makalah tugas akhir pak irsan adm 2014

20
UJIAN FINAL MATA KULIAH TEORI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN “PRINSIP ADMINISTRASI HENRY FAYOL DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN TONY BUSH” (TANGGAL 18 DESEMBER 2014) DOSEN PENGAMPU : Dr. Irsan Rangkuti, M.Si, M.Pd Oleh : HABIBULLAH HASIBUAN 8146132040 KELAS A1.W

Upload: chad-west

Post on 23-Dec-2015

136 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan masalah-masalah fungsional kegiatan administrasi. Menurut Fayol kegiatan administrasi dapat dipecah secara fungsional dalam 5 fungsi, yaitua. Planning atau perencanaan b. Organizing atau pengorganisasianc. Command atau perintahd. Coordination atau koordinasie. Control atau pengawasan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

UJIAN FINALMATA KULIAH TEORI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

“PRINSIP ADMINISTRASI HENRY FAYOL DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN TONY BUSH”(TANGGAL 18 DESEMBER 2014)

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Irsan Rangkuti, M.Si, M.Pd

Oleh :

HABIBULLAH HASIBUAN8146132040

KELAS A1.W

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI KEPENGAWASAN

PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Desember 2014

Page 2: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

SOAL UJIAN

1. Ada beberapa prinsip administrasi yang dikemukakan oleh Henry Fayol. Menurut saudara

apakah prinsip-prinsip tersebut masih relevan dengan kondisi tata kelola lembaga

pendidikan saat ini ? jika relevan berikan alasannya dan jika tidak relevan berikan juga

alasannya ?.

2. Tony Bush salah seorang ahli manajemen dan redaktur salah satu jurnal Educational

Manajement, beliau mengemukakan 6 pendekatan manajemen pendidikan, sebutkanlah

ke-6 pendekatan/teori yang dimaksud, kemudian jelaskanlah pendekatan teori mana yang

paling sesuai dengan kondisi organisasi lembaga pendidikan di daerah saudara ?.

JAWAB :

1. Fayol mengembangkan teori yang memusatkan perhatiannya pada pemecahan masalah-

masalah fungsional kegiatan administrasi. Menurut Fayol kegiatan administrasi dapat

dipecah secara fungsional dalam 5 fungsi, yaitu

a. Planning atau perencanaan

b. Organizing atau pengorganisasian

c. Command atau perintah

d. Coordination atau koordinasi

e. Control atau pengawasan

Kelima elemen fungsional dari administrasi ini kemudian menjadi landasan bagi

fungsi dasar manajemen. Dalam karyanya yang sama, Fayol juga mengemukakan 14 prinsip

yang menyeluruh yang digunakan sebagai petunjuk bagi manajer, yaitu

a. Pembagian kerja

b. Wewenang dan tanggung jawab

c. Disiplin

d. Kesatuan dalam perintah

e. Kesatuan arah

f. Mengutamakan kepentingan umum (general interest) di atas kepentingan individu

Page 3: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

g. Pemberian upah bagi pekerja

h. Sentralisasi

i. Rantai perintah

j. Ketertiban

k. Keadilan

l. Kestabilan masa kerja pekerja

m

. Inisiatif

n. Semangat jiwa kesatuan atau korps.

Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat bahwa tujuh prinsip di antaranya

berkaitan dengan rantai perintah dan alokasi kewenangan. Sedangkan dua prinsip lainnya

berkaitan dengan keadilan dalam sistem dan dua lainnya berkaitan dengan stabilitas dan

ketertiban. Menurut Fayol, jumlah dan prinsip-prinsip tersebut tidaklah merupakan harga

mati, artinya jika dari pengalaman ternyata muncul prinsip baru, maka penambahan prinsip

itu bukanlah masalah yang penting. Menurut Fayol, hal yang lebih penting adalah bahwa

prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan dalam setiap organisasi. Ini merupakan hal yang

baru dalam perkembangan teori organisasi karena asas universalitas mulai dikenal dan

dipergunakan dalam perkembangan dan penerapan teori organisasi.

