makalah standfar

13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu simplisia dan ekstrak berkaitan dengan kandungan metabolit sekunder dalam tanaman. Metabolit sekunder adalah senyawa kimia hasil biogenesis dari metabolit primer yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung tetapi lebih sebagai hasil mekanisme pertahanan diri organisme, umumnya dihasilkan tumbuhan tingkat tinggi. Jenis dan kadar metabolit sekunder rmemegang peran penting karena perbedaan kandungan senyawa secara teoritis akan memberikan aktivitas farmakologi berbeda untuk setiap ekstrak. Aktivitas ini dapat secara sinergis dan dapat pula antagonis bila terjadi interaksi. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penetapan karakterisasi simplisia dan ekstrak dari ramuan local daun miana,buah sirih dan madu secara fisiko kimia perlu dilakukan guna menjamin standardisasi mutu sediaan Daun miana adalah daun pucuk Plectranthu sscutellarioides (L.) Bth., sinonim Coleus scutellaroides (L) Bth., suku Lamiaceae. Secara makroskopik berupa daun tunggal berwarna ungu kecoklatan sampai ungu kehitaman. Nama daerah adang-adang (Palembang), jawer kotok (Sunda), Her (Jawa), dan majana (Manado). Penggunaan secara empiris sebagai obat wasir, peluruh haid, dan

Upload: dessy-noorlia

Post on 09-Feb-2016

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH STANDFAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutu simplisia dan ekstrak berkaitan dengan kandungan metabolit

sekunder dalam tanaman. Metabolit sekunder adalah senyawa kimia hasil

biogenesis dari metabolit primer yang bukan merupakan senyawa penentu

kelangsungan hidup secara langsung tetapi lebih sebagai hasil mekanisme

pertahanan diri organisme, umumnya dihasilkan tumbuhan tingkat tinggi.

Jenis dan kadar metabolit sekunder rmemegang peran penting karena

perbedaan kandungan senyawa secara teoritis akan memberikan aktivitas

farmakologi berbeda untuk setiap ekstrak. Aktivitas ini dapat secara sinergis

dan dapat pula antagonis bila terjadi interaksi. Berdasarkan hal tersebut diatas

maka penetapan karakterisasi simplisia dan ekstrak dari ramuan local daun

miana,buah sirih dan madu secara fisiko kimia perlu dilakukan guna menjamin

standardisasi mutu sediaan Daun miana adalah daun pucuk Plectranthu

sscutellarioides (L.) Bth., sinonim Coleus scutellaroides (L) Bth., suku

Lamiaceae. Secara makroskopik berupa daun tunggal berwarna ungu

kecoklatan sampai ungu kehitaman. Nama daerah adang-adang (Palembang),

jawer kotok (Sunda), Her (Jawa), dan majana (Manado). Penggunaan secara

empiris sebagai obat wasir, peluruh haid, dan penambahan nafsu makan. Hasil

observasi klinis di daerah Sulawesi Utara terhadap pemberian ramuan buah

sirih, daun miana dan madu pada penderita malaria menunjukkan basil dapat

menurunkan suhu badan dan juga jumlah parasit plasmodium. Penelitian

terhadap aktivitas antibakteri dan peluruh dahak penderita TBC telah

dilakukan terhadap ekstrak uji daun miana dan menunjukkan hasil positif

Materia Medika mencantumkan daun tanaman mengandung minyak atsiri dan

tanin.

Dari Literatur diketahui golongan senyawa tannin telah terbukti

menghambat perkembangbiakan parasit malaria pada spesies primate

Microcebusmurinus, dibandingkan dengan quinine HCl. Sedangkan minyak

atsiri dari daun Virolasurinamensis (Rol.) Warb. Telah terbukti secara ilmiah

memiliki aktivitas antimalaria dan mampu 100% menghambat pertumbuhan

Page 2: MAKALAH STANDFAR

fase tropozoit menuju skizon dari parasit setelah masa inkubasi 48 jam.

