereka menghasilkan keuntungan 120 % merupakan pelanggan loyal yang memberikan porsi terbesar dari bisnis perusahaan tersebut.

Loyalitas pelanggan dicapai ketika perusahaan memberikan pelayanan terbaik, dan memastikan pelanggan benar-benar puas. Hal ini tidak terjadi jika semua orang dalam perusahaan tidak terlibat untuk meningkatkan kualitas pelanggan internal dan eksternal, serta untuk mempertahankan pelanggan.

4.4 Apakah Pelanggan Loyal Memang Bernilai?Pandangan berbeda tentang nilai dengan memfokuskan nilai

seorang pelanggan loyal bagi sebuah perusahaan, tidak terlepas dari konsep nilai yang ditawarkan pada pelanggan. Nilai merupakan sebuah insentif bagi pelanggan, agar tetap bertahan menjadi pelanggan perusahaan. Secara sederhana diartikan, bahwa dengan menawarkan nilai yang makin meningkat pada pelanggan, dan nilai yang lebih baik dari apa yang diperoleh pelanggan di tempat lain.

Ini akan memberikan kontribusi pada keputusan pelanggan untuk berbisnis dengan perusahaan. Oleh karena itu, penting untuk mengubah mereka menjadi pelanggan yang lebih berharga. Jika kita melakukan hal ini cukup lama dengan banyak pelanggan, maka secara bertahap akan memberikan kontribusi yang menunjang peningkatan nilai bagi pemegang saham.

Ketika pelanggan berpindah ke pesaing, pelanggan membawa potensi untuk menghasilkan keuntungan yang dimiliki, akan beralih ke pesaing. Meski aliran pendapatan ini merupakan pendapatan masa depan perusahaan, tetapi tidak tercantum dalam pernyataan finansial perusahaan, dan loyalitas pelanggan tidak pernah muncul dalam neraca.

Jika sebuah perusahaan mampu melihat nilai kerugian yang sesungguhnya karena kehilangan seorang pelanggan, maka

Page 127: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

116

Sri Widyastuti

perusahaan tersebut mungkin akan menginvestasikan lebih banyak waktu, tenaga dan uang untuk mempertahankan pelanggannya. Hanya sedikit perusahaan yang mengukur nilai kerugian akibat kehilangan seorang pelanggan, meski fakta menujukkan, nilai seorang pelanggan bagi sebuah perusahaan akan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu.

Apa risiko yang dihadapi sebuah perusahaan, jika seorang pelanggan memutuskan beralih membawa bisnisnya ke tempat lain?

Secara sederhana, pemahaman yang difokuskan pada aliran financial, akan menghasilkan kesimpulan, bahwa kita kehilangan aliran bisnis dari seorang pelanggan. Kalau dihitung penghasilan rata-rata yang kita dapat dari pelanggan itu, kalikanlah dengan taksiran loyalitas pelanggan aktif di masa depan, misalnya dengan memberikan tarif diskon yang sesuai, maka perusahaan akan mendapatkan nilai bersih dari bisnis pelanggan itu di masa kini.

Dengan perhitungan canggih komputer, perusahaan dapat memperkirakan kemampuan pelanggan untuk menghasilkan keuntungan. Pada kenyataannya, perkiraan ini dapat memberikan kontribusi pada pandangan yang sederhana dan sempit pada karyawan terhadap pelanggan. Perkiraan membuat mereka tidak dapat melihat nilai sebenarnya dari seorang pelanggan, serta nilai dari hubungan pelanggan dan perusahaan tersebut.

Coba lihat padangan tersebut dengan berakhirnya hubungan nasabah dengan sebuah bank. Meski tidak telalu terkesan dengan perhatian bank yang telah menjadikan nasabah selama 30 tahun, tetapi sebuah keluarga tetap menyerahkan seluruh urusan pebankan mereka kepada bank tersebut.

Demikian pula ketika anak mereka telah dewasa. Dua anak mereka telah lulus dari universitas dan telah bekerja sebagai profesional di perusahaan besar, sementara yang ketiga hampir menyelesaikan pendidikan masternya.

Hubungan mereka dengan bank itu bukanlah suatu hubungan negatif, melainkan lebih seperti tidak ada hubungan. Mereka jarang mendengar penjelasan dari bank, dan biasanya bank hanya mencoba menjual pada meraka beberapa produk investasi. Hal itu terus

Page 128: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

117

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

terjadi, walaupun pada saat bersamaan, keluarga tersebut berada dalam tahap memiliki uang cukup banyak untuk diinvestasikan, dan beberapa rencana untuk melewatkan masa pensiun.

Perbankan tidak mendorong mengubah situasi sampai terjadi dua peristiwa yang hanya berselang beberapa minggu. Peristiwa pertama, seorang karyawan bank cukup senior mengucapkan kata-kata kasar pada anak perempuan di hadapan nasabah lain, di cabang bank tempat keluarga tersebut melakukan urusan bisnis mereka. Si anak tidak dapat berkata apa-apa, dan merasa diperlakukan sebagai orang yang tidak berguna. Dia berjanji menutup rekeningnya dan tidak pernah berbisnis dengan bank itu.

Peristiwa kedua, terjadi hanya berselang dua atau tiga minggu kemudian. Ketika karyawan yang sama dari bank tersebut membuat kesalahan, dalam mengutip nilai tukar mata uang asing dalam transaksi berjumlah agak besar.

Jika dia tidak mengecek nilai tukar itu sendiri dan menemukan kesalahan, nilai tukar yang salah akan merugikan nasabah. Dirinya terkejut manakala menunjukkan kesalahan tersebut, si karyawan mengajaknya berdebat dan menyalahkan sistem komputer bank. Yang paling membuat marah nasabah, adalah karyawan tersebut tidak meminta maaf atas kesalahan yang dilakukanya. Keluarga itu menjadi begitu marah dan kecewa, sehingga dalam beberapa bulan ke depan, ketiga anak mereka menutup rekening di bank tersebut, dan keluarga besar secara sistematis memindahkan investasi dan rekening bisnis mereka ke bank besar lain.

Mereka membayar hipotek rumah, membuka jalur kredit pribadi, dan meminjam dari bank baru sejumlah uang untuk bisnis mereka, dan mereka diperlakukan dengan sangat baik oleh bank besar itu.

Pepatah lama mengatakan, kita seringkali tidak merindukan sesuatu sampai suatu ketika hal itu pergi. Kalau dipikir, kerugian yang diderita oleh pihak bank lama berbisnis selama lebih dari 30 tahun, dan bank tersebut kehilangan lebih banyak dari sekadar aliran pendapatan dari rekening nasabah. Bank itu kehilangan hak untuk berpartisipasi dalam aliran pendapatan yang makin meningkat di masa depan.

Page 129: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

118

Sri Widyastuti

Tetapi yang mungkin lebih penting, bank tersebut kehilangan kemampuannya menumbuhkan dan menunjang bisnis dari keluarga besar nasabah, serta partner-partner mereka. Keluarga besar nasabah berbisnis dengan bank itu adalah profesional bergaji tinggi, dengan kemampuan menghasilkan uang yang sangat besar di masa depan.

Oleh karenanya, penting untuk memperhitungkan pengaruh dan kemampuan merekomendasikan dari seorang pelanggan. Jika kita melihat nilai ini secara sempit, kita melewatkan satu poin penting, karena pelanggan mengontrol atau mempengaruhi jauh lebih banyak dari bisnis mereka sendiri.

Pelajaran penting di sini, bahwa alasan kehilangan bisnis tidak ada hubungannya dengan produk atau layanan bank, lantaran tarif yang harus bayar, atau dengan apa yang umumnya dianggap sebagai pemasaran. Hilangnya bisnis besar di masa kini, dan di masa depan, adalah karena komentar yang kasar dari karyawan dan tiadanya permintaan maaf atas kesalahan. Yang menyedihkan lagi, bank tersebut tidak mencoba memperbaiki kesalahan atau mempertahankan bisnis mereka.

Peningkatan kemampuan pelanggan untuk menghasilkan keuntungan seiring bartambahnya waktu, nampak nyata dalam industri perbankan dengan kartu kredit dan servis kendaraan, misalnya. Semua menunjukan bukti peningkatan keuntungan yang besar, seiring bertambahnya waktu.

Reichheld & Sasser (1990), menunjukan, bahwa dalam waktu 5 tahun, keuntungan yang dihasilkan seorang pelanggan kartu kredit berkembang dari kerugian 50 dolar di tahun pertama, menjadi keuntungan 55 dolar di tahun ke lima. Dalam bidang servis kendaraan, seorang pelanggan menghasilkan keuntungan 25 dolar di tahun pertama, dan berkembang menjadi 88 dolar di tahun keempat dan kelima.

Beberapa unsur dari hubungan dengan pelanggan, memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan menghasilkan keuntungan. Pelanggan yang berhubungan dalam jangka waktu lama dengan sebuah bisnis, cenderung meningkatkan proporsi dari seluruh kategori belanja yang mereka berikan pada perusahaan tersebut.

Page 130: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

119

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pelanggan yang bertahan adalah pelanggan yang puas dan merasa mendapatkan nilai. Dampaknya, mereka cenderung meningkatkan belanja saat mendapatkan pelayanan yang baik terus-menerus dan merasa sangat puas.

Demikian pula pelanggan yang tetap berhubungan dengan sebuah bisnis, karena menerima pelayanan istimewa dan mengalami kepuasan, akan kurang sensitif terhadap harga daripada pelanggan yang berpindah-pindah.

Akibatnya, perusahaan yang menepati janjinya dan memuaskan pelanggannya, mungkin memutuskan untuk tidak memberikan harga yang lebih tinggi dari pesaingnya, tetapi melakukan penjualan dengan promosi melalui potongan harga untuk mempertahankan pelanggan.

Perpindahan pelanggan dianggap sebagai bagian dari bisnis, karena banyak pelanggan anonim, sehingga pelanggan dapat pergi tanpa terdeteksi. Contoh, seseorang yang makan di restoran cepat saji selama bertahun-tahun, dapat berpindah ke restoran lain tanpa terdeteksi.

Setiap pelanggan yang pergi diam-diam, membawa serta potensi aliran pendapatan bisnis dan perekomendasian, serta kesempatan untuk membangun hubungan yang tahan lama. Bisnis ritel tertentu paling rapuh dalam hal ini, seperti juga bisnis lain, yang pada prinsipnya, berbasis uang kontan. Ini menunjukan betapa penting mengetahui banyak informasi tentang pelanggan.

Belakangan, banyak perusahaan memanfaatkan teknologi untuk mengumpulkan informasi tentang pelanggannya, mengidentifikasi pelanggan dan melacak perilaku pembelian secara elektronik.

Perusahaan dapat melacak perilaku pelanggan selama beberapa waktu, dan mengenali perubahan dalam pengeluaran dan frekuensi kontak, karena kebanyakan pelanggan tidak memindahkan bisnisnya secara sekaligus.

Pentingnya bagi sebuah perusahaan untuk mengetahui pola perilaku pelanggan, adalah ketika perusahaan menyadari bahwa hubungan ini berada dalam bahaya, mereka dapat mengambil langkah menarik kembali pelanggan untuk berbisnis, dengan cara mencari tahu apa yang menjadi sumber ketidakpuasan.

Page 131: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

120

Sri Widyastuti

4.5 Karyawan yang Puas Menghasilkan Pelanggan yang PuasKonsep pelayanan sebagai sebuah komponen yang ditawarkan

oleh perusahaan kepada pelanggan, dapat dipandang dari beberapa perspektif berbeda. Pelayanan adalah suatu hal yang tak dapat diraba. Perbankan, penerbangan udara, akomodasi hotel, adalah bisnis layanan.

Pelayanan dapat juga diidentifikasikan secara sangat formal, sebagai paket dari barang atau jasa yang diikutkan pada pembelian sebuah produk atau jasa inti yang menambah total penawaran. Unsur-unsur penawaran termasuk reperasi, pengantaran, instaliasi dan garansi, merupakan aspek pelayanan yang sulit dipisahkan dari produk atau jasa inti.

Hal itu bukanlah aspek pelayanan yang dimaksud seorang pelanggan, ketika dia menyatakan tidak berurusan dengan sebuah perusahaan, karena pelayanannya yang buruk. Pelanggan biasanya mengacu pada tingkat pelayanan yang dia alami, pada saat berurusan dengan perusahaan dan karyawannya, baik secara tatap muka maupun lewat telepon.

Ini berkaitan dengan bagaimana seorang pelanggan ditangani dan diperlakukan, serta bagaimana dia berinteraksi dengan karyawan dan pengalamannya selama ini. Pelanggan berbicara tentang kecepatan pelayanan, respons, perhatian para karyawan dan kenyamanan yang dialami.

James Heskett (1994), memberikan kontribusi yang penting pada diskusi tentang efek dari pelayanan yang baik pada pelanggan, dan rantai keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari pelayanan.

Dinyatakan dalam temuannya, bahwa kepuasan pelanggan dipandang sebagai fungsi dari nilai yang diciptakan bagi pelanggan, dan dipandang sebagai fungsi dari nilai yang diciptakan bagi pelanggan melalui kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan dan karyawan-karyawannya.

Kepuasan dipandang dapat memberikan kontribusi besar bagi bertahannya pelanggan, dan kelanjutannya adalah kemampuannya dalam menghasilkan keuntungan. Model Heskett tentang rantai

Page 132: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

121

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

keuntungan pelayanan sangat penting, karena model tersebut mengakui, kualitas pelayanan yang diberikan pada pelanggan, adalah sebuah fungsi dari tingkat kepuasan karyawan yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan.

Model itu menggambarkan serangkaian efek dalam sekelompok karyawan, yang pararel dengan efek serupa di antara pelanggan. Karyawan yang puas cenderung memberikan pelayanan istimewa, mereka bertahan lebih lama dengan perusahaan, dan memiliki komitmen yang lebih besar pada perusahaan dan pelanggannya.

Bertahannya karyawan memberikan kontribusi besar yang sama penting dengan bertahannya pelanggan. Perpindahan karyawan, sama dengan perpindahan pelanggan. Membuat pelanggan merasa puas dan memperlakukan karyawan dengan baik, membuat mereka merasa puas. Dengan demikian, ada kesesuaian antara pemasaran dan SDM.

Ketika sebuah perusahaan memberikan nilai bagi karyawannya, perusahaan itu meningkatkan nilai, yang akhirnya akan disampaikan pada pelanggan. Banyak hal yang diinginkan karyawan sebagaimana yang diinginkan pelanggan dari bisnis-bisnis mereka.

Kepuasan, rasa hormat, dan nilai, keseluruhannya sangat penting diwujudkan di tempat kerja. Karyawan yang merasa puas dengan pekerjaan atasan yang menginginkan tercapainya kesuksesan, akan bekerja lebih keras untuk menjamin tercapainya sukses yang diharapkan.

Hal ini seringkali diterjemahkan menjadi hubungan yang lebih baik antarkaryawan, dan antarkaryawan dengan manajemen. Bukan rahasia lagi, karyawan yang puas, dapat lebih memberikan pelayanan barkualitas tinggi, baik untuk perusahaan maupun pelanggan eksternal, daripada mereka yang tidak puas dengan pekerjaannya.

Karena itu, perusahaan yang ingin memberikan pelayanan istimewa dan meningkatkan kepuasan pelanggan, pertama-tama harus memusatkan perhatian pada kualitas pelayanan yang diberikan dalam organisasi tersebut. Kualitas pelayanan ini menentukan kepuasan dan loyalitas karyawan.

Page 133: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

122

Sri Widyastuti

Untuk meningkatkan kepuasan karyawan, perusahaan harus meningkatkan nilai yang diterima karyawan, dengan bekerja di perusahaan tersebut (Dunne & Barnes, 2000). Hal itu tidak otomatis dijabarkan menjadi gaji yang lebih tinggi atau paket insentif yang lebih baik, walaupun ini tidak dapat diabaikan dalam keseluruhan perencanaan nilai bagi karyawan.

Perusahaan dapat memperbaiki kualitas internal, komunikasi dan perlakuan pada tiap karyawan, yang akan menambah pembentukan nilai. Ketika kecemasan dan stres yang diasosiasikan dengan salah pengertian, kurangnya penghasilan dan pelayanan internal yang buruk, menjadi berkurang nilainya bagi karyawan.

Dengan munculnya kecemasan psikologis, karena harus mengerjakan tugas tertentu atau mencapai sejumlah tujuan, akan menjadi berkurang. Hal tersebut pararel dengan cara peningkatan nilai, yang diberikan pada pelanggan melalui pengurangan biaya non-moneter.

Di perusahaan di mana pelayanan pada pelanggan merupakan hal penting, maka keputusan paling penting yang dibuat manajemen, adalah keputusan untuk merekrut karyawan yang memiliki kemampuan dan kemauan memadai.

Tidak hanya mereka yang bekerja untuk pelanggan atau mengembangkan program pemasaran saja, namun semua karyawan dalam suatu perusahaan, bertanggung jawab terhadap beberapa hal bagi pelayanan pelanggan perusahaan.

Karyawan yang terampil, diperlukan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan, karena kinerja yang dihasilkan berdampak pada kepuasan pelanggan, ketahanan, tingkat perekonomian dan keseluruhan profitabilitas perusahaan.

4.6 Nilai Moneter dan Non-Moneter dari Hubungan PelangganTidak semua pelanggan memiliki nilai sama bagi sebuah

perusahaan. Pada kenyataannya, perusahaan melayani beragam pelanggan, mulai dari mereka yang menghasilkan sedikit pendapatan, sampai yang menghasilkan pendapatan besar. Namun banyak perusahaan sama sekali tidak mengerti, siapa pelanggan mereka dan

Page 134: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

123

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

berapa berharganya mereka bagi perusahaan. Dunia bisnis sekarang harus memberikan perhatian yang

lebih besar, untuk memuaskan pelanggan yang paling bernilai. Jika perusahaan akan mempertahankan hubungan pelanggan, maka perusahaan seharusnya mulai dengan melindungi mereka yang memiliki nilai potensial terbesar.

Akan tetapi, banyak perusahaan tidak tahu dari mana harus mulai mengukur nilai pelanggan. Inilah yang menyebabkan beberapa perusahaan menghabiskan banyak waktu dan uang, untuk menentukan pelanggan mana yang lebih banyak menguntungkan.

Penggunaan teknologi sekarang ini, memungkinkan perusahaan melacak penjualan dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang pelanggan. Pengukuran nilai dari setiap pelanggan akan berguna, jika perusahaan menggunakan informasi tersebut untuk menentukan berapa biaya yang diinvestasikan guna membangun suatu hubungan dengan pelanggan atau segmen pelanggan tertentu.

Hasil yang logis dari perhitungan tersebut, adalah ada beberapa pelanggan yang sangat diperhatikan perusahaan, dan hubungan dengan mereka akan dipertahankan sekuat tenaga, sementara ada pelanggan lain yang dianggap kurang berharga, didorong untuk mengakhiri hubungan.

Sekilas, nampaknya ide untuk membantu pelanggan meninggalkan perusahaan, adalah suatu tindakan yang agak kasar, bahkan mungkin akan merugikan perusahaan. Tetapi hal itu bisa menjadi alat untuk meningkatkan profitabilitas suatu perusahaan, dan meningkatkan kualitas pelayanan bagi pelanggan yang terbaik.

Melepaskan pelanggan yang tidak menguntungkan, merupakan keputusan bisnis yang masuk akal. Yang menjadi persoalan adalah, kebanyakan perusahaan tidak memiliki cukup perlengkapan untuk mengidentifikasi pelanggan semacam itu. Masih ada kekhawatiran, pelanggan tersebut akan menyebarkan berita negatif setelah mereka dilepas oleh perusahaan.

Kebanyakan perusahaan memiliki pelanggan yang berbelanja sedikit, namun untuk melayani mereka, dibutuhkan biaya yang sama

Page 135: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

124

Sri Widyastuti

besarnya dengan biaya yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan yang menghasilkan pemasukan yang besar.

Dalam riset yang penulis lakukan pada perbankan syariah, pelanggan yang bernilai paling rendah bagi bank syariah, adalah dalam hal simpanan tabungan deposito, yang pada umumnya juga membutuhkan biaya besar untuk dilayani. Itu adalah adalah tipe pelanggan yang terus menggunakan jaringan cabang bank syariah, sebagai ganti menggunakan ATM, e-banking & sms-banking, namun paling menyita waktu para karyawan bank syariah.

Pemegang kartu kredit perbankan syariah, juga amat bervariasi dalam tingkatan penggunaan kartu pelanggan dan bagaimana mereka memilih membayar saldo mereka. Beberapa pelanggan menggunakan kartu kredit secara minimal tiap bulannya, dan membayar saldo begitu mereka menerima laporan bulanan, karena kekhawatiran dibebani beban biaya transaksi.

Pelanggan-pelanggan ini merupakan sumber pemasukan yang kecil bagi perusahaan kartu kredit, karena mereka jarang memakai kartunya dan tidak membayar transaksi. Biaya administrasi yang dibutuhkan untuk melayani mereka, sama dengan biaya untuk melayani nasabah pengguna kelas besar dan saldo nasabah juga besar.

Nasabah harus membayar bagi hasil, pendapatan bank yang didapat dari masing-masing kelompok ini, berbeda karena tingkat penggunaan dan pola pembayaran nasabah berbeda.

Bagaimana kemudian perbankan syariah menjual layanan kartu kredit?

Ada beberapa alternatif, yaitu dengan meningkatkan penggunaan di kalangan nasabah kelas ringan, dan meminimalisasi pengeluaran untuk nasabah tersebut. Selanjutnya tingkatkan penggunaan kartu kredit perbankan di kalangan nasabah kelas berat, yang akan menutup biaya yang diperlukan untuk menangani pengguna kelas ringan.

Kartu kredit perbankan yang dikeluarkan dengan biaya tahunan tetap, mengurangi jumlah nasabah kelas ringan yang tidak akan

Page 136: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

125

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

mendapatkan keuntungan dengan memiliki kartu tersebut, karena tingkat penggunaan nasabah yang rendah.

Secara sadar, mendorong nasabah yang tidak menguntungkan untuk meninggalkan perusahaan, adalah keputusan yang memerlukan informasi tentang pelanggan tersebut dan pola pengeluaran nasabah sepanjang waktu, memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang potensi pengeluaran nasabah.

Banyak perusahaan melayani nasabah muda selama bertahun-tahun, tanpa mendapatkan pemasukan subtanisal. Akan tetapi, perusahaan ini sering mencoba mempertahankan nasabah ini, karena potensi nasabah sebagai pelanggan jangka panjang yang menguntungkan, ketika menjadi dewasa dan penghasilannya meningkat.

Contohnya BNI dengan BNI Taplus Muda, yang berupaya mempertahankan saldo berjumlah kecil dari pelajar selama bertahun-tahun, sebagai antisipasi akan kebutuhannya yang makin besar ketika nasabah lulus dan bekerja.

Melihat potensi seperti itu, bank tidak dapat membuat keputusan gegabah untuk melepas nasabah level bawahnya. Namun bank harus membuat keputusan berdasarkan pengetahuan, tentang pengeluaran pelanggan di masa lalu dan di masa kini, demikian pula dengan potensi pengeluarannya di masa depan.

Apabila bank mencoba memberikan level pelayanan sesuai dengan perkiraan nilai nasabah itu, merupakan sebuah strategi yang berisiko. Pertama, jika perusahaan mempunyai informasi yang sangat baik, tentang nilai yang sebenarnya dari seorang nasabah, risiko yang sangat nyata adalah bahwa bank syariah mungkin salah dalam memberi label seorang nasabah sebagai nasabah yang bernilai rendah.

Dalam situasi semacam itu, strategi yang dipakai untuk melayani nasabah bernilai rendah tersebut, melibatkan pengurangan tingkat pelayanan, sampai suatu titik, di mana nasabah memutuskan berbisnis dengan bank syariah lain.

Cara lainnya adalah mengenakan biaya (harga) tinggi kepada nasabah tersebut, sehingga nasabah terdorong untuk beralih.

Page 137: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

126

Sri Widyastuti

Bahayanya, tentu saja, perusahaan mungkin menyinggung nasabah yang sesungguhnya lebih berharga dari yang diindikasikan oleh data yang tersedia, atau menimbulkan masalah hubungan publik karena nasabah memberitahukan pada publik pandangan tentang bagaimana mereka diperlakukan.

Menyesuaikan tingkat pelayanan pelanggan dengan beberapa taksiran terhadap nilai pelanggan, adalah tantangan bagi sebuah bisnis, dan strategi yang sulit untuk diterapkan. Kualitas hubungan mengacu pada persepsi pelanggan, tentang seberapa baik seluruh hubungan dapat memenuhi harapan, prediksi, tujuan, dan keinginan pelanggan tentang hubungan secara keseluruhan (Jarvelin & Lehtinen, 1996).

Secara menyeluruh, hal tersebut akan membentuk kesan, bahwa seorang pelanggan telah memahami tentang hubungan termasuk transaksi yang berbeda. Sebuah perusahaan tidak perlu mempertahankan hubungan dekat dengan semua pelanggan, tetapi memutuskan pelanggan mana yang harus dipertahankan didorong untuk bertahan, dan pelanggan mana yang harus dilepas atau diabaikan, merupakan hal yang tidak mudah.

Konsep nilai pelanggan, yaitu nilai dari seorang pelanggan, sebagai kebalikan dari menciptakan nilai bagi pelanggan. Hal itu sangat penting saat perusahaan memikirkan bagaimana menerapkan strategi hubungan pelanggan.

Di masa lalu, secara sederhana, kebanyakan perusahaan telah memperhitungkan nilai pelanggan, mendasarkan dari perkiraan tentang nilai seorang pelanggan pada berapa banyak uang yang mereka belanjakan pada sebuah perusahaan dalam beberapa tahun terakhir. Berapa banyak yang dibelanjakan pelanggan di masa lalu dan di masa kini merupakan pendapatan langsung yang segera dapat dilacak pada pelanggan tertentu dan selalu dipantau.

Ini tentu saja hanya berlaku dalam situasi, ketika pelanggan dapat diidentifikasi dan ketika perusahaan terus-menerus mengumpulkan informasi pada setiap interaksi penjualan. Bagi banyak perusahaan, pelanggan adalah anonim dan melacak pemasukan dari setiap pelanggan, adalah sangat sulit bagi perusahaan.

Page 138: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

127

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Aspek lain dari nilai moneter seorang pelanggan, melibatkan proyeksi ke depan, sebagai potensi bisnis yang dapat dihasilkan pelanggan bagi perusahaan tersebut. Beberapa perusahaan yang membidik pasar kaum muda atau pelajar, sangat menyadari hal ini. Institusi finansial bersaing memperebutkan bisnis pada mahasiswa di kampus, karena menyadari, melayani kaum muda pada saat mereka masih berstatus mahasiswa, adalah suatu kerugian. Namun nantinya mereka akan menjadi nasabah yang menguntungkan ketika menjadi pebisnis maupun profesional.

Sulit untuk mengambil laba dari suatu saldo minimal atau transaksi ATM. Tetapi sangat disadari, mahasiswa akan menjadi nasabah yang jauh lebih menguntungkan seiring bertambahnya waktu.

Menaksir nilai masa depan seseorang nasabah, adalah sulit. Beberapa bank enggan mengeluarkan uang untuk menarik pelanggan baru, yang mungkin berubah menjadi pelanggan yang berharga pada suatu saat di masa depan.

Namun pendekatan bisnis berbasis hubungan, sangat berorientasi pada pemikiran, di mana terdapat pemisahan antara perusahaan yang menganggap biaya tersebut sebagai suatu investasi, dengan perusahaan yang menganggapnya sebagai suatu pengeluaran.

Memusatkan pada penjualan di masa kini, atau proyeksi pendapatan di masa depan, tidak memberikan ukuran yang tepat terhadap nilai pelanggan sesungguhnya. Jika perusahaan ingin benar-benar mengetahui berapa nilai seorang pelanggan, dalam terminologi moneter yang ketat dapat dihubungkan dengan kemampuannya menghasilkan keuntungan pada saat ini, sehingga perlu diketahui berapa biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan tersebut.

Barnes (2003), menyimpulkan, sangat sedikit perusahaan yang mampu mengumpulkan informasi semacam itu. Hanya perusahaan dengan sistem informasi dan komunikasi canggih, yang dapat memperoleh data tentang pembelian pelanggan. Informasi tentang perilaku pembelian pelanggan, bisa dijadikan bahan taksiran yang mendekati kontribusi pelanggan pada laba perusahaan sekarang ini.

Perusahaan pengecer dengan sistem scanner berada dalam posisi terbaik untuk membuat taksiran semacam itu. Mereka

Page 139: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

128

Sri Widyastuti

memiliki sistem data, yang memungkinkan mendapatkan data tentang pembelian pelanggan kapan pun pelanggan menggunakan kartunya dalam kegiatan transaksi pembelian.

Sistem semacam itu dapat menghitung marjin pengecer dari setiap barang yang dibeli. Ini membuat pengecer mampu membuat kesimpulan. Contoh, pelanggan yang membeli dengan harga penuh, lebih berharga daripada pelanggan yang kebanyakan membeli pada saat ada potongan harga spesial. Sistem tersebut bahkan mungkin memiliki alat pengukur yang mampu menghitung biaya penyelesaian suatu transaksi.

Perusahaan yang memiliki sistem informasi baik tentang penyelesaian transaksi oleh pelanggan perusahaan, kemungkinan dapat melacak data lain, seperti jumlah barang yang kembali. Perusahaan dapat membuat taksiran yang mendekati kenyataan, tentang nilai seorang pelanggan pada saat ini.

Tetapi hal demikian penting yang hilang dari gambaran ini, lantaran banyak perusahaan pernah mencoba untuk mempertimbangkan nilai non moneter dari seorang pelanggan. Pelanggan loyal yang telah menjalin hubungan dengan sebuah perusahaan, akan memberikan kepada perusahaan, jauh lebih banyak dari keuntungan moneter langsung yang umumnya dijabarkan dalam bentuk hasil penjualan, yang pada akhirnya akan mendapat keuntungan-keuntungan.

Sebuah perusahaan kecil yang benar-benar mengenal pelanggannya dengan baik, yaitu mengetahui jumlah lebih banyak daripada apa yang mereka beli, dan seberapa sering mereka menggunakan kartu belanja. Ini akan menempatkan dalam posisi untuk mendapatkan penghargaan dari kemampuan pelanggan loyal tersebut, sehingga akan mendorong pelanggan melalui perekomendasiannya kepada sahabat, teman dan keluarga.

4.7 Hubungan sebagai AsetOrganisasi menyadari, bahwa pelanggan memiliki nilai

ekonomi yang berbeda dengan perusahaan, dan mereka kemudian

Page 140: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

129

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

mengadaptasi pelanggan mereka dengan strategi komunikasi yang sesuai. Maka, organisasi, pada dasarnya bergerak menjauh dari pemasaran produk atau merek-sentris, menuju pendekatan customer-centric (Jham & Khan, 2009).

Bank dengan infrastruktur yang kurang berkembang, dan pada lembaga-lembaga pemasaran yang dikembangkan, perlu mengembangkan aliansi untuk pengembangan hubungan outsourcing pemasaran atau mengembangkan strategi pemasaran sendiri.

Hubungan strategi pemasaran ini akan diakui secara perlahan oleh nasabah, tetapi akan sangat menguntungkan. Bank yang tidak mengikuti strategi hubungan pemasaran, akan menghadapi kerugian biaya. Bank akan berada dalam bahaya disintermediasi, jika mereka tidak mengembangkan orientasi relasional dan memuaskan nasabah.

Apakah nilai dari hubungan pelanggan yang solid, dan bagaimana kepuasan karyawan dapat memberi wawasan pada kinerja keuangan di masa yang akan datang?

Banyak perusahaan yang mengajukan pertanyaan ini, saat mereka mencoba mengukur aset non-finansial perusahaan, dan memberi atribut nilai ekonomis pada aset-aset tersebut. Ini terjadi pada saat model intelektual, sumber daya dan pelatihan lebih penting bagi beberapa perusahaan daripada nilai aset mereka yang Nampak (Baltes, 1997).

Agar menarik, strategi hubungan pemasaran harus meningkatkan keuntungan pelanggan, dianggap terlibat dalam hubungan (O’Malley & Tynan, 2000). Namun, pada kenyataannya, semua pelanggan tidak ingin terlibat dalam hubungan. Hubungan pelanggan yang dekat di perbankan menjadi langka, dan bahwa hubungan mereka menjadi lemah dengan adanya oleh peningkatan teknologi self-service, (O’Loughlin et al, 2004).

Pada perusahaan IT kecil yang terdiri dari orang-orang cakap, pekerja keras dan kreatif, perlu mengevaluasi perusahaan berdasarkan potensi mereka, untuk memberikan kualitas layanan dan solusi pada klien mereka, daripada hanya berdasarkan nilai dari perangkat lunak dan solusi perangkat keras yang digunakan untuk menciptakan solusi.

Page 141: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

130

Sri Widyastuti

Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, juga hubungan yang dibentuk, akan dinilai oleh pelanggan melalui interaksi dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Solusi diberikan perusahaan, berasal dari pekerjaan orang-orang yang bekerja dalam memecahkan masalah, dibandingkan pada peralatan dan fasilitas yang digunakan untuk menghasilkan sebuah solusi.

Dengan demikian, yang membuat perusahaan berbeda, adalah kemampuan dan kualitas orang-orang yang mendatangkan hasil dan kemauan mereka, untuk memberikan pelayanan berkualitas tinggi dan kemauan mereka menjalin hubungan. Dari sisi keadilan pada jenis usaha semacam ini, harus diberikan perhatian yang lebih besar terhadap pengukuran aset intangible, ketika menilai suatu perusahaan.

Ketika sebuah perusahaan dijual atau ketika perusahaan tersebut mengeluarkan Intial Public Offering (IPO), pasar dan investor tampaknya tidak mengalami kesulitan, untuk menilai modal intelektual dan potensi mendatangkan laba di masa depan dari suatu perusahaan. Diperlukan lebih dari sekadar ukuran keuangan, untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang nilai sebenarnya dari potensi masa depan sebuah perusahaan.

Untuk itu, pendekatan akuntansi tradisional tidaklah mencukupi, karena pendekatan tersebut gagal menerangkan jenis-jenis ukuran yang amat penting bagi mereka yang terlibat dalam pemasaran.

Perusahaan juga berfokus pada nilai jangka panjang pelanggan dari hubungan pelanggan yang dibangun perusahaan. Pelanggan bertanggung jawab terhadap pendapatan masa depan sebuah perusahaan, sehingga penting untuk menempatkan nilai pada aliran pendapatan jangka panjang, yang merupakan hasil dari hubungan pelanggan.

Page 142: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

131

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 4.3 Nilai Pelanggan Jangka PanjangSumber: Barnes, (2003)

Gummesson (1987) mengidentifikasi dua dimensi kualitas hubungan dalam layanan. Ia mendefinisikan sebagai hubungan profesional dan sosial. Hubungan didasarkan oleh kompetensi penyedia layanan, sedang yang kedua didasarkan pada kemampuan interaksi sosial penyedia layanan dengan pelanggan. Ia membagi modal intelektual menjadi dua komponen, yaitu: Modal manusia (nilai dari para karyawan yang bekerja di

perusahaan dan apa yang diberikan pada perusahaan, termasuk pengetahuan, motivasi dan jaringan hubungan karyawan), modal manusia menghilang dari perusahaan ketika seorang karyawan keluar atau pensiun.

Modal struktural (nilai yang melekat pada sebuah perusahaan; hubungan perusahaan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain, budaya perusahaan, sistem kontrak dan merek). Modal struktural terus berlanjut selama hubungan dan merek perusahaan masih memiliki nilai abadi, sebuah nilai yang jarang diperhitungkan.

Pendekatan sekarang ini bersifat: Internal – didasarkan pada data internal yang mudah diperoleh.

Historis – melihat nilai dalam terminologi moneter yang kakuBerfokus pada pemasukan – didasarkan pada hasil penjualan yang mudah diukurLangsung – melihat hanya pembelian langsung pelanggan.

Di masa depan, perusahaan harus mempertimbangkan:Eksternal – melihat melampaui informasi yang diperoleh secara otomatisMelihat ke depan – mempertimbangkan potensi pertumbuhan pelanggan di masa depan .Berdasarkan biaya – memperhitungkan berapa biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan.Tidak langsung - memperhitungkan bisnis yang dapat dipengaruhi oleh pelanggan

Page 143: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

132

Sri Widyastuti

Ketika perusahaan berkomitmen mempertahankan pelanggannya melalui pelayanan pelanggan yang istimewa, dan mendorong terciptanya hubungan pelanggan sejati, maka komitmen itu membutuhkan biaya. Biaya tersebut terkait dengan penarikan karyawan, ketahanan, dan training, seperti juga biaya untuk menyediakan elemen-elemen dari total penawaran yang dinilai oleh pelanggan.

Sebuah keputusan yang membutuhkan waktu, tenaga dan sumber daya, sama pentingnya dengan keputusan untuk berinvestasi dalam pembelian gedung atau perlengkapan. Untuk itu, sebuah perusahaan perlu melihat investasinya kembali dalam bentuk penciptaan hubungan pelanggan.

Hasil dari mengembangkan hubungan yang kuat dengan pelanggan, dapat dilihat dalam berbagai cara, yaitu ketahanan pelanggan. Pelanggan menjadi aliran pendapatan dibandingkan sekadar sebuah transaksi. Perusahaan yang berinvestasi dengan memuaskan pelanggannya, akan mendapatkan keuntungan melalui hubungan yang terjadi dalam jangka panjang.

Pelanggan adalah sebuah sumber bagi bisnis yang berulang, yang menjadi lebih mudah dilayani seiring bertambahnya waktu. Ini karena karyawan sudah mengenali kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan berada pada posisi yang lebih baik untuk memuaskan pelanggan. Mengelola hubungan sejati dengan pelanggan, masuk akal secara ekonomis.

Pelanggan yang memiliki hubungan solid dengan sebuah bisnis, lebih besar kemungkinannya untuk membuat rekomendasi. Mereka merupakan sumber informasi yang mendapat perhatian lebih serius sebagai pelanggan potensial, karena informasi berasal dari sumber yang dapat dipercaya seperti keluarga atau teman. Ini akan mengarah pada aspek lain dari hasil yang didapat, yaitu perkembangan jumlah pelanggan.

Banyak orang akan memilih sebuah produk atau jasa, karena sangat direkomendasikan oleh teman atau kolega dekat. Hal ini juga berlaku untuk segala macam produk atau jasa, mulai dari perusahaan jasa penerbangan, otomotif, perbankan, sampai sabun deterjen dan pasta gigi.

Page 144: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

133

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Orang mencari sumber informasi yang dapat dipercaya, ketika memutuskan untuk membeli suatu produk atau jasa, dan membuat pilihan berdasarkan pengalaman. Ketika seorang pelanggan memilih produk atau jasa, maka akan diperoleh hasil potensial jangka panjang di masa depan, tidak hanya berasal dari dompet pelanggan tersebut, juga dari dompet keluarga, teman-teman serta kolega-kolega mereka.

Membangun hubungan yang dimulai sekarang, merupakan sejumlah aliran pendapatan di masa yang akan datang. Dengan bertambahnya waktu, orang akan meningkatkan jumlah uang yang mereka membelanjakan pada suatu bisnis, apalagi ketika mereka sudah memiliki hubungan yang solid.

Besarnya proporsi belanja yang meningkat, adalah sumber pendapatan penting bagi perusahaan, karena bisnis baru itu merupakan perkembangan dari bisnis yang telah ada, dan tidak memerlukan biaya untuk mendapatkannya.

Seringkali suatu bisnis, tidak menyadari secara persis, siapa orang yang terkesan atau tersinggung, atau berapa volume bisnis yang berada dalam masa kritis. Konsep lingkaran pengaruh amat berperan, karena pelanggan akan meninggalkan suatu bisnis atau mengakhiri suatu hubungan bukan karena alasan-alasan yang terkait dengan mereka secara pribadi, namun karena perlakuan yang diterima oleh teman, anggota keluarga atau kolega mereka.

Efek yang bergelombang ini tidak dapat diabaikan, karena mengembangkan hubungan sejati yang dekat dengan pelanggan, itu bagaikan sebuah polis asuransi. Hubungan tersebut tidak hanya melindungi bisnis secara langsung berasal dari pelanggan, namun juga bisnis yang dapat dipengaruhi oleh pelanggan tersebut, karena hubungan pergaulan.

Pada pembahasan ini tepat ditekankan, bahwa perusahaan perlu memperhitungkan atau menetapkan nilai jangka panjang seorang pelanggan karena dua alasan di bawah ini: Pertama, sebagai upaya perusahaan untuk memperlihatkan

kepada karyawan, bahwa perusahaan berfokus pada mengelola hubungan pelanggan untuk memaksimalkan hasil jangka panjang yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Hal ini juga

Page 145: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

134

Sri Widyastuti

mengirimkan pesan penting, bahwa dengan perilaku yang dapat mengakibatkan terancamnya hubungan dengan pelanggan, karyawan membahayakan aliran pemasukan yang sangat penting, tidak hanya dari pelanggan itu secara langsung, juga dari keseluruhan bisnis yang mungkin dapat dipengaruhi.

Kedua, menetapkan nilai dari hubungan pelanggan, mungkin akan mempengaruhi keputusan perusahaan menciptakan atau mempertahankan hubungan dengan pelanggan tertentu. Sekali perusahaan melakukan suatu usaha berdasar atas keputusan bersama untuk menempatkan nilai pada hubungan pelanggan, bisa dipergunakan untuk mengidentifikasi pelanggan-pelanggan yang memiliki potensi jangka panjang yang bagus, dan pelanggan yang tidak akan mendatangkan keuntungan (walaupun berbagai usaha telah dilakukan). Jadi, perusahaan lebih baik mengarahkan sumber dayanya untuk menciptakan dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan, yang berpotensi besar mendatangkan hasil.

Menghitung nilai dari hubungan pelanggan atau hasil yang mungkin dicapai dari hubungan tersebut, tidak mudah dilaksanakan. Banyak perusahaan tidak memiliki cukup informasi, untuk memperhitungkan dengan tepat, dan kebanyakan merasa segan untuk memulainya, karena perusahaan tidak menghargai nilai yang diperoleh.

Kebanyakan perusahaan mengembangkan pendekatan yang merupakan nilai perkiraan yang sudah sangat bagus. Perusahaan itu juga berusaha memperhitungkan aspek yang kurang jelas terlihat dari nilai hubungan, termasuk potensi masa depan dari seorang pelanggan, dan keuntungan non-moneter yang didapat dari hubungan dengan pelanggan itu, serta potensi pelanggan untuk mempengaruhi bisnis kepada orang lain.

Bagi industri jasa, sulit menghitung nilai jangka panjang pelanggan secara khusus, termasuk biaya untuk melayani pelanggan dan marjin keuntungan, karena produknya yang intangible, perhitungan biaya dan batas keuntungannya yang lebih rumit. (*)

Page 146: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

5.1 Menambahkan Nilai PelangganMembangun posisi keunggulan bersaing, memerlukan

sejumlah tindakan yang berbeda. Salah satunya fokus pada nilai-nilai yang ditawarkan kepada pelanggan. Nilai pelanggan biasanya sesuatu yang dapat memecahkan masalah bagi konsumen, mencegah frustrasi, serta mencegah rasa ketidaknyamanan.

Slawomir (2014), menyatakan, dasar pembuatan manajemen nilai pelanggan, adalah pembangunan seperangkat nilai yang beragam bagi pelanggan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah mereka. Setiap perusahaan harus membuat peta sendiri tentang nilai-nilai bagi pelanggan, yang dapat mendorong perusahaan unggul dalam persaingan.

Pendekatan untuk pembangunan jangka panjang dari perusahaan, didasarkan pada dimensi strategis, yang memberikan nilai bagi pelanggan. Pendekatan strategis dapat menjadi elemen penting untuk mencapai keunggulan kompetitif.

Konsep tentang nilai sangat penting, demi mencapai sukses pemasaran, karena merupakan sarana penting untuk mencapai kepuasan pelanggan. Nilai yang dapat memicu kepuasan pelanggan, konsep penciptaan dan penambahan nilai adalah konsep yang solid dan membutuhkan perhatian manajemen. Isu fundamental ini yang harus dipahami para manajer, jika mereka ingin menarik dan menambahkan nilai bagi pelanggan.

Proses penciptaan nilai, merupakan fungsi lain dari organisasi. Salah satu perubahan berarti dalam penjualan adalah

BAB VMENGEMBANGKAN NILAI PELANGGAN

Page 147: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

136

Sri Widyastuti

kesadaran, bahwa peran penjualan berfungsi tidak lagi dibatasi untuk mengomunikasikan nilai (Amit, 2014). Proses penjualan baru menuntut terciptanya nilai bagi pelanggan, bukan hanya mengomunikasikan nilai-nilai.

Dalam beberapa kasus, nilai tidak dapat dibuat oleh organisasi penjualan secara tertutup, namun dibuat dengan berinteraksi dan interoperasi dengan pelanggan, dan orang-orang penjualan harus sebanyak mungkin terlibat dalam proses penciptaan nilai dalam perusahaan.

Perusahaan dapat meneliti nilai dari sudut pandang pelanggan, dan tidak mengasumsikan, bahwa mereka mengetahui apa arti nilai bagi pelanggan. Penting juga untuk memandang nilai tidak sekadar sebagai nilai uang belaka, karena pelanggan menginginkan lebih dari sekadar harga murah. Sebab pada kenyataannya, seringkali pelanggan siap membayar lebih mahal untuk mendapatkan apa yang sungguh-sungguh mereka inginkan.

Barnes (2003) dalam penelitian tentang tingkat kepuasan pelanggan ratusan proyek yang berhubungan dengan perusahaan di Amerika Utara dan Eropa, menemukan banyak hal tentang apa yang menciptakan nilai di pikiran pelanggan.

Telah ditemukan bagaimana pelanggan mendefinisikan nilai, dan sangat sedikit manajer yang memiliki pemahaman tentang betapa pentingnya nilai dalam memicu kepuasan pelanggan. Sangat sedikit yang memiliki pandangan luas, tentang bagaimana nilai diciptakan bagi pelanggan.

