mamözi aramba dalam kebudayaan nias di · pdf filesuku nias menggunakan bahasa ibu yang...

98
ANALISIS FUNGSIONAL DAN MUSIKAL ENSAMBEL MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI GUNUNGSITOLI SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA: BRIAN LASO SARO HAREFA NIM: 080707001 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012

Upload: doanquynh

Post on 06-Feb-2018

246 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

ANALISIS FUNGSIONAL DAN MUSIKAL ENSAMBEL

MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS

DI GUNUNGSITOLI

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

NAMA: BRIAN LASO SARO HAREFA

NIM: 080707001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2012

Page 2: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

ii

ANALISIS FUNGSIONAL DAN MUSIKAL ENSAMBEL

MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS

DI GUNUNGSITOLI

OLEH:

NAMA: BRIAN LASO SARO HAREFA

NIM: 080707001

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

NIP 196512211991031001 NIP 196605271994032010

Skripsi ini diajukan kepada Paniti Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan,

untuk melengkapi salah satui syarat Ujian Sarjana Seni

dalam bidang disiplin Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2012

Page 3: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

iii

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah

satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu

Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU,

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.

NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd.

3.Drs. Kumalo Tarigan, M.A.

4.

5.

Page 4: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

iv

DISETUJUI OLEH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

KETUA,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

NIP 196512211991031001

Page 5: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas Rahmat dan karuniaNya kepada

penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir tentang Analisis fungsional dan musikal

ensambel Mamözi Aramba pada kebudayaan Nias di Gunungsitoli.

Tugas Akhir ini dikerjakan demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar

sarjana Seni dari jurusan Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena

belajar adalah sesuatu yang tidak terbatas.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan dan uluran tangan

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. selaku ketua Jurusan

Etnomusikologi sekaligus yang membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas

akhir ini.

2. Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. yang selalu meluangkan waktunya untuk

membimbing dan mengajari penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Segenap para dosen di Jurusan Etnomusikologi yang turut membantu proses

penyelesaian tugas akhir ini.

4. Bapak Yas Harefa sebagai narasumber penulis yang telah banyak membantu

untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan tugas akhir ini.

5. Seluruh staf yang ada di museum Pusaka Nias yang telah memberikan pinjaman

buku dan referensi kepada penulis.

6. Kedua orangtua saya Bapak Man Harefa dan Ibu Darnis Ndruru yang membantu

saya melalui materi dan motivasi yang luar biasa, sehingga saya bisa

menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

vi

7. Seluruh stambuk 2008 jurusan Etnomusikologi yang membantu saya dengan

dukungan motivasi sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Semua pihak yang telah membantu saya dan tidak dapat saya sebutkan satu-

persatu.

Akhirnya semua penulis kembalikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmatNya penulis

dapat membuat skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sesuatu karya

yang memberi dampak positif.

Medan, 12 Juli 2012

Brian Laso Saro Harefa

NIM: 080707001

Page 7: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

vii

Page 8: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar
Page 9: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia atau kadangkala disebut dengan Nusantara adalah sebuah negara

bangsa yang memiliki berbagai kebudayaan etnik, agama, bahasa, dan lainnya. Karena

kekayaan budaya ini, biasanya kurang dipublikasikan secara nasional atau internasional.

Apalagi yang dipublikasikan secara ilmiah dan mengikuti kaidah-kaidah ilmu

pengetahuan. Salah satu kebudayaan yang mendukung peradaban masyarakat Indonesia

adalah kebudayaan Nias. Kebudayaan ini didukung oleh suku Nias yang berada di Pulau

Nias dan sekitarnya. Yang menarik secara budaya, suku atau etnik Nias ini secara rasial

masuk ke dalam ras Mongoloid Utara bukan sub ras Mongoloid Melayu atau

Mongoloid Tenggara (lihat Koentjaraningrat, 1980).

Etnik Nias juga memiliki kesenian, yang terdiri dari seni rupa, seni, tari, seni

arsitektur tradisional, seni musik, dan lain-lainnya. Dalam konteks Sumatera Utara dan

Indonesia seni tari yang terkenal yang berasal dari Nias adalah tari hombo batu (lompat

batu), maena, moyo, dan lain-lain. Begitu juga seni musiknya yang disebut dengan

ensambel aramba. Kegiatan ensambel musik ini dalam kebudayaan masyarakat Nias

lazim disebut dengan mamözi aramba.

Mamözi aramba adalah suatu ensambel dan seperangkat alat musik yang terdiri

dari 1 buah göndra (gendang membranophone), 2 buah faritia (suspended idiophone

gongs), dan 1-3 buah aramba (idiophone knobbed gongs). Alat musik tersebut

dimainkan secara bersamaan sesuai pola yang berlaku bagi masyarakat Nias. Alat musik

tersebut dimainkan oleh 6-8 orang pemain, dimana masing-masing terdiri dari 2 orang

Page 10: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

2

yang memainkan göndra, 2 orang yang memainkan faritia1, dan 1-3 orang yang

memainkan gong. Orang yang memainkan seperangkat alat musik tersebut disebut

samözi aramba. Samözi aramba adalah sebutan yang dibuat oleh masyarakat Nias.

Masyarakat Nias dikenal sebagai Ono Niha yang artinya anak Nias. Masyarakat

Nias berasal dari suatu pulau di bagian selatan provinsi Sumatera Utara yang disebut

dengan Pulau Nias. Orang Nias menamai pulau Nias yaitu Tanö Niha. Suku Nias

menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha.

Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar dalam bahasa Nias,

yaitu mamözi dan aramba. Mamözi artinya memukul dan aramba artinya alat musik

Nias yang bentuknya menyerupai sebuah alat musik yang terbuat dari logam, berbentuk

bulat dan besar, dimana di tengahnya terdapat bulatan kecil yang menonjol ke luar. Di

daerah lain, alat musik ini dinamakan sebagai gong. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia, mamözi aramba adalah memukul gong. Namun bagi masyarakat Nias,

mamözi aramba mempunyai 2 arti, yaitu memukul gong dan memukul seperangkat

aramba (yang terdiri dari göndra, faritia, dan aramba) di mana masing-masing

mempunyai fungsi yang berbeda.

Adapun fungsi dari mamözi aramba seperti yang dikemukakan oleh Bapak Yas

Harefa disaat wawancara di Gunungsitoli pada 1 Februari 2012, yaitu sebagai

pemberitahuan untuk menghimbau masyarakat untuk berkumpul, sebagai tanda

pedoman waktu bagi masyarakat dalam suatu desa, sebagai simbol pengesahan bahwa

telah dilakukannya pengangkatan gelar ataupun pembuatan hukum adat, dan sebagai

tanda sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat di dalam suatu desa bahwa sedang

berlangsungnya acara adat, seperti owasa (acara memasuki rumah baru, ataupun

pengangkatan gelar bangsawan), fondrakö (acara pengesahan hukum adat, ataupun

1Tiap satu faritia dimainkan oleh 1 orang pemain.

Page 11: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

3

wilayah suatu desa), falöwa (upacara perkawinan), dan zi mate (upacara kematian).

Namun demikian, pada zaman sekarang sebagian fungsi dari mamözi aramba telah

berubah. Contoh perubahan fungsi dari mamözi aramba yang terjadi adalah untuk

memberitahukan ataupun mengundang kepada masyarakat untuk berkumpul dan dalam

upacara kematian. Pada kedua kasus tersebut, mamözi aramba tidak lagi dipergunakan.

Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kebudayaan yang memanfaatkan

teknologi seperti surat undangan atau handphone untuk mengumpulkan masyarakat, dan

juga terjadinya perubahan kebudayaan yang mengikuti tradisi Barat pada upacara

kematian. Namun walaupun terjadi perubahan fungsi, mamözi aramba masih tetap eksis

dan masih digunakan didalam acara adat seperti pesta perkawinan.

Pada upacara perkawinan, mamözi aramba dimainkan di saat menerima

pengantin, tamu, dan sebagai hiburan. Hal yang menarik yang dilihat penulis adalah

pada segmen tertentu pada upacara perkawinan, pemain seperangkat alat musik aramba

(samözi aramba) dipilih secara acak, tergantung siapa yang ingin dan bisa

memainkannya. Ini menunjukan bahwa dalam suatu upacara perkawinan, pasti terdapat

orang di sekitarnya yang bisa memainkan seperangkat aramba tersebut. Selanjutnya,

penulis melihat aamözi aramba tidak diberi upah ataupun imbalan, dengan arti bahwa

mereka memainkan seperangkat aramba dengan sukarela. Menurut Bapak Yas Harefa

(Gunungsitoli 6 Februari 2012) hal ini disebabkan karena prinsip masyarakat Nias yang

mempunyai solidaritas yang tinggi, sehingga mereka selalu bekerja sama dan ikut

bepartisipasi jika dalam satu desa ada yang menggelar acara, baik acara perkawinan

ataupun owasa.

Selain dalam konteks perkawinan dan owasa, mamözi aramba juga dipakai

sebagai pengiring tari-tarian, seperti tari Ya’ahowu (tari yang berfungsi sebagai

sambutan bagi tamu dan undangan yang dihormati), tari Moyo (tari yang dimainkan

Page 12: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

4

disaat acara pengangkatan gelar bangsawan) dan tari Tuwu (tari penyemangat) . Mamözi

Aramba digunakan sebagai kode bagi penari untuk menentukan langkahnya sekaligus

menjadi penentu pulsa dan tempo bagi penari. Oleh sebab itu, yang memainkan

seperangkat Aramba biasanya sudah ditentukan dan latihan dengan penari sebelum

pertunjukan (berbeda dengan konsep yang memainkan seperangkat Aramba disaat

upacara adat). Menurut Bpk Yas Harefa, Dahulu (sebelum 1950) Mamözi Aramba tidak

dipakai untuk mengiringi tari-tarian, namun sekarang Mamözi Aramba dipakai dan

dibuat berdasarkan kreativitas masyarakat agar dapat mengiringi tari-tarian yang ada

pada suku Nias.

Mamözi Aramba adalah alat musik yang bersifat sebagai pembawa ritme yang

berulang-ulang dan bukan pembawa melodi. Dalam segi musikal, Mamözi Aramba

punya pola ritme yang beragam, di mana penentu pulsanya adalah Aramba (gong) yang

dipukul sekali dalam setiap empat ketuk dengan pukulan yang konstan, sedangkan

faritia (berbentuk seperti canang) dan göndra (berbentuk seperti bedug) berfungi

sebagai variasinya. Göndra dimainkan oleh dua orang, yang disebut sebagai Sanaha

dan sanindra di mana salah satu pemain yang membuat ritme berulang-ulang dan satu

lagi yang membuat variasi-variasi ritme ciri khas suku Nias. Berbeda dengan faritia

yang dimainkan oleh dua orang, di mana jenis pukulannya saling bersahut-sahutan

ditambah dengan sedikit variasi yang membuat musik tersebut menjadi semakin

bervariatif (Bapak Man Harefa, Gunungsitoli 4 Februari 2012).

Teknik permainan mamözi aramba dapat dibedakan sesuai konteks dan tempat

pemakaiannya. Jika mamözi aramba dimainkan di saat upacara adat, maka pola atau

pattern permainannya hanya berulang-ulang dan divariasikan menurut kemampuan si

pemain Aramba tersebut. Hal ini berbeda dengan konteks mamözi aramba yang

dimainkan di saat mengiringi tari-tarian. Pada konteks ini, samözi aramba (yang

Page 13: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

5

memainkan aramba) harus memerhatikan dan berkomunikasi dengan si penari melalui

kode tertentu untuk mengetahui kapan seperangkat aramba mulai dimainkan, berhenti

ataupun untuk memberikan instruksi kepada penari agar merubah formasi dan merubah

gaya tarian. Dengan kata lain samözi aramba dan si penari harus pernah bertemu atau

latihan sebelum pertunjukan dimulai.

Berdasarkan penjelasan di atas, dari segi pengenalan mamözi aramba,

sebagian sejarah dan asal usul, fungsi, dan musikal (unsur-unsur musik) yang terdapat

dalam mamözi aramba, penulis memilih untuk meneliti bahan tersebut dengan judul:

Analisis Fungsional dan Musikal Ensambel Mamözi Aramba dalam Kebudayaan

Nias di Gunungsitoli.

Penelitian ini difokuskan pada upacara adat dan konteks mamözi aramba sebagai

pengirimg tari-tarian. Adapun yang mewakili dari kedua bahan penelitian tersebut yaitu

upacara perkawinan Rahmat Zendratö dengan April Daeli pada tanggal 13 Juni 2012 di

Gunungsitoli dan mamözi aramba sebagai pengiring tari Ya’ahowu pada suatu

pertunjukan di kediaman Bapak Man Harefa di desa sifalaete, Gunungsitoli tanggal 13

Juni 2012.

1.2 Pokok Permasalahan

Dengan melihat latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, maka di

dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu :

1. Bagaimana fungsi ensambel musik mamözi aramba dalam kebudayaan Nias di

Gunungsitoli?

2. Bagaimana struktur musikal dalam ensambel musik mamözi aramba dalam

kebudayaan Nias di Gunungsitoli?

Page 14: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

6

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis,

disesuaikan dengan latar belakang serta pokok permasalahan yang ada. Tujuan dan

manfaat penelitian adalah sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan penelitian

1. Untuk meganalisis fungsi ensambel Mamözi Aramba dalam Kebudayaan Nias di

Gunungsitoli.

2. Untuk menganalisis konsep musikal yang terdapat dalam Ensambel musik Mamözi

Aramba dalam Kebudayaan Nias di Gunungsitoli.

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian dari tulisan tersebut, yaitu:

1. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar bagi para peneliti, terutama

etnomusikolog untuk dikembangkan berikutnya.

2. Agar dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat untuk dipelajari.

3. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar dan bahan acuan bagi pemerintah

untuk revitalisasi dan pelestarian kesenian di Nias.

1.4 Konsep dan Teori

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memerlukan beberapa konsep dan teori

yang dapat membantu untuk melengkapi data-data dan informasi untuk keperluan

skripsi ini. Selain itu penulis juga memerlukan konsep dan teori sebagai pedoman untuk

Page 15: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

7

mencari informasi dan data-data yang dibutuhkan disaat melakukan penelitian di

lapangan. Adapun konsep dan teori yang dipakai oleh penulis yaitu sebagai berikut.

1.4.1 Konsep

(i) Analisis atau analisa adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu

keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen,

hubungannya satu sama lain, dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan terpadu

(Komaruddin, 200:53). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disingkat sebagai

KBBI (2002:43), analisa adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian

yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dari penjelasan diatas dapat kita lihat

bahwa salah satu bagian dari penelitian adalah menganalisa objek, sehingga di setiap

penelitian, pasti berkaitan dengan analisa.

(ii) Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika

mempunyai kombinasi nada, ritme dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi

estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa

(Malm dalam terjemahan Takari, 1993: 8). Dari pengertian musik tersebut, dapat

dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur

musik.

(iii) Dalam tulisan ini, fungsi diartikan sebagai kegunaan suatu objek dan

dampaknya bagi sekitar, khususnya bagi masyarakatnya. Fungsi sebuah unsur

kebudayaan (dalam masyarakatnya) adalah kemujarabannya dalam memenuhi

kebutuhan yang ada, atau dalam mencapai tujuan tertentu (Merriam, 1964:223-226).

Pemakaian kata fungsi dalam hal ini (fungsi musik) menerangkan tujuan pemakaian

musik atau mengapa musik tersebut digunakan sedemikian rupa (Merriam, 1964:220).

Page 16: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

8

Melalui fungsi musik akan dapat dicapai pengertian yang lebih mendalam tentang arti

musik.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced

Learner’s Dictionary sixth edition (2000:1226) adalah: (1) people in general, living

together in communities; (2) a particular community of people who share the same

customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4)

the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of

being with other people. (Artinya masyarakat adalah orang-orang yang secara umum

hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang

berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya;

sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-

orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal

dengan orang lain). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang

mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama,

kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu

dengan yang lain.

Mamözi aramba adalah suatu kegiatan memukul seperangkat alat musik untuk

sesuatu hal, bisa menjadi simbol, ataupun pengesahan terhadap sesuatu didalam sebuah

upacara adat. Oleh sebab itu, bisa dikatakan mamözi Aramba adalah salah satu tradisi

yang berhubungan dengan upacara adat pada kebudayaan Nias (Bapak Yas Harefa

Gunungsitoli 6 Februari 2012).

Page 17: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

9

1.4.2 Teori

Menurut KBBI (1991:154-155), teori merupakan pendapat-pendapat atau aturan-

aturan untuk melakukan sesuatu. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set

konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi

yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir, 1988:21).

Oleh sebab itu penulis menjadikan teori sebagai suatu landasan untuk menjawab semua

pokok permasalahan yang ada.

Transkripsi dalam etnomusikologi merupakan suatu proses penotasian bunyi

menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati dari suara, dan simbol-simbol

tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis memilih tentang

notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di etnomusikologi

dengan berdasarkan teori dari Ernst Cassirer (1944:168) yang mengatakan bahwa “seni

dapat didefinisikan melalui simbol.” Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan

untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi

musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Selain itu penulis menggunakan teori pertunjukan yang diajukan oleh Milton

Singer (dalam Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 1996:164-165) untuk

meneliti pertunjukan tarian yang memakai seperangkat aramba. Menurut Singer untuk

mendeskripsikan suatu pertunjukan maka seorang peneliti harus melihat tujuh aspek

yang berkaitan, yaitu: (1) waktu pertunjukan yang biasanya terbatas, (2) adanya awal

dan akhir pertunjukan, (3) acara kegiatan yang terorganisasi, (4) sekelompok pemain,

(5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, dan (7) kesempatan untuk

mempertunjukannya.

Untuk menganalisis fungsi mamözi aramba di tengah masyarakat Nias dan

kebudayaan Nias, penulis menggunakan teori dari Merriam (1964:219-227) yang

Page 18: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

10

mengemukakan bahwa musik mempunyai peranan dan fungsi dalam suatu kebudayaan,

yaitu (1) sebagai hiburan,(2) sebagai perlambang, (3) sebagai media komunikasi, (4)

sebagai estetis, (5) sebagai reaksi jasmani, (6) sebagai pengungkapan emosional, (7)

sebagai pengintegrasian masyarakat, (8) sebagai kesinambungan masyarakat, (9)

sebagai pengesahan lembaga-lembaga sosial, serta (10) fungsi musik yang berkaitan

dengan norma-norma sosial. Dalam tulisan ini terdapat beberapa fungsi musik yang

termasuk dalam kategori yang dikemukakan oleh Merriam.