Campuran lain dalam ramuan local antimalaria ini adalah buah sirih, yaitu

buah dari tanaman Piper betle L. Sirih tersebar di Indonesia dalam skala yang

tidak terlalu luas. Tanaman ini tersebar di Jawa, Madura, Bali, Aceh, Sumatra,

Timor, Sulawesi, Ternate, dan Lampung. MMI mencantumkan kandungan

kimia simplisia daun sirih adalah minyak atsiri hidroksi kavikol, kavibetol,

estragol, eugenol, metileugenol, karvakrol senyawa terpen dan seskuiterpen

fenilpropan dan tanin. Sirih juga mempunyai kandungan arecoline pada

seluruh bagian tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri dan meningkatkan

imunitas Golongan terpen yang telah terbukti sebagai antimalaria adalah

senyawa dyhydroartemisininpiperaquine (DHP) dan senyawa

artesunateamodiaquine (AAQ). Senyawa ini merupakan derivate terbaru

terpen yang tengah diunggulkan sebagai senyawa antimalaria untuk

menghadapi kasus multidrug-resistant (MDR) pada P. falciparum dan

P.vivctx. Pada percobaan yang Dilakukan oleh Hasugian AR dkk. Terhadap

sampel pasien terinfeksi P.falciparum, P.vivax, dan kedua species, laju

kegagalan parasitologi pada hari ke 42 adalah 45% (95% confidenceinterval

[CI], 36% 53%) untuk AAQ dan 13% (95% CI, 7.2%-19%) untuk DHP (hazar

dratio [HR], 4.3; 95% CI, 2.5-7.2;P <.001). Efek terapeutik jangka panjang

dari pipera quine terbukti memperlambat reinfeksi P.falciparum, sehingga

akan menurunkan laju infeksi kembali dari P.vivax, dan karenanya

menurunkan resiko anemia dan IS gametocyte carriage dari P.vivax.

Berdasarkan data tersebut diatas maka kemudian dilakukan penelitian fisiko

kimia terhadap ramuan local antimalaria dari daerah Sulawesi Utara untuk

memperoleh karakterisasi dari masing-masing simplisia dan ekstrak dalam

ramuan (daun miana dan buah sirih).

1.2 Tujuan Makalah

1.3 Rumusan Masalah

Page 3: MAKALAH STANDFAR

BAB II

ISI

2.1 Kerja

2.1.1 Pembuatan ekstrak uji

Ekstrak simplisia

Simplisia daun miana dan simplisia buah sirih masing-masing diekstraksi

4 kali menggunakan pelarut n-heksan @ 25 mL, hingga diperoleh fraksi «- heksan

± 100 mL. Ampas disari kembali sebanyak 4 kali menggunakan pelarut etil asetat

@ 25 mL hingga diperoleh fraksi etil asetat ± 100 mL. Selanjutnya, ampas disari

dengan pelarut aseto nitril sebanyak 4 kali @ 25 mL hingga diperoleh fraksi aseto

nitril ± 100 mL. Masing-masing fraksi dipekatkan menggunakan tangas air hingga

diperoleh sari ± 1 mL. Saridisiapkan kuantitatif dalam labu takar 5 mL.

Karakterisasi dilakukan sesuai persyaratan Materia Medika Indonesia

untuk simplisia yaitu:

a. Penetapan Kadar Air dengan Cara Destilasi

Bersilkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas

dengan air, keringkan dalam lemari pengering. Ke dalam labu kering

masukan simplista 5 g. Masukan lebih kurang 200 ml toluen kedalam

labu, hubungkan alat. Tuang toluen ke dalam tabung penerima melalui

alat pendingin. Panaskan labu hati- hati selama 15 menit. Setelah toluen

mendidih, suling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga

sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga

4 tetes tiap detik.lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Biarkan tabung

penerima pendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah

sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam persen

b. Kadar Abu Total

Lebih kurang 2 g sampai 3 g simplisia yang telah diserbuk dan

ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus silikat yang telah

dipijarkan dan di- tara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang

habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan,

tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa

kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat

Page 4: MAKALAH STANDFAR

kedalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara.

c. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml

asam sulfat encer P selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut

asam, saring me- lalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci

dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap,timbang. Hitung kadar abu

yang tidak larut asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

d. Kadar Abu Larut Air

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 ml air

selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui krus

kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas dan

pijarkan selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450°C, hinga bobot

tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut

dalam air. Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang

dikeringkan di udara

e. Kadar Sari Larut Air

Maserasi sejumlah 5,O g simplisia selama 24 jam dengan 100 ml air

kloroform LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan

dangkal berdasarkan rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu

105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen senyawa yang

larut dalam air, dihitung terhadap ekstrak awal.

