makna ritual bakar batu bagi masyarakat kristen suku dani ......ritual bakar batu yang dilakukan...

50
Makna Ritual Bakar Batu Bagi Masyarakat Kristen Suku Dani di Kota Semarang ditinjau dari Perspektif Sosio-Antropologi Oleh, VENSCHA MARIA LESIPUTTY 712010040 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • Makna Ritual Bakar Batu Bagi Masyarakat Kristen Suku Dani di Kota Semarang ditinjau

    dari Perspektif Sosio-Antropologi

    Oleh,

    VENSCHA MARIA LESIPUTTY

    712010040

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si-Teol)

    Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2015

  • Motto

    Diberkati untuk Memberkati

    “orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang

    berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa

    berkas-berkasnya.

    (Mazmur 126:5-6)

    Ku tak cemas kan jalan yang naik turun lewat lembah dan gurun yang terjal, sebab Engkau berjalanlah

    bersamaku, membimbingku ke negeri baka.

    Tulisan ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus sang

    Penopang dalam hidup saya.

    Bapak dan Mama, serta semua orang yang selalu mendukung penulis dan mengandalkan Tuhan di dalam

    hidupnya.

    v

  • UCAPAN TERIMA KASIH

    Penulis menyadari bahwa hanya karena kasih dan kemurahan Tuhan Yesus maka

    penulisan tugas akhir ini dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Lelah, capek dan

    kadang-kadang hampir putus asa, itulah yang penulis alami tetapi Tuhan tetap memberikan

    semangat dan kekuatan, sehingga penulis tetap semangat dan berusaha semaksimal mungkin

    mengerjakan tugas akhir ini. Untuk pencapaian ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih

    kepada beberapa pihak yang telah membimbing dan memungkinkan penulis berproses di

    Fakultas Teologi UKSW.

    1. Papa dan Mama. Terimakasih untuk cinta, kasih sayang dan dukungan yang diberikan

    kepada Penulis, selama proses penulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk nasihat dan

    juga lutut yang tidak pernah lelah untuk terus mendoakan penulis yang ada di tanah

    rantauan, serta yang penulis butuhkan selama perkuliahan. Kiranya Tuhan Yesus yang

    dapat membalas jerih payah papa dan mama.

    2. Untuk K’Edo, Jerry, Edwin, Ucup, Yanti, Billy, Vero, Maria, K’Bety, Kezya dan semua

    di rumah. Trima kasih untuk keceriaan dan kasih persaudaraan yang selalu ku rindukan di

    tanah rantau ini. walau ada berjuta kebahagiaan yang di tawarkan di tempat lain

    tetapi saya akan memilih menghabiskan masa-masa indah bersama kalian. I am

    coming home. I Love u all

    3. Pdt. Dr. Retnowati, M.Si, selaku pembimbing 1. Terimakasih banyak ibu untuk

    bimbingannya selama ini, terimakasih sudah membuat saya sibuk demi mengejar date

    line hanya untuk wisuda, terimakasih untuk proses pembelajaran dan nasehat selama

    masa bimbingan. Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan

    bapa, juga untuk pembimbing 2, Pdt. Dr. Ebenheazer. terimakasih sudah membimbing

    penulis, memberikan revisi dan masukan-masukan yang baik sehingga menyadarkan

    penulis untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu yang ada. Trima kasih bapa karena

    tidak pernah bosan lihat beta ketuk pintu kantor. Penulis juga mohon maaf apabila sering

    membuat kesal. Kiranya segala jerih payah yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus

    yang akan membalasnya. Tuhan Yesus Memberkati

    vi

  • 4. Pdt. Izak Lattu dan Bapak David Samiono yang sudah mereview Tugas Akhir dari

    penulis. Terimakasih sudah meluangkan waktu demi membaca Tugas Akhir dari penulis.

    Tuhan Yesus memberkati selalu.

    5. Seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW. Terimakasih banyak bapak dan ibu dosen untuk

    kebersamaannya selama ini, terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada

    penulis yang terkadang menguras pikiran dan tenaga, mebuat penulis bersungut-sungut

    dan kadang mengumpat dalam hati, tetapi penulis sangat yakin bahwa apa yang sudah

    bapak dan ibu dosen berikan suatu saat nanti akan berguna. Bapak Thobias terimakasih

    untuk nasehat yang di berikan, sangat peduli bahkan sudah menjadi orang tua bagi

    penulis dan teman-teman Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala

    kebaikan bapak. Untuk Pak Yusak, terimakasih ibu sudah menjadi wali studi, menjadi

    motivator terhebat selama penulis berada di Fakultas Teologi. Tuhan Yesus Kristus

    memberkati bapak dan ibu bersama keluarga.

    6. Pegawai TU. Bu Budi, Mbak Liana dan mas Eko makasih banyak untuk keakraban dan

    bantuannya selama ini. Terutama bu Budi, terimakasih ibu untuk bantuan dan kesabaran

    dalam menghadapi penulis. Kiranya Tuhan Yesus memberkati selalu

    7. Majelis Jemaat GKO Solideo Waena dan seluruh komisi. Terimkasih telah menjadi

    bagian terpenting dalam proses perkuliahan penulis. Tempat di mana penulis belajar dan

    bekerja selama kurang lebih 4 bulan. Terimakasih untuk Bapak Pdt. Jalahan. Sianturi

    bersama mami Pdt. Ni Wayan. Terimakasih banyak untuk kasih sayang yang diberikan

    kepada penulis,

    8. Masyarakat Suku Dani di kota Semarang, Persekutuan Pondok Daud dan HIPMAPAS

    Terimakasih telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan penelitian.

    Kiranya tulisan ini berguna.

    9. Mejelis Jemaat GKI Salatiga yang sudah menjadi tempat di mana penulis melakukan

    pelayanan, terimakasih banyak karena sudah menerima kehadiran penulis layaknya

    keluarga. Kiranya keakraban ini tetap terjalin sampai kapan pun. Tuhan Yesus Kristus

    memberkati selalu.

    10. Teologi 2010 UKSW. Terimakasih banyak teman-teman tersayang untuk

    kebersamaannya selama ini, mengenal kalian adalah sejarah indah dalam hidup saya.

    Dimanapun kalian berada cerita dan kenangan kita akan selalu terukir indah dalam hati

  • kita masing-masing. Tetap ingat motto kita, “one heart, one dream and one vision”

    teologi 2010 tetap di hati. Tuhan Yesus Memberkati kita selalu.

    11. Sahabat sekaligus saudara terbaik Janeman Jorgie Pieter dan Lionita Itta. terimakasih

    sudah mengisi hari-hari indah selama di salatiga, menjadi teman duduk yang tak

    tergantikan, teman translate tugas yang abadi. Masih teringat jelas omelan dan sindiran

    yang memacu penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Tuhan Yesus

    berkati kalian berdua dalam pelayanan. Semoga masa vicarnya sukses.

    12. Sylvia, Javier, Bill, Frida, Tommy, Ogel, K’Dontes, Insos, K’Gaby, Usi Nina, Pepy,

    Amelia, Henny , Oyen, dan semua teman-teman yang selalu memberikan semangat dan

    mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Tuhan Yesus berkati

    13. Trima kasih untuk Keluarga Faot. Bapa, mama, dan semua ade-ade yang selalu

    mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Tuhan Yesus memberkati

    14. Trima kasih untuk Bapak Albert Kayame dan Ibu Diana, k’Juan, ade Grace, Kakak Ishak

    Ronsumbre, istri dan semua ade-ade, Bapak Atenius Murib dan Mama Ida. Trima kasih

    untuk doa dan dukungan selama ini. trima kasih karena menganggap penulis bagian dari

    keluarga kalian. penulis senang mengenal semua keluarga ini. Tuhan Yesus memberkati

    15. untuk yang terkasih, Julio O. Avner . Faot. S.Th. Trima kasih untuk doa, nasehat, dan

    semangat yang selalu diberikan disaat penulis sedih dan menetaskan air mata dalam

    proses penyelesaian tugas akhir ini. trima kasih karena selalu meyakinkan penulis untuk

    meyelesaikan dengan baik penulisan ini. Tuhan Yesus memberkati mu.

    Akhirnya untuk semua pihak yang terlibat, bapak-mama, om-tante, oma-opa bahkan

    beberapa pihak yang tidak saya sebutkan satu per satu yang mendukung dan mendoakan

    terimakasih banyak. Kiranya tulisan yang jauh daripada sempurna dapat berguna bagi kita

    semua. Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan hati yang diberikan kepada

    penulis. Tuhan Yesus memberkati kita selalu.

    Salatiga, 1 Juli 2015

    Viii Venscha Maria Lesiputty

  • Abstrak

    Tradisi bakar batu merupakan sebuah ritus yang sangat bermakna dalam kehidupan

    masyarakat suku Dani. Dalam tindakan ritual terkandung seluruh nilai-nilai kehidupan yang

    dianut oleh masyarakat tersebut. Ritual-ritual yang dilakukan tidak terpisahkan dari bentuk

    kepercayaan, norma dan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat. Ritual bakar batu

    merupakan ritual yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat suku Dani. Ada dua makna

    umum ritual bakar batu dalam kehidupan masyarakat suku Dani yaitu: sebagai bentuk pemujaan,

    dan sarana mediasi. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ritual bakar batu yang dilakukan

    oleh masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mangalami penambahan makna. Makna

    baru tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka yang menyadang gelar baru sebagai

    perantauan. Ritual bakar batu yang dilakukan merupakan bentuk pelestarian budaya leluhur,

    penjaga identitas sosial, sebagai salah satu sarana pewarisan budaya kepada generasi penerus,

    dan memperkenalkan budaya suku Dani kepada Masyarakat kota Semarang. Teori yang dipakai

    sebagai alat analisa adalah identitas sosial, simbol dan ritual. Dalam penilitian ini metode yang

    digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

    Kata kunci: Identitas sosial, Simbol, Ritual dan Masyarakat suku Dani

    ix

  • DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. i

    LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................... ii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .................................................... iii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ iv

    MOTTO .............................................................................................................................. v

    KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi

    ABSTRAK ......................................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ...................................................................................................................... x

    1. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Masalah............. .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ……. ............................................................................................... 4

    1.3 Tujuan . ......................................................................................................................... 4

    1.4 Signifikansi atau Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

    1.5 Metode Penelitian ........................................................................................................ 5

    1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 6

    2. LANDASAN TEORI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL DAN RITUAL

    2.1 Identitas Sosial. ............................................................................................................. 7

    2.2 Simbol . ......................................................................................................................... 12

    2.3 Ritual . ........................................................................................................................... 15

  • 2.4 Ritual Bakar Batu. ......................................................................................................... 17

    3. GAMBARAN UMUM SUKU DANI

    3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani . ................................................................................... 19

    3.2 Ritual Bakat Batu di Daerah Asal Suku Dani .............................................................. 22

    3.3 Masyarakat Suku Dani yang tinggal di kota Semarang ............................................... 24

    3.4 Ritual Bakar Batu di kota Semarang . ........................................................................... 25

    4. ANALISA MAKNA BAKAR BATU BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT

    KRISTEN SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI PRESPEKTIF

    SOSIO-ANTROPOLOGI . ............................................................................................... 29

    5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI . ..................................................................... 33

    DAFTAR PUSTAKA . .................................................................................................. 36

    xi

  • 1

    MAKNA RITUAL BAKAR BATU BAGI MASYARAKAT KRISTEN

    SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DI TINJAU DARI PERSPEKTIF

    SOSIO – ANTROPOLOGI

    I. Pendahuluan

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Indonesia adalah negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, adat-istiadat

    dan budaya, daerah satu dengan yang lain memiliki kebudayaan yang berbeda.