Dari uraian di atas, prinsip-prinsip manajemen yang dikemukakan oleh Henry Fayol

masih relevan diterapkan dalam tata kelola pendidikan saat ini. Hal itu dikarenakan tata

kelola pendidikan pada dasarnya sama dengan tata kelola dalam dunia bisnis hanya saja

produk dari dunia pendidikan berujud peningkatan kemampuan dan karakter dari manusia,

maka dalam proses pelaksanaanya tidak sama dengan yang dilakukan di dunia bisnis. Dunia

pendidikan dapat menerapkan prinsip-prinsip manajemen dari Henry Fayol tapi dengan

dilandasi bahwa pencapaian target (peningkatan kemampuan dan pembentukan karakter

siswa) tidak dapat dilakukan dalam waktu yang cepat atau serta merta, namun target

tersebut dapat dicapai dalam waktu yang relatif agak lama.

Page 4: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

2. Tony Bush salah seorang ahli manajemen dan redaktur salah satu jurnal Educational

Manajement, beliau mengemukakan 6 pendekatan manajemen pendidikan antara lain

sebagai berikut :

1) Formal Models

Formal Models beranggapan bahwa lembaga/organisasi adalah sistem hirarki yang

di dalamnya menejer mempergunakan cara –cara rasional guna mencapai tujuan yang

telah disepakati. Para menejer memiliki kekuasaan yang disahkan oleh kedudukan formal

mereka dalam lembaga tersebut dan berhak mensponsori badan/lembaga untuk kegiatan

organisasi atau lembaganya (Bush, 2003, p.37).

Model ini memiliki tujuh keutamaan:

1. Model tersebut memberlakukan lembaga/organisasi sebagai system. Sebuah system

yang di dalamnya terdiri dari berbagai elemen kelembagaan yang satu dengan lainnya

saling berhubungan. Termasuk sekolah, sebagai contoh, seluruh bagian dan sub unit

berhubungan satu dengan lainnya secara sistimatis.

2. Formal Models memberikan kedudukan penting kepada pemegang kewenangan dalam

organisasi tersebut. Susunan formal sering digambarkan dalam struktur organisasi ,

yang menunjukkan hubungan dan urutan kewenangan antar anggota dalam lembaga

tersebut.

3. Dalam Formal Models susunan kewenangan dalam organisasi/lembaga bersifat hirarki

(yang merupakan alat control para pemimpin atas stafnya). Para guru bertanggung

jawab kepada para ketua bidang yang secara berkala memberikan pelaporan atas semua

kegiatan di departemennya kepada kepala sekolah.

4. Semua pendekatan formal menggambarkan sekolah sebagai lembaga atau sarana

pencapaian tujuan. Lembaga tersebut dianggap memiliki tujuan resmi yang dapat

diterima dan diusahakan pencapaiannya oleh seluruh anggota organisasi tersebut.

Tujuan itu senndiri penetapannya disesuaikan dengan perkembangan dan perubahan

visii sekolah tersebut.

Page 5: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

5. Segala keputusan yang dihasilkan/diambil merupakan hasil dari pemikiran yang

seksama. Semua pilihan (yang merupakan keputusan) dipertimbangkan dan dievaluasi

dalam rangla pencapaian tujuan lembaga.

6. Pendekatan - pendekatan formal menghadirkan kewenangan para pemimpin karena

jabatannya.

7. Adanya penekanan khusus berkenaan dengan pertanggungjawaban lembaga kepada

pihak sponsor. Di Negara penganut sistim sentralisasi, kepala sekolah bertanggung

jawab kepada pemerintah pusat, sedang pada sistim desentralisasi mereka bertanggung

jawab kepada pemerintah daerah. Ketujuh cirri utama di atas hadir dengan kelbihan dan

kekurangannya masing-masing, namun kesemuanya adalah merupakan bagian dari

“Formal Models”.

