makalah pleno blok 24 anemia hemolitik

40
Pendahuluan Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibody terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun. 1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Anemia biasanya bukan sebuah penyakit, tapi merupakan sebuh gejala yang ada penyakit dasarnya. Tapi bisa menjadi sebuah diagnosis pada penyakit hematologi tertentu. Oleh karena itu, kita perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk bisa mendiagnosis. 2 Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan dengan keluhan utama pasien. Keluhan utama pasien 1

Upload: ellen-seprilia-sujiman

Post on 31-Dec-2015

533 views

Category:

Documents


33 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Pendahuluan

Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu

anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri

sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit. Dan sebagian referensi ada yang

menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupakan suatu kelainan dimana terdapat

antibody terhadp sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Tapi sebenarnya kedua

defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh

eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit

dalam pembuluh darah sebelum waktunya .Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak

penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang

tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru

mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan

kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun. 1

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anemia biasanya bukan sebuah penyakit, tapi merupakan sebuh gejala yang ada

penyakit dasarnya. Tapi bisa menjadi sebuah diagnosis pada penyakit hematologi tertentu.

Oleh karena itu, kita perlu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk bisa

mendiagnosis. 2

Anamnesis yang bisa ditanyakan pada pasiennya biasanya berhubungan dengan keluhan

utama pasien. Keluhan utama pasien pada kasus di atas adalah mudah lelah dan tampak pucat

2 – 3 minggu. 2

Dari keluhan utama tersebut, ditanyakan jug ariwayat penyakit sekarang, antara lain,

(1) lelahnya kapan terjadi, apakah saat istirahat atau beraktivitas?; (2) ada keluhan lain tidak

seperti pusing, mual, muntah, sesak nafas? Jika ada tanyakan bagaimana intensitas gejala itu,

pada waktu sedang apa gejala itu muncul, lalu di tanya lagi apakah munculnya tiba – tiba atau

perlahan?; (4) ditanyakan juga bagaimana warna dan bau dari BAK dan BAB?. 2

Karena pasien pada kasus adalah seorang perempuan pada riwayat penyakit dahulu

perlu ditanyakan mengenai bagaimana riwayat menstruasinya. (1) apa sering merasa pusing

dari dulu?;(2) apakah ada gangguan saluran pencernaan?(3) apakah ada riwayat trauma atau

pendarahan saluran cerna?;(4) jika sedang menstruasi, berapa kali mengganti pembalut?;(4)

1

Page 2: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

jangan lupa juga untuk ditanya apakah sedang mengonsumsi obat – obatan seperti obat

jantung, obat diabetes, antibiotic, dan sebaginya?. 2

Setelah itu bisa ditanyakan riwayat penyakit keluarga, menanyakan apakah ada

dikeluarga yang menderita anemia juga? Karena ada beberpa kelainan hematologi yang

penyebabnya adalah herediter. Selain itu tanyakan riwayat sosialnya bagaimana, terutama

mengenai diet, kebiasaan (merokok, alcohol, dan obat – obatan). 2

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan atau dikerjakan pada penderita anemia adalah

pemriksaan tanda – tanda vital, inspeksi dan palpasi. Inspeksi akan terlihat bahwa pasien

pucat dan lemas, sedangkan pada saat palpasi akan teraba ujung – ujung jari terasa dingin,

konjungtiva anemis-pucat/kekuningan (ikterik). Kuku tangan akan terlihat putih. 2

Pemeriksaan Penunjang

Uji Hematokrit

Uji hematokrit (HCT) mungkin dilakukan terpisah atau sebagai bagian dari hitung darah

total. Uji hematokrit mengukur presentase melalui volume dari sel darah merah (SDM)

konsentrasi dalam suatu sampel darah lengkap; misalnya, suatu HCT 40% menunjukkan

bahwa 100 ml darah mengandung 40 ml SDM konsentrat. Konsentrat diperoleh dengan

melakukan sentrifugasi darah lengkap yang telah diberi antokoagulan dalam tabung kapiler

sehingga sel darah merah dikonsentratkan tanpa hemolisis. 2

Tujuan

Untuk membantu diagnosis polisitemia, anemia, atau keadaan hidrasi abnormal

Untuk membantu perhitungan indeks eritrosit 2

Prosedur dan perawataan pasca uji

Lakukan penusukan jari dengan menggunakan tabung kapiler yang berisi heparin

yang diberi tanda pita merah pada batas antikoagulan

Isilah tabung kapiler dari ujung pita merah kurang lebih 2/3; tutuplah ujungnya

dengan tanah liat

Sebagai alternatif, lakukan pungsi vena dan isilah tabung berukuran 3-4 ml yang

berisi EDTA.

