makalah seminar pak ikhwan
TRANSCRIPT
STUDI PENANGGULANGAN LONGSOR TEBING SUNGAI BARITO DESA MONTALLAT
KABUPATEN BARITO UTARAKALIMANTAN TENGAH
OlehM. IKHWAN YANI, ST., MT.NIP. 19710225 199802 1 001
(Dosen Teknik Sipil UNPAR)
1. Pendahuluan
Pada tebing sungai barito tepatnya di desa montallat sering mengalami longsor.
Perlindungan longsor untuk desa montallat sendiri diperlukan untuk melindungi
aset seperti rumah, sekolah pasar, masjid dll.
Longsor sering kali terjadi pada saat awal musim hujan dan adanya perbedaan
ketinggian air antara sungai dan daratan.
Di lapangan kami telah menemukan beberapa tempat sudah mengalami crack –
crack pada bagian top soil
2. Kondisi Geologi Montallat
Berdasarkan Peta geologi lembar Buntok yang ditelaah oleh Natraman, R. Heryanto
dan Sukardi :
Tanah berupa alluivium yang memiliki ketebalan diperkirakan hingga 10 m.
Dibawahnya terdapat formasi warukin yang terdiri dari batu pasir pasang
sedang.
Sebagian konglomerat besisipan dengan batuan lanau dengan serpih.
3. Prosedur Penelitian
Penggunaan Software plaxis 8.6 dengan pemodelan tanah menggunakan
Hardening Soil Model, yang merupakan model tingkat lanjut untuk
memodelkan perilaku dari tanah.
Pengambilan data berupa data sondir, SPT dan Geolistrik serta Echosounding
Dari data diatas didapatkan kedalaman tanah keras/batuan terdapat pada
kedalaman 7.5 meter, kedalaman sungai didapatkan hingga kedalaman ± 20 m.
1
4. Hasil Analisa Longsor
Pada analisa longsor dimodelkan dalam 2 (dua) kondisi yaitu pada saat Sungai
Barito pasang dan surut.
Pada saat surut, didapatkan nilai SF 1,021.
Perkuatan tebing dengan meggunakan bore pile yang terdiri dari 3 buah di atas
tebing dan 3 buah di kaki tebing
Hasil perkuatan dengan menggunakan bore pile didapatkan peningkatan nilai
SF dari 1.021 menjadi 1.67 pada saat sungai mengalami surut.
5. Bentuk Konstruksi Perkuatan Tebing
Perkuatan tebing tersusun atas 6 bore pile per meter yang tediri dari 3 bagian
atas tebing dengan panjang tiang bore 7 meter
3 bagian bawah tebing dengan panjang bore pile 4 meter
Perkuatan tebing tersusun memanjang sejajar alur sungai barito sepanjang 250
meter
Kemampuan bore pile menahan momen untuk bagian atas tebing setiap bore
pile mampu menahan momen sebesar 1.884 ton m/m
Bagian bawah tebing setiap tiang bore mampu menahan 2.075 ton m/m,
Dibutuhkan penulangan lentur untuk satu bore pile pada bagian atas terpasang
tulangan beton berdiameter 6 dia 12 dan 7 dia 12 dengan jarak sengkang 15 cm
Kekuatan beton didesign dengan menggunkan K225
6. Kesimpulan
Kelongsoran yang terjadi pada daerah montallat dapat ditangani dengan bore
pile, panjang bore pile pada bagian atas tebing sungai dengan panjang 7 meter
dan bagian bawah tebing sungai 4 meter dengan masing masing tiang
menembus lapisan batuan hingga kedalaman 1 meter
Terjadi Peningkatan nilai Safety Factor dari 1.021 menjadi 1.67 dengan
menerapakan perbaikan tebing dengan menggunakan bore pile.
7. Saran
Perlu adanya kajian yang mendalam tentang adanya pergerakan air tanah yang dapat
menyebabkan terjadinya longsor pada lokasi penyelidikan/ penelitian terutama di
daerah tebing sungai yang mengalami kondisi pasang dan surut.
2
KESTABILAN GALIAN PADA DAERAH PENAMBANGAN KAPUR TERBUKA
OlehDr. RIA ASIH ARYANI SOEMITRO, ST., M.Eng
Dosen Teknik Sipil (ITS)
1. Pendahuluan
Penelitian meninjau 3 (tiga) wilayah lokasi yang berbeda yakni : Kab.