Untuk menganalisis struktur musikal yang ada di dalam seperangkat aramba,

penulis memilih salah satu teori Malm dalam terjemahan Takari (1993:13) yaitu

sebagian dari teori weighted scale (khusus untuk mengkaji nada) ditambah dengan

musik yang terjadi karena sesuatu yang berhubungan dengan waktu sebagai bahan dasar

penelitian. Berhubungan dengan waktu yang dimaksud yaitu ritme, ketukan dan birama.

Dengan teori tersebut, diharapkan tulisan ini lebih mendapatkan hasil informasi yang

lebih akurat serta dapat dimengerti oleh pembaca.

Teori musikal untuk mengkaji ritme ini penulis gunakan teori deskripsi ritme

yang digunakan Fadlin (1988) Beliau menulis skripsi yang bertajuk Studi Deskriptif

Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu Sumatera Timur. Skripsi

Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan. Dalam

skripsi ini Fadlin menggunakan sistem anomatopeik gendang ronggeng, dan kemudian

menuliskan pola-pola ritme dalam rentak senandung, mak inang, dan lagu dua.

Selanjutnya Fadlin menganalisis pola-pola itu dengan pendekatan etnomusikologis,

dengan cara memilah-milahkannya menjadi motif dan nilai-nilai not yang digunakan,

dan kemudian mentabelkannya.

Page 19: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

11

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk

sampai kepada kesatuan pengetahuan, sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang

hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang

amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International

dalam Moh. Nazir 1988:13). Jadi penulis berkesimpulan bahwa metode penelitian

adalah cara kerja yang dipakai untuk melakukan penyelidikan tentang fakta atau

kenyataan yang ada dalam rangka memahami dan mengetahui objek penelitian yang

bersangkutan. Selain itu, metode penelitian ini berfungsi untuk mendapatkan data-data

yang diinginkan sesuai dengan keinginan penulis untuk melengkapi bahan dan data-data

yang telah ada dan pada nantinya akan disaring dan dirangkum oleh penulis.

Penulis menggunakan penelitian jenis kualitatif dengan data-data yang banyak

dari berbagai sumber. Data yang disajikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat dan

datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan data-data yang menggunakan

metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus, 2003:25).

Penelitian kualitatif ini, dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, tahap analisis data, dan tahap penulisan laporan (skripsi). Adapun teknik

pengumpulan data yang dipakai adalah sebagai berikut.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam bidang Etnomusikologi, untuk melakukan penelitian terdapat dua sistem

kerja, yaitu desk work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Desk work

yang dimaksudkan adalah kerja untuk mengumpulkan persiapan data-data untuk

meneliti nantinya, serta merangkum data-data yang telah didapat setelah melakukan

penelitian. Sedangkan field work adalah teknik kerja di lapangan, di mana penulis terjun

Page 20: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

12

langsung ke suatu daerah yang terdapat objek yang akan diteliti. Field work dikenal

sebagai kerja di lapangan dan desk work dikenal sebagai studi kepustakaan.

Selain itu, maksud dari studi kepustakaan adalah mendapatkan data berupa

tulisan-tulisan yang berkaitan dengan kinerja dan pengembangan tulisan ini. Hal

pertama yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara

mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis

mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di

Departemen Etnomusikologi. Penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dari

Museum Yayasan Pusaka Nias, Dinas Pariwisata Kabupaten Nias dan artikel-artikel

lainnya yang mendukung penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengumpulkan data

dengan menggunakan teknologi Internet, sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada

pada saat ini. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com,

penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti www.wikipedia.com,

repository Universitas Sumatera Utara, blog-blog, dokumen PDF (portable data file),

dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel

dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya untuk

kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Pengumpulan data di lapangan

Penelitian lapangan adalah seluruh kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan

dengan pengumpulan data di lapangan. Penilitian lapangan berfungsi untuk mendapat

seluruh data yang diinginkan pada satu daerah yaitu objek yang akan diteliti.

Pengumpulan data di lapangan terdiri dari observasi, wawancara, dan perekaman.

Page 21: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

13

1.5.2.1 Observasi

Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan.

Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya

selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin,

2007:115).

Kerja lapangan berkaitan dengan penulis dapatkan lewat cara observasi langsung

ke lapangan, yaitu mengikuti dan melihat acara-acara yang menggunakan ensambel

mamözi aramba, melakukan pengamatan serta analisis dan mengambil bagian menjadi

salah satu pemain musik dalam ensambel mamözi aramba tersebut. Hal itu dilakukan

agar mendapat komunikasi yang baik dengan masyarakat serta peserta upacara adat

yang lainnya demi mendapat informasi yang lebih baik lagi.

1.5.2.2 Wawancara

Dalam hal ini, penulis mengartikan wawancara adalah percakapan dengan

maksud dan tujuan tertentu, bukan seperti percakapan yang dilakukan manusia sehari-

hari. Pewawancara mengajukan pertanyaan dan orang yang diwawancarai akan

menjawab atas pertanyaan wawancara. Upaya tersebut dilakukan untuk mendapatkan

informasi secara langsung di lapangan. Jenis wawancara yang digunakan penulis dalam

pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi

keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun

sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di

lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga

muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan

yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang

Page 22: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

14

tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi

dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan

ditanyakan.

Dalam wawancara kali ini, penulis menetapkan 2 narasumber, yaitu Bapak Yas

Harefa dan Bapak Man Harefa. Kedua narasumber tersebut adalah Tokoh Masyarakat

Nias dan budayawan, sekaligus yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang kesenian

yang ada di Nias, khususnya di Gunungsitoli. Selain itu, penulis juga mewawancarai

pemain musik serta beberapa tokoh masyarakat lainnya yang berkaitan dengan

pengembangan tulisan ini.

1.5.2.3 Perekaman

Untuk Pelaksanaan kegiatan ini, penulis menggunakan Kamera dan handycam

serta gadget lainnya. Adapun spesifikasi yang akan dipakai yaitu: kamera DSLR Nikon

D5000, Handycam merk Sony, serta untuk melakukan perekaman atau

pendokumentasian foto yang tak terduga atau mendadak, penulis sudah menyiapkan

handphone blackberry 9980 dan ipad2. Masing-masing alat tersebut menggunakan slot

kartu memori mikro, sehingga mempermudah penulis untuk mengakses dan menyimpan

datanya ke komputer. Dalam keperluan penulisan ini, penulis juga memakai soundcard

Lexicon alpha untuk mendapatkan hasil suara yang maksimal agar membantu penulis

untu melakukan transkripsi dan analisa tentang mamözi aramba.

1.5.2.4 Analisis Data di Laboratorium

Informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan

hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja

laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan

Page 23: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

15

skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai

dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut

Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data

kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan

memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis

makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut.

Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara

deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh

penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung ensambel Mamözi Aramba di

Gunungsitoli. Komponen pendukung tersebut adalah Pemain musik, Alat musik dan

narasumber yang ada di Gunungsitoli.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian berada Kota gunungsitoli secara keseluruhan. Untuk meneliti

tentang informasi dasar mamözi Aramba, peneliti memilih meneliti di Museum Pusaka

Nias. Untuk melihat dan meneliti mamözi aramba di upacara perkawinan, peneliti

memilih acara perkawinan Rahmat Zendratö dan April Daeli di Gunungsitoli pada

tanggal 18 Mei 2012. Dan untuk melihat dan menyaksikan cara bermain dan

pertunjukan mamözi aramba sebagai pengiring tari-tarian, penulis memilih kediaman

Bapak Man Harefa di desa Sifalaete, Gunungsitoli.

Page 24: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

16

BAB II

IDENTIFIKASI LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran umum Kota

Gunungsitoli

Kota Gunungsitoli adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kota

ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, pada 29 Oktober 2008,

sebagai salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten Nias. Kota Gunungsitoli merupakan kota

terbesar yang ada di Pulau Nias. Dahulu kota tersebut merupakan pusat perekonomian di

pulau Nias, dan juga menjadi ibukota dari kabupaten Nias. Selain itu kota Gunungsitoli juga

menjadi gerbang utama untuk menuju tempat pariwisata ke kabupaten lain, seperti Teluk

Dalam, Sirombu, Kepulauan Hinako, dan lain-lain. Di Kota Gunungsitoli terdapat satu

pelabuhan yang dikenal dengan nama Labuha Angi yang artinya pelabuhan angin dan satu

bandar udara yang disebut Binaka.

Kota Gunungsitoli berasal dari nama sebuah gunung yang terletak di dalam kota

Gunungsitoli, yaitu Hili Gatoli yang disebut juga Tetehöli Ana’a. Kata tersebut berasal dari

nama seorang pemuda keturunan seorang raja dari Nias bagian utara yang merantau dan

singgah di sebuah gunung. Di gunung tersebut pemuda itu meninggal dan dikuburkan, lalu

masyarakat yang ada di sekitar tersebut menamai daerah tersebut menjadi Hili Gatoli. Kata

Hili Gatoli jika diterjemahkan ke bahasa Melayu, menjadi Hili: Gunung; Gatoli: Sitoli. Jadi

jika diartikan ke bahasa Melayu, Hili Gatoli adalah Gunungsitoli (F. Zebua, 1996:124). Lalu

terjemahan tersebut diaplikasikan ke dalam nama suatu daerah yang lama-kelamaan

mengalami perkembangan menjadi sebuah kota menjadi kota yang disebut kota Gunungsitoli.

Page 25: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

17

Sebelum menggunakan nama Gunungsitoli, masyarakat Nias menamai daerah tersebut

dengan Luaha Nou, yang artinya muara sungai Nou. Nama ini berasal dari sebuah muara

yang terdapat di pusat kota Gunungsitoli sekarang.

2.1.1 Letak Geografis Kota Gunungsitoli

Kota Gunungsitoli terletak di bagian tengah Pulau Nias. Kota tersebut menjadi daerah

yang mempunyai batas dengan kabupaten Nias Utara dan kabupaten Nias. Adapun

kecamatan-kecamatan dari kabupaten lain yang berbatasan dengan kota Gunungsitoli, yaitu :

- Bagian Utara: Kecamatan Sitolu Ori (Kabupaten Nias Utara),

- Bagian Selatan: Kecamatan Gidö dan Hili Serangkai (Kabupaten Nias),

- Bagian Barat: Kecamatan Alasa Talumuzoi dan Namohalu Esiwa (Kabupaten Nias

Utara) dan Hiliduho (Kabupaten Nias), dan

- Bagian Timur: Samudera Indonesia.

Kota Gunungsitoli mempunyai 6 kecamatan, dimana kecamatan tersebut berasal dari

hasil pemekaran yang dahulu hanya sebuah desa. Satu hal yang unik dari kecamatan tersebut,

yaitu di dalam kota Gunungsitoli, masih terdapat sebuah kecamatan yang bernama

Gunungsitoli juga. Hal ini disebabkan karena dahulu Kota Gunungsitoli merupakan ibu kota

dari Kabupaten Nias sebelum pemekaran dilakukan pada tahun 2008 (Bapak Yas Harefa 12

Mei 2012). Adapun kecamatan tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Gunungsitoli, Kelurahan Pasar Gunungsitoli,

2. Gunungsitoli Alo'oa, Nazalou Alo'oa,

3. Gunungsitoli Barat, Tumori,

4. Gunungsitoli Idanoi, Dahana,

5. Gunungsitoli Selatan, Ononamolo Lotu,

6. Gunungsitoli Utara, Afia.

Page 26: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

18

Dalam kecamatan tersebut terdapat sedikit perbedaan tradisi adat dan logat bahasa,

khususnya di Kecamatan Gunungsitoli Utara dengan Kecamatan Gunungsitoli yang terdapat

di Kelurahan Pasar Gunungsitoli. Perbedaan yang menonjol adalah intonasi dan logat bahasa

Nias yang dipakai, tetapi perbedaan tersebut tidak berpengaruh kepada kosa kata yang

dipakai.

Luas kota Gunungsitoli adalah 496,36 km², besar kota Gunungsitoli hanya 1/3 dari kota

Medan yang merupakan kota terbesar yang ada di pulau Sumatera dan terletak di provinsi

Sumatera Utara. Kota Gunung Sitoli termasuk dalam kotamadya satu-satunya yang ada di

pulau Nias sampai sekarang. Sampai saat ini kota tersebut masih mengalami proses

pengembangan dari segi infrastuktur, perkonomian dan pendidikan (Man Harefa 4 Februari

2012). Hal ini disebabkan karena pemerintah kota Gunungsitoli yang mempunyai rencana

mengubah kota Gunungsitoli menjadi ibukota provinsi nantinya apabila terjadi pemekaran di

pulau Nias. Saat ini sudah empat daerah yang mengalami pemekaran di pulau Nias, yaitu

Kabupaten Nias Barat, Nias Selatan, Nias Utara dan kota Gunungsitoli. Keempat daerah

pemekaran tersebut berasal dari satu kabupaten, yaitu kabupaten Nias. Saat ini terdapat empat

kabupaten dan satu kotamadya di pulau Nias.

2.1.2 Iklim

Kota Gunungsitoli memiliki iklim Tropis dimana rata-rata suhu daerahnya berkisar 25-

29˚Celcius. Namun demikian sesuai dengan perubahan iklim di dunia, sekarang kita bisa

merasakan cuaca ekstrim di sana dalam musim tertentu. Apabila siang hari, kita bisa

merasakan sengatan matahari yang terik dan disaat malam kita bisa merasakan dingin yang

luar biasa. Hal ini disebabkan karena Kota Gunungsitoli terdapat pantai dan perbukitan. Di

daerah pantai, kita akan merasakan udara yang panas, terutama pada siang hari, sebaliknya

jika di daerah perbukitan kita akan merasa cuaca yang dingin. Selain itu di kota Gunungsitoli

Page 27: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

19

jarak pantai dengan perbukitan lumayan dekat, sehingga menyebabkan cuaca ekstrim pada

musim-musim tertentu, seperti merasa panas luar biasa pada siang hari, dan dingin yang

menusuk pada malam hari. Menurut Bapak Man Harefa (20 Mei 2012), dalam musim tertentu

Kota Gunungsitoli akan mendapatkan curah hujan yang sangat tinggi, dimana kita akan

merasakan situasi hujan sampai 8 jam lebih. Namun sesuatu yang unik, yaitu dengan kondisi

tersebut kota Gunungsitoli sangat jarang terkena banjir, hal ini disebabkan karena Kota

Gunungsitoli yang masih mempunyai drainase yang cukup baik di daerah pantai, dan juga

karena sebagian dataran tinggi yang terdapat di Kota tersebut.

2.1.3 Struktur Pemerintahan

Gunungsitoli adalah sebuah kota yang di pimpin Oleh Walikota yang saat ini dijabati

oleh Drs. Martinus Lase, M.SP. Pada bulan April 2011, walikota tersebut memberikan

kesempatan bagi Kabupaten Nias melakukan sebuah acara pertunjukan yang dinamakan

sebagai Pesta Budaya Nias, yaitu sebuah acara pertunjukan kesenian, perlombaan, dan

pertunjukan seni rupa ciri khas kebudayaan Nias yang berlangsung selama beberapa hari

(menyerupai Pekan Raya Sumatera Utara di Medan) yang bertujuan untuk menarik turis dan

melestarikan pariwisata serta kesenian yang ada di Kota Gunungsitoli. Kegiatan ini pernah

diadakan sebelumnya sejak tahun 1983 yang diadakan sekali dua tahun dan lama-kelamaan

berubah menjadi sekali empat tahun dan terakhir dilakukan pada tahun 2011. Dahulu nama

acara tersebut dikenal sebagai pesta Ya’ahowu (Man Harefa 6 Mei 2012).

2.1.4 Demografi

Komoditas unggulan Kota Gunungsitoli yaitu sektor sub sektor perkebunan. Komoditas

yang diunggulkan berupa kopi, kakao, karet, dan cengkeh. Hal ini disebabkan karena cuaca

yang tropis yang menyebabkan tanaman tersebut tumbuh dan subur pada daerah-daerah yang

Page 28: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

20

ada di Kota Gunungsitoli (Man Harefa 11 Februari 2012). Selain itu, di pinggir pantai Kota

Gunungsitoli kita akan melihat banyak pohon kelapa yang tumbuh. Tanaman tersebut juga

merupakan salah satu komoditas unggulan dan terbanyak yang ada di Kota Gunungsitoli.

Dalam segi pariwisata, kota Gunungsitoli terkenal dengan rumah adat yang

menunjukan ciri khas kebudayaan Nias bagian utara yang ada di daerah Tumöri, gua Tögi

Ndrawa yang dikenal sebagai gua tempat persembunyian Ono Niha (Orang Nias) yang

sedang berperang melawan penjajah, dan Museum Pusaka Nias yang terkenal sebagai tempat

pustaka kebudayaan Nias dari alat musik sampai ke rumah adat, buku-buku peninggalan

sejarah, dan lain-lain. Selain itu kita juga bisa menikmati pariwisata alam yang ada di pantai,

seperti pantai Laowomaru yang terkenal dengan dongengnya yang berisikan tentang

seseorang yang paling kuat di pulau Nias yang memiliki rambut kawat (mbu kawa) sebagai

kekuatannya. Selain itu terdapat juga pantai Hoya, pantai Miga, teluk belukar Olora yang

berbentuk seperti danau, dan sebagainya.

2.2 Masyarakat Nias di Gunungsitoli

Kota Gunungsitoli dihuni oleh berbagai suku, antara lain suku Nias, Batak, Padang,

Jawa dan Aceh. Bahasa yang digunakan di sana adalah Bahasa Indonesia dan bahasa daerah

(mayoritas bahasa Nias). Ada sesuatu yang unik bisa kita didapatkan di Kota Gunungsitoli,

yaitu masyarakat kota Gunungsitoli yang berasal dari suku lain selain suku Nias yang sudah

menetap di Nias sebagian bisa berbahasa Nias, begitu juga dengan suku Cina yang ada di

Nias, bahkan mereka lebih tahu berbahasa Nias daripada bahasa suku mereka sendiri. Ini

disebabkan karena pemakaian bahasa Nias lebih sering dipakai, bahkan melebihi pemakaian

Bahasa Indonesia (Yas Harefa 5 April 2012).

Page 29: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

21

Masyarakat Nias atau ono Niha adalah masyarakat pertama yang tinggal dan membuat

Kota Gunungsitoli, berikut penjelasan tentang sejarah berdirinya kota Gunungsitoli yang

dirangkum dari buku Sejarah berdirinya kota Gunungsitoli (F. Zebua 1996:124).