    Hal ini yang membuat Negara Indonesia disebut negara majemuk karena setiap

    suku memiliki keunikan. Perbedaan-perbedaan tersebut bukan membuat

    perpecahan tetapi dari perbedaan tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah

    negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Kebudayaan setiap

    kelompok memiliki ciri-ciri khusus.

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil dan

    penciptaan batin atau akal budi manusia seperti kepercayaan, keseniaan, dan adat

    istiadat.1Kebudayaan juga merupakan hasil prestasi manusia dan bagian dari

    warisan manusia di setiap tempat atau waktu yang sudah diberikan pada manusia

    secara teratur.2 Istilah lain untuk memahami pengertian culture yaitu bahwa

    manusia di dalam kebudayaan tidak berdiri sendiri. Manusia hidup dalam suatu

    lingkungan kebudayaan dan di situ mereka mengenal cara hidup tertentu.3

    Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya

    bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan

    orang lain.4 Oleh sebab itu sebuah komunitas atau masyarakat sangat penting bagi

    setiap induvidu, karena di dalam masyarakat tersebut, kebudayaan mengalami

    pertumbuhan dan perkembangan.5 Dalam Setiap kebudayaan terdapat tradisi,

    ritual (upacara) dan juga norma yang mengatur setiap masyarakat. Ritual atau

    upacara ini dilakukan sebagai alat kontrol sosial yang bermaksud mengontrol

    1DepartemenPendidikandanKebudayaan,KamusBesarBahasa Indonesia (Jakarta:

    BalaiPustaka, 1991), 149. 2 H. Richard Niebuhr, Kristusdan Kebudayaan (Jakarta: Petra Jaya, 1956).38

    3 Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayan (Bogor: Percetakan Bogor, 1966).13

    4 Tri Widiarto, Pengantar Antropologi. (Salatiga: Widya Sari Press,2007) 38

    5 Tri Widiarto, Pengantar Antropologi……., 11

  • 2

    perilaku dan kesejahteraan induvidu demi dirinya sendiri sebagai individu.6 Ada

    begitu banyak upacara yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia misalnya

    prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga

    desa Alas Malang awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon

    turunnya hujan saat kemarau panjang selanjutnya upacara Rambu Solo atau

    upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat

    Toraja secara turun temurun.7.

    Berkaitan dengan upacara adat yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat

    Papua juga memiliki ritual (upacara) yang sering dilakukan dalam rangka

    merayakan pesta adat, pesta panen, kematian dan peristiwa-peristiwa yang

    dipandang penting bagi orang Papua.Ritual bakar batu yang dilakukan oleh

    masyarakat Papua merupakan sebuah tradisi yang diturunkan dari para leluhur.

    Ritual bakar batu pada zaman dahulu dilakukan dalam rangka mempersembahkan

    persembahan dan juga wujud ekspresi kegembiraan dan kesedihan kepada pada

    leluhur dalam setiap peristiwa yang mereka alami.Ritual ini juga diadakan karena

    mampu membangun satu kekuatan jiwa secara bersama-sama untuk

    menghadirkan kekuatan supranatural. Jiwa atau roh pelindung Klen akan hadir

    dan berfungsi sebagai pengontrol dan membantu jiwa pribadi dalam memenuhi

    tanggung jawabnya kepada klen atau masyarakat.8Ritual bakar batu juga bertujuan

    untuk membagikan makanan kepada orang-orang yang belum mempunyai

    makanan, seperti ubi,jagung dan sayur-sayur seperti yang ada di dalam ritual

    bakar batu.9Makanan-makanan tersebut dapat dimakan bersama-sama setelah

    ritual ini berakhir.

    6 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama,(Yogyakarta: Penerbit

    Kanisius,1995) 180 7“upacara-adat-di-berbagai-macam-daerah-indonesia”. dalam alamat link

    http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/Diunduhpadatanggal: 18 November 2014 8Ibrahim Gwijangge, “Bakar Batu Babi Sakral Bagi Masayarakat Pegunungan

    sebuah perspektif sosialogi agama emile Durkheim” dalam link

    http://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-

    pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheim Diunduh pada tangal 17

    November 2014 9 Dumma Socratez, Kita Meminum Air dari Sumur Kita Sendiri,(Jayapura:

    Cendrawasih Press, 2010).113

    http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/Diunduhhttp://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheimhttp://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheim

  • 3

    Seiring berjalannya waktu perkembangan terjadi di berbagai bidang.Berbagai

    alat teknologi turut mengambil bagian dalam perubahan-perubahan lingkungan

    serta mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peralatan-peralatan memasak yang

    berteknologi tinggi sudah tersedia diberbagai tempat dan memudahkan proses

    memamasak, Hal tersebut mempengaruhi tradisi atau ritual yang sering dilakukan

    oleh Masyarakat Papua yaitu ritual bakar batu. Sebagian besar masyarakat Papua

    yang berada di daerah perkotaan jarang melakukan tradisi bakar batu, Akan tetapi

    hal ini berbeda dengan masyarakat suku Dani baik yang tinggal di perkampung

    maupun di perkotaan masih melakukan ritual bakar batu disetiap peristiwa-

    peristiwa yang mereka anggap penting.

    Masyarakat suku Dani merupakan suku di Lembah Baliem, Papua.10

    Suku ini

    identik dengan sebutan suku-suku di daerah pegunungan Papua. Sebelum

    datangnya pekabar injil dari dunia barat, Masyarakat suku Dani masih mempunyai

    ritual-ritual yang mereka jalankan dalam kehidupan ritus mereka, Dengan

    hadirnya para pekabar Injil yang datang ke daerah pegunungan dan

    mengkristenkan masyarakat suku Dani, maka sampai hari ini sebagian besar

    penduduk suku Dani beragama Kristen.Masyarakat suku Dani yang beragama

    Kristen kini melakukan peribadatan dan ikut serta merayakan hari-hari raya

    Kristiani, seperti natal, paskah, serta memperingati masuknya Injil di daerah

    mereka. Keikutsertaan masyarakat suku Dani dalam hari raya gerejawi tidak

    membuat masyarakat Dani meninggalkan ritual mereka. Ritual bakar batu tetap

    mereka lakukan dalam acara adat dan juga hari raya Kristiani.

    Kini masyarakat Papua terkhusus suku Dani tersebar hampir di seluruh

    pulau di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya,

    Malang dan beberapa kota lainnya. Masyarakat suku Dani yang merantau di kota

    Semarang berjumlah 220 orang yang berasal dari berbagai kampung antara lain

    Tolikara, Wamena, Puncak Papua, Nduga, Lanny Jaya dan Intan Jaya.11

    10

    “Suku Dani Kebudayaan-Sistem Kepercayaan, bangsa dan kekerabatan dalam

    link http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-

    kepercayaan-bangsa-kekerabatan.html . Diunduh pada tanggal 17 November 2014 11

    LT (inisial) ketua persekutuan publatduwa atau persekutuan yang

    menghimpunkan masyarakat-masyarakat daerah pegunungan. wawancara, (Semarang,

    26-02-2015, Pukul 16.00 WIB)

    http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-kepercayaan-bangsa-kekerabatan.htmlhttp://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-kepercayaan-bangsa-kekerabatan.html

  • 4

    Keberadaan mereka di kota Semarang dengan berbagai tujuan dan kepentingan

    individu yaitu kuliah, sekolah dan bekerja. Masyarakat suku dani yang merantau

    di kota semarang tidak hanya melakukan aktivitas harian mereka sebagai

    mahasiwa, pelajar dan pekerja tetapi mereka juga menjalakan ritual- ritual yang

    mereka miliki. Salah satu ritual yang sering di lakukan oleh masayarakat suku

    Dani di kota Semarang adalah ritual bakar batu. Berbeda dengan masyarakat

    suku Dani di kota-kota lain yang jarang melakukan ritual bakar batu. Ritual ini

    masih tetap dilakukan oleh masyarakat Dani yang berada di kota Semarang.

    Walaupun kini mereka hidup sebagai perantau jauh dari lingkungan asal mereka

    tetapi masyarakat Dani yang tinggal di kota Semarang tidak begitu saja

    meninggalkan ritual bakar batu. Kota semarang masih tetap menjadi tempat

    dimana mereka menjalankan ritual tersebut.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, maka rumusan penelitian ini

    adalah :

    1. Mengapa masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang masih

    melakukan upacara bakar batu?

    2. Apa makna bakar batu bagi masyarakat Kristen suku Dani di kota

    Semarang

    1.3 Tujuan

    1. Mengetahui alasan mengapa masyarakat Kristen suku Dani di kota

    Semarang masih melakukan upacara bakar batu.

    2. Mengetahui makna bakar batu menurut masyarakat suku Dani di

    kota Semarang.

    1.4 Signifikansi (manfaat) Penelitian

    Memberi sumbangsi pemikiran kepada dunia akademis tentang

    kebudayaan, secara khusus kebudayaan masyarakat Papua yang berkaitan

    dengan ritual bakar batu Serta sumbangsi kepada Masyarakat secara

    umum dan Gereja secara khusus tentang makna ritual bakar batu bagi

  • 5

    kehidupan masyarakat Papua, serta usaha untuk melestarikan ritual

    tersebut.

    1.5 Metodologi Penelitian

    Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari suatu

    peraturan-peraturan yang ada dalam sebuah penelitian.12

    Metode

    penilitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendektan

    kualitatif.Metode deskriptif adalah metode yang diartikan sebagai usaha

    mengungkapkan masalah atau keadaan dan memberikan gambaran secara

    obyektif tentang keadaan yang sebenaranya dari obyek yang diselidiki.13

    Teknik Pengumpulan Data

    a. Interview atau wawancara.

    Teknik pengumpulan data adalah wawancara, yang memberi

    keleluasaan bagi informan kunci untuk memberi pandangan-

    pandangan secara bebas. Sebaliknya, wawancara seperti ini akan

    memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan

    secara mendalam untuk memperoleh data primer yang diperlukan

    dalam penelitian ini. Sumber data yang diambil adalah data yang

    diperoleh langsung melalui wawancara dengan informan kunci secara

    lisan dan tulisan.

    b. Studi Kepustakaan

    Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan atau data melalui

    studi kepustakaan dari berbagai buku dan dokumen lainnya. Selain itu

    studi kepustakaan bermanfaat juga untuk menyusun landasan teori yang

    akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan

    guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian.

