makalah typhus abdominalis
DESCRIPTION
MAKALAHTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan RahmatnNya sehingga kami dapat menyusun "MAKALAH TYPHUS ABDOMINALIS".
Adapaun maksud dan tujuan membuat "MAKALAH TYPHUS ABDOMINALIS"adalah untuk memberikan nilai tambah angka kredit dalam pengembangan profesi agar dapat naik pangkat dari golongan IV C ke golongan IV D.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih sangat kurang sempurna. Tak ada gading yang tak retak. Untuk itu kami mengharap kritik, saran, dan masukan dari semua pihak agar nantinya dapat kami gunakan sebagai bahan kesempurnaan ditahun yang akan datang.
2
Trenggalek, 8 Juni 2012
dr. KRISTYO SUWASIYATNONIP. 19630601 198903 1 012
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULAN...........................................................................................
BAB II HASIL KEGIATAN.....................................................................................
1. GAMBARAN 10 PENYAKIT TERBANYAK DIRAWAT JALAN DAN RAWAT INAP RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2009,2010,
2011
2. DISTRIBUSI PENYAKIT THYPUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP
RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2009, 2010, 2011
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
BAB V PENUTUP.....................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan terkadang pada
aliran darah yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan
C, selain ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak
menyerang usus).
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian
menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam 24-72
jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke
pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam
dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan
dengan usus pada perut.
I.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan membuat makalah diabetes melitus adalah untuk menambah nilai angka
kredit dalam pengembangan profesi agar dapat naik pangkat dari golongan IV C ke golongan IV
D.
4
BAB IIHASIL KEGIATAN
1. GAMBARAN 10 PENYAKIT TERBANYAK DIRAWAT JALAN DAN RAWAT INAP RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2009,2010, 2011
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 I10 Hipertensi Essensial (primer) 6173 33,55
2 E14 Diabetes Melitus 2043 11,10
3 L63 Infark Cerebral 1809 9,83
4 A15.0 Tuberkulosis Paru BTA+ dengan/tanpa biakan kuman TB
1727 9,38
5 S00-S99
T00-T14
Cedera daerah badan multiple 1384 7,52
6 J40-44 Brochitis, Emfisema, dan Penyakit Paru Obstruksi menahun
1355 7,36
7 H52 Gangguan Refraksi dan Akomodasi 1128 6,131
8 I05-09 Penyakit Jantung Rheumatik, Kronik 992 5,39
9 K29 Gatritis dan Duodenitis 946 5,14
10 J00-01
J05-06
Infeksi Saluran Nafas Akut 840 4,56
1893 100
5
10 Besar Penyakit Rawat Inap Tahun 2009
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 P20-21 Hipoksia Intra Uterus dan Asfiksia Lahir
1072 23,01
2 A09 Diare dan Gastro Enteritis 709 15,22
3 O20-30
O45-99
Penyakit Kehamilan dan Persalinan 494 10,60
4 A91 Demam Berdarah 413 8,86
5 S06 Cedera Intra Kranial 394 8,45
6 L63 Infark Cerebral 376 8,07
7 K29 Gastritis dan Duodenis 353 7,57
8 E14 Diabetes Melitus 329 7,06
9 J00-01 Infeksi Pernafasan Saluran Akut 294 6,31
10 O42 Ketuban Pecah Dini 225 4,82
4659 100
7
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2010
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 I10 Hipertensi Essensial (primer) 684 25,41
2 H52 Gangguan Refraksi dan Akomodasi 518 19,24
3 K29 Gastritis dan Duodenitis 288 10,70
4 L63 Infark cerebral 244 9,06
5 Penyakit Pulpa dan periapikal 238 8,84
6 Caries Gigi 196 7,28
7 Gangguan Daya Lihat 145 7,24
8 Nyeri Punggung Bawah 118 4,38
9 Radang Servix 118 4,38
10 Asma Akibat Kerja 93 3,45
2692 100
9
10 Besar Penyakit Rawat Inap Tahun 2010
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 Diare dan Gastroentritis 1049 24,27
2 Demam Berdarah Dengue 1046 24,20
3 Infark Cerebral 448 10,36
4 Gastritis dan Duodenitis 352 8,14
5 Diabetes Melitus YTT 307 7,10
6 Gagal Jantung 260 6,01
7 Cedera Intrakranial 244 5,64
8 Dispepsia 222 5,14
9 Hipertensi Essensial (primer) 209 4,83
10 Tuberkulosis Paru BTA+ dengan/tanpa biakan kuman TB
186 4,30
4323 100
11
10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2011
