makalah sistem politik dan peran perempuan
DESCRIPTION
Sistem Politik dan Peranan Perempuan di Timur TengahTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Sepanjang sejarah kehidupan manusia, Timur tengah merupakan kawasan yang kaya
akan peradaban. Peradaban dunia yang diyakini dan telah dibuktikan keabsahannya lahir dari
kawasan ini.
Adam dan Hawa, nenek moyang manusia dipertemukan kembali oleh Allah di
kawasan ini, dengan kehidupan momad, beranak-pinak dan akhirnya menyebar ke berbagai
kawasan dunia hingga pada generasi kita seakrang. Di zaman yang lebih modern dan tatanan
kehidupan yang lebih mapan, perabadan Mesir kuno menjadi rujukan bahwa Timur Tengah
merupakan pusat peradaban dunia.
Walaupun mampu membentuk peradabannya sendiri, peradaban Timur tengah
diperkaya oleh hasil asimilasi dan benturan kebudayaan asing yang silih berganti merebut dan
menduduki. Sebut saja, Persia dan Romawi, dua kekuatan dunia yang tak pernah bosan
mengangkangi kawasan lahirnya tiga agama Samawi. Sejak kerajaan Israel didirikan di
Palestina pada 1200 SM hingga lahirnya era Islam dibawah panji-panji kerasulan
Muhammad.
Asimilasi dan benturan-benturan kebudayaan tersebut pada akhirnya mewarnai pola
kehidupan masyarakat, baik kehidupan di ranah bawah, maupun ranah golongan atas dalam
bentuk komunitas sosial lebih besar, yaitu pemerintahan. Hingga era Islam-pun, warna dan
corak pemerintahan masih sangat kental akan warisan sistem pemerintahan
sebelumnya,terutama sistem monarki-nya. Warna lainya, terjadi pada awal kelahiran era
Islam, Muhammad dan Khulafa` al Rasyidin membentuk corak yang berbeda, dengan
teokrasinya. Dengan hukum Tuhan yang diberlakukan, keadalilan, hak dan kewajiban warga
negara terjamin. Bahkan mulai masa tersebut, perempuan dalam bermasyarakat dan sistem
pemerintahan diperankan dengan baik.
Dalam paper ini, akan dipaparkan sistem pemerintahan yang berlaku di kawasan
Timur Tengah, dimulai era Islam hingga sekarang. Juga di dalamnya dipaparkan peran
perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan kepemimpinannya. Sehingga diharapkan di
kemudian hari, paper ini dapat menjadi rujukan bagi generasi selanjutnya
1
BAB 2
PEMBAHASAN
“SISTEM POLITIK DAN PERAN PEREMPUAN DI TIMUR TENGAH”
A. Politik
1. Pengertian Politik
Politik dalam bahasa arab bermakna “siyasah”. Secara umum kata politik
dapat didefinisikan sebagai “pengaturan urusan masyarakat / rakyat / publik / bangsa,
baik didalam maupun di luar negeri dengan hukum-hukum tertentu dan dilakukan
secara praktis oleh penguasa / pemerintah, dikontrol dan diawasi oleh masyarakat”1.
Pengertian ini diungkapkan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam bukunya An
Nizhom Hukmi fil Islam.
Menurut An-Nabhani, pengertian pokok politik meliputi konsep penguasa
(hukam, sulthon); pengaturan urusan rakyat (ri’ayah); penerapan aturan, baik di
dalam maupun diluar negri (tatbiq ahkam); serta koreksi dan kontrol rakyat
(muhasabah).
2. Ideologi Politik
Konsep berpolitik dibangun atas ideologi atau paradigma berpikir tertentu.
Karena itu, menjadi hal yang penting bagi setiap individu untuk mengetahui konsep
berpolitik yang baik dan benar.
Ideologi adalah pemikiran mendasar yang melahirkan sekumpulan sistem
aturan. Ideologi ibarat pohon dan mata air. Pohon memiliki akar (akidah) yang
melahirkan cabang, daun, dan buah (sistem). Mata air adalah sumber (akidah) dari
aiar yang keluar dari mata air (sistem). Jadi unsur ideologi ada dua, yaitu keyakinan
(akidah) dan aturan (syariat), serta pemikiran (thought) dan metode (method) yang
mewujudkan pemikiran itu.
Ada tiga macam ideologi di dunia yang terklasifikasikan, yaitu kapitalisme,
sosialisme-komunisme, dan Islam. Sekilas tentang ketiganya dan sekaligus
memberikan penilaian terhadap kebenaran ideologi tersebut. Sebab, dari ideologi-
1 An Nabhani, Taqyuddin. 1969. Mafahiim Siyasiyyah. Darul Ummah : Lebanon. hal. 30
2
ideologi inilah yang akan membuat pandangan seseorang tentang politik berbeda.