f. Kadar Sari Larut Etanol

Maserasi sejumlah 5,O g ekstrak selama 24 jam 100 ml etanol ( 95% ),

menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 5 jam

pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan

mengl~indarkan penguapan etanol, kemudian uapkan 20 ml filtrat

hingga kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara,

panaskan residu pada suhu 105'C hingga bobot tetap. Hitung kadar

dalam persen senyawa yang larut dalam etanol ( 95% ), dihitung terhadap

ekstrak awal.

Page 5: MAKALAH STANDFAR

Pada sampel simplisia daun miana, kandungan kadar air sebesar 12,04%.

Pada MMI tidak tercantum kandungan kadar air yang menjadi standar

acuan simplisia. Kadar air merupakan parameter yang harus diuji karena berkaitan

dengan mutu simplisia selama masa penyimpanan. Kadar air yang tinggi dapat

mempengaruhi pertumbuhan jamur maupun kapang dan dapat menurunkan

aktivitas biologi simplisia selama masa penyimpanan. Dengan kandungan kadar

air sebesar 12,04% sampel tidak terlihat ditumbuhi jamur atau pun kapang yang

dapat di identifikasi secara makroskopis selama Masa penelitian Kandungan kadar

abu adalah 10,51%. Kadar lebih tinggi bila dibandingkan dengan standar MMI

yang tidak lebih dari 8%. Hal ini menyatakan bahwa simplisia sampel

mengandung kadar anorganik / pengotor lebih tinggi 2,51% dibandingkan dengan

batas MMI. Tetapi kadar abu tidak larut asam sampel sebesar 0,29% masih jauh

dibawah batas standar MMI yang maksimal tidak lebih dari 2%. Data ini

menunjukkan bahwa simplisia sampel mengandung pengotor lebih tinggi dari

batas standar kadar abu MMI, tetapi memenuhi criteria standar simplisia untuk

bahan anorganik yang larut dalam asam.

Sedangkan Kadar abu larut dalam air simplisia miana adalah 2,69%,

merupakan data yang penting untuk diketahui karena ramuan yang digunakan

untuk diuji aktivitasnya dalam bentuk sediaan infus. Sehingga semakin tinggi

kelarutan abu dalam air akan berpengaruh terhadap kadar zat anorganik yang

terlarut dalam sediaan Kadar sari larut etanol sebesar 11,38% berada jauh diatas

batas kadar yang ditetapkan MMI yaitu minimal 5% . Data ini menunjukkan

bahwa simplisia yang digunakan akan menghasilkan sari yang lebih baik dari

simplisia yang sudah distandarkan MMI bila menggunakan pelarut etanol.

Sedangkan kadar sari larut air dari sampel sebesar 14,70% bila dibandingkan

dengan kadar yang tertera pada MMI sebesar minimal 22%, masih berada 40%

dibawah standar simplisia MMI. Hal ini juga nantinya akan berpengaruh terhadap

hasil aktivitas farmakologi sampel karena pemberian sediaan berupa sedian infuse

yang menggunakan air sebagai pelarut. Pada sampel simplisia buah sirih,

kandungan kadar air adalah sebesar 12,06%. Pada MMI tidak dicantumkan

kandungan kadar air yang menjadi standar acuan simplisia tetapi dengan

Page 6: MAKALAH STANDFAR

kandungan kadar air sebesar 12,06% sampel juga tidak menunjukkan adanya

pertumbuhan jamur atau pun kapang yang dapat diidentifikasi secara makroskopis

selama masa penelitian. Kandungan kadar abu adalah 6,99%. Kadar ini bila

dibandingkan dengan standar daun sirih MM dengan nilai maksimal 14% maka

pada buah sirih sampel kadarnya masih berada pada standar yang ditetapkan.