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 Z03 Suspect KP 2891 20,70
2 I63 CVA 2573 18,42
3 M54,5 LBP 1944 13,92
4 K29 Gastritis dan Duodenitis 1371 9,82
5 E14 Diabetes Melitus 1143 8,18
6 H52 Gangguan Refraksi dan Akomodasi 1109 7,94
7 E11 Diabetes Melitus tidak tergantung Insulin
1097 7,89
8 G40.9 Epilepsi 898 6,43
9 J06.9 ISPA 625 4,47
10 M19.9 Osteoartritis 317 2,27
13968 100
13
10 Besar Penyakit Rawat Inap Tahun 2011
No Kode ICD 10 Diagnosa Jumlah kasus % Total Kasus
1 P21.1 Aspiksia Sedang 975 26,47
2 A09 GEA 791 21,48
3 I63.3 CVA 422 11,46
4 I50.0 Decom Cordis 376 10,21
5 O.42.9 KPP 285 7,74
6 A.15.0 KP 282 7,66
7 I61.9 ICH 149 4,05
8 J06.9 ISPA 146 3,96
9 O48 Post date 136 3,69
10 O63.0 Fase laten 121 3,29
3683 100
15
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT JALAN RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2009
No Kode ICD 10
Kasus Baru Menurut Golongan Umur Kasus Baru Menurut Sex
Jumlah Kasus baru
Jumlah Kunjungan
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 5 10 18 2 6 3 1 24 21 45 54
2 A75 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1
17
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT JALAN RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2010
No Kode ICD 10
Kasus Baru Menurut Golongan Umur Kasus Baru Menurut Sex
Jumlah Kasus baru
Jumlah Kunjungan
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 0 0 1 5 1 0 0 4 3 7 12
2 A75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
18
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT JALAN RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2011
No Kode ICD 10
Kasus Baru Menurut Golongan Umur Kasus Baru Menurut Sex
Jumlah Kasus baru
Jumlah Kunjungan
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 0 1 1 2 2 1 0 3 4 7 17
2 A75 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 1
19
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT INAP RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2009
No Kode ICD 10
Px Keluar (Hidup dan Mati) Menurut Golongan Umur
Px Keluar (H&N) menurut Sex
Jumlah Px keluar
Jumlah Px keluar mati
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 1 29 57 38 43 28 4 98 129 227 1
2 A75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
20
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT INAP RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2010
No Kode ICD 10
Px Keluar (Hidup dan Mati) Menurut Golongan Umur
Px Keluar (H&N) menurut Sex
Jumlah Px keluar
Jumlah Px keluar mati
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 0 13 37 19 17 16 5 55 52 107 0
2 A75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21
2. DISTRIBUSI PENYAKIT TYPHUS ABDOMINALIS MENURUT GOLONGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DI RAWAT INAP RSUD dr SOEDOMO TRENGGALEK TAHUN 2011
No Kode ICD 10
Px Keluar (Hidup dan Mati) Menurut Golongan Umur
Px Keluar (H&N) menurut Sex
Jumlah Px keluar
Jumlah Px keluar mati
0-28 hr
28hr-<1th
1-4th
5-14th
15-24
25-44
45-64 ≥65th Laki-laki
Perempuan
1 A01 0 2 10 30 20 16 15 7 49 51 100 2
2 A75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan :
A01 : Demam Tipoid dan Paratipoid
A75 : Typhus Abdominalis
22
BAB III
PEMBAHASAN
1. 1 Typhus abdominalis tidak masuk 10 besar penyakit baik rawat inap maupun rawat jalan.
1.2 Angka kematian kasus Typhus Abdominalis di Rawat Inap Tahun 2009: 1, 2010: 1, 2011: 2
(ada kecenderungan peningkatan)
1.3 Angka kunjungan Rawat Jalan Tahun 2009: 54, 2010: 12, 2011: 17 (ada kecenderungan
penurunan)
2.1 Etiologi
Tyfus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu
antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen
Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.
2.2 Pengertian
Tifus Abdominalis (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.
Tifus abdominalis adalah infeksi yang mengenai usus halus, disebarkan dari kotoran ke
mulut melalui makanan dan air minum yang tercemar dan sering timbul dalam wabah.
2.3 Anatomi
Saluran gastrointestinal adalah jalur (panjang totalnya 23 sampai 26 kaki) yang berjalan
dari mulut melalui esofagus, lambung dan usus sampai anus
1)Mulut
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding dari cavum oris
mempunyai struktur yang melayani fungsi mastikasi, salivasi, menelan, kecap dan bercakap.