Berikut ini adalah tabel perbandingan ideologi politik untuk dicermati:
Ideologi/Aspek Kapitalisme Sosialisme-Komunisme
Islam
Landasan Pikir/ Akidah
Sekularisme Materialisme Iman/Tauhid
Sejarah Pertentangan gereja dan Intelektual
Sintesa Marxisme-Leninisme
Wahyu Allah kepada Rasulullah
Peraturan Realitas Dialektika alat produksi Al-Qur’an dan SunnahPandangan tentang
MasyarakatIndividualisme Kolektifisme Keseimbangan
Individu dan masayarakat
Tolak Ukur
Perbuatan
Materi Manfaat Halal-Haram
Penerapan Aturan Negara Negara Individu, Masyarakat, Negara
Kesesuaian dengan
Akal
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai
Kesesuaian dengan Fitrah
Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai
Kesimpulan Tidak Layak Tidak Layak Layak
Tabel 1Tabel Perbandingan Ideologi Politik
3. Pemikiran Politik
Pemikiran politik didefinisikan sebagai pemikiran yang berkaitan dengan
pengaturan dan pemeliharaan urusan rakyat. Pemikiran ini terbagi dalam beberapa
aspek, diantaranya :
a. Aliran Politik
Aliran politik yang berkembang saat ini terbagi dua, yaitu Politik-Islam
(Modernis) dan Islam-Politik (Fundamental).
Dalam pemikiran politik-Islam, Agama yang direpresentasikan oleh khalifah
cenderung mensubordinasi negara atau kehidupan politik di kedua dinasti
(Umayyah dan Abbasiyah), yang tidak memisahkan agama dan negara.
Sedangkan Pemikiran Islam-politik yang melandasi praktik politik dari
berbagai kelompok Islam dewasa ini tidak akan mudah ditelusuri dan dipetakan
tanpa disertai dengan adanya pengetahuan yang memadai tentang sejarah
3
perjalanan pemikiran politik Islam sejak masa paling awal atau masa Nabi hingga
masa modern sekarang.
b. Pemikiran Tokoh Politik Islam
Abu Nasr Muhammad Al-Farabi (870 M – 950 M)
Sejalan dengan Plato, aristoteles, dan Ibn al-Rabi, Al-Farabi
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai
kecenderungan untuk bermasyarakat karena tidak mungkin memenuhi
kebutuhan sendiri tanpa melibatkan bantuan dan kerja sama dengan orang lain.
Menurut Al-Farabi, politik ada dua macam, yaitu: Pertama,
pemerintahan yang menegakkan tindakan-tindakan sadar, cara hidup, disposisi
positif, yang dengan cara demikian kebahagiaan dapat tercapai, dalam hal ini
terwujud dalam pemerintahan utama di mana kota-kota dan bangsanya tunduk
pada pemerintah. Kedua, Pemerintah yang menegakkan sesuatu yang
diasumsikan sebagai kebahagiaan padahal bukan, inilah pemerintah jahiliyah.
Pemerintah kedua ini bentuknya beraneka ragam, bila yang dikejar
kehormatan tersebut timokrasi dan bila tujuan lain yang dikejar maka namanya
sesuai dengan tujuan.2
Dalam merealisasikan negara, Al-Farabi menfokuskan perhatiannya
kepada kepala negara, kedudukan kepala negara sama dengan kedudukan bagi
badan yang merupakan sumber koordinasi oleh karena itu, pelerjaan kepala
negara tidak hanya bersifat politis melainkan meliputi etika sebagai
pengendali “way of life”. Al-Farabi ingin menggambarkan pentingnya bagi
kepala negara untuk membersihkan jiwanya dari berbagai aktivitas hewani
seperti korupsi, manipulasi, tirani yang merupakan aktualisasi pemerintahan
jahiliyah, pemerintahan apatis dan sesat.3
Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali (1058 M – 1111 M)
Menurut Al-Ghazali, Profesi Politik Mempunyai Tiga Departemen :
(1) Agraria, untuk menjamin kepastian hak atas tanah; (2) Hankam, untuk
menjamin keamanan dan pertahanan negara; dan (3) Kehakiman dan
2 Abu Nasr Al-Farabi. 1964. As-Siyasah al-Madaniyah. Bayrut al-Matba'ah al-Kathulikiyah. hal. 303 Didik Adriawan, Al-Farabi dan Pemikirannya, http://didikandriawan.blogspot.com/2010/01/al-farabi-
dan-pemikirannya, diakses 17 Desember 2014, jam 11.58 WIB
4
kejaksaan, untuk menyelesaikan sengketa dan keserasian hubungan antar
warga negara.
Teori Kepemimpinan Negara menurut Al-Ghazali adalah bahwa
kewajiban mengangkat seorang kepala negara bukan berdasar rasio, teapi
berdasar keharusan agama. Faktor keamanan tidak akan tercapai tanpa adanya
penguasa yang ditaati, oleh karena itu agama dan penguasa sangat erat
kaitannya, agama adalah fundamen sementara penguasa adalah pelindungnya.