2.2.1 Sejarah Berdirinya Kota Gunungsitoli

Dahulu pada masa sistem kerajaan, Kota Gunungsitoli adalah kawasan kerajaan

Laraga, kerajaan yang ada bermukim di Idanoi. Kerajaan tersebut merupakan kerajaan yang

pertama yang ada di bagian utara-timur pulau Nias. Kerajaan tersebut mempunyai beberapa

perkampungan yang disebut banua/mbanua, seperti banua Turewodo dan banua

Tuhemberua. Dahulu kerajaan Laraga ini terkenal kuat dalam berperang walaupun akhirnya

dikalahkan oleh kerajaan lain, yaitu Niha yöu yaitu orang nias yang berasal dari sebuah

kerajaan di sebelah selatan Nias (F. Zebua ,1996:40).

Setelah kerajaan Laraga pecah, maka seorang balugu atau bangsawan bernama

Samönö Tuhabadanö Zebua mengupayakan untuk menyatukan kerajaan Laraga kembali.

Beliau membaharui komposisi badan pemerintahannya, kemudian meresmikannya dengan

melakukan suatu upacara adat yang disebut Owasa Ori dan diteruskan dengan melakukan

fondrakö laraga pada tahun 1627. Fondrakö laraga adalah suatu acara adat Nias yang

bertujuan untuk mengesahkan suatu keputusan hukum adat tentang sistem pemerintahan pada

zaman dahulu (F. Zebua, 1996:45).

Beberapa tahun kemudian, teman dari bangsawan Samönö Tuhabadanö Zebua beserta

kedua temannya dari raja mado (marga) Harefa dan raja dari mado (marga) Telaumbanua

mencoba membuat sebuah mbanua (perkampungan) yang baru, di mana areal lokasinya dari

sungai Nou menyisir sampai Labua Angi-Turemba’a dan dibagian barat menyisir kaki bukit

dari Sabango-Tögizareu-Hiligatoli-Turemba’a. Ketiga orang tersebut (Raja Zebua, Harefa

dan Telaumbanua) dipanggil dengan Sitölu tua, yang artinya ketiga orang tua. Orang tua yang

Page 30: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

22

dimaksud dalam konteks ini adalah orang yang bijaksana dan berwibawa. Sitölu tua

merealisasikan mbanua yang baru tersebut dengan melakukan Fondrakö Bonio Ni’owuluwulu

pada 7 April 1629 dan itu menjadikan cikal bakal berdirinya Gunungsitoli (F. Zebua,

1996:124).

Gunungsitoli merupakan sebuah Luaha muara dan menjadi pelabuhan yang dilalui

dan sekaligus menjadi tempat persinggahan kapal-kapal untuk istirahat. Semakin lama Kota

Gunungsitoli yang dulu disebut Toli’ana’a Zebua mengalami perkembangan, dari Luaha

menjadi Fasa (Pasar). Hal ini disebabkan karena para pedagang yang singgah di Luaha

mempunyai ide untuk mengembangkan daerah tersebut menjadi daerah pertukaran barang

dan jasa atau yang disebut dengan fasa. Perkembangan semakin berlanjut sampai pada

akhirnya fasa di Toli’ana’a Zebua berubah menjadi sebuah kota kecil yang disebut Kade

pada tahun 1755, yaitu kota pelabuhan. Perkembangan terus berlanjut seiring dengan

perkembangan zaman, dan akhirnya Gunungsitoli atau Toli ana’a Zebua menjadi Ibu kota

pemerintahan dan disebut Ina Mbanua Danö Niha pada tahun 1840 sampai tahun 2008 (F.

Zebua, 1996:62).

2.2.2 Perkembangan Masyarakat Nias di Gunungsitoli

Dahulu masyarakat Nias sudah memiliki mbanua (perkampungan) disekitar Luaha Nou

(sekarang menjadi Kota Gunungsitoli). Mbanua tersebut merupakan tempat dari leluhur

ketiga marga (zebua, harefa dan telaumbanua) yang bersatu untuk membentuk kota

Gunungsitoli. Mbanua tersebut merupakan perkampungan awal yang ada dan telah dibentuk

sebelum kota Gunungsitoli ada. Kumpulan dari beberapa mbanua tersebutlah yang nantinya

menjadi satu daerah yang dinamakan Hili Gatoli atau Gunungsitoli. Adapun tujuh kampung

(mbanua) pertama yang ada, yaitu.

Page 31: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

23

a. Banua Hilihati

Banua Hilihati adalah kampung pertama yang didirikan disekitar muara sungai Nou di

pusat Kota Gunungsitoli. Kampung ini didirikan oleh seorang raja yang bernama Löchözitolu.

Beliau adalah orang yang pertama menemukan daerah yang nantinya menjadi kota

Gunungsitoli.

Adapun pendapat yang dikemukakan oleh alm F. Zebua (1996:48) tentang asal-usul

kampung tersebut. Menurut beliau dahulu setelah terjadi sebuah peperangan besar yang

disebut peperangan Öri Do, Penduduk kampung Ononamölö dan Onozitoli banyak yang

pindah ke arah utara sampai ke daerah Nihayöu. Penduduk kampung Ononamölö pindah total

hingga kampung itu runtuh. Di tempat mereka pindah, sebagian penduduk ada yang

menganggap tempat itu membawa sial, tidak serasi, dan berefek negatif. Sehingga penduduk

tersebut sebagian kembali meninggalkan daerah mereka dan terus mencari daerah yang

cocok. Setelah beberapa generasi kemudian, seseorang keturunan raja yaitu baginda

Löchözitölu kembali menemukan daerah disekitar Saita Göröba. Di daerah tersebut baginda

Löchözitölu mempunya putra bernama Toli’ana’a. Suatu Hari putra baginda tersebut yang

biasa dipanggil Katoli meninggal lalu dikuburkan di sekitar gunung tersebut. Lalu Bukit

disebut dinamakan Hili Gatoli (Gunung Sitoli). Bukit terseut membentang di sebelah barat

pusat Gunungsitoli (sekarang menjadi perkuburan Cina). Karena Pemukiman Hili Gatoli

dianggap sial, mereka sekeluarga pindah ke bukit sebelah bawahnya. Di situ Baginda

Löchözitölu mendirikan rumah sebagai bakal kampung. Tetapi beberapa saat kemudian,

puteri beliau meninggal dunia dan dikuburkan sekitar bukit itu. Puteri itu bernama Futi Hati

dan di aplikasikan ke nama daerah tersebut, sehingga menjadi Hili Hati (Gunung Hati). Dan

pada akhirnya Löchözitölu pun meninggal dan dikuburkan di daerah tersebut. Banua Hilihati

menjadi tempat pemukiman pertama yang ada di daerah Luaha Nou atau kota Gunungsitoli

Page 32: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

24

(F.Zebua 1996:51). Daerah ini terletak di pusat kota Gunungsitoli, tepatnya di dekat lapangan

Merdeka Gunungsitoli.

b. Banua Hilina’a

Kampung (mbanua) ini adalah kampung yang didirikan oleh keturunan baginda

Löchözitölu, yaitu Bawögowasa Zebua. Mbanua Hilina’a terdapat di atas bukit pusat kota

Gunungsitoli sekarang. Mbanua tersebut merupakan mbanua ke 2 yang ditempati masyarakat

Nias di kota Gunungsitoli (F. Zebua 1996:51). Sampai sekarang masyarakat disini banyak

ditinggali oleh suku Nias yang bermarga Zebua.

c. Banua Dahana

Mbanua Dahana ini didirikan oleh bangsawan dari Onozitoli, yaitu Bawölaraga

Harefa. Disinilah pemukiman mado (marga) Harefa yang pertama. Keturunan Balugu

Bawölaraga Harefa berkembang menjadi leluhur banua Dahadanö, Sogawu-gawu, dan

Sisobahili (F.Zebua 1996:52). Mayoritas yang tinggal di daerah tersebut adalah masyarakat

yang bermarga Harefa. Kampung ini terletak di bagian atas desa Mudik, kota Gunungsitoli.

d. Banua Sifalaete

Mbanua Sifalaete didirikan oleh keturunan Balugu Tumba’ana’a Harefa, yaitu

Sinungaluo Harefa. Beliau bermukim di atas perbukitan sebelah atas kampung Dahana dan

mendirikan pemukiman kedua mado Harefa. Keturunannya berkembang menjadi leluhur

Ombolata. Lawindra, Lauru dan Sihare’ö (F. Zebua 1996:52-53). Kampung ini terletak di

pesisir pantai yang ada di sebelah selatan kota Gunungsitoli. Bila dari Bandar Udara Binaka

Gunungsitoli, kita akan melewati kampung tersebut sebelum sampai di pusat Kota

Gunungsitoli.

Page 33: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

25

e. Banua Lasara

Kampung ini didirikan oleh keluarga Harimao Harefa dan menjadi kampung ketiga

mado Harefa (F.Zebua 1996:53). Kampung ini terletak di desa mudik sekarang. Kampung ini

banyak dihuni oleh Dawa yaitu orang yang bukan asli suku Nias (biasanya disebut pada

orang yang beragama muslim, seperti aceh, padang, jawa, dll). Karena kampung ini dihuni

oleh dawa, maka sebagai adat istiadat terutama dalam upacara perkawinan berbeda dengan

tradisi masyarakat Nias. Hal ini disebabkan karena perbedaan agama dimana mayoritas

agama muslim yang tinggal di kampung tersebut memakai sistem upacara perkawinan

berdasarkan syariat islam (Yas Harefa 3 Mei 2012).

f. Banua Bonio

Daerah ini didirikan oleh baginda Börömbanua Telaumbanua. Sebelumnya beliau

tinggal di Onozitoli, yaitu kampung yang terletak di Nias bagian utara. Namun akibat karena

terjadinya perpecahan dan ketidak cocokan tentang prinsip disaat musyawarah perevisian

hukum adat perkawinan yang menyebabkan bentrok fisik, beliau lari ke daerah Mo’awo

(daerah pelabuhan sebelah utara kota Gunungsitoli) untuk menemui saudara-saudaranya.

Ternyata di tengah perjalanan, dia ditangkap dan dianiaya oleh sekelompok orang yang

kontra dengannya. Lalu dia dilepaskan didaerah tersebut dan dibiarkan pergi. Setelah

kejadian itu, beliau tidak melanjutkan perjalanannya lagi, namun beliau mendirikan rumah

dan banua Bonio. Ini menjadi pemukiman ketiga di kawasan Sungai Nou sekaligus menjadi

pemukiman pertama bagi mado Telaumbanua (F.Zebua 1996:53). Kampung ini sekarang

terletak di desa saombö,sebelah utara kota Gunungsitoli.

Page 34: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

26

g. Banua Fadoro dan Lasara

Kampung tersebut didirikan didaerah Iraono Geba, Tuhemberua, Onozitoli-Sifaoro’asi.

Kampung ini didirikan oleh penduduk yang diusir kampung tetangganya (Sihare’ö) karena

alasan perkembangan desa. Kampung menjadi pemukiman mado Telaumbanua yang kedua,

dan mayoritas yang tinggal dikampung tersebut adalah masyarakat Nias yang bermarga

Telaumbanua (F. Zebua, 1996:54). Sekarang kampung ini terletak di atas bukit sebelah utara

kota Gunungsitoli.

Setelah terbentuknya ke 7 mbanua tersebut, maka keturunan dari 3 leluhur tersebut

yaitu Zebua, Harefa, dan Telaumbanua (sitölu tua) mengadakan Fondrakö Bonio

Ni’owuluwulu, yaitu upacara adat untuk pengesahan penyatuan daerah (F. Zebua, 1996:55).

Hal ini diadakan karena adanya persamaan hukum adat dan adat istiadat, lalu sekaligus

menjadi pengesahan untuk membagi wilayah teritorial. Adapun wilayah tersebut adalah:

1. Wilayah untuk mado (marga) Zebua adalah kawasan tengah, terbentang antar

anak sungai Bogalitö sebelah utara sampai sungai Nou sebelah selatan.

2. Wilayah untuk mado (marga) Harefa adalah kawasan sebelah selatan,

berbatasan dengan sungai Nou dan bagian mado Zebua.

3. Wilayah untuk mado (marga) Telaumbanua adalah kawasan sebelah utara, yang

berbatas pada anak sungai Bogalitö dengan mado Zebua.

Selanjutnya sitölu tua ini mulai bersatu dan saling bekerja sama untuk membangun

Luaha Nou (Gunungsitoli) dalam segi perekonomian hingga pemerintahan. Setelah itu ketiga

leluhur tersebut (sitölu tua) memilih sebuah pemimpin untuk memimpin dan memerintah

daerah tersebut (F.Zebua 1996:55) . Kepala pemerintahannya disebut Salawa Sitölu Tua yang

artinya orang yang memimpin ketiga leluhur.

Seiring perkembangan zaman, Luaha Nou (Kota Gunungsitoli sekarang) semakin

berkembang, dan didatangi orang-orang dari luar dan akhirnya dijajahi Belanda (VOC) pada

Page 35: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

27

tahun 1840 (F.Zebua 1996:65). Lama kelamaan karena terjadinya akulturasi dan kontak

budaya, maka Hili Gatoli yang diterjemahkan dan disebut oleh orang dari luar pulau Nias

menjadi Gunungsitoli (Man Harefa 3 Juni 2012).

Populasi dan adat istiadat masyarakat Nias pun mulai berkembang sesuai dengan

perubahan zaman. Adat istiadat masyarakat Nias di Gunungsitoli pun perlahan-lahan mulai

berubah, akibat terjadinya inkulturasi dan kontak budaya lainnya. Banyak masyarakat Nias

yang pada akhirnya kawin dengan suku di luar Nias, seperti Aceh, Minangkabau, dan Dawa

lainnya. Hal ini menyebabkan sebagian perubahan terjadi, khususnya dalam adat-istiadat

perkawinan.

Dahulu kala sebelum masuknya agama Kristen dan Isla, seluruh masyarakat Nias

memakai babi sebagai makanan atau pemberian penghargaan kepada mertua atau petinggi

lainnya, tetapi sekarang hal ini hanya berlaku kepada masyarakat Nias yang beragama

Kristen saja. Hal ini disebabkan karena babi diharamkan oleh masyarakat beragama Islam,

sehingga otomatis masyarakat Nias yang beragama islam tidak melakukan upacara tersebut.

Pada umumnya masyarakat Nias yang beragama Islam mengikuti upacara dan adat istiadat

menurut syariat Islam, tidak menurut adat-istiadat Nias lagi (Yas Harefa 3 mei 2012).

Pada tahun 2005, Nias terkena gempa berkekuatan 8,3 SR yang menewaskan 500 lebih

penduduk. Mayoritas korban yang meninggal berasal dari Gunungsitoli. Kota Gunungsitoli

sempat menjadi kota mati untuk beberapa hari, kemudian bantuan dari luar datang dan

akhirnya Gunungsitoli kembali aktif. Sejak pasca, perputaran ekonomi di Gunungsitoli

tergolong cepat. Hal ini disebabkan karena banyaknya orang dari luar pulau Nias (luar negeri

maupun luar daerah) yang datang dan memberi bantuan sekaligus membuka usaha yang baru

disana (Man Harefa 5 Februari 2012). Oleh sebab itu, perekonomian masyarakat Nias di

Gunungsitoli semakin lama semakin baik.

Page 36: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

28

Dalam segi kesenian, dahulu kita masih bisa melihat alat musik Nias yang masih eksis,

seperti Lagia, Nduri danga, Nduri mbewe, doli-doli. Namun sejak tahun 1995 alat musik

tersebut semakin lama semakin hilang dan hampir punah. Bapak Man Harefa selaku

sekretaris Dinas pariwisata pada saat itu (Februari 2012) mengutarakan bahwa pada tahun

2010, pemerintah Kabupaten Nias merevitalisasi alat tersebut dan kembali melestarikannya

agar alat-alat musik tersebut bisa kembali diaktifkan dengan cara mempertunjukannya

disetiap acara-acara kesenian yang ada di Gunungsitoli (seperti Pesta Budaya Nias) maupun

di luar Gunungsitoli (seperti di Pekan Raya Sumatera Utara, Taman Mini Indonesia Indah

(TMII) dan pertunjukan lainnya). Hal ini menunjukan bahwa pemerintah mempunyai

kesadaran dan berupaya untuk mempertahankan warisan kebudayaan tersebut, terutama

dalam segi kesenian.

2.3 Kebudayaan Masyarakat Nias di Gunungsitoli

Masyarakat Nias mempunyai kebudayaan yang menganggap bahwa leluhur mereka

turun dari langit, begitu juga dengan seluruh kegiatan upacara adat, bahkan kesenian yang

mereka lakukan pun berasal dari Dewa yang memberikan ilham bagi manusia untuk

melakukan tradisi tersebut (Yas Harefa 11 Februari 2012). Menurut Bpk Yas Harefa, Dewa

Lasara yaitu dewa yang paling tinggi di pulau Nias menurunkan 7 buah keturunannya yang

menjadi laut, sungai, tumbuhan (pepohonan), binatang (babi), lembah, binatang di udara

(burung), dan manusia. Hal ini sampai sekarang masih di ceritakan melalui tradisi syair hoho

dan mite2 dari suku Nias. Hal ini membuktikan bahwa sampai sekarang jika cerita tentang

2Hoho dan mite adalah nyanyian rakyat Nias yang berbentuk syair. Mitos (myth) adala bahagian dari

folklor (cerita rakyat). Dari bentuk atau genre folklor, yang paling banyak diteliti para ahli folklor adalah cerita prosa rakyat. Menurut William R. Bascom, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, iaitu: (1) mite (myth), (2) legenda (legend) dan (3) dongeng (folktale). Mitos adalah cerita prosa rakyat yag dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di dunia yang bukan seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi,

Page 37: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

29

kebudayaan Nias, maka kita akan dibawa ke arah dongeng, legenda ataupun cerita rakyat

yang kebenarannya belum dapat dibuktikan (Hammerle 2001:4). Ini menjadi suatu kelebihan

sekaligus menjadi keunikan dari suku Nias yang masih mempercayai tentang legenda ataupun

dongeng tentang kebudayaannya. Salah satu contohnya adalah mitologi tentang Nias yang

sampai sekarang belum diketahui kebenarannya dari mana asal-usul suku Nias tersebut.