2) Collegial Models

Hal terpenting dari model ini (yang popular ssejak tahun 1980-an) mencakup

keseluruhan teori yang menekankan bahwa pengambilan keputusan penting berkenaan

dengan tujuan lembaga yang hendak dicapai melalui proses musyawarah. Kewenangan

diberikan kepada individu – individu yang dipandang berhak memiliki pemahaman

terhadap tujuan lembaga (Bush 2003). “selagi para guru mendiskusikan dan mengerjakan

segala sesuatunya bersama-sama itulah kolegalitas” (Brundrett 1998 p. 305); “… sesuatu

akan dicapai manakala para guru bekerjasama , dan sesuatu akan hilang bila mereka tidak

bekerjasama” Little (1990 p. 166).

Collegial Models dan keutamaannya:

1. Bersifat Normatif. Keyakinan mendasar dari kolegalitas terbentuk berdasarkan rencana

atau pertimbangan belaka, dan tidak berdasar pada hasil penelitian pelaksanaan

pendidikan.

2. Model ini tampaknya cocok penerapannya pada lembaga seprti sekolah perguruan

tinggi yang secara signifikan memiliki sejumlah tenaga professional. Guru, selain

memiliki kewenangan untuk mempraktikkan keahliannya, kewenangan untuk mengatur

dan mengelola kegiatan kelasnya dalam rangka pencapaian tujuan, mereka juga perlu

Page 6: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

bekerja sama untuk menentukan pendekatan filosofis yang cocok untuk kegiatan belajar

mengajar (Brundrett, 1998, p. 307). Para professional memiliki hak berperanserta dalam

proses pengambilan keputusan. Segala keputusan lebih baik diinformasikan, dan lebih

penting dari itu dapat terlaksana secara efektif.

3. Mereka beranggapan bahwa norma umum yang dilaksanakan anggota organisasi

mengarahkan kegiatan managerial lembaga meraih. tujuan kependidikan. Norma

umum para professional menyatakan keoptimisan bahwa selalu mungkin untuk

mencapai kesepakatan yang berkenaan dengan tujuan-tujuan dan kebijakan lembaga.

“shared vision” mendasari mereka dalam pengambilan keputusan.

4. Jumlah peserta dalam pengambilan keputusan merupakan elemen penting. Makin

sedikit orang berarti pendapat orang perorang makin dapat didengar dan diperhatikan.

Barangkali model ini dapat bekerja dengan baik di lembaga pendidikan tingkat dasar

atau sub-unit, dari pada lembaga tingkat menengah. Di sekolah lanjutan dan perguruan

tinggi pertemuan seluruh staff biasanya hanya diperuntukkan pertukaran informasi.

Model in memahami dan mengatasi kesulitan tersebut dengan membangun asumsi

bahwa guru memiliki perwakilan formal.

5. Keputusan tercapai karena konsensus. Keyakinan bahwa ada nilai-nilai umum dan

tujuan bersama meyakinkan mereka bahwa dapatlah kiranya dikehendaki dan

dimungkinkan untuk memecahkan permasalahan dengan kesepakatan. Proses

pencapaian keputusan bisa jadi diperlama dengan pencarian kesepakatan; tetapi ini

berkenaan dengan sesuatu yang berharga dan dapat diterima sebagai upaya menjaga

aura nilai-nilai dan keyajinan bersama. (Bush, 2003, p. 65-67).

3) Political Models

Political Models mencakup segala teori yang menggolongkan penetapan keputusan

merupakan proses penawaran. Analisis focus pada pembagian kekuasaan dan pengaruh

dalam organisasi dan pada penawaran dan perundingan antara kelompok yang

berkepentingan. Konflik dipandang sebagai endemik (terjadi pada ranah tertentu dan

sering serta biasa terjadi) dalam organisasi, dan management diarahkan pada aturan yang

Page 7: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

sesuai dengan perilaku politik. (Bush, 2003, p. 89). Baldridge’s (1971) meneliti di universitas

di U.S. menyimpulkan bahwa Political Models dibanding dengan pandangan Formal dan

Collegial Models, merupakan model yang paling tepat dan sesuai dengan dengan

kehidupan nyata di pendidikan yang lebih tinggi. Keutamaan Political Models meliputi:

1. Mereka lebih mengutamakan kegiatan kelompok dari pada lembaga sebagai

keseluruhan. Ball (1987) merujuk pada “baronial politics” (p.221) dan menguraikan

bagaimana konflik antar pimpinan kelompok-kelompok kecil terjadi. Konflik antar

“baron” utamanya berkenaan dengan segala sumber (segala hal yang menopang

kelangsunagn hidup kelompok) dan kekuasaan.