Operasionalisasi tata aturan dunia tidak akan terjamin kecuali ada kepala
negara yang ditaati, Ghazali mengatakan bahwa agama bukan hanya mengatur
kehidupan individu melainkan juga kehidupan sosial.
Al-Ghazali mensyaratkan kepala negara, antara lain harus merdeka,
laki-laki, mujtahid, berwawasan luas dan adil, dewasa, bukan orang fasik atau
jahil.
Abdurrahman Ibnu Khaldun (1332 M – 1406 M)
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa peranan politik dalam kehidupan
masyarakat amat penting dan menentukan. Politik mengajarkan suatu
mekanisme yang harus digunakan manusia dalam mencapai keselamatan dunia
dan akherat. Tanpa kehidupan politik kehidupan manusia akan kacau. Negara
memerlukan penguasa, tanpanya kehidupan masyarakat akan berada dalam
situasi kacau, penuh anarkis dan akan mengancam eksistensi manusia. Oleh
sebab itu tugas politik dan penguasa adalah untuk menegakkan moralitas,
keadilan, kesejahteraan dan keagamaan.
Ibnu Khaldun mensyaratkan kepala negara, antara lain harus berilmu
pengetahuan, sanggup melaksanakan hukuman yang ditetapkan undang-
undang, berlaku adil, sehat panca indera, tidak mutlak keturunan Quraisy.
Tiga corak kepemerintahan menurut Ibnu Khaldun, yaitu: (1) suatu
pemerintahan yang mengikuti hawa nafsu, sewenang-wenang dan monopoli;
(2) emerintahan yang mengendalikan kepada rekayasa akal pikiran dalam
mewujudkan kemaslahatan dunia dan menghapuskan kemelaratan; dan (3)
pemerintahan yang mengikuti ajaran agama dalam mewujudkan kemaslahatan
dunia dan akhirat.4
4 A Rahman Zainuddin. 1992. Kekuasaan dan Negara; Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
5
Pemikiran Politik Kontemporer di Timur Tengah
Sejumlah pemikiran yang cukup penting terdapat di Timur Tengah,
mulai dari pemikiran Mesir Kuno, pemikiran yang terdapat di Mesopotamia,
pemikiran Funisia, pemikiran Syiria Lama dan lain sebagainya. Tidak kurang
pentingnya adalah pemikiran-pemikiran yang bermuara pada agama-agama
besar monoteis yang lahir di Timur Tengah. Namun pemikiran yang dominan
di Timur Tengah dan dianggap sangat menentukan dewasa ini adalan
Zionisme, Nasionalisme Arab, ideology kiri dan Islam.
Diantara pemikiran-pemikiran itu, zionisme merupakan yang tertua,
bukan saja karena akarnya yang terdapat dalam agama Yahudi, akan tetapi
dalam kaitanya dengan kawasan Timur Tengah, Zionisme merupakan
pemikiran pertama yang mempunyai tujuan pasti di sana, yaitu mendirikan
suatu negara bagi Yahudi di Palestina, dimana orang-orang Yahudi yang
tertindas di seluruh dunia dapat pulang ke tanah air dan negara mereka
(Laqueur 1969). Tanah Palestina ini adalah milik mereka, karena tanah itu
telah dijanjikan Tuhan kepada mereka semenjak kira-kira empat ribu tahun
yang lalu, dan dalam sejarah, mereka memang beberapa kali pernah tinggal di
sana, di sebagiannya, walaupun bukan di seluruhnya.
Pemikiran Kiri yang bersumber dari marxisme seperti komunisme dan
sosialime, mendapat tempat yang penting di Timur Tengah yang umumnya
merupakan negara-negara yang baru merdeka dari Penjajahan Barat. Israel
menyatakan sebagai negara sosialis, dan disana terdapat partai komunis, walau
tidak berkembang. Nasser dengan partai Baathnya menjadikan sosialisme
salah satu soko guru dari pemikiran social dan politik mereka.
4. Pranata Politik
Pranata politik diartikan sebagai serangkaian peraturan, baik tertulis ataupun
tidak tertulis yang berfungsi mengatur semua aktivitas politik dalam masyarakat atau
negara. Pranata-Pranata tersebut diciptakan untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan Negara. Di Indonesia, pranata politik tersusun secara hirarki berikut
ini :
a. Pancasila
b. Undang-Undang Dasar 1945
6
c. Ketetapan MPR
d. Undang-Undang
e. Peraturan Pemerintah
f. Kep.Pres
g. Keputusan Menteri
h. Peraturan Daerah5
Adapun fungsi atau peran dari pranata politik adalah sebagai berikut :
a. Pelindung dan penyaluran aspirasi/hak asasi manusia; sesuai dengan UUD’45,
bahwa masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan
pemerintahan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka rakyat berhak berpolitik
sejauh tetap mematuhi kaidah-kaidah politik yang telah ditetapkan.