Bangkalan, Kab. Jember dan Kab. Gresik ditinjau dari letak geografis terlihat
bahwa ketiga wilayah tersebut memiliki kesamaan yaitu dekat pesisir pantai dan
juga memiliki pegunungan kapur.
2. Kelongsoran Galian Pertambangan
Kelongsoran galian pertambangan dibeberapa kota di Indonesia, antara lain :
a). Kota Bangka e). Kota Papua
b). Kota Bali f). Kota Tuban
c). Kota Bogor g). Kota Wonogiri
d). Kota Kendari
3. Pengaruh Pengeringan dan Pembahasan terhadap Parameter Sifat Fisik (Keausan
Batuan)
Hasil pengujian keausan batu pada kedalaman -1 hingga -2 m diperoleh
bahwa perubahan kadar air dari kondisi inisial ke kondisi pengeringan
25% untuk lokasi Kab. Madura pada kedalaman 1 m (Wc=21,598 %)
Dari hasil seluruh lokasi studi, baik kedalaman 1 m- 2m memiliki
klasifikasi yang sama dengan kondisi inisialnya dan tidak terpengaruh
terhadap adanya proses pembasahan dan pengeringan.
4. Pengaruh Pengeringan dan Pembahasan terhadap Parameter Sifat Mekanik
(Point Load Test)
3
Hasil pengujian keausan batu pada kedalaman -1 hingga -2 m diperoleh
bahwa perubahan kadar air dari kondisi inisial ke kondisi pengeringan
25% untuk lokasi Kab. Madura pada kedalaman 1 m (Wc=19,129 %)
Dari hasil seluruh lokasi studi, baik kedalaman 1 m- 2m mengalami
penurunan nilai σ 1 juga terjadi pada proses pembasahan sehingga batuan
yang mengalami proses pembasahan dan pengeringan, kekuatannya akan
mengalami penurunan.
5. Stabilitas Galian Pertambangan dengan Berbagai Macam Konfigurasi Geometri
Adanya pemodelan yang menitik-beratkan kepada pengaruh beban statis
dan dinamis kendaraan dan gempa terhadap kestabilan lereng
pertambangan batu kapur di 3 (tiga) lokasi studi.
Dimensi galian pertambangan yang direncanakan berukuran 100m x
100m dengan asumsi untuk seluruh lokasi studi (Gresik, Madura,
Jember) bahwa tidak dilakukan perkuatan pada tepi bidang galian
tambang.
6. Kesimpulan
Dari hasil pengujian tingkat keausan batuan dengan menggunakan
slaking test, dapat disimpulkan bahwa tingkat keausan rata-rata batuan
Madura lebih tinggi daripada tingkat keausan batuan Gresik.
Dari hasil pengujian karakteristik mekanis batuan disimpulkan indeks
point load rata-rata batuan terbesar dimiliki oleh batuan di lokasi
pertambangan Madura (Ic = 8,85 kg/cm2) dan indeks point load rata-rata
batuan Gresik (Ic = 6,39 kg/cm2)
Dari hasil pemodelan numeric stabilitas galian akibat beban statis
kendaraan dengan menggunakan program Software Plaxis diperoleh :
- Di Jember : stabilitas ketinggian galian H = 45 m dapat dicapai
apabila α max 90°.
- Di Madura : stabilitas ketinggian galian H = 10 m dapat dicapai
apabila α max 50°.
- Di Gresik : stabilitas ketinggian galian H = 10 m dapat dicapai apabila
α max 70°.
4
KAJIAN ANALISA DAN PENANGGULANGAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN DATA GEOTEKNIK DAN GEOFISIKA SECARA
TERINTEGRASI STUDI KASUS KELONGSORANJl. KALIMANTAN GANG MANDAU
KOTA PALANGKA RAYA
Oleh : STEPHANUS ALEXSANDER, ST.,MT.
NIP. 19790622 200801 1 007(Dosen Teknik Pertambangan UNPAR)
1. Pendahuluan
Longsor merupakan suatu fenomena alam yang sering dijumpai di seluruh
dunia, dapat pula diartikan sebagai perpindahan massa tanah dari
ketinggian ke dataran yang lebih rendah.
Penyebab longsor antara lain :
- Getaran
- Menurunnya nilai kohesi dan sudut geser dalam tanah
- Aliran air dalam tanah
- dll.