Peter Drucker (2004), menjelaskan, definisi baru dari fungsi sebuah perusahaan adalah tanggung jawab sebuah perusahaan dalam menciptakan nilai bagi karyawan, pelanggan, pemegang saham dan bagi komunitas tempat perusahaan beroperasi.

Perspektif ini hendak memastikan kehidupan dan kesejahteraan perusahaan jangka panjang, menciptakan nilai bagi pelanggan menjadi prospek menarik dan sangat penting bagi banyak perusahaan.

Penciptaan dan penambahan nilai, mempunyai beragam bentuk yang berbeda ketika perusahaan berbasis produk atau jasa, mencoba

Page 148: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

137

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

meningkatkan kepuasan, loyalitas dan ketahanan pelanggan dengan merujuk pada aktivitas pengantaran nilai.

Contohnya, menambahkan nilai seakan menjadi slogan ketika perusahaan memperkenalkan keistimewaan tambahan pada kartu kredit nasabah, atau mencoba menambahkan nilai bagi pelanggan, dengan membuat produk mereka makin mudah digunakan atau menambahkan nilai dengan menyatukan layanan telekomunikasi dan TV kabel, seperti yang dilakukan Telkom dengan layanan Indihome.

Hal di atas, mungkin merupakan tambahan nilai, tetapi mungkin juga tidak. Sebab, pelanggan haruslah menjadi penentu utama, dan pelanggan sendiri harus memutuskan, apakah dia menerima nilai yang ditambahkan.

Nilai adalah pelayanan dan kualitas dalam istilah pemasaran. Nilai harus didefinisikan oleh pelanggan. Hal ini bersifat sangat individual. Sesuatu yang dapat didefinisikan hanya dari perspektif masing-masing pelanggan. Nilai tersebut ada, seperti juga pelayanan dan kualitas, hanya dalam pikiran orang yang merasakannya. Karena itu, mudah bagi sebuah perusahaan jatuh dalam perangkap nilai, dengan merancang keistimewaan produk dan pelayanan yang dimaksudkan untuk menambah nilai. Di mana pelanggan sama sekali tidak menganggap bahwa hal itu merupakan suatu nilai tambah.

Kata kuncinya adalah dirasakan, mencari nilai yang dirasakan. Hanya pelanggan yang dapat memutuskan, apakah tambahan keistimewaan produk atau pelayanan, itu berharga baginya atau tidak.

Penambahan nilai akan melibatkan perbaikan kualitas sebuah produk, dengan menggunakan material dan tenaga kerja yang memiliki kapabilitas lebih tinggi. Dapat juga berarti mengurangi risiko, yang berkaitan dengan pembelian sebuah produk atau jasa dengan menawarkan garansi yang lebih baik, serta menjajikan layanan purna penjualan.

Ketika sebuah perusahaan mencoba menambahkan nilai bagi pelanggannya, untuk pertama kali perusahaan harus menetapkan apa yang dihargai oleh pelanggan. Contoh: manajemen perbankan menunjukkan bukti, bahwa lima dimensi jasa yang dipandang

Page 149: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

138

Sri Widyastuti

bernilai oleh nasabah bank lokal, menunjukkan bahwa cukup banyak teller, suku bunga tinggi pada tabungan dan kecepatan serta kualitas pelayanan merupakan faktor yang paling bernilai dalam pemilihan bank. Sedang nasabah bank asing, menunjukkan bahwa kecepatan, kualitas layanan, biaya layanan rendah dan rekomendasi teman-teman lebih bernilai (Smadi, 2010).

Barnes (2003), menunjukkan, manajemen sebuah perusahaan penerbangan mengira, perbaikan pelayanan dalam pesawat merupakan tambahan nilai yang besar bagi pelanggan, padahal sebenarnya pelanggan menginginkan antrean yang lebih singkat yang dapat menambahkan nilai.

Demikian juga, awak pesawat mungkin mengetahui bahwa penumpang menghargai tempat duduk yang nyaman, sementara fokus layanan yang diberikan manajemen adalah pada peningkatan kualitas makanan.

Bagaimana perusahaan mengetahui, apakah suatu keistimewaan produk atau perbaikan jasa yang telah direncanakan perusahaan, dianggap sebagai tambahan nilai terhadap rangkaian produk dan jasa yang ditawarkan kepada pelanggannya?

Terdapat banyak teknik riset canggih, yang memungkinkan perusahaan mengukur daya tarik relatif dari berbagai perbaikan yang diusulkan. Tetapi suatu teknik kualitatif yang digunakan, justru dapat menyingkap banyak hal tentang apa yang dihargai oleh pelanggan.

Penting untuk menyadari, bahwa nilai dapat diciptakan dalam pikiran pelanggan yang baik, dengan menambahkan sesuatu yang dirasakan sebagai bernilai, atau mengurangi bahkan menghilangkan beberapa aspek produk atau jasa yang dipandang negatif, karena penciptaan nilai tidak selalu harus melibatkan penambahan sesuatu.

Apa yang dihargai pelanggan, bisa didapat dengan meminta pelanggan menggambarkan secara rinci tentang interaksinya dengan sebuah perusahaan atau dengan produk atau jasa dan karyawannya. Pelanggan menceritakan interaksi tersebut, proses, dan langkah rinci yang dialami pelanggan saat membeli suatu produk atau memanfaatkan suatu jasa.

Page 150: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

139

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Informasi tersebut menceritakan, hal benar apa pada setiap langkah yang pelanggan jalani, dan menceritakan apa yang pelanggan inginkan pada produk atau jasa dan apa yang mereka harapkan tidak terjadi.

Pelanggan berbicara tentang mengapa mereka membeli produk atau jasa dari suatu perusahaan dan bukan dari perusahaan lain, lalu apa yang membuat pelanggan berpindah ke perusahaan lain.

Dengan mengajukan serangkaian pertanyaan tersebut, dapat diperoleh suatu pemahaman yang detil, tentang interaksi antara pelanggan dengan perusahaan dari berbagai aspek atau elemen mana dari interaksi itu. Apakah yang dapat memuaskan pelanggan, serta apakah yang secara potensial benar-benar mengecewakan mereka.

Kesimpulan yang bisa diambil kemudian, bahwa perusahaan bisa menciptakan nilai dengan melakukan lebih banyak hal menarik bagi pelangggannya, dan mengurangi hal-hal yang secara potensial membuat pelanggan kecewa.

Jadi, menciptakan nilai bagi pelanggan, tidak sekadar menambahkan keistimewaan dan manfaat pada produk atau menurunkan harga, karena pelanggan tetap mengharapkan perusahaan menambahkan manfaat produk, tetapi tetap dengan harga yang memadai.

Penciptaan nilai yang sejati atau bermakna, terjadi hanya jika pelanggan merasakan peningkatan nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan, dan sebagai hasilnya mereka merasa lebih puas.

5.2 Pandangan Tentang NilaiAksiologi adalah cabang ilmu filsafat, yang didedikasikan

untuk mempelajari sifat dan tipe-tipe dari suatu nilai. Ilmu tersebut membahas bagaimana orang menempatkan suatu nilai pada benda-benda.

Ada beberapa definisi tentang nilai. Chaudhuri Holbrook (2001), mengutarakan, bahwa aksiologi telah banyak mengajarkan kepada para peneliti perilaku konsumen dan praktisi pemasaran.

Ilmu itu menawarkan suatu wawasan luar biasa, tentang bagaimana orang menempatkan nilai pada benda-benda dan

Page 151: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

140

Sri Widyastuti

perkembangan bagaimana nilai diciptakan. Hal itu memungkinkan perusahaan untuk melihat, bahwa nilai dapat diciptakan dan ditingkatkan dengan berbagai cara yang berbeda.

Selain itu, ilmu tersebut menerangkan dengan sangat jelas, bahwa dalam banyak organisasi, nilai telah dan akan terus dipandang secara sangat sempit, yaitu sebagai nilai dari uang.

Manajemen hubungan pelanggan, memungkinkan perusahaan menemukan siapa pelanggan mereka, bagaimana perilaku pelanggan, dan apa yang pelanggan butuhkan atau inginkan. Ini juga memungkinkan perusahaan merespons secara tepat, koheren, dan cepat pada berbagai peluang pelanggan.

Agar mampu merespons secara efektif, perusahaan memerlukan manajemen sumber daya internal, untuk mengintegrasikan proses bisnis utama, seperti pemrosesan pesanan, buku besar umum, pengkajian, dan produksi dalam suatu modul piranti lunak.

Manajemen kemitraan bisnis, memungkinkan perusahaan menangani hubungan kompleks dengan mitra dagangnya, untuk mendapatkan, memroses, dan mengantarkan produk.

Orientasi pemasaran holistik, dapat membantu menangkap nilai pelanggan. Kotler & Keller (2012), melihat pemasaran holistik sebagai pengintegrasian kegiatan eksplorasi nilai, penciptaan nilai, dan penghantaran nilai dengan tujuan membantu hubungan jangka panjang yang benar–benar memuaskan dan kesejahteraan bersama di antara semua pihak utama yang berkepentingan.

Page 152: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

141

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 5.1 Pemasaran Holistik dan Nilai Pelanggan

Sumber: Kotler & Keller (2012)

Menurut pandangan itu, pemasar holistik meraih keberhasilan lewat pengelolaan rantai nilai unggul yang mengantarkan tingkat kualitas produk, layanan, dan kecepatan tinggi.

Kerangka kerja pemasaran holistik, dirancang untuk mengantarkan tiga pertanyaan manajemen kunci:a. Eksplorasi Nilai

Bagaimana perusahaan dapat mengidentifikasi peluang nilai baru? Menemukan peluang nilai baru, adalah memahami hubungan antara tiga ruang berikut:• Ruang Kognitif Pelanggan

Mencerminkan kebutuhan lama dan laten, serta meliputi dimensi seperti kebutuhan partisipasi, stabilitas, kebebasan dan perubahan.

• Ruang KompetensiPerusahaan berdasarkan lebarnya lingkup bisnis yang luas ataupun terfokus; dan berdasarkan kedalamannya kemampuan perusahaan berbasis fisik versus berbasis pengetahuan.

Page 153: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

142

Sri Widyastuti

• Ruang Sumber DayaKolabolator mencakup kemitraan perusahaan secara horisontal, dengan mitra yang dipilih dari kemampuan mereka untuk mengeksploitasi peluang pasar yang saling berhubungan, serta kemitraan vertikal yang dapat melayani pada penciptaan nilai perusahaan.

b. Penciptaan NilaiBagaimana perusahaan dapat menciptakan penawaran nilai baru yang lebih menjanjikan secara efisien? Keahlian menciptakan nilai bagi pemasar, meliputi pengidentifikasian manfaat pelanggan baru dari pandangan pelanggan, pemanfaatan kompetensi inti dalam wilayah bisnisnya, dan pemilihan serta pengelolaan mitra bisnis dari jaringan kolaborasinya.

c. Penghantaran NilaiBagaimana perusahaan dapat menggunakan kapabilitas dan infrastrukturnya untuk menghantarkan penawaran baru secara lebih efisien? Penghantaran nilai sering berarti melakukan investasi penting dalam infrastruktur dan kemampuan. Perusahaan memiliki kecakapan dalam hal manajemen hubungan pelanggan, manajemen sumber daya internal, dan manajemen kemitraan bisnis.

Perbedaan di antara beberapa istilah nilai dalam konteks pemasaran hubungan, secara spesifik dipusatkan perhatiannya pada pencitaan nilai bagi pelanggan. Apa yang dapat ditawarkan pada pelanggan atau apa yang dapat direncanakan pada penawaran itu, akan dipandang pelanggan sebagai penambahan nilai.

Dengan bahasa sederhana bisa dikemukakan, nilai apa yang diberikan pelanggan pada penawaran perusahaan?

Dasar pemikiran di balik pendekatan ini adalah menciptakan, menambahkan nilai, atau dengan menawarkan hal-hal yang dianggap bernilai oleh pelanggan, mungkin dapat mencapai suatu tingkatan, di mana pelanggan puas dengan yang kita tawarkan.

Dengan menciptakan nilai tambah bagi pelanggan, perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, yang berarti berkontribusi

Page 154: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

143

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

besar bagi kemungkinan pelanggan untuk bertahan. Pelanggan pun dinilai berharga bagi perusahaan.

Selanjutnya, akan dikembangkan lebih lanjut referensi pada konsep tentang nilai, bahwa penciptaan nilai pelanggan dalam jangka panjang, pada akhirnya akan mengarahkan pada penciptaan tambahan nilai bagi pemegang saham.

Beberapa pandangan tentang bagaimana nilai dapat diciptakan bagi pelanggan, didasarkan pada penyediaan produk atau jasa inti yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing.

Ini merupakan penciptaan nilai bagi beberapa pelanggan dalam berbagai situasi, tetapi tidak selalu menciptakan kepuasan jangka panjang dan ketahanan yang diinginkan oleh perusahaan.

Jika nilai ditambahkan melalui perbaikan proses dan layanan pendukung, hanya sedikit hal yang tidak dapat ditiru oleh pesaing. Elemen kunci dari paket nilai dapat meliputi kualitas, keistimewaan, pemerekan, pengepakan dan pelabelan, keamanan produk, pelayanan pelanggan dan jaminan, serta garansi.

Demikian itu merupakan elemen dari suatu paket nilai, khususnya jika seorang memiliki pandangan yang fokus pada produk dari suatu penawaran. Peneliti lain memasukan elemen tambahan seperti ketersediaan pelayanan, tipe layanan pendukung yang tersedia, dan kemampuan merespons perusahaan.

Selama beberapa dekade terakhir, manajemen perusahaan telah fokus pada pengurangan atau pembatasan biaya (Slawomir, 2014). Kondisi saat ini, disebut sebagai ekonomi konsumen, membutuhkan lebih banyak aktivitas dalam merangsang dan mengelola sisi permintaan pasar.

Orang-orang yang melakukan pembelian dari suatu perusahaan, merupakan aset keuangan yang memerlukan manajemen tepat, karena nilainya bervariasi, tergantung pada jenis dan tahap hubungan pelanggan-perusahaan.

Proses perancangan nilai memerlukan penggunaan metode yang berbeda, yang meneliti kebutuhan eksplisit dan implisit konsumen. Setelah menciptakan nilai bagi pelanggan, perusahaan

Page 155: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

144

Sri Widyastuti

harus memastikan komunikasi yang tepat, ketentuan bagi pelanggan, serta kemudian memberikan pengawasan dan dukungan untuk penggunaan nilai.

Adanya pendapat yang beragam terhadap suatu nilai, tidaklah mengejutkan sebab, nilai bersifat sangat pribadi, karena apa yang bernilai bagi seseorang belum tentu bernilai bagi orang lain.

Pada saat melihat perbedaan ketika membeli sesuatu, kita memberikan penilaian lebih atau kurang pada komponen dari paket nilai, dan melakukannya dalam situasi yang berbeda-beda. Apa yang kita anggap bernilai ketika melakukan perjalanan bisnis dan menginap di hotel berbintang lima, mungkin bukan hal yang bernilai ketika dibandingkan dalam perjalanan liburan dengan keluarga ke resort yang berada di puncak gunung.

Valarie Zeithaml dan Mary Jo Bitner (2008) dalam risetnya mengidentifikasi, bahwa pelanggan memandang nilai dalam beragam cara berbeda. Apa yang merupakan nilai, sangat bersifat pribadi dan unik. Pandangan pelanggan tentang nilai, erat kaitannya dengan harga dan apa yang mereka dapatkan sebagai ganti uang yang sudah dibayarkan.

Melalui penelitian itu, pelanggan mendefinisikan nilai dalam empat cara, yaitu: 1. Harga yang murah 2. Apapun yang pelanggan inginkan dalam sebuah produk atau jasa 3. Kualitas yang pelanggan dapat sebagai ganti harga yang dibayar 4. Apa yang pelanggan dapat sebagai ganti dari yang dianggap

sebagai pandangan holistik, tentang bagaimana pelanggan memandang nilai, paling tidak dalam alam bawah sadarnya.

Jika perusahaan melihat lebih dalam, mereka sesungguhnya menempatkan nilai yang besar pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan harga yang dibayar. Perusahaan meminta pelanggan memberikan komentar tentang nilai, yang mereka terima dalam situasi tertentu, yang biasanya dijawabnya dalam terminologi moneter.

Chaudhuri & Holbrook (2001) mengamati bahwa nilai adalah preferensi yang bersifat relatif secara komparatif, personal dan

Page 156: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

145

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

situasional yang memberi ciri pada pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan beberapa obyek yang saling berkaitan.

Nilai melibatkan sebuah preferensi, suatu kecondongan yang menguntungkan, kesukaan, pengaruh positif, atau menilai sesuatu sebagai hal yang baik. Ini juga melibatkan interaksi antara subyek dengan obyek. Subyek di sini adalah pelanggan, dan obyeknya adalah produk atau jasa perusahaan.

Nilai juga bersifat relatif dalam tiga hal yaitu komparatif, membandingkan pilihan satu dengan lainnya, personal (berbeda-beda antara satu pelanggan dengan lainnya), dan situasional (sangat berbeda dari situasi ke situasi lain).

Sebuah aspek penyediaan nilai, yang dengan jelas merusak pandangan pelanggan tentang nilai yang tercipta, adalah kegagalan beberapa perusahaan menyadari, bahwa definisi pelanggan tentang nilai sangatlah kompleks.

Ada kecenderungan, beberapa perusahaan dalam situasi tertentu, mengira bahwa pelanggan selalu mencari harga yang paling murah. Perusahaan semacam itu secara konstan berjuang untuk menurunkan harga dan menawarkan pada pelanggan harga terbaik.

Sementara itu, banyak pelanggan tidak tertarik mendapatkan harga termurah dan meninggalkan penyedia jasa yang menekankan harga termurah, untuk mendapatkan pelayanan tambahan atau jasa komponen lain dari nilai. Banyak yang secara terbuka mengakui siap membayar lebih mahal jika mendapatkan level pelayanan yang mereka inginkan.

Meningkatkan penggunaan teknologi dalam penyediaan jasa, dapat menuntun pandangan pelanggan yang sejalan dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan atau meningkatkan nilai baginya.

Karena jasa saat ini sering diantarkan melalui teknologi, banyak di antaranya tidak begitu dipahami oleh pelanggan, sehingga pelanggan cenderung menganggap, pelayanan semacam itu hanya mengurangi sedikit biaya atau bahkan gratis.

Seringkali bank mendapat keluhan, ketika membebankan biaya untuk transfer uang dari satu rekening ke rekening lain. Pelanggan

Page 157: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

146

Sri Widyastuti

memandang, transaksi semacam itu hanya membutuhkan beberapa sentuhan pada komputer dan transaksi sudah selesai.

Pelanggan sulit memahami, mengapa mereka harus membayar tambahan biaya bagi penyedia jasa untuk layanan itu. Pelanggan cenderung menghubungkan pengantaran jasa dengan orang, pelanggan siap membayar orang yang mengantar jasa, sebagian karena adanya prospek untuk menciptakan nilai karyawan, dan cenderung kurang menghargai jasa antar melalui teknologi.

Konsep komoditisasi adalah, pandangan bahwa produk atau jasa yang disediakan perusahaan yang bersaing adalah sama saja menjadi komoditas. Mungkin tanpa sadar, banyak pemasar memberikan kontribusi pada pandangan ini, mendorong pelanggan untuk berfokus pada harga sebagai satu-satunya faktor pembeda.

Kenyataannya, dalam beberapa industri, hanya terdapat sedikit perbedaan atau bahkan tidak ada perbedaan sama sekali, dalam produk inti yang tawarkan dalam industri. Industri lain yang mengandalkan teknologi untuk mengantar jasa inti, berada dalam bahaya untuk dipandang sebagai komoditi di mata pelanggan.

Banyak layanan industri finansial bergerak ke arah ini. Demikian halnya, seperti telah kita amati sebelumnya, banyak proses dan penyedia jasa yang diperkenalkan penyedia jasa di industri tertentu, menjadikan mereka sendiri sebagai komoditi, karena semua pesaing, secara virtual menawarkan layanan yang sama.

Pemasar dalam situasi semacam itu, harus mencari cara lain untuk membuat diri mereka memiliki perbedaan dari pesaing. Perusahaan harus menciptakan nilai baru, yang berada pada level lebih tinggi dari penciptaan nilai mereka. Jika perusahaan tidak melakukannya, mereka akan berhadapan dengan situasi, di mana pelanggan akan terus menganggap semua perusahaan yang bersaing adalah sama, dan menjadikan harga saja yang menjadikan sebagai faktor pembeda.

Ada banyak bukti dalam penelitian Barnes (2003). Pelanggan merasakan pengurangan nilai, ketika perusahaan mulai membebankan biaya pada layanan, yang sebelumnya ditawarkan secara gratis.

Page 158: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

147

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pelanggan berulangkali menghadapi situasi semacam ini dalam dunia perbankan, karena kini bank membebankan biaya pada sejumlah layanan yang biasanya diberikan oleh karyawan secara gratis.

Mereka juga menghadapi fenomena ini dalam industri perjalanan. Industri perjalanan membebankan biaya pada layanan yang dulu diberikan secara gratis. Karena harus membayar komisi terutama pada perusahaan penerbangan, misalnya, agen perjalanan pun membebankan biaya pada layanan yang dulu diberikan secara gratis.

Dulu penyedia jasa mengatakan pada pelanggan, bahwa layanan itu adalah gratis. Kini biaya dibebankan pada layanan. Pelanggan tidak memahami mengapa mereka harus membayar, maka pelanggan merasakan ada pengurangan nilai.

Namun dengan adanya teknologi, akhir-akhir ini banyak pelanggan memanfaatkan paket-paket penerbangan, yang menawarkan tiket dengan harga murah dan berbagai paket wisata yang dikemas secara bundling.

Poin terakhir dan sangat penting, adalah nilai berkaitan dengan pengalaman, bukan sekadar pembelian suatu obyek produk atau jasa, juga konsumsi dan penggunaannya. Ini merupakan suatu penjelasan yang sangat berguna, tentang apa dan bagaimana yang membuat sesuatu bernilai ketika didefinisikan oleh pelanggan.

Hal itu tidak terbatas dan berpusat pada harga atau obyek yang dapat diraba, tetapi lebih kepada pemberian nilai cakupan yang layak dan diinginkan pelanggan. Pelanggan mendefinisikan nilai dengan sangat luas, walaupun mereka tidak menggunakan terminologi tersebut.

Mereka tahu, dalam terminologi yang sangat luas, apa yang mereka dapatkan dalam berurusan dengan suatu perusahaan, dan mereka mengetahui secara hitungan kasar berapa yang harus mereka “bayar” untuk mendapatkannya.

Setiap pelanggan memiliki latar belakang yang unik, sistem nilai dan tingkat harapan berbeda dalam interaksi dengan perusahaan.

Page 159: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

148

Sri Widyastuti

Mereka memiliki pandangan tentang apa yang merupakan nilai dan tambahan nilai yang unik.

Nilai merupakan alat yang digunakan, untuk memprediksi pilihan dan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang ingin membeli sesuatu dalam kategori produk atau jasa tertentu, akan mengamati pilihan produk atau jasa dan mengamati semua merek atau model dalam kategori yang ingin mereka akan beli.

Pelanggan akan membeli jasa atau produk yang dirasakan memberikan nilai tertinggi. Perkiraan akan nilai produk atau jasa yang akan mereka beli, dan mengevaluasi purna-jual tentang nilai yang diterima, dapat bersifat sangat subyektif, bahkan dapat terjadi dalam suatu level di bawah sadar.

Pelanggan mungkin tidak akan menimbang setiap elemen dari produk atau jasa yang ditawarkan, dan menghitung tawaran mana yang memberikan nilai tertinggi atau apakah mereka telah menerima nilai yang ditawarkan.

Pelanggan mungkin bahkan tidak menggunakan istilah nilai, melainkan hanya memutuskan untuk membeli suatu produk atau jasa lain. Akan tetapi pelanggan mengambil keputusan implisit tentang nilai kapan saja ketika mereka menghadapi tawaran-tawaran yang tidak dapat dihindari, pelanggan dapat memberikan ciri suatu situasi jual-beli atau sebuah keputusan untuk tetap menggunakan pemasok yang sama. Hal ini akan menjadi sebuah situasi untuk memutuskan yang sesuai untuk suatu situasi yang membutuhkan keputusan yang tepat. Pelanggan akan menimbang keuntungan yang mungkin didapat dibandingkan dengan biaya yang sedang dan mungkin dikeluarkan, dan akan menyimpulkan “bahwa Dia tidak mendapatkan nilai yang bagus di sana dan tidak akan kembali.”

Pelanggan dapat memutuskan apakah suatu nilai telah diciptakan atau ditambahkan, dan pelanggan mendefinisikan nilai dalam berbagai cara yang berbeda. diantaranya melihat nilai dalam harga yang termurah. Tetapi Mercer Management, Barnes (2003) menaksir bahwa hanya sekitar 30% dari pelanggan yang sensitif terhadap harga, sehingga ada 70% pelanggan yang dapat didefinisikan lebih sadar pada nilai dan peduli pada lebih dari

Page 160: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

149

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

sekadar harga yang ditawarkan. Persentase ini hampir pasti adalah taksiran kasar, dan pengukuran terhadap sesuatu yang berlangsung sebentar saja seperti sensitifitas terhadap harga sangatlah subyektif dan cenderung sangat bervariasi dalam berbagai produk dan situasi, namun prinsip ini adalah merupakan suatu prinsip yang penting. Tidak peduli berapa persentase sebenarnya, tetapi persentase yang besar dari pelanggan sungguh-sungguh tidak hanya tertarik pada penawaran harga. Pelanggan menginginkan nilai, dan mereka mendefinisikannya dengan istilah mereka sendiri.

5.3 Memberi vs MenerimaHirarki pelanggan-nilai menghubungkan atribut produk atau

layanan, konsekuensi produk atau layanan dan tujuan pelanggan. Gonca (2003), memaparkan, bahwa pada saat yang sama, hirarki nilai yang ditetapkan untuk pelanggan, berhubungan dengan konsep bersih nilai dari pelanggan, dengan menekankan pentingnya menarik dan mempertahankan pelanggan dengan memberikan nilai pelanggan yang tinggi. Yang pada gilirannya, akan menyebabkan pertumbuhan dan keuntungan jangka panjang.

Lingkungan bisnis yang kompleks, membawa begitu banyak pekerjaan kepada perusahaan untuk dapat memberikan nilai yang terbaik bagi pelanggan. Profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan, akan sangat bergantung pada upaya menciptakan nilai pelanggan yang kian beragam. Pada milenium baru, menghadapi tantangan dapat terbantu dengan melihat lebih dekat pada nilai pelanggan.

Definisi sederhana dari nilai, adalah apa yang akan diperoleh pelanggan sebagai ganti dari apa yang akan mereka beri. Sedang konsep memberi vs menerima, jauh melampaui jumlah uang dan produk atau jasa inti.

Harga yang mungkin dibayar pelanggan dalam situasi tukar menukar dengan produk atau jasa perusahaan, mencakup uang, waktu, energi atau usaha dan biaya psikologis.

Lovelock (2011) dalam hal ini menambahkan, biaya yang berhubungan dengan panca indera: berhadapan dengan kebisingan,

Page 161: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

150

Sri Widyastuti

tempat duduk yang tidak nyaman, bau yang tidak sedap atau aspek negatif lain dari tempat di mana interaksi terjadi. Biaya berupa uang dan waktu mudah diukur, tetapi enerji, panca indera, dan biaya psikologis, kurang begitu jelas terlihat dan sulit dihitung bagi sebuah perusahaan.

Itu merupakan konsep subyektif, dan pelanggan biasanya tidak menghitung biaya ini secara sadar, tetapi mereka membuat keputusan berdasarkan observasi mereka, bahwa apa yang akan diterima dari tukar-menukar atau hubungan dengan sebuah perusahaan, apabila tidak sebanding dengan waktu atau kesulitan yang mereka terima, maka akan dikatakannya: “kami tidak mendapatkan nilai.”

Gambar 5.2 Model Nilai dan Hubungan PelangganSumber: Barnes, (2003)

Konsep Barnes (2003) berguna, ketika perusahaan ingin meneliti dampak dari kepuasan pelanggan terhadap penciptaan hubungan

Page 162: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

151

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggan. Di mana ada sebuah penggambaran ketika pelanggan berinteraksi dengan sebuah perusahaan atau penyedia jasa. Pada situasi pelanggan merasa mendapatkan keuntungan atau kerugian dari suatu hubungan, dibandingkan dengan apa yang dia berikan.

Hal ini adalah hak pelanggan untuk memutuskan, menimbang semua biaya yang dia keluarkan, dalam berhubungan dengan sebuah perusahaan, dibandingkan semua manfaat yang dia terima sebagai hasilnya.

Pada kwadran kiri atas, menjelaskan, baik pelanggan dan perusahaan penyedia jasa, merasa mendapatkan lebih banyak hubungan dibandingkan dengan apa yang mereka berikan. Ini adalah situasi menang-menang yang klasik, walaupun perusahaan sangat mungkin mendefinisikan keuntungan dan biaya yang pelanggan keluarkan, dalam terminologi moneter yang mereka terima sekarang ini. Pelanggan mungkin lebih menimbang aspek intagible dari interaksi tersebut. Dalam peristiwa apapun ketika kedua belah pihak merasa sangat puas, hubungan yang terjalin sangat mungkin akan terus berlanjut.

Sedang di kwadran kanan atas, pelanggan merasa mendapatkan banyak keuntungan dari hubungan tersebut; lebih dari yang dia berikan. Akan tetapi, penyedia jasa merasa kurang puas, melihat bahwa pelanggan tersebut membutuhkan biaya yang lebih besar untuk dilayani ketimbang keuntungan yang perusahaan berikan kepada mereka.

Inipun adalah kasus klasik, ketika banyak bank dan beberapa perusahaan lain menghadapi situasi, di mana mereka harus segera mengambil tindakan untuk menaikkan nilai seorang pelanggan, dengan membebankan biaya pada jasa yang sebelumnya didapat secara gratis. Atau mendorong pelanggan memilih layanan yang dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan; layanan yang sebagian besar dilaksanakan oleh teknologi.

Inovasi teknologi memiliki arti penting dalam kehidupan umum dan profesional manusia saat ini. Ini dapat dirasakan kegunaannya, karena keamanan dan privasi merupakan faktor utama untuk menerima sistem perbankan online.

Page 163: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

152

Sri Widyastuti

Era ini dapat dikaitkan sebagai revolusi teknologi, karena perluasan secara cepat teknologi informasi, telah menyerap ke dalam kehidupan manusia. Kemajuan teknologi yang cepat, telah memperkenalkan perubahan besar dalam suasana ekonomi dan bisnis di seluruh dunia (Qureshi et al, 2008).

Namun seringkali perbankan membutuhkan investasi besar untuk pengadaannya. Ketika dibebankan kepada pelanggan, pelanggan merasakan keberatannya. Padahal fasiltas itu diadakan untuk memudahkan pelanggan dalam melakukan transaksi perbankan.

Temuan Tong et al (2012), menunjukkan, loyalitas dari pengguna terhadap penyedia internet banking meningkat, seiring peningkatan tingkat kepuasan pelayanan. Jika pelanggan puas terhadap layanan internet banking yang disediakan, ia akan menggunakan lebih dari layanan dari vendor yang sama.

Dan untuk mempertahankan pelanggan dan meningkatkan pangsa pasar mereka, bank-bank di Hongkong telah menemukan cara untuk memanfaatkan faktor kepuasan pelanggan yang akan melahirkan loyalitas pelanggan.

Pada kwadran kiri bawah pelanggan merasa terjebak, karena dia menerima kurang dari apa yang diberikan dari suatu hubungan. Sebaliknya, penyedia jasa merasa puas. karena biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan lebih sedikit dibanding pemasukan yang didapat dari pelanggan.

Akhirnya, pada kwadran kanan bawah, baik pelanggan maupun penyedia jasa merasakan frustasi dan tidak puas. Kedua belah pihak merasa tidak nyaman dalam hubungan yang menghasilkan lebih banyak kerugian dibanding keuntungan.

Ini adalah hubungan kalah-kalah. Tak satu pun pihak yang merasa menerima nilai yang diberikan dan diterima. Pelanggan mungkin memilih menggunakan pemasok lain, tetapi mungkin dia terperangkap, dan penyedia jasa tidak mampu melepaskan diri dari pelanggan yang merugikan itu, karena aturan yang membatasi dan menghalangi pemutusan hubungan.

Page 164: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

153

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Ketika diajukan pertanyaan tentang serangkaian faktor yang dipertimbangkan pelanggan, ketika mereka secara subyektif dan tidak sadar menaksir apakah mereka menerima nilai, Barnes (2003) berpikir tentang bagaimana persepsi pelanggan dengan melengkapi pernyataan: “Saya tidak akan kembali berbisnis dengan perusahaan itu lagi, karena tidak sebanding dengan........”.

Teknik sama digunakan ketika mewawancarai pelanggan, dalam kelompok yang menjadi fokus penelitian. Mereka cenderung melengkapi pernyataan dengan kata-kata seperti “percekcokan”, “waktu”, “kesulitan”, “gangguan”, “usaha” dan “derita”.

Jawaban itu masih saja mengejutkan, karena betapa sedikitnya pelanggan yang menyebut “harga”. Bukti ini semakin menguatkan untuk mengambil kesimpulan yang sulit diterima oleh para pelaku bisnis. Secara keseluruhan, harga seringkali tidak begitu penting dalam menetapkan persepsi pelanggan tentang nilai.

Sebenarnya apa yang dimaksudkan pelanggan ketika mereka menggunakan kata-kata tersebut untuk melengkapi pernyataan yang diberikan?

Mereka telah memutuskan, bahwa apa yang mereka dapatkan dari suatu hubungan, tidak sebanding dengan apa yang mereka berikan dalam interaksi hubungan tersebut.

Itu adalah keputusan tentang nilai. Sadar atau tidak, mereka membandingkan keuntungan yang mereka dapat dengan biaya yang sudah mereka keluarkan. Ketika mereka menggunakan kata-kata semacam itu, pesan macam apa yang mereka sampaikan pada manajemen?

Intinya, saya tidak akan kembali kecuali jika perusahaan memperlakukan saya dengan baik; dan kecuali jika perusahaan mempercepat jasa pengantaran. Itulah beberapa hal yang dapat menjadi pusat perhatian manajemen, jika mereka ingin menambahkan nilai sejati di hati pelanggan mereka.

5.4 Pandangan Progresif tentang Proposisi NilaiProposisi nilai (value proposition), adalah suatu konsep yang

memberikan manfaat bagi perusahaan. Pernyataan bisnis atau

Page 165: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

154

Sri Widyastuti

pemasaran, mengapa konsumen harus membeli sebuah produk atau menggunakan jasa. Pernyataan itu harus dapat meyakinkan konsumen potensial, bahwa suatu produk atau jasa tertentu, akan menambah nilai atau memecahkan masalah dengan lebih baik daripada penawaran serupa lainnya.

Proposisi nilai yang ideal, dibuat singkat, dan ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan pelanggan, agar mau membeli dan menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.

Dalam hal ini, perusahaan berisiko kehilangan pelanggan, jika proposisi nilai produk mereka tidak dikomunikasikan dengan baik kepada para pelanggannya (Guinan , 2010).

Konsep tersebut fokus pada apa yang dapat ditawarkan perusahaan pada pelanggan, yang dianggap bernilai. Hasilnya akan memberikan kontribusi pada kepuasan pelanggan yang meningkat. Tetapi, seperti banyak kata yang masuk dalam kosakata bisnis, proposisi nilai sekarang ini digunakan agak longgar, untuk mengacu pada banyak aspek yang berbeda dari apa yang ditawarkan perusahaan pada pelanggan.

Proposisi atau pernyataan adalah komponen dasar pembentuk kalimat logika (sentence) dalam logika proposisional. Adapun kalimat yang dibentuk dari proposisi disebut kalimat deklaratif, yaitu kalimat yang dapat ditentukan nilainya. Proposisi atau pernyataan dalam kalimat logika dinyatakan dengan simbol-simbol proposisi, yaitu: simbol atau nilai kebenaran atau truth value (Sismono, 2005).

Konsistensi membahas tentang nilai, perusahaan mesti memiliki pandangan holistik tentang proposisi nilai mereka, yang secara literal adalah apapun yang dapat ditawarkan perushaan pada pelanggannya, atau apa yang mampu dilakukan perusahaan bagi pelanggannya.

Sebaliknya, proposisi nilai dapat dipandang sebagai koleksi peralatan yang dapat digunakan perusahaan, untuk menciptakan atau menambahkan nilai bagi pelanggan yang mereka miliki sekarang ini atau pelanggan prospektif mereka. Banyak orang mendefinisikan nilai secara sempit, dengan menerapkan definisi yang sangat terbatas tentang proposisi nilai.

Page 166: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

155

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Di sini nampak muncul kecenderungan untuk membatasi cakupan terminologi tersebut, pada pandangan yang berkaitan dengan produk. Mercer Management Consulting (Barnes, 2003) berpendapat tentang pertumbuhan yang sangat cepat, dari proposisi nilai yang ditawarkan berkembang pada pelanggan di dunia.

Mereka menggunakan istilah proposisi nilai, mengacu pada sebuah produk, jasa atau kombinasi dari produk dan jasa yang menawarkan beberapa nilai untuk harga yang akan dibayar pelanggan.

Masalah yang timbul dari definisi semacam ini, bahwa satu-satunya cara untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, adalah dengan memodifikasi atau memperbaiki produk atau jasa inti atau memanipulasi harga. Namun bukan hal demikian yang dimaksud, karena ada banyak cara menciptakan nilai bagi pelanggan.

Pikirkanlah sebentar, bagaimana perusahaan ritel online dapat menciptakan nilai bagi pelanggan mereka. Perusahaan tersebut melakukannya tidak hanya dengan memberikan variasi produk yang dijual, juga dengan membuat pelanggan merasa nyaman untuk membeli dari mereka.

Perusahaan juga menciptakan nilai dengan menawarkan pilihan pengantaran dan pembayaran yang bervariasi, memungkinkan pelanggan untuk melacak kemajuan dari pesanan online mereka, menawarkan tinjauan buku, kamar ganti virtual, serta bergabung dengan perjalanan belanja dengan seorang teman dan memberikan usulan apa yang akan tampak serasi dengan pesanan pelanggan.

Ketika perusahaan menentukan proposisi nilai, harus melihat keseluruhan penawaran yang disediakan atau yang mampu disediakan bagi para pelanggannya. Ini berpotensi untuk memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari pelanggan, dan untuk menciptakan nilai yang jauh lebih tinggi dari keistimewaan produk atau jasa, potongan harga, juga layanan penunjang.

Karena berbagai alasan, banyak perusahaan berhenti pada level ini. Beberapa perusahaan tidak melihat keuntungan jangka panjang yang mereka peroleh dengan mencoba memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dari pelanggan. Perusahaan lain

Page 167: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

156

Sri Widyastuti

melihat keuntungan tersebut, tetapi tidak bersedia mengeluarkan uang dalam jangka pendek. Beberapa perusahaan gagal mengenali kebutuhan pada pelanggan dalam suatu situasi jual beli tertentu dan banyak kesempatan yang ditimbulkannya.

Pine & Gilmore (1999), menyatakan, bahwa nilai yang besar ditambahkan pada pelanggan ketika organisasi bergerak melewati berbagai tahapan perkembangan, mulai dari menawarkan komoditi sehingga pelanggan dapat menciptakan produk atau jasa mereka sendiri.

Membuat produk atau jasa tersebut bagi pelanggan, sampai pada mengantar jasa tersebut dan akhirnya sampai pada tahapan pengalaman. Konsep mereka tentang perkembangan nilai ekonomis (progression of economic value), berkaitan dengan fakta bahwa organisasi yang berkembang dengan cara ini menambahkan lebih banyak nilai bagi pelanggannya, sehingga secara progresif mampu membuat diri mereka lebih baik dari pesaingnya, dan mampu menawarkan harga yang lebih tinggi.

Perusahaan mampu manambahkan lebih banyak nilai secara progresif, pada saat perusahaan memindahkan fokus dari produk inti atau penawaran jasa kepada pengantaran jasa dan ketepatan serta kontak pribadi antara perusahaan dan pelanggannya. Akhirnya nilai terbesar ditambahkan, ketika perusahaan mampu menciptakan suatu lingkungan yang kompetitif.

Page 168: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

157

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 5.3 Perkembangan Nilai Ekonomis Sumber: Barnes (2003)

Gambar di atas mengilustrasikan, bagaimana sebuah perusahaan dapat melampaui level paling dasar dari kepuasan pelanggan, dan menambahkan nilai pada penawaran mereka. Model tersebut pemicu kepuasan pelanggan akan diperhitungkan setiap level, dan melihat potensinya untuk menambahkan nilai, serta untuk memberikan pelanggan perusahaan itu tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

5.5. Produk atau Jasa Inti yang DiperdagangkanProduk atau jasa inti yang diperdagangkan, adalah elemen

dasar dari penawaran perusahaan pada pelanggannya. Elemen dasar ini haruslah tepat, sehingga pelanggan bersedia mempertimbangkan elemen lain.

Inti dari penawaran dicontohkan oleh produk atau jasa dalam bentuknya yang paling sederhana: telepon seluler, rekening bank, perhotelan, penerbangan, dan pendidikan.

Seperti telah ditekankan sebelumnya, seringkali hanya terdapat sedikit sekali perbedaaan antara produk atau jasa yang

Page 169: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

158

Sri Widyastuti

ditawarkan suatu perusahaan dengan perusahaan lain, sehingga untuk memperoleh keunggulan kompetitif pada level ini sangat sulit.

Dalam kasus produk yang kasat mata, karena kemajuan teknologi, kualitas sebuah produk perusahaan mungkin dapat dengan mudah ditiru oleh pesaingnya. Contohnya dalam industri elektronik, di mana pelanggan tidak mampu menemukan perbedaan yang nyata dari berbagai merek sistem stereo, televisi atau laptop. Situasi semakin sulit, ketika tidak terdapat perbedaan dalam penawaran perusahaan-perusahaan yang saling bersaing.

Pada banyak industri sekarang ini, di level produk inti, penawaran mereka sesungguhnya tidak ada perbedaan. Layanan telepon seluler Telkomsel, IM3 dan XL sama saja sinyalnya, dan juga memiliki rekening di Bank Mandiri sama saja dengan rekening di BNI 46 dan BCA.

Situasi di mana terjadi persaingan dalam memperoleh keunggulan kompetitif pada level produk inti, dikenal sebagai komoditisasi. Produk dan jasa yang terlibat, diturunkan statusnya sebagai komoditas. Kapan saja kita menghadapi sebuah situasi, di mana pelanggan tidak merasakan perbedaan antara pemasok satu dengan pemasok lain, kita menghadapi komoditisasi.

Menurut Barnes (2003), situasi semacam itu membawa akibat penting. Namun menjadi sangat sulit untuk meyakinkan pelanggan bahwa produk kita lebih baik dari pesaing.

Ketika tidak ada yang dapat dilakukan untuk membuat produk atau jasa berbeda, pelanggan akan cenderung menggunakan harga sebagai faktor pembeda. Itu jelas terlihat dalam banyak industri, di mana pelanggan tidak melihat nilai apapun dari produk inti, karena produk itu sama saja dengan yang ditawarkan perusahaan lain.

Dalam definisi klasik komoditas, pelanggan seringkali membeli produk sembilan pokok kebutuhan rumah tangga, seperti tepung dan gula berdasarkan harga yang paling murah. Itulah sebabnya mengapa terjadi perang harga bahan bakar, dan mengapa persentase yang sangat besar dari pelanggan, akan terus mencari harga yang paling murah.

Page 170: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

159

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pada situasi yang dikomoditisasi semacam ini, jika perusahaan hendak menarik dan mempertahankan pelanggan tanpa menurunkan harga, mereka harus menambahkan suatu tambahan nilai. Jika tidak, produk dan jasa mereka akan menjadi komoditi yang hanya faktor harga yang penting bagi pelanggan.

Perusahaan telepon selular telah merasakan hal ini, ketika belakangan persaingan semakin ketat. Pelanggan berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, untuk mendapatkan keuntungan dari promosi harga yang paling murah. Misalnya pada penjualan kartu perdana dan paket internet.

Banyak perusahaan cenderung menurunkan harga, untuk menambah nilai dan menciptakan kepuasan pelanggan dalam tingkatan produk inti. Ini seringkali menyebabkan timbulnya perang harga. Satu atau lebih pesaing, akan turut menurunkan harga pula.

Marjin keuntungan akan diturunkan, dan seringkali perusahaan harus menurunkan gaji karyawan. Langkah ini tentu menimbulkan kekecewaan bagi pelanggan, yang mengukur nilai berdasar pada komponen penawaran, selain harga.

Menurunkan harga dalam usaha menciptakan nilai bagi pelanggan, seringkali merupakan langkah yang tidak memberikan manfaat bagi perusahaan. Umumnya, taktik ini hanya menarik bagi orang yang sadar harga, namun tidak membangun kesetiaan pelanggan.

Hal ini justru dapat menyebabkan perusahaan kehilangan uang, karena mereka melewatkan kesempatan menarik pelanggan yang kurang peduli terhadap harga. Biasanya pelanggan siap membayar lebih, seandainya perusahaan mampu menciptakan nilai dalam pikiran mereka.

Strategi lain yang dapat digunakan beberapa perusahaan untuk melawan komoditisasi produk inti, yaitu dengan membebankan harga pada jasa yang semula diberikan secara gratis. Ini terjadi di mana kemajuan teknologi dan deregulasi menyebabkan turunnya marjin keuntungan. Karena sebelumnya jasa tersebut diberikan gratis, pelanggan tidak menganggapnya bernilai, dan reaksi pelanggan adalah kecewa dan penuh kemarahan.

Page 171: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

160

Sri Widyastuti

Perusahaan lain akan mencoba meningkatkan nilai bagi pelanggan pada tingkatan ini, dengan memperbaiki kualitas produk dan menambahkan keistimewaan pada produk tersebut. Sementara hal ini dapat direkomendasikan bagi perusahaan yang ingin tetap mampu bersaing, namun dalam banyak industri, peningkatan kualitas tidak akan membuat banyak perbedaan, karena dalam waktu singkat, perbaikan dan modifikasi yang dilakukan, dapat ditiru pesaing dengan sangat mudah.