b. Memberikan pembelajaran politik bagi masyarakat, dalam hal ini rakyat secara
langsung mulai dilibatkan dalam proses penentuan kebijakan. Rakyat ditempatkan
sebagai subjek dan bukannya objek kebijakan. Dengan cara ini, akan dapat
tercapai keberhasilan pembangunan dan meningkatkan stabilitas sosial.
c. Meningkatkan kesadaran berpolitik di kalangan masyarakat , hal ini terlihat dari
meningkatnya keikutsertaan masyarakat dalam pemilu , kesadaran dlm mengawasi
jalanya pemerintahan, dan adanya tuntutan transparasi dan akuntabilitas
pemerintahan.6
Judul: Pengertian dan Fungsi Pranata Politik ; Ditulis oleh Aldhinya Aldh
B. Sistem Pemerintahan
1. Pengertian
Sistem pemerintahan adalah sebuah proses untuk menjaga kestabilan
masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga
fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan
sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana
seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan
tersebut.7
5 Gilang Ardi Lazawardi Ilham. Pranata Politik, http://scientistofsocial.blogspot.com/2011/09/pranata-politik.html, diakses 17 Desember 2014, jam 10.35 WIB
6 Ibid7 Sistem Pemerintahan, http://sistem-pemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/12/sistem-
pemerintahan.htm, diakses 18 Desember 2014, jam 09.48 WIB
7
2. Jenis-Jenis Sistem Pemerintahan
Adapun jenis-jenis pemerintahan di Timur Tengah dapat di klasifikasikan dalam
beberapa bentuk :
a. Teo - Demokrasi
Teokrasi dan Demokrasi adalah dua hal yang berbeda. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Teokrasi merupakan sistem pemerintahan negara berdasarkan
kepercayaan bahwa Tuhan langsung memerintah negara atau hukum negara yang
berlaku adalah hukum Tuhan atau pemerintahan dipegang oleh ulama atau
organisasi keagamaan8. Adapun Demokrasi merupakan bentuk atau sistem
pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara
wakilnya9.
Proses pemilihan khalifah adalah contoh yang paling pantas memprentasikan
pemerintahan Tuhan di bumi yang dilakukan melalui proses musyawarah mufakat.
Hal ini merupakan bentuk demokrasi. Masyarakat melalui wakil-wakilnya yang
berkompeten (Syuro) berhak menentukan siapa yang menjadi pemimpin
negaranya. Produknya adalah terpilihnya seorang yang paling layak dan paling
cakap untuk melaksanakan sebuah pemerintahan teokrasi.
Keempat khulafa al Rasyidin yang silih berganti memimpin tersebut dipilih
oleh umat atas kecakapan dan kelayakan yang dijamin dan diunggulkan dari
kandidat-kandidat yang lain. Kedudukannya sebagai pemimpin atas pemerintahan
teokrasi menempatkan dirinya tak hanya sebagai pemimpin umat, akan tetapi juga
representasi pemerintahan Tuhan/wakil Tuhan di muka bumi. Ini senada dengan
pendapat Imam Ghazali bahwa seorang kepala negara merupakan bayang-bayang
Tuhan di bumi, Jabatannya merupakan sesuatu yang muqaddas/suci. Lebih lanjut,
Imam Ghazali berpendapat bahwa agama dan pemimpin negara seperti ibarat dua
anak kembar, agama adalah pondasi dan pemimpin negara adalah penjaganya.
Sehingga dalam sistem pemerintahan teokrasi kapabelitas dan kualitas seorang
pemimpin harus benar-benar diperhatikan. Sehingga dengan begitu, faktor
regenerasi yang menghasilkan putra terbaiklah yang dapat melaksanakan bentuk
sistem pemerintahan Teokrasi.
Jelas bahwa yang dimaksud dengan istilah Teo – Demokrasi yang dipaparkan
di sini bukanlah bermaksud untuk menyamakan dua istilah yang memang berbeda
8 Teokrasi, http://kbbi.web.id/teokrasi, diakses 18 Desember 2014, jam 10.259 Demokrasi, Ibid.
8
secara definitif. Penggunaan istilah Teo-Demokrasi untuk memberi gambaran
bahwa dalam proses pemilihan seorang pemimpin yang kemudian menjalankan
sistem pemerintahan Teokrasi pada masa Khulafa` al Rasyidin adalah
menggunakan sistem musyawarah mufakat. Musyawarah mufakat sendiri
merupakan gambaran atas andil rakyat dalam menentukan kepemimpinan suatu
pemerintahan atau yang diera modern dikenal dengan istilah Demokrasi.
Demokrasi yang dipakai terbatas pada proses pemilihan pemimpin, sedangkan
dalam pelaksanaan pemerintahan seratus persen menggunakan sistem
pemerintahan Teokrasi yang keabsolutannya tidak bisa diganggu gugat.
b. Monarki
Naiknya Mu`awiyyah pada 661 M. ke tampuk kekuasaan dunia Islam telah
dianggap sebagai penanda berakhirnya satu fase dan dimulainya fase yang lain.