2. Menekankan diri pada kepentingan (tujuan kelompok) dan kelompok yang

berkepentingan. Setiap individu menjadi anggota kelompok lebih dikarenakan mereka

memiliki berbagi kepentingan(tujuan, nilai, keinginan pengharapan, dan orientasi

lainnya) pribadi yang menuntunnya untuk berbuat sesuai dengan caranya. (Morgan,

1997, p. 61).

3. Model ini menekankan penghentian konflik di organisasi. Kelompok-kelompok

kepentingan mencoba mencapai tujuannya masing-masing., yang terkadang sangat

berbeda dengan tujuan sub-sub unit yang ada dalam organisasi dan mendorong

terjadinya konflik di antara mereka. “Konflik akan selalu hadir daalam organisasi…. Yang

penyebabnya adalah perbedaan berbagai kepentingan” Morgan, 1997, p. 167).

4. Mereka beranggapan bahwa tujuan organisasi itu tak tetap, ambigu bermakna ganda),

dan dipertunjukkan (kamilah yang paling…). Orang perorangan, kelompok-kelompok

kepentingan dan koalisi mempunyai tujuan, dan masing-masing bergerak untuk

pencapaiannya,” …serta berusaha mengadakan tawar menawar dengan sesama anggota

atau koalisi untuk mempengaruhi penetuan tujuan dan proses pembuatan keputusan”

(Bolman & Deal, 1991, p. 190).

5. “Tujuan-tujuan dan keputusan organisasi merupakan hasil dari proses tawar-menawar,

diskusidan, perjokian (usaha mencapai tujuan pribadi dengan memanfaatkan orang

lain / pihak koalisi) untuk memperoleh kedudukan / pengaruh anggota dari berbagai

koalis” (Bolman & Deal, 1991, p. 185).

Page 8: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

6. Central dari Political Theories (teori politik) adalah KEKUASAAN. Hasil dari proses

pengambilan keputusan yang rumit (perdebatan sengit) lebih ditentukan berdasarkan

kekuatan relatif dari para individu dan kelompok kepentingan yang terlibat.

“Kekuasaan/Kekuatan merupakan media /alat untuk menyelesaikan segala bentuk

konflik kepentingan. Kekuatan/kekuasaan mempengaruhi/menentukan siapa yang

dapat apa, kapan dan bagaimana . . . sumber kekuasaan adalah kaya (uang,

kewenangan dan pengaruh, ssrta factor pendukung lain) dan beragam” (Morgan, 1997,

p. 170-171)

4) Subjective Models

Subjective Model focus pada anggotanya, bukan pada organisasi secara keseluruhan

dan sub-sub unitnya. Masing-masing personal memiliki (subjektifitas) pandangan yang

berbeda-beda terhadap organisasi. Situasi dan setiap peristiwa memiliki arti yang berbeda

untuk setiap anggota organisasi. Organisasi digambarkan sebagai unit-unit yang komplek,

yang merefleksikan berbagai makna dan persepsi orang-orang di dalamnya. Organisasi

merupakan manifestasi (perwujudan) nilai-nilai dan keyakinan individu bukan kenyataan

konkrit seperti ditunjukkan dalam Formal Models.

“Sujective Models mengaanggap bahwa organisasi merupakan kreasi/karya orang-orang

yang terlibat di dalamnya. Anggota berusaha dengan sungguh-sungguh untuk

menerjemahkan berbagai situasi dalam berbagai cara dan persepsi perorangan itu didasari

latar belakang dan nilai-nilai yang mereka miliki. Organisasi memiliki makna yang berbeda-

beda untuk setiap anggota sesuai dengan latar belakang pengalamannya. (P. 113) Mulai

terkenal dalam manajemen kependidikan sebagai hasil usaha Thomas Greenfield di era

1970-an dan 1980-an. Greenfield konsern pada beberapa aspek teori pendukung yang

menurutnya cocok dan dominan di dalam organisasi kependidikan. Menurutnya teori

pendukung merupakan “bad theory” yang focus pada lembaga sebagai seperti adanya.