Dengan memanfaatkan teknologi terbaru, banyak perusahaan berusaha mendapatkan keunggulan kompetitif, tetapi ternyata sia-sia saja. Pernah suatu kali TIKI, JNE, menggunakan peralatan khusus yang memungkinkan pelanggan mampu mengecek paket berada di posisi mana dalam waktu beberapa detik saja. Hal itu dengan cepat ditiru Fedex dan perusahaan lainnya.

Salah satu cara termudah meningkatkan produk dan jasa inti, adalah dengan memanfaatkan teknologi, namun karena teknologi pada dasarnya mudah ditiru, maka hasil yang didapat bersifat e-komoditisasi dan bukan de-komoditisasi.

Ambilah sebagai contoh perusahaan ritel yang menjual buku, CD dan video, pakaian, sepatu, alat elektronik dan berbagai produk lainnya secara online di Internet. Pada dasarnya, produk inti mereka sama. Mereka menjual pakaian yang sama di Lazada, Bukalapak, Matahari Mall, atau Blibli.

Lalu bagaimana mereka berkompetisi? Mereka mempunyai akses dan teknologi yang sama. Beberapa mungkin mampu mengirim lebih cepat, tetapi sebagian besar dari mereka bersaing harga, dan penawaran pengiriman gratis hanyalah menghasilkan dekomoditisasi.

Tantangan mereka, seperti yang dihadapi oleh semua perusahaan, adalah mencoba menghasilkan de-komoditisasi melalui penciptaan lebih banyak nilai bagi pelanggan, pada level yang lebih tinggi dari model layanan yang ada. Level di mana perushaan menambahkan layanan, yang dimaksudkan untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dengan mengurangi biaya non-moneter.

Page 172: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

161

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

TAMBAHKAN KURANGI

Layanan seperti pengantaran, perbaikan, instalasi, jaminan dan rencana pembayaran, membuat perusahaan itu berbeda dengan menambahkan nilai bagi pelanggan, dengan mengurangi biaya psikologi, waktu dan tenaga yang dikeluarkan pelanggan untuk mendapatkan produk dan jasa.

Gambar 5.4 Penciptaan Nilai pada Model Pemicu Kepuasan Pelanggan. Sumber: Barnes (2003)

• Rasa hormat • Penghargaan • Pengakuan • Nilai yang

dirasakan

ELEMEN EMOSIONAL

• Kebingungan • Frustasi • Kekecewaan • Pengabaian

• Perlakuan yang lebih baik

• Keramahan • Suka menolong • Sopan santun

INTERAKSI DENGAN ORGANISASI

• Sikap kasar • Kurang peduli • Perlakuan yang

salah • Suka menggerutu

• Pengantaran tepat waktu

• Akurasi • Akses Informasi • Garansi Pelayan

• Pengantaran • Garansi • Pilihan

pembayaran • Waktu lebih lama

• Keistimewaan produk

• Kualitas produk

PERFORMA TAKNIS • Penundaan • Kehabisan stok • Lama menunggu • Kegagalan sistem

PROSES DAN PENDUKUNG

• Ketidakluwesan • Kompleksitas • Larangan-larangan • Aturan-aturan

bodoh

PRODUK ATAU JASA INTI

• Harga

+

+

+

+

+ -

-

-

-

-

Page 173: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

162

Sri Widyastuti

Apabila pelanggan membeli peralatan home theatre, akan lebih menghargai layanan pengantaran komponen tersebut, jaminan, jasa reparasi dan layanan penunjang lain.

Karena teknologi dan keistimewaan yang dimiliki suatu produk mirip sekali dengan harga yang hampir sama, perusahaan akan membuat produk atau jasa mereka berbeda, dengan menambahkan layanan istimewa.

Pelanggan akan memilih merek atau pemasok tertentu, berdasarkan layanan penunjang yang disediakan pemasok dan seberapa penting layanan itu bagi mereka. Layanan ini pada perkembangannya, juga mudah ditiru pesaing. Dan apa yang menjadi faktor pembeda, sekarang menjadi komoditi di pasaran.

Maka meningkatkan produk inti melalui tambahan pelayanan, adalah strategi yang sangat bagus, namun layanan dan perbaikan yang dianggap sebagai tambahan nilai, bisa ditiru pesaing dengan mudah, sehingga pada kenyataannya, hal itu menjadi kelengkapan standar dalam proposisi nilai pada banyak perusahaan.

Nilai dapat diciptakan pada level manapun, dari model pemicu kepuasan pelanggan melalui penambahan atau penghapusan sesuatu. Tujuan layanan penunjang dan tahapan-tahapan prosesnya, adalah untuk menggunakan pelayanan bernilai tambah dan sistem layanan penunjang untuk menciptakan nilai.

Perusahaan mampu menciptakan nilai, dengan membuat pelanggan mencari kembali perusahaan dan secara umum mempermudah mereka untuk selalu berhubungan. Perusahaan dapat menambahkan nilai dengan memperpanjang jam buka, merancang website yang bagus, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan pelanggan saat akan melakukan pembelian produk atau jasa.

Pada level ini, perusahaan menambahkan nilai dengan menghapus elemen-elemen yang membuat pelanggan frustasi. Sebaiknya perusahaan menghapus rintangan-rintangan yang membuat pelanggan terperangkap dan tidak dapat keluar, atau memasang sistem telepon yang lebih ramah, yang membuat mereka sungguh-sungguh dapat berbicara dengan karyawan yang nyata, bukan dengan operator mesin. Bagi banyak pelanggan, hal tersebut merupakan nilai tambah yang sejatinya dibutuhkan.

Page 174: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

163

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Pada level performa teknis, perusahaan berjuang untuk menepati janji dan menjadikan mereka pemimpin dalam layanan terbaik. Dengan kata lain, perusahaan makin menyadari, bahwa level ini merupakan pemicu kepuasan pelanggan karena lebih sulit dicapai dan sulit ditiru pesaing.

Ada hubungan positif antara evaluasi pelanggan terhadap kualitas layanan dan penaksiran nilai layanan. Pelanggan mengevaluasi kualitas layanan dalam lima dimensi mendasar, yakni mudah dirasakan, dipercaya, sifat cepat-tanggap, kepastian dan empati.

Empat dari lima dimensi ini, adalah dimensi pertumbuhan hubungan dan langsung terkait dengan persepsi pelanggan secara keseluruhan tentang nilai. Hazra dan Srivastava (2009), menyatakan, pelanggan menghargai empat dimensi pelayanan yang dirasakan kualitas-jaminan-empati, tangibles, keamanan dan keandalan, dengan jaminan-empati yang dinilai paling tinggi.

Perbankan harus memperhatikan dimensi-dimensi kualitas layanan, dan memperhatikan dimensi jaminan-empati untuk meningkatkan loyalitas kepada perusahaan, kesediaan untuk membayar, komitmen pelanggan dan kepercayaan pelanggan.

Pelanggan jelas mengharapkan perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan spesifik nasabah perbankan. Untuk melakukan perbaikan, manajemen harus memperhatikan kelemahan dari layanan dan lebih memperhatikan layanan secara individual.

Haery & Badiezadeh (2014), mengungkapkan, dimensi kualitas seperti lingkungan fisik, makanan, dan layanan memiliki efek positif terhadap citra mental pelanggan, berkaitan dengan restoran dan nilai yang dirasakan pelanggan. Juga, gambaran mental pelanggan, memiliki efek sebaliknya pada kepuasan pelanggan.

Hasil lain menunjukkan, bahwa efek dari gambaran mental pelanggan pada nilai yang dirasakan adalah positif. Selain itu, temuannya adalah nilai yang dirasakan memiliki efek langsung pada kepuasan pelanggan, akan berdampak positif terhadap perilaku pelanggan setelah pembelian.

Page 175: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

164

Sri Widyastuti

Mencapai kesempurnaan dalam level ini, tergantung pada banyak faktor. Komitmen manajemen puncak adalah hal penting, karena perusahaan harus mengeluarkan waktu dan biaya untuk mengembangkan proses dan teknologi agar menarik, mempertahankan dan melatih staf, sehingga mampu menampilkan performa terbaik. Hasil dari investasi ini, adalah meningkatnya persepsi pelanggan terhadap nilai. Pelanggan yang menghargai kesempurnaan pelayanan, akan merasa puas dan cenderung loyal.

Sebagai tambahan, perusahaan dapat mengurangi masalah psikologis yang dihadapi pelanggan, dengan membuat mereka lebih mudah mendapat nasihat dan informasi. Banyak perusahaan sekarang menawarkan layanan bebas pulsa (hotline service), yang memungkinkan pelanggan untuk meminta pelayanan, menanyakan bagaimana menggunakan produk, dan meminta informasi di mana mereka bisa memperbaiki produknya.

Perusahaan seperti FedEx dan UPS, menawarkan layanan berbasis internet, yang memungkinkan pelanggan melacak pengiriman paket, sehingga mereka tahu secara persis, kapan paket mereka akan dikirim. Hal ini mengurangi kecemasan, waktu dan uang yang terkait dengan kepemilikan dan mengurangi produk dan akses suatu layanan, oleh karena itu bisa meningkatkan nilai di mata pelanggan.

Perusahaan dapat menciptakan nilai pada level ini, dengan meningkatkan performa dan memberikan layanan istimewa. Ini akan meningkatkan apa yang didapat pelanggan, karena dia dapat mengandalkan perusahaan untuk mengantar tepat waktu, dan menghasilkan produk sesuai yang dijanjikan.

Nilai ditambahkan dengan meningkatkan kontrol dan sistem, yang memastikan, bahwa layanan diberikan secara utuh dan sesuai dengan yang janjikan perusahaan. Beberapa perusahaan sekarang begitu yakin akan kemampuan jasa pengantaran pada pelanggan, sehingga menawarkan garansi.

Kebalikan dari penambahan nilai pada tahap ini, tentu saja, dapat diciptakan melalui pengurangan atau penghilangan penundaan, kesalahan dalam pengisian order, kegagalan sistem atau kesalahan karyawan.

Page 176: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

165

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Apapun yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi kesalahan semacam itu, akan meningkatkan pengantaran jasa dan meningkatkan kepercayaan pelanggan. Hasilnya, pelanggan akan merasa lebih yakin bahwa mereka dapat mengandalkan perusahaan dan cenderung mempunyai tingkat kepercayaan yang lebih tinggi.

5.6 Menumbuhkan Perasaan Positif pada Staf atau KaryawanPada level ini, fokuslah pada cara memuaskan tingkat

kebutuhan pelanggan yang lebih tinggi. Kebutuhan ini mungkin tidak terpuaskan pada level yang lebih rendah, di mana penekanannya adalah pada produk atau jasa inti serta pengantarannya. Namun dalam keseluruhan pandangan pelanggan tentang perusahaan dan persepsi tentang nilai.

Keputusan pelanggan apakah mereka akan meneruskan berhubungan dengan beberapa perusahaan, sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka ditangani anggota atau staf atau karyawan perusahaan tersebut. Bahkan ketika semua aspek dari produk inti dan pengantarannya dapat diterima atau bahkan istimewa, perlakuan yang buruk dari staf atau karyawan dapat menyebabkan pelanggan pergi ke perusahaan lain.

Untuk alasan yang jelas, pelanggan memilih staf atau karyawan yang ramah, suka menolong, penuh pengertian, menyapa secara pribadi, sopan dan penuh empati. Interaksi dengan staf atau karyawan memengaruhi penilaian pelanggan terhadap masalah psikologis, yang terkait dengan interaksi tersebut.

Pelanggan yang diperlakukan dengan hormat, penuh empati, dan dengan perhatian tulus, akan menganggap bahwa hanya ada sedikit masalah psikologis dan mereka mendapat manfaat yang besar dan mempunyai pandangan yang lebih baik tentang nilai keseluruhan dari interaksi tersebut.

Penelitian Liu (2014), memperlihatkan adanya manfaat relasional karyawan yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan, kepuasan pelanggan, dan dampak yang sebagiannya dimediasi oleh kepuasan karyawan. Adanya karyawan yang puas dalam menjalankan

Page 177: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

166

Sri Widyastuti

tugasnya, berdampak pada optimalnya kinerja dan memberikan layanan terbaik bagi pelanggan.

Karena itu, solusi dari penciptaan nilai pada level ini, terletak pada keputusan untuk mempekerjakan seorang karyawan. Kemampuan perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan, melalui interaksi dengan para staf atau karyawan sangat bergantung pada program dan kebijakan SDM.

Keputusan paling penting yang utama dalam pemasaran jasa, adalah keputusan untuk mempekerjakan seseorang. Perusahaan dapat menambah program pelatihan staf, motivasi, program reward, kompensasi, dan hal lain yang berkaitan dengan SDM.

Kunci untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, terletak pada penciptaan nilai bagi pelanggan, yang mengarah pada pengantaran nilai antarpribadi yang istimewa. Kebalikannya, adalah menciptakan nilai bagi pelanggan, dengan mengurangi atau menghilangkan situasi ketika pelanggan menemui karyawan yang kasar, tidak peduli, tidak suka menolong, senang menggerutu, dan tidak ramah.

Hal semacam itu jika sering terjadi, akan membuat usaha yang baik dari perusahaan dan perencanaan untuk menciptakan produk yang hebat dan sistem pengantaran yang efisien, menjadi tidak berguna.

Akan banyak pembelian yang batal dan hubungan dengan pelanggan berakhir, walaupun perusahaan telah memberi pelayanan terbaik pada level bawah, dari model pemicu kepuasan pelanggan, karena adanya pertemuan yang mengecewakan dengan karyawan.

Banyak perusahaan tidak memahami pentingnya karyawan dalam penciptaan nilai. Pelanggan sesungguhnya memahami dan menghargai pentingnya orang dalam penyediaan jasa. Mereka memberikan komentar ketika karyawan tidak suka menolong, kekurangan staf pada waktu sibuk, atau karena karyawan dibatasi oleh aturan-aturan yang melarang mereka melewatkan banyak waktu dengan pelanggan.

Manajer dalam organisasi jasa, seringkali tidak menghargai pentingnya prinsip sumber daya dalam penyediaan nilai bagi

Page 178: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

167

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggan. Padahal untuk menciptakan nilai sejati bagi pelanggan, manajemen harus memastikan, bahwa ada cukup perhatian yang diberikan pada karyawan sebagai komponen dari nilai.

Menumbuhkan perasaan positif dalam diri pegawai, adalah pemicu dari kepuasan pelanggan dan merupakan level tertinggi bagi penambahan nilai. Ketika pelanggan diperlakukan dengan hormat dan sopan, mereka akan merasa nyaman berhubungan dengan perusahaan.

Sedang perusahaan dan karyawan yang lebih menekankan pada produk inti, harga dan layanan penunjang, tidak selalu memperhitungkan pentingnya perasaan pelanggan selama berhubungan dengan perusahaan.

Bahkan perusahaan yang memiliki teknologi tinggi, sering mengabaikan perasaan pelanggan. Pengantaran tepat waktu adalah penting, tetapi jika orang yang mengantar barang bersikap kasar, maka persepsi pelanggan tentang nilai, tentu akan berkurang.

Gambar 5.5 Segitiga Pemasaran Jasa

Kotler (2009)

Groonros (2003), menyatakan, bahwa ada tiga pihak dalam pemasaran jasa, yaitu manajemen atau perusahaan, karyawan atau personel dan pelanggan. Ketiganya saling terkait satu dengan lainnya. Ini yang sering disebut dengan Segitiga Pemasaran Jasa, yang menggambarkan tiga kelompok yang saling berhubungan,

Page 179: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

168

Sri Widyastuti

bekerja bersama, untuk mengembangkan, mempromosikan dan menyampaikan jasa.

Zeithaml and Bitner (2003), menjelaskan, pemasaran jasa adalah mengenai janji yang dibuat kepada pelanggan, dan harus tetap dijaga. Kerangka kerja strategik menyatakan, bahwa service triangle memperlihatkan pentingnya orang atau karyawan atau staf dalam perusahaan yang menjaga janji, dan sukses dalam membangun customer relationship.

Ketiga pemain utama ini diberi nama segitiga pemasaran jasa yaitu: perusahaan (Strategic Business Unit atau departemen atau manajemen), pelanggan dan provider atau pemberi jasa. Provider bisa pegawai perusahaan, subkontraktor, atau pihak luar yang menyampaikan jasa perusahaan.

Sisi kiri segitiga menunjukkan peran kritis yang dimainkan pemasaran internal, yaitu antara manajemen dan karyawan. Di mana perusahaan secara efektif memotivasi dan melatih karyawannya berhadapan dengan pelanggan, dan semua karyawan yang mendukung, sehingga dapat bekerja sama dalam satu tim yang secara konsisten memberikan kepuasan pada pelanggannya.

Perusahaan atau manajemen, juga harus memperlakukan para karyawan sebagaimana pelanggan melalui berbagai pendekatan, berupa moral maupun material. Ini merupakan kegiatan manajemen, untuk membuat provider memiliki kemampuan menyampaikan janji-janji, yaitu perekrutan, pelatihan, motivasi, pemberian imbalan, menyediakan peralatan dan teknologi. Apabila provider tidak mampu dan tidak memenuhi janji yang dibuat, perusahaan akan gagal, dan segitiga jasa akan runtuh.

Pada sisi kanan segitiga, adalah usaha pemasaran eksternal, yaitu membangun harapan pelanggan dan membuat janji kepada pelanggan mengenai apa yang akan disampaikan. Pemasaran eksternal merupakan permulaan dari pemasaran jasa, yakni bahwa janji yang dibuat harus ditepati.

Sesuatu atau seseorang yang mengomunikasikan kepada pelanggan sebelum menyampaikan jasa, dapat dipandang sebagai bagian dari fungsi pemasaran eksternal. Pemasaran eksternal yaitu

Page 180: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

169

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

suatu cara pemasaran, di mana perusahaan memasarkan jasa kepada para pelanggan dengan menggunakan cara-cara pemasaran biasa, umum, atau tradisional.

Dasar segitiga adalah akhir dari pemasaran jasa, yaitu pemasaran interaktif (real time marketing). Di sini janji ditepati atau dilanggar oleh karyawan, subkontraktor atau agen. Ini merupakan titik kritis. Apabila janji tidak ditepati pelanggan, akan tidak puas dan seringkali meninggalkan perusahaan.

Pemasaran interaktif berarti nilai kualitas jasa yang dirasakan, tergantung pada kualitas interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan. Kualitas pelayanan tidak hanya menyangkut kualitas teknis, juga menyangkut kualitas fungsional seperti perhatian terhadap permasalahan pelanggan, dan value added atau nilai tambah yang diberikan. Performa kerja adalah salah satu alat pemasaran yang ampuh untuk membuat pelanggan selalu puas dan setia.

5.7 Memperluas Proporsi Nilai Program penghargaan dan penganugerahan pelanggan,

dapat dikembangkan perusahaan dengan menambahkan nilai bagi pelanggannya. Desain program dikembangkan dengan membuat pelanggan merasa penting, dihargai, dihormati, dan terkesan.

Menghindari situasi yang membuat pelanggan merasa kecewa, diabaikan, dianggap rendah, tidak penting (tidak dipedulikan) yang terjadi karena produk, proses, sistem dan performa karyawan, merupakan strategi bagus untuk diterapkan perusahaan.

Barnes (2003) memaparkan berbagai pandangan tentang nilai dalam konteks model pemicu kepuasan pelanggan mengilustrasikan sejumlah poin penting berikut: Nilai dapat diciptakan atau ditambahkan pada setiap level dari

kelima level model pemicu kepuasan pelanggan, pada saat perusahaan berjuang untuk memuaskan tingkat kebutuhan pelanggan yang lebih tinggi dan kian progresif. Sebaliknya, perusahaan dapat melakukan hal-hal yang tidak semestinya pada tiap level yang mengganggu terciptanya kepuasan pelanggan, dan mendorong pelanggan untuk meninggalkan perusahaan.

Page 181: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

170

Sri Widyastuti

Perusahaan dapat menciptakan nilai dengan sangat sukses pada level yang lebih bawah, dari model pemicu kepuasan pelanggan, hanya untuk melihatnya hancur pada level yang lebih atas. Secara sederhana, perusahaan dapat memiliki produk terbaik, tetapi gagal mengantarkannya tepat waktu, sehingga pelanggan merasa kecewa.

Perusahaan dapat memilih jenis nilai yang terpenting, yaitu nilai yang menyentuh emosi pelanggan. Ketika perusahaan menempatkannya pada puncak teratas dari model pemicu kepuasan pelanggan, harus menyadari bahwa emosi positif maupun negatif dapat, dibangkitkan dari level mana saja dari empat level sebelumnya.

Tetapi nampaknya banyak berpandangan agak sempit tentang nilai dan bagaimana nilai diciptakan dalam diri pelanggan. Pelanggan beranggapan, nilai berarti uang, sehingga menambahkan nilai berarti memperbaiki produk atau memberi diskon.

Pelanggan selalu berpikir, nilai adalah cukup menambahkan beberapa keistimewaan pada produk inti, sementara harga produk tetap sama. Bisa juga menggabungkan dua atau lebih jasa atau produk, dan memberikan harga yang menarik untuk gabungan tersebut.

Strategi ini telah dilakukan oleh layanan perbankan, melalui penawaran kartu kredit selama bertahun-tahun, di mana sejumlah keistimewaannya ditawarkan sebagai bagian dari paket layanan.

Pelanggan membayar sejumlah uang iuran secara tetap setiap bulannya, atau bahkan gratis, dan dapat menikmati serangkaian layanan, termasuk asuransi perjalanan, cek wisata gratis, layanan rancangan paket perjalanan wisata, atau akses memilih tempat duduk utama di pesawat.

Perbankan menawarkan sejumlah layanan dan memberikan laporan pada pelanggan, dengan membayar sejumlah iuran bulanan tetap. Perusahaan telekomunikasi sekarang emberikan layanan telepon seluler, layanan televisi satelit, dan akses internet.

Penawaran layanan gabungan, walaupun mungkin merupakan perubahan nilai yang dirasakan pelanggan, masih merupakan

Page 182: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

171

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pendekatan yang kurang tajam untuk menciptakan nilai. Penawaran itu masih merupakan potongan harga, karena pelanggan ditawari paket produk atau jasa yang lebih murah secara keseluruhan. Penurunan harga merupakan suatu bentuk paling tidak menarik dari penciptaan nilai.

Barnes (2003), menyebutkan, itu disebabkan karena beberapa hal di bawah ini:1. Strategi tersebut paling mudah ditiru. Pesaing dapat menurunkan

harga secepat yang dilakukan perusahaan. 2. Seringkali usaha tersebut berakhir dengan hilangnya uang

perusahaan, karena pelanggan sesungguhnya siap dan bersedia membayar lebih, jika perusahaan dapat memberikan apa yang sesungguhnya pelanggan inginkan.

3. Jika potongan harga yang dilakukan perusahaan dapat diprediksi pelanggan, beberapa pelanggan akan menunggu potongan harga tersebut dan tidak akan membayar penuh, jika memungkinkan malahan mereka dapat menghindarinya.

Segmen pelanggan yang berbeda, akan menerima nilai dengan cara yang berbeda pula. Perusahaan yang mendefinisikan proposisi nilai dengan sangat sempit, seringkali memiliki pandangan yang sama sempitnya tentang bagaimana perusahaan dapat menciptakan nilai bagi pelanggannya.

Pelanggan akan mengombinasikan berbagai elemen yang bervariasi pada proposisi nilai, untuk mendefinisikaan nilai dari perspektif mereka. Sebagai akibatnya, apa yang dianggap berharga atau merupakan elemen penting dalam proposisi nilai seorang pelanggan, belum tentu dianggap berharga oleh pelanggan lainnya.

Nilai dapat diciptakan dalam berbagai cara yang berbeda, dan penting bagi para tenaga penjual, untuk sungguh-sungguh menyadari bentuk nilai yang dianggap paling penting oleh segmen pasar yang diminati perusahaan.

Sesungguhnya, membagi segmen pasar berbasis bentuk nilai, akan memberikan kontribusi bagi kepuasan berbagai segmen yang bervariasi, dan hal ini adalah suatu cara yang sangat menguntungkan.

Page 183: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

172

Sri Widyastuti

Namun yang pertama dan sangat penting bagi tenaga penjual dan pihak lain, adalah untuk memahami bagaimana pelanggan mendefinisikan nilai.

Dalam usaha mematahkan penafsiran sempit tentang nilai sebagai fungsi dari apa yang diterima sebagai ganti harga yang dibayar, Conference Board (1997) dalam Barnes 2003, melaporkan tentang empat sumber nilai yang diperoleh dan dirasakan oleh pelanggan, yaitu:1. Proses: optimalisasi proses bisnis dan memandang waktu sebagai

sumber daya pelanggan yang berharga.2. Orang: karyawan diberi wewenang dan mampu menanggapi

pelanggan.3. Produk atau jasa atau teknologi: keistimewaan dan manfaat

produk dan jasa yang kompetitif, mengurangi gangguan produktivitas.

4. Dukungan: siap membantu pelanggan yang membutuhkan bantuan.

Arjun & Holbrook (2001), mengemukakan tiga dimensi kunci pada nilai pelanggan sebagai kerangka untuk memahami nilai. Ini sangat penting untuk memperkuat pandangan tentang nilai seperti yang diterima oleh pelanggan: (1) nilai ekstrinsik vs nilai intrinsic, pelanggan melihat nilai atas kepemilikan atau penggunaan produk atau jasa sebagai sarana mencapai tujuan akhir tertentu atau hanya pada pengalaman itu sendiri; (2) nilai yang berorientasi pada diri sendiri vs nilai yang berorientasi pada orang lain, konsumen melihat nilai sebagai manfaat bagi dirinya sendiri atau manfaat bagi orang lain; dan (3) nilai aktif vs nilai reaktif, konsumen melihat nilai melalui penggunaan langsung suatu obyek atau melalui pemahaman, apresiasi, dan respons terhadap suatu obyek.

Barnes (2003) mengidentifikasi komponen atau bentuk-bentuk dari nilai yang telah diselaraskan dengan pelanggan dalam banyak organisasi. Mereka merefleksikan fakta, bahwa nilai dapat diciptakan dengan banyak cara berbeda. Beberapa di antaranya tidak diakui oleh para manajer di beberapa perusahaan.

Page 184: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

173

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Di mulai dengan penciptaan bentuk nilai yang paling mudah, yaitu yang melibatkan perubahan produk inti dan harga produk tersebut. Nilai paling mudah ditiru dan paling sulit menghasilkan penciptaan nilai yang sejati dan tahan lama bagi pelanggan.

Berikut ini kriteria nilai pelanggan:Nilai Berbasis Harga Produk

Merupakan sumber nilai paling mendasar. Nilai ini ditandai oleh pelanggan, apabila beralih ke pesaing yang menawarkan harga lebih murah. Pelanggan yang menyamakan nilai dengan harga, adalah contoh klasik di mana sesorang berpindah pemasok atau perusahaan karena harga. Implikasinya, pelanggan tidak menerima nilai lain yang ditawarkan perusahaan. Biasanya pelanggan memandang produk sebagai sebuah komoditi, dan berpikir bahwa semua pemasok adalah sama. Pelanggan-pelanggan ini melihat sedikit nilai dalam penawaran perusahaan yang saling bersaing, dan telah memutuskan bahwa karakteristik lain dari penawaran tersebut tidak semenarik atau sepadan dengan pentingnya suatu harga. Pandangan berbasis harga ini mungkin terjadi, ketika pelanggan lebih memusatkan perhatian pada jasa inti ketimbang keseluruhan penawaran sebuah perusahaan, di mana produk atau jasa inti tersebut tidak berbeda dengan produk atau jasa perusahaan lain. Hal ini bisa dilihat dalam kebutuhan-kebutuhan pokok, juga dalam layanan finansial. Melalui teknologi, produk inti sering dipandang sebagai komoditi. Ini adalah alasan mengapa terjadi kompetisi harga, dalam bidang layanan telepon seluler dan produk financial atau perbankan.

Nilai Kemudahan AksesBentuk nilai ini tercipta, ketika perusahaan membuat pelanggan mudah mengakses produk atau jasa, dan untuk berhubungan dengan mereka. Nilai kemudahan akses diciptakan dengan bersikap terbuka terhadap bisnis yang diinginkan pelanggan, menyediakan lokasi yang nyaman, dan menawarkan berbagai cara untuk mengakses produk atau pelayanan.

Page 185: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

174

Sri Widyastuti

Aspek penciptaan nilai ini ditingkatkan dengan menggunakan teknologi, seperti berbelanja atau berinteraksi dengan bank melalui internet (internet banking). Nilai semacam ini memiliki komponen informasi tertentu dan ingin memperolehnya secara nyaman, misalnya melalui hotline service 24 jam. Teknologi telah membuat hal ini mungkin terjadi, dengan penggunaan e-mail dan internet untuk memperoleh informasi.

Nilai Berbasis PilihanMemberi pelanggan kesempatan untuk menyeleksi berbagai pilihan yang tersedia bagi mereka, dan bagaimana mereka mengakses pilihan-pilihan tersebut, ini yang dapat menciptakan nilai bagi mereka. Pelanggan diizinkan tinggal sementara dengan perusahaan, dan mereka mampu memilih dari variasi pilihan produk atau jasa. Hal ini menciptakan nilai dalam hal membuat pelanggan memberikan lebih sedikit waktu, enerji dan menimbulkan lebih sedikit beban psikologis. Pilihan tidak berkembang hanya sampai pada seleksi produk atau jasa yang ditawarkan. Nilai diciptakan bagi pelanggan, setiap kali perusahaan memberikan kepada pelanggan pilihan tentang bagaimana mereka dapat berurusan dengan perusahaan, bagaimana mereka dapat membayar apa yang dibeli, menggunakan layanan pengiriman macam apa yang mereka inginkan, atau bagaimana mereka menerima informasi.

Nilai Berbasis KaryawanJenis nilai ini berkaitan dengan level dan tipe pelayanan yang diterima pelanggan dari karyawan perusahaan. Kualitas pelayanan seringkali membawa pelanggan kembali, dan kualitas ini sering dihubungkan dengan tindakan dan sikap dari para karyawan. Definisi umum dari pelayanan, termasuk di dalamnya berbagai aspek dari pelayanan yang diterima pelanggan, seperti lamanya respons, panjangnya antrean, kecepatan pelayanan, keramahan, empati dan sopan santun.

Page 186: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

175

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Aspek-aspek tersebut, yang berkaitan langsung maupun tak langsung dengan staf atau karyawan perusahaan, termasuk faktor yang memicu kepuasan pada level teknis pengantaran jasa dan interaksi dengan staf atau karyawan. Cara karyawan menyapa dan berhubungan dengan pelanggan, berpotensi menambah nilai pada situasi jual beli atau pelayanan yang dialami pelanggan.

Nilai InformasiMenyediakan lebih banyak informasi dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan. Seringkali pelanggan tidak menyadari adanya pilihan-pilihan yang tersedia bagi mereka. Ketika perusahaan memberi informasi pada pelanggan, dapat membuat pilihan berbasis pengetahuan yang meningkatkan tingkat kenyamanan mereka dalam mengambil keputusan. Penyediaan informasi ini sangat penting bagi perusahaan yang pelayanannya sangat terkait dengan tersedianya teknologi. Banyak pelanggan yang tidak tahu kemampuan teknologi yang ditawarkan, tetapi pelanggan mau mempelajari cara baru yang berguna dalam penggunaan teknologi tersebut. Seseorang responden yang berpartisipasi dalam kelompok yang menjadi target penelitian, Widyastuti (2010), ditanya mengapa dia tidak menggunakan ATM untuk membayar rekening-rekeningnya. Dia menjawab, “Dapatkah Saya melakukan hal itu? Nampaknya sulit”. Demikian juga layanan lain seperti e-banking yang menggunakan telepon seluler. Ketika diberikan konsultasi oleh karyawan, pelanggan sangat terkesan ketika ditunjukan pada pelanggan tentang keistimewaan dari sistem voice mail yang tidak mereka gunakan, namun termasuk dalam harga bulanan yang harus mereka bayar. Pelanggan akan segera merasakan nilai yang lebih besar dari layanan tersebut. Apabila pelanggan mengetahui kemampuan teknologi dan memahami bagaimana menggunakan keseluruhan potensinya, akan mengurangi kecemasan pelanggan, dan meningkatkan persepsi mereka tentang nilai yang lebih baik.

Page 187: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

176

Sri Widyastuti

Nilai AsosiasiPelanggan kadang-kadang mengalami kepuasan dan kenyamanan, karena menjadi pelanggan dari penyedia jasa tertentu yang mereka asosiasikan positif dalam nilai atau atribut. Hal ini adalah benar, khususnya ketika perusahaan itu dipandang sebagai perusahaan korporat yang baik atau memberikan gambaran positif dalam suatu komunitas bisnis. Beberapa pelanggan sungguh merasa bangga mengatakan, mereka adalah pelanggan dari perusahaan tertentu, karena orang lain menghormati perusahaan tersebut. Orang lain merasakan asosiasi positif dari merek pelayanan tertentu, dan mengalami nilai ketika mereka tinggal. Contohnya Four Seasons Hotel. Gambaran positif dari merek tersebut dipandang melekat pada pelanggan-pelanggannya.

Nilai yang MemampukanBanyak penyedia jasa sangat dihargai bukan hanya karena produk atau jasa inti mereka, namun karena produk atau jasa tersebut memampukan mereka melakukan segala sesuatu. Misal, pelanggan menghargai suatu perusahaan penerbangan bukan hanya karena penerbangan itu membawa mereka dari satu tempat ke tempat lain, namun karena penerbangan itu memungkinkan mereka bersatu kembali dengan keluarga mereka atau mendapatkan akhir pekan yang membuat menjadi rileks dan bahagia. Layanan telepon seluler memungkinkan orang tua mengetahui di mana anak-anak mereka berada. Dengan lebih memfokuskan perhatian pada efek dari suatu jasa, dibanding dengan jasa itu sendiri, sebuah perusahaan juga meningkatkan manfaat besar yang dirasakan pelanggan. Bentuk nilai ini sangat terkait dengan konsep Arjun & Holbrook (2001) tentang nilai ekstrinsik, ketika suatu produk atau jasa dihargai karena kemampuan mereka dalam berperan sebagai alat untuk memenuhi beberapa maksud, cita-cita atau sasaran.

Page 188: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

177

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Nilai HubunganIni mengacu pada nilai yang tercipta, ketika sebuah perusahaan membuat pelanggannya merasa sangat nyaman dalam berhubungan dengan perusahaan. Nilai jenis ini tidak langsung terkait dengan produk dari sebuah perusahaan maupun harga sebuah produk, namun lebih pada aspek yang lebih halus, yaitu interaksi dengan pelanggan. Hal ini sungguh terkait dengan cara-cara yang dilakukan perusahaan, untuk meningkatkan kedekatan dan rasa memiliki pada diri pelanggan. Ketika pelanggan ditanya tentang perusahaan mana yang membuat mereka merasa nyaman dalam berhubungan, mereka akan menunjuk pada perusahaan yang memperlakukan mereka secara istimewa, yang nampak memahami mereka dan menghargai bisnis mereka. Akhirnya, dalam kasus beberapa penyedia jasa, pelanggan merasa dekat dan menganggap hubungan itu sebagai hubungan pribadi dengan ungkapan seperti “penata rambutku”, ‘’bank syariahku” atau “mekanikku”. Pelanggan merasa menjadi bagian penting dari sebuah organisasi, dengan melibatkan keseluruhan emosionalnya untuk mewujudkan nilai hubungan pelanggan.

Nilai Keunikan PelangganNilai jenis ini tercipta ketika perusahaan memperlakukan mereka sebagai seorang individu. Dengan mencocokan pelayanan sesuai kepribadian pelanggan, sebuah perusahaan mengirimkan pesan, bahwa: mereka memperhatikan pelanggan, dia dikenal dan dihargai, dan bisnis mereka sangat berarti bagi perusahaan, dan bahwa pelanggan bukanlah sekadar angka-angka. Menciptakan nilai semacam itu, dapat dilakukan dengan sederhana seperti mengenali pelanggan dan memanggil namanya dengan ramah. Itu akan membuat pelanggan terkesan, merasa tersanjung dan terhormat. Teknik ini dapat dijalankan perusahaan melalui pemasaran interaktif pada pelayanan

Page 189: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

178

Sri Widyastuti

Nilai KejutanMengacu pada keuntungan yang didapatkan, dengan memberikan kejutan pelanggan melalui penyampaian berita baik atau perlakuan istimewa, suatu pengalaman “Wow!” bagi mereka. Ini mengharuskan penyedia jasa mencari kesempatan, untuk membuat pelanggan terkesan dengan program dan tindakan yang tak terduga, serta mengirimkan pesan bahwa perusahaan memperhatikan dan secara tulus lebih peduli untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Banyak pelanggan merasa terkejut dan senang, ketika menerima telepon yang memberi mereka informasi adanya diskon. Mereka terkesan ketika seorang karyawan menemui mereka, untuk memecahkan masalah atau mendapatkan informasi. Ketika sejumlah perusahaan meluncurkan sebuah program untuk menelpon pelanggan pada saat-saat tertentu, tidak untuk menjual pada mereka tetapi menanyakan apakah ada hal yang dapat dilakukan perusahaan bagi mereka, banyak pelanggan mengungkapkan rasa terkejut. Mereka terkesan, karena perusahaan cukup peduli pada mereka dengan menelpon mereka. Nilai jenis ini juga tercipta, ketika karyawan terlibat dalam apa yang Saya sebut “spontanitas yang direncanakan.” Ketika karyawan melakukan hal tak terduga, membuat pelanggan terkesan dengan pelayanan atau isyarat yang tidak terduga, sangat dihargai oleh pelanggan. Hasilnya adalah terciptanya nilai hubungan dan pelanggan yang merasa senang.

Nilai KomunitasNilai ini mengacu pada kontribusi yang diberikan perusahaan pada ekonomi lokal, dan komunitas masyarakat tempat perusahaan tersebut beroperasi. Keuntungan yang tercipta, secara tidak langsung melalui donasi dan sponsorship pada kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diberikan perusahaan. Perusahaan juga sudah mempekerjakan banyak orang anggota masyarakat setempat. Ini merupakan nilai yang tercipta tidak melalui kontak langsung dengan pelanggan atau menjalankan

Page 190: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

179

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

bisnis inti perusahaan tersebut, tetapi melalui amal dan perbuatan baik. Dengan menyeponsori aktivitas seni, klub olahraga dan sumbangan pada pembangunan universitas lokal, sebuah perusahaan mendapatkan reputasi yang pantas mereka terima, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi citra perusahaan di mata pelanggan. Beberapa akan memilih untuk berbisnis dengan perusahaan tertentu karena perusahaan akan mengembalikan keuntungannya pada masyarakat. Jadi, di sini perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan pada level yang berbeda, jauh dari produk dan jasa yang mereka jual dan tidak ada hubungannya dengan harga yang mereka tetapkan.

Nilai IngatanNilai ingatan tercipta ketika pelanggan terlibat dalam suatu peristiwa atau pengalaman pelanggan. Mendengar kata Bali, bukan Indonesia, yang sekian lama menjadi tempat tujuan wisata wisatawan domestik maupun luar negeri. Mendengar Lux, salah satu merek sabun mandi, pelanggan akan terkenang keharumannya, mereka mencatat penawaran itu dalam jangka waktu lama.

Nilai PengalamanNilai ini sangat terkait dengan konsep nilai ingatan, yang merupakan penciptaan pengalaman bagi pelanggan. Pine dan Gilmore (1999) menghubungkan nilai pengalaman dengan drama, konser, taman hiburan dan panggung pertunjukan. Dengan cepat pelanggan akan menunjukan bahwa hiburan hanyalah salah satu bagian dari pengalaman; nilai pengalaman tercipta jika pelanggan terlibat. Perusahaan dapat menciptakan nilai pengalaman bagi pelanggan dengan menambahkan hiburan pada penawaran pelayanan. Mereka dapat mengubah pengalaman pelayanan menjadi tak terlupakan, dengan menciptakan pelayanan yang begitu menyenangkan dan memberikan pelayanan istimewa yang

Page 191: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

180

Sri Widyastuti

tidak akan dilupakan pelanggan, sehingga pelanggan akan menceritakannya pada teman-teman dan kolega-koleganya. Contoh pada jasa rumah makan seringkali menampilkan live music, dan mengundang pengunjung untuk menyumbangkan lagu.

Kesimpulan yang bisa diambil adalah, bahwa pelanggan yang berbeda menempatkan tingkat kepentingan yang berbeda pada komponen nilai yang berbeda. Hal ini yang menjadi kendala pada penambahan nilai. Secara sederhana, segmen pelanggan yang berbeda, menghargai kombinasi hal yang berbeda-beda pula dalam melihat daya tarik dari penawaran suatu jasa.

Sebagai catatan, pelanggan memberi bobot yang berbeda pada berbagai variasi komponen nilai dalam situasi tertentu, membayar harga yang rendah di beberapa situasi, dan membayar lebih banyak dalam situasi yang lain untuk membeli produk atau jasa dari sebuah perusahaan yang menawarkan pelayanan istimewa, atau yang membuat pelanggan lebih mudah melakukan pembelian.

Hal yang dianggap menghalangi penciptaan nilai, kebanyakan disebabkan oleh fakta bahwa pelanggan memandang nilai dalam cara beragam. Mereka jelas mengetahui, ketika tidak ada nilai yang ditambahkan, atau ketika beberapa aspek pelayanan yang mereka anggap berharga, dihilangkan.

Ingat, pelanggan mampu mengidentifikasi situasi, ketika mereka merasakan, tidak ada nilai yang ditambahkan oleh perusahaan atau ketika mereka merasakan bahwa ada nilai yang telah dikurangi.

5.8 Menambahkan Nilai TeknologiSalah satu aspek yang paling mengganggu penciptaan nilai

dari perspektif pelanggan, adalah pengenalan teknologi dalam penyedia jasa. Sepanjang riset yang dilakukan, Barnes (2003) banyak menemukan pelanggan marah karena harus berinteraksi dengan teknologi untuk mengakses suatu pelayanan.

Banyak pelanggan tidak suka dengan pelayanan yang menggunakan teknologi, karena pelayanan tersebut bersifat

Page 192: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

181

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

impersonal dan menganggap pengenalan teknologi tersebut sebagai alat perusahaan untuk mengurangi biaya.

Pilihan untuk melakukan urusan perbankan melalui ATM, telepon atau internet, dirasakan sebagian orang sebagai penambahan nilai, karena teknologi tersebut menciptakan nilai pilihan dan kenyamanan; tetapi bagi banyak orang lain, hal itu mengurangi nilai karena menurunkan nilai hubungan.

Safeena et al (2010), meneliti tentang sikap pelanggan terhadap internet banking. Inovasi teknologi memiliki arti penting dalam kehidupan umum dan profesional manusia. Era ini bisa dikaitkan sebagai revolusi teknologi. Perluasan dengan cepat teknologi informasi, telah menyerap ke dalam kehidupan jutaan orang. Kemajuan teknologi yang cepat telah memperkenalkan perubahan besar dalam suasana ekonomi dan bisnis di seluruh dunia (Qureshi et al, 2008). Perkembangan teknologi telah dirasakan kegunaan, keamanan dan privasinya yang merupakan faktor penting bagi pelanggan untuk menerima sistem perbankan online.

Penelitian terhadap sikap konsumen dan adopsi internet banking, menunjukkan ada beberapa faktor predetermining sikap konsumen terhadap perbankan online seperti motivasi, demografi dan perilaku seseorang terhadap teknologi perbankan yang berbeda setiap individu dalam penerimaan teknologi baru.

Telah ditemukan, bahwa sikap konsumen terhadap perbankan online dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya dari komputer dan teknologi baru (Laforet dan Li, 2005).

Penerapan pelanggan pada perbankan elektronik, banyak mempertimbangkan masalah integritas password, privasi, enkripsi data, hacking, dan perlindungan informasi pribadi (Benamati & Serva, 2007).

Perbankan elektronik mungkin memerlukan keterlibatan konsumen yang paling tinggi, karena membutuhkan konsumen untuk mempertahankan dan secara teratur berinteraksi dengan teknologi tambahan, yakni komputer dan koneksi Internet (Jane et al, 2004).

Konsumen yang menggunakan e-banking, menggunakannya secara berkelanjutan dan perlu mendapatkan tingkat kenyamanan

Page 193: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

182

Sri Widyastuti

tertentu dengan teknologi untuk tetap menggunakannya (Servon dan Kaestner, 2008).

Adopsi pelanggan pada teknologi, merupakan dilema yang diakui pada perencanaan strategis lembaga keuangan. Beberapa studi telah menyelidiki, mengapa orang memilih sebuah bank tertentu, seleksi termasuk konsumen faktor penting dari sisi kenyamanan, fasilitas pelayanan, reputasi dan tingkat suku bunga (Kennington et al, 1996;. Zineldin, 1996).

Menurut Delvin (1995), pelanggan memiliki sedikit waktu untuk menghabiskan kegiatan seperti mengunjungi sebuah bank, dan karena itu menginginkan tingkat yang lebih tinggi pada kenyamanan dan aksesibilitas.

Atribut layanan berkualitas seperti internet banking, harus menawarkan layanan untuk mendorong konsumen beralih ke transaksi online dan tetap menggunakannya, yang semula mereka anggap tidak bermanfaat akan memberikan kemudahan penggunaan, kehandalan, daya tanggap, keamanan, dan perbaikan terus menerus (Liao dan Cheung, 2008).

Dalam studi lain, Liao dan Cheung (2002), menemukan, bahwa harapan individu mengenai akurasi, keamanan, kecepatan jaringan, user-friendly, dan keterlibatan pengguna dan kemudahan adalah atribut kualitas yang paling penting dalam kegunaan yang dirasakan pada perbankan e-retail berbasis internet .

Faktor penting yang mempengaruhi keputusan individu untuk menggunakan atau tidak menggunakan layanan online, adalah usia individu, kesulitan menggunakan Internet, ketakutan perubahan di sektor perbankan karena perkembangan teknologi, dan kurangnya informasi mengenai produk dan layanan yang diberikan kepada pelanggan melalui jaringan layanan elektronik.