    12

    David Samiyono, “Diktat Metode Penelitian Sosial”’ (Salatiga: Universitas

    Kristen Satya Wacana, 2004), 25 13

    H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial( Yogyakarta: Gajah Mada

    University Press, 1990), 131.

  • 6

    1.6 SistematikaPenulisan

    Pada bagianpertamamemuat uraian yang menggambarkan permasalahan

    Tugas Akhir yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian serta metodologi penelitian. Pada bagian kedua penulis

    akan memaparkan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan Ritual dan

    Simbol. Padaketigaberisi tentang selayak pandang mengenai Masyarakat

    Suku Dani serta budaya bakar batu, serta data-data lapangan mengenai

    makna bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat suku Dani di kota

    Semarang. bagian keempatberisi analisis atau tinjauan kritis terhadap data

    lapangan dengan menggunakan teori-teori yang ada. Bagian kelima berisi

    kesimpulan.

  • 7

    2. LANDASAN TEORI MENGENAI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL,

    DAN RITUAL

    2.1 Identitas Sosial

    Identitas merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi antara

    manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Menurut Sherman, setiap orang

    berusaha membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah representasi

    diri yang akan membantu mengkonseptualisasikan dan mengevaluasi siapa diri

    (self) kita dan dan siapa yang lain (Others).14

    Francis M Deng mengatakan bahwa

    Identitas menggambarkan cara individu dan kelompok mengidentifikasikan diri

    dengan orang lain atas dasar ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya.15

    Richard

    Jenkis berpendapat bahwa identitas adalah pemahaman kita akan siapa kita, dan

    siapa orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka

    sendiri dan orang lain.16

    Identitas sosial sangat diperlukan oleh setiap induvidu

    agar dia mengetahui siapa dirinya dan siapa orang lain serta apa yang menjadi ciri

    khas serta membendakan kelompok sosialnya dengan kelompok lain.

    Menurut Hogg dan Abrams Identitas sosial juga merupakan konsep diri

    seseorang sebagai anggota kelompok.17

    Henry Tajfel mendefenisikan identitas

    sosial sebagai: “bagian dari konsep diri induvidu yang berasal dari keanggotaan

    mereka pada suatu kelompok (kelompok-kelompok) sosial bersama-ama dengan

    nilai dan emosi yang signifikan dari keanggotaan tersebut.18

    Identitas sosial

    terbentuk lewat tiga proses yang dijelaskan oleh Henry Tajfel yaitu kategorisasi

    sosial, kategorisasi diri atau identifikasi diri dan perbandingan sosial.

    14

    Robert A. Baron & Don Bayner.Psikologi Social Jilid I. (Jakarta: Erlangga,

    2003),162-163. 15

    Deng, Francis M. War of Visions: Conict Of Identities in the Sudan (

    Washington, DC: Brookings,1995),1. 16

    Jenkins, Richard. Social Identity.(London: Routledge,1996),5.

    17

    Michael A. Hogg, Dominic Abrams, Social Identification. ( London and New

    York: Routledge, 1988),7. 18

    Henry Tajfel “ Social Psychology of intergroup relation. Dalam http://www.unpeit/facolta/psychologia/avvisi/tajfel 1982.Pdf. Di unduh pada tanggal 11 april 2015

    http://www.unpeit/facolta/psychologia/avvisi/tajfel%201982

  • 8

    1. Kategorisasi sosial (social-categorization)

    Kategorisasi sosial merupakan cara manusia di dalam

    mengklasifikasikan diri mereka dan orang lain kedalam kategori-kategori

    atau kelompok-kelompok sosial yang bermakna .19

    lewat kategorisasi sosial

    berbagai objek atau peristiwa sosial didalam kelompok disesuaikan dengan

    tindakan, maksud, sikap dan sistem keyakinan yang ada di dalam

    kelompok.20

    Ketegorisasi sosial membantu induvidu untuk menentukan

    dan menilai dimana dirinya dan dimana orang lain. Dari

    pengkategorisasian ini maka akan muncul kelompok kita (in –Group) dan

    kelompok mereka (Out-group). Kedua kelompok ini akan membentuk

    sistem nilai dan keyakinan kelompok masing-masing, Setiap kelompok

    akan menyusun dan menetapkan keyakinan, Perasaan, sikap dan tingkah-

    laku yang menjadi ciri dari satu kelompok sosial yang membedakannya

    dengan kelompok sosial lainnya.

    2. Kategorisasi diri

    Identitas sosial, diperoleh ketika suatu kelompok sosial tertentu

    mempunyai nilai-nilai yang diyakini kelompoknya dan membedakannya

    dengan kelompok sosial lainya, akan tetepi pengkategorisasian diri juga

    merupakan penentu dalam membanguan identitas sosial karena seseorang

    mengkategorisasi dirinya pada kelompok di saat itu seseorang mendapat

    identitas sosialnya. berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, tetapi

    induvidu itupun tidak bisa diabaikan. Kategorisasi diri manusia kepada

    kelompok di motivasi oleh berbagai macam hal yaitu:

    a. Untuk mendapatkan suatu harga diri ( Self-Esteem)

    yang positif.

    b. Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa dimiliki dan

    dimiliki serta mengoptimalkan perbedaan.

    19

    J Krueger, Social categorization, Psychology of,” dalam Neil J. Smeler &

    Paul B Baltes (ed), international Encyclopedia of social science and behavior, (London:

    Elsevier Science,2001) 14219-14223 20

    Henry Tajfel, “Social Identity and….., 69

  • 9

    3. Perbandingan Sosial

    Kategorisasi sosial lebih berhubungan dengan interaksi internal

    kelompok, sedangkan perbandingan sosial berhubungan dengan interaksi

    antar kelompok. Setelah seseorang dikategorikan sebagai bagian dari

    kelompok dan diidentifikasikan dengan kelompok, selanjutnya akan ada

    kecenderungan untuk membandingkan kelompoknya dengan kelompok

    lain. Perbandingan sosial dimotivasikan oleh kebutuhan untuk

    mengoptimalkan perbedaan dan untuk mendapatkan self–esteem yang

    positif, Marylinn Brewer berargumentasi bahwa seseorang mempunyai

    kebutuhan yang saling bertentangan yang memotivasi mereka untuk

    mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok sosial kebutuhan

    untuk menjadi bagian dari suatu kelompok sosial dan kebutuhan untuk

    berbeda.

    Ketika berbicara identitas, kita tidak bisa memisahkan antara induvidu dan

    kelompok, induvidu mendapat identitas dari kelompk sosialnya dan kelompok

    sosial terbentuk karena adanya induvidu-induvidu yang berkumpul dengan suatu

    kesepakatan dan nilai yang dipegang bersama.Dengan demikian kelompok sosial

    merupakan faktor pembentuk sebuah identitas. Kelompok atau grup dapat

    didefenisikan sebagai sekumpulan manusia yang disatukan oleh prinsip dengan

    pola rekrutmen hak dan kewajiban tertentu yang juga dipahami sebagai interaksi

    yang bersifat kebiasaan, melembaga atau bertahan dalam waktu yang relatif lama

    yang biasanya terjalin antarkelompok.21

    Jenkins dalam buku Ethnicity and race

    yang ditulis oleh Cornell dan Hartman, mengatakan bahwa pada usia kanak-

    kanan, etnisitas dan hubungan darah adalah identitas utama yang cenderung lebih

    kuat dan elastic (resilient) dari pada identitas lainnya.22

    tidak bisa disangkal bahwa

    setiap induvidu dilahirkan ke dunia, ia sudah ada dalam satu komunitas etnisnya

    hal itu di sebabkan faktor keturunan.

    21

    H. dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: sebuah Kajian Pendekatan

    Struktural. ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 20008), 118. 22

    Cornell, Stephen dan douglas Hartmann. Ethicity and Race.( Amerika:

    Pine Forge Press. 1997) 81.

  • 10

    Sebuah komunitas atau kelompok sosial seperti kelompok-kelopok etnis

    berdiri berdasarkan aturan dan syarat. Adapun syarat-syarat penting komunitas

    atau sebuah kelompok sosial menurut Charles H. Cooley dalam tulisan Soerjono

    Soekanto adalah:23

    1. Bahwa anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu

    dengan yang lainnnya;

    2. Bahwa kelompok tersebut adalah kecil dan

    3. Adanya suatu kelanggengan dari pada hubungannya antara kelompok

    anggota-anggota kelompok yang bersangkutan.

    Namun Soerjono Soekantopun menegaskan bahwa himpunan manusia yang

    dapat disebut kelompok sosial jika mereka juga memenuhi beberapa

    persyaratan sebagai berikut: 24

    1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagaian

    dari kelompok yang bersangkutan.

    2. Ada hubungan timbal-balik antar anggota yang satu dengan anggota

    yang lainnya.

    3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan mereka

    bertambah erat. Seperti: latar belakang sejarah yang sama ,

    kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama

    dan lainya.

    4. Berstruktur, berkaidah dan memiliki pola perilaku

    5. Bersistem dan berproses

    Ketika seseorang sudah menjadi bagian dari sebuah kelompok tertentu

    maka dapat dikatakan ia telah memiliki identitas sosial. Identitas sosial merupakan

    pengetahuan induvidu dimana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang

    memiliki kesamaan emosi serta nilai.25

    Menurut Jan E. Stets dan peter J. Burke,

    ketika seseorang telah memiliki identitas sosial dan menjadi bagian dari sebuah

    23

    Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu pengantar.( Jakarta: CV Rajawali,1990)

    138. 24

    Ibid 125-126 25

    H. Tajfel, Social categorization, dalam S. Moscovici (ed). Introduction a la

    pschologic sociale, vol. 1,(Paris: Larousse 1972) 31

  • 11

    kelompok, maka ia akan melihat segala sesuatunya berdasarkan perspektif dari

    kelompok tersebut.26

    Seorang sosiolog bernama Emile Durkheim mengungkapkan

    pandangannya yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat

    primitif.Menurutnya kehidupan sosial telah membentuk corak-corak paling

    mendasar dalam kebudayaan manusia. Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak

    hanya tercipta ketika dua orang saling sepakat ia mengatakan bahwa dalam

    masyarakat primitif sekalipun, seorang induvidu yang dilahirkan ke dunia

    langsung mendapati kelompok-kelompok, keluarga, klan, suku dan bangsa-bangsa

    serta tumbuh dalam konteks kelompok tersebut.27

    Durkheim menjelasakan

    bagaimana kehidupan masyarakat purba atau primitif. Menurutnya kontrak sosial

    masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah-sumpah sakral keagamaan yang

    memperlihatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk antara mereka bukan

    hanya ikatan antara dua belah pihak, tapi juga melibatkan campur tangan dewa

    didalamnya, sebab yang merasakan akibat dari kesepakatan tersebut adalah

    seluruh anggota masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat seperti ini terlihat

    bahwa setiap induvidu memiliki identitas yang terbentuk dari kelompok sosial

    mereka. Setiap orang akan menyatu dengan kelompok sosialnya hal ini dapat

    terlihat dalam penjelasan Durkheim tentang ide kepemilikan dalam masyarakat

    primitif. Kepemiliki sebuah barang atau sebidang tanah bukanlah kepemilikan

    induvidu melainkan kepemiliki bersama dan berlandaskan sesuatu yang sakral,

    dan barang-barang tersebut dikuasai oleh semua anggota suku secara bersama.