Pastika perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan

2

Page 3: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika

hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi 3

Nilai Rujukan

HCT biasanya diukur secara elektronis. Hasilnya 3% lebih rendah dari pada pengukuran

manual, yang menempatkan plasma dalam kolom SDM konsentrat. Nilai rujukan bervariasi,

bergantung pada tipe sampel, laboratorium yang melakukan uji, usia, dan jenis kelamin

pasien. Sebagai berikut : 2

Neonatus : 55%-68%

Bayi usia 1 bulan : 37%-49%

Anak usia 1 tahun : 29%-41%

Anak usia 10 tahun : 36%-40%

Lelaki dewasa : 42%-52%

Perempuan dewasa : 36%-48%

Temuan Abnormal

HCT yang rendah mengarahkan pada dugaan adanya anemia, hemodilusi, atau kehilangan

darah masif. HCT yang tinggi menunjukkan adanya polisitemia atau hemokonsentrasi akibat

kehilangan darah dan dehidrasi. 2

Faktor yang mempengaruhi

Tidak mengisi tabung dengan tepat, menggunakan antikoagulan yang tepat, atau

mencampur sampel dan antikoagulan secara adekuat

Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau pengambilan darah melalui

jarum pungsi berukuran kecil

Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniker selama lebih dari 1 menit

(meningkatkan HCT khususnya sebanyak 2,5% sampai 5%)

Hemodilusi akibat pengambilan darah dari lengan di atas lokasi infus IV

Hitung Retikulosit

Retikulosit merupakan SDM yang tidak berinti dan belum matang, serta tetap berada dalam

darah perifer selama 24 – 48jam pada saat proses pematangan SDM terjadi. Retikulosit

umumnya lebih besar dari SDM yang matang. Pada hitung retikulosi, retikulosit dalam

sampel darah lengkap dihitung dan ditunjukan dalam presentasi dari hitung SDM total. 3

Page 4: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Karena metode penghitungan retikulosit manual menggunakan hanya sedikit sampel, nilainya

mungkin tidak tepat dan harus dibandingkan dengan hitung SDM atau hematokrit. 2

Tujuan penghitungan retikulosit adalah untuk membantu membedakan anemia

hipoproloferatif dari anemia hiperproloferatif. Juga untuk membantu menilai kehilangan

darah, respons sumsum tulang terhadap anemia, dan terapi anemia. 2

Prosedur dan perawatan pasca uji

Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 4.5 ml

yang berisi heparin

Pastikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan

Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika

hematom yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi

Perintahkan pasien bahwa ia bisa melanjutkan pengobatan yang dijalani yang sempat

berhenti sebulum uji ini dilakukan

Pantau pasien dengan hitung retikulosit yang abnormal terhadap kecenderungan atau

perubahan yang bermakna pada uji yang diulang 2

Nilai Rujukan

Retikulosit membetuk 0,5%-2,5% hitung SDM total. Pada bayi, hitung retikulosit yang

normal berkisar dari 2%-6% pada saat lahir, yang menurun ke kadar dewasa dalam 1-2

minggu. 2

Temuan abnormal

Hitung retikulosit yang rendah menunjukkan sumsum tulang yang hipoproliferatif (anemia

hipoplastik) atau reitropoiesis yang tidak efektif (anemia pernisiosa). Hitung retikulosit yang

tinggi menunjukkan adanya respons sumsum tulang terhadap anemia yang disebabkan oleh

hemolisis atau kehilangan darah. Hitung retikulosit mungkin juga meningkat setelah terapi

anemia defisiensi besi atau anemia pernisiosa. 2

Faktor yang mempengaruhi

Tidak menggunakan antikoagulan yang tepat atau mencampurkan sampel dan

antikoagulan secara adekuat

Konstriksi oleh turniket yang lama

4

Page 5: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Azatriopin, kloramfenikol, dan metotreksat (mungkin memberikan hasil renda dan

semu)

Kortikotropin, antimalaria, antipiretik, furazolin (pada bayi), levodopa (mungkin

memberikan hasil tinggi semu).

Sulfonamid (mungkin memberikan hasil rendah semu atau tinggi semu)

Transfusi darah yang harus dialami

Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau akibat menggunakan jarum

berukuran kecil untuk aspirasi darah 2

Hemoglobin Total

Hemoglobin total digunakan untuk mengukur jumlah Hb yag dtemukan dalam setiap desiliter

(dl atau 100ml) whole blood. Uji tersebut biasanya merupakan bagian dari hitung darah

lengkap. Konsentrasi Hb berhubungan erat dengan hitung SDM dan mempengaruhi rasio Hb

RBC (MCH dan MCHC). 2

Tujuan uji ini adalah mengukur beratnya anmeia atau polisitemia dan untuk memantau

respons terhadap terapi. Juga untuk memperoleh data untuk penghitungan MCH dan MCHC.