2.3.1 Mitologi tentang Nias

Sampai saat ini, belum ada yang berani menentukan dari mana asal usul Nias,

semuanya masih sebuah interpetasi (penafsiran). Adapun data-data tentang asal usul dan

nama-nama pulau Nias sebelum masyarakat Nias tinggal dan berketurunan di pulau tersebut

yang didapat dan dirangkum penulis dari buku Hammerle, Asal-usul Masyarakat Nias

(2001), ataupun wawancara dengan bapak Yas Harefa dan bapak Man Harefa. Asal-usul dan

nama-nama pulau Nias dahulu adalah sebagai berikut.

a. Hulo Ge’e

Dahulu Pulau Nias dinamakan Pulau Keke atau Hulo Ge’e. Kata tersebut berasal dari

kata Hulo (pulau) dan Keke atau E’e yang artinya burung Kekek, berarti Hulo Ge’e adalah

Pulau burung kekek. Pulau ini dinamai sebagai pulau burung kekek karena dahulu 30 tahun

yang lalu burung kekek (beo Nias) banyak di Nias. Selain itu burung kekek atau burung Beo

Nias menjadi ikon pulau Nias karena dianggap sebagai burung yang pintar dan dapat

berbicara mengikuti manusia. Oleh sebab itu orang luar pulau Nias menamai pulau Nias

sebagai pulau burung kekek atau Hulo Ge’e (Hammerle 2001:5). tetapi tidak dianggap suci—namun legenda ditokohi oleh manusia, meski kadangkala memiliki sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal sekarang, waktu terjadinya belu begitu lama. Dogeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya ceritera, tidak terikat oleh waktu dan ruang (lihat Bascom, 1965:3-20). Parafrase pengertian tiga bentuk ceritera rakyat ini lihat James Danandjaja (1984:50-51).

Page 38: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

30

Di sisi lain, Hulö ge’e mempunyai arti yang berbeda juga. Menurut Matias Fangehao

Zebua pulau Nias disebut Hulo Ge’e yang artinya pulau tangisan. Matias Zebua menganggap

bahwa pulau ini adalah pulau kecil yang ditemukan orang dengan susah payah dan tangisan

ditengah lautan. Kata Ge’e yang dimaksudkan disini berasal dari kata Mege-ege yang artinya

menangis (Hammerle 2001:5).

b. Hulo Solaya-laya

Jika diartikan kedalam bahasa indonesia, Hulo Solaya-laya adalah pulau yang terapung-

apung/ Pulau yang menari-nari. Pulau Nias adalah pulau yang tergolong kecil, dimana

disekitarnya masih terdapat pulau yang lebih kecil dan bertebaran disebelah selatan dan barat.

Karena dikelilingi oleh samudera yang luas, pulau ini dinilai seperti benda yang terapung-

apung di tengah samudera yang gampang diombang-ambingkan oleh pukulan ombak, dan

rawan bencana seperti gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Hal ini yang menjadikan pulau

Nias disebut pulau yang mengapung atau Hulo Solaya-laya (Hammerle 2001:5). Sebutan

Hulo solaya-laya bagi pulau Nias juga dapat kita temukan di dalam salah satu syair nyanyian

rakyat Nias, yaitu hoho (Hammerle 2001:5). Dalam Hoho tersebut, Pulau Nias digambarkan

dan disebut sebagai Hulo solaya-laya (pulau yang menari-nari).

c. Uli danö

Pulau ini dianggap orang Nias atau ono Niha sebagai tempat kelahiran mereka. Orang

Nias menganggap mereka lahir dan hidup dari tanah. Jika diartikan, Uli danö adalah kulit

tanah. Orang Nias menganggap mereka tinggal di tanah kelahiran mereka yang mereka sebut

uli danö (Hammerle 2001:5). Sebutan ulidanö sampai sekarang masih dipakai orang Nias,

khususnya masyarakat Nias yang sedang merantau ataupun tinggal di luar pulau Nias, mereka

menyebut pulau Nias dengan kata Uli danö (Man Harefa 4 April 2012).

Page 39: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

31

d. Tanö Niha

Secara umum, banyak suku-suku di dunia yang menganggap dirinya lebih tinggi dan

lebih manusiawi dari pada suku-suku lain (Hammerle 2001:7). Prinsip ini juga berlaku bagi

masyarakat Nias. Hal ini terbukti dari masyarakat Nias yang menyebut dirinya Ono Niha

yang artinya manusia atau anak manusia. Sedangkan orang yang bukan berasal dari Nias

mereka sebut Ndrawa yang artinya orang asing. Contohnya adalah Ndrawa Hulandro (orang

asing dari Belanda), Ndrawa Aceh (orang asing dari Aceh), dan sebagainya. Tetapi istilah

Ndrawa ini tidak berlaku bagi orang berketurunan Cina. Masyarakat Nias menyebut orang

Cina sebagai Kehai atau Gehai.

Begitu Juga dengan pulau Nias, masyarakat menyebutnya Tanö Niha. Jika

diterjemahkan, Tanö Niha artinya Tanah manusia atau Tanah orang. Ini menunjukan bahwa

dahulu masyarakat Nias menganggap pulau Nias tersebut adalah pulaunya manusia, dan tidak

ada lagi pulau lain yang dihuni manusia selain pulau Nias (Hammerle 2001:7).

Di sisi lain pada tahun 1154, seseorang bernama Edrisi menyebut Nias adalah Niyan

dalam bukunya. Begitu juga dengan Kaswini (1203-12830 yang menulis tentang Niyan (Nias)

dalam bukunya (Hammerle 2001: 7). Dari data tersebut, kita bisa berpikir bahwa mungkin

ada kaitannya kata antara Niyan, Niha dan Nias.

e. Payung Matahari

Dalam tesisnya di Universitas Cornell (1986) Yoshiko Yamamoto menulis bahwa

orang Cina menamakan pulau Nias sebagai payung Matahari (Parasol Island). Keterangan ini

diperkuat dengan ditemukannya perkampungan Cina di wilayah Gomo. Menurut Hammerle

(2001:8), hal ini membuat beliau berpikir bahwa penghuni pulau Nias menggemari

pemakaian payung matahari, atau payung matahari adalah sesuatu yang penting di pulau

Nias. Namun menurut penulis, sampai sekarang kebenaran dari pernyataan tersebut belum

Page 40: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

32

bisa dibuktikan, karena belum adanya narasumber lain ataupun data-data akurat yang dapat

menjelaskan tentang hubungan payung matahari dengan pulau Nias tersebut.

f. Ninive, Nei Ha, dan Niha

S.W. Mendröfa alias Ama Rozaman Mendröfa dalam bukunya Fondrakö Ono Niha

(Hammerle 2001:8) mengatakan bahwa ada sebuah cerita yang menarik tentang asal-usul

masyarakat Nias (pada tahun 1920). Cerita tersebut belum bisa dipastikan kebenarannya, bisa

berupa legenda ataupun mitologi semata. Adapun cerita tersebut yang berisikan sebagai

berikut.

Dahulu sesudah Kota Ninive jatuh (di Persia daerah Syur), muncullah seorang raja

bernama Ninus dan mendirikan kota Hilleh, kemudian beliau memperluas kerajaannya.

Kerajaan ini disebut kerajaan Ninus Hilleh. Para panglima dari kerajaan ini gemar berlayar

untuk mencari daerah-daerah lain untuk dijadikan bagian dari kerajaan Ninus Hilleh.

Kelompok panglima yang gemar berlayar ini menamakan diri sebagai pengikut N. H. (baca

Nei Ha) yang artinya pengikut Ninus Hilleh.

Tiba suatu saat pengikut N.H. tersebut menemukan suatu pulau dan menamainya pulau

N.H. (baca Nei Ha). Lalu rombongan tersebut tinggal dan berketurunan di pulau tersebut.

Lama kelamaan setelah beberapa generasi, keturunan-keturunan tersebut yang disebut Nei Ha

berubah menjadi Niha. Keturunan-keturunan tersebut juga menamakan pulau ini menjadi

Tanö Niha dan mereka adalah Ono Niha (anak N.H.).

g. Teteholi Ana’a

Teteholi Ana’a adalah kerajaan langit yang dipercaya dan diyakini masyarakat Nias

pernah ada (Yas Harefa 23 Mei 2012). Menurut Drs. Haji A.M. Zebua dalam bukunya yang

berjudul Umanö berpendapat bahwa kita dapat mencari asal usul Nias dari negeri Arab

Page 41: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

33

zaman dahulu (Hammerle 2001:9), sebelum masuknya pengaruh agama Kristen dan Islam di

pulau tersebut. Dalam buku tersebut, beliau mencantumkan persamaan data-data mengenai

kerajaan Teteholi Ana’a (kerajaan Nias) dengan negeri Arab. Adapun data-data tersebut,

yaitu:

- Suku Ono Niha mewajibkan sunat pada semua anak laki-laki dengan cara dipotong

ujung kulit kemaluannya setelah berumur 9-14 tahun. Tradisi ini ditemukan hanya

pada bangsa Arab.

- Tradisi suku Nias yang menomorduakan anak perempuan dalam keluarga. Hal ini

menggambarkan kabilah-kabilah Arab.

- Suku Ono Niha menganut Patriachat seperti bangsa Arab

- Kepercayaan suku Nias sebelum masuknya pengaruh agama Islam dan Kristen adalah

Animisme, serupa dengan yang dijumpai di Arab dahulu.

- Banyak nama-nama orang dan nama-nama tempat yang bersamaan di Arab dan di

Tanö Niha, antara lain :

a. Nama-nama orang : Tuha Möka, Ara, Lowalangi, Kura’a, Sirao, dll.

b. Nama-nama tempat dan sungai : Gomo, Lasara, Ma’u, Batötö, dll.

c. Bahasa : Umanö (Amanah), Mangötö-batuta, Na’ua-ma’un, Hanao-tahanut,

dll.

- Suku Nias dan Arab percaya bahwa nenek moyang mereka pertama kali turun dari

langit.

- Suku Nias dan Arab sama-sama hidup dari perburuan dan tinggal di gunung-gunung

dan sama sekali bukan pelaut.

- Suku Nias menggambarkan Tanö Niha sebagai kerajaan langit (Teteholi Ana’a). Hal

ini melukiskan bahwa negeri asal mereka adalah tanah tandus yang sangat miskin

(gurun di Arab).

Page 42: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

34

- Cara berpakaian Ono Niha yang memakai jubah bagi pria dan menutup seluruh

anggota badan bagi kaum wanita. Hal ini ditemukan juga di Arab.

- Kebiasaan bersyair dan penghormatan yang luar biasa terhadap leluhur menunjukkan

persamaan yang amat erat antara kabilah Arab dengan suku Ono Niha.

- Kebiasaan membungakan pinjaman.

- Kebiasaan meminum tuak/kharm.

- Kebiasaan memberi dan menerima jujuran yang besar.

- Kebiasaan memakai tombak sebagai alat berburu dan berperang (suku Nias tidak

mengenal panah).

- Kebiasaan menguburkan jenazah orang meninggal (tidak dibakar seperti di Bali

ataupun disimpan di goa seperti Toraja). Hal\ ini terdapat pada orang-orang Arab.

- Kebiasaan menghukum pezinah dengan hukuman mati (pada zaman dahulu sebelum

Belanda masuk dan menjajah Nias).

- Kebiasaan mengusung penganten perempuan.

- Suku Nias mengenal perbudakan, setiap raja memiliki budak. Hal ini ditemukan juga

di Arab.

Data-data tersebut adalah persamaan adat istiadat kerajaan di Arab zaman dahulu

dengan Kerajaan di Nias yaitu Tetehöli Ana’a. Namun menurut Hammerle persamaan

tersebut tidak hanya ditemukan pada kerajaan Arab saja, namun terdapat juga pada negara

lain (Hammerle 2001:12). Hal ini menimbulkan kesimpangsiuran dari mana asal usul

masyarakat Nias sebenarnya.

Menurut Bapak Man Harefa (2 Feb 2012) bisa jadi suku Nias berasal dari salah satu

suku yang berada di wilayah ras mongoloid yang dahulu pindah ataupun terdampar di daerah/

pulau Nias. Hal ini dibuktikan dengan adanya persamaan kebudayaan dan tradisi pada salah

Page 43: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

35

satu suku di Vietenam, yaitu suku Naga (Hammerle 2001:117). Hal ini dilihat dari persamaan

logat, beberapa persamaan bahasa dan upacara adat yang ada.

Dari semua informasi tersebut, belum ada yang membuktikan dari mana asal usul dan

histori suku Nias sebenarnya, semua itu hanya pendapat dan interpetasi saja (Hammerle

2001:1-3). Namun setidaknya beberapa ahli telah mencoba meneliti dan melakukan berbagai

kegiatan untuk mencari tahu dari mana asal usul Nias tersebut.

Selain mitologi asal-usul kebudayaan masyarakat Nias, ada juga tanggal dan waktu

berdasarkan tradisi suku Nias. Pada zaman dahulu sistem waktu dan tanggal tradisi Nias

tersebut dipakai dalam kegiatan masyarakat Nias sehari-hari, termasuk menjadi pedoman

dalam melakukan upacara adat, seperti perkawinan ataupun pesta rakyat lainnya.

2.3.2 Waktu dan Tanggal Menurut Orang Nias

Dahulu masyarakat Nias sama sekali tidak mengenal waktu dan tanggal kabisat yang

telah distandarisasikan seperti sekarang. Masyarakat Nias melihat waktu dan tanggal

berdasarkan arah matahari, bintang dan bulan. Tradisi ini dipakai sebagai pedoman bagi

masyarakat Nias untuk melakukan kegiatan sehari-hari, dari pergi bekerja, memanen, ataupun

melakukan upacara-upacara adat, seperti owasa, pesta perkawinan, pesta rakyat, dan

sebagainya. Begitu juga dengan melakukan kesenian tradisional, seperti mamözi Aramba,

masyarakat Nias melakukan kegiatan tersebut dengan melihat waktu yang sesuai dengan

tradisi yang ada, contohnya mamözi Aramba pada perkawinan dipakai disaat Laluo wongi

(pagi hari) sampai talu mbongi (tengah malam), dan disaat Aefa talu mbongi (lepas tengah

malam) mamözi Aramba tidak lagi dimainkan (Man Harefa 6 Februari 2012). Adapun

kalender harian (waktu) bagi masyarakat Nias yang dikutip dan dirangkum dari buku jejak

cerita rakyat Nias oleh Victor Zebua (2010) adalah:

- 00.00 WIB : Talu mbongi (tengah malam).

Page 44: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

36

- 01.00 WIB : Aefa talu mbongi (lepas tengah malam).

- 02.00 WIB : Samuza kiarö (waktu terjaga pertama).

- 02.00-02.30 WIB : Miwö manu siföföna (ayam berkokok pertama kali).

- 03.00 WIB : Miwo manu mendrua (ayam berkokok kedua kali).

- 04.00 WIB : Miwo manu si tatalu (ayam berkokok pertengahan).

- 05.00 WIB : Miwo manu si fadoro ( ayam berkokok beruntun dan

bersahutan).

- 05.00 WIB : Möi Zamölö (penyadap aren mulai bekerja).

- 05.15 WIB : Miwo manu safuria (ayam berkokok untuk terakhir kalinya).

- 05.30 WIB : Afusi newali (perkarangan rumah mulai terang).

- 05.30-06.00 WIB : Muhede riwi (jangkrik berbunyi).

- 06.00 WIB : Tumbu Luo (matahari terbit).

- 06.30 WIB : Ahulö wongi, mofanö niha ba halöwö (pagi sekali, orang pergi

bekerja).

- 07.30 WIB : Aefa zi möi tou, te’anö niha ba halöwö (orang siap buang air,

para pekerja semua sudah berkumpul).

- 08.00 WIB : Otufo namo (embun pagi mengering).

- 10.00 WIB : Aukhu zino (udara mulai panas).

- 11.00 WIB : Mangawuli zimohalöwö (pekerja pulang).

- 12.00 WIB : Laluo (tengah hari).

- 13.00 WIB : Ahole yöu (matahari miring ke utara).

- 15.00 WIB : Aso’a yöu (matahari tumbang ke utara).

- 16.00 WIB : Alawu Adogo (matahari jatuh mendekat).

- 17.00 WIB : Mangawuli zimili ba danö (pekerja pulang ke rumah).

Page 45: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

37

- 17.30 WIB : Mondra’u manu (menangkap ayam, memasukkan ayam ke dalam

kandang).

- 17.30-18.00WIB : Manuge manu (ayam hinggap di kandang).

- 18.30 WIB : Ogömi-gömi (gelap).

- 19.00 WIB : Mondrino gö (memasak makanan).

- 20.00 WIB : Asoso gö, inötö wemanga (makanan sudah masak, waktunya

makan).

- 21.00 WIB : Manga niha sara (waktu makan malam yang telat).

- 22.00 WIB : Mörö Niha (waktunya tidur).

- 23.00 WIB : Ahono mörö niha (orang tidur terlelap).

- 23.30 WIB : Saraö tö mbongi ( malam tinggal sepertiga lagi).

Dari data-data tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa dahulu tidak ada

masyarakat Nias yang bertanya “jam berapa sekarang.” Hal ini disebabkan karena

masyarakat Nias sudah bisa merasakan waktu di saat mereka melihat matahari, bulan, dan

sekeliling mereka. Berbeda dengan sekarang yang seiring dengan perkembangan zaman dan

teknologi, masyarakat Nias sudah menjadikan jam yang distandarisasikan (Waktu Indonesia

bagian Barat) sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain kalender harian, dahulu masyarakat Nias juga mempunyai kalender tahunan.

Tetapi kalender tahunan ono Niha berbeda dengan kalender tahunan Gregorian yang kita

pakai sampai sekarang (V. Zebua 2010:5). Kalender tahunan masyarakat Nias berpedoman

pada rasi bintang yang di sebut Sara Wangahalö. Menurut masyarakat Nias (Agner Moller

1976), salah satu asal usul Sara Wangahalö adalah berdasarkan cerita yang dirangkum dari

Victor Zebua (2010) sebagai berikut:

Menurut cerita masyarakat Nias, dahulu Ndroma dan isterinya Simarimbaua

mempunyai 11 anak. Tiba suatu saat kesebelas anak itu pergi berburu untuk mencari

Page 46: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

38

makanan. lalu ketika pulang, pintu dirumah mereka tidak dibuka. Anak sulung bertanya,

kenapa ayah tidak membukakan pintu. Namun karena tidak ada jawaban, maka anak-anak

tersebut memotong jari-jarinya dan meletakkannya diatas tangga, lalu mereka pergi

meninggalkan rumah. Pada malam hari, Ndroma, budaknya dan isterinya pergi mencari anak-

anak tersebut dengan membawa obor. Namun demikian mereka tidak pernah bertemu, ini

disebabkan karena kesebals anak tersebut telah menjelma menjadi Sara wangahalö. Lalu

Ndroma, budaknya dan Simarimbaua menjelma pula menjadi Ndröfi si tölu (bintang tiga).