    Dari ide kepemilikan ini muncullah pemikiran bahwa barang-barang yang dimiliki

    bersama itu bersifat sakral. Dari aturan-aturan bersama dalam komunitas itu

    munculah sistem kepercayaan.Seperti sebuah pohon besar yang ditanam oleh

    leluhur mereka harus di jaga bersama karena berhubungan dengan ritus tertentu.

    oleh sebab itu Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan

    seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok

    tidak bisa dipisahkan dari agama. Sistem kepercayaan dalam masyarakat memang

    memiliki kemampuan yang unik dalam rangka mengikat dan menempatkan

    26

    Jan E. Stests dan Peter J. Burke, “ Identity Theory and Social Identity”, 226 27

    Daniel L Pals, Seven Theories of Reigion ( Jogjakarta: IRCiSoD) 136-137

  • 12

    seseorang dalam sebuah kelompok ataupun juga komunitas, sehingga si induvidu

    dapat mengidentifikasikan dan mengekspresikan identitasnya dalam dunia sosial.

    Dalam kehidupan masyarakat seperti ini simbol-simbol memiliki pengaruh yang

    besar terhadap kepercayaan dan juga solidaritas sosial menjadi hal yang sangat di

    utamakan dalam kehidupan masyarakat seperti ini.28

    2.2 Simbol

    Simbol atau lambang berasal dari bahasa Yunani Symbolos yang berarti

    tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.29

    Kehidupan

    manusia sangat banyak dikelilingi oleh berbagai macam simbol.Simbol seringkali

    disama artikan dengan tanda, tetapi kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Tanda

    mempunyai satu arti yang sama bagi semua orang, sedangkan simbol mempunya

    banyak arti. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili dirinya dan tidak mewakili

    sesuatu yang lain, sedangkan Simbol sesuatu yang terdiri atas sesuatu yang lain.

    Simbol juga merupakan sarana komunikasi yang kompleks yang seringkali

    memiliki beberapa tingkatan makna.30

    Keunikan kualitas tanda terletak pada

    hubungan satu persatu yang berarti bahwa tanda memberikan makna yang sama

    bagi semua orang yang menggunakannya. Setiap tanda berhubungan langsung

    dengan objeknya, karena semua orang akibat konvensi bersama memberikan

    makna yang sama atas tanda tersebut, setiap tanda langsung mewakili sebuah

    realitas.31

    Perbedaan lain adalah bahwa ciri khas simbol cenderung multivokal

    (menunjuk pada banyak arti). Sedangkan tanda tidak memiliki banyak arti .32

    Turner mengartikan simbol sebagai sesuatu yang memiliki banyak makna,

    baik itu makna sosial (ideologi, moral, normatif) maupun individual (emosi, panca

    indra, keinginan).33

    Ia Juga mengkaji sistem nilai ritus dari sudut pandang makna

    yang terkandung dalam simbol-simbol.Ritual dan simbol menurutnya memiliki

    28

    Seven Theories of Relegio,… 137-139 29

    Ibid. 17 30

    Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Bandung: Penerbit Nusa Media),

    295 31

    Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, 296-297 32

    Y.W. Wartaya Wirangun, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan

    Komunitas menurut Victor Turner (Yogyakarta:Kanisius,1990) 18-19 33

    Viktor Turner, “Sacrifice as Quintessential Process: Prophylaxis or

    Abandonment?,” dalam Jeffrey Carter Understanding . . . , 292-294.

  • 13

    hubungan fungsional, di mana simbol menjadi pendukung ritual.34

    Turner juga

    berpendapat bahwa simbol dilihat dan difahami sebagai manifestasi yang tampak

    dari ritus. Melalui simbol-simbol orang dapat mengungkapkan dan

    mengalamisesuatu yang transenden. Simbol ritual bagi Turner tidak hanya

    berperan sebagai istilah atau abstraksi saja, tetapi harus dilihat juga sebagai

    sesuatu yang hidup, terlibat dalam proses hidup sosial, kultural dan religius.

    Mircea Eliade juga berpendapat bahwa ,” simbol adalah suatu alat atau

    sarana untuk dapat mengenal akan yang kudus dan transenden35

    Begitu eratnya

    kehidupan kebudayaan manusia itu dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat

    pula disebut sebagai makhluk bersimbol. Atau dengan perkataan lain, dunia

    kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia berpikir, berperasaan, dan

    bersikap dengan ungkapan-ungakapan yang simbolis.36

    Raymond Firth

    memandang sebuah simbol memiliki peranan yang sangat penting dalam

    kehidupan manusia, sebab manusia menata dan menafsirkan realitasnya dengan

    simbol-simbol dan bahkan merekonstruksi realitasnya itu dengan simbol.37

    Setiap

    simbol yang di munculkan memiliki instrument nilai.38

    Kehidupan manusia tidak terlepas dari simbol-simbol.Segala macam

    gerak-gerik dan kegiatan tubuh juga mempunyai arti simbolis. Penyembelihan

    binatang, pemberian kado, proses memasak,cara-cara makan dan minum, menari

    dan bersandiwara semuanya itu dapat berfungsi sebagai simbol dan semuanya

    berhubungan dengan masyarakat.39

    Mary Douglas adalah tokoh yang sangat yakin

    bahwa simbol-simbol tidak hanya memiliki fungsi untuk menata masyarakat

    tetapi juga untuk mengungkapkan kosmologinya. Di dalam bukunya Natural

    Symbol, sebagaimana yang dicatat oleh Dillistone, Douglas berpendapat bahwa

    34

    Victor Turner, The Ritual Process: Structure And Anti-Structure, (Ithaca, New

    York: Cornell Paperbacks,1989), 211 35

    P.S. Hari Susanto , Mitos Menurut pengertian Mircea Eliade (Yogyakarta:

    Kanisius, 1987) 61 36

    Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, ( Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2008)

    16. 37

    Raymond Firth, Symbols: Public and Private, (New York, Ithaca, cornell

    University Press, 1973), 132 38

    Raymond Firth, Symbols: Public and Private,76 39

    F. W.Dillistone, Daya Kekuatan Simbol, The Power Of Simbols. (

    Yogyakarta:Penerbit Kanisius:2002). 22

  • 14

    tubuh merupakan analogi yang cocok sekali untuk diterapkan pada masyarakat

    umum: susunan, tata kerja, dan tata hubungan antara pelbagai bagian tubuh dapat

    disejajarkan dengan hidup setiap masyarakat tertutup.40

    Singkatnya, bagi Douglas,

    tubuh jasmani dapat mempunyai makna universal hanya sebagai sistem yang

    menjawab sistem sosial, dengan mengungkapkannya sebagai sistem41

    Douglas

    sama sekali tidak simpatik melihat sikap dari beberapa antropolog yang

    meremehkan tata cara (ritual), sebab ia percaya bahwa apa yang rohani tidak dapat

    ditumbuhkankembangkan dengan memisahkan yang rohani dari yang formal dan

    material. Tata cara menurutnya merupakan sarana yang terlambangkan untuk

    menciptakan dan memelihara tatanan simbolis. 42

    Simbol dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu yakni:43

    1. dipakai sebagai peringatan untuk memperingati suatu kejadian

    atau peristiwa tertentu agar peristiwa tersebut terus diingat

    kembali oleh masyarakat maupun generasi selanjutnya. Untuk

    dapat memenuhi maksud tersebut maka digunakan alat-alat

    pembawa informasi yang tahan lama, mudah dibuat, dan mudah

    ditangkap oleh indra manusia. Bentuk-betnuk penyataan

    tersebut kemudian diwujudkan dalam monument-monumen

    seperti patung-patung pemakaman, atau lingga dan candi relief.

    Selain itu juga ke dalam syair, cerita tembang dan lain

    sebagainya.

    2. Dipakai sebagai media atau perantara dalam religi. Dalam

    artian bahwa untuk mengadakan komunikasi atau hubungan

    dengan Yang Maha Kuasa, arwah nenek moyang dan makhluk-

    mahkluk halus diperlukan suatu media atau perantara yang

    dapat dipakai untuk:

    40

    F. W. Dillistone, The Power Of Symbols, ….. 108. 41

    Mary Douglas, Natural Symbols: Explorations In Cosmology, ( London:

    Penguin Books, 1973), 112

    43

    Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, 129-131

  • 15

    a. memuja yang Maha Kuasa atas segla rahmat yang telah

    dilimpahkan pada manusia, untuk itulah dibangun tempat-

    tempat pemujaan.

    b. Mendatangkan arwah nenek moang untuk dimintai berkah

    dan petunjuknya, untuk maksdu ini maka dibuatlah boneka-

    boneka, wayang, sesajian, mantra, nyanyian yang dipakai

    dalam upacara untuk mendatangkan arwah nenek moyang.

    c. Memberikan makan dan minum bagi makhluk halus yang

    bersifat baik dan yang selalu bersedia membantu atau

    melindungi kehidupan manusia, maka dibakarlah dupa,

    disediakan sesaji dan barang-barang kesukaan mereka.

    d. Membujuk makhluk-makhluk halus yang bersifa jahat agar

    menyingkir atau tidak mengganggu. Untuk itu dipakai

    benda-benda penolak bala.

    3. dipakai sebagai media pembawa pesan/ nasehat. Dalamm artian

    bahwa sarana komunikasi yang ada masih sangat terbatas

    jangkauannya dan kurang tahan terhadap kerusakan yang

    disebabkan oleh cuaca alam, maka dipakailah material yang

    tahan lama seperti batu-batu, bahasa lisan, suara, cahaya, warna

    serta tindakan-tindakan simbolis.

    2.3 RITUAL

    Ritus dan agama merupakan dua hal yang tak terpisahkan.44

    Ritus sendiri

    merupakan upacara atau salah satu unsur dalam sistem religi.45

    Ritus merupakan

    suatu sarana bagi manusia religius berkomunikasi dengan hakekat tertinggi yang

    kudus yang diyakini sungguh ada, penuh kekuatan, serta menjadi sumber

    44

    Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice, (New York-Oxford: Oxford

    University Press, 1992), 19

    45 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia

    Press,1990) 181.