Terjadi kelongsoran pada bulan Juli 2011, yang menyababkan beberapa
rumah ambruk dan beberapa harus dibongkar oleh pemiliknya.
Telah terjadi crack-crack di sekitar daerah kelongsoran yang di duga
dapat menyebabkan kelongsoran lanjutan.
Survai yang dilakukan untuk memperkirakan bentuk kelongsoran, antara
lain :
a) Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor dalam dengan
kedalaman 20 m untuk penentuan parameter geoteknik.
b) Uji daya dukung tanah dengan menggunakan Uji Cone Penetration
(CPT) atau Sondir.
c) Uji resistivitas dari daerah penelitian dengan menggunakan geolistrik
1 dan 2 dimensi.
5
2. Tujuan
Diperlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk menghindari longsor.
yang lebih besar yang terjadi di daerah gang mandau, dengan memberikan
Rekomendasi dan Analisa yang tepat.
3. Hasil Penelitian
Pada lokasi penelitian didapatkan kedalaman tanah lunak dengan tekanan
konus 0 – 3 kg/cm2 didapatkan hingga kedalaman 8 meter.
Berdasarkan hasil survey geolistrik diketahui telah terbentuknya bidang
longsor semu yang sewaktu waktu dapat mengalami longsor, di mana
kelongsoran tergantung pada stimulus pembebanan yang terjadi dari luar
lereng.
Pada lokasi penelitian saat surut didapatkan SF =1,0001 yang dapat
dikatakan lereng dalam kategori sangat kritis dan sewaktu-waktu dapat
mengalami kelongsoran, sedangkan pada saat sungai Kahayan
mengalami pasang nilai SF = 1,66 maka lereng dapat dikategorikan
aman.
Penggunaan tiang bore/bore pile ataupun tiang pancang hingga
kedalaman 15 meter dapat meningkatkan nilai faktor keamanan dari
kondisi kritis menjadi kondisi aman/stabil, baik pada saat sungai surut
maupun pasang penggunaan ini dapat dikatakan efektif dalam
meningkatkan stabilitas lereng.
4. Kesimpulan
Pada saat sungai Kahayan mengalami surut, nilai SF didapatkan sebesar
1,25, maka kondisi lereng masih bisa dikatakan aman/stabil,
Pada saat sungai Kahayan mengalami pasang, nilai SF didapatkan
sebesar 2,66, maka kondisi lereng sangat aman/stabil.
6
5. Saran
Perlu adanya pembatasan pembebanan baik bangunan maupun kendaraan
yang ada pada daerah gang Mandau.
Perlu adanya pengaturan bangunan pada daerah gang Mandau terutama
penentuan jarak minimum bangunan dari tepi lereng sungai Kahayan
yang dapat dibuat sebagai Peraturan Daerah (Perda).
7
Aplikasi Information and Communication Technology (ICT) untuk Slope Stability Monitoring
OlehDr. Mohammad Muntaha, ST., MT.
(Dosen Teknik Sipil ITS)
1. Pendahuluan
Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan
jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) Pusat mencatat bahwa dalam
tahun 2012 ini terjadi sedikitnya 55 kejadian tanah longsor di Indonesia.
Seiring perkembangan teknologi, pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi (ICT) untuk telah banyak dikembangkan
2. Information and Communication Technology for Slope Stability Monitoring
ICT merupakan alat pendeteksi dini longsor yang digunakan saat ini dengan
mendeteksi jarak keretakan tanah untuk menentukan potensi terjadinya longsor.
Komponen utamanya adalah extensometer, strain sensor dan inclinometer yang
dihubungkan dengan beberapa perangkat elektronik yang dapat memeberikan
tanda peringatan terhadapa adanya bahaya longsor.
3. Soil Monitoring System yang Sedang Dikembangkan
Metode terkini soil monitoring adalah menggunakan sensor, data logger,
internet, dan alarm peringatan.
Sensor-sensor terdiri dari:
- sensor kadar air,
- sensor kemiringan,
- sensor pore water pressure, dan
- dll.
4. Soil Monitoring System di Masa Depan
Keuntungan yang akan diperoleh antara lain :
- Mengurangi resiko terutama terhadap bangunan umum
- Meminimalisasi biaya saat contruction/operation/maintenance
- Memperbaiki dan mengembangkan metode desain bangunan geoteknik
sehingga dapat meningkatkan kinerja bangunan saat operasi.
