makalah tekbat

Upload: made-anres-wigha-nashatya

Post on 05-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kelompok 12

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Negara Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis yang dapat ditumbuhi tumbuh-tumbuhan salah satunya, pohon mangroove. Pohon yang merupakan bahan pembemtuk batubara. Hal tersebut menyebabkan Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya batubara yang sangat besar, yaitu sekitar 65,4 miliar ton. Pohon yang merupakan bahan pembemtuk batubara. Akibat dari besarnya sumber daya batubara di Indonesia, maka berakibat dari jumlah produksi per tahunnya yang besar juga yaitu sekitar 162 juta ton (tahun 2006). Hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara pengekspor terbesar batubara di dunia.

Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.

Gas yang terperangkap pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM. Dalam klasifikasi energi, CBM termasuk unconventional energy (peringkat 3), bersama-sama dengan tight sand gas, devonian shale gas, dan gas hydrate. High quality gas (peringkat 1) dan low quality gas (peringkat 2) dianggap sebagai conventional gas. Dengan berkembangnya teknologi, kini CBM tidak lagi dibuang secara percuma, melainkan mulai diproduksi secara massal di Indonesia. Teknik yang digunakan dalam pengambilan CBM yang terdapat di dalam batubara ini sama dengan teknik produksi pada minyak dan gas bumi yakni menggunaka pengeboran (drilling).

1.2Maksud dan Tujuan

1.2.1Maksud

Maksud dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memaparkan tentang Coal Bed Methane.1.2.1Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Mengetahui apa itu Coal Bed Methane.

2. Cara Pengambilan Coal Bed Methane

3. Manfaat Coal Bed Methane

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Pengertian Coal Bed Methane

Gas metan (CBM) adalah bentuk gas alami yang diekstrak dari lapisan batubara. Juga disebut gas metan, istilah ini mengacu pada metana teradsorpsi ke dalam matriks padat batubara. Hal ini disebut sweet gas' karena kurangnya hidrogen sulfida. Keberadaan gas ini dikenal dari kejadian di tambang batubara bawah tanah, di mana ia menyajikan risiko keamanan serius. gas metan, sering disebut sebagai CBM, berbeda dari batu yang khas atau reservoir gas konvensional lainnya, seperti metana yang disimpan di dalam batubara dengan proses yang disebut adsorpsi. metana ini dalam keadaan dekat-cair, lapisan bagian dalam pori-pori dalam batubara (disebut matriks). Yang patah tulang terbuka di batubara (disebut cleat) juga dapat berisi gas gratis atau dapat jenuh dengan air.

2.1.1Keterbentukan Coal Bed Methane

Mengenai pembentukan CBM, maka berdasarkan riset geosains organik dengan menggunakan isotop stabil karbon bernomor masa 13, dapat diketahui bahwa terdapat 2 jenis pola pembentukan. Sebagian besar CBM adalah gas yang terbentuk ketika terjadi perubahan kimia pada batubara akibat pengaruh panas, yang berlangsung di kedalaman tanah. Ini disebut dengan proses thermogenesis. Sedangkan untuk CBM pada lapisan brown coal (lignit) yang terdapat di kedalaman kurang dari 200m, gas metana terbentuk oleh aktivitas mikroorganisme yang berada di lingkungan anaerob. Ini disebut dengan proses biogenesis. Baik yang terbentuk secara thermogenesis maupun biogenesis, gas yang terperangkap dalam lapisan batubara disebut dengan CBM.

Gambar 2.1

Pembentukan CBM

Kuantitas CBM berkaitan erat dengan peringkat batubara, yang makin bertambah kuantitasnya dari gambut hingga medium volatile bituminous, lalu berkurang hingga antrasit. Tentu saja kuantitas gas akan semakin banyak jika lapisan batubaranya semakin tebal.

Dari penelitian Steven dan Hadiyanto, 2005, (IAGI special publication) ada 11 cekungan batubara (coal basin) di Indonesia yang memiliki CBM, dengan 4 besar urutan cadangan sebagai berikut: 1. Sumsel (183 Tcf), 2. Barito (101.6 Tcf), 3. Kutai (80.4 Tcf), 4. Sum-Tengah (52.5 Tcf). Dengan kata lain sumber daya CBM di Sumsel sama dengan total (conventional) gas reserves di seluruh Indonesia.

Terkait potensi CBM ini, ada 2 hal yang menarik untuk diperhatikan:

a. Jika ada reservoir conventional gas (sandstone) dan reservoir CBM (coal) pada kedalaman, tekanan, dan volume batuan yang sama, maka volume CBM bisa mencapai 3 6 kali lebih banyak dari conventional gas. Dengan kata lain, CBM menarik secara kuantitas.b. Prinsip terkandungnya CBM adalah adsorption pada coal matrix, sehingga dari segi eksplorasi faktor keberhasilannya tinggi, karena CBM bisa terdapat pada antiklin maupun sinklin. Secara mudahnya dapat dikatakan bahwa ada batubara ada CBM.