Padalah ada faktor-faktor positid dalam menggunakan layanan online, seperti kecepatan transaksi atau biaya menggunakan internet berdampak kecil terhadap keputusan akhir individu (Mavri dan Ioannou, 2006).

Ibrahim et al (2006), dalam kajiannya, mengungkapkan enam komposit dimensi kualitas pelayanan elektronik, termasuk

Page 194: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

183

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

penyediaan kenyamanan atau operasional perbankan, keakuratan elektronik; aksesibilitas dan keandalan penyediaan layanan; manajemen antrean yang baik; personalisasi layanan, penyedia yang ramah dan layanan pelanggan yang responsif, dan penyediaan layanan pelanggan yang ditargetkan.

Menurut studi Amin (2007), dianggap tidak bermanfaat, persepsi kemudahan penggunaan, kredibilitas yang dirasakan dan komputer self-efficacy merupakan faktor yang mempengaruhi adopsi internet banking.

Salah satu teknologi yang dikembangkan perusahaan untuk menjalin hubungan dengan pelanggannya, adalah website perusahaan. Agar menarik, website perusahaan harus dirancang dengan baik, supaya pelanggan tidak menjadi sangat frustasi pada saat menggunakannya.

Belakangan, Barnes (2003) menekan tombol “hubungi kami” pada website perusahaan jasa terkenal, langsung diberi alamat surat-menyurat dari perusahaan tersebut, dengan pesan “tulislah surat pada kami”.

Perasaan yang tumbuh dalam diri pelanggan tentang perusahaan tersebut adalah, bahwa teknologi perusahaan cukup tinggi untuk membuat website, tetapi mereka bertindak seolah-olah mereka memiliki teknologi yang rendah dengan menyuruh pelanggan menghubungi mereka lewat surat.

Sejumlah website perusahaan yang meminta pelanggan mendaftarkan diri untuk mendapat informasi, tetapi merancang sistem mereka untuk menerima kode pos yang memiliki banyak digit, karena hanya kode pos dengan lima digit yang diterima. Hal ini menyulitkan pengguna website, dan membuat pelanggan kecewa. Adanya gangguan sistem dan proses pada sistem teknologi komunikasi, seringkali dikomentari pelanggan. Ini menyebabkan dapat menghalangi upaya penciptaan nilai perusahaan. Pelanggan berkomentar, bahwa mereka sulit menghubungi perusahaan lewat telepon, namun perusahaan tidak menelpon balik ketika mereka meninggalkan pesan.

Page 195: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

184

Sri Widyastuti

Hal lain yang seringkali menyebabkan penempatan sistem dan proses pengantaran jasa perusahaan tidak efisien, seringkali tidak memberitahu pelanggan ketika ada penundaan atau gangguan penyediaan jasa.

Gangguan-gangguan ini merusak pengantaran jasa, dan merefleksikan suatu situasi dan kondisi di mana manajemen kurang memperhatikan nilai akses dan kenyamanan.

Sebelum sebuah perusahaan memperbaiki pengantaran nilai kepada pelanggan, perusahaan harus memahami dua aspek dari nilai, yaitu nilai jenis mana yang paling sesuai bagi segmen pasar yang diminati pelanggan dan seberapa baik perusahaan dapat menciptakan jenis nilai itu dapat disampaikan sekarang ini.

Dalam penelitian tentang hubungan pelanggan, terdapat komponen-komponen pengukur nilai yang dasarnya melihat pada kedua aspek tersebut. Melalui informasi ini, tidak hanya dapat membandingkan peranan dari masing-masing bentuk nilai dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan secara keseluruhan, juga menentukan efek dari meningkatnya persepsi nilai pada hubungan pelanggan dengan perusahaan.

Hasil analisis menggambarkan pentingnya tiap bentuk nilai pelanggan dan kinerja perusahaan, dalam mengantarkan bentuk nilai tersebut pada pelanggan. Gambar 5.6 (Barnes, 2003), menunjukkan grid model dari nilai pelanggan dan kinerja perusahaan.

Gambar tersebut menunjukkan, bahwa manajemen sebuah perusahaan akan menentukan seberapa baik perusahaan meningkatkan bentuk nilai bagi kepentingan bagi pelanggan. Skema ini dapat dikembangkan pada berbagai segmen pasar pelanggan, karena relatifnya berbagai bentuk nilai yang dapat berbeda-beda antara segmen yang satu dengan lainnya.

Page 196: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

185

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 5.6 Nilai dengan Kinerja PerusahaanSumber: Barnes (2003)

Interpelasi dari pentingnya nilai-grid performa sangatlah jelas. Bentuk-bentuk nilai yang terdapat pada kwadran kanan atas, mewakili nilai yang dirasa baik oleh perusahaan; nilai-nilai tersebut secara relatif sangat penting bagi pelanggan, dan perusahaan dirasa mampu mengantarkan nilai tersebut dengan baik.

Dalam kasus hasil yang disajikan pada Gambar 5.6, memperlihatkan bentuk nilai yang terdapat di bawah median pada sumbu X kepentingannya vertikal, adalah nilai yang tidak begitu penting oleh pelanggan dalam keseluruhan pengantaran nilai.

Akibatnya mungkin dapat dikatakan, bahwa perusahaan tidak perlu menaruh perhatian khusus pada peningkatan kinerjanya di area ini. Akan tetapi, ada hal yang perlu mendapat perhatian.

Bentuk-bentuk nilai yang berbeda di kwadran kanan bawah, mewakili nilai yang tidak dianggap penting oleh pelanggan, namun diantarkan dengan sangat baik oleh perusahaan, bahkan kadang terlalu berlebihan. Hal ini merupakan usaha yang sia-sia dari perusahaan, dan usaha perusahaan dalam area ini seharusnya

Page 197: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

186

Sri Widyastuti

diarahkan untuk menciptakan bentuk-bentuk nilai yang terdapat di kwadran kiri atas.

Dalam kasus yang terjadi dalam Gambar 5.6, perusahaan nampaknya terlalu berlebihan dalam memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan asosiasi (F) dan memperkuat hubungan dengan komunitas (K). Keduanya nampaknya dianggap tidak begitu penting oleh segmen pelanggan yang berpartisipasi dalam proyek riset ini.

Nilai-nilai yang berada pada kwadran kiri atas, adalah bentuk nilai yang sangat penting bagi pelanggan, tetapi tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan. Hal ini harus segera ditangani oleh perusahaan, untuk dilakukan perbaikan.

Perusahaan dapat mengarahkan perhatiannya pada penciptaan nilai tambah dalam area yang sangat penting, seperti harga produk (A), memperlakukan pelanggan sebagai individu secara khusus (I), menawarkan pelanggan berbagai alternatif pilihan produk dan jasa (C), menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi pelanggan (M), dan secara umum membuat pelanggan merasa bahwa mereka adalah bagian dari hubungan yang sejati dengan perusahaan (H).

Perusahaan nampaknya mampu menciptakan nilai dengan baik bagi pelangganya, dalam area penting untuk membuat produk dan jasa dapat diakses dan diperoleh dengan mudah (B). Menyediakan pelayanan karyawan secara spesial (D), memberikan informasi pada pelanggan dengan lengkap (E), memampukan pelanggan menyelesaikan suatu persoalan dengan solusi terbaik (G).

Pada pembahasan ini dijelaskan, setiap perusahaan harus membuat peta sendiri tentang nilai-nilai untuk pelanggannya, yang dapat mendorong perusahaan unggul dalam persaingan.

Pendekatan untuk pembangunan jangka panjang dari perusahaan, didasarkan pada dimensi strategis yang memberikan nilai bagi pelanggan. Pendekatan strategis dapat menjadi elemen penting, untuk mencapai keunggulan kompetitif. Menunjukkan nilai, adalah inti dari suatu hubungan. Itu perlu dilakukan, karena pentingnya peranan penciptaan dan pemeliharaan nilai dalam hubungan pelanggan.

Page 198: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

187

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Para manajer harus menyadari, jika perusahaan tidak menciptakan nilai bagi pelanggan-pelangganya secara teratur, mereka tidak akan berhasil menciptakan alasan bagi pelanggan untuk bertahan.

Tanpa adanya penambahan nilai secara teratur, pelanggan akan melihat, bahwa tidak ada perbedaan nilai yang menguntungkan. Kepuasan pelanggan tidak akan tercapai, karena pelanggan tidak bersedia meneruskan hubungan bisnisnya dengan perusahaan yang memberikan sedikit nilai.

Jika kepuasan pelanggan tidak dapat dipertahankan, maka hubungan pelanggan tidak akan berkembang. Jadi, pemahaman dan penghargaan tentang penciptaan nilai bagi pelanggan, adalah komponen penting dalam usaha perusahaan, dalam membangun hubungan yang sejati dengan pelanggannya.

Faktanya, nilai bagi pelanggan dapat diciptakan dengan berbagai cara. Namun perusahaan seringkali mengambil langkah yang salah, dengan terlalu menekankan nilai uang yang mengakibatkan beberapa pelanggan potensial meninggalkan perusahaan.

Padahal pada segmen pelanggan yang berbeda, memberikan bobot kepentingan yang berbeda pada bentuk-bentuk nilai dan konteks yang berbeda pula. Seperti juga banyak aspek yang harus diperjuangkan perusahaan untuk menciptakan kepuasan pelanggan, karena disadari atau tidak oleh perusahaan, kepuasan pelanggan adalah target yang sulit dicapai. Dan menciptakan nilai bagi pelanggan bukanlah tugas yang mudah, melainkan membutuhkan perhatian yang konsisten dari manajemen. (*)

Page 199: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

188

Sri Widyastuti

Page 200: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

6.1 Berkembangnya Orientasi HubunganDi tengah persaingan bisnis, perusahaan-perusahaan besar

mulai mengalihkan perhatian mereka, dari sekadar mengembangkan produk dan layanan yang unggul ke penciptaan pengalaman personal pelanggan.

Sebuah perspektif strategis pada manajemen relasi pelanggan, menekankan pada pemberian nilai pelanggan yang unggul, dengan melakukan personalisasi interaksi antara pelanggan dan perusahaan, serta mengkoordinasikan kemampuan organisasi yang kompleks di sekitar pelanggan (Cravens & Piercy, 2013).

Istilah pemasaran hubungan mulai muncul pada literatur pemasaran pada akhir tahun 1980-an. Riset Barnes (2003), menunjukan, istilah tersebut digunakan untuk kali pertama oleh Profesor Leonard Berry dari Universitas Texas A&M, dalam presentasinya di Asosiasi Pemasaran Amerika pada tahun 1983.

Dalam penemuan ini, terdapat sedikit konsensus tentang penggunaan istilah dan aplikasinya di bidang pemasaran. Istilah pemasaran hubungan merupakan hal baru dalam kosakata pemasaran profesional. Pendekatan bisnis ini telah dipraktikan selama beratus-ratus tahun, oleh perusahaan yang berpikir bahwa memperlakukan pelanggan dengan baik adalah hal yang sangat penting, agar mereka terus-menerus kembali kepada perusahaan.

Konsep tentang pemasaran hubungan, menjadi perhatian utama pada awal tahun 1990-an, dan saat makin banyak perusahaan yang

BAB VIPEMASARAN HUBUNGAN PELANGGAN

Page 201: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

190

Sri Widyastuti

menjalankan fungsi pemasaran hubungan, atau mulai menjalankan program-program pemasaran secara progresif.

Penggunaan kata hubungan memiliki gambaran yang jelas, tentang bagaimana kebanyakan orang akan memiliki hubungan dengan seseorang atau suatu organisasi. Pandangan sejak dahulu sampai sekarang pun demikian, bahwa kata hubungan memiliki makna spesial bagi kebanyakan orang, dan hanya berlaku dalam situasi spesial, di mana terjadi hubungan yang tulus dan terjadi ikatan emosional antara dua orang atau lebih.

Customer Relationship Management (CRM) adalah inti dari proses bisnis lintas fungsional, yang terkait dengan pencapaian nilai pemegang saham, ditingkatkan melalui pengembangan hubungan efektif dengan pelanggan utama dan segmen pelanggan (Cravens & Piercy, 2013).

Hal tersebut menyatakan, perusahaan yang berorientasi pasar akan efektif, dalam menghilangkan pembatas antarfungsi bisnis sektoral yang menggerakkan fungsi-fungsi bisnis untuk berkoordinasi, bekerja sama dan menyampaikan nilai yang superior kepada pelanggannya.

Gambar 6.1 menunjukkan, proposisi nilai merinci apa yang harus disediakan oleh organisasi untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Memahami nilai pelanggan, sangat penting. Business case adalah penilaian yang menunjukkan nilai pemangku kepentingan dan keuntungan finansial dari penyampaian nilai pelanggan yang diperlukan.

Inisiatif CRM membutuhkan sumber daya substansial dan untuk selalu dievaluasi secara cermat. Strategi pelanggan menunjukkan, bagaimana segmen pelanggan yang berbeda akan dibentuk dan dikelola.

Sedang rencana transformasi menunjukkan inisiatif yang diperlukan, untuk meluncurkan strategi CRM. Semua pihak terkait, harus terbiasa dengan rencana untuk memastikan, bahwa proposisi nilai yang diperlukan, ditentukan dan diberikan kepada segmen pelanggan sasaran.

Page 202: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

191

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Gambar 6.1Develop and Define the CRM Strategy to Guide the Management Process

Sumber: Cravens & Piercy (2013)

Setiap fungsi bisnis dapat berbagi informasi (sharing information), yang diperoleh dari hasil analisis pelanggan maupun pesaing atau pasar, sehingga setiap fungsi bisnis dapat menyumbangkan pemikiran dan implementasinya, yang secara bersama-sama menghadapi pasar dengan lebih efektif dan terpadu.

Adanya jalinan komunikasi dua arah, diharapkan dapat mempertahankan kesetiaan pelanggan. Biaya untuk menjaga pelanggan lama yang setia lebih murah, dibandingkan dengan menggaet pelanggan baru. Dengan demikian, untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan, perlu meningkatkan daya tarik perusahaan.

Hal ini dilakukan dengan suatu kesadaran utuh, bahwa hubungan dengan pelanggan sangatlah penting di dalam pembentukan brand equity dan brand value, yang pada gilirannya akan menciptakan kesan yang kokoh bagi perkembangan (growth) dan kelangsungan (sustainability) perusahaan.

Sikap para top eksekutif perusahaan-perusahaan besar, telah mendorong kemunculan CRM, yang secara konsep bukanlah hal baru, namun dalam proses implementasinya dewasa ini telah mengalami suatu perkembangan luar biasa, sehingga impian untuk dapat menciptakan one-to-one relationship, dapat terwujud.

Page 203: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

192

Sri Widyastuti

CRM telah terbukti memberikan kontribusi yang sangat penting, terhadap pembentukan brand equity dan brand value suatu perusahaan. CRM merupakan salah satu sarana menjalin hubungan berkelanjutan antara perusahaan dengan para stakeholder maupun shareholdernya. Saat ini, banyak perusahaan yang memanfaatkan CRM untuk menjalin relasi dengan pelanggan.

Konsep manajemen kerelasian pelanggan, juga disampaikan oleh Shet, Parvatiyar, 2001 dalam Yevis (2010: 38), yang menyatakan, manajemen kerelasian pelanggan merupakan strategi komprehensif dalam proses untuk mendapatkan, mempertahankan serta berhubungan dengan pelanggan, untuk menciptakan nilai yang superior bagi perusahaan dan pelanggan.

Strategi tersebut dilaksanakan dalam tiga program, yaitu: (1) Continuity Marketing, untuk mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan melalui pelayanan khusus yang bersifat jangka panjang, meningkatkan nilai dengan saling mempelajari karakteristik masing-masing. (2) One to one Marketing, yaitu program yang dilakukan secara individual, ditujukan untuk memenuhi kepuasan atas kebutuhan yang unik dari pelanggan. Prinsip utama one to one marketing (retail customer relationship marketing), adalah mempelajari perubahan perilaku masing-masing pelanggan dari setiap interaksi, perhatian, dan perlakuan khusus atas kebiasaan pelanggan, sehingga dapat memperkuat ikatan antara pelanggan dan perusahaan (Ali Hasan, 2010). (3) Partnering atau Co-Marketing, yaitu hubungan kemitraan pelanggan dengan pemasar, untuk melayani kebutuhan konsumen akhir.

Pengukuran efektivitas kinerja pemasaran, adalah dengan melihat manajemen kerelasian pelanggan, serta pemasaran dengan fungsi-fungsi di dalam organisasi. Fungsi-fungsi lain itu antara lain fungsi keuangan, sumber daya manusia, produksi atau operasi, riset dan pengembangan.

CRM menggunakan teknologi informasi untuk menciptakan cross-functional enterprise system, yang mengintegrasikan dan mengotomatisasi proses layanan pelanggan dalam bidang penjualan, pemasaran, dan layanan produk atau jasa berkaitan dengan perusahaan.

Page 204: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

193

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sistem CRM juga menciptakan IT framework, yang menghubungkan semua proses dengan operasional bisnis perusahaan.

Bisnis merupakan salah satu sarana halal yang dapat menciptakan kekayaan sepanjang kehidupan manusia. Dalam Islam, bisnis telah dipopulerkan sejak 15 abad silam oleh Muhammad, sebelum menjadi Nabi. Variasinya terus bertambah, berubah sesuai kemajuan dan perkembangan teknologi hasil rekayasa peradaban manusia itu sendiri.

Sumber-sumber modal mencakup customer, financial, physical, emlopyee, supplier, serta organisasi sebagai penggerak dan penentu aktiva, baik yang berwujud (tangible asset) maupun tak berwujud (intangible assets) seperti pengetahuan dan silahturahim (relationship), memiliki peran yang sama penting dalam menciptakan value bisnis yang menguntungkan: “The true business of every company is to make customers, keep customer and maximize customer profitability”, bahwa setiap bisnis yang benar, akan mampu memaksimalkan profitabilitas pelanggan (Ali Hasan, 2010).

Definisi yang sedikit berbeda diungkapkan Storbacka (2005), yang mengatakan bahwa CRM memiliki tiga landasan berikut:a. Konsep pertama CRM, adalah penciptaan nilai pelanggan yang

bertujuan tidak sekadar untuk memaksimalkan pendapatan dari transaksi tunggal, melainkan keunggulan bersaing yang tidak hanya berdasarkan harga, juga berdasarkan kemampuan provider untuk membantu pelanggan menghasilkan nilai untuk mereka sendiri, dan untuk membina hubungan jangka panjang dengan pelanggan.

b. Konsep kedua, adalah dengan melihat produk sebagai suatu proses. Dalam hal ini, perbedaan antara barang dan jasa tidak berarti lagi. Produk dilihat sebagai suatu entitas, yang mencakup pertukaran antara proses yang dijalankan provider dengan proses yang dijalankan pelanggan. Melalui pertukaran ini, kompetensi provider sebagian dipindahkan ke dalam penciptaan motivasi pelanggan. Karena itu, diferensiasi produk menjadi diferensiasi proses, sehingga membuka peluang tak terbatas, yang menghasilkan berbagai macam hubungan.

Page 205: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

194

Sri Widyastuti

c. Konsep ketiga, yaitu tanggung jawab provider. Suatu perusahaan dapat membina hubungan yang lebih kuat, hanya jika perusahaan bertanggung jawab dalam membangun hubungan tersebut, dan memberi para pelanggan tawaran untuk menghasilkan nilai bagi mereka sendiri.

Newell, dikutip terapibisnis.com (2009), mengatakan, CRM adalah sebuah modifikasi dan pembelajaran perilaku konsumen setiap waktu dari setiap interaksi, perlakuan terhadap pelanggan dan membangun kekuatan antara konsumen dan perusahaan.

Sedang menurut Gordon (2002), “CRM is a series of strategies and processes that create new and mutual value for individual customers, build preference for their organizations and improves business result over a life time of association with their customers”.

Sebagian besar pelanggan bersifat protektif terhadap hubungan, dan tidak menggunakan secara sembarangan. Ketika diminta berbicara tentang hubungan mereka, tanpa peduli apa konteksnya, tidaklah mengejutkan jika mereka berbicara tentang keluarga, teman-teman dan tetangga-tetangga, hubungan yang paling dekat adalah dengan keluarga, orang-orang tercinta, dan teman-teman yang istimewa.

Hubungan yang tidak sekuat hubungan dengan keluarga atau teman-teman, namun merupakan suatu hubungan yang kuat dan tahan lama, adalah hubungan dengan teman sekerja, anggota-anggota klub sepakbola atau klub berkebun atau tetangga. Pelanggan juga merasa nyaman dengan penggunaan kata hubungan dalam konteks bisnis, meskipun penerapannya sangat terbatas.

Banyak pelanggan mengaku memiliki hubungan dengan toko ritel dan penyedia jasa lain seperti penata rambut, supermarket di lingkungan perumahan, toko obat, dan ahli medis profesional. Tetapi ketika diminta untuk menggambarkan hubungan mereka dengan perusahaan besar seperti rangkaian toko ritel besar, bank, perusahaan listrik dan telepon, mereka menjawab dengan: “Itu bukanlah sebuah hubungan” ; “Saya tidak memiliki pilihan” atau “Hubungan itu sangat bersifat sepihak”; “Saya tidak pernah berbicara dengan mereka,” atau bahkan lebih buruk lagi, “Bagi Saya, mereka hanyalah sebuah rekening!”.

Page 206: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

195

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Barnes (2003) menjelaskan tentang hubungan sebagai umpan balik yang terima dari para pelanggan. Pelanggan diminta menceritakan perusahaan mana saja yang membuat mereka sering berhubungan, yang membuat mereka akan kembali dan kembali lagi, serta membuat mereka merasa nyaman dan enak dalam berinteraksi dengan perusahaan dan karyawan-karyawannya.

Kebanyakan pelanggan tidak mengalami kesulitan, untuk langsung berpikir dan menceritakan tentang perusahaan tersebut. Pelanggan cenderung memiliki hubungan sejati dengan perusahaan-perusahaan kecil yang telah berbisnis dengan mereka selama bertahun-tahun; perusahaan yang menyapa nama mereka dan yang membuat mereka merasa spesial.

Sebaliknya, ketika pelanggan diminta untuk menceritakan perusahaan mana saja yang membuat mereka menolak berhubungan atau hubungan mereka terasa tegang, mereka juga dapat menyebutkannya dengan mudah. Pelanggan juga ditanya mengapa mereka tidak mau lagi berhubungan dengan perusahaan-perusahaan itu atau terpaksa berhubungan, sampai pada alasan-alasan mengapa mereka merasa kecewa.

Ketika pelanggan mengungkapkan apa yang dirasakan, banyak manajer terkejut ketika mendapati bahwa kekecewaan itu tidak ada hubungannya dengan produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan, atau lantaran harga yang mereka tetapkan. Akan tetapi lebih banyak disebabkan oleh interaksi mereka dengan perusahaan dan karyawan-karyawannya, serta perasaan pelanggan tentang bagaimana mereka diperlakukan.

Komentar dan pengamatan semacam itu, menunjukkan bahwa pelanggan sungguh-sungguh mengakui adanya suatu hubungan dengan penyedia jasa komersial, tetapi mereka hanya menggunakan kata “hubungan” pada perusahaan-perusahaan yang mereka anggap spesial, memliki hubungan dekat dengan perusahaan yang mereka percayai, yang membuat mereka merasa nyaman berhubungan dan tempat mereka mendapatkan sesuatu yang spesial dari interaksi tersebut.

Dengan perusahaan-perusahaan semacam itu, pelanggan mengembangkan hubungan sejati, ikatan emosional atau loyalitas

Page 207: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

196

Sri Widyastuti

yang mampu bertahan dalam berjalannya waktu. Mereka terus kembali, bukan karena diberi insentif finansial untuk melakukannya, tetapi karena mereka merasa mendapatkan manfaat secara emosional.

Pelanggan juga mengakui, tidak semua hubungan dengan perusahaan adalah hubungan yang positif. Seperti juga dalam kehidupan pribadi, ada beberapa interaksi atau hubungan yang terpaksa harus dilakukan; dengan sedikit pilihan atau bahkan tidak punya pilihan sama sekali, kecuali berhubungan dengan perusahaan atau organisasi tertentu.

Demikian juga, pelanggan dapat dengan fasih menceritakan tentang hubungan bisnis yang dulunya kuat dan dekat, tetapi sekarang berada “dalam bahaya” atau “tegang”. Susan Fournier dan koleganya dalam Harvard Business Review (Barnes, 2003), mengacu pada apa yang seharusnya disebut pemasaran hubungan, merupakan “lambang dari orientasi pelanggan”.

Istilah pemasaran hubungan telah kehilangan maknanya, sejak menjadi pandangan umum. Mereka menyatakan, bahwa para pemasar, dalam usaha untuk menjadi lebih dekat dengan pelanggan, telah kehilangan pandangan tentang apa yang sebenarnya merupakan suatu hubungan sejati. Ini menjadi bukti, dalam penggunaan database pelanggan, seringkali kurang memedulikan privasi dan keintiman.

Relationship marketing menaruh perhatian pada penjualan yang telah terjadi dan berkelanjutan (on going relationship). Pemasaran yang menerapkan transaction marketing, memandang proses pemasaran telah berakhir ketika transaksi jual beli telah terjadi, sedang relationship marketing memberikan perhatian terhadap transaksi yang sedang berlangsung, memantapkan, memelihara dan memperkuat nilai hubungan dengan pelanggan, sebagai dasar hubungan berkelanjutan (long term relationship).

Morgan dan Hunt (1992), mengatakan, “Relationship marketing refers to all marketing activities directed toward establising, developing and maintaining succesful relation exchange”. Perusahaan akan merasakan pentingnya membangun kualitas hubungan (relationship quality) melalui beberapa dimensi, yaitu kepercayaan, komitmen

Page 208: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

197

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

serta kepuasan, yang menjadi kunci sukses hubungan jangka panjang yang akan menciptakan loyalitas pelanggan.

6.2 Hubungan yang SebenarnyaBarnes (2003) menyatakan, yang biasanya di jalankan para

pelaku bisnis, terutama fokus pada pemasaran database, penggalian data, program loyalitas dan menciptakan rintangan-rintangan untuk menghalangi pelanggan berpindah, tak satu pun merefleksikan konsep hubungan yang sejati.

Oleh karena itu, cara terbaik untuk memahami hubungan dalam konteks bisnis atau pemasaran, adalah mencoba memahami akar dari hubungan antarpribadi. Para peneliti psikologi sosial, telah melakukan riset mengagumkan tentang hubungan antarpribadi selama 50 tahun lebih.

Bahwa dalam suatu hubungan sejati, ada hal yang jauh lebih penting daripada hanya memberi insentif menarik pada individu yang menjadi sasaran perusahaan untuk menjalin hubungan. Faktanya, aktivitas semacam itu justru bisa berlawanan dengan inti dari hubungan antarpribadi.

Prinsip-prinsip yang melekat pada penciptaan dan pemeliharaan hubungan antardua orang manusia, dapat diterapkan secara kurang utuh pada hubungan antara perusahaan dan pelanggannya. Beberapa orang mungkin menganggap interaksi tersebut hanyalah sekadar interaksi biasa, yang tidak memiliki elemen-elemen yang menandai terjadinya suatu hubungan, karena adanya perbedaan yang berubah-ubah antara interaksi dan sebuah hubungan. Ini mungkin berguna bagi perusahaan, untuk meneliti berbagai komponen atau dimensi dari interaksi yang merupakan dasar dari hubungan yang sebenarnya.

Tujuan hubungan yang sebenarnya, adalah untuk membangun hubungan positif dari perspektif pelanggan, bukan dari perspektif perusahaan. Seorang pelanggan tidak akan bersedia kembali berbisnis dengan perusahaan yang memiliki hubungan negatif dengannya, atau ketika ia menganggap hubungan tersebut tidak dapat diterima, sehingga pelanggan kecewa.

Page 209: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

198

Sri Widyastuti

Karena itu, sangat dimungkinkan, perusahaan merasa memiliki hubungan dengan para pelangganya, namun pelanggan tidak merasa memiliki hubungan dengan perusahaan. Pelanggan, sebagai obyek perhatian perusahaan, sebaiknya masuk dalam pertimbangan, ketika konsep membangun suatu hubungan dirancang oleh perusahaan.

Seringkali perusahaan mendefinisikan hubungan, hanya berdasarkan jumlah uang yang dibelanjakan pelanggan pada perusahaan. Perusahaan tampaknya menerapkan pemasaran hubungan dan mencurahkan sumber daya yang sangat besar dalam usaha mereka, tetapi kurang memperhitungkan dasar-dasar hubungan sejati dengan pelanggan.

Banyak usaha pemasaran hubungan tampaknya akan tidak sesuai dari sasaran, karena kurang cermat dalam meneliti dasar-dasar hubungan sejati tersebut. Akibatnya, banyak dari inisiatif perusahaan yang sekarang ini dinyatakan sebagai pemasaran hubungan, namun sebenarnya bukan suatu pemasaran hubungan.

Banyak program pemasaran hubungan tidak fokus pada pelanggan, tetapi berdasarkan pada pembebanan pelanggan dengan biaya yang sangat besar jika mereka berpindah. Program yang dibuat juga dapat menjerat pelanggan dengan kontrak pelayanan, pembayaran uang jaminan atau pinalti untuk pembukaan kembali.

Perusahaan seringkali mengandalkan informasi yang didapat dari database untuk memasarkan pada pelanggan, tidak peduli apakah pelanggan tertarik atau tidak menjalin sebuah hubungan dengan perusahaan.

Mata rantai yang hilang ini tidak dipahami oleh perusahaan, karena tidak menyadari, bahwa berhubungan dengan pelanggan membutuhkan hubungan dua arah. Untuk itu, perlu keinginan untuk membangun suatu hubungan, namun keinginan inipun tidaklah dapat mencukupi, karena keinginan untuk memelihara suatu hubungan, harus didasarkan pada emosi dan perasaan kedua belah pihak.

Emosi yang timbul dari interaksi antara pelanggan dengan perusahaan atau merek perusahaan, dapat timbul dalam berbagai bentuk, dan seringkali, dalam banyak kasus, terlepas dari produk atau jasa inti yang dijual oleh perusahaan.

Page 210: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

199

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Emosi negatif timbul karena perusahaan gagal memenuhi harapan-harapan pelanggan, dalam berinteraksi dengan perusahaan. Sebaliknya, emosi positif muncul saat perusahaan mampu memberikan lebih dari yang diharapkan pelanggan.

Ada dua perubahan yang dapat diperhatikan perusahaan untuk berkembang dalam kondisi tersebut (Donald et.al, 2002). Pertama, perusahaan yang mencoba mengembangkan hubungan kuat dengan pelanggan, sebaiknya menyadari, bahwa semua pelanggan tidak mempunyai harapan layanan yang sama.

Pelanggan seringkali tidak menginginkan atau berhak mendapatkan level layanan keseluruhan yang sama. Kemudian perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan inti yang paling layak menjadi mitra bisnis mereka, dan kemudian memberikan yang melebihi harapan dengan menyediakan layanan-layanan tambahan dengan nilai-nilai yang khusus.

Layanan-layanan ini termasuk tugas tim spesifik, yang dibentuk oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, merancang, melaksanakan, dan menyaring tawaran-tawaran khusus dan ditawarkan secara serempak.

Perusahaan juga dapat mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi, bukan hanya kebutuhan-kebutuhan yang ada, tetapi juga kebutuhan-kebutuhan yang mungkin muncul. Dengan terus-menerus menyesuaikan kemampuan layanan dengan perubahan harapan pelanggan, maka perusahaan dapat tetap maju dalam persaingan.

Kedua, perusahaan mencoba untuk mempererat hubungan pelanggan dengan mengembangkan sistem kerja, yang mempunyai kemampuan bereaksi dengan cepat untuk berubah, tidak hanya bergantung pada penyebaran informasi lebih dulu untuk mengatasi keperluan yang direncanakan. Ini dapat memudahkan mengumpulkan dan menukarkan informasi dalam mengatasi kemungkinan apa yang terjadi.

Mengakomodasi permintaan pelanggan khusus yang efisien dan efektif, dapat diberikan sebaik pada kemampuan untuk bereaksi dengan kondisi kerja yang tidak diharapkan. Kemampuan ini memungkinkan perusahaan dapat memberikan kepuasan pelanggan.

Page 211: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

200

Sri Widyastuti

Beberapa pendekatan yang fleksibel, termasuk menyediakan karyawan pada posisi penting, dengan memberikan wewenang menyetujui permintaan pelanggan khusus, serta melaksanakan solusi-solusi rencana sebelumnya. Kemungkinan fleksibilitas adalah dengan menyederhanakan pekerjaan pokok dan rutin.

Ini penting, untuk memperkecil usaha dalam mengatasi secara detil hal-hal yang berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan. Penangguhan dalam bentuk dan waktu, juga berperan untuk meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan dalam menanggapi keadaan yang tidak dikenal atau tidak direncanakan (Donald et.al, 2002).

Perusahaan sebenarnya memiliki kemampuan membangkitkan emosi pelanggan, karena pengalaman perusahaan dalam berhubungan dengan pengalaman. Contoh, pelanggan yang terus memperoleh pengalaman positif dengan perusahaan tertentu, akan selalu mengharapkan pelayanan berkualitas tinggi, setiap kali ia berhubungan dengan perusahaan.

Jika selama interaksi dengan perusahaan harapan pelanggan tidak terpenuhi, emosi negatif pun muncul dalam bentuk kemarahan, penyesalan, frustasi, terhina atau malu. Sebaliknya, perusahaan yang mampu memberikan pelayanan melebihi harapan pelanggan, akan menimbulkan emosi positif seperti kepuasan, harga diri dan bahkan kejutan, di mana pelanggan akan merasa dianggap penting dan dihargai.

Tingkat pelayanan perusahaan dapat menimbulkan perasaan-perasaan positif, dan seringkali hal itu lebih banyak diakibatkan oleh interaksi pelanggan dengan sistem, proses dan karyawan perusahaan tersebut.

Hal mendasar yang hilang dari gambaran banyak perusahaan tentang pemasaran hubungan, adalah komponen emosional dari hubungan itu. Dalam banyak program pemasaran hubungan, tidak terdapat bukti yang menunjukkan adanya kepedulian (perhatian) dari pihak perusahaan, tentang perasaan-perasaan yang tumbuh dalam diri pelanggan, saat berinteraksi dengan perusahaan.

Itu menjadi penanda perusahaan fokus pada pelanggan, ingin lebih dekat dan hendak mengembangkan hubungan dengan

Page 212: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

201

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggan. Namun seringkali, hal itu hanyalah merupakan kata-kata manis belaka. Setelah kata-kata manis tersebut berlalu, mulailah diperkirakan apa yang akan dilakukan oleh perusahaan, sampai muncul kesadaran, bahwa perusahaan sebenarnya tidak memiliki konsep tentang apa arti sebuah hubungan bagi pelanggan.

Contohnya, bagaimana perusahaan menimbulkan perasaan tertentu dalam diri pelanggan, terkait dengan situasi yang sering sekali dialami pelanggan, yaitu ketika mereka harus menunggu. Dalam artikel klasik yang ditulis pada pertengahan tahun 1980-an, David Maister menunjuk pada persepsi pelanggan tentang berapa lama dia menunggu dan faktor-faktor yang memberikan kontribusi pada persepsi tersebut.

Munculnya emosi negatif pelanggan, karena dibiarkan menunggu lebih lama dari yang seharusnya, misalnya, pada proses fisik dalam menunggu di antrean. Pada abad ke-21, era digitalisasi ini, kebanyakan pelanggan harus menunggu hal-hal yang virtual, misalnya menunggu jawaban e-mail atau menunggu untuk membuka halaman internet.

Seringkali pelanggan diminta menunggu oleh sistem telepon otomatis dan dibiarkan mendengarkan musik tunggu, iklan tentang perusahaan yang diperdengarkan di telepon, atau peringatan yang terus-menerus tentang betapa pentingnya telepon perusahaan bagi pelanggan mereka.

Perusahaan tersebut menggunakan Interactive Voice Response (IVR), yang merupakan perangkat tambahan pada pelayanan call center, ditujukan untuk memberi pelayanan swalayan, baik bersifat informasi maupun transaksi.

Apa dampak dari perlakuan tersebut di atas pada suatu hubungan pelanggan?

Banyak hubungan yang berkembang akan berakhir atau bahkan tidak pernah mulai, karena pelanggan tidak dapat menunggu lebih lama, kemudian menyerah dalam keadaan frustasi dan jengkel. Selain itu, adalah emosi yang seringkali diungkapkan oleh pelanggan. Banyak bisnis yang hilang karena pengenalan sistem telepon penjawab interaktif pada pelanggan.

Page 213: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

202

Sri Widyastuti

Alasan klasik yang dikemukakan perusahaan yang fokus pada layanan tersebut, adalah mengurangi biaya untuk melayani pelanggan dan membangun hubungan, dengan tujuan meningkatkan kenyamanan pelanggan.

Dalam penelitiannya (Barnes, 2003) bertemu dengan seorang pemasar senior executive di sebuah perusahaan Hongkong dan China Gas, yang mengatakan, bahwa mereka telah mengadakan penelitian pada perusahaan yang fokus pada pelanggan, menyimpulkan, sistem IVR menghalangi mereka memberikan pelayanan yang istimewa, sehingga perusahaan menghapuskan sistem itu. Perusahaan tersebut memberikan contoh yang sangat baik, tentang bagaimana fokus pada hubungan pelanggan dapat mengalahkan teknologi dan pengurangan biaya.

Tetap penting untuk menekankan kepuasan pelanggan, karena terkait dengan kinerja perusahaan. Perusahaan yang mampu menumbuhkan perasaan positif dari interaksinya dengan pelanggan, akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Pelanggan akan terdorong untuk terus berhubungan dengan perusahaan.

Pelanggan yang puas, akan menginginkan teman-teman dan keluarganya mengalami pengalaman yang sama dengannya, dan cenderung menceritakannya pada orang lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi pemasar: Kapan suatu hubungan akan benar-benar terjadi? Apakah sifat sejati suatu hubungan? Kapan transaksi pemasaran berakhir dan kapan suatu hubungan dimulai? Dalam situasi bagaimana seorang pemasar secara realistis mempertimbangkan untuk menjalin hubungan dengan pelanggan? Dapatkan terjadi hubungan dengan bank, perusahaan penerbangan atau sebuah supermarket, ataukah hubungan yang terjadi adalah antara pelanggan dengan karyawan perusahaan itu?

Keputusan untuk memulai apa yang dianggap sebagai hubungan pelanggan, biasanya berlangsung sepihak. Dalam hal ini, perusahaanlah yang memutuskan untuk membangun sebuah hubungan dengan pelanggannya. Perusahaan mengaku membangun hubungan dengan pelanggannya melalui penciptaan database pelanggan, dan seringkali tanpa persetujuan pelanggan. Data yang

Page 214: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

203

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

diperoleh tentang pelanggan, biasanya disebarkan dalam organisasi tersebut, tanpa diketahui oleh pelanggan, dengan disertai penjelasan tentang privasi dan kerahasiaan informasi terkait.

Membangun hubungan dengan pelanggan adalah relevan bagi perusahaan yang bergerak dalam industri jasa. Semua organisasi adalah penyedia jasa, baik dalam tingkat rendah maupun tinggi.

Perusahaan-perusahaan yang menjual jasa sebagai produk inti mereka, nampaknya paling potensi untuk mendapatkan manfaat dari penerapan konsep tentang hubungan. Ini karena perusahaan tersebut mengandalkan orang untuk mengantarkan jasa.

Sebuah hubungan pada intinya adalah konsep yang berpusat pada orang, sehingga secara faktual, salah satu karakteristik dari pelayanan adalah bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dari orang yang mengantarkannya.

Pandangan tentang keterkaitan ini, menjadi kabur ketika pelayanan diantarkan melalui teknologi. Tetapi bagaimanapun juga, masih banyak bentuk pelayanan yang sangat bergantung pada keterlibatan orang. Karena itu, kesempatan menjalin hubungan sejati, dapat terjadi antara orang yang mewakili penyedia jasa dengan pelanggannya.

Seorang individu cenderung untuk membangun hubungan dengan individu lain. Inilah konteks penerapan istilah hubungan. Dalam konsep hubungan antarpribadi, ide untuk membangun hubungan dengan pelanggan, tampak paling baik dilakukan dalam situasi di mana terjadi banyak interaksi antara pelanggan dengan para staf, yang pada saat bersamaan pelanggan mempunyai kesempatan menjalin hubungan yang tidak berbeda dari hubungan yang mereka jalin dengan orang-orang lain, keluarga, teman-teman, tetangga-tetangga dan teman sekerja.

Namun banyak perusahaan tampaknya tidak menghargai fakta, bahwa hubungan pada prinsipnya adalah interaksi antarpribadi, yang melibatkan komponen emosional yang sangat besar. Ini memunculkan banyak pertanyaan, termasuk pertanyaan mendasar tentang apakah mungkin bagi sebuah perusahaan, sebagai sesuatu yang impersonal, dapat membangun hubungan dekat yang sejati dengan pelanggannya.

Page 215: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

204

Sri Widyastuti

Dalam psikologi sosial, yang merupakan asal mula dari konsep hubungan, menentukan tingkat di mana konsep hubungan dapat diterapkan dalam konteks hubungan antara pelanggan dan perusahaan.

Kondisi apa yang harus ada dalam interaksi antara perusahan dalam dengan pelanggan, sehingga dapat dikatakan bahwa telah terjadi suatu hubungan? Apakah interaksi singkat berbasis teknologi dapat dikatakan sebagai sebuah hubungan? Bagaimana jika hal itu sering terjadi secara teratur? Apa yang membedakan sebuah hubungan dalam pikiran pelanggan dari serangkaian interaksi? Kondisi apa yang penting bagi sebuah interaksi, sehingga dapat dianggap sebagai sebuah hubungan?

Intinya, bahwa prinsip-prinsip membangun sebuah hubungan adalah sama tanpa memedulikan apakah hubungan itu antara seorang individu dengan individu lain, sebuah perusahaan, sebuah merek, sebuah tim atau organisasi lain. Hubungan harus dirasakan. Pelanggan mesti mengetahui, bahwa hubungan itu tidak sementara atau sekadar interaksi biasa.

6.3 Karakteristik Kuatnya HubunganSteve Duck, menyatakan, hubungan adalah hal yang sangat rumit,

sehingga perlu dikelola secara hati-hati dan selalu membutuhkan keahlian dari orang-orang yang terlibat. Prosesnya amat rumit dan panjang, dengan banyak jebakan dan tantangan. Hubungan tidak begitu saja terjadi, melainkan harus dimulai, dilaksanakan, dikembangkan dan dijaga agar tetap berlangsung dengan baik.

Salah satu keistimewaan yang menarik dari suatu hubungan, hubungan ia merupakan suatu proses terus-menerus, karena setiap interaksi berpotensi untuk mengubahnya. Hubungan bukanlah suatu pangkalan permanen, atau lebih tepat dikatakan sebagai suatu transmisi sementara. Sekali suatu hubungan sudah dibentuk, harus dilakukan usaha keras untuk mempertahankannya sebagai suatu hubungan yang sehat, hidup, dan bersatu.

Ada dua faktor kunci yang sangat vital untuk mempertahankan suatu hubungan, yakni komitmen dan kepercayaan. Tentu saja,

Page 216: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

205

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

banyak faktor lain terkait dengan penciptaan dan pemeliharaan hubungan dekat. Gambar 6.2 menampilkan beberapa dari dimensi hubungan. Daftar ini telah dikembangkan sebagian tentang hubungan antarpribadi, dan sebagian lagi dari riset pelanggan dari banyak perusahaan selama bertahun-tahun (Barnes, 2003).

• Kepercayaan, etika• Komitmen• Dapat dipercaya• Kedekatan• Pengertian, empati• Tujuan yang sama• Nilai yang dibagikan• Hubungan timbal balik• Rasa hormat• Perhatian, kasih sayang, rasa

suka

• Ketergantungan• Kesadaran akan riwayat

pihak lain• Komunikasi dua arah• Kehangatan, keintiman• Minat pada kebutuhan• Pengetahuan• Responsif• Menepati janji• Dukungan sosial komunitas• Kompetensi

Gambar 6.2 Dimensi-dimensi Hubungan, Barnes (2003)

Roger Bennet menyebutkan, untuk memulai suatu hubungan salah satu pihak, contohnya para pemasok dalam situasi pemasaran dapat menyajikan rancangan yang menarik atau proporsi nilai pada pihak lain. Dan yang penting adalah rancangan tersebut harus saling menyukai. Perasaan disukai sangat terkait dengan ketulusan, ketergantungan, kebenaran, kebijaksanaan, dan pertimbangan. Hal tersebut berhubungan dengan kepercayaan.

Faktor-faktor lain yang biasanya diasosiasikan dengan daya tarik partner dari suatu hubungan adalah: Kemudahan dan frekuensi dalam berinteraksi, keakraban,

perasaan dekat, keramahan, jarak yang dekat.Memiliki kesamaan nilai, sikap dan perspektif yang sama,

kebersamaan. Memiliki tujuan yang sama dan merasa berada dalam satu

kesatuan.

Page 217: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

206

Sri Widyastuti

Saling bergantung, perasaan bergantung pada pihak lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Dimensi hubungan itu semuanya merujuk pada perasaan sebagai basis bagi hubungan sejati. Dimensi-dimensi ini muncul dalam proporsi yang berbeda dan dalam hubungan yang berbeda pula. Hal ini mendukung pandangan, bahwa hubungan adalah suatu konsep yang amat rumit, yang berbeda-beda dari individu satu ke individu yang lainnya dan berbeda pula dalam latar belakang yang berbeda.

Hal yang berbeda, penting bagi orang-orang yang berbeda dalam menciptakan dan memelihara hubungan dengan orang lain. Demikian juga dengan perusahaan, organisasi dan merek yang dihasilkan.

Pelanggan yang berbeda, menginginkan pengalaman dan perlakuan yang berbeda pula dalam berhubungan dengan sebuah perusahaan, dan mungkin ingin diperlakukan dengan suatu cara tertentu oleh sebuah perusahaan.