  • 16

    kehidupan dan dapat mempengaruhi nasib manusia secara baik dan buruk.46

    Ritus

    juga merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia

    harus mengatur hubungan dirinya dengan hal-hal yang sakral.47

    Susanne Langer

    dalam Dhavamony, menjelaskan bahwa makna dari ritual adalah merupakan

    ungkapan yang lebih bersifat logis dari pada hanya bersifat psikologis. Ritual

    memperlihatkan tatanan atau simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini

    mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi dari

    para pemuja mengikuti modelnya masing-masing.48

    Victor Turner mengartikan upacara (ritual) sebagai tingkah laku resmi

    tertentu untuk sejumlah kesempatan yang tidak bersifat rutin melainkan ada

    kaitannya dengan kepercayaan akan makhluk-makhluk atau kekuatan-kekuatan

    mistik.49

    Demikian juga pandangan Koentjaraningrat, mengenai ritual ( upacara)

    dapat dipahami sebagai usaha untuk memperjelas dan mempertegas konsep

    keyakinan dengan menggunakan peralatan bermakna simbolis, seperti mantra,

    doa, sesajen, korban, benda-benda sakral dan isyarat kenetis lainnya

    Ada beberapa bentuk ritual yang sering dijumpai dalam masyarakat.Ritual-

    ritual tersebut dilakukan sesuai dengan peristiwa, dan waktu yang sudah

    disepakati bersama dalam komunitas tersebut, seperti ritual penguburan, ritual

    pemujaan leluhur dan beberapa ritual lainnya. Ritual-ritual tersebut biasanya

    dilakukan bervariasi dalam beberapa pola di antaranya tari-tarian, doa dan

    penyajian beberapa makanan, semua kegiatan ini dilakukan dan dikhususkan

    sebagai sarana pemujaan kepada leluhur.

    Ritual-ritual yang dilakukan dalam bentuk tari-tarian, doa dan penyajian

    makanan bukan tanpa makna akan tetapi, setiap tindakan yang dilakukan

    memiliki tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepercayaan dan kehidupan

    masyarakat. Suku Sara di Tsad menampilkan upacara-upacara keagamaan yang

    46

    Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , (Yogyakarta: Kanisius,

    1995),176

    47 Emile Durkheim, Sejarah Agama, (Yogyakarta: Kanisius, IRCiSoD, 2003),72

    48 Susanne Langer, dalam Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , 174

    49 Victor turner, The Forest of symbols, (Ithaca,1967),19

  • 17

    behubungan dengan pertanian bagi roh padi-padian.Roh itu dipanggil pada saat

    penaburan benih kemudian hasil panan pertama dipersembahkan

    untuknya.50

    sesajenan yang dipersembahan kepada para leluhur dalam bentuk hasil

    panen sederhana seperti buah-buahan, padi yang dipanen pertama kemudian

    ditaruh di hutan atau di ladang jadikan sebagai simbol persembahan.51

    Pemberian

    sesajenan kepada dewa-dewi dan luluhur bertujuan agar sang dewi kesuburan

    memberkahi tanaman mereka dan juga sebagai bentuk ungkapan syukur karena

    telah memberikan hasil panen yang baik. Suku Sodon di Sudan

    mempersembahkan seekor anjing dan seekor ayam dengan tujuan agar para

    leluhur mengampuni dosa pemuda-pemuda.

    Ada beberapa tujuan dari ritual-ritual diantarnya: tujuan penerimaan,

    perlindungan, pemurnian, pemulihan, kesuburan (produktifitas), penjamin,

    melestarikan kehendak leluhur (penghormatan), mengontrol perilaku komunitas

    menurut situasi kehidupan sosial, yang semuanya diarahkan pada transformasi

    keadaan dalam manusia atau alam. Kadang tujuannya adalah untuk menjamin

    perubahan amat cepat dan menyeluruh pada keadaan akhir yang diinginkan oleh

    pelaku upacara. Kadang-kadang tujuannya juga adalah untuk mencegah

    perubahan yang tidak diinginkan.52

    Ritus juga memberikan motivasi dan nilai

    pada tingkat yang paling dasar dalam masyarakat di antaranya ritus mempunyai

    peran menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas

    masyarakat, menyatukan prinsip yang berbeda-beda dan memberi motivasi serta

    kekuatan baru untuk hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

    2.4 Ritual Bakar Batu

    Pada bagian pertama adalah tahap persiapan, para wanita melakukan

    tarian-tarian pembukaan, para bapa mempersiapkan batu, kayu, susunan batu dan

    kayu tidak sembarang, batu-batu disusun dibawah kayu kemudian kayu di bakar

    agar batu-batu tersebut menjadi panas. Pada bagian yang berikutnya yaitu daging

    yang digunakan dalam ritual bakar batu disiapkan oleh kaum laki-laki, biasanya

    50

    Mariasusai Dhavamony, fenomenologi Agama, 168-169 51

    Mariasusai Dhvamony, Fenomenologi Agama,168 52

    Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, 180.

  • 18

    daging yang digunakan adalah daging babi. Babi yang di gunakan untuk ritual ini

    harus dibunuh menggunakan cara tradisional yaitu dengan memanah, dan yang

    melakukannya adalah kepala suku atau pemimpin suku tersebut.Dalam kehidupan

    masyarakat suku Dani, ritual bakar batu dilakukan sebagai simbol perdamaian

    antar suku yang berperang. ketika pihak-pihak yang bertikai mulai berdamai ritual

    bakar batu dilakukan sebagai tanda bahwa mereka berdamai, dimana tog pilaptuk

    ane (busur panah harus dilepas) dalam ritual bakar batu. 53

    Perang yang terjadi

    bisa di akibatkan oleh banyak hal seperti: adanya kematian, pencurian ternak,

    konflik lahan dan hasil tani

    Upacara bakar batu dilakukan beberapa kali yang mana masing-masing

    memiliki tujuan tersendiri.Upacara bakar batu yang pertama adalah upacara bakar

    batu pokok perang yaitu upacara bakar batu yang dilakukan untuk kepala perang,

    suku-suku yang berperang dan keluarga dari korban peperangan. Pada saat

    upacara bakar batu ini alat-alat perang yang digunakan selanjutnya disimpan di

    onai (rumah adat) terlarang yang dalam bahasa dani disebut Kunu Mage dengan

    tujuan agar tidak di ganggu oleh roh leluhur atau roh nenek moyang yang mereka

    panggil saat perang berjalan. Menurut masyarakat suku roh nenek moyang yang

    ada di hutan yang telah membantu mereka memenangkan perang, dan sekaligus

    mereka sampaikan upacara terima kasih dengan melakukan upacara bakar batu

    yang didalamnya mereka mempersembahkan beberapa potong babi kepada roh

    leluhur bakar batu pokok perang biasanya d ikuti oleh kepala perang dan

    kelompok yang bertikai dalam bakar batu pokok perang, para pokok perang saling

    mengungkapkan isi hati dan acap kali menangis meratapi keluarga yang tewas

    dalam peperangan.54

    Selanjutnya upacara bakara batu yang diikuti oleh semua

    orang baik anak-anak, perempuan dan laki-laki disebut bakar batu makan bersama

    yang dilanjutkan dengan prosesi Amia Onggo atau utang darah yang merupakan

    prosesi pembayaran ganti rugi, sudah ada patokan dalam ganti rugi tersebut

    seperti: ganti rugi dengan uang asli atau kulit Bia (Siput) dengan beberapa

    tingkatan pertama, Inkop arga Rp 50 juta-an, kedua Intoi Rp 60-90 juta, dan

    53

    Ismael Roby Silak, Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Anggruk,

    (Makasar: Pustaka Reflekasi, 2011), 86 54

    Hans Wakerkwa, Perang Antar Suku.(Salatiga: dalam Thesis Program

    Pascasarjana Magister Sosiologi Agama) 62.

  • 19

    ketiga Mungka bege Rp 100-200 juta, serta uang rupiah dan 10-20 ekor babi,

    sesuai kesepakatan bersama keluarga korban dan pokok. Dalam upacara ini,

    “Pihak yang satu (pihak korban) akan menuntut bayaran untuk meneyelesaikan

    utang darah55

    Selesai utang darah dilakukan, mereka akan makan bersama hasil

    bakar batu sebagai tanda sukacita dan perdamaian serta kekeluarga. Setiap

    kelompok marga atau klen harus duduk berdasarkan klennya dan makanan akan

    dibagikan di kelompok-kelompok tersebut.

    3. Gambaran umum Masyarakat Suku Dani

    3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani

    Suku Dani merupakan sebutan kepada orang-orang Papua yang hidup di

    daerah Pegunungan.Nama Dani yang sekarang dipakai untuk menamai penduduk

    lembah Balim sekarang ini sebenarnya bukan berasal dari penduduk asli lembah

    tersebut. Nama itu adalah suatu nama yang diberikan oleh orang Moni kepada

    orang-orang di lembah Balim, yang berarti “orang asing” nama itu pada mulanya

    berbunyi Ndani dan untuk pertama kalinya didengar dan digunakan oleh orang

    asing pada tahun 1926, ketika ekspedisi bersama orang-orang Amerika dan

    Belanda mengunjungi daerah yang didiami oleh orang Moni.56

    Orang Dani sudah mengenal suatu pola perkampungan yang terdiri dari

    rumah-rumah kecil yang terbuat dari bahan ringan yang didirikan menempel pada

    dinding karang ataupun dinding gua besar.57

    Rumah tempat mereka tinggal

    disebut Honai, sebuah tempat yang terbuat dari kayu-kayu dan alang-alang, ada

    beberapa Honai yang digunakan untuk kepentinganya masing-masing, Honai laki-

    laki adalah Honai yang diperuntuhkan khusus untuk kaum pria dewasa dan

    pemuda duduk bersama dan berdiskusi mengenai strategi perang, kemajuan

    ekonomi, keamanan daerah, berbagi pengalaman dan memikirkan kehidupan

    55

    Rodger Lewis. Karya Kristus di Indonesia (Bandung: Kalam Hidup, 1993),

    424. 56

    Jhoszua Robert Mansoben, sistem politik tradisonal di irian Jaya.

    (Jakarta:LIPI, 2005) 32-35 57

    Koentjaraningrat.Manusia dan kebudayaan di Indonesia. (Jakarta: djambatan,

    2002) 5

  • 20

    generasi penerus mereka, Honai perempuan diperuntuhkan bagi wanita-wanita

    serta anak-anak kecil yang digunakan untuk tempat bersitirahat. Honai yang

    terakhir adalah Honai yang khusus untuk ternak-ternak mereka. Honai

    mempunyai beberapa fungsi antara lain:Sebagai tempat tinggal, tempat

    menyimpan alat-alat perang, tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki

    agar bisa menjadi orang berguna di masa depan, Tempat untuk merencanakan atau

    mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang dan

    tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni

    sejak dulu. Honai-honai tersebut dibuat dalam bentuk bulat karena memiliki

    makna tersendiri dalam kehidupan orang Dani. Filosofi bangunan Honai yang

    bentuknya bulat melingkar adalah : dengan kesatuan dan persatuan yang paling

    tinggi kita mempertahankan budaya yang telah dipertahankan oleh nenek moyang

    dari dulu hingga saat ini, dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir

    dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, Honai merupakan symbol

    dari kepribadian

    Mata pencahariaan masyarakat Dani adalah pertanian.58

    Bercocok tanam

    merupakan bentuk mata pencaharian utama suku Dani. Pertanian dilakukan pada

    tanah kering yang terletak tidak hanya di Lembah Baliem , namun juga di lereng-

    lereng gunung yang tinggi dan curam. Tanaman yang dibudidayakan adalah ubi,

    Suku Dani bercocok tanam dengan cara ladang berpindah. hasil panen tersebut

    akan di perdagangkan di pasar dan hasilnya untuk menunjungkan kegiatan

    ekonomi keluarga dan menyekolahkan anak-anak, selain bercocok tanam

    masyarakat suku Dani juga berternak. Hewan yang di ternakkan adalah

    babi.Dalam kehidupan masyarakat suku Dani babi juga memiliki nilai yang

    tinggi.Semakin banyak babi yang dimiliki melambangkan status sosial dalam

    masyarakat tersebut.Akan tetapi ada sebagian masyarakat suku Dani yang bekerja

    di instansi-instansi milik pemerintah daerah.