Mereka focus pada keyakinan dan persepsi dari para anggotanya, bukan pada tingkat

kelembagaan atau kelompok-kelompok kepentingan; dan ini merupakan perbedaan

mendasar antara Subjective Models dan Formal Models, dant Hodgkinson (1993)

Page 9: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

memendang nya sebagai pemisashan yang tak mungkin terjembatani. “Kenyataan tak akan

pernah lepas dari kebaikan dan keburukan (sebuah keyakinan), dan perorangan tidak akan

pernah menjadi tim” (p. xii)’

Keutamaan dari interpretive or qualitative research sesuai ideyang dikemukakan Subjective

Models:

1. Focus pada penanggapan individual dari pada keseluruhan organisasi. Subjek pandangan

individu merupakan isu sentral dalam penelitian kualitatif (Morison, 2002, p. 19).

2. Menekankan pada pemaknaan atau interpretasi, didasarkan pada kegiatan para

anggota. “Seluruh kehidupan manusia terjalani dan terbangun dari subjektifitas sudut

pandang” (Morrison, 2002, p. 19).

3. Hasil penelitian diinterpretasikan menggunakan teori yang terpisah-pisah. “Teori harus

baru dan sedang/masih berkembang dan harus muncul dari situasi tertentu; haruslah

terurai pada data hasil penelitian. Theory seharusnya tidak menyimpang dari penelitian

tetapi mengikutinya” (Cohen et al, 2000, p.23)

5) Ambiguity Models

Dalam organisasi, model ini menekankan ketidakmenentuan dan ketidakpastian

(ambiguitas). (Bush, 2003): Ambiguity Models menganggap bahwa ketidakpastian dan

situasi yang tak menentu merupakan keutamaan yang dominan dalam organisasi. Tidak ada

kejelasan tujuan lembaga, serta prose mereka tidak mudah untuk dipahami. Ambiguity

models tergabung dengan sebuah grup (para ahli teori), kebanyakan dari U.S. yeng

membangun semua ide meraka di era 1970-an.mereka kecewa terhadap Formal Models,

yang mereka pandang tidak cocok untuk kebanyakan organisasi. Julukan dari Ambiguity

perspective adalah the “garbage can” model (tong sampah), yang dekembangkan oleh

Chohen and March (1986). Segalanya terjadi hanya sekejap (sekali); teknologi berubah dan

sulit dimengerti; persekutuan, kepentingan/keutamaan, danpersepsi berubah; masalah,

solusi, kesempatan, penalaran/ide, manusia, serta hasil menyatu pada satu cara yang

membuat interpretasi mereka tidak jelas dan hubungannya juga tak jelas (March, p. 36).

Keutamaan Ambiguity Models:

Page 10: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

1. Tidak ada kejelasan berkenaan dengan tujuan organisasi. Banyak lembaga dianggap

memiliki tujuan yang tidak pasti dan sulit untuk dipahami, dengan kata lain tujuan dan

maksud menjadi hanya melalui pola laku anggota – anggota organisasi (Chohan &

March, 1986). Organisasi ada untuk bekerja pada berbagai ketidakpastian dan miskin

skala prioritas. Mereka lebih sering menemukan skala prioritas (mana yang lebih utama)

melalu aksi/tindakan, tidak bertindak berdasarkan skala prioritas (p. 3). Lembaga

Kependidikan yang ada dipandang sebagai organsiasi penerap model tersebut. Sebab

guru bekerja dengan leluasanya (merdeka), boleh jadi jarang menemui kesulitan dalam

pencapaian keinginannya.

2. Organisasi memiliki permasalahan pemahaman terhadap tindakan/proses mereka yang

sulit dipahami. Di dalam pendidikan, tidaklah jelas bagaimana siswa memperoleh

pengetahuan dan ketrampilan sehingga proses pengajaran diliputi keraguan dan

ketidakpastian. Bell (1980) menyatakan bahwa ketidakpastian memasuki fungsi sentrl

sekolah.