Prosedur dan Perawatan pascauji

Pada pasien dewasa atau anak-anak yang lebih besar, lakukan pungsi vena dan

kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 3-4,5 ml yang berisi heparin

Pada pasien anak kecil dan bayi dan sampel diambil melalui tusukan pada jari atau

tumit, masukkan sampel dalam alat pengumpul mikro yang berisi EDTA

Pastikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum pelepaskan penekanan

Jika terjadi hematom pada lokasi pungsi vena, berikan kompres hangat. Jika hematom

yang terjadi besar, pantau denyut nadi di bagian distal dari lokasi pungsi 2

Nilai Rujukan

Konsentrasi Hb bervariasi bergantung pada jenis sampel yang diambil serta usia dan jenis

kelamin : 2

Neonatus : 17-22 g/dl

Anak-anak : 11-13 g/dl

Lelaki dewasa : 14-17,4 g/dl

Lelaki setelah usia pertengahan : 12,4-14,9 g/dl

5

Page 6: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Perempuan dewasa : 12-16 g/dl

Perempuan setelah usia pertengahan : 11,7-13,8 g/dl

Temuan abnormal

Konsentrasi Hb yang rendah mungkin menunjukkan anmeia, perdarahan yang baru terjadi,

atau retensi cairan, yang menyebabkan hemodilusi. Kadar Hb yang tinggi mengarahkan pada

dugaan adanya hemokonsentrasi akibat polisitemia atau dehidrasi. 2

Faktor yang mempengaruhi

Tidak menggunakan antikoagulan yangt tepat, atau mencampur sampel dan

antikoagulan secara adekuat

Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel

Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniket yang lama

Hitung sel darah putih yang tinggim lipemia, atau SDM yang resisten terhadap lisis

(memberikan hasil yang semu) 2

Indeks Sel Darah Merah

Menggunakan hasil uji hitung SDM, hematokrit (HCT) dan hemoglobin (Hb) total, indeks

SDM/eritrosit memberikan hasil informasi penting tentang ukuran, konsentrasi Hb, dan berat

Hb dari suatu jumlah SDM rata-rata. Tujuan uji ini adalah untuk membantu diagnosis dan

klasifikasi anemia. 2

Prosedur dan perawatan pascauji

Lakukan pungsi vena dan kumpulkan sampel darah dalam tabung berukuran 3-4,5 ml

yang berisi EDTA

Patikan perdarahan subdermal telah berhenti sebelum melepaskan penekanan

Jika terjadi hematom, berikan kompres hangat. Jika hematom membesar, pantau

denyut nadi di bagian distal dari lokasi prebotomi 2

Nilai Rujukan

6

Page 7: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Indeks yang diperiksa meliputi volume korpuskular rata-rata (MCV), hemoglobin

korpuskular rata-rata (MCH), dan konsentrasi hemoglobin korpuskular rata-rata (MCHC).

MCV, rasio antara HCT (volume packed red cell) dengan hitung SDM mencerminkan ukuran

rata-rata dari eritrosit dan menunjukkan apakah SDM berukuran kecil (mikrositik), besar

(makrositik),atau normal (normositik). MCH, rasio Hb-SDM, memberikan berat Hb dalam

suatu SDM rata-rata. MCHC, rasio antara berat Hb dan HCT, menentukan konsentrasi Hb

dalam 100 ml packed red cell. MCHC membantu membedakan SDM yang normal berwarna

(normokromik) dan SDM yang lebih pucat (hipokromik). Kisaran indeks SDM yang normal

adalah sebagai berikut : 2

MCV : 84-99 mikro(m)3

MCH : 26-32 pg/sel

MCHC : 30-36 g/dl

Temuan abnormal

MCV dan MCHC yang rendah menunjukkan adanya anemia mikrositik, hipokromik yang

disebabkan oleh defisiensi besi, anemia responsif terhadap piridoksin, atau talasemia. MCV

yang tinggi memberi kesan adanya anemia makrositik yang disebabkan oleh anemia

megaloblastik, defisiensi asam folat atau vitamin B12, gangguan sintesis asam

deoksiribonukleat turunan, atau retikulositosis. Karena MCV mencerminkan volume rata-rata

dari banyak sel, nilainya dalam kisaran normal dapat meliputi SDM dalam berbagai ukuran,

dari mikrositik sampai makrositik. 2

Faktor yang mempengaruhi

Tidak menggunakan antikoagulan yang tepat atau mencampur sampel dan

antikoagulan secara adekuat

Hemolisis akibat perlakuan yang kasar pada sampel atau menggunakan jarum

berukuran kecil untuk aspirasi darah

Hemokonsentrasi akibat konstriksi oleh turniket yang lama

Hitung sel darah putih yang tinggi (memberikan hitung SDM yang tinggi semu pada

alat yang semiotomatis atau otomatis, sehingga hasil MCV dan MCHC yang didapat

tidak berlaku)

Kadar Hb yang tinggi semu membuat hasil MCH dan ,CHC yang didapat tidak

berlaku

7

Page 8: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Penyakit yang menyebabkan SDM mengaglutinasi atau membentuk rouleaux

(mengakibatkan hitung SDM rendah semu). 2

Pemeriksaan untuk mendeteksi antoantibodi pada eritrosit

Direct Antiglobulin Test (direct Coomb’s Test): sel eritrosit pasien dicuci dari protein-

protein yang melekat dan direaksikan dengan antiserum atau antibodi monoclonal terhadap

berbagai immunoglobulin dan fraksi komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila permukaan sel

terdapat salah satu atau kedua IgG dan C3d maka akan terjadi aglutinasi. 3

Indirect Antiglobulin Test (indirect Coomb’s test): untuk mendeteksi auntoantibodi yang

terdapat pada serum. Serum pasien direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobolin yang

beredar pada serum akan melekat pada sel-sel reagen, dan dapat dideteksi degan antiglobolin

serta dengan terajadinya aglutinasi. 3

Pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat:

Laboratorium: Hemoglobin sering dijumpai di bawah 7 g/dl. Pemeriksaan Coomb direk

biasanya positif. Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat

dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibodi ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan

semua sel eritrosit normal. Autoantibodi tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen

pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya antigen Rh.

Pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin:

Laboratorium: anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif, anti-I, anti-Pr,

anti-M,atau anti-P

Gambar 2: apusan darah tepi penderita AHA:

Menunjukan eritrosit normokromik normositer,

mikrosferosit, fragmentosit dan sebuah normoblast.

Diagnosis Kerja

Anemia Hemolitik Autoimun

8

Page 9: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik imun (autoimmune hemolytic anemia= AIHA/AHA) merupakan

suatu kelainan di mana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit sehingga umur eritrosit

memendek. 3

Klasifikasi anemia hemolitik imun

I. Anemia hemolitik autoimun (AIHA)

a) AIHA tipe hangat

- Idiopatik

- sekunder (karena cll, limfoma, SLE)

b) AIHA tipe dingin

- Idiopatik

- Sekunder (infeksi mycoplasma, mononucleosis, virus, keganasan

limforetokuler)

c) Paroxysmal cold hemoglobinuri

- Idiopatik

- Sekunder (viral dan sifilis)

d) AIHA atipik

- AIHA test antiglobulin negative

- AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

e) AIHA diinduksi obat

f) AIHA diinduksi aloantibodi

- Reaksi hemolitik transfuse

- Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir 3

Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat

Sekitar 70% kasus AIHA memiliki tipe hangat di mana autoantibodi bereaksi secara

optimal pada suhu 37˚C. Kurang lebih 50% pasien AIHA tipe hangat disertai penyakit lain.

Eritrosit biasanya dilapisi oleh imunoglobulin (Ig), yaitu umumnya imunoglobulin G

(IgG) saja atau dengan komplemen dan karena itu, diambil oleh makrofag RE yang

mempunyai reseptor untuk frakmen FCIgG. Bagian dari membran yang terlapis hilang

sehingga sel makin sferis secara progresif untuk mempertahankan volume yang sama dan

akhirnya dihancurkan secara prematur terutama di limpa. Jika sel dilapisi IgG dan

9

Page 10: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

komplemen (C3d, fragmen C3 yang terdegradasi) atau komplemen saja destruksi eritrosit

menjadi lebih banyak dalam sistem RE.3

Anemia Hemolitik AutoImun tipe Dingin

Terjadinya hemolisis diperantarai antibodidingin yaitu aglutinin dingin dan antibodi

Donath-Landsteiner. Kelainan ini secara karakteristik memliki aglutinin dingin IgM

monoklonal. Spesifitas aglutinin dingin adalah antigen I/i. Sebagain besar IgM yang punya

spesifitas tergadap anti-I memiliki VH4-34. Pada umumnya aglutinin tipe dingin ini terdapat

pada titer yang sangat rendah, dan titer ini meningkat pesat pada fase penyembuhan infeksi.

Antigen I/i bertugas sebagai reseptor mikoplasma yang akan menyebabkan perubahan

presentasi antigen dan menyebabkan produksi autoantibodi, Pada limfoma sel B, aglutinin

dingin ini dihasilkan oleh sel limfoma. Aglutinin tipe dingin akan berikatan dengan SDM dan

terjadi lisis langsung dan fagositosis. 3

Anemia Hemolitik Atoimun Karena Transfusi

Hemolisis aloimun yang paling berat adalah reaksi transfusi akut yang disebabkan

karena ketidaksesuaian ABO eritrosit (sebagai contoh transfusi PRC golongan A pada pasien

golongan darah O yang memiliki antibodi IgM anti-A pada serum) yang akan memicu

aktifasi komplemen dan terjadi hemolisis intravaskular yang akan menimbulkan DIC dan

infark ginjal. Dalam beberapa menit pasien akan sesak napas, demam, nyeri pinggang,

menggigil, mula, muntah, dan syok. Reaksi transfusi tipe lambat terjadi 3-10 hari setelah

transfusi, biasanya disebabkan karena adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen

minor eritrosit. Setelah terpapar dengan selsel antigenik, antibodi tersebut meningkat pesat

kadarnya dan menyebabkan hemolisis ekstravaskuler. 3

Paroxysmal Cold Hemoglobuliuria

Bentuk anemia hemolitik yang jarang dijumpai, hemolisis terjadi secara masif dan

berulang setelah terpapar suhu dingin. Dahulu penyakit ini sering ditemukan, karena

berkaitan dengan penyakit sifilis. Pada kondisi ekstrim autoantibodi Donath-Landsteiner dan

protein komplemen berikatan pada sel darah merah. Pada saat suhu kembali ke 37o C,

terjadilah lisis karena propagasi pada protein-protein komplemen yang lain. 3

Gambaran klinis. AIHA (2-5%), hemolisis paroxysmal disertai mengigil, panas, mialgia,

sakit kepala, hemoglobinuri berlangsung beberapa jam. Sering disertai urtikaria. Lab.