Dalam suatu industri, pelanggan ingin diperlakukan secara berbeda oleh perusahaan dalam latar belakang yang berbeda. Tantangan bagi penjual yang ingin menciptakan suasana kondusif bagi penciptaan dan pemeliharaan hubungan pelanggan yang positif, adalah untuk mengetahui apa latar belakang yang penting pada pelanggan, dan untuk membagi pelanggan dalam segmen-segmen terkait dengan perusahaan dalam industri.

Meskipun pelanggan secara individual berbeda-beda, hal-hal di bawah ini biasanya dianggap sebagai elemen-elemen yang lebih penting dari hubungan antarpribadi:1. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan keyakinan suatu pihak mengenai maksud dan perilaku dari pihak lainnya. Dengan demikian, kepercayaan konsumen didefinisikan sebagai harapan konsumen, bahwa penyedia jasa dapat dipercaya atau diandalkan dalam memenuhi janjinya (Sirdesmukh, Sing & Sabol, 2002).

Kepercayaan dianggap sebagai hal yang sangat penting, untuk menjaga dan meningkatkan hubungan, serta mengurangi persepsi

Page 218: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

207

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

risiko secara efektif. Dalam pikiran konsumen, pada saat dia hendak mengadakan hubungan adalah apakah perusahaan dapat dipercaya (Griffin, 2005).

Harus disadari, kepercayaan adalah kebutuhan layanan pemasaran, untuk mempertahankan hubungan antara pelanggan dan penyedia layanan. Sebab, pelanggan sering dipaksa mengambil keputusan untuk membeli, sebelum memiliki pengalaman aktual dari layanan.

Secara umum, dapat dikatakan, kepercayaan merupakan faktor penting dalam pengembangan hubungan pemasaran. Hubungan ini terjadi, ketika satu sisi mempercayai integritas dan kredibilitas. Faktor kuncinya adalah membuat suatu komitmen (Billa et al, 2010). Tak heran, kepercayaan menjadi faktor yang mungkin paling banyak mendapat perhatian, dalam literatur tentang hubungan antarpribadi dan hubungan pelanggan.

Kepercayaan melibatkan kesediaan seseorang untuk bertingkah laku tertentu, karena keyakinan, bahwa mitra akan memberikan kepuasan yang ia harapkan. Suatu harapan yang umumnya dimiliki seseorang adalah kata, janji, atau pernyataan orang lain yang dapat dipercaya. kepercayaan seringkali disebutkan bersamaan dengan cinta dan komitmen, sebagai suatu hubungan yang ideal.

Beberapa elemen penting dari kepercayaan adalah:a. Kepercayaan merupakan perkembangan dari pengalaman dan

tindakan di masa lalu.b. Watak yang diharapkan dari mitra, seperti dapat dipercaya dan

dapat diandalkan.c. Kepercayaan melibatkan kesediaan menempatkan diri dalam

risiko.d. Kepercayaan melibatkan perasaan aman dan yakin pada diri

mitra.Komponen-komponen kepercayaan tersebut dapat

diprediksi, diandalkan dan memberikan keyakinan. Dapat diprediksi direfleksikan oleh pelanggan yang mengatakan, bahwa mereka berurusan dengan perusahaan tertentu karena memang

Page 219: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

208

Sri Widyastuti

mengharapkannya. Dapat diandalkan, merupakan hasil dari suatu hubungan yang berkembang sampai pada titik di mana penekanan kepada kualitas kepercayaan pada individunya, bukan pada tindakan tertentu. Keyakinan direfleksikan dari perasaan aman dalam diri pelanggan, bahwa mitra mereka dalam hubungan tersebut akan menjaga mereka dengan aman.

Ditilik dari sudut pandang pemasaran, perkembangan kepercayaan, khususnya keyakinan, dapat menjadi komponen fundamental dari strategi pemasaran, yang ditujukan pada penciptaan hubungan pelanggan sejati.

Pelanggan harus mampu merasakan, bahwa dia dapat mengandalkan perusahaan, dan perusahaan dapat dipercaya. Akan tetapi, untuk membangun kepercayaan, membutuhkan waktu lama dan hanya dapat berkembang setelah pertemuan berulangkali dengan pelanggan.

Yang lebih penting lagi untuk dipahami, kepercayaan berkembang setelah seorang pelanggan mau mengambil risiko dalam berhubungan dengan mitranya. Apabila perusahaan dikatakan telah dapat menunjukkan trustworthy kepada pelanggan, pelanggan akan percaya kepada perusahaan dan membentuk pola hubungan (Storbacka, 2001).

Dimensi kepercayaan digambarkan sebagai dimensi sebuah hubungan bisnis, yang menentukan tingkatan bagi masing-masing pihak yang merasakannya, dan integritas janji yang ditawarkan.

Jones et al (2009), mengusulkan, model dari kunci kinerja yang menghubungkan keputusan pemasaran strategis pada program nilai kunci, yaitu dengan meningkatkan hubungan, kepercayaan, dan profitabilitas.

Pour & Peikani (2013), dalam penelitiannya, menjelaskan dampak dari hubungan pemasaran yang sistematis terhadap loyalitas pelanggan Bank Tejarat di Teheran. Bowen dan Shoemaker (2003), menekankan, manfaat dari produk dan jasa menjadi elemen pertama dari loyalitas, dan elemen utama kedua loyalitas adalah kepercayaan, karena kepercayaan tidak bisa dengan mudah ditiru pesaing.

Page 220: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

209

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sedang Reichheld & Schefter (2000), menunjukkan hasil penelitian, bahwa untuk mendapatkan loyalitas pelanggan, perusahaan harus terlebih dahulu mendapatkan kepercayaan mereka. Secara komprehensif, faktor-faktor penting yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas layanan yang akan berdampak pada pelanggan adalah kepercayaan, kepuasan dan loyalitas (Shpëtim, 2012).

Ini menunjukan, bahwa membangun hubungan yang dapat dipercaya, lebih mungkin terjadi dalam sektor industri tertentu, terutama yang melibatkan pengambilan risiko oleh pelanggan, baik dalam jangka pendek atau pun yang membutuhkan investasi jangka panjang.2. Komitmen

Salah satu kunci penentu sukses dari suatu hubungan, adalah komitmen masing-masing individu pada hubungan tersebut. Morgan dan Hunt (1994), mengamati, komitmen dan kepercayaan adalah kunci, karena mendorong pelaku bisnis untuk: (1) Bekerja guna mempertahankan investasi hubungan melalui kerja sama dengan mitra, (2) Menolak alternatif jangka pendek yang menarik, dan lebih memilih mengharapkan manfaat jangka panjang, dengan tetap berhubungan dengan mitra yang ada sekarang ini, dan (3) memandang tindakan yang berisiko potensial sebagai tindakan yang bijaksana, karena percaya bahwa mitra mereka tidak akan mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Komitmen, oleh peneliti (Dwyer et al., 1987; Morgan dan Hunt, 1994) diartikan sebagai keinginan atau sikap bertahan yang stabil, untuk tidak mengubah pilihan. Komitmen dimaknai sebagai keinginan dari konsumen, untuk menjalin hubungan jangka panjang pada produk atau perusahaan.

Dengan menyadari pentingnya komitmen bagi sebuah hubungan, maka pertanyaan yang paling layak diajukan adalah, “Apakah komitmen itu?” Komitmen adalah suatu keadaan psikologis, yang secara global mewakili pengalaman ketergantungan pada suatu hubungan; Komitmen meringkas pengalaman ketergantungan sebelumnya dan mengarahkan reaksi pada situasi baru. Ia merupakan orientasi jangka panjang dalam suatu hubungan, termasuk keinginan

Page 221: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

210

Sri Widyastuti

mempertahankan hubungan itu, baik dalam kondisi senang maupun susah.

Pentingnya komitmen sangat jelas terlihat dalam hubungan pribadi yang dekat, hal itu kurang nyata dalam hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya. Hal-hal berikut ini menjadi suatu yang biasa: para pelanggan berhenti berbisnis dengan perusahaan tertentu dengan tujuan mengambil keuntungan dari suatu kesepakatan, atau suatu bisnis memutuskan tidak melanjutkan hubungannya dengan pelanggan tertentu karena dianggap sebagai segmen pelanggan yang kurang menguntungkan. Di manakah komitmen itu?

Menurut Pressey dan Mathews, dalam Egan (2001), disebutkan, trust dan commitment sering dipakai secara bersama-sama dalam literatur relationship management. Perusahaan pelayanan yang berorientasi ke pasar, tidak hanya fokus pada single transaction dengan konsumen, karena tujuan utamanya adalah starting, developing and maintaining relationship dengan konsumen.

Sedang dalam pandangan Morgan dan Hunt, dalam Egan (2001), dinyatakan, trust and commitment sebagai indikator penting untuk keberhasilan hubungan konsumen dengan perusahaan. Pandangan bahwa seorang konsumen akan lebih percaya dan berkomitmen ketika mempercayai, bahwa mereka memiliki alternatif yang berkualitas buruk dibandingkan hubungan mereka.

Dua hal berikut ini diidentifikasi sebagai hal yang menentukan besarnya komitmen seseorang pada suatu hubungan, tingkat kepuasan dan tingkat investasi. Dua komponen utama tersebut adalah: a. Sejauh mana sebuah hubungan memberikan hasil yang bernilai

untuk memenuhi kebutuhan penting.b. Tingkat perbandingan alternatif yang didasarkan pada harapan

secara kualitatif, tentang hasil ideal yang diharapkan dari sebuah hubungan, seperti juga membandingkan hasil yang didapat seseorang dengan input dan hasil yang didapat oleh mitranya.

Page 222: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

211

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Bagi bisnis yang menghadapi tingkat persaingan tinggi, ini berimplikasi bahwa kemampuan perusahaan untuk menciptakan hubungan yang tahan lama dengan pelanggan, tidak hanya ditentukan oleh aksi perusahaan, melainkan juga oleh aksi para pesaingnya.

Perusahaan yang dapat dengan sukses membuat dirinya berbeda dari pesaing, mungkin memiliki kesempatan lebih baik untuk menciptakan hubungan daripada perusahaan yang tidak dapat melakukannya.

Sebaliknya, memiliki pelanggan yang loyal, hanya karena mereka tidak memiliki alternatif yang lebih menarik, merupakan suatu keadaan yang rapuh dan terbatas pada situasi di mana pelanggan merasa bahwa dia akan terjebak. Di sinilah perlunya komitmen perusahaan dan pelanggan untuk mempertahankan hubungan jangka panjang.3. Investasi

Sumber daya investasi, termasuk waktu, enerji, emosional, pengorbanan pribadi, dan investasi tidak langsung lainnya, seperti kesenangan bersama, teman-teman yang sama, aktivitas, atau kepemilikan, secara unik terkait dengan sebuah hubungan.

Besarnya investasi individu pada suatu hubungan, juga mempengaruhi komitmennya terhadap hubungan tersebut. Rasa turut berinvestasi dalam jumlah besar pada suatu hubungan, menginspirasi komitmen seseorang untuk membuat hubungan itu berlangsung dengan baik; meninggalkan suatu hubungan berarti menyia-nyiakan investasi.

Jika diaplikasikan pada pemasaran, maka diciptakan oleh perusahaan penghalang untuk keluar, seperti pengembangan program hadiah. Kelihatannya hal ini konsisten dengan teori komitmen hubungan, walaupun definisi semacam itu tidak konsisten dengan pandangan pelanggan tentang suatu hubungan sejati.

Barnes (2003) mengamati beberapa pelanggan, yang memiliki sejumlah poin yang dikumpulkan melalui program bagi penumpang pesawat atau program loyalitas lainnya. Kemungkinan pelanggan akan berpindah ke penyedia jasa lain, tetapi merasa bahwa pelanggan tidak dapat melakukannya karena investasi mereka dalam program tersebut.

Page 223: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

212

Sri Widyastuti

Bisakah ini disebut sebagai sebuah hubungan yang dekat? Demikian juga nasabah sebuah perbankan, seringkali memberikan komentar negatif tentang hubungan mereka. Namun ketika ditanya, mengapa mereka tidak beralih ke perbankan lain, mereka pada umumnya berkomentar: apakah harus mulai dari awal lagi dengan bankir baru? Implikasinya, bahwa mereka telah mengembangkan hubungan dengan bankir mereka, yang tahu data dalam file-file mereka.

Untuk sampai pada tingkat ini, mereka membutuhkan banyak waktu dan usaha. Dalam mengakhiri hubungan ini, mereka tidak peduli betapa sulitnya hubungan tersebut pada saat ini, karena akan berarti meninggalkan investasi yang telah mereka buat.

Banyak perusahaan melihat bukti dari konsep investasi pelanggan, dalam suatu hubungan ketika mereka menerima keluhan dari pelanggan. Berapa banyak surat keluhan menyatakan, “Keluarga saya telah menjadi pelanggan setia perusahaan Anda selama lebih dari 40 tahun”. Implikasinya sederhana, mereka telah banyak berinvestasi dalam suatu hubungan, dan mengharapkan balasan dalam bentuk pelayanan yang lebih baik.4. Ketergantungan

Hubungan tak lagi diragukan bila sampai pada tingkat ketergantungan tertentu. Sejauh suatu hubungan pertama kali terbentuk untuk memuaskan kebutuhan kedua belah pihak, masing-masing pihak bergantung pada pihak lain untuk memuaskan kebutuhan tertentu mereka. Ada benarnya, mengatakan bahwa ketergantungan dalam hubungan pelanggan berbeda dengan yang terjadi dalam hubungan antarpribadi. Sementara pelanggan bergantung pada perusahaan untuk memuaskan serangkaian kebutuhannya, baik fungsional maupun emosional, pihak perusahaan cenderung dipuaskan dalam hal keuntungan atau pemasukan. Akan tetapi, ini mungkin tidak berlaku bagi karyawan perusahaan, yang bergantung pada pelanggan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih bersifat pribadi.

Perlu dibedakan antara ketergantungan yang sukarela dan ketergantungan yang terpaksa. Individu-individu yang secara

Page 224: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

213

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

sukarela bergantung pada partnernya, dan yang tidak melihat adanya alternatif yang lebih baik, adalah individu-individu yang bergantung dan puas.

Sebaliknya, individu-individu yang bergantung pada suatu hubungan, namun melihat alternatif yang lebih baik dari situasi mereka sekarang ini, tidak bergantung secara sukarela, dan oleh karena itu akan tidak puas atau terjebak.

Jadi, memaksakan ketergantungan mungkin malah mengurangi komitmen individu pada hubungan tersebut dan bukan meningkatkannya. Perusahaan yang berbisnis dengan para pelangganya dalam lingkungan dengan ketergantungan terpaksa, memiliki tantangan yang berat menumbuhkan dalam diri pelanggan mereka, perasaan yang tulus terhadap hubungan tersebut. Hal ini terjadi dalam situasi monopoli, atau keadaan yang dianggap pelanggan mendekati situasi monopoli.5. Komunikasi Dua Arah

Salah satu dari karakteristik dasar dari sebuah hubungan agar dapat bekerja dengan baik, adalah komunikasi dua arah. Apabila komunikasi terhambat, kemungkinan hubungan akan memburuk. Demikian juga yang terjadi dalam hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya.

Hubungan paling kuat, adalah hubungan antara perusahaan-perusahaan kecil dengan para pelanggannya, yang memungkinkan terjadi kontak dan dialog yang santai. Penelitian Rootman (2008), menyebut, bank dapat meningkatkan efektivitas strategi CRM dengan meningkatkan knowledgeability dan sikap karyawan mereka. Secara khusus, tiga variabel yang mempengaruhi efektivitas strategi CRM di bank, yaitu knowledgeability, sikap karyawan bank, dan komunikasi dua arah.

Krasnikov et al (2009), meneliti penerapan CRM di industri perbankan di Amerika, yang dapat memainkan peran penting dalam pengembangan aset pemasaran yang mengarah pada kinerja yang lebih baik, sehingga pantas dipertimbangkan oleh perusahaan yang mencoba untuk melakukannya dalam konteks mengelola nilai pelanggan.

Page 225: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

214

Sri Widyastuti

Relationship marketing sebagai suatu pengenalan setiap pelanggan, secara lebih dekat dengan menciptakan komunikasi dua arah dengan mengelola suatu hubungan yang saling menguntungkan antara pelanggan dan perusahaan (Chan, 2003).

Penekanan komunikasi dua arah dalam definisi itu, menegaskan perbedaannya dengan direct marketing yang menekankan pada komunikasi satu arah antara perusahaan pada pelanggan.

Pelanggan seringkali mengacu pada keberadaan komunikasi, sebagai bukti dari adanya sebuah hubungan. Ketika seorang pelanggan mengeluh, bahwa “Saya tidak pernah mendengar dari perusahaan” atau “Perusahaan tidak menjawab panggilan telepon” atau “Yang perusahaan kirimkan hanyalah sebuah rekening”, di sinilah pelanggan sesungguhnya mengatakan, tidak ada aliran komunikasi yang teratur antara perusahaan dan pelanggannya.

Hal yang sama juga terjadi dalam hubungan yang dibangun melalui program surat-menyurat langsung. Komunikasi dengan pelanggan hampir seluruhnya bersifat searah. Perusahaan mengirimkan sesuatu melalui surat atau e-mail, seperti yang banyak dilakukan saat ini, dan pelanggan mengabaikan surat tersebut. Pastilah hal ini bukan sesuatu hubungan menurut perpektif pelanggan, walaupun perusahaan berpikir telah terjadi sebuah hubungan.

Perusahaan lebih berkomitmen untuk menerapkan strategi CRM, yang berdampak positif pada keuntungan, karena dapat meningkatkan efisiensi dari waktu ke waktu. Coltman et al (2011), dalam penelitiannya mengungkapkan kombinasi dari komitmen investasi manusia, kemampuan teknologi dan bisnis yang dibutuhkan untuk membuat kemampuan CRM yang superior.6. Kedekatan

Komunikasi adalah dimensi aksi atau perilaku dari sebuah hubungan. Sedang perasaan dekat lebih bersifat emosional. Barnes (2003), mengemukakan, kebanyakan peneliti akan setuju, hubungan yang dekat ditandai dengan perasaan tulus terhadap pihak lain: perasaan dekat dan suka atau sayang.

Page 226: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

215

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Kita berhubungan dengan sebuah perusahaan karena menyukai perusahan atau orang-orang yang bekerja di sana; kita merasakan kedekatan tertentu terhadap mereka atau memiliki nilai dan tujuan yang sama.

Kedekatan ini memberikan kontribusi pada perasaan dekat, yang sangat mendasar bagi sebuah hubungan. Pelanggan menyatakan, kondisi semacam ini sebagai memiliki tingkat kenyamanan tertentu. Atau, seperti komentar seorang tukang reparasi telepon, Dublin, tentang staf dan siswa sekolah bisnis tempatnya bertugas secara permanen, menyatakan kita semua seperti keluarga di sini. 7. Personalisasi

Personalisasi adalah membuat produk atau program yang memotivasi pelanggan, disesuaikan dengan keinginan pelanggan secara terus menerus dan menggunakan semua informasi yang telah didapat sebelumnya.

Konsep CRM secara sederhana adalah memperlakukan pelanggan yang berbeda dengan cara berbeda. Filososfi yang lebih dalam, adalah memperlakukan pelanggan dengan cara seperti apa yang diinginkan pelanggan. Hubungan manajemen pelanggan menyadari, bahwa motivasi pelanggan berbeda-beda dan mewakili nilai perusahaan yang juga berbeda. Oleh karena itu, pelanggan tidak boleh diperlakukan secara sama.

Jadi, tujuan CRM adalah mengenal pelanggan terbaik, dan mempercayainya melalui peningkatan pemahaman perusahan akan kebutuhan pelanggan secara individu, memenuhi harapan pelanggan terhadap perusahaan, serta membuat hidup pelanggan berubah lebih baik.

Dalam melakukan personalisasi, perusahaan dapat melakukan empat pendekatan. Pertama, perusahaan berbicara dengan pelanggan untuk mengetahui kebutuhan mereka berdasarkan pilihan yang sudah ada. Kedua, perusahan menyediakan produk dasar yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan tanpa intervensi dari pelanggan. Ketiga, perusahaan menyediakan produk dasar dan tambahan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Keempat, perusahaan merubah barang atau layanan dengan cara mengamati pelanggan untuk memenuhi kebutuhannya.

Page 227: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

216

Sri Widyastuti

Pendekatan pemasaran secara individual atau One to One Marketing, merupakan suatu program yang ditujukan pada pemenuhan pemuasan kebutuhan, yang dimiliki oleh pelanggan yang unik secara individual. Suatu konsep, yang dahulu biasa terdapat dalam business to business marketing, kini juga diimplementasikan dalam konteks pasar massal dan pelanggan distributor.

Dalam pasar massal, informasi pelanggan secara individu dapat diperoleh dengan biaya rendah, sehubungan dengan tingginya tingkat perkembangan teknologi informasi dan ketersediaan data. Dengan menggunakan informasi online dan database, interaksi pelanggan individu dapat lebih mudah, para pemasar mencoba memenuhi kebutuhan unik dan pelanggan secara masal. Informasi pelanggan individu digunakan untuk membangun pemasaran interaktif dan program pasca pemasaran, dalam mengembangkan hubungan pelanggan (Sheth, 2002).8. Hubungan Timbal Balik

Dalam hubungan antarpribadi yang solid, hubungan timbal-balik merupakan suatu norma dan memiliki fungsi sangat penting. Steve Ducks, menunjukkan, hubungan antara dua orang paling sering didefinisikan sebagai apa yang diberikan satu sama lain oleh orang-orang yang terlibat didalamnya.

Dalam konteks hubungan pelanggan, implikasinya, sifat dari hubungan perusahaan dengan pelanggan, ditentukan oleh apa yang diterima pelanggan sebagai balasannya. Karena itu, perusahaan dapat berharap pelanggan menginginkan hubungan dalam bentuk yang berbeda dengan penyedia jasa yang berbeda.

Contoh, seorang pelanggan biasanya tidak menginginkan jenis hubungan yang dia jalin dengan mekanik mobil atau agen perjalanannya, sama dengan hubungan yang dia miliki dengan sebuah bank atau dokter.

Bentuk hubungan timbal balik yang terjadi antara seorang penyedia jasa dengan para pelanggannya, dalam hubungan klien. Banyak interaksi dengan pelanggan, yang dianggap sebagai hubungan oleh beberapa pelaku bisnis, diputuskan secara sepihak.

Page 228: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

217

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Jika sebuah hubungan ditandai dengan adanya timbal balik, kita harus meneliti apa yang diberikan oleh masing-masing pihak pada pihak lain, dan sifat tukar-menukar yang terjadi. Jelasnya, bila yang ditukarkan adalah barang dan jasa yang nyata pada satu sisi, dan uang pada sisi lain; ini adalah transaksi, bukan hubungan.

Hubungan yang penting bagi kedua belah pihak dan ingin diteruskan oleh keduanya, haruslah memberikan keuntungan timbal balik bagi kedua belah pihak. Mungkin bermanfaat untuk mempertimbangkan apa yang harus diterima oleh perusahaan, sehingga perusahaan itu mengakui suatu hubungan dengan klien.

Barangkali perusahaan mengharapkan pelanggan memberitahu apa yang mereka inginkan, keuntungan jangka panjang dari suatu kunjungan pelanggan, bertahannya bisnis pelanggan; aliran pendapatan yang dihubungkan dengan berulangnya pembelian; bahkan hasil yang didapat dari perekomendasian dan berita positif dari mulut ke mulut.

Tetapi bagaimana dengan karyawan perusahaan tersebut? Apakah mereka merasa memiliki hubungan yang memuaskan dengan pelanggan, jika semua yang diterima adalah hasil dari bisnis yang berulang? Mungkinkah mereka menginginkan untuk mengalami perasaan yang sama dengan yang dialami pelanggan, seperti merasa dipercaya, komitmen dan merasa dihargai?9. Pembagian keuntungan

Alasan perusahaan mengembangkan hubungan dengan pelanggan, seringkali didasarkan pada keuntungan yang didapat perusahaan dari keterlibatan mereka dengan pelanggan. Dan seringkali alasan tersebut terbatas pada alasan finansial.

Manfaat yang dialami pelanggan dari suatu hubungan, Barnes (2003), mengidentifikasi ada tiga manfaat yang melebihi kinerja dari produk atau jasa inti yang ditawarkan perusahaan, yaitu: a. Manfaat keyakinan, terkait dengan pengurangan risiko,

mempercayai perusahaan, meningkatnya keyakinan akan pelayanan, dan berkurangnya kecemasan;

Page 229: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

218

Sri Widyastuti

b. Manfaat sosial, terkait dengan pengenalan oleh karyawan, keramahan dan persahabatan dengan karyawan dan disapa dengan nama; dan

c. Manfaat perlakuan khusus, terkait dengan menerima tawaran khusus dan diskon, perlakuan yang diinginkan, sedikit kebaikan dan pelayanan yang lebih cepat.

Apa yang didapat perusahaan dari hubungannya yang dekat dengan pelanggan, diharapkan sejajar dengan apa yang didapat pelanggan. Seperti juga pelanggan mengharapkan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekadar yang kasat mata, aspek finansial dari suatu transaksi, demikian juga perusahaan atau beberapa perusahaan, mungkin tertarik pada sisi yang lebih emosional dari hubungannya dengan para pelanggannya.

Misal, mungkin perlu mempertimbangkan efek dari hubungan dekat dengan pelanggan pada moral karyawan dan produktivitas mereka. Ketika itu terjadi, hubungan apa yang dekat dengan pelanggan? Manfaat apa yang didapat para karyawan? Mungkinkah kepuasan bekerja yang lebih besar, perasaan dihargai, bahkan loyalitas yang lebih tinggi pada perusahaan?

Hasil-hasil tersebut merupakan manfaat tambahan, yang didapat dari hubungan yang dekat dengan pelanggan yang belum dipelajari secara mendalam pada pemasaran hubungan.10. Kesamaan

Relationship marketing sebagai suatu proses yang terus menerus, berkembang dalam mengidentifikasi dan menciptakan nilai baru dengan pelanggan secara individual, dan dalam berbagi manfaat dan kerja sama. Kerja sama ini menyangkut pengertian, memfokuskan diri dan mengelola kerja sama secara terus menerus antara pemasok dengan pelanggan tertentu, untuk menciptakan nilai dan berbagi manfaat melalui saling ketergantungan dan kesetaraan (Gordon, 1998).

Sebuah hubungan pertama-tama mengimplikasikan sejenis interaksi antara dua orang, melibatkan saling tukar dalam jangka waktu tertentu. Pertukaran tersebut memiliki derajat kesamaan, dalam arti perilaku suatu pihak dipengaruhi oleh perilaku pihak lain.

Page 230: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

219

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Kesamaan ini tidak harus berarti kerja sama dalam arti sehari-hari; hubungan terjadi antarteman, antara mereka yang terpaksa berhubungan seperti juga antara mereka yang menginginkan hubungan tersebut.

Sebagai catatan, ada implikasi yang lebih lanjut, ada semacam derajat kontinuitas antara interaksi yang berturutan, setiap interaksi dipengaruhi oleh interaksi di masa lampau dan mungkin mempengaruhi interaksi di masa depan.

Pengamatan ini menunjukkan, bahwa hubungan tidak selalu positif. Situasi di mana pihak-pihak yang terlibat terpaksa harus berhubungan atau salah satu pihak merasa terpaksa adalah tetap merupakan suatu hubungan. Tetapi secara persis, inilah situasi yang dirujuk sebagai situasi pelayanan yang memang harus terjadi.

Seringkali ketika pelanggan tidak mempunyai pilihan selain berhubungan dengan penyedia jasa tertentu, seperti dalam kasus dengan penyedia jasa kebutuhan publik, maka pelanggan tidak merasa terjadi suatu hubungan antara mereka dan penyedia jasa. Pada kenyataannya, beberapa menyuarakan keinginan mereka untuk terlepas dari hubungan tersebut, jika saja ada alternatif penawaran produk atau jasa lain.

6.4 Hubungan Pelanggan SejatiDi pasar, sangatlah penting menggunakan sudut pandang

pelanggan, karena dalam banyak kasus dalam bisnis, pelangganlah yang harus dirayu untuk melakukan hubungan dengan perusahaan.

Dasar hubungan antarpribadi, memberikan wawasan nyata bagi para pelaku bisnis, tentang faktor-faktor yang dapat menambahkan nilai dalam mengembangkan hubungan pelanggan. Pelanggan biasanya yang memutuskan, bahwa suatu hubungan telah berakhir.

Lalu, bagaimana seharusnya hubungan didefinisikan agar sesuai dengan perspektif pelanggan?

Pertama, agar terjadi suatu hubungan, hubungan itu harus dipandang sebagai suatu hubungan oleh kedua belah pihak; yaitu diakui keberadaaanya oleh kedua belah pihak. Kedua, hubungan

Page 231: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

220

Sri Widyastuti

bukan sekadar kontak dalam kesempatan-kesempatan tertentu saja, tetapi harus memiliki status spesial karena hubungan sulit untuk didefinisi, namun kedua belah pihak yang akan mengetahui ketika terjadi sesuatu hubungan.

Tentu saja, hubungan melibatkan lebih dari dua karakteristik tersebut, tetapi apabila tidak terdapat kedua karakteristik itu, tidak dapat dikatakan bahwa telah terjalin hubungan sejati. Seperti terlihat dalam kesejajaran di atas, yang dijalankan perusahaan pada program loyalitas, database pemasaran dan pemasaran hubungan, tampak di sini bahwa karakteristik hubungan sejati memang harus lebih dikenali.

Sebuah hubungan lebih dari sekadar pembelian yang berulang atau ketahanan pelanggan. Hubungan berimplikasi loyalitas, emosi dan perasaan positif terhadap sesuatu atau seseorang. Ketika seorang pelanggan berbicara tentang langganan salonnya dengan perasaan memiliki, perasaan positif dan bangga, maka nampak jelas bahwa telah terjadi suatu hubungan.

Demikian juga, hubungan sangat bervariasi dalam hal seberapa dekat dan seberapa intim hubungan tersebut. Contoh, apa yang secara salah dianggap sebagai suatu hubungan, ternyata hanyalah suatu kebiasaan atau basa-basi. Seorang pelanggan mungkin berbelanja pada toko barang kebutuhan sehari-hari yang sama selama bertahun-tahun, sehingga terbiasa dengan para staf. Tetapi sifat dari interaksi itu tidak bisa dimaknai bahwa telah terjadi suatu hubungan.

Banyak peneliti telah mencoba mendefinisikan hubungan pelangan dalam istilah perilaku, yaitu berdasarkan frekuensi kontak, lamanya pelanggan berhubungan dengan perusahaan, dan berapa banyak informasi yang terdapat dalam database.

Sebagaimana orang mengetahui seberapa dalam dan bentuk hubungan pribadi, mereka juga akan mengetahui apakah memiliki hubungan dengan sebuah bisnis. Seberapa dekat hubungan itu. Walaupun elemen-elemen ini akan memberikan wawasan tentang dinamika interaksi hubungan tersebut, mereka tidak dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu hubungan. Pertama kali kita memang harus melihat dimensi-dimensi pada Gambar 5.1 yang didasarkan

Page 232: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

221

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pada hubungan pribadi, tetapi juga bermakna bagi hubungan pelanggan kedua belah pihak.

Hubungan antara perusahaan dan para pelanggannya dapat dianggap terjadi pada 4 tingkat berbeda, yaitu:a. Hubungan akrab. Hubungan ini ditandai dengan hubungan yang

bersifat pribadi, intim dan seringkali melibatkan informasi pribadi. Hubungan ini memerlukan keterlibatan yang tinggi, di mana pelanggan mempercayai penyedia jasa. Hubungan yang intim seringkali melibatkan sentuhan-sentuhan fisik, seperti pengalaman pelanggan dengan penata rambut di salon kecantikan, dokter gigi, dan dokter. Ini adalah hubungan yang seringkali diasosiasikan dengan definisi tradisional dari sebuah hubungan, yaitu hubungan yang sangat pribadi dan intim. Barnes (2003) menyatakan dalam penelitiannya, banyak partisipan dalam wawancara grup terarah yang mendiskusikan perusahaan dan organisasi mana saja yang berhubungan secara positif dengan mereka. Hasilnya mengkonfirmasi, bahwa hubungan dengan perusahaan sungguh-sungguh terjadi dan mereka bisa menjalin hubungan dalam konteks sosial. Para partisipan berkomentar seperti “Anda benar-benar merasa bahwa mereka mengatakan sebenarnya’’, “Mereka teleponnya selalu sibuk; sangat menjengkelkan”. Pernyataan-pernyataan semacam ini, mengasilkan kesimpulan terjadinya hubungan dalam konteks pelanggan.

b. Hubungan pelanggan tatap muka. Hubungan ini melibatkan serangkaian interaksi yang lebih luas bagi kebanyakan pelanggan. Hubungan ini paling sering dalam konteks pengecer, di mana pelanggan dikenali oleh karyawan toko pengecer, karyawan-karyawan bank, manajer hotel dan resepsionis. Hubungan semacam ini, walaupun melibatkan pertemuan dan percakapan tatap muka, tetapi tidak membicarakan pokok persoalan yang sama seperti dalam hubungan yang intim. Hubungan ini seringkali berkembang dalam situasi pengecer, di hotel-hotel dan bank-bank, atau dengan mekanik kendaraan di bengkel. Sementara tetap ada kontak tatap muka, interaksi tidak bersifat pribadi dan tidak melibatkan penyingkapan informasi pribadi.

Page 233: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

222

Sri Widyastuti

c. Hubungan yang jauh. Hubungan ini termasuk interaksi dengan frekuensi yang jarang, dapat diantarkan lewat teknologi, dan melibatkan sedikit pertemuan fisik. Contoh, hubungan pelanggan dengan perusahaan penyedia jasa publik dan penyedia layanan internet. Interaksi semacam ini sering terjadi, karena teknologi makin mempengaruhi kehidupan pribadi. Pelanggan makin sering berinteraksi dengan karyawan atau dengan sistem IVR melalui telepon, atau melakukan bisnis melalui internet. Interaksi di masa lalu membutuhkan sebuah perjumpaan atau paling tidak percakapan lewat telepon. Sekarang, ini dapat dilakukan dengan sistem telepon sentuh, e-mail, dan website interaktif. Hubungan semacam ini dapat menimbulkan banyak masalah bagi organisasi bisnis.

d. Hubungan yang jarang atau tidak pernah kontak langsung. Kategori terakhir dari hubungan yang dimiliki pelanggan dengan organisasi bisnis, ini melibatkan situasi di mana seorang pelanggan jarang atau tidak pernah memperoleh kesempatan untuk melakukan kontak langsung dengan perusahaan atau dengan para karyawannya. Semua orang memiliki ratusan hubungan semacam itu. Kebanyakan dari kita menjalani hidup tanpa pernah bertemu wakil dari Pepsi-Cola, Heinz, Michelin, atau Levi. Kontak para agen distributor dan pengecer. Apakah itu berarti bahwa kita tidak merasakan kedekatan tertentu dengan merek-merek, ini dan bahkan dengan perusahaan pembuatnya? Hubungan dengan merek semacam itu benar-benar ada. Hubungan ini menjadi kuat, tanpa membutuhkan kontak fisik atau pertemuan pribadi. Yang penting adalah koneksi yang terjalin antara pelanggan dan merek-nya dan menimbulkan apakah merek itu ada di pikiran pelanggan?

Seringkali pelanggan menggambarkan hubungan tertentu, seperti hubungan dengan penata rambut atau dokter sebagai hubungan yang dekat dan bersifat pribadi. Mereka mempertahankan hubungan secara terus-menerus, dan sering menyebut mereka sebagai “penata rambutku” atau “dokterku”.

Page 234: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

223

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Perasaan itu tumbuh seiring berjalannya waktu dan kepercayaan yang terbangun antara pelanggan dan penyedia jasa. Pelanggan mempercayai, penata rambut atau dokter yang memberikan pelayanan konsisten, bersifat pribadi dan berkualitas tinggi, dan penyedia jasa mempercayai pelanggan untuk terus mempertahankan kontak melalui bisnis yang berulang kali dan melakukan rekomendasi.

Seringkali pula orang berkata, mereka merasa bersalah ketika mencoba penata rambut baru. Mengapa? Karena bagaimana pun, itu adalah pilihan pelanggan. Rasa bersalah timbul dari perasaan bahwa pelanggan telah mengecewakan seseorang, karena tidak menjunjung tinggi hubungan yang telah mereka jalin.

Demikian pula, seringkali seorang penata rambut merasa kecewa atau merasa dikhianati, ketika seorang pelanggan pergi ke penata rambut lain. Perasaan bersalah ini jarang muncul ketika pelanggan memilih telepon seluler lain sebagai alternatif atau memilih penerbangan lain. Pelanggan jarang merasakan loyalitas yang sama pada bisnis-bisnis ini.

Selain itu, pelanggan juga jarang merasa bersalah ketika berganti sabun, shampo, deterjen atau cereal untuk makan pagi. Tetapi banyak pelanggan yang memiliki kedekatan sangat kuat dengan merek-merek tertentu, sehingga mereka merasa kecewa jika karena alasan tertentu merek tersebut tidak dapat lagi ditemui.

Hubungan yang dimiliki pelanggan, pada level ini adalah hubungan sejati, dan walaupun mereka tidak ditandai dengan keterlibatan pribadi tingkat tinggi seperti pada hubungan dengan dokter atau dokter gigi, namun relasi ini menimbulkan perasaan dan emosi yang kuat. Membangun merek telah menjadi slogan umum, tetapi hanya merek dengan jumlah yang sangat terbatas yang benar-benar memahami apakah artinya memiliki hubungan sejati dengan pelanggannya.

6.5 Pertumbuhan Hubungan yang KondusifKontinum transaksi dan hubungan adalah berguna untuk

memandang kontak antara perusahaan dengan pelanggannya, dalam

Page 235: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

224

Sri Widyastuti

serangkaian kesatuan atau kontinum, mulai dari yang jauh, traksaksi yang kadang-kadang hidup kadang-kadang mati pada ujung yang satu sampai pada hubungan relasional pada ujung yang lain.

Dekatnya ujung transaksi adalah suasana jual beli yang jauh, berjangka pendek dan seringkali terjadi secara mekanis dengan sedikit komitmen pada kedua belah pihak. Contoh, pembelian coklat batangan atau air minum mineral dari sebuah mesin. Pada ujung yang lain, adalah hubungan berkelanjutan, kompleks, bersifat sangat pribadi, dan ditandai dengan kepercayaan dan keleluasaan. Misalnya hubungan antara dokter dengan pasiennya. Pada suatu titik sepanjang kontinum ini terjadi pendekatan transaksi pemasaran dan dimulailah kemungkinan untuk menciptakan hubungan yang sejati.

Sekali sebuah hubungan sejati dapat dikatakan telah terjadi, hubungan itu menjadi lebih dari sekadar usaha sepihak dari penjual atau pelaku bisnis, untuk mengikat pelanggannya pada komitmen jangka panjang. Pelanggan sesungguhnya mulai memiliki perusahaan tersebut, pada titik di mana ia mulai menyebut perusahaan tersebut sebagai “bank saya” atau “supermarket saya” dalam cara yang hampir sama saat pelanggan menyebut “dokter, pengacara atau penata rambut saya”.

Muncul pertanyaan penting, yaitu kapan kondisi yang layak untuk kepemilikan semacam itu, dan apakah banyak tenaga penjual pada perusahaan dapat mengharapkan pelanggan mereka untuk sampai pada “milik saya”.

Untuk meningkatkan kedekatan dan kekuatan suatu hubungan tanpa mempedulikan level, di mana hubungan itu kemungkinan dapat terjadi, walaupun ada rangkaian kesatuan, tidaklah berarti bahwa hubungan dapat ditempatkan di sepanjang rangkaian kesatuan dari hubungan intim sampai hubungan merek.

Perusahaan telekomunikasi, misalnya, memiliki hubungan yang jauh berbasis teknologi dengan para pelanggannya. Ini akan membuat perusahaan berada pada posisi yang rapuh, jika pesaing memasuki pasar.

Untuk meningkatkan hubungannya dengan pelanggan, perusahaan harus meningkatkan komunikasi dan menyatakan

Page 236: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

225

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

kepeduliannya kepada pelanggan. Suatu cara untuk memperkuat hubungan, yaitu dengan melakukan komunikasi yang dapat menambah nilai bagi pelanggan. Ketika tertantang, perusahaan telekomunikasi dan organisasi lain yang biasanya tidak memiliki hubungan “dekat” dengan pelanggannya, mungkin akan tergerak mengembangkan hubungan yang sejati.

Sebagian orang merasa, hubungan dengan penata rambut, besar kemungkinan mendekati “hubungan” yang lebih hangat pada ujung rangkaian kesatuan itu. Tidak peduli apakah itu hubungan intim, tatap muka, atau hubungan yang jauh, hubungan dapat terjadi pada titik mana pun pada rangkaian kesatuan.

Di sisi lain, beberapa orang yang tidak pernah membangun hubungan dekat dengan penata rambut, dan lebih memilih berpindah dari satu salon ke salon lain, mungkin karena penampilan fisik bukanlah hal penting atau perlu mendapatkan perhatian khusus. Demikian halnya, jenis hubungan yang digambarkan sebagai hubungan yang jauh, besar kemungkinannya berada di dekat ujung transaksi.

Namun demikian, Barnes (2003) menjumpai dalam riset, pelanggan yang menggambarkan hubungannya dengan perusahaan telepon sebagai hubungan yang sangat dekat, menjumpai pelanggan yang mengembangkan hubungan yang loyal dan tahan lama dengan perusahaan melalui internet.

Perusahan yang mencoba menjalin hubungan dengan pelanggannya, akan mendapatkan informasi, bahwa tidak mudah untuk membina hubungan dengan pelanggan. Pelanggan seringkali menjadi sangat waspada terhadap motif perusahaan, ketika tiba-tiba mereka menerima telepon, surat-surat dan pernyataan kepedulian.

Seperti juga dalam hubungan pribadi, orang-orang yang tidak begitu dekat dengan mereka di masa lalu, ketika ada upaya pendekatan, akan merasakan hal aneh. Namun suatu upaya yang kondusif untuk membangun hubungan, memang harus dilakukan. Termasuk di dalamnya, sering melakukan kontak, interaksi tatap muka, komunikasi dua arah, menambah pengetahuan dan informasi, keakraban, keterlibatan pelanggan dan kemampuan untuk menambahkan nilai.

Page 237: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

226

Sri Widyastuti

Setiap perusahaan dapat mengambil langkah untuk meningkatkan kontak dengan pelanggan, mendengarkan opini dan keprihatinan mereka, dan menambahkan nilai melalui peningkatan pelayanan. Dengan melakukan hal-hal secara sistematis tersebut, dan dengan cara tidak mengganggu pelanggan, perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan. Dengan demikian, perusahaan dapat berkembang menuju salah satu dimensi fundamental dari sebuah hubungan sejati.

Barnes (2003), telah mengidentifikasi beberapa keadaan yang kondusif bagi pertumbuhan hubungan, berdasarkan riset dalam bidang hubungan pelanggan dan pertumbuhannya, sehingga penting bagi pihak manajemen dan para karyawan mengenali kondisi-kondisi ketika membangun hubungan pelanggan.

Gambar 6.3 menunjukan beberapa dari kondisi-kondisi tersebut. Sifat interaksinya adalah faktor nyata dalam pertumbuhan suatu hubungan. Misal, seorang pelanggan yang telah membuka rahasia pribadinya, kecil kemungkinannya untuk berpindah pemasok, yang akan berarti membuka rahasia pribadi. Karena pelanggan telah menginvestasikan waktu dan tenaga dalam hubungan ini, biaya yang harus dibayarnya karena berpindah perusahaan akan sangat besar. Jadi, tingkat keterlibatan pelanggan dalam suatu hubungan, akan mempengaruhi kesediaannya untuk berpindah pemasok.

Semakin mudah mengakses sebuah perusahaan, makin besar pula kesempatan terjadinya komunikasi. Namun, tidak semua pelanggan ingin berkomunikasi dengan sebuah perusahaan dengan cara yang sama.

Maka perusahaan harus mempunyai banyak jalur bagi pelanggan, untuk mengakses perusahaan tersebut, seperti layanan bebas pulsa, e-mail dan internet. Tingkat kedalaman dari kontak pribadi, penting untuk dihubungkan, dengan bagaimana perusahaan membuat kontak dapat bersifat pribadi.

Jika pelanggan sebuah perusahaan besar cenderung untuk berurusan dengan seorang karyawan tertentu, atau dengan sekelompok kecil karyawan, pelanggan itu akan mampu menjalin sebuah hubungan dengan perusahaan secara lebih baik, karena

Page 238: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

227

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pelanggan mungkin akan menganggap individu ini sebagai ahli di bidangnya. Ini memberikan zona nyaman, karena pelanggan tahu kebutuhan mereka akan ditangani dengan baik.

• Akses kedekatan fisik• Kedalaman kontak pribadi• Lama waktu yang diinvestasikan• Kerumitan tugas yang dijalankan• Komunikasi dua arah yang menyenangkan• Penambahan nilai melalui pelayanan• Berurusan dengan orang yang sama• Frekuensi kontak• Kontinuitas kontak• Persepsi tentang tingginya risiko• Kurangnya kecakapan pelanggan• Tingkat keterlibatan• Keintiman• Biaya untuk berpindah

Gambar 6.3 Kondisi Pertumbuhan Hubungan yang Kondusif.

Barnes (2003).

Konsep kedekatan sangat bernilai dalam pemasaran hubungan. Pengertian hubungan “dekat” bagi pelanggan, adalah hubungan yang memiliki kemungkinan bertahan lama. Beberapa hubungan lebih dekat daripada hubungan yang lain, dan kelompok individu yang berlainan akan kurang atau bahkan lebih cenderung menjalin hubungan dekat.

Kedekatan melibatkan banyak aspek emosional, karena hubungan tidak dapat terjadi tanpa kandungan emosional, hubungan yang dekat ditandai dengan ikatan kasih sayang yang positif. Intensitas atau kuatnya emosi yang terdapat dalam hubungan itu, cenderung menentukan kelanjutan hubungan yang sudah terjalin. Hubungan yang kuat dan dekat, adalah hubungan yang tidak rapuh dan cenderung berlanjut di masa yang akan datang.