    Sistem Kekerabatan

    Kelompok kekerabatan terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah

    kelompok kecil yang mendiami suatu perkampungan, yang secara ilmiah disebut

    58

    Koentjaraningrat, Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat Irian Barat… 13-15

  • 21

    sebagai keluarga-luas virilokal. Di dalam suatu perkampungan sering terjadi

    perkawinan poligami, dimana seorang pria dapat memiliki lima, enam dan bahkan

    lebih dari enam istri, sehingga keluarga luas yang disebut di atas benar-benar

    luas dalam arti yang sesungguhnya. Masyarakat suku Dani yang memiliki marga

    rumpun marga sama tidak diperbolehkan untuk menikah karena itu menyalahi

    aturan dalam kebudayaan mereka karena orang-orang tersebut dianggap memiliki

    nenek moyang yang sama dan apabila ada yang melanggar aturan tersebut mereka

    akan dikucilkan. Hal inilah yang membuat mereka memiliki ikatan yang kuat.

    Sistem Religi Suku Dani

    Sistem keyakinan Dani berdasarkan pada penghormatan roh nenek

    moyang. Roh leluhur tersebut digambarkan sebagai manusia-manusia konkret

    yang masih mereka kenal, meskipun samar-samar. Mereka diyakini mendiami

    alam sekitar mereka, dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia yang masih

    hidup,baik secara positif maupun negatif. Orang Dani percaya bahwa nenek

    moyang membantu mereka dalam pekerjaan mereka sehari-hari melalui cara-cara

    tertentu.Suatu konsep yang pentimg dalam religi suku Dani adalah konsep

    Atou.Atou merupakan kesaktian yang diturunkan oleh nenek moyang kepada para

    laki-laki suku Dani. Kekuatan menyembuhkan penyakit, kekuatan menyuburkan

    tanah

    Orang Dani menyimbolkan nenek moyang dengan batu-batu berbentuk

    kapak lonjong yang terasah indah dan dikeramatkan.Batu itu disebut Kaneka atau

    Yei.Yei umumnya disimpan di dalam Honai yang dihuni kaum pria.Pada saat-saat

    tertentu, dalam Yei diolesi dengan lemak babi yang juga dianggap suci. Yei ini

    diletakan dalam Klakhok, diberi alas noken- tas rajutan yang terbuat dari kulit

    kayu, dan diikat dengan Yokel. Yei atau Kaneke dianggap sebagai timbunan dan

    sangat dikramatkan dalam kehidupan sehari-hari, dan dipandang pantang bagi

    wanita dan anak-anak. Yei hanya dikeluarkan pada upacara-upacara besar dan

    penting.Masyarakat suku Dani menghormati roh nenek moyang dan juga

    diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi.

  • 22

    3.2Ritual Bakar Batu di Daerah Asal Suku Dani.

    Bakar batu adalah sebuah proses memasak makanan dengan menggunakan

    peralatan tradisional yang sudah dilakukan oleh nenek moyang orang Papua.

    Ketika nenek moyang suku Dani hidup, belum ada peralatan memasak seperti

    sekarang ini sehingga agar dapat bertahan hidup mereka mengambil bahan-bahan

    makan seperti ubi, jagung dan sayur-sayuran dari lingkungan sekitar dan

    memasaknya dengan menggunakan cara tradisional yaitu memanaskan batu-

    batuan kemudianmereka mulai memasak hasil kebun tersebut.59

    Proses memasak

    seperti ini juga dirasakan sangat bermanfaat bahkan sampai saat ini dalam

    kehidupan masyarakat suku Dani, dengan menggunakan semua bahan makanan

    dimasukan kedalam kolam yang yang sudah dibuat dan diisi batu-batuan panas

    sehingga proses memasak tidak terjadi berulang kali tetapi sekali memasak

    mereka sudah bisa memakan berbagai jenis makanan.Kalau memasak dengan

    alat-alat yang sudah canggih, masakan matang cukup lama, kalau masak di

    bebatuan panas ubi, jagung, sayur, daging semuanya tersedia dalam satu jam dan

    dapat dimakan bersama-sama60

    Bakar batu bukan hanya sebuah bentuk memasak untuk memenuhi

    kebutuhan hidup masyarakat Dani akan tetapi ritual bakar batu memiliki peranan

    penting dalam tradisi masyarakat suku Dani. Walaupun memang tidak dapat

    disangkal bahwa bakar batu menolong masyarakat dalam hal memenuhi

    kehidupan jasmani dalam hal ini kebutuhan akan makanan akan tetapi tetapi lebih

    dari itu bakar batu biasanya dilakukan oleh nenek moyang suku Dani ketika

    mereka sedang mengadakan acara-acara adat dan ritual-ritual khusus,61

    seperti

    ritual penghormatan yang dilakukan untuk menghormati leluhur yang dipercayai

    mengatur kehidupan mereka dari segi pertanian, perburuan dan peperangan.

    Ketika orang tua kami dulu pergi untuk bercocok tanam dan berburu biasanya

    sebelum membuka lahan mereka akan mengucapkan kata-kata permisi atau izin

    59

    WK (Inisial), Ketua Paguyuban Lanny Jaya , wawancara (Semarang, 14 April 2015

    pukul 10.00 WIB). 60

    JW (inisial) Wakil ketua paguyuban Lanny Jaya, Wawancara, (Semarang,14 April

    2015, pukul 15.00 WIB) 61

    LH (inisial), Senioritas dan Penasehat Komunitas Mayarakat Suku Dani Kota Semarang

    , Wawancara, (solo,17 April 2015, pukul 10.00 WIB)

  • 23

    dalam bahasa Dani kepada penjaga tanah dan hutan agar tanaman mereka nanti

    tumbuh dengan subur, setelah musim panen tiba dan mereka memanen hasil

    pertanian maka bakar batu akan dilakukan untuk mempersembahkan ubi, jagung,

    sayur-sayuran dan daging babi kepada sang penjaga hutan dan tanah yang sudah

    menjaga tumbuhan-tumbuhan mereka.62

    Sedangkan dalam upacara perkawinan

    ritul bakar batu dilakukan sebagai bentuk kegembiraan pihak yang menikah

    dengan semua anggota suku.

    Ritual bakar batu juga dilakukan sebagai media untuk mendamaikan dua

    belah pihak yang sedang bertikai. Perang bukan menjadi sesuatu yang baru dalam

    kehidupan Masyarakat Suku Dani. Waktu saya kecil saya sudah melihat bapak

    dan om-om berperang melawan para pria dari kelompok lain.63

    Ketika

    pembagian lahan tempat tinggal atau tempat bercocok tanam tidak merata dan ada

    pihak yang merasa dirugikan, biasanya konflik akan terjadi. untuk menyelesaikan

    konflik tersebut kedua belah pihak akan melakukan perang dengan saling

    menyerang menggunakan alat-alat berburu seperti tombak dan panah. Apabila ada

    korban jiwa suasana perang yang tadinya sangat panas akan berubah menjadi

    suasana tenang karena mama-mama dan anak-anak menangisi orang yang

    menjadi korban perang, Perang akan diakhiri apabila ada korban jiwa dari salah

    satu pihak. Perang sudah berakhir tetapi dendam masih ada dihati kedua belah

    pihak untuk mendamaikan kedua pihak maka kepala suku memerintahkan agar

    ritual bakar batu dilakukan. Ritual bakar batu yang dilakukan setelah peperang

    terjadi dalam suasan perdamaian dan kekeluargaan, pihak-pihak yang bertikai

    duduk dan membuat lingkaran-lingkaran berdasarkan kelompok mereka dan ritual

    bakar batu segera dilakukan. Semua tindakan yang dilakukan dalam proses bakar

    batu punyak makna tersendiri. Batu-batu yang diambil oleh kepala-kepala perang

    merupakan batu-batu yangdianggap penting dalam kehidupan kelompok mereka,

    Batu-batu yang digunakan biasanya diberikan oleh masing-masing ketua dari

    setiap kelompok yang bertikai sebagai simbol mewakili setiap kelompok yang

    62

    AK (Inisial), sesepuh dan penasehat komunitas Masyarakat Suku Dani kota Semarang,

    wawancara, (Semarang, 15 April 2015, pukul 16.00 WIB) 63

    NK (Inisial), anggota Paguyuban Wamena,(Gunung Pati,15 april 2015, pukul 14.00

    WIB)

  • 24

    ada.64

    Hal inilah yang membuat bakar batu menjadi bernilai tinggi karena di dalam

    proses pelaksanaannya mengandung nilai-nilai pemersatu dan solidaritas.

    3.3 Masyarakat Suku Dani yang tinggal di Kota Semarang

    Masyarakat suku Dani kini tersebar bukan hanya di daerah-daerah Papua akan

    tetapi mereka juga tersebar hampir dibeberapa kota di Indonesia. Berdasarkan data

    yang diambil dari pengurus persekutuan Pondok Daud yang menaungi beberapa

    paguyuban yaitu Wamena, Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan bintang, Tolikara dan

    Puncak Papua.

    Tabel 1. Data Masyarakat Suku Dani Kota Semarang

    Jumlah masyarakat suku Dani pada table di atas berdasarkan masing-masing

    Paguyuban dari suku Dani. Jumlah Masyarakat suku Dani di kota Semarang

    mengalami peningkatan setiap tahunnya. Masyarakat Suku Dani yang berpindah

    dari desa ke kota untuk beberapa hal seperti melanjutkan pendidikan dan bekerja

    membutuhkan sebuah komunitas yang dimana setiap induvidu didalamnya

    64

    DM (inisial), ketua paguyuban puncak papua, wawancara,(Semarang,13 april 2015,

    pukul 14.30 WIB)

    No Nama Paguyuban

    Bekerja Mahasiswa Pelajar

    L P L P L P

    1 Wamena 1 3 25 3 3 2

    2 Lanny Jaya - - 40 8 2 2

    3 Tolikara - - 25 2 2

    4 Puncak Papua 4 - 35 5

    5 Nduga 1 - 20 3 3 -

    6 Pegunungan Bintang 1 - 10 5 10 5

    7 Jumlah 10 181 29

    8 Jumlah Laki-Laki 182 (83%)

    9 Jumlah Perempuan 38 (17%)

    10 Total 220

  • 25

    memiliki kesamaan-kesamaan. Sehingga, di kota Semarang terbentuklah

    paguyuban-paguyuban yang menaungi setiap anggota dari kelompoknya masing-

    masing.65

    Sadar atau tidak sadar ada beberapa perubahan yang terjadi dalam kehidupan

    masyarakat suku Dani yang kini hidup menjadi para perantau di kota Semarang.