Bintang Sara Wangahalö ini berperan penting bagi adat-istiadat masyarakat Nias. Hal

ini disebabkan karena ketergantungan ono Niha melihat bintang tersebut untuk menjadi

pedoman memanen, ataupun mulai berburu (Viktor Zebua 2010:5). Ketka bintang Sara

muncul di ufuk timur, orang Nias turun ke hutan belukar. Mereka mamohu tanö nowi atau

mamago tanö (menandai tanah huma-ladang). Tanah yang dipilih dibersihkan agar dapat

ditanami. Masa menanam padi berlangsung ketika posisi bintang Sara setinggi matahari di

pukul 08.00 hingga puku 10.00. Masa menuai saat bintang Sara dilangit sebelah barat,

setinggi matahari pukul 02.00 hingga 04.00 sore. Bintang ini kelak hilang di ufuk barat,

kemudian muncul kembali di ufuk timur. Bintang ini berlangsung selama 12 kali bulan

terang, artinya dalam waktu satu siklus, bintang in berlangsung 12 bulan (V. Zebua 2010:6).

Posisi Sara ditentukan berdasar posisi matahari. Menurut kearifan lokal Nias, satu jam

waktu edar matahari setara dengan satu bulan waktu edar Sara Wangahalö. Karena matahari

beredar dari timur ke barat selama 12 jam dalam sehari, maka kurun waktu jam posisi

matahari identik dengan kurun waktu bulan posisi Sara Wangahalö. Sara Wangahalö terbit

diufuk timur awal April, dan terbenam di ufuk barat awal Maret. Dengan demikian, kurun

waktu satu siklus peredaran Sara Wangahalö relatif dapat dipadankan denghan kurun waktu

setahun kalender Gregorian (V. Zebua 2010:7).

Page 47: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

39

Gambar 1 : Peredaran Sara Wangahalö

Sekitar awal April Sara Wangahalö terbit di ufuk timur, terlihat saat matahari

terbenam. Dua bulan kemudian, bila bintang ini berada pada posisi matahari pukul delapan

(sekitar Juni), orang mulai menanam padi. Periode terbaik menanam padi hingga Sara

Wangahalö berada pada posisi pukul sepuluh (sekitar Agustus). Sementara periode terbaik

menuai saat posisi Sara Wangahalö berada pada posisi matahari pukul dua hingga empat

sore, terlihat saat matahari terbit (sekitar Desember-Februari). Tenggang waktu usai mamasi

(musim menuai padi) hingga terbenamnya Sara Wangahalö di ufuk barat (sekitar Februari-

Maret) dipakai untuk pembersihan lahan.

Lahan itu kemudian dijadikan ladang ubi yang lazim digarap kaum wanita. Periode ini

disebut inötö otalua halöwö saukhu (masa senggang kawasan pertanian). Dalam periode ini

diselenggarakan berbagai acara penting masyarakat tradisional Nias, seperti perkawinan,

pendirian rumah, pesta pengangkatan gelar seperti Owasa, maupun pesta rakyat atau

Fondrakö.

Page 48: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

40

Kurun waktu satu bulan pasti berlangsung 30 hari. Masyarakat Nias juga mempunyai

nama-nama hari sepanjang satu bulan. Hari pertama adalah ketika bulan sabit terlihat di ufuk

barat saat matahari terbenam. Selama 15 hari, setiap hari penampakan bulan berubah hingga

menjadi tuli (purnama). Menurut Viktor Zebua (2010) nama-nama hari itu adalah :

- Sambua desa’a : bulan pertama (hari pertama)

- Dombua desa’a : bulan kedua (hari kedua)

- Tölu desa’a : bulan ketiga (hari ketiga)

- Öfa desa’a : bulan keempat (hari keempat)

- Melima desa’a : bulan kelima (hari kelima)

- Me’önö desa’a : bulan keenam (hari keenam)

- Mewitu desa’a : bulan ketujuh (hari ketujuh)

- Mewalu desa’a : bulan kedelapan (hari kedelapan)

- Meziwa desa’a : bulan kesembilan (hari kesembilan)

- Fulu desa’a : bulan kesepuluh (hari kesepuluh)

- Mewelazara desa’a : bulan kesebelas (hari kesebelas)

- Melendrua desa’a : bulan keduabelas (hari keduabelas)

- Feledölu desa’a : bulan ketigabelas (hari ketigabelas)

- Fele’öfa desa’a : bulan keempatbelas (hari keempatbelas)

- Tuli : purnama (bulan kelimabelas)

Selanjutnya bulan masuk fase mati selama 15 hari. Secara berurutan hari-hari bulan

mati atau dimulai dari hari ke 16, yaitu:

- Sulumo’o : hari ke enambelas

- Mendrua akhömi : hari ketujuhbelas

- Medölu akhömi : hari kedelapanbelas

- Mendröfa akhömi : hari kesembilanbelas

Page 49: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

41

- Melima akhömi : hari kedua puluh

- Me’önö akhömi : hari kedua puluh satu

- Mewitu akhömi : hari kedua puluh dua

- Mewalu akhömi : hari kedua puluh tiga

- Meziwa akhömi (zikho) : hari kedua puluh empat

- Mewulu akhömi (Börö Mugu) : hari ke dua puluh lima

- Mewelezara wa’aekhu : hari kedua puluh enam

- Felendrua wa’aekhu (Börö ndriwakha) : hari kedua puluh tujuh

- Sambua-lö aekhu (Talu ndriwa) : hari kedua puluh delapan

- Aekhu mbawa (Ahakhöwa) : hari kedua puluh

sembilan

- Fasulöta (fasulöna) : hari ketiga puluh

Masyarakat Nias dahulu tidak mengenal nama-nama hari dalam seminggu (kalender

mingguan). Nama-nama hari mereka berdurasi selama sebulan (kalender bulanan). Sehingga

makna hari dalam kalender bulanan tradisional adalah ‘tanggal’. Penanggalan ini berguna

terutama untuk menentukan hari baik ataupun hari keberuntungan bagi masyarakat Nias. Hal

ini berbeda dengan zaman sekarang, masyarakat Nias mengikuti tradisi kalender Gregorian,

termasuk dengan memberikan nama terhadap hari dalam seminggu. Hal ini membuktikan

bahwa pada zaman dahulu untuk mengetahui tanggal dan waktu lebih rumit dibandingkan

pada zaman sekarang yang serba canggih (Man Harefa 6 Februari 2012).

Selain tanggal dan waktu masyarakat Nias, adapun Bahasa yang dipakai di Nias, yaitu

bahasa Nias. Bahasai ini merupakan salah satu tradisi yang dipakai sampai sekarang di dalam

kebudayaan masyarakat Nias. Berikut penjelasan tentang bahasa yang dipakai di Nias.

Page 50: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

42

2.3.3. Bahasa

Masyarakat Nias mempunyai bahasa ibu yang disebut bahasa Nias, dalam bahasa Nias,

orang yang berbicara menggunakan bahasa Nias disebut Li Niha. Dahulu Sebelum ndrawa

(orang yang bukan berasal dari suku Nias) datang ke Nias, semua orang di Nias

menggunakan Li Niha (Yas Harefa 6 Mei 2012). Setelah terjadinya hubungan dengan orang

asing, kemudian sebagian masyarakat Nias (khususnya di Gunungsitoli) mulai mengerti dan

menggunakan bahasa Melayu (sekarang bahasa Indonesia) dan Belanda (khususnya pada

masa penjajahan). Namun demikian, sampai sekarang masih ada masyarakat Nias yang masih

belum mengerti bahasa Indonesia, khususnya pada masyarakat di pedalaman pulau Nias. Hal

ini dibenarkan oleh pendapat Bapak Yas Harefa dan Man Harefa (Mei 2012), kedua beliau

tersebut mengatakan bahwa masih banyak masyarakat Nias yang belum mengetahui bahasa

Indonesia, terutama didaerah terpencil seperti pedalaman di daerah Nias Selatan (Gomo),

maupun di tempat lainnya. Sampai pada tahun 2005, penulis pernah bertemu dengan orang

yang sama sekali tidak mengetahui bahasa Indonesia dan hanya menggunakan Li Niha di

daerah Tumöri.

Satu keunikan dari bahasa Nias, yaitu huruf konsonan pada akhir kata tidak ada. Jadi

apabila masyarakat Nias zaman dahulu jika berbicara dengan memakai bahasa Indonesia

akan terlihat unik, contohnya kata ‘makan, minum, lem, dan rumpu’, ono Niha pasti akan

berkata ‘maka, minu, le, da rupu. Tetapi ini bukan berarti kelemahan dari masyarakat Nias,

karena ini adalah salah satu struktur bahasa Nias, yaitu dengan tidak mempunyai huruf

konsonan pada akhir kata.

Li niha mempunyai semua huruf yang ada dalam bahasa indonesia, ditambah dengan

huruf ö. Jadi bahasa Nias mempunyai 27 huruf. Masing-masing huruf tersebut dibentuk

Page 51: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

43

menjadi sebuah kata dimana akhir kata tersebut ditutup dengan huruf vokal (Man Harefa 3

Februari 2012).

Kita mengetahui struktur bahasa Indonesia adalah ‘S-P-O-K’, maka struktur bahasa

Nias berbeda. Menurut bapak Yas Harefa (2012) struktur bahasa Nias dimulai dari predikat-

subjek- objek- keterangan. Contoh perbedaan bahasa Nias dan Indonesia yaitu :

- Saya pergi ke pasar besok pagi

S + P + O + K

- Möi do ba fasa mahemolu zihulowongi / pergi aku ke pasar besok pagi (terjemahan)

P + S + O + K

Bahasa Nias mempunyai logat dan intonasi yang berbeda-beda sesuai dengan daerah

yang terbagi 3, yaitu utara, tengah dan selatan. Selain itu Masyarakat Nias Utara dan tengah

mempunyai perbedaan kosa kata dengan Nias Selatan. Masyarakat Nias dapat mengetahui

orang tersebut apakah berasal dari Nias bagian utara, tengah atau selatan dari cara mereka

berbicara dan intonasinya. Berikut contoh transkripsi bahasa Nias bagian utara, tengah dan

Selatan (Yas Harefa 31 Januari 2012).

Nias Utara : hezo möi’ö : kemana kamu pergi

Nias Tengah : hezo möi’ö : kemana kamu pergi

Nias Selatan : Haega hö möi : kemana kamu pergi

Bahasa Nias juga mempunyai kata-kata yang artinya sama dengan suku lain (bahasa

serapan). Contoh bahasa tersebut seperti asu, manga (mangan dalam bahasa Batak Toba),

dan sebagainya. Bahasa serapan tersebut bisa ada dalam Li Niha diakibatkan karena kontak

budaya, mungkin dahulu ada sesuatu benda yang namanya tidak terdapat dalam kosa kata

bahasa Nias sehingga Ono Niha memakai bahasa serapan tersebut (Man Harefa 6 Juni 2012).

Page 52: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

44

Bahasa Nias berguna sebagai komunikasi antara satu dengan lainnya pada kebudayaan

Nias, pada permainan mamözi Aramba bahasa Nias juga dipakai sebagai syair pembuka

sebelum memainkan alat musik tersebut. Syair pembuka tersebut disebut höli-höli. Höli-höli

ini berfungsi sebagai ajakan kepada masyarakat agar menyatukan hati dan bersepakat untuk

menjalankan kegiatan dalam suatu acara. Hal itu merupakan bagian dari adat istiadat

masyarakat Nias.

2.3.4 Adat istiadat Masyarakat Nias

Kebudayaan Nias mempunyai adat-istiadat dan tata cara sendiri, dimulai dari sistem

pemerintahan, kegiatan sehari-hari, hukum adat, dan upacara adat. Dalam sistem

pemerintahan, masyarakat Nias pada zaman dahulu dipimpin oleh Tuhenori, disusul dengan

Salawa. Tuhenöri adalah pemimpin dari beberapa banua (perkampungan). Tuhenöri dipilih

oleh beberapa pemimpin banua yang disebut Salawa. Tuhenöri mempunyai tugas untuk

memimpin dan menyatukan banua tersebut agar tetap rukun dan damai. Tradisi memilih

Tuhenöri tidak lagi ditemukan. Pemimpin tertinggi yang kedua adalah Salawa, yaitu

pemimpin banua. Salawa mempunyai pengertian, yaitu fa’atulö (adil), fa’atua-tua

(bijaksana), fa’abölö (kuat jasmani dan rohani), fokhö (kaya atau memiliki cukup harta

benda), dan salawa sofu (berwibawa). Sampai sekarang tradisi memilih Salawa masih ada di

Nias (Yas Harefa 6 Mei 2012).

Ono Niha memiliki hukum-hukum adat yang berlaku. Pengesahan hukum adat tersebut

disebut Fondrakö. Salah satu keunikan tradisi masyarakat Nias dahulu dalam adat

perkawinan adalah pihak laki-laki meminang perempuan dengan memberikan böwö (jujuran)

berupa babi. Banyaknya babi tersebut disesuaikan dengan permintaan orangtua pihak

perempuan. Semakin besar jabatan dari keluarga perempuan di kampungnya, maka semakin

banyak jumlah babi yang harus diberikan sebagai jujuran. Hal ini menjadi kebanggan

Page 53: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

45

tersendiri bagi masyarakat Nias, khususnya bagi bangsawan yang ada di Nias (Yas Harefa 6

Mei 2012).

Selain itu, masih banyak hukum adat yang ada di Nias. Seperti peraturan hukuman mati

bagi orang yang berzinah, larangan untuk menikahi saudara yang sesama marga kecuali

hubungan kekeluargaan telah melewati 7 keturunan, dan sebagainya.

Dari sistem kepercayaan, pada zaman dahulu sebelum pengaruh agama Kristen

maupun Islam masuk di pulau Nias, masyarakat Nias menganut kepercayaan yang disebut

sanömba adu. Sanömba berarti menyembah, adu berarti patung ukiran yang terbuat dari kayu

atau batu. Jadi, sanömba adu berarti kepercayaan kepada patung-patung buatan manusia baik

berupa kayu maupun batu-batu besar (owe). Adu ditempatkan di osali börönadu yaitu

bangunan sebagai tempat ibadah religi sanömba adu.

Pada masa awal sanömba adu, masyarakat Nias mempercayai sistim penggolongan

derajat manusia yang disebut bosi. Sistim penggolongan derajat manusia berdasarkan tingkat-

tingkat kehidupan, dimulai dari janin sampai kehidupan akhirat.pengertian bosi ini mencakup

dua belas tingkat kehidupan. Bosi adalah pedoman bagi masyarakat Nias untuk mencapai

tingkat kehidupan tertinggi, termasuk disaat mereka meninggal dan tinggal di dalam tetehöli

ana’a (kerajaan langit). Jika tidak melakukan hal-hal terseBut maka orang tersebut tidak akan

masuk kedalam tetehöli ana’a melainkan masuk ke dalam neraka (hammerle 1995).

Adapun kedua belas tingkat derajat manusia atau bosi itu yaitu, (1) fangaruwusi

(memperlihatkan kandungan), (2) tumbu (lahir), (3) famatörö döi (memberi nama), (4)

famoto (sirkumsisi), (5) falöwa (menikah), (6) famedadao omo (mendirikan rumah), (8)

fa’aniha mbanua (memasuki persekutuan desa), (9) famaoli (menjadi anggota adat), (10)

fangai töi (mengambil gelar ), (11) fa’amokhö (kekayaan), (12) meme’e gö mbanua

(menjamu orang sedesa) dan mame’e gö nöri yaitu menjamu orang dalam satu desa (Dasa

Manaö 1998:195-196).

Page 54: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

46

Dahulu masyarakat Nias mempunyai dewa yang diyakini bisa menjaga kehidupan ono

Niha. Salah satu dewa yang paling tinggi adalah Dewa Si’ai. Pada waktu tertentu orang Nias

memberikan sesajian sebagai tanda penghormatan kepada dewa tersebut. Untuk memberikan

penghormatan kepada dewa Si’ai, Ono Niha berkumpul dan mengadakan sambua alahoita

atau berkumpul di bawah kayu besar (pohon fosi atau eho). Di bawah pohon itu mereka

melakukan upacara dengan cara mengelilingi pohon tersebut kemudian menyampaikan apa

yang mereka inginkan. Selain dewa si’ai orang Nias juga mempercayai adanya dewa-dewa

lain diantaranya, luo walangi sebagai dewa pencipta alam semesta, lature sobawi sihönö

sebagai dewa pemilik dan penguasa babi, uwu gere sebagai dewa pelindung, dan penguasa

para ere (pemimpin religi sanömba adu), uwu wakhe sebagai dewa penguasa tanam-tanaman,

gözö tuha zangaröfa sebagai dewa penguasa air (Hammerle 1995).

Masyarakat Nias sejak menghuni pulau Nias (Tanö Niha) memiliki kepercayaan

bahwa arwah-arwah para leluhur orang Nias memiliki kekuatan yang dapat melindung serta

menolong mereka, sehingga mereka menyediakan tempat atau medium untuk para leluhur itu

dengan membuat patung-patung dari batu. Masyarakat Nias juga percaya akan tempat-tempat

tertentu adalah tempat yang keramat, dimana terdapat roh-roh yang bisa menjaga

kelangsungan kehidupan ono Niha. Sebagai ungkapan rasa hormat mereka terhadap hal

tersebut, mereka melakukan sembahyang pada waktu-waktu tertentu dengan memberikan

persembahan-persembahan atau sesajian.

Masuknya agama Kristen di Nias yang dibawakan oleh Denninger pada tahun 1865 di

Kota Gunungsitoli. Sebelumnya beliau belajar tentang adat istiadat dan bahasa Nias dengan

masyarakat Nias perantau di Padang. Penginjilan dari Denninger tentang agama Kristen

ternyata berhasil, lalu kemudian dilanjutkan oleh Thomas yang datang tahun 1873. Masa

penting dalam pengembangan agama Kristen adalah antara tahun 1815-1930, antara tahun ini

disebut sebagai masa pertobatan total (fangesa dödö sebua). Pada masa inilah masyarakat

Page 55: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

47

Nias mulai merubah sebagian tradisi khususnya yang bertentangan dengan agama Kristen,

seperti patung-patung mulai di bakar dan dihancurkan, poligami, sangsi-sangsi hukum adat

dengan hukuman badan, penyembuhan penyakit melalui fo’ere (dukun) dan sebagainya.

Hingga kini sebagian besar orang Nias memeluk agama Kristen, (S. Zebua, 1984 : 62).

Selain agama Kristen, sebagian masyarakat Nias juga ada yang memeluk agama

Islam, dimana mereka mengikuti ajaran-ajaran Islam dan mereka tidak meneruskan tradisi

sanömba adu, fo’ere, mengadakan sesajian untuk roh-roh leluhur, ataupun tradisi yang

bertentangan dengan hukum Islam seperti pemberian babi sebagai böwö dalam upacara

perkawinan. Pada umumnya masyarakat Nias yang beragama Islam bermukim di satu daerah

tertentu, seperti di Foa, Mudik, Lahewa, dan sebagainya.