Barnes (2003), dalam penelitiannya, di mana orang-orang berpartisipasi dalam penelitian tersebut, diminta memberikan

Page 239: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

228

Sri Widyastuti

rating tentang seberapa dekat hubungan mereka dengan perbankan, supermarket, dan telekomunikasi.

Pelanggan diminta menjawab pertanyaan tentang kedekatan mereka berdasarkan rating mereka pada bank, supermarket dan perusahaan telepon utama mereka. Kebanyakan skor berada pada rangkaian medium. Itu mengindikasikan, bahwa sedikit pelanggan yang merasa dekat dengan penyedia jasa dalam ketiga industri itu. Dari ketiga industri terkait, responden merasakan yang paling dekat adalah dengan bank utama mereka.

Perbedaan kedekatan dalam ketiga industri tersebut tidaklah mengejutkan, karena biasanya nasabah merasa lebih dekat dengan bank utama mereka. Sebagian disebabkan karena tingkat keterlibatan dan masalah finansial yang dihadapi nasabah. Pertumbuhan penggunaan teknologi dalam dunia perbankan, terutama penggunaan telepon banking dan internet banking, sangat cepat. Itu menunjukkan, hubungan dengan perbankan saat ini tidak sedekat seperti satu dekade lalu.

Hubungan pelanggan dengan supermarket utamanya, hampir sedekat hubungannya dengan bank, mungkin karena frekuensi interaksi dan keakraban yang selalu tumbuh seiring berjalannya waktu.

Akhirnya, perusahaan telekomunikasi menderita pengaruh efek klasik dari hubungan yang dianggap memang sudah seharusnya terjadi. Perusahaan-perusahaan ini adalah korban dari kesuksesan mereka sendiri. Karena kemajuan teknologi, pelayanan hampir selalu berhasil dan kebanyakan pelanggan tidak perlu berinteraksi dengan petugas instalasi, petugas perbaikan atau bahkan operator.

Ketika pelanggan menjadi lebih dekat dengan perusahaan dan para karyawannya, ada efek positif pada interaksi pelanggan dengan perusahaan. Contohnya, pelanggan yang sangat dekat dengan sebuah perusahaan akan memberikan rating kedekatan mereka dengan angka 9 atau 10 dari skala 10, cenderung memberikan lebih banyak bisnisnya pada perusahaan itu.

Demikian juga, mereka lebih mungkin memberikan rekomendasi kepada orang lain dan lebih mungkin tetap berbisnis

Page 240: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

229

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

dengan perusahaan tersebut. Seperti dimunculkan dalam Tabel 6.1, kemungkinan memberikan rekomendasi dan kemungkinan tetap berbisnis dengan perusahaan itu, sangat dipengaruhi secara kuat oleh skor kedekatan, khususnya dalam dunia perbankan dan industri supermarket.

Bahkan peningkatan kecil dalam kedekatan, akan berdampak besar pada perilaku pelanggan, dalam hal perekomendasian dan ketahanan. Masalah yang banyak dihadapi perusahaan dan organisasi kemudian, manajemen tidak memiliki ide tentang bagaimana meningkatkan kedekatan atau tidak memiliki komitmen untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan, untuk meningkatkan perasaan dekat dalam diri pelanggan.

Tabel 6.1Kedekatan Pelanggan

Skor Perbankan Supermarket Telekomunikasi

Rendah (1-5)Medium (6-8)Tinggi (9-10)Titik tengah

32,5%50,0%17,36,540

38,9%45,0%6,16,279

54,5%35,7%9,85,494

Sumber: Barnes (2003).

Hasil riset itu menunjukan, manajemen sangat tertarik dengan kedekatan dalam hubungan dengan pelanggan mereka, mulai mengukur dan mengelola kedekatan tersebut. Kedekatan memang bervariasi dari satu industri ke industri lain, berbeda dari segmen ke segmen pelanggan lain, dan beberapa pelanggan memilih hubungan yang tidak terlalu dekat.

Akan tetapi, kedekatan memberikan kontribusi pada hubungan yang lebih berharga, tahan lama dan mengarah pada perekomendasian untuk memperoleh pelanggan baru. Adapun langkah-langkah yang dapat diambil suatu organisasi untuk menjadi lebih dekat dengan pelanggannya, yaitu:

Page 241: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

230

Sri Widyastuti

a. Pertama, penting untuk meningkatkan frekuensi kontak. Pelanggan merasa lebih dekat pada perusahaan yang membuat kontak teratur, terus menerus, bermakna, dan tidak peduli bagaimana kontak itu dilakukan.

b. Kedua, jika memungkinkan, perusahaan harus melakukan kontak dilakukan dan melakukan kontak tatap muka dengan pelanggannya. Ini sulit dilakukan di organisasi yang menggunakan teknologi untuk mengantarkan jasa. Namun menelepon pelanggan secara periodik, dapat meningkatkan perasaan pelanggan karena unsur manusia dalam pelayanan tersebut.

Claps

The customer adapt

Zipper Velcro

The provider adapt

Gambar 6.4 Creating Competitive Advantage through Win-Win Relationship Strategies, Gaffar (2007).

Strategi berhubungan dengan pelanggan, dapat diibaratkan seperti melekatnya bagian satu kain ke kain yang lain. Storbacka and Lehtinen dalam Gaffar (2007), mengatakann, strategi hubungan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori utama berikut ini:1. The Claps Strate, yaitu suatu strategi CRM, di mana pelanggan

menyesuaikan diri dengan proses provider. Dalam hal ini, provider menawarkan prosesnya pada pelanggan, dan pelanggan melakukan penyesuaian dengan proses tersebut agar terjadi pertemuan.

2. The Zipper Strategy, yaitu strategi CRM, di mana baik pelanggan maupun provider menyesuaikan diri dengan proses agar dapat lebih menyatu. Tujuannya, mencegah kegiatan yang tidak

Page 242: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

231

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

diperlukan dalam suatu hubungan dan memastikan kegiatan itu dapat disesuaikan.

3. The Velcro Strategy. Adalah strategi CRM, di mana provider berusaha menyesuaikan prosesnya pada proses pelanggan. Perusahaan yang menggunakan strategi ini, berusaha beradaptasi dengan proses pelanggan agar mereka tidak perlu mengeluarkan banyak waktu dan usaha untuk merubah prosesnya.

Keseluruhan proses dan aplikasi CRM berdasarkan kepada prinsip-prinsip dasar, yaitu perlakuan pelanggan secara individual, mengingat pelanggan dan perlakuannya secara individual pula. CRM didasarkan pada filosofi personalisasi. Personalisasi berarti tujuan dan pelayanan kepada pelanggan, harus dirancang berdasarkan preferensi pelanggan dan perilaku pelanggan. Personalisasi juga menciptakan kenyamanan kepada pelanggan, dan mempertahankan loyalitas pelanggan dengan hubungan tersebut.

Sementara beberapa situasi dan industri tertentu, cukup kondusif bagi pembentukan hubungan pribadi yang dekat, bersifat intim atau tatap muka, dalam situasi perusahaan berada pada keterbatasan jaringan distribusi dan keterbatasan interaksi dengan pelanggan, membuat hal ini semakin sulit untuk melaksanakan.

Perusahaan seharusnya lebih fokus pada penciptaan hubungan merek, sehingga perusahaan dapat mengurangi kemungkinan, bahwa pelanggan akan beralih ketika karyawan suatu perusahaan keluar.

Ini memperlihatkan, bahwa celah kedekatan adalah konsep penting untuk menentukan penempatan sumber daya dalam memperkuat hubungan dan meningkatkan kedekatan dengan pelanggan. Celah itu menunjukkan tingkat kedekatan pelanggan dibandingkan dengan kedekatan yang diinginkan pelanggan terhadap suatu perusahaan.

Bahkan ada kemungkinan, celah kedekatan itu bernilai negatif. Ini persentase kecil pelanggan, yang merasa lebih dekat pada perusahaan lebih dari yang dia inginkan. Dalam kasus ini, perusahaan perlu mengetahui, bahwa pelanggan tidak menginginkan hubungan yang terlalu dekat.

Page 243: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

232

Sri Widyastuti

Pelanggan semacam itu akan mengatakan, ia tidak menginginkan kontak yang sering dari institusi finansial ataupun perusahaan telekomunikasi. Mereka menginginkan pelayanan tersedia ketika menginginkannya, tidak lebih. Perusahaan harus mengenali hal ini melalui respons yang berulangkali untuk mendekati pelanggan ketika ditolak, diabaikan atau dihadapi dengan sikap bermusuhan.

Maka perusahaan harus menerima, bahwa pelanggan tidak terbuka terhadap hubungan yang dekat dengan perusahaan. Mereka ingin membangun hubungan sesuai keinginannya. Dalam hal ini, akan lebih baik bagi perusahaan mengarahkan usahanya pada pelanggan lain, daripada berisiko menyebabkan pelanggan tersebut beralih ke perusahaan lain yang tidak mengenal mereka, atau yang tidak melakukan pendekatan seperti itu.

Pappers and Roger dalam Kotler dan Keller (2007), memaparkan empat aktivitas CRM berikut:a. Mengidentifikasi: merupakan langkah awal yang utama dalam

penerapan CRM. Banyak hal yang perlu diidentifikasi oleh perusahaan, antara lain: (1) mengetahui siapa pelanggan, (2) mengetahui pelanggan yang potensial dan mana yang merugikan, (3) mengetahui pelanggan potensial yang bersaing, dan (4) mengidentifikasi perlu tidaknya sistem internal terkait dengan pelanggan. Dengan melakukan identifikasi ini, perusahaan dapat melakukan suatu relasi efektif dengan pelanggan, untuk mengetahui pelanggan yang tepat, pelanggan yang harus dilayani karena tidak semua segmen perlu untuk dilayani dan mungkin tidak realistis untuk dipertahankan.

b. Mengakuisisi: perusahaan harus mampu mengakuisisi pelanggan secara efektif dan efisien. Setelah perusahaan memperoleh jumlah pelanggan dalam jumlah besar, maka perusahaan dapat mendiskriminasi pelanggannya. Diskriminasi bertujuan agar pelanggan dapat diperingkatkan berdasarkan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan. Melalui kategorisasi yang dilakukan, perusahaan dapat memberikan perlakuan berbeda kepada setiap tingkatan pelanggan.

Page 244: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

233

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

c. Mempertahankan: membuat pelanggan menjadi setia atau loyal pada perusahaan, sehingga tidak mudah bersaing dengan pesaing sejenis. Untuk mempertahankan pelanggan utama, perusahaan harus mempunyai keunggulan kompetitif, seperti : (1) reward yang sesuai dengan keinginan pelanggan, (2) Memberikan financial benefit, social benefit dan structural ties, (3) Memberikan pelayanan secara profesional dan mampu menjaga hubungan baik dalam jangka panjang.

d. Mengembangkan: apabila perusahaan memiliki sistem internal yang menunjang database pelanggan, perusahaan mampu mempelajari keinginan konsumen. Pengetahuan ini dapat menjadi keunggulan kompetitif, yang bila diolah, bisa dipadukan dan diproses menjadi produk serta jasa yang memiliki nilai tambah. Dengan begitu, perusahaan tidak memiliki kesulitan memasarkannya. Untuk itu, perlu fasilitasi interaksi pelanggan atau perusahaan melalui pusat kontrak perusahaan dan situs (website).

Cara terbaik untuk mengetahui apakah terjadi hubungan sejati antara perusahaan dengan pelanggannya, atau apakah mungkin membangun hubungan semacam itu, adalah dengan mendengar apa yang dikatakan pelanggan tentang interaksi mereka dengan perusahaan.

Berdasarkan riset yang melibatkan pelanggan dari berbagai perusahaan, Barnes (2003) mendapati pelanggan menggambarkan hubungan bisnis mereka dengan bahasa yang mirip dengan bahasa digunakan untuk menggambarkan hubungan antarpribadi. Mereka berulangkali mengungkapkan, bagaimana mereka diperlakukan dan perasaan apa yang tumbuh dalam diri mereka saat berinteraksi dengan perusahaan.

Komentar seperti “Mereka hampir seperti keluarga,” “Mereka jujur pada Saya”, dan “Mereka menepati janji,” menunjukan bahwa beberapa perusahaan membangun hubungan dekat, positif, dan berjangka panjang dengan pelanggan mereka daripada perusahaan lain. Komentar seperti “Mereka mencoba menghindari Saya”, “Mereka memandang rendah Saya” dan “Mereka tidak pernah meminta maaf”, menunjukkan bahwa beberapa perusahaan harus berusaha dengan

Page 245: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

234

Sri Widyastuti

optimal, sebelum mereka menciptakan nilai dan kepuasan, yang diasosiasikan dengan membangun hubungan

Kunci utama dalam mengelola hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan, adalah bahwa perusahaan harus berusaha secara optimal mengetahui harapan pelanggan, tak peduli sejauh mana hubungan itu telah berkembang. Perusahaan mestinya tidak hanya berupaya mendekati pelanggan, namun yang lebih penting, harus memahami tipe pelanggan mana saja yang menyukai hubungan dekat, seberapa dekat hubungan yang diharapkan pelanggan, apa yang dianggap dekat bagi seorang pelanggan, dan cara terbaik untuk menjadi dekat dengan pelanggan.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut dan lebih banyak pertanyaan lain, sangat penting bagi perkembangan hubungan yang dekat dengan pelanggan. Tanpa mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu, akan sangat sulit bagi perusahaan menjadi dekat dengan pelanggannya.

Pada dasarnya, pelanggan tahu bagaimana mereka ingin diperlakukan. Dimensi-dimensi yang penting bagi hubungan pribadi, juga penting dalam hubungan pelanggan. Hanya dengan menanyakan pertanyaan yang tepat pada pelanggan melalui riset yang dikembangkan dengan baik, perusahaan akan mampu memahami dan melacak apakah usaha untuk menjadi lebih dekat dengan pelanggan mendatangkan hasil.

Memunculkan perasaan positif dalam diri pelanggan, adalah komponen integral dalam membangun hubungan dengan mereka. Harus dipahami, hubungan dengan pelanggan, tidak lebih dari sekadar kategori khusus dalam hubungan antarmanusia. Perusahaan dapat mengembangkan hubungan yang sejati, dekat, dan tahan lama dengan perusahaan dan merek seperti yang biasa kita lakukan pada teman-teman dan anggota keluarga.

Faktanya, dalam beberapa kasus, hubungan kita sebagai pelanggan lebih kuat dan tahan lama daripada hubungan kita dengan teman-teman dan sahabat yang berkembang dalam konteks non bisnis. Kunci dari perspektif manajemen, adalah untuk menerapkan prinsip yang mengarahkan penciptaan dan pemeliharaan hubungan antarmanusia umumnya, khususnya masalah hubungan pelanggan. (*)

Page 246: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

7.1 Market Driven StrategyMarket driven strategy berorientasi pada pasar yang

memfokuskan perhatian pada pelanggan, pesaing, dan semua fungsi organisasi untuk menciptakan superior customer value.

Menurut Cravens dan Pierce (2006), untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar, perusahaan dapat menerapkan strategi yang disusun berdasarkan pasar dan pelanggan yang disebut dengan market driven strategy.

Kajian yang berorientasi pada pasar, akan mengungkapkan berbagai hal yang menjadi dasar berkembangnya distinctive capabilities, yang sangat berarti bagi perusahaan.

Distinctive capabilities yang muncul dari customer needs, akan menciptakan customer value. Apabila dijalankan dengan sebaik-baiknya, akan mengantarkan perusahaan mencapai posisi superior performance di mata konsumen dan pesaing.

BAB VIIMEMBANGUN KEMITRAAN JANGKA PANJANG MENUJU KEUNGGULAN BERSAING

Page 247: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

236

Sri Widyastuti

Gambar 7.1 Penerapan Strategi Pemasaran untuk Menciptakan Nilai Pelanggan Superior, Cravens (2006)

Pasar dan tantangan kompetitif yang dihadapi para eksekutif di seluruh dunia, sangat kompleks dan cepat berubah. Batas pasar dan industry, seringkali sulit didefinisikan, karena munculnya bentuk bentuk persaingan baru.

Permintaan pelanggan untuk produk dengan nilai yang unggul, belum pernah terjadi sebelumnya, karena harganya menjadi semakin mahal. Pelanggan banyak mengetahui tentang produk atau barang dan jasa yang lebih canggih dalam penilaiannya.

Pengaruh eksternal dari beragam kelompok, juga telah meningkat secara dramatis di berbagai Negara, sehingga perubahan besar sedang berlangsung. Hal ini terjadi di industri, mulai dari industri dirgantara hingga telekomunikasi.

Model bisnis yang inovatif, mempertanyakan peran tradisional sebuah industry, bagaimana mendefinisikan agenda baru untuk pengembangan bisnis dan strategi pemasaran perusahaan, mengadopsi strategi berbasis pasar yang dipandu dengan logika, bahwa semua keputusan strategi bisnis, harus dimulai dengan pemahaman yang jelas pada pasar, pelanggan, dan pesaing. Semakin jelas, bahwa perangkat tambahan pada pelanggan adalah nilai, yang memberikan peran utama untuk mencapai nilai pemegang saham yang superior.

Page 248: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

237

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Menurut Cravens (2006), market-driven strategy adalah pasar dan konsumen yang membentuk pasar, dan kemudian akan menjadi titik awal bagi pembentukan strategi bisnis. Kunci untuk menuju market-oriented, yaitu memperoleh sebuah pengertian tentang dan bagaimana pasar akan berubah di masa depan.

Pengetahuan ini mendukung setiap perusahaan untuk menyusun market driven strategy. Mengembangkan pandangan tentang pasar, membutuhkan informasi mengenai konsumen, pesaing, dan pasar. Melihat informasi dari perpektif bisnis secara total, akan menentukan fungsi bisnis: bagaimana menciptakan nilai pelanggan yang lebih baik dan mengambil tindakan untuk mengantarkan value kepada konsumen.

Perusahaan yang berorientasi pada pasar, dapat mengarahkan manajemen untuk mengenal konsumen dan memenuhi kebutuhannya, sesuai dengan kapabilitas perusahaan. Desain dan implementasi market driven strategy yang sesuai, akan menjadikan perusahaan mempunyai competitive advantage yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Upaya mewujudkan market-oriented, menuntut penerapan perilaku etika bisnis dalam berhubungan dengan pelaku organisasi, konsumen, supplier, dan para pemegang saham. Terbentuknya market-oriented, juga membutuhkan keterlibatan dan dukungan dari seluruh karyawan.

Perusahaan memonitor secepat mungkin, mengenai perubahan keinginan dan kebutuhan konsumen, meningkatkan tingkat inovasi produk, dan menerapkan strategi yang membangun competitive advantage.

Adapun menurut Cravens (2006), karakteristik market-oriented adalah sebagai berikut:Fokus kepada konsumen (Customer Focus). Konsep ini dimulai

dari mengetahui kebutuhan konsumen, menentukan kebutuhan mana yang harus dipenuhi, dan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam memenuhi kebutuhan konsumen.

Page 249: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

238

Sri Widyastuti

Mata-mata pesaing (Competitor Intelligence). Perusahaan yang berorientasi pada pasar, harus mengetahui kondisi dan situasi perusahaan pesaingnya, sama seperti mengenal konsumennya.

Koordinasi lintas fungsi (Cross–Functional Coordination). Di sini perusahaan harus bertindak secara efektif, dalam menjalankan semua fungsi bisnis untuk dapat saling bekerja bersama, dalam menyediakan customer value yang lebih baik.

Pengaruh kinerja (Performance Implications). Perusahaan yang berorientasi pada pasar, harus menyusun strateginya dengan informasi akurat terhadap pasar dan tingkat kompetisi yang dihadapi untuk menampilkan kinerja perusahaan yang baik.

Orientasi pasar membutuhkan komitmen kepemimpinan manajemen puncak, untuk fokus pada konsumen, memahami seluk beluk pesaing, dan melakukan koordinasi yang baik antarfungsi, dalam rangka menyediakan kebutuhan dan keinginan konsumen yang terbaik. Ini diperlukan untuk membangun dan menjaga hubungan saling menghargai dan menguntungkan dengan konsumen (Lamb et al, 2001).

Narver dan Slater (1990), menyatakan, penerapan orientasi pasar yang meliputi orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi akan mendorong fungsi pemasaran lebih bertanggung jawab dalam memahami, dan memelihara berbagai informasi yang terkait dengan konsumen.

Voss dan Voss (2000), meneliti, orientasi pasar yang diterapkan perusahaan, berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Perusahaan yang fokus pada upaya memberi kepuasan pelanggan, akan berusaha menemukan cara yang lebih inovatif dalam menghasilkan produk atau jasa baru.

Studi Jaworski dan Kohli (1997); Im dan Workman (2004), menemukan, orientasi pasar akan mendorong perusahaan melakukan cara-cara inovatif dalam menghasilkan produk baru sebagai reaksi atas kebijakan pasar.

Perusahaan akan memperoleh pengetahuan baru, untuk merespons kebutuhan dan keinginan konsumen atau kebutuhan

Page 250: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

239

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

pasar yang terus berkembang secara dinamis. Kesuksesan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang disertai rasa kepuasan, akan menempatkan perusahaan pada posisi yang terbaik dibanding dengan pesaingnya.

(Lamb et al., 2001), menjelaskan, orientasi pasar tidak lepas dari upaya manajemen untuk menyajikan nilai yang terbaik, memberi dan menjaga kepuasan konsumen, serta membangun hubungan relasi jangka panjang dengan konsumennya.

Narver dan Slater (1990); Han et al. (1998); dan Zhou et al. (2005), mengemukakan, konsep dari orientasi pasar terdiri dari: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi.

Konsep-konsep tersebut menggambarkan suatu evolusi strategi pemasaran, dengan memfokuskan perhatian bukan hanya pada satu sisi orientasi saja, tetapi selalu menyeimbangkan antara orientasi pelanggan dan orientasi pesaing.

Dua konsep ini diperlukan, untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan memperoleh kinerja perusahaan yang lebih baik (Kotler dan Armstrong, 2004). Studi Narver dan Slater (1990), menyebutkan, bahwa orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi mempunyai tingkat kepentingan atau derajad urgensi yang sama.

Oleh karena itu, konsepsi orientasi pasar dapat digambarkan dalam sebuah segitiga sama sisi (equilateral triangle), sebagaimana mengenai orientasi pasar yang menunjukkan bahwa kinerja perusahaan (profitability and long-term focus), dapat dihasilkan melalui perumusan berikut: pemahaman yang cukup terhadap pembeli sasaran, seorang penjual harus memahami kekuatan dan kelemahan saat ini maupun kapabilitas dan strategi jangka panjang pesaing-pesaing yang ada serta pesaing-pesaing potensial, utilisasi sumber daya perusahaan yang terkoordinasi melalui semua bagian yang ada di dalam organisasi untuk menciptakan “superior value” bagi pelanggan sasaran.

Lamb et al. (2001) juga mengemukakan, orientasi pasar sebagai suatu konsep pemasaran, meliputi tiga hal di bawah ini:

Page 251: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

240

Sri Widyastuti

a. Fokus pada kemauan dan keinginan konsumen, sehingga organisasi dapat membedakan produknya dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing.

b. Mengintegrasikan seluruh aktivitas organisasi, termasuk di dalamnya produksi, untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

c. Pencapaian tujuan jangka panjang organisasi, dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen secara hukum, serta bertanggung jawab atas semua kebijakan tentang konsumennya.

Jaworski dan Kohli (1997), mengemukakan, konsep orientasi pasar pada dasarnya meliputi tiga elemen penting, yaitu intelejen pasar dalam rangka menghasilkan berbagai macam informasi pasar yang sesuai, lalu diseminasi informasi diarahkan kepada seluruh bagian yang ada di dalam perusahaan untuk membentuk sinergi strategi, serta respons atas intelijen pasar yang datang dari semua bagian, dalam bentuk strategi pemasaran yang disesuaikan dengan lingkungan pasar yang ada.

Pemikiran ini memperlihatkan, bahwa konsep orientasi pasar tidak hanya untuk memahami secara mendalam mengenai pelanggan, juga untuk memahami secara mendalam mengenai pesaingnya.

Ditinjau dari strategi pemasaran, konsep orientasi pasar tersebut meliputi adanya kebutuhan konsumen, informasi aktivitas pesaing dan koordinasi antarfungsi. Lukas dan Ferrel (2000); McCarthty dan Parreault (1996); dan Zhou et al (2005), menyatakan, konsep tersebut mencerminkan aktivitas pemasaran untuk menciptakan nilai pelanggan (customer value) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction).

Informasi mengenai pesaing, menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan, mengingat munculnya alternatif pilihan produk yang tersedia di pasar, merupakan hasil implementasi berbagai strategi yang dilakukan oleh pesaing. Perusahaan harus yakin, bahwa strategi yang sedang dikembangkan, tidak boleh didahului oleh pesaing yang menghadirkan strategi baru, lebih baik dalam menyediakan kebutuhan dan keinginan para pelanggannya.

Page 252: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

241

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Menurut Sudirman (2003), ada beberapa kelemahan dalam konsep orientasi pasar untuk pencapaian tujuan organisasi, dalam penyajian nilai unggul bagi pelanggan dan penciptaan keunggulan berdaya saing berkelanjutan. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:a. Pelanggan tidak selalu menyadari kebutuhannya, terutama

kebutuhan di waktu yang akan datang, sehingga perusahaan perlu melakukan strategi yang dapat mengarahkannya sebelum perusahaan lain melakukannya.

b. Meskipun adanya kebutuhan tersebut sudah dapat diidentifikasi pelanggan, mereka sendiri seringkali tidak mampu menentukan cara terbaik untuk memenuhinya.

c. Dua kondisi itu, menunjukkan, bahwa orientasi pelanggan tidak akan mampu menghasilkan suatu inovasi yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya, sehingga mengurangi keunggulan bersaing berkelanjutan.

d. Anggap bahwa pelanggan sebagai orang yang ‘kurang wawasan’, sehingga orientasi pelanggan merupakan suatu keniscayaan dalam konsep orientasi pasar.

Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, pembelajaran pelanggan sebagai komponen tambahan terhadap konsep orientasi pasar, agar mampu menghasilkan efek sinergis. Dengan begitu, operasionalisasi konsep orientasi pasar menjadi lebih efektif.

Penambahan komponen pembelajaran pelanggan sebagai tambahan konsep orientasi pasar, terinspirasi dari dan sekaligus merupakan hasil sintesa dari dua pendekatan terhadap orientasi pasar, yaitu market driven dan driving market. Yakni teori pembelajaran dan persepsi sebagai penggerak perilaku.

Namun demikian, konteks driving market yang dimaksudkan berbeda dengan konteks sebagaimana dikemukakan Jaworski et al (2000), yang merupakan para inisiator kedua pendekatan tersebut. Orientasi pasar adalah suatu konsep multidimensional, yang dapat dirumuskan melalui konsep: orientasi pelanggan, orientasi pesaing, koordinasi antarfungsi, dan pembelajaran pada pelanggan.

Page 253: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

242

Sri Widyastuti

Pendekatan driving market yang dimaksudkan di sini, yaitu upaya melakukan restrukturisasi pasar, dengan tujuan meningkatkan posisi persaingan perusahaan.

7.2 Mengenali Pelanggan Lebih DalamKita akan membangun berdasarkan kerangka yang telah kita

tentukan, dan membahas bagiamana perusahaan dapat menerapkan strategi berdasarkan orientasi pelanggan, untuk menciptakan hubungan jangka panjang sejati dengan para pelanggannya. Ini akan terjadi, apabila hubungan berkembang dari perspektif pelanggan.

Hubungan sejati tidak dapat diciptakan hanya dengan membuat database pelanggan, atau mengadakan program loyalitas pelanggan. Pendekatan tersebut dapat membentuk komponen-komponen strategi hubungan pelanggan yang terintegrasi, tetapi komponen-komponen itu jika berdiri sendiri, sulit untuk menciptakan hubungan sejati.

Pandangan yang lebih konseptual tentang hubungan, dibangun berdasarkan sifat dan hubungan antarpribadi. Bagaimana suatu hubungan dibangun dan bagaimana mereka bekerja dalam konteks antarpribadi? Jawababnya adalah dengan merealisasikan pendekatan tersebut untuk membangun hubungan pelanggan sejati.

Maka kiranya sangat penting membedakan antara hubungan sejati dengan hubungan semu atau palsu. Hubungan sejati bercirikan kedekatan emosional, atau adanya komitmen terhadap pihak lain pada sebuah perusahaan, memiliki tujuan dan nilai yang sama. Pendeknya, hubungan pelanggan sejati mendemonstrasikan dimensi yang sama, dari hubungan yang mendalam dan bertahan lama.

Sebaliknya, hubungan semu atau palsu tidak memiliki hubungan emosional. Keterlibatan mereka dalam hubungan, dikarenakan situasi pasar yang menguntungkan atau tidak adanya alternatif lain. Perusahaan mengukur pelanggan dengan insentif atau hadiah. Semakin banyak pelanggan membeli, lebih banyak “poin” yang diperoleh.

Page 254: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

243

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Mereka melibatkan hubungan komunikasi satu arah. Setiap kali perusahaan mengomunikasikan sesuatu pada pelanggan, kebanyakan biasanya mempunyai daya tarik tinggi. Hubungan jenis ini dianggap lebih efisien dari perspektif pemasar, tetapi tidak mampu mengikat pelanggan secara emosional.

Banyak perusahaan yang berpikir, bahwa mereka mengetahui secara persis apa yang diinginkan pelanggan. Manajemen berpikir, harga produk adalah hal yang menggerakkan pelanggan untuk terus berbisnis dengan sebuah perusahaan. Atau jika sebuah perusahaan buka 24 jam, 7 hari seminggu, pelanggan akan puas.

Komponen dari penawaran perusahaan pada pelanggan, merupakan suatu proposisi nilai, yang akan sungguh-sungguh dihargai oleh beberapa pelanggan. Beberapa perusahaan bahkan menganggap, ada hal-hal penting dari yang dapat ditawarkan pada mereka, namun ternyata tidak semua pelanggan mencari kemudahan atau harga yang lebih murah. Beberapa pelanggan siap membayar lebih, jika dapat memberi mereka proposisi nilai yang tepat dan sebanding dengan uang yang dikeluarkan.

Ada hal yang mempengaruhi kepuasan dan persepsi pelanggan tentang nilai, yang tidak disadari pelanggan sebagai sesuatu yang penting sampai hal itu terjadi. Apa yang penting bagi pelanggan, tidak selalu terlihat jelas, karena banyak hal terpendam yang dianggap penting oleh pelanggan, yang tak pernah terpikir oleh manajemen.

Manajer dan karyawan harus menyadari, bahwa memahami sesuatu yang akan membuat hubungan pelanggan tahan lama, merupakan proses yang sulit dan kompleks. Mengenal pelanggan dalam hal yang mereka sukai dan tidak mereka sukai, adalah pondasi membangun suatu hubungan.

Memang kedengarannya klise, untuk mengatakan bahwa perusahaan harus mengenal pelanggannya. Kenyataannya, banyak manajer mengatakan, mereka mengenal pelanggannya, tetapi apa yang dimaksud di sini adalah yang benar-benar memahami pelanggan. Kenal yang dimaksud di sini, adalah tidak sekadar mengetahui di mana mereka tinggal, apa yang mereka beli, atau sekadar mengetahui karakteristik demografi dan psikografi rumah tangga mereka.

Page 255: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

244

Sri Widyastuti

Tetapi kenal dalam arti sungguh-sungguh memahami mereka dalam hal apa yang disukai dan tidak disukai, apa yang diinginkan terjadi, apa yang penting, dan bagaimana diperlakukan.

Perusahaan memang sering mengalami kesulitan mencari informasi tersebut dari setiap pelanggan dan bahkan dari suatu segmen. Kebanyakan apa yang diketahui perusahaan, tidak berasal dari riset formal, melainkan dari hasil kerja sama dengan pelanggan selama beberapa waktu, dan dengan memperhatikan keberhasilan dan kegagalan. Untuk sungguh-sungguh memahami kebutuhan pelanggan, perusahaan harus memandang situasi dari perspektif mereka.

Memuaskan pelanggan melibatkan lebih dari sekadar memberi mereka produk yang istimewa, harga menarik, iklan yang mengundang dan lokasi yang nyaman. Perusahaan juga harus melihat keinginan pelanggan ketika berinteraksi dengan perusahaan. Pelanggan menginginkan lebih dari apapun. Mereka ingin dihargai dan diperdulikan dengan sungguh-sungguh oleh perusahaan.

Salah satu bahaya adalah, ketika perusahaan terlalu memusatkan perhatian pada produk atau jasa inti, namun tidak cukup peduli dengan perlakuan terhadap pelanggan. Perusahaan harus berhenti memusatkan perhatian hanya pada hal-hal yang kelihatan saja. perusahaan harus benar-benar mengetahui, apa yang memicu kepuasan pelanggan, dan meletakan pondasi bagi penetapan hubungan yang sejati.

Kebanyakan perusahaan membutuhkan program riset pelanggan, yang berlangsung terus-menerus. Tanpa program itu, ada kecenderungan perusahaan memutuskan apa yang penting bagi pelanggan dari perspektifnya. Sering sekali manajemen membuat keputusan berdasarkan keinginan pribadi, bukan dari keinginan pelanggan.

Posisi pihak manajemen tidak memungkinkan mereka dekat dengan pelanggan, karena kebanyakan dari kita tidak berada dalam target pasar yang diinginkan. Artinya, pelanggan yang dibidik perusahaan, tidak mencerminkan gambaran yang semestinya.

Page 256: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

245

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Seringkali seorang manajer tidak tahu bagaimana pelanggan menjalani kehidupannya, bagaimana pelanggan berpikir hal apa yang penting dan menarik dalam hidup mereka. Karena itu, riset adalah komponen penting dalam memutuskan segala hal yang mempengaruhi hubungan dengan pelanggan. Jika pihak manajemen berada dalam posisi yang tidak dapat mendengar pelanggan secara langsung, maka harus mendengarkan hasil riset tersebut.

Salah satu kritik yang sering didengar dari pelanggan, adalah mereka sering tidak dianggap penting. Ini tentu saja merintangi pembentukan hubungan pelanggan yang positif. Dalam mengelola hubungan dengan pelanggan, penting untuk secara konstan menunjukan betapa pentingnya mereka bagi sebuah perusahaan.

Pesan ini harus disampaikan, setiap kali pelanggan berhubungan dengan perusahaan. Pada setiap “moment of turth”, pelanggan berpotensi menjadi terkesan atau kecewa. Pelanggan merasa direndahkan atau tidak dihargai dalam situasi: parabot baru tidak diantar tepat waktu seperti yang dijanjikan, karyawan perusahaan ritel mengabaikan pelanggan ketika minta dilayani pesan telepon atau pesan e-mail yang tidak dibalas. Hasilnya, timbul kemarahan dalam diri pelanggan, hubungan yang sebelumnya positif menjadi memburuk, dan hubungan baru pun gagal terjalin.

Tidak semua pelanggan diciptakan sama, paling tidak di mata perusahaan, karena penting untuk memperlakukan pelanggan seolah-olah mereka adalah pelanggan yang berbeda dan istimewa, walaupun mungkin nilai finansial mereka bagi perusahaan rendah. Perusahaan perlu mengakui nilai pelanggan dan mengambil setiap kesempatan untuk mengirim pesan yang tepat pada mereka.

Anggapan bahwa pelanggan adalah penting, harus betul-betul dipahami dan merasuk dalam setiap bagian dari organisasi. Setiap karyawan harus memiliki ide, bahwa setiap pelanggan memiliki kekuatan dan pengaruh untuk memberi volume bisnis tertentu, bahkan kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan kehilangan suatu bisnis.

Setiap pelanggan mewakili tingkat tertentu dari kekuatan pembelian, dan kekuatan untuk menghasilkan keuntungan

Page 257: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

246

Sri Widyastuti

seharusnya dipahami dengan baik oleh para staf. Jika tidak, maka pelanggan mungkin akan menghadapi situasi, di mana mereka dianggap tidak penting dan tidak dihargai. Pelanggan yang menghadapi situasi semacam itu terus-menerus, dimungkinkan akan mengambil keputusan meninggalkan perusahaan.

Mudah dipahami, ketika perusahaan mengirimkan pesan yang salah, mereka tidak menaruh cukup perhatian pada pelanggan, ketika komitmen tidak dipenuhi, dan jika telepon tidak mendapatkan respons.

Bagaimana perusahaan menggunakan pendekatan positif untuk menciptakan suatu jenis perasaan, dan emosi positif yang akan menyebabkan pelanggan kembali? Bagaimana menunjukan pada pelanggan, bahwa perusahaan sungguh-sungguh mengenal dan betapa pentingnya mereka? Bagaimana cara perusahaan mengirim pesan, bahwa mereka peduli pada pelanggannya?

Salah satu cara termudah yang bisa dilakukan perusahaan, adalah memberi hadiah pada pelanggan secara periodik, karena pelanggan telah berbisnis dengan perusahaan. Hal itu menunjukan pada pelanggan, bahwa perusahaan memperhatikan dan mengajak untuk kembali berbisnis, dan bahwa perusahaan menghargainya. Elemen pengenalan ini sangat penting, karena dapat memuaskan kebutuhan fundamental manusia akan penghargaan.

Banyak bisnis kecil mampu menyapa pelanggan mereka dengan menyebut namanya, namun perusahaan yang lebih besar mampu melakukannya melalui penggunaan teknologi. Restoran menghadiahi pelanggannya dengan minuman selamat datang atau hidangan utama mengatakan pada pelanggan tersebut, bahwa mereka tahu seberapa besar bisnis dari pelanggan, dan bahwa perusahaan menginginkannya untuk terus berbisnis dengan pelanggan.

Ini merupakan cara pengenalan tak terduga (surprise) bagi pelanggan. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar dapat melakukan hal yang sama, dengan menggunakan database tamu. Dalam program Hilton Honors, Hotel Hilton terkadang menempatkan sekeranjang buah atau bunga di ruangan pelanggan yang kembali menginap di hotel tersebut. Pemberian itu lebih dihargai, jika tidak

Page 258: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

247

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

selalu dijumpai setiap kali pelanggan menginap di Hotel Hilton, karena tidak terdapat elemen kejutan, dan pelanggan mengharapkan pemberian tersebut pada setiap kunjungan mereka.

Sistem database dapat mengaitkan pemberian tersebut dengan frekuensi kunjungan dan lama mereka tinggal di hotel. Misal, menyediakan sekeranjang buah kecil artinya jika tamu datang larut malam, dan pergi sebelum sarapan pagi keesokan harinya. Jika pelanggan tinggal di hotel tersebut selama tiga atau empat hari, pemberian tersebut akan lebih dihargai oleh pengunjung Hotel.

Budiman et al (2010) dalam penelitiannya menyatakan, target utama CRM adalah customer loyality. Pelanggan tidak hanya puas sekali menggunakan produk atau jasa, tetapi akan selalu terus menggunakannya.

Customer Relationship Management (CRM) atau manajemen hubungan pelanggan merupakan pendekatan pelayanan kepada konsumen, untuk membangun hubungan berkelanjutan, yang dapat memberikan nilai tambah bagi pelanggan maupun perusahaan. Penting bagi perusahaan menciptakan nilai tambah bagi para pelanggan. Dalam industri perhotelan, penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan menyediakan kamar hotel dengan seluruh fasilitas terbaik melalui pemberian pelayanan, seperti karyawan yang tangkas, ramah, dan penuh perhatian.

7.3 Pentingnya Pelayanan PrimaPerusahaan melaksanakan layanan istimewa atau pelayanan

prima kepada para pelanggan, baik itu ditunjukkan untuk pelanggan internal maupun pelanggan ekstrenal, yang mempunyai peran penting dalam bisnis. Ini akan berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan di masa yang akan datang. Kualitas pelayanan dapat membantu perusahaan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan, dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, adanya upaya melayani dengan tindakan terbaik, dan

Page 259: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

248

Sri Widyastuti

untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar yang sudah ditetapkan perusahaan.

Menurut Sakantula (2010), untuk mencapai suatu pelayanan prima, perusahaan disyaratkan harus memiliki keterampilan. Keterampilan tersebut di antaranya adalah berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan memiliki sikap selalu siap melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan baik tugas yang berkaitan pada bagian atau departemennya maupun bagian lainnya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, mampu mengerti dan memahami isyarat pelanggan, serta memiliki kemampuan mengenali keluhan pelanggan secara profesional.

Menurut Sakantula, layanan prima ini dapat diberikan kepada: a. Pelanggan Internal.

Pelanggan intern adalah orang-orang yang terlibat di dalam perusahaan, dan mampu mengembangkan budaya pelayanan prima di lingkungan internal. Perusahaan harus memberikan fasilitas kepada semua karyawan, baik bawahan maupun atasan, dengan tujuan mendukung kelancaran proses produksi barang dan atau pembentukan jasa yang dapat menunjang kelangsungan perusahaan. Tujuannya, yaitu untuk mewujudkan pelayanan prima bagi pelanggan eksternal. Membudayakan pelayanan prima secara internal, merupakan hal yang patut diperhatikan oleh segenap pelaku bisnis dan karyawan perusahaan, karena merupakan kunci sukses mewujudkan pelayanan prima bagi pelanggan ekternal. Menurut Admin (2009), pelayanan prima yang baik di lingkungan internal, dapat dijadikan tonggak dasar mewujudkan pelayanan prima bagi lingkungan ekternal.

b. Pelanggan EksternalKebutuhan, keinginan dan permintaan pelanggan, merupakan potensi pasar yang dapat dijadikan peluang besar bagi perusahaan, untuk mendapatkan keuntungan melalui penjualan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan.

Page 260: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

249

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sebagai penyedia produk dan layanan, perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, karena para pelanggan merupakan tumpuan harapan, yaitu sebagai pihak yang mampu merealisasikan kebutuhan, keinginan dan permintaannya menjadi pembelian yang nyata. Ketika perusahaan memberikan pelayanan prima kepada pelanggan eksternal, diharapkan ada pertumbuhan loyalitas pelanggan eksternal terhadap perusahaan, sehingga dari waktu ke waktu, perusahaan akan mampu memelihara dan meningkatkan penjualan barang atau jasa, sekaligus dapat meraih keuntungan yang diharapkan. Memberikan layanan prima kepada pelanggan bukanlah pekerjaan yang mudah. Namun apabila beberapa hal tersebut di atas dapat dilakukan, maka perusahaan akan dapat meraih manfaat yang besar, terutama meningkatnya kepuasan dan loyalitas pelanggan yang besar.Memberikan pelayanan yang luar biasa, adalah salah satu cara perusahaan agar disayangi oleh pelanggan. Ini melibatkan performa yang melampaui zona toleransi pelanggan, dengan menambahkan nilai bagi pelanggan melalui pelayanan melebihi yang mereka harapkan, dan memberikan kejutan pada mereka dengan pelayanan yang diberikan. Pelayanan tersebut tidak dapat menciptakan kedekatan emosional yang diinginkan antara pelanggan dan perusahaan.

Jika pelanggan terus menerima pelayanan istimewa setiap kali mereka melakukan kontak dengan perusahaan, maka akan menerima hal ini sebagai suatu norma. Contohnya, pelanggan akan mengetahui bahwa setiap kali mereka mengunjungi suatu restoran, akan disambut dengan sebuah senyuman, pesanannya tidak pernah keliru, dan akan dilayani dengan layak. Hal itu adalah tahap awal dari kepercayaan dan komitmen pelanggan.

Mengejutkan pelanggan dengan pelayanan luar biasa, berperan luar biasa pula dalam menguatkan loyalitas dan merangsang berita positif dari mulut ke mulut. Mereka menghargai ketika karyawan melakukan hal-hal yang membuat nyaman pelanggan, yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari pelayanan yang mereka bayar.

Page 261: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

250

Sri Widyastuti

Pelanggan percaya, bahwa mereka akan mendapatkan pengalaman yang berkualitas, setiap kali mereka mengunjungi restoran tersebut, dan bahwa restoran itu berkomitmen memberikan pelayanan berkualitas tinggi. Level pelayanan ini mungkin merupakan awal bagi proses menjalin suatu hubungan itu sendiri, namun pelayanan itu tidaklah cukup untuk menjalin suatu hubungan.

Memuaskan pelanggan saja tidaklah cukup. Perusahaan harus bertindak melampaui kepuasan, untuk mengejutkan dan menyenangkan pelanggan, karena ada perbedaan yang begitu besar antara pelanggan yang puas dan pelanggan yang mengalami kepuasan total.

Perusahaan harus berkonsentrasi untuk memberikan pelayanan yang melebihi harapan pelanggan, sehingga dapat mengubah pelanggan yang hanya sekadar puas menjadi pelanggan yang mengalami kepuasan total.

Untuk melebihi harapan pelanggan, perusahaan harus menunjukan penghargaan terhadap pelanggan. Ini dapat dilakukan dengan banyak cara, termasuk memberikan memo ucapan terima kasih, dan memberikan hadiah sebagai cara berhubungan, ketika benar-benar terjadi suatu hubungan. Pemberian hadiah bagi pelanggan yang loyal, merupakan salah satu cara menunjukan kepada mereka, bahwa bisnis mereka dihargai.

Bagi pelanggan, tindakan perusahaan dan karyawannya yang spontan atau di luar kebiasaan, adalah apa yang disebut sebagai spontanitas terencana. Yaitu karyawan dilatih melihat kesempatan mengejutkan pelanggan dengan pelayanan, untuk mengirimkan pesan bahwa kita peduli dan menghargai mereka.

Spontanitas terencana, bekerja dalam situasi informal atau konteks anonim, dengan melatih karyawan mengenali situasi, di mana tindakan atau bahasa isyarat sederhana, akan diperhatikan dan dihargai oleh pelanggan. Staf dapat dilatih melihat kesempatan membuat pelanggan terkesan.

Customer Relationship Management (CRM) atau manajemen hubungan pelanggan berkomitmen untuk mengumpulkan informasi dan arsip tentang pelanggan, dan menyebarkan informasi ini ke

Page 262: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

251

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

seluruh organisasi, sebagai upaya untuk memastikan terciptanya layanan yang disesuaikan oleh suatu organisasi, sehingga memberikan pengalaman yang unik kepada pelanggan.