Kadar abu tidak larut asam sebesar 0,21% juga masih jauh dibawah batas standar

MMI yang ditetapkan untuk daun sirih dengan nilai maksima l7%. Sedangkan

kadar abu larut dalam air simplisia sirih adalah 3,74%. Kadar sari larut etanol

sebesar 8,92% berada jauh diatas batas kadar yang ditetapkan MMI untuk daun

sirih yaitu minimal 4,5%. Data ini juga menunjukkan bahwa simplisia sampel

akan memberikan sari yang baik bila menggunakan etanol sebagai pelarut.

Sedangkan kadar sari larut air dari sampel sebesar 17,50% bila dibandingkan

dengan kadar yang tertera pada MMI untuk daun sirih sebesar minimal

14% ,maka kelarutan sari dari sampel pada pelarut air berada 3% lebih tinggi. Hal

ini akan berpengaruh positif terhadap hasil aktivitas farmakologi sampel karena

pemberian sampel berupa sedian infus yang menggunakan air sebagai pelarut.

Daun miana mengandung golongan senyawa kimia terpenoid (dimana

minyak atsiri termasuk kedalam golongan ini), tannin (dalam jumlah besar),

tannin katekat, dan flavonoid. Menurut monografi MMI tercantum bahwa

kandungan kimia dari simplisia daun miana adalah golongan tannin dan minyak

atsiri. Kimia yang teridentifikasi pada simplisia sampel lebih banyak bila

dibandingkan dengan golongan senyawa kimia yang tertera pada MMI, yaitu

adanya tambahan golongan flavonoid. Tambahan golongan flavonoid

menunjukkan kelengkapan metabolit sekunder antimalaria dalam tanaman miana,

disamping golongan terpen, minyak atsiri, dan tannin yang telah dibahas

sebelumnya. Studi literature menyatakan derivat flavonoid yang telah terbukti

secara invitro menunjukkan aktivitas antiplasmodial adalah dehydrosilybinand8-

(l;l)-DMA-kaempferide menggunakan data real time PCR terhadap lima galur

P.falciparum.

Page 7: MAKALAH STANDFAR

2.1.2 Pembuatan Simplisia Daun Miana

Sampel daun segar dikeringkan dioven dengan suhu 37' C sampai

kering selama 2 hari, kemudian dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan dengan

ukuran Mers 40. Sampel dianalisa sesuai pedoman dari Materia Medika

Indonesia dan Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Daun sirih, kulit buah delima dan rimpang kunyit dikumpulkan lalu

dicuci bersih ditiriskan, kemudian diangin-anginkan di tempat terbuka yang

terlindung dari cahaya matahari langsung. Selanjutnya dikeringkan dalam oven

dengan suhu 50o.

Berdasarkan hasil pengujian simplisia daun miana (Tabel I), susut

pengeringan bertujuan untuk melihat senyawa yang hilang pada proses

pengeringan nilainya antara 5,52% - 10,03%, nilai ini bervariasi karena

kemungkinan tidak sama proses pengeringannya atau adanya kontaminasi. Hasil

pemeriksaan kadar air yang berasal dari 3 kota yaitu Menado, Kupang dan Papua

Page 8: MAKALAH STANDFAR

antara 9,7 - 11,91 % , simplisia yang berasal dari Kupang kadar airnya melebihi

dari 10 %, ha1 ini mungkin disebabkan karena pada proses pengeringan kurang

kering. Tujuan pemeriksaan kadar air adalah untuk memberi batasan minimal

atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan (simplisia), makin

tinggi kadar air, makin mudah untuk ditumbuhi jamur, kapang dan sehingga

dapat menurunkan aktivitas biologi simplisia dalam masa penyimpanan.

Kadar air tergantung pada waktu pengeringan simplisia makin kering,

makin kecil kadar airnya. Kadar abu yang tidak larut asam merupakan rangkaian

dari pemeriksaan kadar abu, sedangkan kadar sari larut etanol makin banyak

yang terlarut makin baik. (parameter ekstrak). Dari tabel tersebut diatas dapat

dilihat bahwa dari hasil uji dari 3 tempat tumbuh tidak sama kemungkinan hal

ini dipengaruhi oleh variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur dan

cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi seperti pengeringan dan

pengayakan.

Proses pemanenan dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat

menentukan mutu simplisia. Standardisasi simplisia sebagai ballan baku harus

memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi

Departemen Kesehatan ( Materia Medika Indonesia ).