8
5. Kesimpulan
Keunggulan penggunaan ICT adalah untuk mengurangi resiko terutama
terhadap bangunan umum, meminimalisir biaya, mengembangkan metode
desain bangunan geoteknik
ICT menggunakan sensor kadar air, sensor kemiringan (tilting), inclinometer
dan data logger, sehingga kondisi tanah secara real time dapat dikirimkan ke
pusat data sehingga dapat dilakukan antisipasi kelongsoran lereng.
9
APLIKASI GEOFISIKA DALAM KESTABILAN LERENG DAN
KELONGSORAN
Oleh
Dr. DWA DESA WARNANA, ST. MT.
(Dosen Teknik Geologi ITS)
1. Pendahuluan
Metode geofisika antara lain :
- Seismik
- Gaya Berat
- Magnetik
- Resistivitas
- Self Potential
- VLF
- Mikrotremor
- GPR
Keuntungan penerapan Metode Geofisika dalam penyelidikan kestabilan
lereng dan longsor adalah :
- Fleksibel, relatif cepat, mudah diterapkan
- Tidak merusak dan dapat memberikan informasi struktur internal dari
tanah atau massa batuan.
- Memungkinkan dalam penyelidikan skala besar
Keterbatasan Metode Geofisika :
- Penurunan resolusi terhadap kedalaman.
- Memberikan solusi yang tidak unik dan hasilnya membutuhkan kalibrasi.
- Memberikan informasi tidak langsung (parameter fisis bukan parameter
geologi atau parameter geoteknik).
10
2. Metode Resistivitas:
Metoda geofisika yang dapat digunakan untuk meneliti suatu batuan
berdasarkan sifat kelistrikan batuan.
Metoda ini biasanya digunakan untuk, antara lain: Eksplorasi mineral,
geoteknik, geohidrologi, permasalahan lingkungan dan arkeologi
Sifatnya lebih spesifik jika dibandingkan dengan metoda potensial diri,
yaitu tahanan jenis batuan jika dialiri arus listrik
3. Aplikasi Resistivitas dalam Kestabilan Lereng dan Kelongsoran
Aplikasi metode resistivitas untuk studi kestabilan lereng sudah mulai
digunakan pada awal tahun 1970-an.
Terbaru à tersedia peralatan dan program computer àmetodologi terbaru
dalam 2 dan 3 dimensi “resistivity imaging” atau “Tomografi resistivity”.
Metode resistivitas diterapkan untuk merekontruksi geometri kelongsoran,
menentukan bidang gelincir dan melokalisasi zona yang dikarakterisasi
dengan kandungan air yang tinggi
4. Metode Mikrotremor
Metode mikrotremor berdasarkan pengukuran gelombang mikrotremor (Ambient noise) alam. Amplitudo lemah gelombang seismik secara umum mempunyai Jangkauan frekuensi 1- 40 Hz. Metode yang digunakan adalah metode HVSR dimana tiga komponen medan gelombang diukur pada satu stasiun dan rasio pergerakan horisontal terhadap vertikal dihitung
5. Kesimpulan
Konsep dasar dari penerapan metode geofisika untuk penyelidikan
kelongsoran lereng adalah akibat adanya perubahan parameter fisis tanah
yang umumnya memberikan kekontrasan yang cukup besar dengan tanah
sekitarnya (Whiteley, 2004).
Teknologi geofisika menjadi sangat penting ketika investigasi bawah
permukaan secara langsung dengan teknik pengeboran tidak dapat
diterapkan pada kondisi lahan yang berbahaya (Whiteley, 2004) dan dapat
11
memberikan informasi struktur internal dari tanah secara tidak merusak
(Jongmans dan Garambois, 2007).
6. Saran
Persamaan empiris angka keamanan (Factor of Safety – FS) berdasarkan
nilai resistivitas dan sudut kemiringan lokal telah diusulkan.
Dalam penerapan metode mikrotrmor H/V, dapat ditentukan distribusi dan
profil sebaran kecepatan gelombang geser danlam 1D, 2D hingga 3
Dimensi.
Penerapan metode mikrotremor tidak terbatas untuk analisa kestabilan
lereng pada daerah yang mempunyai daerah kegempaan yang moderat
hingga tinggi.
12