    Diantaranya:

    1. Perubahan cara Pandangan: masyarakat suku Dani yang keluar dari

    kampung ke kota Semarang mengalami perubahan cara berpikir hal

    disebabkan karena faktor pendidikan. Mereka yang hidup di kota

    Semarang bersifat terbuka kepada budaya disekitar merekaserta dapat

    menyesuaikan diri dengan

    2. Perubahan gaya hidup: kehidupan masyarakat suku Dani mengalami

    perubahan karena kini mereka berhadapan dengan realita keberagaman

    dan kemajuan teknologi yang pesat. Gaya hidup seperti di kampung halam

    mereka tidak lagi dapat diterapkan dalam kehidupan mereka di kota

    Semarang. Seperti bercocok tanam, berburu dan beternak babi.

    3.4 Ritual Bakar Batu di Kota Semarang

    Ritual bakar batu pertama kali dilakukan di Kota Semarang kira-kira tahun

    2004, tepatnya di Tinjomoyo area itu masih ada sisa lahan kosong.66

    Ritual bakar

    batu dilakukan pertama kali oleh beberapa anggota suku Dani dikarenakan

    adanya konflik diantara mereka. Kubu A dan kubu B yang mempunyai masalah

    tertentu sehingga kedua kubu tersebut saling bermusuhan Akan tetapi ada inisiatif

    dari beberapa orang anggota suku Dani yang ingin mendamaikan kedua kubu

    sehingga satu-satunya cara agar kedua kubu dapat duduk bersama dan

    membicarakan masalah mereka tanpa ada pertikaian maka beberapa orang tadi

    membuat ritual bakar batu dan mengundang kedua pihak yang berselisih paham

    65

    LK (Inisial), Ketua Persekutuan Pondok Daud, Wawancara ( Semarang ,15 april 2015,

    pukul 11.00 WIB) 66

    WK (inisial), Ketua Paguyuban Lanny Jaya, wawancara, (Semarang, 14 April 2015,

    pukul 10.00 WIB)

  • 26

    untuk bersama-sama mencari solusi yang tepat.67

    Sejak saat itu lahan di daerah

    Tinjomoyo menjadi tempat diadakannya ritual bakar batu bahkan dari tahun 2004

    hingga sekarang Ritual bakar batu masih dilakukan pada acara-acara wisuda,

    HUT paguyuban, hari raya gerejawi dan acara-acara yang kami anggap penting

    dalam kehidupan kelompok kami.68

    Ritual bakar batu yang dilakukan di kota Semarang tidak sama persis dengan

    yang dilakukan di daerah asal suku Dani. Menurut seorang narasumber, proses

    bakar batu yang terjadi di daerah asal mereka sering diiringi oleh tarian-tarian dari

    para wanita dan para pria, para anggota suku Dani juga melantunkan nyanyi dan

    teriakan-teriakan dalam bahasa Dani yang menceritakan kehidupan suka, duka

    yang alami oleh masyarakat. Ritual bakar batu terjadi ketika ada konflik dan

    untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai maka diadakan ritual bakar

    batu.dalam suasana seperti ini yang dapat mengikuti ritual ini hanyalah pihak-

    pihak yang bertikai, karena dalam ritual bakar batu ini kepala suku dan kepala

    perang serta pihak keluarga korban membuat sebuah kesepakatan perdamaian.69

    Ritual bakar batu yang dilakukan di kota Semarang juga tidak menggunakan

    batu-batu khusus sebagai ciri dari masing-masing kelompok, sebagian orang juga

    tidak memakai pakaian tradisonal seperti yang terjadi di kampung.70

    Ritual bakar

    batu di Kota Semarang lebih bersifat terbuka kepada lingkungan sekitar,semua

    orang dapat mengambil bagian didalam ritual ini akan tetapi hal terpenting adalah

    orang-orang tersebut datang sebagai tamu undangan dan mereka akan membentuk

    kelompok mereka sendiri. Dalam proses bakar batu biasanya setiap kelompok

    akan membuat lingkaran berdasarkan klen-klennyaatau di kota Semarang lebih

    sering disebut paguyuban, jadi paguyuban Tolikara, paguyuban Wamena,

    paguyuban Lanny Jaya, paguyuban Nduga, dan Paguyuban Puncak Papua. Setiap

    paguyuban ini duduk dan membentuk sebuah lingkaran dalam kelompok-

    67

    DW (inisial), Senioritas Paguyuban Lanny Jaya, wawancara, (Semarang, 16 april 2015,

    pukul 14.00 WIB) 68

    RK (inisial), Anggota paguyuban Nduga,Wawancara, (semarang, 17 april 2015, pukul

    19.00 WIB) 69

    LH (inisial), Senioritas dan Penasehat Komunitas Mayarakat Suku Dani Kota,

    Wawancara, (Solo,17 April 2015, pukul 10.00 WIB)

    70

    AD (Inisial), Ketua Paguyuban Wamena, wawancara , (Semarang, 18 April 2015,

    pukul 13.00 WIB)

  • 27

    kelompok itulah hasil bakar batu akan di bagikan, siapa saja boleh ambil bagian

    dalam proses bakar batu. Apabila ia datang sebagai tamu undangan dalam sebuah

    acara yang kami selenggarakan maka orang-orang tersebut duduk dan membuat

    lingkaran sendiri. Lingkaran itu akan disebut lingkaran tamu, karena orang-orang

    itu tidak termasuk dalam anggota paguyuban yang ada. Masyarakat Papua yang

    berada di kota Semarang juga tidak ketinggal mengambil bagian dalam ritual

    bakar batu. Masyarakat Papua yang berada di kota Semarang dihimpun dalam satu

    organisasi khusus yanitu Himpunan Masyarakat Papua Kota Semarang yang

    mengatur masyarakat Papua yang berada di kota Semarang. Berikut adalah data

    Masyarakat Papua kota Semarang berdasarakn penuturan ketua HIPMAPAS.71

    Tabel 2. Jumlah Masyarakat Papua Kota Semarang

    NO Bekerja

    Mahasiswa Pelajar

    L P L P L P

    1 15 7 230 140 65 50

    3 Jumlah Laki-Laki 310 (61%)

    4 Jumlah Perempuan 197 (39%)

    5 Total 507

    Berdasarkan wawancara salah seorang anggota masyarakat suku Dani

    mengatakan bahwa Kehidupan berbudaya di kampung sangat kuat. Saya sendiri

    adalah orang yang datang dari kampung, dibesarkan di tengah-tengah budaya

    Dani, jadi saya melihat bagaimana orang tua saya di kampung bersama-sama

    menjaga kebudayaan yang mereka miliki. Oleh karena itu ketikaritual ini

    dilakukan di kota Semarang saya sangat antusias untuk terlibat dalam ritual

    tersebut karena hal ini merupakan bentuk penghormatan saya akan kebudayaan

    nenek moyong suku Dani.72

    Ketika ritual bakar batu dilakukan semua orang dari

    suku Dani dengan penuh kegembiraan dan semangat kekeluargaan yang tinggi

    71

    BB (inisial), Ketua Himpunan Masyarakat Papua Kota Semarang, wawancara,

    (Semarang, 06 Mei 2015 pukul 10.00 WIB) 72

    MW (inisial), Ketua Paguyuban Tolikara, wawancara, (Semarang, 19 April 2015, pukul

    11.00 WIB)

  • 28

    berkumpul dan saling menolong untuk melakukan ritual ini.Salah seorang anggota

    suku Dani mengatakan bahwa untuk melakukan ritual bakar batu memerlukan

    kerjasama yang baik karena peralatan-peralatan memasak yang diperlukan seperti

    batu, kayu, daun pisang tidak diperoleh semudah di desa kami.

    Ritual bakar batu juga mampu menyatukan masyarakat suku Dani secara

    khusus yang ada di kota Semarang. Kalau ada kegiatan gerejawi atau

    kegiatanyang diselenggarakan oleh paguyuban-paguyuban, anggota kelompok

    yang menghadiri kegiatan tersebut dalam jumlah sedikit. Tetapi, ketika ritual

    bakar batu diadakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut minat dari anggota

    kelompok untuk bergabungan lebih banyak.73

    Selain itu ritual bakar batu juga

    memiliki makna tersendiri bagi orang-orang yang merantau cukup lama serta

    bekerja dikota Semarang.Seorang narasumber mengatakan bahwa iasudah tinggal

    dikota semarang sejak tahun 2005 karena menjalankan tugas dinas. di kota

    Semarang saya datang bersama dengan keluarga yaitu istri dan dua orang anak.

    Dengan adanya ritual bakar batu anak-anak saya dapat mengetahui budaya dan

    juga komunitas mereka.74

    Bagi para orang tua yang sudah lama menetap di kota

    Semarang diadakannya ritual bakar batu menolong mereka untuk memberikan

    pelajaran dan pemahaman akan budaya luluhur kepada anak-anak mereka. Hal

    serupa juga dikatakan oleh bapak JD (inisial) “Saya sudah cukup lama hidup di

    Jawa sekitar lima belas tahun. Saya bekerja di salah satu yayasan milik Papua

    yang memfasilitasi anak-anak yang sekolah dan kuliah di luar kota secara khusus

    di Semarang, istri saya bukan berasal dari Suku Dani dan anak saya dilahirkan di

    Semarang. Saya sering mengajak anak menghadiri setiap acara yang diadakan

    oleh komunitas orang Dani di Semarang karena di saat itu saya memperkenalkan

    kepada anak saya kebudayaan leluhurnya sehingga anak-anak mengetahui jati

    dirinya sebagai seorang Dani walaupun kini ia hidup di tengah-tengah lingkungan

    yang bukan orang Dani.

    73

    ZT (inisial), anggota paguyuban pegunungan bintang, wawancara ( Semarang, 24 April

    2015, pukul 15.00 WIB 74

    TH (inisial), senioritas masyarkat suku Dani kota Semarang, wawancara, (Semarang,

    26 april 2015, pukul 18.00 WIB)

  • 29

    4. Analisa Makna Bakar Batu Bagi kehidupan Masyarakar Kristen Suku

    Dani di kota Semarang ditinjau dari Prespektif Sosio-Antropologi

    Ritual berkaitan dengan kepercayaan sekelompok masyarakat.Untuk

    menjelaskan ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Kristen Suku Dani

    di kota Semarang, maka teori Durkheim pada bagian dua akan menolong kita

    untuk menganalisa prilaku masyarakat yang berkaitan dengan sitem kepercayaan.