Hoteliers harus memahami karakteristik pribadi masing-masing tamu mereka untuk melayaninya (Brijesh, 2013). Pendekatan spontanitas terencana, lebih bersandar pada database, atau paling tidak ingatan terinci tentang bisnis yang dilakukan seorang pelanggan. Catatan-catatan yang disimpan, mendorong perusahaan untuk melakukan sesuatu pada saat-saat tertentu, yang mengirimkan pesan bagi pelanggan, bahwa mereka tidak terlupakan dan bisnis mereka dihargai. Untuk alasan yang jelas, makin banyak kontak pribadi, makin baik hasil yang didapat.

Pelanggan lebih terkesan oleh fakta, bahwa mereka dikenali. Karyawan memanggil nama mereka. Bahasa isyarat sederhana, mengirimkan pesan bahwa perusahaan mengetahui siapa mereka dan menghargainya, karena telah menjadi pelanggan selama beberapa waktu.

Pelanggan selalu merasa bahwa spontanitas adalah hal yang terbaik. Pelanggan menyebut peristiwa itu sebagai hal-hal kecil yang membuat perbedaan besar, menjadikan pelanggan merasa disambut dan dihargai. Perhatian yang diberikan perusahaan itu, berpengaruh positif pada pelanggan. Mereka merasa, perusahaan peduli pada dan bahwa bisnis mereka dihargai oleh perusahaan. Ini akan memberikan hasil, pelanggan merasa lebih dekat secara emosional, pada perusahaan yang secara keseluruhan, menciptakan situasi menang-menang bagi perusahaan dan pelanggannya.

Kepuasan pelanggan merupakan hal penting bagi keberlangsungan dan citra organisasi. Faktanya, pelayanan adalah hubungan antara perusahaan dan pelanggan, yang menyatu dalam tugas pekerjaan. Pelayanan unggul dapat dipelajari, bukan diwariskan dari budaya.

Berikut adalah gambaran tentang proses dan tahapan mewujudkan pelayanan prima:a Memancarkan sikap positif kepada orang lain atau pelanggan.

Pancaran sikap positif ini, dapat diberikan melalui penampilan

Page 263: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

252

Sri Widyastuti

fisik, bahasa tubuh, bunyi suara dan saat menggunakan alat kantor.

b Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan. Ini dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan dasar manusia atau pengertian, membaca kebutuhan pelanggan dengan perhatian, memberikan pengaturan waktu pelayanan yang tepat waktu, situasi dan kondisi, kepekaan dan empati untuk mendengarkan.

c Mengaplikasikan diri terhadap kebutuhan pelanggan. Mengambil inisiatif untuk memperluas tanggung jawab, berkomunikasi dengan jelas atau asertif, pengertian, pelanggan disambut dengan baik, membuat mereka merasa penting dan memberikan lingkungan yang menyenangkan.

d Pengakuan kepuasan dari pelanggan yang dilayani. Menuntaskan semua kebutuhan pelanggan dengan mengambil langkah ekstra bagi pelayanan, memberikan sikap yang menjadikan pelanggan berada di pihak perusahaan.

Dalam menciptakan perasaan positif dalam diri pelanggan, perusahaan harus mencari cara membuat pelanggan terkesan, dan bertindak melampaui hal yang biasa. Perusahaan juga perlu melakukan seleksi karyawan, berdasarkan kemampuan mereka dalam mengenali kesempatan membuat pelanggan terkesan. Kemudian manajemen harus memberi kebebasan karyawan, membuat keputusan dalam menciptakan momen-momen “Wow!”, sehingga akan meningkatkan kemungkinan penciptaan nilai kejutan.

Barnes (2003), menyampaikan, pengalaman merupakan contoh dari jenis pelayanan spontan, yang amat bagus untuk tetap diingat dalam pikiran pelanggan, dan mengarah pada penguatan sebuah hubungan pelanggan. Setelah pengalaman tersebut, seorang pelanggan mungkin bahkan tidak memikirkan pesaing, dan akan terus berbicara tentang pengalaman tersebut pada orang yang mau mendengarnya.

Catherine DeVrye (1997), pakar pelayanan prima, mengolah kata service menjadi tujuh strategi sederhana yang dapat mewujudkan pelayanan prima.

Page 264: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

253

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

a. Self Etseem. Yaitu suatu pelayanan yang dilakukan berawal dari penilaian terhadap diri sendiri. Unsur paling mendasar dalam keberhasilan pelayanan adalah diri sendiri. Apabila seseorang menempatkan diri dengan nyaman bersama siapa mereka bekerja, maka orang tersebut mampu melakukan pelayanan dengan baik. Suatu paradigma yang menjadikan harga diri ditempatkan pada posisi tidak menguntungkan, berarti merendahkan martabat diri. Paradigma ini harus diluruskan, bahwa pelayanan bukan suatu kepatuhan.

b. Exceed Expectations, yaitu harapan pengguna layanan atau pelanggan merupakan kunci dalam memberikan bentuk-bentuk layanan. Harapan akan selalu berubah. Maka harapan-harapan yang akan datang, perlu diantisipasi sejak awal. Suatu pelayanan akan berhasil, apabila mampu memberikan sesuatu yang mewujudkan harapan tersebut, tidak sekadar melampaui yang diharapkan.

c. Recover, yaitu pelayanan dengan merebut kembali berbekal memperbaiki kesalahan. Pelayanan seringkali memberikan kesan pertama bagi seseorang, dan tidak akan diperoleh pada kesempatan kedua. Meskipun demikian, biasanya ada suatu peluang untuk memperbaiki kesalahan, apabila ada keinginan mengidentifikasi permasalahannya. Keluhan terhadap pelayanan yang telah dilakukan, dapat menjadikan peluang, bukan menjadi masalah. Untuk itu, keluhan-keluhan pelanggan perlu dijadikan sumber belajar untuk lebih meningkatkan pelayanan.

d. Vision. Pelayanan tidak hanya dilakukan pada hari ini atau saat ini saja, juga perlu direncanakan untuk masa yang akan datang. Bentuk-bentuk pelayanan di masa yang akan datang, mungkin saja tidak sama dengan yang dilakukan pada saat ini, sehingga perlu dipikirkan dan direncanakan sejak sekarang mengenai visi pelayanan ke depannya.

e. Improve, yaitu peningkatan secara kontinyu pemberian pelayanan yang berkualitas tidak mudah, namun esensial. Suatu pelayanan yang bersifat stagnan, tidak akan memberikan makna apapun, maka pelayanan yang berkualitas harus ditingkatkan terus

Page 265: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

254

Sri Widyastuti

menerus sesuai dengan perubahan harapan para pengguna layanan.

f. Care. Perhatian terhadap pengguna layanan atau pelanggan, dapat dilakukan dengan cara selalu berhubungan dengan mereka. Dengan selalu berhubungan, bisa meningkatkan pemahaman akan harapan dan tuntutan pelanggan.

g. Empower. Pemberdayaan ini dilakukan dalam lingkup organisasi. Dalam memberikan pelayanan, organisasi memberikan pendelegasian untuk melakukan pelayanan kepada para pengguna. Ini tentu saja dengan suatu tatanan, rambu-rambu bahkan melalui pelatihan manajemen pelayanan bagi seluruh karyawan dan jajaran manajemen perusahaan.

Pelayanan yang baik dapat dilakukan oleh individu, yang memiliki penilaian baik terhadap diri sendiri. Seseorang yang mampu memberikan penilaian baik terhadap diri sendiri, akan merasa nyaman berada dalam setiap kondisi apapun dan bekerja dengan siapapun.

Perasaan nyaman tersebut membuat individu mampu melakukan dengan baik setiap pekerjaannya, serta dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya terhadap pekerjaan. Karyawan yang memiliki self esteem tinggi, akan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

7.4 Manajemen Hubungan PelangganTantangan yang dihadapi perusahaan ketika menjalankan

Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP), didasarkan atas pemahaman bagaimana prinsip membangun hubungan dapat diaplikasikan ketika berurusan dengan pelanggan.

Hal yang membuat hubungan antara dua individu solid dan sejati, mirip dengan apa yang membuat hubungan itu kuat, solid, dan sejati antara perusahaan dengan pelanggannya.

Bagaimana dimensi-dimensi hubungan sejati dapat diubah menjadi komponen positif hubungan antara pelanggan dengan perusahaan? Bagaimana pula perusahaan dapat menghindari perilaku yang dapat mengurangi pengalaman dimensi hubungan?

Page 266: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

255

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Seorang pelanggan, untuk menjadi pelanggan yang loyal dan berhubungan baik dengan perusahaan, harus melalui beberapa tahapan, melalui suatu proses yang berlangsung lama, sebagaimana dikemukakan Griffin (2005) berikut:a. Suspect (tersangka), yaitu seseorang yang mungkin akan membeli

barang atau jasa perusahaan, dengan asumsi akan membeli, tetapi belum cukup yakin.

b. Prospect (yang diharapkan), yaitu orang dengan kebutuhan akan produk dan jasa tertentu, serta sudah mempunyai keyakinan untuk membeli. Para prospect meskipun belum melakukan pembelian, tetapi telah mengetahui banyak informasi tentang perusahaan yang menawarkan barang dan jasa.

c. Disqualified Prospect (yang tidak berkemampuan), yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan tertentu, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya.

d. First Time Customer (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya produk dan jasa perusahaan, serta masih menjadi konsumen yang baru.

e. Repeat Customer (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak lebih dari dua kali.

f. Clients (pelanggan tetap), yaitu pembeli secara teratur semua barang atau jasa yang dibutuhkan dan tawarkan perusahaan.

g. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh barang atau jasa perusahaan yang dibutuhkan, serta membeli secara teratur dan mendorong teman, saudara dan sahabat lainnya agar membeli barang dan jasa tersebut.

Menurut Barnes (2003), manfaat pelanggan yang bertahan bagi perusahaan dan berhubungan lama dengan perusahaan, di antaranya:a. Membelanjakan lebih banyak. Semakin lama seorang

pelanggan membangun relasi dengan perusahaan, cenderung membelanjakan lebih banyak uangnya.

Page 267: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

256

Sri Widyastuti

b. Menjadi nyaman. Ketika pelanggan memiliki loyalitas sejati, maka akan memberikan pernyataan merasa “nyaman” berurusan dengan perusahaan.

c. Menyebarkan berita positif. Pelanggan loyal jangka panjang, merupakan iklan gratis, karena akan merekomendasikan bisnis kepada orang lain, sehingga bisnis tersebut memperoleh potensi pendapatan baru, dan berkesempatan membangun lebih banyak hubungan pelanggan.

d. Lebih murah untuk dilayani. Biaya untuk menarik pelanggan baru sangat mahal, demikian juga karyawan, butuh waktu untuk mengenal pelanggan baru dan memperbaiki kesalahan, karena belum mengenal keinginan dan kebutuhannya. Sebaliknya pelanggan yang loyal telah tercantum dalam database, sehingga mudah mengenal pelanggan sesuai keinginannya.

e. Tidak begitu sensitif terhadap harga. Kecil kemungkinan pelanggan loyal mengeluh masalah harga, bahkan dapat mencapai tingkat hubungan di mana pelanggan tidak lagi menanyakan berapa harganya.

f. Lebih memaafkan. Pelanggan yang memiliki loyalitas sejati, lebih mungkin memaafkan dan memberi kesempatan kedua bagi perusahaan untuk memperbaiki kesalahannya.

g. Membuat perusahaan lebih efisien. Jika memiliki pelanggan loyal, maka perusahaan memiliki kesempatan mengenal pelanggan dan kebutuhannya dengan sangat baik.

h. Berpotensi menghasilkan keuntungan yang lebih besar, yaitu membantu perusahaan menjual produk atau jasa dalam harga penuh, sehingga dapat meningkatkan keuntungan.

Salah satu area yang mendapat banyak perhatian, adalah cabang dari industri perangkat lunak yang diberi label (MHP). Industri MHP memosisikan produk perangkat lunaknya, sebagai produk yang memiliki kemampuan menciptakan hubungan yang lebih kuat terhadap pelanggan, dengan mengintegrasikan setiap aspek dari kontak tersebut, termasuk penjualan, pemasaran dan pelayanan pelanggan.

Page 268: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

257

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sementara konsep yang menjadi dasar manajemen hubungan pelanggan, yang fokus merekrut dan mempertahankan pelanggan, dapat dibenarkan. Namun tetap saja ada bagian yang hilang. MHP digerakkan oleh data dan produk, serta dapat digunakan terutama untuk memahami perilaku pelanggan, dan bukan ikatan emosional antara pelanggan dan perusahaan.

Barnes (2003), memaparkan beberapa hal di bawah ini, yang didapat perusahaan dalam manajemen hubungan pelanggan, agar lebih terjalin ikatan emosional dengan pelanggan: a. Dapat dipercaya. Perusahaan yang menunjukan bahwa mereka

dapat dipercaya, lebih mampu untuk mengembangkan sebuah hubungan yang tahan lama dengan para pelanggannya.

b. Perasaan menjadi bagian dari komunitas. Nilai berbasis komunitas adalah manfaat yang dialami perusahaan, dengan menguatnya hubungan mereka dengan pelanggan sebagai hasil dari kontribusi mereka pada ekonomi lokal dan komunitas tampat mereka beroperasi.

c. Kesamaan tujuan. Keyakinan karena ada kesamaan tujuan, “kami mempercayai hal yang sama dengan apa yang Anda percayai” dan nilai yang sama “hal yang sama penting bagi kami”, terkait dengan konsep nilai berbasis komunitas.

d. Rasa hormat. Ini lebih dari sekadar “memperlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan”.

e. Ketergantungan. Pengalaman pelanggan yang mengatakan bahwa dia merasa dipercaya dan bergantung pada sebuah perusahaan.

f. Pengetahuan. Perusahaan perlu mengirimkan pesan yang berkata bahwa, “kami mengenal Anda, dan kami memahami kebutuhan Anda”. Pengetahuan sejati tentang pelanggan yang melebihi dari sekadar berapa banyak uang yang mereka belanjakan tahun lalu, atau berapa banyak produk tertentu yang mereka beli dari perusahaan. Pengetahuan ini adalah alat yang sangat berguna, untuk menciptakan dan mendekatkan hubungan dengan pelanggan.

Page 269: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

258

Sri Widyastuti

Semakin banyak perusahaan, yang kini mulai menggunakan database canggih sebagai sarana menjadi lebih dekat dengan pelanggan. Sementara banyak yang telah sukses dalam mengumpulkan informasi tentang pelanggan, hanya sedikit yang menggunakan informasi itu untuk membangun hubungan yang dekat dan kuat dengan pelanggan.

Database merupakan penghalang pembentukan nilai, karena umumnya hanya melibatkan komunikasi satu arah. Bisa jadi perusahaan menggunakan informasi tentang pelanggan untuk menerbitkan materi promosi atau merangsang telepon jarak jauh, tetapi tidak memberi pelanggan kesempatan mempengaruhi bagaimana informasi digunakan atau memberikan input pada informasi yang terdapat dalam database.

Jadi sebuah database mungkin menghalangi pembentukan sebuah hubungan, karena perusahaan memakainya memasarkan pada pelanggan, daripada untuk bertukar ide dan informasi dengan mereka.

Sedikit perusahaan yang berhubungan dengan pengguna akhir, mempunyai catatan rinci tentang semua pembelian pelanggan. Bahkan mereka yang mempunyainya, seperti institusi finansial, perusahaan telepon dan perusahaan publik lain, enggunakannya hanya untuk keperluan akuntansi serta pengurusan rekening, dan jarang yang menggunakannya untuk menyusun strategi pemasaran.

Akan tetapi, saat teknologi telah tersedia secara luas dan perusahaan telah menyadari pentingnya melacak dan memahami perilaku pelanggan mereka, penggunaan database menjadi umum di banyak perusahaan. Database adalah alat yang hebat dan tambahan yang berharga pada program pemasaran hubungan. Mereka menyediakan informasi bagi pebisnis dan para karyawannya, tentang pola pembelian pelanggan, gaya hidup dan berbagai faktor lain yang penting dalam memulai dan mempertahankan kontak dengan pelangggan.

Mekanisme membangun sebuah hubungan, termasuk perolehan data, analisis, dan penyederhanaan proses bisnis, merupakan langkah-langkan membangun MHP. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan MHP ini, di antaranya dapat

Page 270: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

259

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

memfungsikan penjualan dengan mengembangkan sejarah dan profil pelanggan, layanan penunjang melalui manajemen jaminan, pelacakan dan pemecahan problem, penjualan silang dan menjual lebih banyak produk dan mendatangkan keuntungan besar pada segmen pelanggan, menjadi sasaran dan menarik pelanggan-pelanggan baru, dengan menawarkan layanan bersifat pribadi seperti surat-menyurat langsung.

Manfaat lain MHP, adalah pelanggan dibagi dalam segmen-segmen, dan program komunikasi dikembangkan untuk mempertahankan pelanggan yang paling berharga. Penekanannya, MHP terletak pada menjual lebih banyak produk dan jasa, melalui penggalian data untuk menentukan tipe pelanggan yang paling mungkin membeli produk tertentu.

Hal ini dapat dicapai dengan mengembangkan model prediksi canggih, yang memperkirakan kecenderungan segmen tertentu, untuk membeli produk berdasar pada perilaku pembelian pelanggan, dengan kondisi demografik dan profil-profil lain yang serupa. Segmentasi berfokus pada produk, bukan pada pelanggan, dan tidak memperhatikan elemen hubungan emosional dengan pelanggan. Hubungan tersebut digerakkan sepenuhnya oleh perilaku historis pelanggan.

MHP memang memiliki kemampuan untuk memungkinkan perusahaan memahami perilaku pembelian pelanggan dengan baik, atau paling tidak memahammi hal-hal lain yang dapat diperoleh dengan sistem itu, dan untuk menentukan tipe komunikasi yang harus dijalin antara perusahaan dengan pelanggannya.

Namun dengan hanya mengetahui berapa sering seorang pelanggan membeli produk tertentu dalam enam bulan terakhir, atau berapa jumlah uang yang pelanggan belanjakan pada perusahaan, tidak menjelaskan apapun tentang mengapa pelanggan berlaku demikian. Apakah karena tidak ada pesaing di wilayah tersebut? Berapa proporsi shopperan pelanggan pada perusahaan Anda? Apakah pelanggan mungkin merekomendasikan Anda pada teman-temannya? Bagaimana perasaan pelanggan terhadap perusahaan Anda? Pertanyaan-pertanyaan tersebut, tidak dapat terjawab dengan MHP.

Page 271: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

260

Sri Widyastuti

7.5 Mengikat Pelanggan dengan Hubungan Berdasar Kontrak Perusahaan seringkali merintangi pelanggan untuk keluar

dalam hubungan bisnis, sebagai cara mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Ikatan struktural antara pelanggan dan perusahaan, seringkali membuat pelanggan mengalami kesulitan berpindah ke pemasok lain.

Pelanggan terjerat, karena biaya untuk mengakhiri hubungan amat besar. Perbankan dan penyedia layanan finansial lain, memasang rintangan struktural ketika mereka menyediakan hipotek rumah dengan jangka waktu yang telah mereka tentukan, dan pelanggan harus membayar pinalti jika mereka membuka hipotek baru sebelum hipotek tersebut berakhir.

Institusi finansial berpikir, karena seorang pelanggan telah mempunyai sebuah hipotek dengan perusahaan mereka selama beberapa tahun, maka telah terjalin suatu hubungan. Teknologi merupakan suatu contoh lain dari ikatan struktural, yang oleh beberapa perusahaan, secara salah diterjemahkan sebagai sebuah hubungan.

Perusahaan menggunakan Customer Relationship Management (CRM) atau manajemen hubungan pelanggan, dengan cara dan tujuan berbeda. Pemasar CRM fokus pada saham pelanggan mereka, masa hidup pelanggan, keadilan pelanggan dan pelanggan yang paling berharga. Kebutuhan untuk sukses dengan CRM di Perusahaan Maroon, adalah menggunakan semua dan salah satu dimensi berikut: komitmen manajemen, pengetahuan sumber daya manusia, teknologi informasi, dan pengetahuan tentang CRM (Belghis, 2013).

Penggunaan jenis perangkat lunak tertentu, atau adanya kontrak pelayanan, mungkin menghalangi pelanggan untuk berpindah pemasok komputer, karena biaya yang harus ditanggung amat besar. Jadi, pelanggan terpaksa terus menggunakan perangkat lunak atau perlengkapan tersebut, bahkan ketika dia sebenarnya ingin mengakhiri hubungan tersebut.

Hubungan yang sukses, ditandai dengan adanya saling percaya, berdasarkan tukar-menukar informasi, serta komitmen dan performa yang memuaskan dari kedua belah pihak. Ini tidak dapat

Page 272: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

261

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

terjadi, ketika ikatan antara pelanggan dan perusahaan, adalah ikatan berdasar kontrak yang membuat pelanggan sulit keluar.

7.6 Mengikat Pelanggan dengan Klub PemasaranPendekatan dalam membangun hubungan dengan cara

menaikkan biaya jika pelanggan pindah ke perusahaan lain, terlihat dari banyaknya program “loyalitas” di pasaran saat ini. Sebagian besar pelanggan dan keluarganya, adalah anggota dari program loyalitas atau program pemasaran frekuensi yang ditawarkan beragam perusahaan, termasuk hotel, perusahaan penerbangan, supermarket, penjual bensin, dan departemen store.

Semua program ini dirancang untuk mendekatkan pelanggan dengan perusahaan, dan mengunci mereka dalam program yang mendorong untuk terus membeli. Program tersebut memungkinkan perusahaan mengumpulkan data tentang pembelian pelanggan, dan untuk mengembangkan model prediksi tentang pola shopper pelanggan tersebut di masa depan, sehingga perusahaan dapat membidik mereka dengan iklan yang tepat.

Tampaknya program tersebut berhasil membuat pelanggan terus membeli dari perusahaan yang menawarkan klub-klub semacam itu. Anggota klub memang membeli lebih banyak dari perusahaan yang mengeluarkan kartu tersebut.

Tetapi perkembangan program loyalitas, menghasilkan diskusi berkepanjangan tentang efetivitas program berbasis kartu atau klub, dan apa yang sesungguhnya dicapai oleh program-program tersebut. Perusahaan yang mengembangkan atau berpartisipasi dalam program tersebut, menstimulasi pelanggan untuk membeli dari perusahaan tersebut sambil membangun loyalitas pelanggan.

Akan tetapi dengan begitu banyak perusahaan berpartisipasi dalam program yang sama, pertanyaan yang muncul kemudian, adalah apakah program-program tersebut sungguh-sungguh menawarkan keunggulan kompetitif, dan apakah hubungan pelanggan dengan perusahaan tersebut menjadi lebih kuat.

Program loyalitas yang dirancang untuk menstimulasi loyalitas, dirancang untuk menstimulasi loyalitas terhadap merek tertentu.

Page 273: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

262

Sri Widyastuti

Pada kenyataannya, hanya menstimulasi perilaku pembelian, tidak peduli merek apa yang terlibat dalam program tersebut.

Loyalitas yang terjadi adalah loyalitas pada program, bukan pada merek-merek yang terlibat. Tidak tercipta loyalitas pada merek, dan hubungan dengan pelanggan tidak mengalami peningkatan.

Intinya, merek-merek tersebut telah mengkomoditisasikan keberadaan mereka. Program yang disebut program loyalitas tersebut, mungkin lebih tepat disebut program frekuensi, karena mereka memang menstimulasi perilaku pembelian yang berulang agak samar, karena mereka digerakkan secara perilaku, dan oleh karena itu tidak mengarah pada terciptanya hubungan sejati antara perusahaan dan pelanggan.

Sebagai tambahan, taktik ini mudah ditiru pesaing. Hasilnya adalah pelanggan harus menanggung biaya yang mahal untuk beralih, karena mereka merasa terjerat dalam hubungan dengan suatu perusahaan, karena tidak ingin hadiah yang telah mereka kumpulkan menjadi hangus.

Sebagaimana diilustrasikan oleh perkembangan bisnis penerbangan belakangan ini di berbagai belahan dunia, program loyalitas tampaknya tidak banyak berpengaruh dalam memberikan keunggulan kompetitif, karena perusahaan tidak menciptakan hubungan sejati dengan pelanggannya, sehingga pada akhirnya tidak ada perusahaan yang mampu berada jauh di depan pesaing-pesaingnya.

Loyalitas lebih dari sekadar serangkaian perilaku. Memang, loyalitas memiliki dimensi perilaku, namun loyalitas juga memiliki aspek sikap. Banyak perusahaan telah menerapkan program loyalitas, dan telah mulai menciptakan serta memanipulasi database dengan pelanggan, dalam usaha untuk menciptakan hubungan yang lebih dekat dengan pelanggan.

Sementara masing-masing taktik ini, merupakan bagian dari komponen program pemasaran yang terintegrasi, tidak satu pun dari mereka merupakan pendekatan strategis yang fokus pada pelanggan dalam pembentukan suatu hubungan.

Page 274: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

263

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Taktik semacam itu hanya sedikit pengaruhnya pada penguatan hubungan suatu perusahaan dengan pelanggannya, jika perusahaan tidak meneliti bagaimana pelanggan mendefinisikan sebuah hubungan; apakah kondisi di mana perusahaan berinteraksi dengan pelanggannya kondusif bagi pembentukan suatu hubungan dan faktor-faktor yang memberikan kontribusi paling besar pada hubungan sejati yang berkualitas. Suatu program loyalitas memang tidak diragukan lagi menciptakan atau memperkuat hubungan antara beberapa pelanggan dengan perusahaan yang menggunakan program tersebut.

Banyak pelanggan tidak hanya berpartisipasi pada satu program saja. Seorang pelanggan yang berpartisipasi dalam program loyalitas perusahaan, pada saat bersamaan juga bisa berpartisipasi dalam program yang diadakan oleh pesaing. Nilai apakah yang diciptakan oleh program loyalitas bagi pelanggan tersebut? Apakah program-program tersebut benar-benar mendatangkan keunggulan kompetitif? Program loyalitas mungkin lebih merupakan suatu tiket masuk untuk mampu bersaing di pasar saat ini, paling tidak dalam bidang penerbangan, supermarket dan bisnis hotel, suatu perusahaan harus mempunyai program bagi penumpang lewat pesawat atau program bagi shopper dan program bagi para tamu.

Poin-poin, tiket perjalanan, diskon, kupon dan sebagainya yang digunakan perusahaan sebagai hadiah program loyalitas, dapat mengurangi nilai dari jasa atau produk yang ditawarkan. Hadiah-hadiah tersebut lebih bersifat ekstrinsik bagi penawaran jasa, dan tidak memperkuat nilai yang terjadi dalam hubungan sebuah perusahaan tertentu.

Jika perusahaan lain dengan produk atau jasa serupa memperkenalkan program berhadiah lebih baik, pelanggan akan cenderung berpindah pemasok, karena hubungan pelanggan dengan perusahaan masih digerakkan secara perilaku dan tanpa adanya ikatan emosional.

Insentif yang diberikan perusahaan agar seseorang tetap menjadi pelanggannya, tidak ada hubungannya dengan level pelayanan yang disediakan. Program itu seluruhnya didasarkan

Page 275: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

264

Sri Widyastuti

pada insentif, yang mendorong pelanggan membeli lebih banyak, untuk meningkatkan proporsi shopperan. Bukan karena melakukan sesuatu yang lebih baik dari pesaing, tetapi karena hadiahnya lebih menarik.

Program loyalitas, efektif dalam menarik pelanggan untuk membeli kembali.. Tetapi hubungan yang terjadi adalah hubungan semu, bukan hubungan sejati. Hubungan berdasarkan hadiah yang diberikan pada pelanggan, karena mereka membeli kembali dari perusahaan atau karena memberikan seluruh bisnisnya pada perusahaan. Ini menunjukkan, bahwa ada sesuatu yang hilang dari sisi emosional sebuah hubungan.

7.7 Mencapai Keunggulan BersaingPandangan lain tentang pemasaran hubungan, berfokus pada

pengembangan apa yang disebut suatu hubungan dengan menjual lebih banyak produk atau jasa pada pelanggan. Berberapa bankir berpandangan tentang membangun hubungan nasabah, bahwa mereka percaya jika nasabah memiliki empat atau lima produk mereka, terjalinlah suatu hubungan. Mereka berpikir, jika pelanggan bersedia untuk membeli banyak produk dari bank terntentu, pelanggan itu pastilah menginginkan suatu hubungan.

Perbankan tidak mempertimbangkan, bahwa dalam banyak kasus, sebuah bank tidak akan memberikan hipotek tanpa juga memiliki kartu kredit pelanggan, pinjaman mobil dan layanan bisnis bank tradisional lain.

Pelanggan mungkin tidak punya pilihan lain selain menyerahkan semua urusan bisnisnya pada sebuah bank, agar hipotek mereka disetujui. Hal ini hampir tidak dapat disebut sebagai hubungan. Hubungan sejati mungkin benar-benar terjadi, ketika pelanggan memiliki banyak produk bank tertentu, tetapi membeli sejumlah produk atau jasa dari sebuah perusahaan bukanlah merupakan indikator telah terjalinnya hubungan yang sejati.

Mungkin pelanggan tersebut tidak punya pilihan, sehingga terus menerus berbisnis dengan sebuah bank, karena kenyamanan

Page 276: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

265

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

atau enggan berpindah. Barnes (2003), menunjukan, banyak nasabah tetap berbisnis dengan bank di Kanada, yang menyerahkan semua urusan bisnis mereka pada bank, bukan karena sesuatu yang mendekati hubungan sejati, tetapi karena mereka merasa semua bank sama saja.

Pertanyaan sederhana pada orang-orang di berbagai level dan area dari perusahaan tersebut, akan memungkinkan perusahaan memperkirakan, apakah terdapat kendala dalam menjalin hubungan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

Don Pappers dan Martha Rogers ( 2011) menyarankan empat pertanyaan berikut ini:1. Seberapa baik perusahaan mengidentifikasi pengguna langsung

produk atau jasa perusahaan?2. Dapatkah perusahaan membedakan pelanggan, berdasarkan

penilaian mereka terhadap perusahaan dan yang mereka butuhkan dari perusahaan?

3. Seberapa baik perusahaan berinteraksi dengan pelanggan, dan apakah mereka pernah mendengar sesuatu dari perusahaan?

4. Seberapa baik perusahaan merancang produk dan jasa secara khusus, berdasar apa yang perusahaan ketahui tentang pelanggan?

Dengan menganalisa jawaban yang diberikan para manajer dan karyawan lain terhadap pertanyaan-pertanyaan itu, perusahaan dapat memutuskan, bagaimana ia perlu memfokuskan usahanya agar menjadi dekat dengan pelanggannya melalui peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan.

Dengan mengetahui kendala para manajer dan karyawan dalam menjalin hubungan, perusahaan akan jauh lebih berhasil dalam membangun hubungan yang bermakna dengan pelanggan.

Beberapa perusahaan telah berusaha keras mengatasi kendala yang terjadi, karena penggunaan teknologi yang meningkat, serta karena hubungan pelanggan dan perusahaan adalah melalui pembelian produk perusahaan pada level ritel.

Perusahaan ritel besar berbasis internet seperti Amazon.com, membangun hubungan yang lebih dekat dengan pelanggannya

Page 277: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

266

Sri Widyastuti

melalui properti interaktif di internet. Dengan merancang interaksi secara khusus dan menjalin komunikasi dua arah, perusahaan telah bergerak menuju arah yang mirip dengan hubungan sejati.

Hal yang sama telah dilakukan oleh banyak perusahaan, yang bergerak dalam penjualan bahan-bahan pokok dan industri produk-produk konsumsi, yang kontaknya dengan penggunaan akhir di masa lalu, terbatas pada penjualan produk mereka melalui toko-toko ritel. Perusahaan tersebut telah mengambil langkah besar dalam menciptakan keterikatan pelanggan dengan merek, dengan menempatkan diri mereka sebagai bagian dari penyedia jasa, misalnya dengan layanan hotline service.

Perusahaan telah mencoba menerapkan beberapa prinsip dari hubungan pelanggan sejati. Memikirkan apa yang penting dalam menjalin hubungan dengan pelanggan, dan bahwa apa yang dirasakan pelanggan adalah nyata. Kita juga telah mengidentifikasi sejumlah pendekatan, yang telah diambil oleh beberapa pelaku bisnis, untuk menjalin apa yang mereka anggap sebagai suatu hubungan, yang sesungguhnya bukanlah suatu hubungan dalam pikiran pelanggan.

Pendekatan-pendekatan ini mungkin efektif dalam menstimulasi bisnis yang berulang, namun mereka tidak berupaya membangun hubungan sejati. Pendekatan itu mungkin didefinisikan sebagai perilaku suatu hubungan, walaupun tidak menghasilkan emosi yang menandai hubungan pelanggan sejati. Hubungan yang paling tahan lama dan sejati, sama sekali tidak berkembang sebagai hasil dari program yang dirancang secara formal. Namun hubungan tersebut terjadi secara alamiah, karena perlakuan perusahaan pada pelanggan.

Indikator keunggulan bersaing menurut sudut pandang Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006) dan Thatte (2007) sebagaimana berikut: 1. Harga

Menyimpulkan dari Kotler & Amstrong (2004: 345) dan Kotler (2005), harga didefinisikan sebagai pengorbanan ekonomi, berupa uang yang dilakukan pelanggan untuk mendapatkan manfaat dari penggunaan barang maupun jasa. Dalam penelitiannya, Li,

Page 278: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

267

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006), menyatakan, bahwa perusahaan dikatakan telah memiliki keunggulan bersaing dalam aspek harga, apabila perusahaan tersebut mampu menawarkan harga yang kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya, atau menawarkan harga yang lebih murah atau menekan biaya serendah mungkin.

2. Kualitas Kualitas dapat didefinisikan sebagai totalitas dari fitur barang atau jasa, yang dapat memuaskan dan memenuhi keinginan pelanggan (Mukherjee, 2006). Awwad (2011) menyatakan, kualitas merupakan salah satu pertimbangan strategis untuk mencapai kenggulan bersaing. Menurut Koufteros (1995) dan Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006), perusahaan dikatakan telah memiliki keunggulan bersaing dalam aspek kualitas, apabila perusahaan mampu menawarkan produk berkualitas tinggi kepada pelanggannya dan lebih jika dibandingkan dengan pesaingnya.

3. Delivery Dependability Delivery dependability, yaitu kemampuan perusahaan menyampaikan produknya, baik barang maupun jasa dalam memuaskan pelanggan. Tidak hanya untuk memenuhi harapan pelanggan akan kualitas, harga, dan daya tahan, tetapi lebih pada ketepatan waktu (Needle, 2004). Menurut Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006), perusahaan dikatakan telah memiliki keunggulan bersaing dalam aspek delivery dependability, apabila perusahaan mampu memenuhi permintaan pelanggannya secara tepat, baik dalam hal jumlah, jenis produk, dan waktu.

4. Inovasi Produk Inovasi produk dapat dijelaskan sebagai proses untuk membuat nilai tambah, dengan membuat produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada, yang dipandang lebih berguna oleh pelanggan, sehingga perusahaan memiliki ruang untuk menentukan harga (Hill & Jones, 2010). Pernyataan ini

Page 279: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

268

Sri Widyastuti

didukung oleh Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006) yang menyatakan, bahwa suatu perusahaan telah melakukan inovasi produk, apabila perusahaan mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan, melakukan inovasi produk sesuai dengan perubahan keinginan pelanggan, dan memperkenalkan produk atau fitur baru kepada pelanggannya.

5. Time to Market Time to market adalah waktu yang dibutuhkan sebuah perusahaan, untuk memperkenalkan produk barunya ke pasar (Thatte, Muhammed & Agrawal, 2008). Time to market merupakan dimensi yang penting dari keunggulan bersaing, dikarenakan kecepatan perusahaan untuk meluncurkan produk ke pasar menciptakan kesempatan untuk mencapai pangsa pasar, kepemimpinan pasar, dan laba (Holweg, 2005).

Sesuai dengan pernyataan Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006), bahwa untuk mencapai keunggulan bersaing, maka perusahaan harus mampu menjadi pioner dalam memperkenalkan produk barunya ke pasar lebih cepat dari pesaingnya.

Li, Ragu-Nathan, Ragu-Nathan & Rao (2006), dalam penelitiannya menyimpulkan, bahwa dari lima indikator keunggulan bersaing di atas, aspek inovasi produk merupakan aspek yang paling banyak diterapkan untuk mencapai keunggulan bersaing. Kemudian yang kedua adalah aspek kualitas, delivery dependability, harga, dan kemudian yang terakhir adalah time to market.

Perusahaan pada umumnya memosisikan diri dalam industri, karena merupakan dasar dari strategi bersaing. Strategi bersaing merupakan sumber dari keunggulan bersaing. Jika perusahaan perlu memosisikan dirinya secara strategis di lingkungan industrinya (market environment), maka seharusnya memosisikan diri secara strategis di non market environment (legal, social, political).

Dengan begitu, perusahaan dapat menyeimbangkan dirinya antara posisi yang besifat strategis, yang mengarah pada market environment, sekaligus bersifat etis yang mengarah pada non market environment.

Page 280: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

269

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Turbulensi lingkungan yang ada tidak memberikan pilihan kepada perusahaan, selain untuk memulai mempraktikkan manajemen hijau yang berkelanjutan (Rajput, N., Kaura, R., & Khanna A., 2013). Pembangunan berkelanjutan perusahaan dapat dimodelkan dengan mengintegrasikan dimensi pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan (Chow, W.S., & Chen Y., 2012).

Dengan demikian, logo hijau pada produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan menunjukkan, bahwa produk atau jasa mereka memiliki keunggulan kompetitif. Akibatnya, sebagian besar keputusan pembelian pelanggan dipengaruhi oleh label produk hijau (Yazdanifard R. & Erdoo M.I., 2011).

Sehubungan dengan program pemasaran hijau yang dijalankan perusahaan, dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen yang sudah mulai sadar lingkungan, perusahaan juga menyediakan fasilatas program kegiatan pemasaran yang berorientasi lingkungan.

Program ini diharapkan dapat mempererat hubungan sejati dengan pelanggan, yang memberikan citra positif pada perusahaan di mata konsumen, dan mendorong perusahaan lebih unggul dalam persaingan (Widyastuti, 2015).

Temuan Mei et al (2012), bahwa inisiatif pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap niat beli hijau di kalangan konsumen Malaysia. Ada kebutuhan yang berkembang serta beralih ke produk dan layanan hijau oleh pemasar atau konsumen. Meskipun perubahan konsumen terhadap pembelian hijau akan mahal bagi konsumen atau bisnis, namun konsumen dapat memanfaatkannya dalam jangka panjang (Cherian & Jolly, 2012).

Menurut Hartmann (2005), strategi positioning hijau yang diterapkan dengan baik, dapat mengarah pada keseluruhan persepsi merek yang lebih baik, sehingga memberi dukungan pada pendekatan pemasaran hijau secara umum. Pelaksanaan strategi hijau akan berdampak positif terhadap persepsi merek.

Menurut survei yang dilakukan Boston Consulting Group dalam UNEP (2012), reputasi merek sering dipandang sebagai alasan terpenting untuk respons organisasi terhadap daya saing perusahaan

Page 281: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

270

Sri Widyastuti

secara keberlanjutan. Strategi hijau diterapkan oleh perusahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan reputasi merek.

David Wigder (2007) dalam Retnawati (2011), menyatakan, ada asosiasi kuat antara tindakan perusahaan yang berorientasi lingkungan dan tanggung jawab sosial, karena akan mendorong perilaku pembelian. Dengan demikian, strategi bisnis hijau mendorong pembelian, sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari penjualan.

Menurut Hosein (2011), kegiatan pemasaran hijau memungkinkan perusahaan untuk bersinar di samping pesaing, karena mereka menawarkan produk baru dengan keuntungan ekstra di pasar baru.

Implementasi bisnis yang ramah lingkungan, dapat menjadikan perusahaan unggul dalam persaingan, karena produk yang ditawarkan mempunyai nilai tambah dibanding pesaingnya. Berdasarkan resource-based view (RBV), perusahaan perlu mengeksploitasi kemampuannya untuk dapat bersaing.

Melalui green management, perusahaan dapat melakukan inovasi melalui seluruh aktivitasnya, agar bisa mendapatkan keunggulan bersaing (Triastity, 2011). Penemuan produk baru yang ramah lingkungan, bisa menjadi differensiasi bagi perusahaan sekaligus etis dari sisi etika bisnis, tanpa harus bersaing langsung dengan pesaing sejenis lainnya.

Baines (2012) mengemukakan dalam temuannya, bahwa seiring dengan masyarakat yang semakin peduli dengan masalah lingkungan, perusahaan-perusahaan dengan strategi hijau lebih cenderung berani dan menjadi pemimpin dalam pengembangan produk baru dan peluang bisnis, memiliki potensi pertumbuhan yang sangat baik, berusaha mempertahankan operasi produksi secara lokal dan berkontribusi positif dalam menangani masalah lingkungan.

Menurut Dickson (1992); Ghemawat (1986) dalam Kandampully dan Duddy (1999), dalam arena global, keunggulan bersaing perusahaan adalah kecepatan meniru dengan pesaing-pesaingnya. Manifestasi ini sebagai persoalan penting yang bermanfaat bagi perusahaan, dalam memberikan kecakapan mereka untuk melakukan

Page 282: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

271

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

inovasinya. Bisa dikatakan di sini, bahwa keunggulan bersaing dapat dicapai ketika perusahaan dapat mengembangkan atribut yang sulit untuk ditiru.

Prahalad dan Hamel (1990) dalam Kimura dan Mourdoukoutas (2000), mengatakan, keunggulan kompetitif perusahaan harus dibangun pada kompetensi inti (core competencies) yang jauh lebih sulit untuk ditiru, ketimbang strategi yang dilakukan pesaing.

Glueck et al. (1987) dalam Yuwalliatin (2006), berpendapat, suatu perusahaan dikatakan memiliki keunggulan bersaing, jika memiliki karakteristik sebagai berikut:a. Kompetensi khusus. Misalnya mempunyai produk dengan mutu

yang lebih baik, mempunyai saluran distribusi yang lebih lancar, penyerahan produk yang lebih cepat, mempunyai merek yang produk lebih terkenal.

b. Menciptakan persaingan tidak sempurna. Dalam persaingan sempurna, setiap perusahaan dapat masuk dan keluar pasar dengan mudah, sehingga perusahaan yang ingin mencari keunggulan bersaing, harus keluar dari pasar persaingan sempurna.

c. Keberlanjutan. Artinya keunggulan bersaing harus dapat berlanjut dan tidak terputus-putus.

d. Cocok dengan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal member peluang dan ancaman kepada perusahaan yang saling bersaing. Oleh karena itu, suatu keunggulan bersaing tidak hanya melihat kelemahan pesaing, juga mesti memperhatikan kondisi pasar.

e. Laba yang diperoleh lebih tinggi daripada rata-rata laba perusahaan lain.

Menurut Ferdinand (2000), keunggulan bersaing dapat dihasilkan bila perusahaan sukses membangun, memelihara dan mengembangkan berbagai keunggulan khas perusahaan (company specific advantage) sebagai hasil beroperasinya berbagai aset stratejik yang dimiliki dan dikembangkan oleh perusahaan. Keunggulan bersaing juga dihasilkan karena adanya sumber daya dan kompetensi, yang merupakan sumber potensial perusahaan.

Page 283: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

272

Sri Widyastuti

Lebih lanjut dikatakan Ferdinand (2000), keunggulan bersaing adalah sesuatu yang dicari olehsetiap perusahaan, bahkan setiap produk dalam pasar yang dimasukinya. Keunggulan bersaing menjadi penting pada saat perusahaan memasuki pasar yang sangat kompetitif, di mana keberhasilan jangka pendek, bahkan jangka panjang, ditentukan oleh kemampuan perusahaan membangun basis yang kuat bagi keunggulan yang berkelanjutan lebih baik, dari yang dimiliki pesaingnya dalam pasar yang dilayani.

Keunggulan bersaing ditingkatkan melalui sumber daya dan kapabilitas yang dipostulasikan bersifat khas perusahaan, sehingga dapat diharapkan untuk menuntun manajemen menghasilkan kinerja yang superior dalam pasar, misalnya: volume penjualan, porsi pasar, tingkat pertumbuhan kinerja pemasaran dan kinerja keuangan, misalnya: return on invesment, serta kemakmuran bagi pemilik).

Day dan Wensley (1988), menuturkan, keunggulan bersaing merupakan bentuk-bentuk strategi untuk membantu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pendapat tersebut didukung oleh Ferdinand (2003), bahwa pada pasar yang bersaing, kemampuan perusahaan yang menghasilkan kinerja, terutama kinerja keuangan, sangat bergantung pada derajat keunggulan kompetitifnya.

Untuk melanggengkan keberadaannya, keunggulan bersaing perusahaan harus berkelanjutan, karena pada dasarnya perusahaan ingin melanggengkan keberadaannya. Keunggulan bersaing berkelanjutan merupakan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan akhir, yaitu kinerja yang menghasilkan keuntungan tinggi. Artinya, keunggulan bersaing berkelanjutan bukanlah tujuan akhir, tetapi merupakan sarana mencapai tujuan akhir perusahaan.

Sheth dan Parvatiyar (2002), mengemukakan, ada tiga hal yang perlu dicermati dalam kemitraan pemasaran. Pertama, kemitraan pemasaran merupakan suatu hubungan yang menyeluruh antara pemasar, pemasok dan pelanggan yang melahirkan kebersamaan. Konsep kemitraan pemasaran berbeda dengan konsep pemasaran. Konsep kemitraan memisahkan kegiatan pelanggan dan kegiatan pemasaran.

Page 284: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

273

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Kedua, kemitraan pemasaran merupakan proses interaktif, bukan pertukaran dan transaksi sebagaimana prinsip pemasaran. Ketiga, kemitraan pemasaran merupakan aktivitas yang saling ketergantungan dan kerja sama antara produsen dan pelanggan.

Pandangan tersebut di atas, telah menempatkan kemitraan pemasaran sebagai suatu disiplin, sama halnya dengan perilaku konsumen, maupun strategi pemasaran. Kemitraan pemasaran telah beranjak dari kebutuhan akan pentingnya menjaga hubungan dengan pelanggan, para pemasok dan distributor untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi.