3. Teori ambiguity (ketidakpastian) berpendapat bahwa organisasi dipersamakan dengan

pembabagan (layaknya drama). Sekolah dibagi menjadibeberapa kelompok yang

memiliki emikiran/tujuan internal berdasar nilai-nilai dan tujuan umum. Hubungan antar

kelompok lemah, tidak menentu dan tak terduga. Weick (1976) menggunakan istilah

“loose coupling” untuk menggambarkan hubungan antar sub- unit. “Loose coupling . . .

membawa konotasi dari ketidaktetapan, kebuntuan (sesuatu masalah tak terpecahkan),

dan kehampaan yang kesemuanya secara secara potensial merupakan kelengkapan

perekat (lem)” (p.3) yang menjalankan organisasi bersama.

4. Dengan model tersebut, struktur keorganisasian dipandang sebagai permasalahan.

Seluruh komite dan lembaga formal memiliki hak dan tanggungjawab, yang saling

melampaui kewenangannya dan dengan kewenangan yang diberikan kepada manager

perseorangan. Kekuasaan efektif dari setiap elemen dalam struktur berbeda dengan

persoalan dan sesuai dengan tingkatan partisipasi anggota komite.

5. Model ini lebih cocok untuk organisasi professional pelayanan pelanggan (biro jasa

konsultasi). Persyaratan bahwa para professional membuat keputusan individual, dari

Page 11: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

pada bertindak dalam ketentuan rumusan managerial, menuntun pada pandangan

bahwa sekolah dan perguruan tinggi yang lebih besar bertidak dalam suasana

ketidakpastian.

6. Mereka menyatakan adanya alur/aliran partisipasi managemen organisasi. “Partisipan

didalam organisasi saling berbeda dalam waktu dan usaha yang mereka berikan kepada

organisasi; partisipan secara individu berbeda dari waktu ke waktu. Sebagai hasil teori

standar dari kekuasaan dan kegiatan memiih tampaknya tidak penting.” (Chohen

&March, 1986, p. 3).

7. Sumber lain dari teori ketidakpastian disediakan pesan-pesan yang dihasilkam oleh

lingkungan organisasi. Pada era di mana perubahan terjadi dengan cepatnya (rapid

change), sekolah boleh jadi menghadapi berbagai kesulitan dalam pemahaman bebagai

rmacam pesanyang disalurkan lewat lingkungan dan bertautan ketidaksepahaman dari

pesan-pesan tersebut. Ketidakpastian yang timbul dari luar menambah ketidakpastian

dari proses pembuatan keputusan dalam lembaga.

8. Teori ini mengedepankan hasil keputusan yang tak terencana. Tidak adanya tujuan yang

disepakati berarti segala keputusan tak punya keutamaan (tak focus). Persoalan, solusi,

hubungan antara anggota pilihan dengan takterduga muncul melalu siatuasi

kebingungan.

9. Menekankan pada keuntungan dari sistem desentralisasi. Dengan memberikan

keruwetan dan ketidakpastian pada organisasi, diharapkan bahwa banyak keputusan

sebaiknya dibebankan kepada sun-sub unit dan perorangan. Weick (1976) berpendapat

bahwa pembebanan memungkinkan organisasi tetap hidup, sedangkan sub-unit

tertentu terancam.

Page 12: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

6) Cultural Models

Cultural Models meyakini bahwa nilai-nilai, keyakinan, serta idiologi merupakan

jantung dari organisasi. Individual memiliki ide dan keutamaan, yang mempengaruhi

bagaimana mereka bersikap dan bagaimana mereka memandang perilaku anggota lainnya.

Norma tersebut menjadi tradisi organisasi, yang terkomunikasikan di dalam grupdan

diperkuat dengan lambang/symbol dan ritual (perbuatan) (p. 156). Beare, Caldwell, and

Millikan (1992) menyatakan bahwa kultur memungkinkan untuk menjelaskan kualitas dari

individual dalam organisasi . keunikan adalah perilaku kehidupan, nilai-nilai itu penting, dan

mereka seharusnya diayomi.