10

Page 11: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Hemoglobinuria, sferositosis, eritrofagositosis. Tes Coombs positif, antibodi Donath

Landsteiner terdisosiasi dari sel darah merah. 3

Terapi. Menghindari faktor pencetus. Glukoortikoid dan splenektomi tidak ada gunanya.

Prognosis dan Survival. Pengobatan penyakit yang mendasari akan memperbaiki prognosis.

Prognosis pada kasus-kasus idiopatik pada umumnya juga baik dengan survival yang

panjang. 3

Anemia Hemolitik Imun diinduksi Obat

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu : hapten/

penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks ternary

(mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi

terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin. Penyerapan/absorpsi

protein nonimunologis terkait obat akan menyebabkan tes Coomb positif tanpa kerusakan

eritrosit. 3

Pada mekanisme hapten / absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat

antibodi terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit.

Eritorsit yang teropsonisasi oleh obat tersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila

dipisahkan dari eritrosit hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis

obat yang sama (mis : penisilin). 3

Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat,

tanpa ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktifasi komplemen. Antibodi melekat

pada neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut

lemah, dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat atau membran eritrosit.

Beberapa antibodi tersebut memliki spesifisitas terhadap antigen golongan tertentu seperti Ph,

Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coombs biasanya positif. Setelah aktifasi komplemen

terjadi hemolisis intravaskuler, hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Mekanisme ini terjadi

pada hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, dan tiazid. 3

Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog,

seperti contoh metildopa. Metildopa yang bersirkulasi dalam palasma akan menginduksi

autoantibodi spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang

melekat pada permukaan SDM adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme

bagaimana induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui. 3

11

Page 12: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatid. Oleh karena hemoglobin mengikat

oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat

oksidatif.Eritrosit yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis

karena proses oksidasi adalah dengan ditemukannya methemoglobin, sulfhemoglobin, dan

Heinz bodies, blistercell, bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yan menyebabkan

hemolisis oksidatif ini adalah nitrofurantoin, fenazopiridin, asam aminosalisilat. 3

Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coomb’s positif karena

absorpsi nonimunologis, imunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen, dan plasma

protein, lain pada membran eritrosit. 3

1. Gambaran Klinis. Riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien yang timbul

hemolisis melalui mekanisme hapten atau antibodi biasanya bermanifestasi sebagai

hemolisis ringan sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis

akan terjadi secara berat, mendadak, dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah

pernah terpapar obat tersebut, maka hemolisis sudah dapat terjadi pada pemajanan

dengan dosis tunggal.

2. Laboratorium, anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif.Lekopeni,

trombositopeni, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang

diperantarai kompleks ternary.

3. Terapi, dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi pemicu, hemolisis dapat

dikurangi. Kortikosteroid dan transfusi darah dapat diberikan pada kondisi berat. 3

Dignosis Banding

Anemia Hemolitik Non Imun

Anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan

sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya. 3

Etiologi dan klasifikasi

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena:

1. Defek molekular: hemolobinopati atau enzimopati;

2. Abnormalitas struktur dan fungsi membrane-membran;

3. Faktor lingkungan seperti tarauma mekanik atau auntoantiodi.12

Page 13: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Berdasrakan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi:

Anemia hemolisis heredeiter, yang termasuk kelompok ini adalah:

Defek enzim/enzimopati

- Defek jalur Embden Mayerhof

1. Defisiensi piruvat kinase

2. Defisiensi glukosa fosfat isomerase

3. Defisiensi fosfogliserat kinase

- Defek jalur heksosa monofosfat

1. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)

2. Defisiensi glutation terduktase

Hemoglobinopati

- Thalassemia

- Anemia sickle cell

- Hemoglobinopati lain

Defek membrane (membranopati): sferositosis herediter 3

Anemia hemolisis didapat, yang termasuk kelompok ini adalah:

- Anemia hemolisis ini, misalnya: idopatik, keganasan, obat-obtan, kelainan

autoimun, infeksi, transfuse.

- Mikroangiopati, misalnya: trombotik trombositopenia, Purupura (TTP), sindrom

uremik hemolitik (SUH), Koagulasi intravascular diseminata (KID), preeclampsia,

eklampsia, hipertensi maligna, katup prostetik.

- Infeksi, misalnya: infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium. 3

Berdasarakan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah resipen, anemia hemolisis

dapat dikelompokkan menjadi:

1. Anemia hemolisis intrakorpuskular. Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di

sirkulasi darah resipien yang komatibel, sedangkan sel eritrosit kompatibel normal

dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien;

13

Page 14: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

2. Anemia hemolisis ekstrakorpuskular. Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di

sirkulasi darah resipien yang kompatibel, tetapi sel eritrosit kompatibel normal tidak

dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien. 3

Berdasarakan ada tidaknya keterlibatan immunoglobulin pada kejadain hemolisis,

anemia hemilisis dikelimpokkan menjadi:

Anemia hemolisis imun. Hemolisis terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG

atau IgM yang spesifik untuk anigen eritrosit pasien (selalu disebut autoanbodi).3

Anemia hemolisis non imun. Hemolisis yang terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin

tetapi karena faktor defek molekular, abnormalitas struktur membrane, faktor lingkungan

yang bukan autoanbibodi seperti hipersplenisme, kerusakan mekanik eritrosit karena

mikroangiopati atau infeksi yang mengakibatkan kerusakan eritrosit tanpa mengikutsertakan

mekanisme imunologi seperti malarian, babesiosis, dan Clostrdium.