Ono Niha menggunakan sistem patrilineal, yaitu mengatur alur keturunan berasal dari

pihak ayah. Seluruh adat istiadat maupun marga seorang anak diikuti dari ayah. Adapun

marga-marga yang ada di Nias yaitu: Amazihönö,Baeha, Baene, Bate'e, Bawamenewi,

Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö, Buaya, Bunawölö, Bulu'aro, Bago, Bawaulu,

Bidaya, Bulolo, Baewa Ba'i menewi Boda hili, Dakhi, Daeli, Dawolo, Daya, Dohare,

Dohona, Duha, Duho, Fau, Farasi, Finowa'a, Fakho, Fa'ana,Famaugu, Fanaetu, Gaho,

Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa, Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, Gari,

Halawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondrö, Hulu, Humendru, Hura, Hoya, Harimao,

Lafau, Lahagu, Lahömi, Laia, Luaha, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu,

Lamölö, Lature, Luahambowo, lazira, Lawolo,Lawelu, Laweni, lasara,laeru, Löndu go'o,

lase, larosa, Maduwu, Manaö, Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa, Mangaraja,

Maruabaya, Möhö, Marundruri,Mölö, Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe, Nadoya,

Nduru, Sadawa, Saoiagö, Sarumaha, Sihönö, Sihura, Sisökhi, Saota, Taföna'ö, Telaumbanua,

Talunohi, Tajira, Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalö, Warasi, Warae, Wohe, Zagötö,

Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili, Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu,

Page 56: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

48

Ziraluo, Zörömi, Zalögö, Zamago zamauze. Marga-marga tersebut diletakkan di belakang

nama ono Niha sesuai marga ayahnya. Bagi sesama marga, masyarakat Nias memanggilnya

dengan istilah Mado (Hammerle 2001:84).

Dahulu masyarakat Nias memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berladang dan

berburu. Hal ini disebabkan karena mereka tinggal di pedalaman pulau Nias. Namun seiring

perkembangan zaman, masyarakat Nias mulai berinisiatif untuk mencari pekerjaan lain,

dengan menyadap karet, bertani dan menjadi nelayan. Pada zaman sekarang, masyarakat Nias

mayoritas berprofesi sebagai PNS (pegawai negeri sipil), bahkan itu menjadi salah satu

pekerjaan yang paling difavoritkan di pulau Nias (Man Harefa 7 juni 2012). Selain PNS,

sebagian masyarakat Nias bekerja sebagai wira usaha, pedagang, tentara, polisi, dan

sebagainya.

2.3.5 Kesenian yang ada pada Masyarakat Nias

Masyarakat Nias mempunyai kesenian yang beragam. Kesenian tersebut berupa seni

suara, musik, dan seni rupa, serta tari-tarian (audio visual). Sebagian besar kesenian

masyarakat Nias adalah Tari-tarian. Salah satu tarian yang terkenal adalah Tari Perang Nias.

Dahulu suku Nias terkenal dengan suku yang suka berperang. Hal ini dibuktikan

dengan masyarakat Nias yang mempunyai tradisi memenggal kepala musuhnya dan

memamerkannya sambil keliling desa. Semakin banyak kepala manusia yang dipenggal,

maka orang tersebut semakin disegani. Tetapi tradisi itu tidak ditemukan lagi di Pulau Nias

sejak masuknya pengaruh agama Kristen di sana (sekitar tahun 1930an). Kebiasaan berperang

dahulu pun akhirnya dibuat menjadi tari-tarian (Yas Harefa 4 Februari 2012). Tari tersebut

adalah tari Faloaya atau tari perang Nias. Tari tersebut cukup terkenal di luar maupun dalam

negeri. Tari tersebut berasal dari Nias Selatan, khususnya daerah Bawomataluo. Tari tersebut

Page 57: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

49

menggambarkan kisah prajurit yang berperang melawan musuh-musuhnya. Tari tersebut

menggunakan kostum perang dan pedang.

Selain itu, tari perang lain yang lumayan terkenal setelah Faloaya, yaitu tari Baluse.

Tari tersebut adalah tari yang berasal dari Nias bagian utara, dimana tari tersebut

menggambarkan kisah Ono Niha yang sedang berperang dengan memakai tombak. Tari ini

dibuat sebagai penyemangat bagi Ono Niha. Tari ini dilakukan oleh pria.

Ada juga tari-tarian yang dilakukan oleh wanita, yaitu tari Ya’ahowu, Tari Moyo dan

tari tuwu. Ketiga tari ini adalah tari tradisional yang bersifat sebagai tari penyemangat (tuwu),

tari sapaan (Ya’ahowu) dan pengesahan jabatan (moyo). Ketiga tari tersebut biasanya

dibawakan oleh sekelompak wanita yang terdiri dari 6-8 orang dimana masing-masing

membentuk formasi yang saling berhadap-hadapan.

Selain itu, ada juga tari yang dilakukan bersama-sama, yaitu tari Maena. Tari ini adalah

tari pengakraban, dilakukan bersama-sama secara serentak dalam suatu acara. Tari ini

dilakukan oleh masyarakat umum, tidak terbatas usia dan bebas (siapapun bisa

melakukannya). Gerakan yang utama dalam tari-tarian ini adalah gerakan kaki yang

diayunkan. Tari ini dipedomani oleh beberapa orang sambil melantunkan syair dalam bahasa

Nias dan di respon oleh yang ikut melakukan tari tersebut.

Masyarakat Nias juga mempunyai kesenian tradisional di bidang musik. Alat musik

yang ada di Nias biasanya dipakai dalam upacara adat. Pada upacara kebesaran, pesta

perkawinan dan kematian, Aramba (Gong), Faritia (canang) dan Göndra (gendang),

Fondrahi/tutu (tambur) dibunyikan berhari-hari sebelum pesta berlangsung agar masyarakat

dan desa tetangga mendengarnya. Alat musik Lagia (Alat musik yang mempunyai senar dan

digesek), Ndruri (sejenis aerophone), Doli-doli (sejenis idiophone), dan Surune (sejenis

aerophone) sering dibunyikan oleh masyarakat pada saat mereka sedang santai, kesepian

ataupun sedang sedih agar mereka dapat terhibur (Yas Harefa 4 juni 2012).

Page 58: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

50

Selain itu, masyarakat Nias juga mempunyai kesenian yang visual (seni rupa), seperti

ornamen-ornamen kayu dan Gowe (ukiran yang terbuat dari batu). Ukiran ini biasanya

diletakkan di dalam rumah, maupun di perkarangan rumah. Selain itu dahulu terdapat juga

ornamen-ornamen yang berbentuk lukisan, biasanya dilukis di langit-langit rumah, ataupun di

tiang rumah di daerah Nias. Namun sekarang lukisan-lukisan ciri khas Nias tersebut sudah

jarang kita temui karena kondisi rumah masyarakat Nias terutama di Gunungsitoli sudah

berubah sesuai dengan perkembangan zaman sekarang. Lukisan-lukisan tersebut hanya kita

dapat pada rumah adat Nias yang masih ada di Nias, contohnya di daerah desa Tumöri,

ataupun di wilayah museum pusaka Nias.

Pada kesempatan kali ini, penulis memfokuskan untuk meneliti salah satu kesenian

musik di Nias, yaitu seperangkat Aramba. Seperangkat Aramba tersebut terdiri dari Göndra

(membranophone), Faritia (idiophone) dan Aramba (idiophone) dimana alat musik ensambel

tersebut dipakai pada upacara perkawinan dan sebagai pengiring tari-tarian.

Page 59: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

51

BAB III

DESKRIPSI MAMÖZI ARAMBA

3.1 Pengertian Mamözi Aramba

Mamözi aramba adalah suatu seperangkat alat musik yang terdiri dari göndra, faritia

dan aramba. Mamözi berasal dari kata bözi yaitu pukul/ memukul, dan aramba yaitu gong.

Mamözi aramba adalah satu-satunya nama seperangkat alat musik Nias (ensambel), dengan

arti bahwa hanya mamözi aramba yang mempunyai nama yang menunjukan bahwa ada 3

atau lebih alat musik Nias yang dipakai. Namun jika kita salah menyebut kata mamözi

aramba menjadi mamözi garamba, maka pengertian dan makna yang didapat Ono Niha akan

berbeda. Mamözi aramba berarti memukul seperangkat aramba (ensambel), sedangkan

mamözi garamba adalah memukul 1 aramba (gong).

Perbedaan antara mamözi aramba dengan mamözi garamba bisa kita rasakan jika kita

mendengar bunyi pukulan garamba sendiri dengan pukulan aramba. Contoh gambaran bunyi

garamba jika ditulis seperti “Gooooong,” sedangkan jika bunyi seperangkat aramba jika

ditulis seperti “beng golo beng, golo beng, golo beng” (bunyi faritia)3 .

Menurut mite dan hoho (nyanyian rakyat Nias dalam bentuk syair) mamözi aramba

berasal dari langit bersama ke 7 benda lainnya yang diturunkan ke dunia oleh dewa Lasara

yaitu dewa yang paling berkuasa sebelum ono Niha turun dari langit (Yas Harefa 31 Januari

2012). 7 benda itu menjadi bela (pohon dan margasatwa), nadaoya (sungai), tuharanöfa (air

3Kedua musik tersebut selanjutnya akan ditranskripsi penulis pada bab berikutnya

Page 60: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

52

dan binatang air), Sihambula (air terjun dan kubangan babi), bekhu nasi (laut), bekhua

(setan), dan ono Niha (manusia). Lalu ono Niha diberi wewenang untuk tinggal di dunia dan

berketurunan. Setelah itu ono Niha melanjutkan kehidupannya dengan bereksplorasi dalam

segala bidang yang dimulai dari kehidupan bersosialisasi dengan yang lain, mencar nafkah,

membuat upacara-upacara untuk dewa melalui patung-patung, dan termasuk dalam

berkesenian, sehingga suatu saat mereka membuat seperangkat aramba4.

Dalam segi sejarah, dahulu masyarakat Nias jarang menggunakan alat musik. Alat

musik yang ada di Nias hanya Lagia (sejenis instrumen yang digesek yang menyerupai rebab,

yang dimainkan sendirian sebagai ungkapan perasaan dan rintihan hati) dan fondrahi (alat

musik sejenis gendang bersisi satu yang dipakai dukun untuk mengobati). Namun perlahan-

lahan, masyarakat Nias membuat suatu alat musik yang baru, yaitu göndra yang hampir

menyerupai fondrahi, namun membrannya dijadikan 2 sisi dan badannya dibuat menjadi

bentuk yang lebih besar. Göndra tersebut dimainkan bersama faritia dan aramba. Faritia dan

aramba adalah salah satu barang mahal dan dihargai tinggi pada zaman dahulu, karena

bahan-bahan yang terbentuk dari logam termasuk garamba dan faritia tidak terdapat di Nias.

Sampai sekarang, pembuat faritia dan Aramba sangat sulit ditemukan di Pulau Nias.

Mahal dan langkanya aramba ini dibuktikan dengan strata dan derajat orang yang

mempunyai seperangkat aramba. Orang yang mempunyai alat tersebut biasanya hanya terdiri

dari kalangan Balugu5 dan Salawa. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk membeli

seperangkat alat musik aramba yang termasuk mahal. Di dalam sebuah banua, terdapat

minimal satu orang ataupun kelompok yang mempunyai seperangkat alat aramba (Yas

Harefa februari 2012). Hal ini membuktikan bahwa dalam kebudayaan Nias, mamözi aramba

sangatlah penting.

4 Wawancara dengan Bapak Yas Harefa feb 2012. 5Balugu adalah kelompok bangsawan dalam sistem kebudayaan Nias. Kelompok ini diturunkan secara

patrilineal kepada keturunannya. Dalam budaya Nias, kelompok Balugu ini mendapat penghormatan yang besar, seperti yang tercermin di dalam upacara adat, kehidupan sosial sehari-hari, dan lain-lainnya.

Page 61: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

53

Masyarakat nias mengenal sistem hutang piutang. Hal ini berlaku juga bagi teknik

peminjaman mamözi aramba. Karena seperangkat Aramba adalah barang mahal, maka tidak

semua masyarakat mempunyai seperangkat aramba tersebut. Biasanya masyarakat yang tidak

punya alat tersebut maka mereka bisa menyewanya kepada orang yang punya, ataupun di

balai desa. Dahulu sistem penyewaannya bukan berupa uang, tetapi berupa satabi bawi

(sekitar 2 kilogram babi). Jadi jika masyarakat ingin meminjam seperangkat alat Aramba,

maka dia harus memberi imbalan satabi bawi sebagai imbalan kepada orang ataupun

kelompok yang mempunyai alat musik tersebut (Yas Harefa 3 Februari 2012). Namun

sekarang tradisi itu telah berubah. Peminjaman alat musik aramba biasanya di bayar dengan

uang. Berikut ini adalah alat musik yang termasuk dalam seperangkat aramba.

3.2. Alat Musik yang Terdapat dalam Ensambel Aramba

3.2.1 Göndra

Göndra adalah alat musik tradisional Nias yang termasuk dalam golongan

membranofon, dua sisi, yang berbentuk barel. Göndra tersebut memiliki 2 sisi yang

diameternya sama dan dilapisi oleh membran yang terbuat dari kulit kambing, ataupun lembu

yang telah diolah dan dikeringkan. Badan göndra dibuat dengan kayu dari pohon besar yang

dikerok dan telah dikeringkan terlebih dahulu. Pembuatan Göndra Nias bisa kita dapat di

daerah Nias tengah dan di Desa Ono Zikhö (Kabupaten Nias Utara).

Page 62: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

54

Gambar 2:

Göndra Dilihat dari Samping

Kedua sisi Göndra yang dilapisi oleh membran mempunya diameter 57cm, dimana

dibagian bawah membran dilapisi oleh karet sebagai penahan suara biar agar terlalu gaung.

Göndra memiliki panjang 70cm dan lebar Göndra 60 cm6. Bentuk Göndra menyerupai bentuk

Bedug yang ada di mesjid, hanya perbedaannya terletak pada pemukulnya dan ukurannya.

6Perhitungan lebar,panjang dan diameter sisi göndra yang ada di Sabango, kotamadya Gunungsitoli.

Pada dasarnya besar Göndra di setiap daerah dalam kebudayaan Nias sama.

Page 63: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

55

Gambar 3:

Göndra Dilihat dari Depan

Gambar 4:

Page 64: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

56

Karet Pelapis Membran Göndra

Gambar 5:

Pemukul Göndra (Bözi-bözi Göndra)

Göndra dimainkan dengan cara dipukul dengan 2 buah alat pemukul yang terbuat dari

bambu yang panjangnya kurang lebih 50cm. Bambu tersebut ditipiskan dan dirapikan, agar

tidak melukai tangan si pemain. Ketebalan bambu tersebut disesuaikan dengan keinginan

yang membuat dan yang memainkan, tapi rata-rata ketebalan yang ada berkisar 3-4 milimeter

(Man Harefa 3 Juni 2012). Jika bambu tersebut terlalu tebal maka akan terasa memberatkan

pemain untuk memukul göndra. Sebaliknya jika bambu tersebut terlalu tipis, maka suara

yang dihasilkan tidak akan keras dan pemukul tersebut akan cepat patah. Pemukul gondra

tersebut biasanya disebut masyarakat dengan nama bözi-bözi göndra yang artinya pemukul

göndra. Sampai saat ini masyarakat Nias selalu membuat pemukul göndra dengan bambu

dan bukan dengan kayu.

Page 65: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

57

Cara memukul göndra dengan pemukul göndra tidak memerlukan tenaga yang ekstra

(tidak perlu kuat). Hal ini karena bunyi yang dihasilkan göndra sudah cukup besar, apalagi

jika dalam konteks mamözi aramba. Dinamika dalam bermain aramba juga diperlukan,

walaupun hal ini tidak diajarkan secara formal, namun mayoritas masyarakat Nias yang

memukul göndra biasanya tidak kuat. Selain itu, memukul göndra juga mempunyai teknik

tersendiri, seperti memukul göndra dengan akurasi yang sesuai agar karakter bunyi yang

dihasilkan lebih enak (Man Harefa 14 Juni 2012).

Pemukul göndra dipegang dengan cara digenggam. Menurut bapak Man Harefa (juni

20120 Banyak masyarakat luar terutama orang yang mempunyai pengetahuan musik barat

menganggap memegang pemukul göndra sama seperti memegang stik drum. Hal tersebut

menurut beliau adalah hal yang salah, karena cara memukul gondra adalah setengah di

dorong sambil dipukul, bukan dipukul seperti memukul drum.

Page 66: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

58

Gambar 6:

Posisi Memegang Pemukul Göndra

Cara memegang pemukul Göndra tersebut di yakini akan berpengaruh dengan karakter

bunyi Göndra yang akan dihasilkan. Karena menurut beliau suara Göndra yang diingankan

itu adalah suara Göndra yang terasa bunyi sentuhan pemukul dengan membran Göndra

tersebut (Man Harefa 6 juni 2012).

Dalam segi posisi, Göndra di letakkan dibawah tiang yang terbuat dari kayu

simalambuo atau kayu duria (yang tingginya berkisar 200cm) dengan cara digantungkan.

Terkadang Göndra juga di gantungkan di tiang-tiang di bagian luar rumah, sesuai dengan

situasi, konsep acara dan posisi Göndra tersebut dipakai.

Keterangan :

2 2 1 : Göndra dari depan

200cm 2 : Sanaha Göndra

150-180cm

Gambar 6:

Posisi dan letak Göndra

1

Page 67: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

59

Posisi Göndra digantungkan setinggi 150-180cm, agar orang yang memainkan Göndra

tersebut merasa nyaman dan tidak terganggu. Pada umumnya Göndra digantungkan pada

sebuah tiang yang disebut Sanaha Göndra. Panjang tiang tersebut biasanya sekitar 200cm,

dengan lebar sekitar 120cm7. Pada sanaha Göndra tersebut diukir ornamen-ornamen khas

budaya Nias yang bewarna merah dan kuning. Bagi masyarakat Nias warna merah

melambangkan kekuasaan dan warna kuning melambangkan kemakmuran (Man Harefa 4

Juni 2012). Warna tersebut juga dipakai dalam bentuk ornamen dalam pakaian, lukisan

ataupun benda-benda lain yang mempunyai ciri khas kebudayaan Nias.

1 Ket : 1: Gondra ; 2 : Sanaha Gondra

NB : Warna coklat menunjukan warna asli kayu.

2

Gambar 7:

Contoh Ornamen pada Sanaha Göndra

7Terkadang göndra digantungkan di langit-langit rumah, tergantung situasi dan keinginan yang

mengadakannya, biasanya ini dilakukan pada acara adat dirumah ono Niha.