Khalifah empat yang awal, yang dikenal sebagai Khulafa` al Rasyidin, para
pemimpin yang mendapat petunjuk. Kemudian datang sebuah masa Khilafah
dengan cara yang berbeda. Mu`awiyyah naik ke tahta kepemimpinan melalui
proses kudeta dengan konflik yang panjang. Bahkan konfliknya masih berlanjut
hingga sekarang antara Islam Sunni dan Syiah.
Sejak saat itu, hingga masa kekhalifahan selanjutnya, kedudukan seorang
khalifah tidak lagi berdasarkan pilihan rakyat, akan tetapi benar-benar berdasarkan
keturunan. Sistem pemerintahan Teokrasi yang dibangun oleh Muhammad diganti
dengan sistem pemerintahan Monarki. Dengan begitu menafikan proses pemilihan
putra terbaik untuk memimpin umat dan digantikan oleh satu kepemimpinan yang
apa adanya. Atau dengan kata lain, mulai masa ini, prinsip musyawarah
(demokrasi) untuk memilih satu pemimpin terbaik tidak lagi dipakai10.
Kedudukan dan gelar khalifah (pengganti nabi) diganti dengan
gelar khilafah (kepemimpinan). Peran Qadhi dalam peradilan tidak lagi
diserahkan kepada pemimpin, akan tetapi kepada lembaga peradilan yang
berisikan para ulama. Seorang sultan, sebagai pemimpin ke-khilafahan dibantu
oleh perangkat pemerintahan yang mengurusi urusan masing-masing. Seorang
Sultan dalam Kedinastian Islam didampingi oleh Syaikh al Islam yang berfungsi
sebagai Mufti yang tugasnya memberikan legitimasi atas kebijakan dan peraturan
Sultan. Sistem pemerintahan seperti ini sangat berbeda dengan Teokrasi.10 Amany Lubis, dkk.2005. Sejarah Peradaban Islam. UIN Press. Jakarta. hal. 69
9
Kalau ditelaah lebih mendalam, sebenarnya ide dan praktik pemisahan antara
agama dan negara muncul bersamaan dengan digantinya model pemerintahan
teokrasi menjadi monarki. Namun, dipisahkannya urusan agama dari wilayah
Sultan/negara merupakan keputusan yang tepat di masa lalu. Walaupun ada
beberapa Sultan yang mempunyai kompetensi dan kapabelitas dalam urusan
agama, namun tidak lebih baik dari ulama-ulamanya. Sehingga semestinyalah
urusan agama diserahkan kepada ahlinya, yang dalam hal ini kemudian
terbentuk Syaikh al Islam yang mendampingi kesultanan.
Bentuk Pemerintahan seperti ini berlangsung hingga berakhirnya kekaisaran
Dinasti Usmani pada awal abada ke 20. Turki Usmani yang sejak 1281M
mempresentasikan pemerintahan dunia Islam Timur Tengah digantikan dengan
sistem pemerintahan Republik yang berdasarkan semangat Nasionalisme bangsa
Turki saja. Republik Turki menghapus segala bentuk pengaruh yang
bersinggungan dengan agama dan Arab dan membangun sebuah negera bernuansa
alam Sekularisasi Eropa.
Yang menarik, jelang akhir masa kedinastian Turki Usmani, gerakan Usmani
Muda dan Turki muda yang dipelopori para tokoh pembaharu pada masa itu
berhasil membuka konstitusi dan lembaga parlementer. Jadi disamping seorang
Sultan yang berkusa ada sebuah konstitusi yang mengontrolnya. Upaya ini tentu
dimaksudkan untuk melemahkan kekusaaan absolut seorang Sultan dan member
ruang andil rakyat dalam pemerintahan. Model pemerintahan yang diadopsi dari
model pemerintahan Monarki barat ini kemudian pada era modern abad 20
dijadikan prototype negara bangsa, disamping model Republik. Bentuk
pemerintahan monarki absolut masih dipakai hingga era sekarang, salah satunya
oleh Arab Saudi.
c. Republik
Ketruntuhan Dinasti Usmani dan jabatan Khilafah yang digantikan dengan
bentuk Negara Repulik Turki dan semangat nasionalisme bangsanya, membawa
warna baru dalam peta pembaharuan politik dunia Timur tengah dan Islam.
Semangat Pan-Islamisme dan Pan-Arabisme berubah haluan menjadi semangat
kemerdekaan atas nama bangsa-bangsa. Sehingga wilayah-wilayah sempalan yang
10
dulunya merupakan wilayah kekaisaran Turki terpecah belah dan membentuk
perjuangan pembentukan negaranya sendiri.