Pada bagian ini yang dibahas hanya anemia hemolisis non imin yang bukan disebabkan oleh

thalassemia dan hemoglobinopati lain. 3

Patofisiologi

Hemolisis dapat terjadi intravascular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung pada

patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada intravascular, desktruksi eritrosit, terjadi

langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan aktivasi

sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan mendestruksi membrane sel

eritrosit.Hemolisis intravascular jarang terjadi. 3

Manifestasi Klinis

Penegakan diagnosa anemia hemolisis memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis

yang teliti. Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing, cepat capek, dan sesak. Pasien mungkin

juga mengeluh kuning dan urinnya kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian

obat-obatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting yang

harus ditanyakan saat anmnesis. 3

14

Page 15: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa kuning.Splenomegali didapati

pada beberapa anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardia dan aliran

murmur pada katup jantung. 3

Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan pada anemia hemolisis diatas, perlu dicari

saat anamnesis dan pemeriksaan fisis hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia hemolisis

tertentu. Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle cell. 3

Pemeriksaan Laboratorium

Retikulositosis merupakan indicator terjadinya hemolisis. Retikulositosis

mencerminkan adanya hyperplasia eritroid di susmsum tulang tetapi biopsy sumsum tulang

tidak selalu diperlukan. Retikulositosis dapat diamati segera., 3-5 hari setelah penurunan

hemoglobin. Diagnosis banding retikulosis adalah perdarahan aktif, mielotisis dan perbaikan

supresi eritropoesis. 3

Anemia pada hemolisis biasanya normositik, meskipun retikulositosis meningkatkan

ukruan Mean Corpusclar Volume (MCV). Morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya

hemolisis dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferositosis herediter, anemia hemolitik

autoimun, sel target pada thalassemia, hemoglobinopati, penyakit hati , schistosit pada

mikroangiopati, prosthesis intravascular dan lain-lain. 3

Jika tidak ada kerusakan jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD)

terutama LDH2, dan SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit. 3

Baik hemolisis intravascular maupun ekstravaskular. Meningkatkan katabolisme

heme dan pembentukkan bilirubin tidak terkonjugasi. Hemaglobin bebas hasil hemolisis

terikat dengan hepatoglobin. Hemoglobin-hepatoglobin ini segera dibersihkan oleh hati

hingga kadar hepatoglobin menjadi rendah sampai tidak terdeteksi. Pada hemolisis

intravascular kadar hemoglobin bebas dapat melebihi kadar hepatoglobin sehingga

hemoglobin bebas difiltrasi oleh glomerulus dan direabsorbsi oleh tubuli proksimal dan

mengalami metabolisme. Hasil metabolisme di ginjal menghasilkan ikatan dengan bese heme

dengan simpanan protein (feritin dan hemosiderin). Selanjutnya hemosiderin dikeluarkan ke

urin san terdeteksi sebagai hemosiderinuria. Pada hemolisis ekstravaskular yang massif,

ambang kapasitas absorbsi hemoglobin oleh tubulus proksimal terlewati, sehingga

hemoglobin dikeluarkan ke urin dalam bentuk hempglobinuria. 3

Enzimopati15

Page 16: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Pada sel eritrosit terjadi metabolisme glukosa untuk menghasilkan energy (ATP).

ATP digunakan untuk kerja pompa ionic dalam rangka mempertahankan milieu ionik yang

cocok bagi eritrosit. Sebagian kecil energi hasil metabolisme tersebut digunakan juga untuk

penyediaan besi hemoglobin dalam bentuk ferro. Pembentukan ATP ini berlangsung melalui

membran Embden Meyerhof yang melibatkan sejumlah enzim seperti glukosa fosfat

isomerase dan pruvat kinase. Selain digunakan untuk membentuk energy, sebagian kecil

glukosa mengalami metabolisme dalam eritrosit malalui jalur heksosa monofosfat dengan

bantuan enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) untuk menghasilkan glutation yang

penting untuk melindungi hemoglobin dan membrane eritrosit dari oksidan. Defisiensi enzin

piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase, dan glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat

mempermudah dan mempercepat hemolisis. Berturut-turut prevelensi tersering kejadian

defisiensi enzim tersebut adalah G6PD, piruvat kinase, dan glukosa fosfat isomerase. 3