Kemitraan pemasaran merupakan bidang kegiatan tersendiri, dan sebagai disiplin dalam pengembangan kegiatan pemasaran. Paradigma kemitraan pemasaran sebagai satu disiplin, dipertegas oleh Hunt (2002), yang menyebutkan, bahwa persekutuan bisnis merupakan wujud dari kemitraan pemasaran.

Usaha kolaborasi antara dua atau lebih perusahaan, dalam meyatukan sumber daya mereka dalam suatu usaha untuk mencapai sasaran, dapat dipertukarkan satu sama lain yang tidak mudah dicapai secara sendirian.Perkembangan Pemasaran Kemitraan

Sheth dan Parvatiyar (1995), memaparkan, dalam memahami pelanggan melalui strategi kemitraan pemasaran, pilihan konsumen menjadi lebih sederhana. Kemitraan pemasaran sebagai budaya perusahan, merupakan strategi yang memiliki nilai strategis, sebab kemitraan berorientasi pada pelanggan.

Implementasi kemitraan pemasaran, ini melalui kerja sama antara top manajer, middle manajer, pemasar, karyawan, pemerintah, masyarakat sebagai kelompok sosial, distributor baik pensuplai maupun agen, hingga konsumen.

Kemitraan pemasaran memiliki hambatan internal dan eksternal, antara lain terhadap pemberian kepuasan kepada pelanggan, kepada karyawan dan stakeholder agar mendapatkan profit yang memadai. Ini merupakan dilema yang tak mudah untuk diimplementasikan oleh stakeholder.

Page 285: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

274

Sri Widyastuti

Untuk mengembangkan pelanggan agar lebih memiliki loyalitas melalui peningkatan hubungan antara pelanggan dengan perusahaan. Besarnya biaya yang harus diinvestasikan perusahaan untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan, perlu dipertimbangkan, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak melebihi manfaat.

Berry dan Parasurahman (1996), membedakan tiga pendekatan pengembangan nilai terhadap pelanggan meliputi: (1) Menambah manfaat keuangan, (2) Menambah manfaat sosial, (3) Menambah ikatan struktural melalui Electronic Data Interchange.

Akhirnya, semakin tinggi kemampuan perusahaan menciptakan nilai dibanding pesaing, semakin efisien operasi internalnya, dan semakin besar keunggulan kompetitif semakin tinggi labanya.

Keunggulan kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk bertindak dalam satu atau lebih cara, yang tidak akan dapat ditandingi pesaing. Hendaknya keunggulan kompetitif dilihat sebagai keunggulan yang diharapkan oleh pelanggan. Perusahaan yang berhasil memberikan nilai dan kepuasan pelanggan tertinggi, akan menghasilkan pembelian berulang yang tinggi, sehingga profitabilitas perusahaan juga tinggi pula (Kanagal, 2010).Penerapan Kemitraan Pemasaran dalam Keunggulan

BersaingSilva, Day dan Palmer (2010), mengatakan berdasarkan

hasil penelitian, yang menunjukkan bahwa motivasi pembelian pribadi untuk membangun hubungan dengan suplayer, yang direpresentasikan sebagai fungsi dari komponen kognitif, afektif dan perilaku.

Silva dkk (2010) mengusulkan, bahwa nilai sebagai ukuran berdasarkan hubungan antara pemasok dan pelanggan, tepat digunakan model multi echelon dengan nilai hubungan dan kepercayaan dari perspektif pelanggan, serta dipengaruhi oleh dimensi kognitif yang kuat, dengan kepuasan pembeli sebagai dimensi afektif, komitmen, dan loyalitas sebagai fungsi dimensi perilaku.

Temuan awal menunjukkan, bahwa suplayer manajer tampaknya menyadari akan kebutuhan dalam menyumbangkan

Page 286: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

275

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

perilaku efisien. Tetapi sedikit bukti menunjukkan, mereka memiliki sistem pengukuran formal untuk menyelidiki dan mengevaluasi kinerja.

Sedangkan hasil temuan Kanagal (2010), menunjukkan, kemitraan pemasaran berperan dalam persaingan dan digunakan untuk merancang strategi pemasaran. Seperti hubungan dengan pelanggan. Pelanggan utama dan masyarakat merupakan kunci dalam strategi pemasaran. Peran kemitraan pemasaran dalam strategi pemasaran, adalah memberikan kemampuan kompetitif yang berkelanjutan.

Strategi pemasaran dalam jangka panjang, memerlukan dukungan performance keuangan perusahaan, untuk menuju sustainable competitive advantages, yang meliputi kepercayaan pelanggan, keuntungan dalam kerja sama, dan menguasai emosi dalam memahami pelanggan. Semua telah diamati secara empiris melalui industri jasa perhotelan. Peran kemitraan pemasaran terutama dalam pelayanan jasa untuk kepuasan pelanggan dan loyalitas dapat dilihat pada Gambar 7.2.

Penerapan kemitraan pemasaran dalam keunggulan bersaing meliputi: (1) Profit marjin dari penjualan di masa depan menunjukkan bahwa loyalitas dapat dibangun melalui hubungan jangka panjang, (2). Terdapat peluang untuk menawarkan produk lain kepada pelanggan yang sama. Ini mencerminkan konsep brand equity dan perluasan merek, (3). Berita dari mulut ke mulut yang positif dari pelanggan yang terpuaskan, akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan, (4). Meningkatkan kualitas pelayanan dan produk karena adanya peluang yang cukup besar melalui komunikasi, pengalaman pribadi, dan terpenuhinya kebutuhan pribadi secara memuaskan, (5). Hubungan baik dalam jangka panjang berpotensi untuk menekan biaya, dan pelanggan yang memiliki loyalitas tinggi akan menguntungkan perusahaan, dan secara tidak sengaja ikut mempromosikan perusahaan tanpa imbalan.

Berbeda dengan pendapat Anderson dan Nanus (1989), bahwa ada enam hal pokok dalam mengimplimentasi kemitraan pemasaran, yaitu: (1). Melakukan segmentasi pasar, (2). Memberikan penilaian

Page 287: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

276

Sri Widyastuti

penawaran produk yang diluncurkan ke pasar, dan memilih sasaran serta menetapkan kemitraan sebagai strategi pemasaran, (3). Mengembangkan tawaran produk baru melalui kemitraan, (4). Mengevaluasi hasil, (5). Melakukan inovasi dan penyempurnaan, serta (6). Mendidik konsumen jika produk produk yang ditawarkan memerlukan waktu untuk pengenalan konsumen melalui kemitraan pemasaran.

Gambar 7.2 Return on Relationship Model (Gummesson, 1999 dalam Kanagal, 2010)

Gambar 7.2 memperlihatkan kualitas internal yang bagus, mempengaruhi kepuasan karyawan, kualitas ekternal, kepuasan pelanggan, dan pengulangan pembelian pelanggan. Semuanya akan berdampak pada keuntungan yang besar. Pemasaran internal merupakan salah satu strategi kemitraan pemasaran yang tak kalah penting.

Wujud dari pemasaran internal, adalah karyawan diibaratkan sebagai pelanggan yang harus mendapatkan kepuasan dari perusahaan. Terutama organisasi tersebut dapat melayani tenaga kerjanya secara intensif. Kualitas pelayanan perusahaan, ditentukan sebagian besar oleh sikap, keterampilan dan kinerja personel dalam menghasilkan jasa.

Pemasaran kemitraan, telah menjadi bahan pembicaraan utama dalam pemasaran. Banyak artikel yang telah dipublikasikan melalui beberapa jurnal, memperkuat pentingnya kemitraan pemasaran.

Pemasaran kemitraan diartikan sebagai keseluruhan kegiatan yang terintegrasi dari aktivitas perusahaan, dalam upaya menarik konsumen, memelihara hubungan dengan konsumen, dan menjalin hubungan dengan pemasok serta aktivitas pertukaran

Good Internal Quality

Satisfied Employes

Employee Retention

Good External Quality

Customer Satisfaction

Customer Retention

High Profitability

Page 288: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

277

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

dan pemenuhan satu sama lain, yang saling menguntungkan dan dijanjikan oleh beberapa pihak dalam transaksi.

Kemitraan pemasaran sebagai strategi pemasaran, mampu menempatkan perusahaan sebagai perusahaan yang kompetitif (Kanagal, 2010). Kemitraan pemasaran, pada dasarnya merupakan konsep baru dalam pemasaran, di mana pasar sangat menekankan pentingnya hubungan baik jangka panjang dengan konsumen, dan memperpanjang daur hidup pelanggan. Oleh karena itu, produk yang disampaikan kepada konsumen haruslah produk unggulan, bernilai tambah, dan berdaya saing tinggi.

Pelanggan dipandang sebagai mitra perusahaan, karena saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Perkembangan teknologi informasi membantu perusahaan mengimplementasikan kemitraan, dan merupakan strategi tepat untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam jangka panjang dan berkelanjutan.

Temuan Silva dkk (2010), menunjukkan, bahwa model multi echelon membangun link dan kepercayaan dari persfektif pelanggan, dipengaruhi oleh dimensi kognitif yang kuat, dan kepuasan pelanggan sebagai dimensi efektif. Sementara komitmen dan loyalitas sebagai dimensi perilaku. Komunikasi dengan pelanggan dalam memberikan kepuasan, loyalitas pelanggan, dan nilai-nilai yang terakumulasi untuk bisnis dengan ciri perusahaan yang berorientasi pasar (Liyun dkk 2008). (*)

Page 289: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

278

Sri Widyastuti

Page 290: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, J., Fournier, S., & Brasel, S. A. 2004. When good brands do bad?. Journal of Consumer Research, 31(1), 1-16.

Amin, H. 2007. Internet banking adoption among young intellectuals. Journal of Internet Banking and Commerce, Vol. 12, No.3

Amit T. B. 2014.Creating customer value by adding a service dimension to the customer acquisition process.Asia Pacific Journal of Management & Entrepreneurship Research; Bangalore Vol. 3, Iss. 1, (Jan). ISSN 2277-8098. Page184-197.

Awwad, A.S. 2011. The influence of tactical flexibilities on the competitive advantage of a firm: An empirical study on Jordanian industrial companies. International Journal of Business and Management, 6(1), 45-60.

Babin, B. J., Lee, Y.K., Kim, E. & Mitch, G. 2005. Mondeling Consumer Satisfaction and Word of Mouth: Restaurant Patronage Korea. Journal of Service Marketing. Vol. 19.

Baldinger, A. L. & Rubinson, J. 1996. Brand Loyalty: The Link Between Attitude and Behavior.Journal of Advertising Research, Vol. 36, No. 6, pp. 22-34.

Baltes, M. 1997. Measuring Non Financial Assets. Wharton Alumni Magazine, pp 7-12.

Barnes, J.G. 2003. Secret of Customer Relationship Management, Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan, Ed I . Yogyakarta: Penerbit Andi.

Bavarsad,B. & Hosseinipour, G. 2013. Studying the factors affecting customer relations management in Marun Petrochemical Company. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In Business, 4(11).

Bena, I. 2010. Evaluating customer satisfaction in banking services, Management & Marketing. Vol. 5, Edisi 2; pg. 143, 8 pgs.

Benamati & Serva. 2007. Trust and distrust in online banking: their role in developing countries. Information Technology for Development, Vol. 13, No. 2, pp. 161-175 .

Page 291: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

280

Sri Widyastuti

Bowen, J. T. & Shoemaker, S. 2003. Loyalty: A strategic commitment. Cornell Hotel and Restaurant Administration, 44(5/6), 31-45.

Budiman, & Muryati,I.A.Y. 2010. Customer Relationship Management (CRM) dan nilai pelanggan terhadap loyalitas pelanggan, Jurnal Manajemen, 11(02).

Brijesh, K.Y. 2013. Customer relationship management implementation strategies in hotel industry. International Journal of Management, 1(2).

Black, C., Akintoye, A. & Fitzgerald, E. 2000. An analysis of success factors and benefits of partnering in construction.International Journal of Project Management, Vol. 18 No. 6, pp. 423-34.

Bresnen, M. 2007. Deconstructing partnering in project-based organization: seven pillars, seven paradoxes and seven deadly sins. International Journal of Project Management, Vol. 25 No. 4, pp. 365-74.

Canon, T., Stanley, K.S.W. & Ken, P.H.L. 2012. The influences of service personalization, customer satisfaction and switching costs on e-loyalty. International Journal of Economics and Finance, Vol. 4, No. 3. pp 105-114.

Carthy, M.C. & Jerome. E. 1985. Dasar-dasar pemasaran.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Celuch, K.G., Bantham, J.H. & Kasouf, C.J. 2006. An extension of the marriage metaphor in buyer-seller relationships: an exploration of individual level process dynamics. Journal of Business Research, Vol. 59 No. 5, pp. 573-581.

Chaffey, D. 2009. e-Business and e-Commerce Management. Fourth Edition, Prentice Hall.

Chan, S. 2003. Relationship Marketing: Inovasi Pemasaran yang Membuat Pelanggan Bertekuk Lutut. Jakarta: Gramedia.

Chaudhuri, A. & Morris B.H. 2001. The chain of effects from brand trust and brand affect to brand performance: The role of brand loyalty. Journal of Marketing, Vol.65, 81-93.

Coltman, T., Timothy M.D. & David, F.M. 2011. Customer Relationship Management and Firm Performance, Journal of Information Technology, 26, p 205–219.

Page 292: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

281

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Cravens, J. 2006. Involving International Online Volunteers: Factors for Success, Organizational Benefits, and New Views of Community. The International Journal of Volunteer Administration, Volume XXIV (Number 1), 15-23.

Cravens, W. David& Piercy, F. 2009, Strategic Marketing, Ninth Edition, Mc Graw-Hill Irwin, New York.

Delvin, J. 1995. Technology and Innovation in Retail Banking Distribution. International Journal of Bank Marketing, Vol. 13, pp.19-25.

Dewi, P.I. & Devie. 2013. Analisa pengaruh customer relationship management terhadap keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan. Business Accounting Review, Vol. 1, No. 2. 50-59.

Dimitriadis, S. &Stevens, E. 2008. Integrated customer relationship management for service activities; An internal/external gap mode. Managing Service Quality. Vol. 18, Edisi 5; pg. 496.

Dunne, P. & Barnes, J.G. 2000, “Internal Marketing: A Relationship, Value Creation View,: dalam Internal Marketing: Directions for Management, ed. Barbara R. Lewis and Richard J. Varey, London: Routledge.

Drucker, P. F. 2004. The Practice of Management. New York : Harper & Row.

Dwyer, Catherine.1997. Good Service is Good Business : 7 Strategi Sederhana Menuju Sukses, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Dwyer,F.R.,Schurr, P.H. & Sejo, Oh.1987. DevelopingBuyer-SellerRelationships, Journal o fMarketing, Vol. 51.No. 2 (April), pp 11-27.

Egan, J. 2001. Relationship Marketing, Exploring Relational Strategies in Marketing. Prentice Hall, Hal 3 – 350, Orlando.

Fandy, T. 2008, Strategi Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit Andi

Gill, J. & Butler, R.J. 2003. Managing instability in cross-cultural alliances. Long Range Planning, Vol. 36 No. 6, pp. 543-64.

Goold, M. & Campbell, A. 2003. Structured networks: towards the well-designed matrix. Long Range Planning, Vol. 36 No. 5, pp. 427-39.

Page 293: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

282

Sri Widyastuti

Gordon, I. (2002) Best Practice: Customer Relationship Management. Ivey Business Journal.

Griffin, J. 2003. Customer Loyalty : How to Earn It, How to Keep It. USA: Lexington Books.

Gronross, C. 1990. Service Management and Marketing, Lexington Books, Lexington.

Gummesson, E. 1987. The new marketing - developing long-term interactive relationships. Long Range Planning, Vol. 20 No. 4, pp. 10-20.

Han et al. 1998. “Market Orientation, Innovativeness, Product Innovation and Performance in Small Firm”. Journal of Small Business Management. Vol 42 No.2. Program Magister Manajemen. Universitas Diponegoro.

Hazra, S.G. &Kailash B. L. S. 2009. Impact of service quality on customer loyalty, commitment and trust in the Indian banking sector. IUP Journal of Marketing Management. Vol. 8, Edisi 3/4; pg. 74, 22 pgs.

Heskett, J. L, Sasser, W.E., & Schlesinger, L. A. 1997. The Service Profit Chain, The Free Press, New York.

Hiasdinata. 2009. Customer Relationship Management (CRM) dan Aplikasinya Dalam Industri Manufaktur dan Jasa, Binus University, Jakarta.

Hill, C. W. L. & Jones, G. R. 2010. Strategic Management Theory. Ed. 10. USA : Erin Joyner.

Holweg, M. 2005. An investigation into supplier responsiveness: Empirical evidence from the automotive industry. The International Journal of Logistics Management, 16(1), 96-119.

Hu, H.H. 2009. Relationships and impacts of service quality, perceived value, customer satisfaction, and image: Ån empirical study. The Service Industries Journal. Vol. 29, No. 2, February 2009, 111–125.

Ibrahim, E.E., Joseph, M. & Ibeh, K.I.N. 2006. Customers’ perception of electronic service delivery in the UK retail banking sector. International Journal of Bank Marketing, Vol. 24, No. 7, pp. 475-493.

Page 294: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

283

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Iqbal, J. 2014. Perception about service quality in Shifa International Hospital. Journal of Business Strategies International Islamic University Islamabad. Vol.8,No.1. pp39–51.

Im, S. & John P. W. 2004. Market Orientation, Creativity, and New Product Performance in High-Technology Firms.Journal of Marketing, Vol. 68.

Intan, M.A.R. et al. 2015. The impact of service quality and customer satisfaction on customer’s loyalty: Evidence from fast food restaurant of Malaysia. International Journal of Information, Business and Management, Vol. 7, No.4.

Jane, M.K., Hogarth, J.M. & Hilgert, M.A. 2004. The adoption of electronic banking technologies by U.S. Consumers. International Journal of Bank Marketing, Vol.22, No. 4, pp. 238-259.

Jarvelin, A. & Lehtinen, U. 1996. Strategic integration in industrial distribution channels: managing the inter firm relationship as a strategic asset. Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 27 No. 1, pp. 4-18.

Jaworski, B.J, & Kohli A.K. 1993. Market orientation: antecedents and consequences. Journal of Mark, Vol. 57, pp. 53–70.

Johnson, J.L. 1999. Relationship quality in business-to-business service context. Journal of Marketing, Vol. 24 No. 3, pp. 45-67.

Jones, E. et al, 2009, Developing a strategic framework of key account performance, Journal of Strategic Marketing, Vol. 17, No. 3 – 4, pp 221-235.

Joseph, P. I. & James H.G. 1999.The Experience Economy : Work Is Theatre and Every Business a Stage, Boston : Harvard Business School Press.

Kennington, C., Hill, J. & Rakowska, A. 1996. Consumer selection criteria for banks in Poland. International Journal of Bank Marketing, Vol. 14, pp.12-21.

Kotler, P. & Keller, K.L. 2012, Marketing Management Edisi 14, Global Edition.Pearson

Kotler, P. & Keller, K.L. 2009. Manajemen Pemasaran. 1 jld.Edisi 12.: Indeks, Jakarta.

Page 295: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

284

Sri Widyastuti

Kotler, P., & Gary A., 2004, Dasar-Dasar Pemasaran, Edisi kesembilan, Jilid 1, dialihbahasakan oleh Alexander Sindoro, Jakarta: Indeks

Kotler, P. & Gary A., 2012. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi 13. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kotorov, R. 2003. Customer manajemen hubungan: pelajaran strategis dan arah masa depan. Business Process Management Journal, vol. 9, no. 5, hal 566-571.

Koufteros, X.A. 1995. Time based competition: Developing a nomological network of constructs and instrument development. A Dissertation, University of Toledo, USA.

Krasnikov, A., Jayachandran, S. & Kumar, V. 2009, The impact of customer relationship management implementation on cost and profit efficiencies: evidence from the U.S. Commercial Banking Industry, Journal of Marketing, Vol 73, November, 61-76.

Laforet, S. & Li, X. 2005. Consumers’ attitudes towards online and mobile banking in China. International Journal of Bank Marketing, Vol. 23, No. 5; pg. 362-380.

Lamb, C.W., Hair, J.F. & Daniel, CM. 2001.Pemasaran Buku 1, Edisi pertama. Jakarta: Salemba Empat.

Levitt, T. 1986. The Marketing Imagination, The Free Press, New York, NY.

Liao, Z. & Cheung, M.T. 2008. Measuring customer satisfaction in internet banking; a core framework. Communications of the ACM, Vol. 51, No. 4, pp. 47-51.

Liao, Z. & Cheung, M.T. 2002. Internet-based E-Banking and Consumer Attitudes: An Empirical Study. Information and Management, Vol. 39, Issue 4 (January),pp. 283-295.

Lindgreen, A., Palmer, R., Vanhamme, J. & Wouters, J. 2006. A relationship management assessment tool: Questioning, identifying, and prioritizing critical aspects of customer relationships.Industrial Marketing Management, vol. 35, Issue 1, pp. 57-71.

Page 296: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

285

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Li, S., Ragu-Nathan, B., Ragu-Nathan, T. S. & Rao, S. S. (2006). The Impact of Supply Chain Management Practices on Competitive Advantage and Organizational Performance. Omega, 34, 107-124.

Liu, C.M., Huang, C.J. & Chen, M.L. 2014. Relational benefits, customer satisfaction, and customer loyalty in chain store restaurants. The International Journal of Organizational Innovation. Vol 7 Num 1 July.

Liu, T.C. & Wu, L.W. 2007. Customer retention and cross-buying in the banking industry : an integration of service attributes, satisfaction and trust. Journal of Financial Services Marketing. Vol. 12, 2 132–145.

Lovelock, C. &Wirtz, J. 2011, Service Marketing, Global Edition, Seventh Edition, Pearson.

Lovelock, C., Wirtz, J. & Mussry, J. 2012. Pemasaran Jasa Manusia, Teknologi, Strategi : Perspektif Indonesia. Jakarta : Erlangga

Lukas, B.A. & Ferrel, O.C.T. 2000. The effect of Market Orientation On Product Innovation, Journal of Academy of Marketing Science, 28 (2), 239- 247.

Lync, T. 1997. The Undertaking: Life Studies from the Dismal Trade. New York: W.W. Norton & Co.

Manrai, L.A. & Manrai, A.K. 2007. A field study of customers’ switching behavior for bank services. Journal of Retailing and Consumer Services, vol. 14, Issue 3, pp. 208-215.

Martin, B., DeHayes, H. & Perkins. 2009. Managing Information Technology, 6/E, Prentice Hall.

Mavri, M. & Ioannou, G. 2006. Consumers’ Perspectives on Online Banking Services. International Journal of Consumer Studies, Vol. 30, No. 6, pp.552-560.

Maznah. W.O. & Ali, M.N.M. 2010. Brand loyalty and relationship marketing in Islamic Banking System. Canadian Social Science. Montreal: Feb 28, 2010. Vol. 6, Edisi 1; pg. 25, 8 pgs.

McCarthy, E.J. & Perreault, W.D. 1996. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta : Erlangga

Page 297: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

286

Sri Widyastuti

Mehrdad, A.& Mohammad, H.M. 2011.The effect of CustomerRelationshipManagement (CRM) on achieving competitive advantage of manufacturing tractor global. Journal of Management and Business Research, 11(05), 27-36.

Mendoza, L.E., Marius, A., Pérez, M. & Grimán, A.C. 2007. Critical success factors for a customer relationship management strategy. Information and Software Technology, vol. 49, Issue 8, pp. 913-945.

Morgan, J. 2009. Customer Information Management (CIM): The key to successful CRM in financial services.Journal of Performance Management. Vol. 22, Edisi 3; pg. 47, 13 pgs.

Morgan, R.M. & Shelby D.H. 1994, The commitment-trust theory of relationship marketing, Journal of Marketing, Vol. 58 No. 3, pp. 20-38.

Mukherjee, P. N. 2006. Total Quality Management. New Delhi : Prentice Hall of India Private Ltd. Retrieved April 2, 2013,

Narver, J., & Slater, S. 1990. The effect of a market orientation on business profitability. Journal of Marketing, Vol 54 (4), 20-35.

Needle, D. 2004. Business in Context. Ed. 4. London : Thompson Learning.

O’Brien, James A. 2002. Customer RelationshipManagement. Management Information Systems: Managing Information Technology inthe E-Business Enterprise (5th ed.), McGraw-Hill Higher Education, 128-131.

Oliver, R.L. 2008. Satisfaction, A Behavioral Perspective on The Customer. New York: Mc Graw-Hill. Companies Inc.

O’Loughlin, D., Szmigin, I. & Turnbull, P. 2004. From relationships to experiences in retail financial services. International Journal of Bank Marketing, Vol. 22, No. 7, pp. 522-539.

O’Malley, L. & Tynan, C. 2000. Relationship Marketing in Consumer Markets: Rhetoric or Reality?. European Journal of Marketing, Vol. 34, No. 7.

Peppers, D. & Martha, R. 2011. Managing customer relationships,a strategi frame work, second edition, New Jersey, Jhon Wiley & Sons.

Page 298: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

287

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Peter J.P. & Olson, J. C. 2010.Consumer Behavior and Marketing Strategy 9th ed. New York, USA: Mc Graw Hill

Pine, J.&James, G. 1999. The Experience Economy: Work is Theatre and Every Business a Stage. Cambridge: Harvard University Press.

Pizam, A. 2010. International Encyclopedia of Hospitality Management. Ed. 2. UK : Elsevier Ltd.

Pour S.A., & Peikani M.H. 2013. Identifying factors affecting bank customer loyalty (Case Study: a Set of Melli Bank Branches in East Azerbaijan Province) International Journals of Marketing and Technology. Volume: 3, Issue : 3. pp 20-34.

Qureshi, T.M., Zafar, M.K. & Khan, M.B. 2008. Customer acceptance of online banking in developing economies. Journal of Internet Banking and Commerce, Vol. 13, No.1.

Ravald, A. & Grönroos, C. 1996. The value concept and relationship marketing. European Journal of Marketing, vol. 30, no. 2, pp. 19-30

Reichheld, F.& W. E. Sasser Jr. 1990. Zero Defections: Quality Comes to Services. Harvard Business Review 68, no. 5, pp 105–111.

Reichheld, F.F. & Schefter, P. 2000. E-Loyalty: Your secret weapon on the Web. Harvard Business Review, Vol.78, No. 4, pp. 105-113.

Reichheld, F.&Thomas, T.2001, The Loyalty Effect: The Hidden Force Behind Growth, Profits, and Lasting Value. Harvard Business Press. Business & Economics - 323 pages.

Robert, J. 1995. The zone of tolerance: exploring the relationship between service transaction and satisfaction with the overall service. International Journal of Service Industry Management 5(2): 46-61,at 48.

Rootman, C., Tait, M. & Bosch, J. 2008. Variables influencing the customer relationship management of banks. Journal of Financial Services Marketing. London: May . Vol. 13, Edisi 1; pg. 52, 11 pgs.

Page 299: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

288

Sri Widyastuti

Roxenhall, T. & Ghauri, P. 2004. Use of the written contract in long-lasting business relationships. Industrial Marketing Management, Vol. 33, pp. 261-8..Sakuntala, M. 2010, Meraih Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan melalui Customer Care Excellence (2). On-line; http//:Managementfile.com.

Safeena, R. &Abdullah, H.D. 2010. Customer Perspectives on e-business value: Case study on internet banking. Journal of Internet Banking and Commerce. Vol. 15, Edisi 1; pg. 1, 13 pgs.

Salime M.S., Jay, K.& Thanika D.J. 2010. In search of value for their money: Banking preferences and service quality perceptions of local and expatriate retail bank customers. International Journal of Economic Perspectives. Vol. 4, Edisi 2; pg. 459, 17 pgs.

Servon, L.J. & Kaestner, R. 2008. Consumer financial literacy and the impact of online banking on the financial behavior of lower-income bank customers. The Journal of Consumer Affairs, Vol. 42, No. 2, pp.271-395.

Sheth, J.N, Atul Parvatiyar & G. Shainesh, 2002. Customer Relationship Management: Emerging Concepts, Thools, and Application. New Delhi: Tata-McGrawHill.

Shpëtim, C. 2012. Exploring the relationships among service quality, satisfaction, trust and store loyalty among retail customers. Journal of Competitiveness. Vol. 4, Issue 4, pp. 16-35.

Sirdeshmukh, D., Singh, J. & Sabol, B. 2002, “Consumer Trust, Value, and Loyalty in Relational Exchanges”, Journal of Marketing, Vol. 66. pp. 15-37.

Slawomir C. 2014. Building the Competitive Position of an Enterprise with the Creation of Value for Customers. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences December 2014, Vol. 4, No. . p. 270-279.DOI: 10.6007/IJARBSS/v4-i12/1357.

Storbacka, K., & Lehtinen, J. 2002, Customer Relationship Management, Creating Competitive Advantage through Win-win Relationship Strategies, Mc Graw-Hill Book Co, Singapore.

Page 300: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

289

Membina Keakraban Pelanggan: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejati

Sweeney, J. C. & Soutar, G. N., 2001, Consumer perceived value: the development of a multiple item scale, Journal of Retailing, 77(2): 203-220.

Thatte, A.A., Muhammed, S. & Agrawal, V. 2008. Effect of information sharing and supplier network responsiveness on time-to-market capabily of firm. Review of Business Research, 8(2), 118-131.

Tsung, C.L. & Li. W. W. 2007. Customer retention and cross-buying in the banking industry : An integration of service attributes, satisfaction and trust. Journal of Financial Services Marketing. Vol. 12, 2 132–145.

Tunggal, A. W. 2008. Dasar – Dasar Customer Relationship Management (CRM). Jakarta : Harvindo.

Turban, King, Lee & Viehland. 2008. Electronic Commerce: A Managerial Perspective. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Widyastuti, S. 2016. Developing purchase intention through performance of techno product and fare attractiveness on Simpaticard. International Journal of Economics, Commerce and Management. United Kingdom Vol. IV, Issue 10. http://ijecm.co.

Vimi, J.&Kaleem, M.K. 2009. Customer Satisfaction and Its Impact on Performance in Banks: A Proposed Model. South Asian Journal of Management. Vol. 16, Edisi 2; pg. 109, 18 pgs

Voss, G.B. & Voss, Z.G. 2000. Strategic Orientation and Firm Performance in an Artistic Evirontment, Journal of Marketing Vol 64.

Yamamoto. G.T.2007. Understanding customer value concept: Key to success. Maltepe University, Faculty of Economics and Administrative Sciences, Business Department Deputy Head of the Department. Turkeye. pp 547-552.

Yeh, Y.S. & Li, U.M. 2009, Building Trust in m-commerce:contribution from quality and satisfaction, www. emeraldinsight.com/1468-4527.htm, 1066-1086.

Page 301: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

290

Sri Widyastuti

Zeithaml V.A. & Betner, M.J. 2000. Service Marketing: Integrating cutomer focus the firms, 2nd Edition. New York; Irwin/McGraw-Hill.

Zeithaml, V.A. & Bitner, M.J. 2008. Service Marketing. The McGraw Hill Companies, Inc.

Zhou, K. ., Yim, C.K., dan Tse, D.K., 2005, The efeect of strategic orientations on technology and market based breakthrough innovations. Journal of Marketing. Vol. 69.

Zineldin, M. 1996. Bank strategic positioning and some determinants of bank selection. International Journal of Bank Marketing, Vol. 14.

Page 302: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

291

GLOSARIUM

Aliansi Strategis

: Suatu persetujuan antara dua organisasi bekerjasama untuk mencapai satu atau lebih tujuan umum strategis

Bauran Pemasaran

: Kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran.Terdiri dari 4 komponen: Produk, Harga, Distribusi, Promosi

Customer Loyalty

: kelekatan pelanggan pada suatu merek, toko, pabrikan, pemberi jasa, atau entitas lain berdasarkan sikap yang menguntungkan dan tanggapan yang baik seperti pembelian ulang

CRM : Pendekatan pelanggan yang berfokus pada pengembangan dan pemeliharaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi keduanya, baik untuk pelanggan maupun untuk perusahaan

Customer Relationship Management

: Inti proses bisnis lintas fungsional yang terkait dengan pencapaian nilai pemegang saham, ditingkatkan melalui pengembangan hubungan efektif dengan pelanggan utama dan segmen pelanggan

Customer Relationship Management

: Strategi tingkat korporasi, yang berfokus pada pembangunan dan pemeliharaan hubungan dengan pelanggan

Page 303: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

292

CRM : Sistem informasi yang terintegrasi yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan aktivitas-aktivitas prapenjualan dan pascapenjualan dalam sebuah organisasi

Globalisasi : Dalam dunia yang semakin kecil, saat ini banyak pemasar yang terhubung secara global dengan pelanggan dan mitra pemasaran mereka. Saat ini hampir semua perusahaan besar maupun tersentuh oleh kompetisi global

Hubungan Pemasaran

: Semua pemasar mengambil keuntungan dari peluang baru untuk membangun hubungan dengan pelanggan mereka, mitra pemasaran mereka, dan dunia di sekitar mereka

Joint Ventures : Perjanjian antara dua atau lebih perusahaan untuk mengembangkan kesatuan yang terpisah

Kemitraan Usaha

: Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan usaha oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan

Kepuasan pelanggan

: Tanggapan pelanggan atas telah terpenuhi kebutuhannya

Kepuasan Total Pelanggan

: Kunci untuk mendapatkan loyalitas pelanggan dan membangkitkan kinerja keuangan yang istimewa dan berjangka panjang

Kunci CRM : Membangun hubungan yang langgeng adalah menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul

Page 304: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

293

Manajemen Hubungan Kemitraan

: Dalam membangun hubungan pelanggan, pemasar yang baik menyadari bahwa mereka tidak dapat berjalan sendiri, harus bekerja sama dengan mitra pemasaran di dalam dan di luar perusahaan

Manajemen Hubungan Pelanggan

: Proses membangun dan memelihara hubungan pelanggan yang menguntungkan dengan menghantarkan nilai dan kepuasan pelanggan yang unggul

Market Driven Strategy

: Berorientasi pada pasar yang memfokuskan perhatian pada pelanggan, pesaing, dan semua fungsi organisasi untuk menciptakan superior customer value.

Menciptakan Nilai Bagi Pelanggan

: Perusahaan tidak hanya ingin mendapatkan pelanggan yang menguntungkan, tetapi membangun hubungan yang akan mempertahankan dan menumbuhkan “pangsa pelanggan“

Organisasi Nirlaba

: Suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). Pemasaran juga telah menjadi bagian utama dari strategi berbagai organisasi nirlaba.

Pemasaran : Aktivitas, serangkaian institusi, dan proses menciptakan, mengomunikasikan, menyampaikan, dan mempertukarkan tawaran yang bernilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat umum

Page 305: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

294

Pelanggan : seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli dari anda. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu.

Pemasaran : Proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap kembali nilai dari pelanggan

Pemasaran Holistik

: Pengintegrasian kegiatan eksplorasi nilai, penciptaan nilai, dan penghantaran nilai dengan tujuan membantu hubungan jangka panjang yang benar – benar memuaskan dan kesejahteraan bersama di antara semua pihak utama yang berkepentingan

Proposisi Nilai

: Konsep yang berfokus pada apa yang dapat ditawarkan perusahaan pada pelanggan yang dianggap bernilai, dan sebagai hasilnya akan memberikan kontribusi pada kepuasan pelanggan yang meningkat

Quality Function Deployment

: Merupakan strategi untuk merancang proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan yang semakin bervariasi

Retensi Pelanggan

: Bentuk keterkaitan batin antara pelanggan dengan produsen yang ditandai dengan pembelian yang berulang dan pada dasarnya bersifat jangka panjang

Segitiga Pemasaran Jasa.

: Merupakan tiga pihak dalam pemasaran jasa yaitu manajemen (perusahaan), karyawan (personil) dan pelanggan, dimana ketiganya saling terkait dan saling berhubungan untuk bekerja bersama mengembangkan, mempromosikan dan menyampaikan jasa

Page 306: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

295

Strategi Superior Customer Service

: Merupakan strategi perusahaan yang berorientasi untuk menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing

Strategi Relationship Marketing

: Strategi dimana terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli berkelanjutan dan tidak berakhir setelah proses penjualan selesai. Dengan kata lain terjalin suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus jangka panjang.

Strategi Menangkap Kembali Nilai Pelanggan

: Membangun hubungan yang benar dengan pelanggan yang tepat. Sebagai imbalan karena telah menciptakan nilai bagi pelanggan sasaran perusahaan menangkap nilai dari sasaran, pelanggan dalam bentuk laba dan ekuitas pelanggan

Tanggung Jawab Etika dan Sosial

: Pemasar masa kini juga mempelajari kembali tanggung jawab etika dan sosial mereka. Pemasar diharapkan mengambil tanggung jawab yang lebih besar atas dampak sosial dan lingkungan dari tindakan mereka

Teknologi : Teknologi komputer, telekomunikasi, informasi, transportasi, dan teknologi lain telah menciptakan cara baru yang menarik untuk mempelajari dan melacak pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan perorangan

Tujuan CRM : Menghasilkan ekuitas pelanggan yang tinggi, gabungan nilai seumur hidup pelanggan dari semua pelanggan perusahaan

Page 307: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

296

Zona Toleransi

: Dalam suatu transaksi, pelanggan membawa serangkaian harapan yang berhubungan dengan desire service, yaitu pelayanan yang diharapkan akan diterima, dan adequated service yaitu pelayanan yang cukup dapat diterima, serta zona toleransi yang terletak di antara dua level pelayanan tersebut

Page 308: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

297

A

Abraham Maslow 91Adequated service 71Akuntansi tradisional 132Aliansi global 34, 35Aplikasi 23, 44, 112, 232ATM 56, 89, 93, 126, 129, 177,

182

B

Bank Indonesia 54Bank Muamalat iii, 51, 54, 55,

57, 58Bathil 51Brand equity 40, 41, 193, 194,

277Brand value 40, 41, 193, 194Budaya Hubungan 26Bundling 149

C

Carrefour 10Chief Executive Officer (CEO) 18Cross-functional enterprise sys-

tem 43, 194Customer – centric intelligence

application 44Customer facing application 43Customer Lifetime Value (CLV)

45Customer Relationship Manage-

ment (CRM) iii, iv, 1, 40, 41, 42, 43, 44, 58, 192, 249, 252, 262, 282, 284, 290

Customer service representative 15

Indeks

Customer touching application 44

D

Departement Store 5, 19, 68, 69, 92, 93, 102, 196, 204, 225, 229, 230, 263, 265

Desire service 71Dewan Syariah Nasional 54Dimensi Afektif Pelayanan 89Distributor 31, 33, 34, 217, 223,

275

E

E-banking 126, 177, 183E-commerce 44Efisiensi fungsional 33Ekonomi 101Ekonomi organisasi 5Eksplorasi Nilai 143Elemen Emosional 89E-mail 44, 89, 176, 203, 216,

223, 228, 247Enkripsi data 183E-retail 184

F

Factoring 54Feasibility study 53FedEx 14, 15, 166Fee based product 51Fiduciary relation 50First Purely Sharia 55Fokus kemitraan 35Friendly 55Funding 51, 52, 56, 57

Page 309: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

298

G

Garansi 18, 54, 77, 83, 100, 122, 139, 145, 166

Gharar 51Gronroos 5, 10Growth 40, 193

H

Hacking 183Hawalah 54Help desk 43Hiking 84Holistik 12, 58, 142, 143, 146,

156Hotel 5, 13, 14, 62, 67, 81, 88,

95, 104, 122, 146, 223, 248, 249, 263, 265, 282

Hotel Ritz-Carlton 13House keeping 81Hubungan Antarorganisasi 32,

38, 39Hubungan asimetris 35Hubungan Global 40

I

Ijarah 53Indonesian Bank Loyalty Award

(IBLA) 55Industri jasa 11, 12, 84, 136,

204, 277Inovasi teknologi 153, 183Intangible 6, 68, 132, 136, 195Interest based 52Internet 10, 21, 50, 57, 59, 86,

89, 104, 105, 154, 161, 166, 172, 176, 182, 183, 184, 185, 203, 223, 226, 228, 229, 267, 268, 286, 289

Intial Public Offering (IPO) 132

Intraorganization 32Istishna 53IT framework 43, 194

J

Joint Venture (JV) 34, 37Just-in-time 34

K

Kartu kredit 127Kemitraan global 36, 40Kemitraan strategis 31Kentucky Fried Chickcen 15Kepuasan Pelanggan 74, 83, 91,

163Klien 23, 28, 37, 49, 50, 132,

218Knowledgeability 49, 50, 215Kompetitif 1, 9, 40, 55, 78, 85,

87, 88, 113, 137, 158, 160, 162, 174, 188, 204, 234, 238, 263, 264, 265, 269, 271, 273, 274, 276, 277, 279

Kondisi pasar 1, 2, 40, 273Konvensional 24, 51, 52, 56, 87

L

Lending 51, 52Letter of Credit (L/C), 54Litigasi 37Loyalitas Pelanggan 101, 289

M

Maisyir 51Malaysia Electronic Payment

System (MEPS) 56Marketing 42, 45, 107, 171, 194,

198, 215, 217, 220, 284, 287, 288, 289

Market-oriented 239

Page 310: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

299

Maznah & Ali 5Mc. Donald 15Mobile 44, 286Monopoli 24, 25, 214Mudharabah 52, 53Musyarakah 53

N

Nasabah debitur 54Nasabah deposan 54Nasabah perbankan 1, 62, 104,

109, 165Net persent value 45Nilai Moneter 125Non-Moneter 125

O

Online 15, 44, 48, 154, 157, 162, 183, 184, 217, 281, 286, 288, 289

Online networking 44Outlet 55, 56, 82Outsourcing 32, 131

P

Pabrikan 33, 36Partner beli 34Pasar 1, 2, 8, 24, 29, 31, 32, 35,

36, 39, 40, 41, 42, 46, 49, 58, 80, 85, 105, 129, 132, 144, 145, 154, 173, 186, 192, 193, 212, 217, 221, 226, 237, 238, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 246, 250, 265, 270, 272, 273, 274, 278, 279

Pelanggan ii, 1, 61, 101, 137, 191

Pelanggan baru 11, 13, 23, 27, 28, 29, 42, 43, 77, 111, 112, 114, 115, 116, 129, 144,

193, 231, 258, 261Pemasaran Holistik 143Pemasaran Hubungan 3Pemasok 19, 24, 31, 32, 33, 34,

36, 150, 154, 160, 164, 175, 207, 220, 227, 262, 265, 274, 275, 276, 279

Pemegang saham 7, 23, 27, 30, 41, 117, 138, 145, 192, 238, 239

Perbankan 1, 18, 47, 49, 50, 51, 54, 55, 62, 76, 93, 103, 104, 105, 108, 109, 120, 126, 127, 131, 135, 140, 149, 154, 165, 172, 175, 182, 183, 184, 213, 215, 229, 230

Perbankan Syariah 50Perusahaan kemitraan 31Perusahaan patungan 31, 36Place 7Price 7Product 7, 284, 287Produk asuransi 21Profitabilitas 151Profitable customer 46Promotion 7Proporsi shopper 23Purposive 35

Q

Qardh al-hasan 54Quality Function Deployment

80

R

Rahn 54Real Time Online 56Recovery 26Referrals 26Relationship Marketing 79, 282,

Page 311: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

300

283, 288Reputasi 13, 68, 110, 181, 184,

271, 272Retention 26, 55Riba 51Rumah Sakit 53Ryswah 51

S

Safety 52Scanner 130Sentuhan Emosional 69Share of wallet 23Sharing information 42, 193Sistem informasi 11, 130Sistem waralaba 34SMS-banking 126Stakeholder 41, 194, 275Strategi bersaing 32, 270Strategi Pemasaran 47, 238, 283Superior Customer Service 79Supermarket 5, 19, 68, 69, 92,

93, 102, 196, 204, 225, 229, 230, 263, 265

Sustainability 40, 193

T

Tabungan Haji Arafah 56, 57Tabungan Ummat 56Teknologi 11, 12, 13, 14, 15, 32,

35, 36, 39, 42, 43, 44, 57, 86, 88, 89, 121, 125, 132, 147, 148, 149, 153, 154, 160, 161, 162, 164, 166, 169, 170, 174, 175, 176, 177, 182, 183, 184, 185, 194, 195, 204, 205, 216, 217, 223, 226, 229, 231, 248, 260, 262, 267, 279

Teller 17, 18, 140Terminologi 30, 106, 129, 133,

146, 149, 153, 157Toleransi 70, 71, 72, 73, 94, 251Touch Poin 57Training 84, 134Transaksi 15, 17, 19, 21, 22, 23,

26, 34, 37, 43, 46, 48, 56, 62, 64, 71, 76, 79, 95, 104, 112, 119, 126, 128, 129, 130, 134, 148, 154, 184, 195, 198, 203, 204, 218, 219, 225, 226, 275, 279

Transaksi individual 22

U

Ujrah 54Unconditional Service Guarantee

79

V

VMS: Vertical Marketing System 34

W

Wadiah 52Wakalah 54Waralaba 34Website 14, 44, 45, 164, 185,

223, 234

Z

Zona Toleransi 69, 71, 73, 74

Page 312: Manajemen Hubungan Pelanggan Sejatidosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/1192211017152489488528April2018.pdfMembangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil, menjadikan relevan dan

301

Bio Data Penulis

Sri WidyastutiLahir di Pati, 25 April 1962. Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila. Menempuh S1 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Fakultas Ekonomi Manajemen Perusahaan. Kemudian melanjutkan S2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. IPWI Jakarta, Manajemen Pemasaran dan S2 di Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana Kajian Wilayah Timur Tengah Islam, Manajemen Perbankan Syariah serta S3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Program Doktor Ekonomi, Konsentrasi Manajemen Bisnis, 2010-2013. Aktif dalam penelitian dan pengabdian serta mengikuti seminar nasional dan internasional. Diantaranya Participant, Discussion On “ Managing Doctoral Degree at International Level 21st January 2011 - Nation University of Singapore. 21 Januari 2011.Selain mengajar dan meneliti, menjadi Dewan Pengurus DPP IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), Sekretaris Departemen Penelitian Manajemen Perbankan Syariah, 2015- 2019.Tercatat sebagai Direktur, PT. Absyir Inti Usaha, General Trading, 2010-sekarang. Bisa dihubungi di [email protected]