Seperti halnya Republik Turki, nuansa pembaharuan pemerintahan di wilayah-
wilayah Timur Tengah banyak diwarnai oleh alam barat, apalagi wilayah-wilayah
tersebut sebagian besar masih dalam cengkeraman kolonialisme Barat. Model
pemerintahan Republik menjadi salah satu bentuk pemerintahan yang difavoritkan
oleh masyarakat yang telah bosan dengan sistem pemerintahan absolute. Rakyat
menghendaki sebuah pemerintahan yang aspiratif atas kehendak rakyat itu sendiri.
Tumbuhnya semangat republik dan pembentukan secara bertahap majelis-
majelis legislative di negara-negara Muslim merupakan langkah awal yang besar.
Pengalihan wewenang ijtihad dari individu-inividu berbagai mazhab kepada suatu
majelis legislatif Muslim yang dalam kondisi kemajemukan mazhab merupakan
satu-satunya bentuk ijma` yang dapat diterima di zaman modern ini, akan
menjamin kontribusi dalam pembahasan hukum dari kalangan rakyat yang
memang memiliki wawasan tajam.11
Dalam pemerintahan Republik, konsesus, musyawarah dan ijtihad merupakan
konsep-konsep penting bagi artikulasi demokrasi Islam di Timur Tengah. Namun
masyarakat timur Tengah tidak begitu saja menerima konsep demokrasi,
walaupun konsep dasarnya telah ada dalam Islam. Masyarakat Islam cenderung
menolak istilah demokrasi yang ditawarkan oleh barat. Upaya penolakan ini
sesungguhnya tidak bersifat anti barat, karena pada prakteknya, Demokrasi dalam
bentuk pemerintahan Republik telah diterapkan hingga sekarang. Yang
mengganjal adalah negara-negara Republik yang seharusnya bersifat “Dari, Oleh
dan Untuk Rakyat” masih mempraktekan pemerintahan yang otoriter.
C. Analisis Ikhwanul Muslimin
1. Berdirinya Ikhwanul Muslimin
Jamaah Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928
dengan pendiri Hasan Al-Banna, beserta keenam tokoh lainnya, seperti Hafiz Abdul
Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan
Zaki al-Maghribi.
11 John L. Espositio dan John O. Voll. 1999. Demokrasi di Negara-negara Muslim. Mizan. Bandung. hal. 35
11
Ikhwanul Muslimin memiliki ideologi sebagai dasar gerakannya, yaitu
Islamisme Sunni, Demokrasi Islam, dan Konservatisme Religius.
2. Politik Ikhwanul Muslimin.
Dalam berpolitik, Ikhwanul Muslimin membaginya kepada dua jenis :
a. Internal :
Mengurus persoalan pemerintahan
Menjelaskan fungsi-fungsinya
Merinci kewajiban dan hak-hak nya
Melakukan pengawasan terhadap penguasa
b. Eksternal :
Memelihara kemerdekaan bangsa
Mencapai tujuan Negara
Pembebasan dari intervensi pihak luar
3. Sistem Pemerintahan Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin membagi sistem pemerintahannya kepada lima aspek, yaitu :
a. Falsafah
Islam adalah aqidah dan sistem Menolak dikotomi antara Agama, Negara,
dan Politik
b. Pilar-Pilar Pemerintahan
Tanggung Jawab Pemerintah
Bertanggung jawab kepada Allah dan rakyatnya. Pemerintahan, tidak lain
adalah praktek kontrak kerja antara rakyat dengan pemerintah, untuk
memelihara kepentingan bersama.
Kesatuan Umat
Memiliki sistem yang satu, yaitu Islam. Dalam arti, ia harus melakukan
amar ma’ruf nahi munkar dan nasihat.
Menghormati Aspirasi Rakyat
Pemerintah harus mengajak mereka bermusyawarah, menghormati aspirasi
mereka, dan memperhatikan hasil musyawarah mereka.
c. Prinsip Pemerintahan
Menentukan batas-batas kekuasaan pemerintah
12
Pertanggung jawaban pemerintah atas segala pelanggaran dan
kesalahannya.
Otoritas rakyat untuk menurunkan pejabat. Islam telah menegaskan
kekuasaan rakyat atas pemerintah.