Defek Jalur Heksosa Monofosfat

Metabolisme glukosa melalui jalur ini meningkat beberapa kali ketika eritrosit

terpajang dengan obat-obatan atau toksin yang membentuk radikal oksigen. Dengan ini

terjadi regenerasi glutation tereduksi, perlindung gugus sulfhidril hemoglobin dan membrane

eritrosit dari oksidasi. Jika jalur ini terganggu karena faktor herediter, maka kadar glutation

tereduksi yang adekuat tidak dapat dipertahankan sehingga gugus sulfhidril hemoglobin

teroksidasi, terprespitasi dalam eitrosit dan membentuk Heinz bodies. Terganggunya jalur ini

dapat disebabkan oleh defisiensi G6PD dan glutation reduktase.Namun demikian kalinan

glutation reduktase belum terbukti berhubungan bermakna dengan hemolisis. 3

Defisiensi G6PD

Etiologi dan epidemiologi. G6PD berfungsi mereduksi nikotinamida adenine

dinukleotida (NADPH) sambil mengoksidasi glukos-6-fosfat. NADPH diperlukan untuk

produksi glutation reduktase, sehingga defisiensi enzim ini menyebabkan eritrosit rentan

terhadap stress oksidasi. 4

Defisiensi enzim ini paling sering mengakibatkan hemolisis. Ezim ini dikode oleh gen

yang terletak di kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada

perempuan biasanya carrier dan asimptomatik. Diseluruh dunia terdapat lebih dari 400 varian

G6PD. Berbagai varian ini terjadi karena adanya perubahan subtitusi basa berupa

penggantian asam amino. Banyaknya varian ini menimbulkan variasi manifestasi klinik lebar,

mulai dari hanya anemia hemolitik nonsferositik tanpa stres oksidan, anemia hemolitik yang 16

Page 17: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

hnya terjadi ketika distimulasi dengan stress oksidan ringan, sampai pada abnormalitas yang

tidak terdeteksi secara klinis. G6PD normal disebut tipe B. Diantara varian G6PD yang

bermakna secara klinik adalah tipe A-.Tipe ini terutama ditemukan pada orang keturunan

Afrika.Tipe Mediterania relatif sering ditemukan diantara orang Menditerania asli, dan lebih

berat dari varian A- karena dapat mengakibatkan anemi hemolitik nonsferositik tanpa adanya

stress oksidatif yang jelas. 3-4

Manifestasi klinis. Aktivitas G6PD yang normal menurun sampai 50% pada waktu

umur eritrosit mencapai 120 hari. Pada tipe A- penurunan ini terjadi sedikit lebih cepat dan

lebih cepat lagi pada varian Mediterania. Meskipun umur eritrosit pad tipe A- lebih pendek

namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajang dengan infeksi virus dan bakteri di

samping obat-obatan atau toksin yang dapat berperan sebagai oksidan yang mengakibatkan

hemolisis. Obat-obatan atau zat yang dapat mempresipitasi hemolisis pada pasien dengan

defisiensi G6PD adalah asetanilid, fuzolidon (furokson), isobutil nitrit, metilen biru, asam

nalidiksat, naftalen, niridazol, nitrofurantoin, fenazopiridin (piridium), primakuin, pamakuin,

dapson, sulfasetamid, sulfametakzol, sulfapiridin, tiazolsulfon, toluidin biru, trinitrotuluen,

urat oksidase, vitamin K, doksorubisin. Asidosis metabolik juga dapat mempresipitasi

hemolisis pada pasien defisiensi G6PD. 3-4

Hemolisis akut terjadi beberapa jam setelah terpajang dengan oksidan, diikuti

hempglobinuria dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis biasnya

self-limitied karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang tua saja. Pada

tipe A- massa eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut hematokrit turun cepat

diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan bilirubin tak terkonjugasi dan penurunan

hepatoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan membentuk Heinz bodies yang tampak

pada pewarnaan supravital degan violet Kristal. Heinz bodies tanpak pada hari pertama atau

sampai ketika badan inkulsi ini siap doikeluarkan oleh limpa sehingga membentuk “bite

cell”. Mungkin ditemukan beberapa sferosit. Sebagian kecil pasien defisiensi G6PD ada yang

sangat sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat mengakibatkan krisis hemolisis

fulminan setelah terpajan. 3-4

Diagnosis. Diagnosis defisiensi G6PD dipikirikan jika ada episode hemolisis akut

pada laki-laki kerutunan Afrika atau Mediterania. Pada anamnesis perlu ditanyakan mungkin

pernah terpajan zat-zat oksidan, misalnya zat atau obat.Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin

false negative jika eritrosit tua defisiensi G6PD telah lisis. Oleh karena itu pemeriksaan

aktivitas enzim perlu diulang dua sampai tiga bulan kemudian ketika ada sel-sel yang tua.17