Selain potensi minyak dan gas bumi, Indonesia juga mempunyai Gas Metana Batubara atau Coal Bed Methane (CBM). CBM merupakan gas yang terjebak pada pori-pori lapisan batubara. CBM banyak ditemukan di area pertambangan batubara atau pertambangan migas yang terdapat lapisan batubara. Sebagai sumber energi alternatif yang berpotensi dikembangkan di masa mendatang, sumber daya CBM di Indonesia telah teridentifikasi terkandung di dalam 11 cekungan sedimen (basin) yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Sumber daya CBM Indonesia mencapai 453,3 Triliun Cubic Feet (TCF) yang tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon. Cadangan CBM sebesar itu tersebar pada sebelas areal cekungan (basin) batubara di berbagai lokasi di Indonesia, baik di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Ke sebelas basin lokasi CBM itu adalah Sumatera Selatan (183 TCF), Barito (101,6 TCF), Kutei (89,4 TCF) dan Sumatera Tengah (52,5 TCF) untuk kategori high prospective. Basin Tarakan Utara (17,5 TCF), Berau (8,4 TCF), Ombilin (0,5 TCF), Pasir/Asam-Asam (3,0 TCF) dan Jatibarang (0,8) memiliki kategori modarate prospective. Sedang basin Sulawesi (2,0 TCF) dan Bengkulu (3,6 TCF) berkategori low prospective. Potensi Gas Metana Batubara sebesar 453,3 TCF tersebut meliputi cadangan terbukti sebesar 112,47 TCF dan cadangan potensial 57,60 TCF.

2.2Produksi Coal Bed Methane

Pada 2015 Indonesia diprediksi bisa memproduksi CBM hingga 500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dan bisa meningkat menjadi 900 MMSCFD pada 2020. diperkirakan pada 2025 produksi CBM di Indonesia bisa mencapai 1.500 MMSCFD. Hingga November 2010, setidaknya 23 kontrak kerja CBM telah ditandatangani. Pada bulan Desember 2010 ini pemerintah berencana akan melelang 13 Wilayah Kerja Gas Metana Batu Bara (WK GMB).

Hasil produk CBM diproyeksikan akan memenuhi kebutuhan sumber energi Indonesia dan menunjang program Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang tertuang dalam KepPres No. 5 tahun 2006 dengan fokus meningkatkan sumber energi baru dan terbarukan serta secara bertahap mengurangi penggunaan dan ketergantungan Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber energi Indonesia.

2.2.1Prinsip Produksi CBM

Di dalam lapisan batubara banyak terdapat rekahan (cleat), yang terbentuk ketika berlangsung proses pembatubaraan. Melalui rekahan itulah air dan gas mengalir di dalam lapisan batubara. Adapun bagian pada batubara yang dikelilingi oleh rekahan itu disebut dengan matriks (coal matrix), tempat dimana kebanyakan CBM menempel pada pori-pori yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, lapisan batubara pada target eksplorasi CBM selain berperan sebagai reservoir, juga berperan sebagai source rock.

Gambar 2.1

Prinsip Produksi CBM

2.2.2Teknik Produksi CBM

CBM bisa keluar (desorption) dari matriks melalui rekahan, dengan merendahkan tekanan air pada target lapisan. Hubungan antara kuantitas CBM yang tersimpan dalam matriks terhadap tekanan dinamakan kurva Langmuir Isotherm (proses tersebut berada pada suhu yang konstan terhadap perubahan tekanan). Untuk memperoleh CBM, sumur produksi dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan batubara target. Karena di dalam tanah sendiri lapisan batubara mengalami tekanan yang tinggi, maka efek penurunan tekanan akan timbul bila air tanah di sekitar lapisan batubara dipompa (dewatering) ke atas. Hal ini akan menyebabkan gas metana terlepas dari lapisan batubara yang memerangkapnya, dan selanjutnya akan mengalir ke permukaan tanah melalui sumur produksi tadi. Selain gas, air dalam jumlah yang banyak juga akan keluar pada proses produksi ini.2.2.3Produksi CBM & Teknologi Pengeboran

Pada metode produksi CBM secara konvensional, produksi yang ekonomis hanya dapat dilakukan pada lapisan batubara dengan permeabilitas yang baik. Tapi dengan kemajuan teknik pengontrolan arah pada pengeboran, arah lubang bor dari permukaan dapat ditentukan dengan bebas, sehingga pengeboran memanjang dalam suatu lapisan batubara dapat dilakukan. Seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah, produksi gas dapat ditingkatkan volumenya melalui satu lubang bor dengan menggunakan teknik ini.