d. Landasan Pemerintahan
Musyawarah (Syura)
Persamaan (Musawah)
Keadilan (‘Adl)
Kepatuhan (Tha’ah)
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
e. Kekuasaan Negara Islam
Eksekutif (Tanfizhiyah)
Legislatif (Tasy’iriyah)
Yudikatif (Qadhaiyah)
Kekuasaan Kontrol dan Evaluasi
Kekuasaan Moneter12
D. Hak dan Kewajiban Warga Negara
1. Hak Warga Negara
Dalam Islam, hak warga negara dibagi dalam beberapa jenis:
a. Hak Persamaan (Al-Musawat)
b. Hak Kebebasan (Al-Huriyat)
c. Hak Menuntut Ilmu / Memperoleh Pengajaran
d. Hak Memperoleh Tanggungan dari Negara (Kafalat)13
2. Kewajiban Warga Negara
Selain hak, seorang warga negara juga memiliki kewajiban yang harus ditunaikan
kepada Negara, diantaranya :
12 Al-Ikhwan, Menuju Kebangkitan Umat, http://www.al-ikhwan.net/, diakses 28 November 2014, jam 06.00 WIB
13 Abdur Rosyid, Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Islam, http://menaraislam.com/content/view/78/40/, diakses 18 Desember 2014, jam 11.18
13
a. Kewajiban untuk taat dan setia kepada pemerintah selama tidak bermaksiat
kepada Allah
b. Kewajiban untuk didukung dalam berjihad di jalan Allah14
E. Peran Perempuan dan Kepemimpinan Perempuan
Lahirnya era Islam memberi pencerahan bagi kaum perempuan. Hak-hak dan
kewajibannya tidak lagi dibedakan antara dirinya dan lawan jenisnya. Dulunya ia
merupakan hak kepemilikan, kemudian turut menjadi yang berhak untuk memiliki
sesuatu. Dalam tatanan kehidupan lebih matang, mulanya ia diposisikan sebagai manusia
kelas dua, kemudian diikut perankan dalam kehidupan bermasyarakat di kelas pertama.
Hak atas pendidikan pun diberi kebebasan. Sehingga mulai masa Muhammad, banyak
tokoh-tokoh perempuan yang ikut berperan penting dalam kehidupan sosial, bahkan tak
sedikit yang berhasil menduduki kepemimpinan.
1. Peranan Perempuan dari Masa ke Masa
a. Siti Aminah
Ibn Ishaq menyebutkan, Aminah binti Wahab adalah gadis Quraisy yang
paling utama dari segi keturunan dan status. Dr.Aisyah binti asy-Syath’i
menyatakan, di masa kanak-kanak, Aminah tumbuh dalam lingkungan keluarga
yang terbaik, melekat padanya kemuliaan status sosial dalam lingkungan
masyarakat asristokrat. Ia putri terbaik bani Zuhrah di kalangan suku Quraisy
yang terpilih menjadi pendamping Abdullah ibn Abdul Muthalib. Dari pasangan
inilah lahir Muhammad SAW.
b. Khadijah
Khadijah adalah istri pertama nabi dan merupakan orang pertama yang masuk
Islam. Khadijah adalah istri yang ideal yang senantiasa menyertai Muhammad
dalam kondisi apapun.
c. Aisyah
Aisyah adalah istri Rasulullah SAW yang juga ikut mendampingi nabi
sewaktu berperang. Perhatian Aisyah terhadap persoalan-persoalan
14 Muhammad Asad. 2006. Asas-Asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam. Granada : Jakarta. hal. 95
14
kemasyarakatan secara umum juga sangat besar. Salah satu buktinya adalah
Aisyah mampu memberikan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang
dikemukakan para sahabat.
d. Fatimah Az Zahra
Sebagai putri bungsu Khadijah dan Muhammad, ia mewarisi kecerdasan, sikap
dan keberanian orang tuanya. Dalam beberapa peperangan, dia terlibat
sebagai tabib. Dalam beberapa riwayat disebutkan tutur kata Fatimah sangat mirip
dengan Rasulullah.
e. Para Sahabat Perempuan
Peperangan yang terjadi pada zaman Rasul tidak hanya diikuti oleh sahabat
laki-laki. Tercatat juga para sahabat perempuan, walaupun tidak banyak. Ibn
Sa’ad meriwayatkan Ummu Sulaim ada bersama Nabi pada saat perang Uhud dan
perang Hunain dengan pisau belati di pinggangnya. Ummu Ammarah, Nusaibah
binti Ka’b, Humnah binti Jahsy juga terlibat dalam perang Uhud yang berperan
dalam logistik dan menjadi tabib. Syahidah pertama dalam Islam adalah
Sumayyah binti Khubbat, seorang perempuan yang dibunuh Abu jahal di Mekkah,
karena tidak mau melepaskan Islam.
2. Legitimasi Kepemimpinan Perempuan
Dalam dunia politik, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Semua
sama-sama mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan sampai dalam medan
peperangan. Tidak ada larangan terhadap wanita untuk menjadi pemimpin, baik
pemimpin formal atau non formal, negara sekalipun dengan syarat mereka mampu
mengemban amanah yang ada dengan kapabilitas yang mereka miliki.
Beberapa contoh kepemimpinan dan keiukutsertaan perempuan dalam
berpolitik dan kepemimpinan: Pada masa dinasti Abbasiyah, Syajarat Ad-Durr yang
sempat memerintah di Mesir selama beberapa bulan, ia juga terlibat dalam perang
melawan pasukan Salib., dia memerintah dalam kondisi yang sangat darurat;
Ghaziyah, memerintah mengatasnamakan putranya yang masih kecil ketika suaminya
meninggal.