Page 68: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

60

Dalam masyarakat Nias, warna kuning dan merah bermakna bagi kebudayaannya.

Warna merah menandakan keberanian dan warna kuning menandakan kebijaksanaan dan

kekuasaan. Oleh sebab itu, Pada Sanaha Göndra, ornamen yang dibentuk diwarnai dengan

warna kuning dan merah.

Orang yang memainkan Göndra disebut Samözi Göndra. Samözi Göndra terdiri dari

dua orang, yaitu Sanaha dan Sanindra. Sanaha adalah orang yang memainkan Göndra

dengan cara membuat ritme yang konstan dan berulang-ulang. Fungsi Sanaha adalah untuk

menjaga tempo dan pulsa bagi Sanindra agar tidak berantakan. Sanindra adalah orang yang

memainkan alat musik Göndra dengan cara berimprovisasi sambil menjadikan Sanaha

sebagai pedoman dalam segi tempo dan pulsa. Pada umumnya variasi yang dibentuk oleh

Sanindra tidaklah begitu sulit. Sanindra hanya menggunakan ritme-ritme sederhana, seperti

ketukan ½ dan ¼ . Dalam permainan Göndra, Samözi Göndra tidak mengetahui rudiment8

(single stroke, double stroke, paradidle) dan teknik tersebut tidak pernah diaplikasikan

kedalam permainan Göndra.

Berikut contoh permainan Sanindra dan Sanaha bagian dasar yang ditranskripsikan

penulis:

Sanaha : R : xoxo xoxo xoxo xoxo

L : oxox oxox oxox oxox

Sanindra R : xoox xx xoox xx

L : xoxo oo xoxo oo

Ket :

x :Pukul - : garis ritme ½ ketuk NB: dalam satu birama terdapat 4 ketuk 8 Rudinment adalah teknik dan pola dasar dalam permainan drum

Page 69: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

61

0 : Berhenti (angkat) = : garis ritme ¼ ketuk

Posisi Samözi Göndra adalah dibawah Göndra yang digantungkan dan jarak Göndra

dengan badan kurang lebih 50-80 cm, hal ini berguna agar lebih leluasa untuk memukul

Göndra tersebut. Berikut ini contoh gambar yang menunjukan posisi dan jarak badan si

pemain dengan Göndra.

Gambar 8:

Posisi dan jarak badan dengan Göndra

Page 70: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

62

3.2.2 Faritia

Faritia adalah alat musik yang terbuat dari logam, ataupun kuningan. Bentuk alat

musik ini menyerupai Talempong dari padang, ataupun gamelan dari Jawa. Diameter faritia

adalah 23cm, dimana ketebalannya mencapai 4cm dan bagian tengahnya menonjol

(membulir). Alat musik ini termasuk kedalam kategori Idiophone yang dipukul. Faritia

dipukul dengan menggunakan kayu simalambuo ataupun kayu duria yang telahdirapikan.

Alat musik ini dahulu adalah barang yang diimpor dari luar pulau Nias, yang semula

hanya sebagai bahan barteran dalam sistem perdagangan. Ini membuktikan bahwa alat musik

ini bukanlah alat musik yang asli buatan masyarakat Nias, namun dijadikan sebagai alat

musik tradisional Nias. Menurut bapak Yas Harefa, Faritia ini adalah barang yang diimport

dari Jawa sampai saat ini. Pada zaman dulu, jika ada yang ingin memiliki faritia, maka ono

Niha akan memesannya kepada pedagang-pedagang dari luar pulau Nias sebelum mereka

mengadakan transaksi (barter).

Page 71: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

63

Gambar 9:

Faritia dan Pemukulnya

Faritia ini juga disebut dengan golobe. Hal ini dikarenakan karena bunyi faritia yang

saling sahut menyahut dan mengeluarkan bunyi seperti “Beng golo beng golo beng golo

beng”. Lalu masyarakat Nias mengadaptasi bunyi itu menjadi nama faritia menjadi ”Golobe”

(berasal dari kata golobeng).

Satu set faritia dimainkan oleh dua orang, dimana masing-masing memegang satu

faritia. Cara memainkannya sangatlah sederhana, yaitu satu orang memukul faritia seperti

membuat ketukan/ pulsa, dan satu lagi menyahutnya. Berikut contoh transkripsi dasar untuk

memainkan faritia.

Page 72: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

64

Faritia 1: x x x x x x x x

Faritia 2 : 0x 0x 0x 0x 0x 0x 0x 0x

Keterangan :

x :Pukul - : garis ritme ½ ketuk NB: dalam satu birama terdapat 4 ketuk

0 : Berhenti (angkat) = : garis ritme ¼ ketuk

Gambar 10:

Cara memukul dan memegang Faritia

Page 73: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

65

Posisi bermain faritia adalah dengan memegang tali yang telah dipasang pada bagian

atas faritia tersebut, lalu memukulnya dengan memakai kayu simalambuo ataupun kayu duria

yang sudah dibentuk. Alat pemukul faritia ini biasanya disebut bözi-bözi golobe atau bözi-

bözi Faritia. Faritia biasanya dimainkan sambil berdiri dan tidak pada posisi duduk.

3.2.3 Aramba

Aramba adalah salah satu yang termasuk dalam kategori idiofon yang dipukul,

menyerupai faritia, hanya saja bentuknya lebih besar. Diameter aramba 56 cm dengan

ketebalan 7 cm. Pemukulnya terbuat dari kayu Simalambuo yang dilapisi kain dan karet.

Aramba juga dikenal sebagai gong. Pemukul tersebut mempunyai tebal yang diameternya

sekitar 2-3 cm. Pemukul aramba ini sengaja dibuat tebal agar bunyi yang dihasilkan aramba

nantinya akan besar (Yas Harefa 10 Mei 2012).

Gambar 11:

Page 74: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

66

Aramba Dilihat dari Depan

Keberadaan Aramba diyakini sama seperti keberadaan Faritia. Hal ini disebabkan

kedua alat musik tersebut sama-sama terbuat dari bahan logam. Menurut bapak Yas Harefa (2

Februari 2012), zaman dahulu di pulau Nias tidak terdapat orang yang melakukan pembuatan

berbahan logam, sehingga alat musik ini harus diimpor dari luar pulau Nias.

Gambar 12:

Aramba Dilihat dari Samping Kiri

Dahulu aramba tunggal ini dipakai sebagai wadah untuk mengetahui batas lokasi

kekuasaan seseorang. Hal ini disebabkan karena saking besarnya bunyi pukulan aramba. Jika

aramba dipukul, maka bunyi yang bisa dikeluarkan bisa melewati bukit dan lembah. Sejauh

mana pukulan aramba terdengar, maka sejauh itu pula wilayah yang akan didapatkan/

dikuasai. Selain itu Aramba juga berguna sebagai tanda bahwa adanya sebuah desa atau

banua di sekitar daerah tersebut. Dahulu setiap jam 6 sore aramba dibunyikan untuk

memberitahukan masyarakat Nias yang lagi dihutan atau yang sedang mengembara bahwa di

Page 75: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

67

sekitar tersebut ada sebuah banua. Selain itu, aramba juga berguna sebagai tanda apabila

adanya suatu himbauan bagi masyarakat untuk berkumpul.

Gambar 13:

Pemukul Aramba

Dalam permainan mamözi aramba, aramba ini dipakai sebagai pedoman untuk

mengetahui awal ketukan. Cara memainkannya mudah, hanya cukup menghitung dua atau

empat ketuk (tergantung kesepakatan pemainnya) dan memukulnya setiap ketukan pertama.

Aramba yang dipakai bisa hanya satu, dan bisa juga dua ataupun tiga. Dalam masyarakat

Nias, semakin banyak kita menggunakan Aramba, berarti yang mengadakan kegiatan mamözi

Aramba tersebut semakin tinggi derajatnya. Hal ini disebabkan karena Aramba adalah salah

satu benda yang tergolong mahal dan spesial bagi ono Niha pada zaman dahulu.

Page 76: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

68

3.3 Aplikasi Ensambel Mamözi Aramba pada Kebudayaan Nias

Mamözi Aramba menjadi salah satu tradisi dalam kebudayaan Nias, dan menjadi salah

satu hal yang wajib dilakukan dalam kebudayaan pada zaman dahulu. Mamözi aramba

dipakai dalam acara-acara adat, seperti owasa, pesta perkawinan dan kematian. Namun sejak

pertobatan massal yang dilakukan masyarakat Nias, tradisi mamözi aramba di upacara

kematian tidak lagi dipakai. Hal ini disebabkan karena percampuran kebudayaan dengan

tradisi keagamaan Kristen yang dibawa oleh misionaris. Contohnya, jika ada orang Nias yang

meninggal, maka orang tersebut dikubur dan didoakan menurut agama Kristen sama seperti

dalam kebudayaan Barat. Hal ini berbeda dengan adat istiadat dahulu, dimana sebelum

jenazah dikuburkan, pesta akan diadakan dan aramba di mainkan sebelum dikubur selama 3-

7 hari, tergantung kemampuan yang mengadakan pesta.

Gambar 14:

Mamözi Aramba di rumah Bapak Man Harefa (Narasumber)

Page 77: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

69

Dalam upacara adat, tidak ada perilaku khusus kepada pemain musiknya yang dikenal

sebagai samözi aramba. Pada umumnya, samözi aramba ditentukan hanya beberapa waktu

sebelum acara, apakah satu hari sebelum acara, maupun beberapa jam sebelum acara. Hal ini

menjadi suatu keunikan tersendiri dari masyarakat Nias. Ini membuktikan bahwa dalam suatu

acara adat pasti terdapat orang yang bisa memainkan seperangkat aramba. Hal ini membuat

penulis membuat suatu pemahaman bahwa teknik pembelajaran mamözi aramba bisa dengan

cara non Formal, dengan arti orang yang mau belajar seperangkat aramba bisa menganalisa

dan mempelajari alat tersebut secara lisan, dengan hanya memerhatikan gaya dan cara

bermain aramba tersebut.

Keunikan yang lain dari samözi aramba adalah tidak adanya imbalan yang diberikan

kepada mereka. Menurut Bapak Yas Harefa, hal ini disebabkan karena rasa solidaritas

masyarakat Nias yang erat, yang menganggap di setiap upacara adat tersebut merupakan

salah satu kewajiban untuk berperan didalamnya. Sehingga berpartisipasi didalam acara

tersebut menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Nias.

Dalam segi pakaian, tidak ada perlakuan khusus bagi samözi aramba. Hanya saja sejak

zaman berkembang, biasanya orang yang memukul aramba dipakaikan rompi adat Nias. Hal

tersebut bisa kita lihat pada acara-acara besar pada kebudayaan Nias.

Mamözi aramba dipakai sebagai pengumuman adanya acara, ataupun menjadi simbol

pengesahan berjalannya acara tersebut. Baik acara tersebut berupa owasa (pengangkatan

gelar bangsawan kepada seseorang), perkawinan, maupun kematian. Jadi sebuah acara adat

sah dilaksanakan, jika seperangkat aramba tersebut dimainkan. Hal ini membuktikan bahwa

mamözi aramba sangat berpengaruh terhadap kegiatan upacara adat yang ada di Nias, baik

dalam upacara owasa, perkawinan, dan kematian.

Page 78: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

70

3.4 Peranan dan fungsi Mamözi Aramba dalam Upacara Perkawinan

Upacara perkawinan bagi masyarakat Nias adalah suatu kegiatan untuk menyatukan

kedua insan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dimana penyatuan tersebut berguna

untuk meneruskan keturunan dan beregenerasi. Bagi masyarakat Nias, upacara perkawinan

adalah hal yang penting dan spesial, karena perkawinan dilakukan sekali dalam seumur

hidup. Bagi masyarakat Kristen, manusia yang telah disatukan tidak akan dapat diceraikan

atau dipisahkan oleh manusia. Hal ini berlaku juga bagi masyarakat Nias, karena kebudayaan

Nias pada dasarnya tidak mengenal perceraian. Menurut Bapak Man harefa, Perkawinan pada

dasarnya didasari oleh hukum adat, sehingga seseorang yang kawin berarti seseorang yang

mematuhi adat, dan di dalam hukum ada, tidak ada peraturan untuk berpisah, ataupun cerai.

Oleh sebab itu perkawinan merupakan hal yang sakral bagi Ono Niha.

Pekawinan atau falöwa hanya dapat dilakukan jika ono Niha telah memenuhi syarat-

syarat. Syarat yang pertama adalah umur dari laki-laki yang akan menikah minimal 18 tahun,

dan perempuan minimal berumur 17 tahun. Syarat ini berguna agar yang melakukan

perkawinan sudah termasuk dalam kategori dewasa menurut ono Niha. Syarat kedua adalah

laki-laki harus bisa memenuhi permintaan dari balaki (pihak perempuan), termasuk besar

jujuran (böwö) yang diminta. Syarat ketiga adalah pihak laki-laki dan perempuan harus telah

melewati tahap sidik9 dan sudah dibaptis. Syarat keempat adalah pihak laki-laki tidak dapat

meminang perempuan yang masih mempunyai ikatan hubungan darah sampai 7 generasi.

Masyarakat Nias memperbolehkan perkawinan sesama marga dengan syarat tidak ada

hubungan darah yang dekat terhadap kedua pasangan tersebut (sampai 7 keturunan). Jika

pihak laki-laki dan perempuan memenuhi syarat tersebut, maka upacara perkawinan dapat

dilaksanakan. Berikut ini tata tertib pada upacara falöwa ono Niha.

9Sidik adalah pengesahan dari Gereja yang menandakan bahwa anak tersebut telah diajarkan tentang

firman Tuhan dan tentang agama Kristen.

Page 79: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

71

(a) Fora’u tanga (salam-salaman). Setibanya di lokasi pesta (di rumah pihak

perempuan), Pihak keluarga perempuan menyambut kedatangan tamu-tamu dengan

bersalam-salaman. Seiring dengan berjalannya acara salam-salaman, pihak mempelai pria

berjalan menemui pihak wanita, lalu keduanya berjalan bersama-sama menuju pelaminan.

Setelah sampai ke pelaminan, pengantin tersebut lalu berdiri dan menghadap para undangan

sambil menunggu aba-aba untuk duduk. Pada umumnya seorang protokal akan

menyampaikan tata tertib upacara dengan menggunakan alat pengeras suara (microphone).

Pada saat acara fora’u tanga, seperangkat Aramba pun dimainkan, yang memainkan alat

musik tersebut diawali oleh keluarga dari pihak perempuan. Setelah protokol memberi aba-

aba untuk melanjutkan acara, barulah kegiatan mamözi aramba dihentikan sementara.

(b) Fanunö (nyanyian gereja). Setelah mempelai wanita dan pria telah dipersilahkan

duduk yang disusul dengan undangan, selanjutnya diadakan nyanyian pembukaan berupa

nyanyian rohani Kristiani yang bertujuan untuk menyerahkan acara ini kepada Lowalangi

(Tuhan) agar semuanya dapat berjalan dengan lancar.

(c) Fame’e bola nafo. Setelah fanunö, lalu pembawa acara memberi instruksi kepada

mempelai laki-laki untuk memberikan bola nafo (sirih) kepada keluarga pihak perempuan.

Lalu mempelai laki-laki memberikan bola nafo kepada ina (ibu dari pengantin perempuan),

iwa (isteri dari salah seorang saudara kandung ayah pengantin perempuan), uwu (istri dari

pihak paman), huwa (istri dari kakek), banua (salah seorang istri dari tokoh masyarakat

sekitar yang mempunyai hubungan keluarga dengan pengantin).

(d) Femanga (jedah). Pada acara ini, pengantin laki-laki (mewakili) memberikan simbi

(rahang babi) kepada sibaya (paman) sebagai bentuk penghormatan, serta memberikan waktu

untuk makan kepada undangan. Dalam acara ini, kegiatan mamözi aramba dapat dilakukan

sampai protokol memberi aba-aba bahwa acara dilanjutkan. Kegiatan mamözi aramba di

dalam bagian acara ini merupakan kegiatan yang tidak formal dan bebas, dengan arti bahwa

Page 80: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

72

siapa saja diberi kesempatan untuk memainkan seperangkat aramba tersebut. Pada umumnya

masyarakat Nias akan memainkan seperangkat aramba tersebut secara bergantian.

Setelah acara formal tersebut, lalu protokol memberi aba-aba kepada kedua pengantin

serta keluarga besarnya untuk diberikan mene-mene10. Pemberian mene-mene tersebut

dilakukan secara tertutup, biasanya di dalam rumah. Dalam acara ini, masyarakat tidak

diperbolehkan untuk mamözi aramba karena dianggap membuat ribut nantinya.

Setelah itu lalu kedua pengantin meninggalkan rumah pihak perempuan dan pergi

menuju rumah pihak laki-laki. Pada saat inilah kegiatan mamözi aramba dilakukan dari

kedua mempelai keluar dari rumah sampai mereka benar-benar meninggalkan rumah si

pengantin. Sesampainya di rumah pihak laki-laki, mamözi aramba kembali dimainkan sampai

larut malam tergantung samözi arambanya. Kegiatan mamözi aramba yang dilakukan

bersifat bebas dan diberikan kesempatan kepada orang yang mau memainkan seperangkat

aramba tersebut.

Gambar 14:

Kegiatan Mamözi Aramba dalam Upacara Perkawinan

10Mene-mene adalah nasihat dari orang tua ke orang yang lebih muda

Page 81: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

73

Mamözi Aramba mempunyai fungsi dalam upacara perkawinan. Menurut Merriam

(1964 : 219-227), ada 10 fungsi dan peranan musik dalam kebudayaan yaitu : (1) sebagai

hiburan,(2) sebagai perlambang, (3) sebagai media komunikasi, (4) sebagai estetis, (5)

sebagai reaksi jasmani, (6) sebagai pengungkapan emosional, (7) sebagai pengintegrasian

masyarakat, (8) sebagai kesinambungan masyarakat, (9) sebagai pengesahan lembaga-

lembaga sosial, serta (10) fungsi musik yang berkaitan dengan norma-norma sosial.

Dengan memperhatikan teori tersebut, penulis menyimpulkan bahwa terdapat 5 fungsi

mamözi Aramba dalam upacara perkawinan masyarakat Nias, yaitu:

1. Fungsi Hiburan, yaitu masyarakat Nias melakukan kegiatan mamözi Aramba

dalam acara tertentu pada pesta perkawinan untuk menghibur masyarakat yang

hadir dalam pesta tersebut

2. Fungsi pengungkapan emosional, yaitu kegiatan mamözi Aramba dilakukan

berdasarkan pengungkapan perasaan dan ekspresi bahagia yang dituangkan

kedalam suatu wadah, yaitu mamözi Aramba.