    Durkheim berbicara tentang agama masyarakat, inti dari teori Durkheim

    menekankan pada masyarakat sebagai bagian yang penting dari realitas “ yang

    sakral.” Ketika Durkheim berbicara tentang “yang sakral” dan “ profane,” maka ia

    selalu memikirkan tentang masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat

    tersebut. Dalam pandangan Durkheim bahwa unsur mendasar dari agama yaitu:

    kepercayaan dan ritual. Ritual merupakan sebuah sarana berkomunikasi dengan

    hakekat yang ilahi atau yang transenden.Berkaiatan dengan ritual bakar batu yang

    dilakukan merupakan bentuk dari sejarah kehidupan dan kepercayaan yang

    dimiliki oleh masyarakat suku Dani.Ritual bakar batu yang dilakukan masyarakat

    suku Dani merupakan sebuah sarana peribadatan dan pemujaan kepada sosok

    ilahi yang mereka percaya memberikan bantuan, menjaga dan melindungi

    kehidupan masyarakat suku Dani.sosok ilahi yang mereka percaya termuat dalam

    bentuk kepercayaan akan nenek moyang. Yang mereka anggap memiliki kekautan

    dan berkuasa dalam klen atau kelompok mereka.Dengan demikian ritual yang

    dilakukan tidak bisa terlepas dari sebuah komunitas pelaksananya.

    Ritual bakar batu dilakukan ketika semua masyarakat suku Dani

    berkumpul bersama.Durkheim menekankan pentingnya sebuah masyarakat untuk

    berkumpul secara kolektif. Dalam suasana berkumpul ini maka masyarakat akan

    memperkuat lagi ide-ide kelompok yang menjadi dasar pembentukan kesatuan,

    dan pembentukan personalitas. Ide-ide tersebut juga diperkuat dengan tindakan-

    tindakan simbolis seperti nyanyian, tarian dan doa, dan kegiatan-kegiatan

    kelompok yang dapat membangun semangat kolektif dan kebersamaan.Dalam

    kehidupan Masyarakat Kristen suku Dani secara keseluruhan baik masyarakat

    Dani yang berada di pegunungan Papua dan Masyarakat Dani yang berada di kota

    Semarang. Ritual bakar batu memiliki makna mendasar dalam kehidupan mereka.

  • 30

    1. Ritual bakar batu menjadi sarana pemujaan dalam peribadatanyang

    berfungsi untuk mengungkapkan rasa syukur dan trima kasih kepada

    kekuatan-kekuatan yang lebih besar dari mereka, yang telah menjaga dan

    memelihara kehidupan mereka, serta memberikan kesuburan serta

    kesuksesan dalam bidang pertanian, perburuan dan peternakan.

    2. Sebagi media pendamai: ritual bakar batu menjadi alat perdamai untuk

    mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik. Konflik dalam kehidupan

    masyarakat suku Dani bukanlah hal baru yang mereka jumpai tetapi sudah

    mendara daging dalam diri mereka. Akan tetapi ketika konflik terus terjadi

    dan mengakibatkan ada korban jiwa maka untuk mendamaikan pihak-

    pihak tersebut maka hukum adat dan juga ritual bakar batu merupakan cara

    untuk mendamaikan pihak-pihak tersebut.

    Berdasarkan data pada bagian tiga, Ritual bakar batu mendapat

    penambahan makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat suku Dani

    yang berada di kota Semarang. Penambahan makna tersebut berkaitan dengan

    kehidupan masyarakat suku Dani yang pada awalanya hidup sebagai masyarakat

    yang homogen. Masyarakat homogen dapat juga di katakan masyarakat pedesaan

    yang hidup dalam satu kelompok yang sama berdasarkan kekeluargaan dan tidak

    ada realita keberagaman yang lebih besar dari kelompok mereka. Sehingga

    pemujaan dan sarana mediasi menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan bakar

    batu di daerah asal suku Dani. Akan tetapi ketika masyarakatKristen suku Dani

    hidup sebagai perantau ritual bakar batu tersebut mendapat penambahan makna.

    Masyarakat Kristen suku Dani yang berada di kota Semarang hidup dalam

    heterogenitas atau dapat dikatakan penuh dengan berbagai macam perubahan

    baik perubahan dalam bidang teknologi, sosial, perilaku, cara pandang bahkan

    keberagaman dalam berbudaya. Masyarakat suku Dani kini hidup dalam realitas

    keberagaman dan kemajuan teknologi sehingga mereka perlu melakukan sebuah

    tindakan komunal yang terwujud dalam pelaksanaan ritual bakar batu di kota

    Semarang. Karena dalam ritual bakar batu terkdandung nilai-nilai kelompok yang

    menjadi kekuatan tersendiri dalam menjalankan kehidupan mereka sebagai para

    perantau.

  • 31

    Kehidupan sebagai para perantau, membuat masyarakat suku Dani yang

    dulu hidup dalam homogenitas kini hidup dalam kehidupan masyarakat yang

    beragam. Masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mengalami perjumpaan

    dengan budaya-budaya lain serta kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hal-hal

    tersebut mempengaruhi ritual bakar batu yang dilakukan. Ritual bakar batu yang

    dilakukan masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mendapat penambahan

    makna baru yang penulis temukan berdasarkan data pada bagian tiga yaitu:

    1. Solidaritas: ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat suku

    Dani di kota Semarang meningkatkan solidaritas antar masyarakat

    suku Dani yang kini hidup dalam lingkungan yang berbeda yang tidak

    sama seperti lingkungan di desa. Ketika hidup di desa mereka hidup

    dalam satu perkampungan yang memungkinkan mereka untuk selalu

    bertemu dan menolong dalam berbagai hal. Oleh sebab itu ritual bakar

    batu menjadi sebuah sarana untuk memperkumpulkan masyarakat suku

    Dani dan mewujudkan solidaritas sosial diantara mereka.

    2. Mempertahankan identitas: anggota Suku Dani yang kini berada di

    kota Semarang menyadari bahwa mereka berada di perantauan dan

    dikelilingi oleh orang-orang dengan latarbelakang budaya dan

    kehidupan yang sangat berbeda sehingga mereka memerlukan

    kelompok sosial yang memiliki ciri serta nilai-nilai yang sama agar

    jati diri mereka sebagai masyarakat suku Dani tetap kuat ditengah-

    tengah kehidupan mereka sebagai masyarakat urban yang penuh

    dengan keberagaman dan kemajuan di berbagai bidang. Ritual bakar

    batu dilakukan juga untuk menjaga identitas sosial mereka sebagai

    masyarakat suku Dani.Melihat kehidupan masyarakat suku Dani

    sebagai para perantau sama seperti kehidupan orang-orang Yahudi

    yang hidup diaspora. Mereka terus memelihara ritus-ritus yang ada

    Karena mereka hidup bercampur dengan budaya-budaya lain bahkan

    pada saat itu seluruh kehidupan di kuasai dan dipengaruhi oleh budaya

    Helenistik sehingga mereka merasa perlu untuk mempertahankan jati

    diri sebagai seorang Yahudi. Hal ini juga yang di alami oleh

  • 32

    masyarakat Kristen Suku Dani di kota Semarang yang merasa perlu

    untuk mempertahankan budaya mereka ditengah-tengah realita

    kemajemukan yang mereka jumpai di kota Semarang.oleh sebab itu

    mereka merasa perlu menjaga idenitas sosial dalma menjalankan

    kehidupan sebagai para perantau.

    3. Pewarisan: ritual bakar batu dilakukan untuk melestarikan budaya

    leluhur yang dimiliki oleh masyarakat suku Dani.ritual ini juga

    berguna sebagai sarana memberikan pengetahuan kepada anggota suku

    Dani yang kini menetap di kota semarang dan memiliki keturunan,

    anak-anak mereka belajar tentang budaya Suku Dani dan pada saat itu

    anak-anak mereka memperoleh identitas sosial sebagai seorang

    anggota Suku Dani. Proses pewarisan ini seperti yang dilakukan dalam

    tradisi Yuhudi. pada saat hari raya Paskah, para orang tua

    menceritakan tentang kisah perjalanan bangsa mereka, bukan hanya

    fakta-fakta keluar dari mesir saja yang di dengarkan, melainkan

    identitas mereka sebagai bangsa yang terpilih sedang mendarah daging

    dalam diri setiap anggota keluarga.75

    Proses pewarisan kebudayaan

    suku Dani serta nilai-nilai luhur dari proses bakar batu sedang di

    ajarkan oleh para orang tua dalam ritual bakar batu yang dilakukan di

    kota Semarang. kegiatan mewariskan budaya merupukan sebuah

    tindakan yang baik agar generasi penerus yang hidup di era globalisasi

    ini tidak melupakan kebudayaan yang dimiliki oleh leluhur.

    4. Memperkenalkan kebudayaan mereka :ritual bakar batu yang

    dilakukan oleh masyarakat suku Dani di kota Semarang berfungsi

    untuk memperkenalkan budaya mereka kepada masyarakat di kota

    Semarang. ada suatu keinginan agar bukan hanya dikenal sebagai

    orang Papua dari bentuk fisik tetepi di kenal dari kebudayaan yang

    mereka miliki. Sehingga, pelaksanaan ritual bakar batu menjadi sarana

    memperkenalkan kebudayaan suku Dani kepada masyarakat luas.

    Tindakan memperkenalkan budaya kepada masyarakat luas merupakan

    75

    Robert R Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia),31-32

  • 33

    tindakan yang baik karena hal tersebut merupakan sebuah bentuk

    edukasi tentang keberagaman budaya di negara Indonesia kepada

    masyarakat luas dan secara khusus masyarakat Semarang. Dengan

    usaha memperkenalkan ritual bakar batu kepada masyaraka Semarang

    maka setiap orang mempunyai tanggung jawab bersama untuk ikut

    melestarikan budaya-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita.

    Pada akhirnya ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Suku

    Dani di kota semarang merupakan bentuk menjaga identitas sosial. Ketika

    mereka hidup sebagai masyarakat Dani di daerah pegunungan Papua.

    Identitas sosial tidak menjadi hal terpenting dalam proses ritual bakar

    batu, tetapi bagi masyarakat Kristen suku Dani yang berada di kota

    Semarang proses ritual bakar batu menjadi sebuah pendukung identitas

    sosial di tengah-tengah realita kemajemukan.

    5. Kesimpulan dan Rekomendasi

    Ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Kristen suku Dani di

    kota Semarang merupakan bentuk menjaga identitas ditengah-tengah lingkungan

    sosial yang baru sebagai para perantau.Ada begitu banyak hal baru

    yangdijumpaidalam kehidupa sebagai masyarakat urban. Seperti: kebudayaan

    yang beraneka ragam dan perkembangan teknologi yang semakin maju. Hal-hal

    seperti dapat mengakibatkan orang-orang yang jauh dari daerah asal melupakan

    budaya serta jati diri sebagai masyarakat suku Dani. Dengan demikian

    dilakukannya ritual bakar batu di kota Semarang merupakan sebuah tindakan yang

    baik karena di dalam ritual tersebut terkandung nilai-nilai luhur seperti solidaritas,

    bergotong royong, dan kerukunan. Pelaksanaan ritual bakar batu di kota Semarang

    mengajarkan kepada masyarakat sekitar agar mengenal kebudayaan dari daerah

    lain serta bag