Dalam permasalahan kepemimpinan (menjadi Qadhi) terdapat perbedaan
pendapat antara para ulama:
a. Pendapat Pertama
15
(seperti mayoritas ulama Maliki, Syafi’i, Hanbali, Syi’ah Imamiyyah, Syi’ah
Zaidiyyah dan Ibadiyyah) menyatakan bahwa syarat pemimpin harus laki-laki,
maka haram bagi wanita menjadi pemimpin dalam sebuah Qadhi, baik dalam
kasus harta benda, qishash dan pidana. Jika wanita tetap memimpin dalam sebuah
Qadha’ maka hukumnya adalah dosa.
b. Penadapat Kedua
(dari madzhab Hanafi) menyatakan diperbolehkan seorang wanita memimpin
dalam sebuah Qadha’, tapi dalam kasus-kasus yang diperbolehkannya menjadi
saksi yaitu selain qishash dan tindak pidana. Artinya, laki-laki dalam sebuah
kepemimpinan bukan menjadi syarat kecuali dalam masalah hukuman pidana dan
qishash. Adapun selain tindak pidana,wanita boleh menjadi pemimpin.
c. Pendapat Ketiga
Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Qayim dari mazhab Maliki, Hasan Basri,
Ibnu Hazm al-zhahiri. Ibnu Hazm menyatakan bahwa laki-laki bukanlah syarat
untuk menjadi qadhi. Artinya, wanita diperbolehkan menjadi pemimpin qadha’
(hakim) di dalam segala urusan sampai dalam urusan qishash dan pidana. Karena
menurutnya seorang wanita diperbolehkan menjadi saksi tindak pidana dan
qishash.
Dari rancang bangun ini, walaupun secara ijma’ menyatakan dilarangnya
wanita menjadi pemimpin negara atau gubernur, tapi dengan beberapa alasan diatas
wanita tetap bisa menjadi pemimpin dalam tataran kekuasaan umum atau khusus.
Jadi, wanita muslimah tetap mempunyai hak untuk dipilih dan memilih, menjalankan
tugas agung pada suatu kenegaraan dan bahkan menjadi kepala negara dengan catatan
mereka mampu melakukannya.
BAB 3
KESIMPULAN
16
Semua hal yang berkaitan dengan politik berdampak pada cara mengatur
pemerintahan, baik ideologi maupun sistemnya. Berikut ini beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari pembahasan diatas :
1. Politik adalah sarana bagi manusia untuk mengatur kehidupan manusia lainnya
agar lebih bermartabat.
2. Asaa-asas berpolitik antara lain ideologi, pemikiran,dan pranata politik.
3. Sistem pemerintahan yang ada di Timur Tengah mengikuti perkembangan sejarah
dan zamannya. Adapun beberapa contohnya seperti Teo-Demokrasi, Monarki, dan
Republik.
4. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban kepada pemerintahnya, seperti
kewajiban untuk taat selama pemerintah tidak menyuruh bermaksiat, dan hak
untuk dilindungi jiwa, harta, martabat, dan keluarganya oleh pemerintah.
5. Ikhwanul Muslimin sebagai gerakan Islam telah menyusun hirarki gerakannya
dengan sangat terperinci, seperti falsafah gerakan dan sistem politiknya.
6. Peranan perempuan tidak dapat dianggap remeh, sebab perempuan merupakan
fondasi utama bagi sebuah negara.
7. Kepemimpinan perempuan bukanlah hal yang mustahil selama itu dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
17
A Rahman Zainuddin. 1992. Kekuasaan dan Negara; Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Abdur Rosyid, Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Islam, http://menaraislam.com/content/view/78/40/, diakses 18 Desember 2014, jam 11.18
Abu Nasr Al-Farabi. 1964. As-Siyasah al-Madaniyah. Bayrut al-Matba'ah al-Kathulikiyah.
Al-Ikhwan, Menuju Kebangkitan Umat, http://www.al-ikhwan.net/, diakses 28 November 2014, jam 06.00 WIB
Amany Lubis, dkk.2005. Sejarah Peradaban Islam. UIN Press. Jakarta.
An Nabhani, Taqyuddin. 1969. Mafahiim Siyasiyyah. Darul Ummah : Lebanon.
Demokrasi, http://kbbi.web.id/demokrasi, diakses 18 Desember 2014, jam 10.25
Didik Adriawan, Al-Farabi dan Pemikirannya, http://didikandriawan.blogspot.com/2010/01/al-farabi-dan-pemikirannya, diakses 17 Desember 2014, jam 11.58 WIB
Gilang Ardi Lazawardi Ilham. Pranata Politik, http://scientistofsocial.blogspot.com/2011/09/pranata-politik.html, diakses 17 Desember 2014, jam 10.35 WIB
Muhammad Asad. 2006. Asas-Asas Negara dan Pemerintahan dalam Islam. Granada : Jakarta.
Sistem Pemerintahan, http://sistem-pemerintahan-indonesia.blogspot.com/2013/12/sistem-pemerintahan.htm, diakses 18 Desember 2014, jam 09.48 WIB
Teokrasi, http://kbbi.web.id/teokrasi, diakses 18 Desember 2014, jam 10.25
18