Societal Culture: societal cultures utamanya membedakan pada tingkatan nilai-nilai

dasar; artinya lebih bersifat dapat terus diikuti dan perubahan terjadi untuk waktu yang

lama; sedangkan organizational cultures lebih membedakan untuk tingkatan

pelaksanaan/kegiatan yang ada /tampak, dan setiap saat diubah dan diatur.

Keutamaan Organisational Cultures:

1. Fokus pada nilai-nilai dan keyakinan yang dimiliki para anggota organisasi. Focus juga

pada pemahaman kultur yang dominan dalam organisasi tetapi tidak serta merta bahwa

nilai-nilai individual selalu selaras satu samalainnya. Boleh jadi ada sistem nilai yang

berbeda yang menciptakan gambaran kenyataan-kenyataan keorganisasian dari pada

keseragaman kultur yang berlaku. Organisasi-organisasi besar yang memiliki berbagai

tujuan, secara khusus tampaknya memiliki berbagai kultur.

2. Menekankan pengembangan norma-norma yang makna yang dimiliki atau berlaku.

Asumsinya bahwa interaksi antar anggota organisasi atau sub gup-nya, suatu waktu

menuju pada norma-norma perilaku yang secara bertahap menjadi keutamaan budaya

sekolah atau perguruan tinggi. Norma kelompok ini terkadang mengikuti perkembangan

dari monokultur di sekolah dengan faham yang dimiliki dengan perantaraan staff-“the

way we do things around here-“inilah cara kami melakukan segalanya di sini. Kami

sadari, bagaimanapun, boleh jadi ada beberapa sub-kultur berdasar pada professional

Page 13: Makalah Tugas Akhir Pak Irsan ADM 2014

dan kepentingan-kepentingan personal dari kelompok lain. Hal ini secara internal tidak

ada masalah, akan tetapi menghadapi kesulitan dalam menjalani hubungan dengan

kelompok lain yang norma-norma perilakunya berbeda. Budaya secara khusus

diekspresikan melalui ritual dan upacara, yang digunakan untuk mendukung dan

mengungkapkan keyaknan-keyakinan dan norma. Sekolah kaya akan perlambang.

“Perlambang central untuk proses untuk pembentukan makna.” (Hoyle, 1986, p. 152).

3. Organizational cultur meyakini keberadaan pria dan wanita hebat (dijadikan tokoh

panutan/pahlawan) yang mengespresikan nilai-nilai dan keyakinan organisasi. Mereka

mencontohkan/memerankan perilaku organisasi. Champbell-Evan (1993, p. 106)

menekankan bahwa pria/wanita panutan (tokoh pahlawan) adalah mereka yang

keberhasilanya sesuai dengan budaya yang berlaku.

Dari uraian di atas maka saya berkesimpulan bahwa yang sesuai dengan

kondisi organisasi lembaga pendidikan di daerah saya di Kabupaten Aceh Selatan, Propinsi

Aceh yaitu cultural models. Aceh sendiri memiliki julukan serambi aceh yang kental

dengan Agama dan masih memegang teguh adat istiadat dan beraneka ragam budaya

termasuk tempat saya bertugas yaitu di Dinas Pendidikan Aceh Selatan. Di Aceh sendiri

merupakan daerah otonomi khusus yang memiliki peraturan-peraturan daerah atau

yang disebut Qanun. Jalannya organisasi di Dinas Pendidikan Kab. Aceh Selatansendiri

menekankan pengembangan norma-norma yang berlaku dimana pada norma-norma

perilaku yang secara bertahap menjadi keutamaan budaya sekolah atau perguruan

tinggi. Di sekolah masih memegang teguh adat istiadat setempat yang berpengaruh

pada jalannya organisasi pendidikan di Kab. Aceh Selatan. Aturan-aturan atau norma-

norma tersebut juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang menjadi

ideologi bangsa Indonesia. Suatu aturan akan mudah ditaati dan dijalankan jika sesuai

dengan kepribadian dari masyarakat tempat aturan tersebut dijalankan, sehingga

aturan-aturan atau prinsip-prinsip organisasi dalam culture models akan berjalan lancar

dan dapat ditegakkan di Aceh.