Mulut dibatasi pada kedua sisi pipi yang dibentuk oleh muskulis businatorius, atapnya adalah
23
palatum yang memisahkannya dari hidung dan bagian atas dari faring, lidah membentuk bagian
terbesar dari dasar mulut.
Terdapat tiga pasang glandula salivarius (parotid, mandibular dan sublingual). Glandula
salivarius mensekresikan saliva via duktus ke dalam mulut. Glandulla diinervasi baik oleh saraf
parasimpatis dan simpatis (Rosa M. Sacharin, 1993).
Dalam rongga mulut terdapat :
a)Lidah
Lidah menempati kavum oris dan melekat secara langsung pada epiglotis dalam laring.
b)Gigi
Manusia dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang
berbeda-beda. Set pertama adalah gigi primer atau susu yang bersifat sementara dan tumbuh
melalui gusi selama satu tahun pertama dan kedua. Set kedua atau set permanen menggantikan
gigi primer dan ini mulai tumbuh pada sekitar umur 6 tahun. Terdapat 20 gigi susu dan 32 gigi
permanen (Rosa M. Sacharin, 1993).
2)Esofagus
Terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior
terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, panjangnya kira-kira 25 cm (10
inci), menjadi distensi bila makanan melewatinya (Smeltzer Suzanne C, 2001).
3)Lambung
Lambung ditempatkan di bagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat
di bawah diafragma kiri. Lambung dapat dibagi dalam empat bagian anatomis : kardia (jalan
masuk), fundus, korpus dan pilorus (outler). Otot halus sirkuler di dinding pilorus membentuk
sfingter piloris dan mengontrol lubang diantara lambung dan usus halus (Smeltzer Suzanne C,
2001).
Kapasitas lambung adalah antara 30 dan 35 ml saat lahir dan meningkat sampai sekitar 75
ml pada kehidupan minggu kedua. Pada akhir bulan pertama ini sekitar 10 ml, sementara
kapasitas lambung rata-rata orang dewasa adalah 1000 ml (Rosa M. Sacharin, 1993).
4)Usus halus
24
Adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal, yang jumlah panjangnya
kira-kira dua pertiga dari panjang total saluran. Bagian ini membalik dan melipat diri yang
memungkinkan kira-kira 7000 cm area permukaan untuk sekresi dan absorbsi.
Usus halus dibagi 3 bagian anatomik : bagian atas disebut duodenum, bagian tengah
disebut yeyunum dan bagian bawah disebut ileum. Pertemuan antara usus halus dan usus besar
terletak di bagian bawah kanan duodenum ini disebut sekum.
Pada pertemuan ini yaitu katup ileosekal, yang berfungsi untuk mengontrol pasase isi
usus ke dalam usus besar dan mencegah refluks bakteri ke dalam usus halus. Pada tempat ini
terdapat apendiks veriformis.
Terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen, segmen transversum yang memanjang
dari abdomen atas kanan ke kiri, dan segmen desenden pada sisi kiri abdomen. Bagian ujung dari
usus besar terdiri dari dua bagian kolon sigmoid dan rektum. Rektum berlanjut pada anus. Jalan
keluar anal di atur oleh jaringan otot lurik yang membentuk baik sfingter internal dan eksternal.
b.Fisiologi
Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah, dimana makanan dipecah ke
dalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim pencernaan. Saliva adalah
sekresi pertama yang kontak dengan makanan.
Menelan mulai sebagai aktifitas volunter yang di atur oleh pusat menelan di medulla
oblongata dari sistem saraf pusat. Saat makanan ditelan, epiglotis bergerak menutup lubang
trakea dan karenanya mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru. Menelan, mengakibatkan
bolus makanan berjalan ke dalam esofagus atas, yang berakhir sebagai aktivitas refleks, otot
halus di dinding esofagus berkontraksi dalam urutan irama dari esofagus ke arah lambung untuk
mendorong bolus makanan sepanjang saluran. Selama proses peristaltik esofagus ini, sfingter
esofagus bawah rileks dan memungkinkan bolus makanan masuk lambung. Akhirnya, sfingter
esofagus menutup dengan rapat untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus.
Lambung mensekresi cairan yang sangat asam dalam berespon atau sebagai antisipasi
terhadap pencernaan makanan. Cairan ini yang dapat mempunyai pH serendah 1, memperoleh
keasamannya dari asam hidroklorida yang disekresikan oleh kelenjar lambung. Fungsi sekresi
asam ini dua kali lipat :
Untuk memecah makanan menjadi komponen yang lebih dapat diabsorbsi.