Teknik ini juga memungkinkan produksi gas secara ekonomis pada suatu lokasi yang selama ini tidak dapat diusahakan, terkait permeabilitas lapisan batubaranya yang jelek. Sebagai contoh adalah apa yang dilakukan di Australia dan beberapa negara lain, dimana produksi gas yang efisien dilakukan dengan sistem produksi yang mengkombinasikan sumur vertikal dan horizontal, seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar2.3Teknik Produksi CBM

Gambar2.4Pengontrolan Arah BorLebih jauh lagi, telah muncul pula ide berupa sistem produksi multilateral, yakni sistem produksi yang mengoptimalkan teknik pengontrolan arah bor. Lateral yang dimaksud disini adalah sumur (lubang bor) yang digali arah horizontal, sedangkan multilateral adalah sumur horizontal yang terbagi-bagi menjadi banyak cabang. Pada produksi yang lokasi permukaannya terkendala oleh keterbatasan instalasi fasilitas akibat berada di pegunungan misalnya, maka biaya produksi memungkinkan untuk ditekan bila menggunakan metode ini. Secara praktikal, misalnya dengan melakukan integrasi fasilitas permukaan.

Teknik pengeboran yang menggunakan down hole motor (pada mekanisme ini, hanya bit yang terpasang di ujung down hole motor saja yang berputar, melalui kerja fluida bertekanan yang dikirim dari permukaan) dan bukan mesin bor rotary (pada mekanisme ini, perputaran bit disebabkan oleh perputaran batang bor atau rod) yang selama ini lazim digunakan, untuk melakukan pengeboran sumur horizontal dll dari permukaan. Pada teknik ini, alat yang disebut MWD (Measurement While Drilling) terpasang di bagian belakang down hole motor, berfungsi untuk memonitor arah lubang bor dan melakukan koreksi arah sambil terus mengebor.

2.2.4ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery)

ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery) adalah teknik untuk meningkatkan keterambilan CBM. Pada teknik ini, gas injeksi yang umum digunakan adalah N dan CO2. Disini, hasil yang diperoleh sangat berbeda tergantung dari gas injeksi mana yang digunakan. Gambar di bawah ini menunjukkan produksi CBM dengan menggunakan gas injeksi N dan CO2.

Bila N yang digunakan, hasilnya segera muncul sehingga volume produksi juga meningkat. Akan tetapi, karena N dapat mencapai sumur produksi dengan cepat, maka volume produksi secara keseluruhan justru menjadi berkurang. Ketika N diinjeksikan ke dalam rekahan (cleat), maka kadar N di dalamnya akan meningkat. Dan karena konsentrasi N di dalam matriks adalah rendah, maka N akan mengalir masuk ke matriks tersebut. Sebagian N yang masuk ke dalam matriks akan menempel pada pori-pori. Oleh karena jumlah adsorpsi N lebih sedikit bila dibandingkan dengan gas metana, maka matriks akan berada dalam kondisi jenuh (saturated) dengan sedikit N saja.

Gambar 2.5

ECBM dengan N dan CO22.3Manfaat CBMCoal bed methane (CBM) merupakan sumber energi yang relatif masih baru. Sumber energi ini merupakan salah satu energi alternatif yang dapat diperbaharui penggunaannya. Gas metane yang diambil dari lapisan batubara ini dapat digunakan sebagai energi untuk berbagai kebutuhan manusia. Seiring bertambahnya kebutuhan akan energi, baik untuk listrik dan transportasi, negara-negara berkembang seperti Indonesia juga membutuhkan suatu energi alternatif yang dapat terus dikembangkan. Dapat kita lihat pada gambar 2.6, dimana kebutuhan akan energi untuk pembangkit listrik terus berkembang. Salah satu pembangkit listrik di dunia yang paling dominan adalah dari energi batubara.

Gambar 2.6

Kebutuhan EnergiBentuk CBM sama halnya dengan gas alam lainnya. Dapat dimanfaatkan rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar.BAB III

KESIMPULAN

Berdasarka Tujuan yang ada dan pembahasan teori maka dapat diambil beberapa kesimpulan :

1. Coal Bed Methane (atau disingkat CBM) adalah suatu bentuk gas alam yang berasal dari batu bara (coal). Istilah CBM ini merujuk kepada gas metana yang teradsorbsi ke dalam matriks padat batu bara.2. Cara pengambilan coal bed methane ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan teknik pengeboran maupun teknik ECBM (Enhanced Coal Bed Methane Recovery).

3. Bentuk CBM dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi rumah tangga, industri kecil, hingga industri besar.DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Coal_Bed_Methane, diakses 7 November 2015.

http://info-pertambangan.blogspot.com/2012/10/coal-bed-methane-cbm.html, diakses tanggal 7 November 2014

http://jefrigeophysics.wordpress.com/2013/01/10/coal-bed-methane/, diakses tanggal 7 November 2015http://imambudiraharjo.wordpress.com/2010/01/19/mengenal-cbm-coal-bed-methane/, diakses tanggal 7 November 2015

9