3. Fungsi komunikasi, syair höli-höli mempunyai fungsi sebagai pesan kepada

masyarakat agar dapat menyatukan hati menjalani acara tersebut.

4. Fungsi sebagai kesinambungan masyarakat, kegiatan mamözi Aramba merupakan

kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan dan melanjutkan tradisi yang ada

pada kebudayaan Nias.

5. Fungsi pengesahan lembaga sosial, kegiatan mamözi Aramba yang dilakukan

menjadi simbol bahwa sah nya berjalannya upacara perkawinan.

Cara dan teknik mamözi Aramba dalam tiap perkawinan pada umumnya sama. Hanya

saja terdapat sedikit perbedaan terhadap Höli-höli sebelum Aramba dimainkan. Fungsi höli-

höli adalah sebagai sorakan untuk menyatukan hati ono Niha untuk memulai sesuatu

kegiatan, ataupun acara.

Page 82: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

74

3.5 Peranan dan Fungsi Mamözi Aramba sebagai Pengiring Tari Ya’ahowu

Tari Ya’ahowu adalah tari yang berasal dari kebudayaan Nias, dimana tari tersebut

dibawakan oleh 6-8 orang perempuan, yang bertujuan untuk menyapa para undangan ataupun

tamu kehormatan yang ada. Tari ini biasanya dijadikan sebagai acara pembuka dalam acara

besar yang ada di Nias, khususnya di Gunungsitoli.

Kata Ya’ahowu adalah kata sapaan dalam bahasa Nias, sama seperti Horas, Majua-jua,

dan sebagainya. Kata Ya’ahowu mempunyai makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain

dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa. Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan

sikap-sikap: perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan. Jadi makna yang

terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh

dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup

bersama. Selain itu ya’ahowu juga mempunya arti diberkatilah engkau. Jadi sapaan ya’ahowu

merupakan sapaan yang sangat sopan bagi suku Nias.

Dalam konteks tari Ya’ahowu, mamözi aramba mempunyai peranan dan fungsi.

Dalam segmen ini, penulis menggunakan sebagian teori yang dikemukakan Merriam tentang

fungsi musik dalam kebudayaan ditambah dengan teori pertunjukan yang dikemukakan oleh

Milton singer. Menurut Singer untuk mendeskripsikan suatu pertunjukan maka seorang

peneliti harus melihat tujuh aspek yang berkaitan, yaitu (1) waktu pertunjukan yang biasanya

terbatas, (2) adanya awal dan akhir pertunjukan, (3) acara kegiatan yang terorganisasi, (4)

sekelompok pemain, (5) sekelompok penonton, (6) tempat pertunjukan, dan (7) kesempatan

untuk mempertunjukannya. Pada bagian ini, penulis akan mendeskripsikan Tari Ya’ahowu

secara umum.

Tari Ya’ahowu biasanya dilakukan pada acara adat Nias yang bertujuan untuk

menyambut dan menyapa para undangan, terutama tamu-tamu terhormat yang datang pada

acara tersebut. Tari Ya’ahowu ini biasanya dibawakan oleh sekelompok penari perempuan

Page 83: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

75

yang terdiri dari 6-8 orang, dimana masing-masing penari memakai kostum warna kuning

merah, ataupun merah kuning sesuai dengan kesepakatan pihak penari dengan yang

membawa acara (Man Harefa 14 Juni 2012). Kostum tersebut dihiasi dengan perhiasan

kepala yang disebut Bala högö dan kalung bewarna kuning keemasan yang disebut fatö-fatö.

Gambar 15:

Tari Ya’ahowu pada Pesta Budaya Nias 2011

(Sumber: Dispora Kabupaten Nias Utara)

Page 84: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

76

Tari Ya’ahowu dipertunjukkan pada awal acara, ketika para undangan dan tamu

terhormat telah memasuki tempat acara adat tersebut. Tari Ya’ahowu diawali dengan pukulan

göndra yang panjang sambil penari masuk dan mengambil posisinya dan membentuk sebuah

formasi. Lalu, seseorang dari antara penari melakukan liwa-liwa, yaitu sambutan dari

perempuan ciri khas Nias. Setelah itu barulah penari melakukan tariannya dan diiringi dengan

seperangkat aramba. Setelah tarian tersebut selesai, barulah samözi aramba (pemain aramba)

memberhentikan musiknya dengan cara memberi kode dari sanindra (pemukul göndra).

Setelah itu salah satu penari membuat liwa-liwa lagi yang bertujuan untuk memberikan pesan

kepada penonton bahwa tarian telah selesai. Setelah itu seperangkat Aramba kembali dipukul

dan penari kembali ke belakang panggung. Setelah seluruh penari meninggalkan di

panggung, barulah mamözi aramba dihentikan dengan pukulan penutup dari sanindra.

Tari Ya’ahowu tersebut diiringi oleh pemain aramba dimana yang berperan sebagai

pemimpin adalah Sanindra. Pada umumnya mereka memakai rompi adat Nias. Ini bertujuan

agar penonton bisa membedakan pemain seperangkat Aramba dengan orang biasa. Selain itu

fungsi rompi tersebut agar menjadi pajangan yang salah satunya terdapat nilai seni dari segi

pertunjukan (Man Harefa 6 Juni 2012).

Page 85: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

77

Gambar 16:

Mamözi Aramba Sewaktu Mengiring Tari Ya’ahowu

Adapun fungsi dan peranan pertunjukan Tari Ya’ahowu dan mamözi Aramba tersebut

berdasarkan teori Merriam, yaitu :

1. Sebagai wadah untuk menghibur tamu ataupun masyarakat yang hadir dalam

acara tersebut.

2. Sebagai ungkapan rasa emosional melalui permainan mamözi Aramba dan

gerakan tarian Ya’ahowu yang dilakukan.

3. Sebagai alat untuk melanjutkan tradisi dan ciri khas masyarakat Nias melalui

kesenian pertunjukan Tari Ya’ahowu.

4. Sebagai wadah untuk memberikan pesan kepada penonton, yaitu ucapan selamat

datang di acara (kebudayaan Nias) tersebut.

Dalam permainan mamözi aramba sebagai pengiring tari Ya’ahowu, tidak ada

perbedaan teknik yang menonjol jika dibandingkan dengan mamözi aramba dalam upacara

perkawinan. Hanya saja yang membedakannya adalah posisi berhenti atau dimainkannya

aramba tersebut. Selain itu, pada konteks pertunjukan mamözi aramba harus memerhatikan

Page 86: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

78

langkah-langkah si penari, karena tugas mamözi aramba di sini adalah sebagai pengiring

tarian, berbeda dengan mamözi aramba pada upacara perkawinan.

Page 87: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

79

BAB IV

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS

MAMÖZI ARAMBA

4.1 Transkripsi dan Analisis

Transkripsi dalam etnomusikologi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi

simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati dari suara, dan simbol-simbol tersebut disebut

dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis memilih teori yang dinyatakan oleh

Charles Seeger tentang notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan

di etnomusikologi. Notasi deskriptif adalah notasi yang ditujukan untuk menyampaikan

kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui

oleh pembaca. Selain itu penulis juga menggunakan transkripsi yang dibuat sendiri oleh

penulis, agar lebih mudah memahami isi dari transkrip tersebut.

Dalam segi analisis, penulis menggunakan salah satu teori yang dikemukakan oleh

Malm dalam terjemahan Takari (1993:13), yaitu sebagian teori weighted scale ditambah

dengan sesuatu yang berhubungan dengan waktu. Penulis akan menganalisa bagian-bagian

seperti ketukan dasar, ritme, dan birama yang ada pada kegiatan mamözi aramba tersebut.

Penulis akan meneliti dua buah contoh kegiatan mamözi aramba dalam upacara

perkawinan dan kegiatan mamözi aramba sebagai pengiring tari Ya’ahowu. Kedua kegiatan

tersebut dapat mewakili perbedaan konteks mamözi aramba dalam upacara adat dan mamözi

aramba sebagai pengiring tari-tarian. Peneliti meneliti kedua kegiatan tersebut karena

memiliki konsep dan fungsi yang berbeda, sehingga kita bisa menganalisis dan melihat kedua

perbedaan tersebut. Adapun hasil transkripsi yang di buat oleh penulis dari hasil penelitian

Page 88: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

80

pada upacara perkawinan Rahmat Zendratö dengan April Daeli di Kota Gunungsitoli pada

tanggal 18 Mei 2012, yaitu sebagai berikut.

4.2. Transkripsi dan Analisis Mamözi Aramba dalam Upacara Perkawinan

Page 89: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

81

Page 90: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

82

Berdasarkan teori tentang hubungan musik dengan waktu yang dikemukakan oleh

Malm, maka penulis menganalisa repertoar tesebut dalam segi ketukan, ritme, birama, pulsa,

peran alat musik dan dinamika. Adapun hasil dari analisa tersebut yaitu :

a. Sanaha

xxxx xxxx xxxx xxxx

Keterangan:

x : pukul = : harga ritme ¼ ketuk

1 birama terdapat 4 ketuk di dalamnya

Hasil Analisa dari Sanaha pada alat musik Göndra yaitu :

- Sanaha berperan sebagai penahan tempo dan pulsa.

- Sanaha hanya memainkan ritme konstan seharga ¼ ketuk.

- Sanaha tidak memainkan variasi, termasuk membuat aksen tertentu.

- Dinamika pukulan yang dibuat oleh sanaha lebih lembut dibandingkan pukulan

Sanindra.

b. Sanindra

xoxx xx xoxx xx

Ket :

x : pukul = : harga ritme ¼ ketuk

o : Angkat - : harga ritme ½ ketuk

1 birama terdapat 4 ketuk di dalamnya

- Sanindra bertugas sebagai pembuat variasi dan yang memberikan kode bagi alat

musik yang lain.

Page 91: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

83

- Sanindra dapat melakukan improvisasi sesuai dengan ciri khas permainan Göndra

suku Nias, contoh improvisasi sanindra yang sering dipakai ada dua, yaitu :

xxxx xx xxxx xx dan xoox xx xoox xx

c. Faritia

Faritia 1 x x x x

Faritia 2 ox ox ox ox

Ket :

x : pukul - : harga ritme ½ ketuk

o : angkat

Dalam 1 birama terdapat 4 ketuk

- Bunyi Faritia yang dihasilkan bergaya call and respon, dimana kedua faritia tersebut

saling sahut menyahut.

- Kedua Faritia tersebut mempunyai frekuensi nada yang berbeda, sehingga

mengeluarkan bunyi yang bervariasi.

- Kedua Faritia tersebut mengeluarkan ritme yang bervariasi memberikan kesan yang

penuh dengan improvisasi ritme.

d. Aramba

x

Ket:

x : pukul

dalam 1 birama terdapat 4 ketuk

- Gong berfungsi sebagai tanda masuknya ketukan pertama.

- Gong dipukul hanya sekali dalam 1 bar, tanpa menggunakan variasi.

Page 92: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

84

Adapun hasil analisis penulis berdasarkan keseluruhan alat musik seperangkat aramba,

yaitu :

- Seperangkat Aramba tidak mempunyai alat musik pembawa melodi. Seperangkat

Aramba hanya terdiri dari alat musik ritme, sekalipun pada kedua Farita tersebut

terdapat 2 nada yang berbeda.

- Ketiga alat musik tersebut memberikan kesan yang bewarna dan bervariatif, sekalipun

tidak ada alat musik yang bersifat pembawa melodi di dalam ensambel tersebut.

- Pada repertoar mamözi Aramba dalam konteks perkawinan, mayoritas cara bermain

seperangkat Aramba sama. Hanya yang membedakannya adalah syair Höli-höli nya.

Walaupun berbeda syair, namun bentuk dan jenis mamözi Aramba tersebut pun tetap

sama.

- Repertoar mamözi Aramba pada upacara perkawinan mempunyai tempo moderato

yaitu sedang.

4.3 Mamözi Aramba sebagai Pengiring Tari Ya’ahowu

Mamözi Aramba tidak hanya dipakai dalam upacara perkawinan atau yang berjenis

upacara saja, namun mamözi Aramba juga dipakai sebagai pengiring tari-tarian. Pada

kesempatan kali ini penulis mencoba meneliti dan menganalisis repertoar Mamözi Aramba

sebagai pengiring tari Ya’ahowu, yaitu tari yang berisikan tentang sambutan kepada para

tamu terhormat dalam suatu upacara adat, ataupun acara lainnya.

Adapun hasil transkripsi yang telah dibuat oleh penulis tentang mamözi aramba sebagai

pengiring tari Ya’ahowu. Transkripsi ini dibuat penulis agar mamözi aramba pada tari

Ya’ahowu dapat di analisis dan dibedakan dengan mamözi aramba pada pesta perkawinan

dari segi musikalitas.

Page 93: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

85

Page 94: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

86

Adapun hasil dari analisis tersebut yaitu hampir sama dengan kriteria mamözi aramba

pada upacara perkawinan. Perbedaannya yaitu:

- Mamözi aramba menggunakan ketukan bebas pada beberapa bagian, hal ini berguna

untuk memberikan kode bagi penari untuk melakukan Liwa-liwa11

- Mamözi aramba pada saat terakhir ditutup dengan kode dari Sanindra, bukan dengan

roll seperti repertoar mamözi Aramba pada acara perkawinan.

- Repertoar mamözi Aramba sebagai pengiring tari Ya’ahowu menggunakan tempo

agak cepat atau Allegretto.

11Liwa-liwa adalah sambutan dari penari perempuan Nias, seperti hi.....i

Page 95: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

87

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dalam tulisan tentang analisis musikal dan fungsional mamözi Aramba pada

kebudayaan Nias di Gunungsitoli ini terdapat beberapa kesimpulan yang dirangkum penulis,

sebagai berikut. Sampai saat ini asal-usul ono Niha masih belum dapat ditentukan, semua

data-data yang ditulis berdasarkan sumber hanyalah sebuah interpetasi. Dahulu suku Nias

melihat tanggal dan waktu berdasarkan bulan, matahari, dan bintang. Keturunan ono Niha

mengikuti adat dan tradisi (termasuk marga) dari ayahnya (patrilineal).

Masyarakat Nias mempunyai kesenian yang beragam, baik tari, musik, atau

pertunjukan. Satu-satunya ensambel musik yang ada di Nias yang pernah ditemukan adalah

seperangkat aramba (yang terdiri dari göndra, faritia, dan aramba).

Dari sudut kajian fungsionalnya, mamözi aramba digunakan dan diaplikasikan pada

acara perkawinan, owasa, dan sebagai pengiring tari-tarian, seperti tari Ya’ahowu, Moyo dan

tari Tuwu. Fungsinya ensambel ini adalah untuk (a) hiburan, yaitu masyarakat Nias

melakukan kegiatan mamözi aramba dalam acara tertentu pada pesta perkawinan untuk

menghibur masyarakat yang hadir dalam pesta tersebut. (b) Fungsi pengungkapan emosional,

yaitu kegiatan mamözi aramba dilakukan berdasarkan pengungkapan perasaan dan ekspresi

bahagia yang dituangkan kedalam suatu wadah, yaitu mamözi aramba. (c) Fungsi

komunikasi, syair höli-höli mempunyai fungsi sebagai pesan kepada masyarakat agar dapat

menyatukan hati menjalani acara tersebut. (d) Fungsi sebagai kesinambungan masyarakat,

kegiatan mamözi Aramba merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan dan

melanjutkan tradisi yang ada pada kebudayaan Nias. (e) Fungsi pengesahan lembaga sosial,

Page 96: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

88

kegiatan mamözi aramba yang dilakukan menjadi simbol bahwa sah nya berjalannya upacara

perkawinan.

Dari segi struktur musikal maka seperangkat aramba tidak mempunyai alat musik

pembawa melodi. Seperangkat aramba hanya terdiri dari alat musik ritme, sekalipun pada

kedua farita tersebut terdapat 2 nada yang berbeda. Ketiga alat musik tersebut memberikan

kesan yang bewarna dan bervariatif, sekalipun tidak ada alat musik yang bersifat pembawa

melodi di dalam ensambel tersebut. Pada repertoar mamözi aramba dalam konteks

perkawinan, mayoritas cara bermain seperangkat aramba sama. Hanya yang membedakannya

adalah syair höli-höli nya. Walaupun berbeda syair, namun bentuk dan jenis mamözi aramba

tersebut pun tetap sama. Repertoar mamözi Aramba pada upacara perkawinan mempunyai

tempo moderato yaitu sedang.

5.2 Saran

Adapun saran yang dihimbau penulis untuk meneliti musik mamözi aramba. Pertama

kita harus mengetahui dasar-dasar teori untuk meneliti mamözi aramba tersebut, seperti teori

seni pertunjukan, teori fungsi dan teori analisa musikal yang ada. Selanjutnya kita harus

memiliki pengetahuan secara umum tentang kebudayaan Nias dan masyarakatnya, agar disaat

turun kelapangan, kita dapat mengetahui apa langkah-langkah yang akan kita lakukan untuk

meneliti ataupun mewawancarai. Selanjutnya kemampuan untuk menjadi insider, atau

berbaur dengan masyarakat Nias sangat disarankan oleh penulis, agar kita mendapatkan

informasi yang lebih akurat sesuai dengan yang kita inginkan.

Page 97: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

89

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Danandjaja, James, 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:

Grafiti Pers. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu

Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gulö, W. 1983. Benih yang Tumbuh. Semarang: Satya Wacana. Hadikusuma, Hilman, 1987. Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung. Hammerle, Johannes. 2001. Asal usul masyarakat Nias suatu Interpretasi. Nias: Yayasan

Pusaka Nias. Hammerle, Johannes. 1995. Hikaya Nadu. Nias: Yayasan Pustaka Nias Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English sixth edition.

New York: Oxford University Press. Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,

Indonesia. Kunts, Jaap. 1939. Ethnographie Music in Nias. Amsterdam Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia (terjemahan).

Medan: Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Nasution, S. 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Panitia penyelenggara pesta Ya’ahowu 1990. Juklak Kesenian pada pesta Ya’ahowu. Nias Poerwadarminta, W.J.S. (ed.), 1965. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”

Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.” Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.

Page 98: MAMÖZI ARAMBA DALAM KEBUDAYAAN NIAS DI · PDF fileSuku Nias menggunakan bahasa ibu yang disebut bahasa Nias atau li Niha. Dalam segi bahasa, mamözi aramba terdiri dari 2 kata dasar

90

Zebua, Faondragö. 1996. Sejarah lahirnya dan perkembangan kota Gunungsitoli. Nias Zebua, Victor. 2010. Jejak Cerita rakyat Nias. Yogyakarta: Pustaka Pelajar