25
Untuk membantu destruksi kebanyakan bakteri pencernaan.
Lambung dapat menghasilkan sekresi kira-kira 2, 4 L/hari. Sekresi lambung juga
mengandung enzim pepsin yang penting untuk memulai pencernaan protein. Faktor instrinsik
juga disekresi oleh mukosa gaster. Kontraksi peristaltik di dalam lambung mendorong isi
lambungnya ke arah pilorus. Karena partikel makanan besar tidak dapat melewati sfingter
pilorus, partikel ini diaduk kembali ke korpus lambung. Makanan tetap berada di lambung
selama waktu yang bervariasi, dari setengah jam sampai beberapa jam tergantung pada ukuran
partikel makanan, komposisi makanan dan faktor lain. Peristaltik di dalam lambung dan
kontraksi sfingter pilorus memungkinkan makanan dicerna sebagian untuk masuk ke usus halus
(Smeltzer Suzanne C, 2001).
Proses pencernaan berlanjut ke duodenum, sekresi di dalam duodenum datang dari
pankreas, hepar dan kelenjar di dinding usus itu sendiri. Karakteristik utama dari sekresi ini
adalah kandungan enzim pencernaan yang tinggi. Sekresi pankreas mempunyai pH alkalin
karena konsentrasi bikarbonatnya yang tinggi. Ini menetralisir asam yang memasuki duodenum
dari lambung. Pankreas juga mensekresi enzim pencernaan, termasuk tripsin, yang membantu
dalam pencernaan protein, amilase yang membantu dalam pencernaan zat pati dan lipase yang
membantu dalam pencernaan lemak. Empedu (disekresi oleh hepar dan disimpan di dalam
kandung empedu) membantu mengemulsi lemak yang dicerna.
Sekresi kelenjar usus terdiri daru mukus, yang menyelimuti sel-sel dan melindungi mukosa dari
serangan oleh asam hidroklorida, hormon, elektrolit dan enzim. Hormon, neuroregulator dan
regulator lokal ditemukan di dalam sekresi usus, berfungsi mengontrol laju sekresi usus dan
mempengaruhi motilitas gastrointestinal.
Sekresi usus total kira-kira getah pankreas 1 L/hari, empedu 0.5 L/hari dan kelenjar usus
halus 3 L/hari. Ada 2 tipe kontraksi yang terjadi secara teratur di usus halus :
Kontraksi segmental yang menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi usus ke
belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk.
Peristaltik usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.
Karbohidrat dipecahkan menjadi disakarida dan monosakarida. Protein dipecahkan
menjadi asam amino dan peptida. Lemak dicerna diemulsifikasi menjadi monogliserida dan asam
lemak.
26
Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati ileum terminalis dan dengan
perlahan melewati bagian proksimal kolon melalui katup ileusekal. Populasi bakteri adalah
komponen utama dari isi usus besar. Bakteri membantu menyelesaikan pemecahan materi sisa
dan garam empedu.
Aktivitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi kolonik dengan perlahan sepanjang
saluran. Transport lambat ini memungkinkan reabsorbsi efisien terhadap air dan elektrolit.
Materi sisa dari makanan akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya dalam kira-
kira 12 jam sebanyak seperempat dari materi sisa makanan mungkin tetap berada direktum 3 hari
setelah makanan dicerna.
Distensi rektum secara relatif menimbulkan kontraksi otot-ototnya dan merilekskan
sfinger anal internal yang biasanya tertutup. Sfingter internal dikontrol oleh sistem saraf otonom,
sfringter eksternal di bawah kontrol sadar dari kortektes serebral.
Rata-rata frekuensi defekasi pada manusia adalah sekali sehari, tetapi frekuensi bervariasi
diantara individu, faeces terdiri dari bahan makanan yang tidak tercerna, materi anorganik, air
dan bakteri, Bahan kekal kira-kira 75 % materi cair dan 25 materi padat (Smeltzer Suzanne C,
2001).
2.4 Patogenesis
Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, dibutuhkan jumlah bakteri
105-109 untuk menimbulkan infeksi, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati
oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang hidup, kemudian kuman masuk kedalam usus
(plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan
mengakibatkan peradangan, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke
organ RES terutama pada organ hati dan limfe.
Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan
berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama
usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan
hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang
mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi
mudah lelah.
27
Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada
kulit dan lidah hipermi. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatospleno megali. Konstipasi bisa
terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perfarasi, peritonitis) dan ekstra
intestinal (pnemonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikratrik).
2.5 Pemeriksaan fisik
Masa inkubasi : 10-14 hari. keluhan utama : demam terutama sore atau malam hari,
obstipasi, batuk-batuk, agak tuli, lidah tipoid (tremor, tengah kotor, tepi hiperemis), nyeri tekan /
spontan pada perut di daerah Mc Burney (kanan bawah).
Masa inkubasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang menginfeksi, masa inkubasi
berlangsung dari 3 hari sampai dengan 1 bulan dengan rata-rata antara 8-14 hari. Di tandai
dengan demam insidus yang berlangsung lama, sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia,
bradikardi relatif, splenomegali pada penderita kulit putih 25% diantaranya menujukan
adannya”rose spot” pada tubuhnya, batuk tidak produktif pada awal penyakit, pada penderita
dewasa lebih banyak terjadi konstipasi di bandingkan dengan diare.
Gambar klinis yang biasa ditemukan adalah :
a. Demam
Kasus khas demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi
sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur - angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden), lidah
tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disetai tremor.
Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorimus). Hati dan limpa membesar
disertai nyeri pada perabaan, biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau
normal.
28
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai
samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-
kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis.
2.6 Laboratorium
Pemeriksaan darah : leukopenia, leukositosis relatif fase akut, mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia, SGOT dan SGPT
Uji serologis Widal : Titer O, H (titer untuk menyatakan seseorang positif thyfoid adalah
tergantung dari daerah endemik dan kesepakatan institusi)
Isolasi/ biakan kuman (darah, feses, urin atau empedu)
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia , limfositosis relatif,
aneosinofilia. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Dari pemeriksaan Widal,
titer antibodi tehadap antigen O yang bernilai lebih besar ≥ 1/200 atau peningkatan lebih besar
lagi 4x antara masa akut dan konvalesens mengarah kepada demam tifoid, meskipun dapat
terjadi positif maupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman dengan S.typhii pada biakan empedu
yang diambil dari darah pasien.
2.8 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
- Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau
jaringan tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.
2.9 Terapi
1. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat disembuhkan.
Antibiotik untuk penderita tifoid :
Kloramfenikol,
a. Dewasa : 4 x 500 mg selama 14 hari
29
b. Anak : 50-100 mg/kgBB 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
Tiamfenikol,
a. Dewasa : 500 mg 4 x sehari selama 5 – 7 hari bebas panas.
b. Anak : 50 mg/kgBB 4 x sehari selama 5 – 7 hari bebas panas.
Ampisilin
a. Dewasa : 500 mg 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
b. Anak : 50 – 100 mg/kgBB 4 x sehari selama 10 – 14 hari.
2. Terapi simtomatik (anti piretik, anti emetik)
3. Terapi cairan, kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat
mencerna makanan.
2.10 Asuhan kebidanan/keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan Tyfus Abdominalis adalah sebagai berikut:
a. Biodata
Biodata meliputi usia, jenis kelamin, latar belakang budaya dan suku.
b. Keadaan umum
Pucat, lemah, perubahan tanda vital dan berat badan, banyak keringat, dehidrasi, konstipasi atau
diare.
c. Riwayat kesehatan
1) Informasi dan latar belakang yang berhubungan
Penyakit atau kondisi yang menyertai misalnya sering infeksi atau penyakit sebelumnya.
2) Riwayat keluarga
30
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. 1 Typhus abdominalis tidak masuk 10 besar penyakit baik rawat inap maupun rawat jalan.
1.2 Angka kematian kasus Typhus Abdominalis di Rawat Inap Tahun 2009: 1, 2010: 1, 2011: 2
(ada kecenderungan peningkatan)
1.3 Angka kunjungan Rawat Jalan Tahun 2009: 54, 2010: 12, 2011: 17 (ada kecenderungan
penurunan)
SARAN
1. Penderita kasus Typhus Abdominalis merupakan penyakit menular sehingga jaga kebersihan agar tidak menular ke orang lain.2. Pasien ada yang meninggal karena datang sudah dengan komplikasi3. Adanya penyuluhan rutin baik dari puskesmas maupun rumah sakit tentang penyakit menularr termasuk Typhus Abdominalis.4. Meningkatkan SDM terutama dokter umum dengan diadakanya seminar, workshop tentang Typhus Abdominalis.
31