Page 18: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Terapi. Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-.hemolisis terjadi self-limited

sehingga tidak perlu terapi khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari

obat-obatan atau zat yang memprespitasi hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang

adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisis berat, yang bisa

terjadi pada varian Mediterania, mungkin diperluakn transfuse darah. 3-4

Yang penting adalah penceghan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi

dengan segera dan memperhatikan resiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan dan fava

beans. Khusus untuk orang Afrika atau Mediterania sebaiknya sebelum diberikan zat oksidan

harus dilakukan skrining untuk mengetahui ada tidaknya defisiensi G6PD. 3-4

Defek Jalur Embden Meyrhof

Etiologi dan epidemiologi. Enzim yang dapat terganggu pada jalur ini dan

mengakibatkan anemia hemolisis adalah piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase da

fosfogliserat kinase. Yang tebanyak adalah defisiensi piruvat kinase (95%). Sedangkan

defisiensi glukosa fosfat isomerase hanya sekitar 4%.Defek enzim glikolisis ini biasanya

diturunkan secara autosomal resesif kecuali fofsfogliserat kinase yang diturunkan terkait

seks. 3

Kelainan ini mengakibatkan eritrosit kekurangan ATP dan ion kalium sel. Sel eritroit

menjadi kaku dan lebih cepat disekuestrasi oleh sistem fagosit mononuklir. Defisiensi piruvat

kinase hanya mengenai sel eritrosit, sedangkan defisiensi glukosa fosfat isomerase dan

fosfogliserat kinse juga mengenai sel leukosit meskipun tidak mempengaruhi fungi leukosit. 3

Manifestasi klinis. Beratnya anemia bervariasi dan gejalanya relative ringan karena

terjadi pada masa awal kanak-kanak dengan anemia, ikterus, dan splenomegali. Pada

perempuan dengan defisiensi piruvat kinase dapat sangat pucat ketika hamil sehingga sering

di diagnosis pertama kali saat itu. Anemia pada pasien ini berupa anemia normositik

(makrositik ringan) normokrom dengan retikulositosis. Pada defisiensi piruvat kinase dapat

ditemukan eritrosit bizar di antaranya sel prickle terutama setelah splenektomi. 3

Diagnosis. Diagnosis ditegakkan berdasarakan pemeriksaan enzimatik khusus dengan

menggunakan konsentrasi substrat yang sesuai untuk mendeteksi varian-varian berafinitas

rendah terhadap substrat. 3

Terapi. Sebagian besar pasien tidak membutuhkan terapi keculi pasien dengan

hemolisis berat harus diberikan asam folat 1 mg/hari.Transfusi darah diperlukan ketika krisis 18

Page 19: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

hipoplastik. Splenoktomi bermanfaat pada pasien dengan defisiensi piruvat kinase dan

glukosa fosfat isomerase.Dengan splenektomi retikulosit di sirkulasi meningkat. 3

Mikroangiopati Trombotik

Mikroangiopati trombotik adalah sumbatan mikrovaskular yang terjadi kerena

agregasi trombosit sistemik atau intrarenal, disertai adanya trombositopenia, dan trauma

mekanik sel eritrosit.Yang termasuk kelompok kelinan ini adalah Trombocytopenia Purpura

(TTP). 3

Trombotic Trombocytopenia Purpura (TTP)

Kelainan ini ditandai dengan agregasi trombosit pada ateriol berbagai organ yang

mengakibatkan trombositopenia dan memicu kerusakan sel eritrosit yang mengalami

fragmentasi (schistocytes atau sel helmet). Agregasi trombosit dapat mengakibatkan oklusi

baik parsial atau total sehingge terjadi disfungsi organ yang biasanya terjadi pada sistem saraf

atau ginjal. Okulsi ini menyebabkan jaringan iskemia atau nekrotik sehingga meningkatkan

kadar laktat dehidrogenase. Adapun eritrosit yang mengalami fragmentasi terjadi karena

adanya aliran darah melalui area turbulen dari mikrosirkulasi mengalami okulsi parsial

karena agregasi trombosit. TTP dapat terjadi pada semua usia terutama dewasa muda dan

lebih sering perempuan. 3

Patogenesis. Pada TTP thrombus trombosit/agregasi trombosit megandung banyak

faktor von Wilebrand sedangkan pada DIC thrombus trombosit mengandung bayak fibrin

tetapi tidak mengandung faktor von Wilebrand. Situasi ini karena agregasi trombosit pada

TTP diperantarai oleh faktor von Wilebrand multimer besar yang tidak biasa, yang lebih

mudah berikatan dengan Iba. Adanya faktor von Wilebrand multimer besar yang tidak biasa

ini karena adanya defek atau defisiensi enzim metaloprotease. ADAMTS 13, yang bertugas

memecah multimer faktor von Wilebrand. Defek atau defisiensi enzim ini dapat terjadi

karena mutasi gen atau adanya antobodi yang menghambat enzim tersebut. Sehingga

ditemukan dua tipe TTP yaitu familial dan didapat. Pada kedua tipe ini aktivitas ADAMTS

13 kurang dari 5 persen normal. 3

Manisfestasi klinik. Manifestasi klinik klasik TTP ada lima, yang sering disebut

dengan pentad TTP, yaitu anemia hemolitik dengan fragmentasi eritrosit, trombositopenia

kelainan neurologic fokal atau difus, penurunan fungsi ginjal dan demam. Secara praktis triad

19

Page 20: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

TTP: trombositopenia, skistositosis, dan peningkatan LDH cukup untuk menduga adanya

TTP. 3

Gejala dan tanda TTP bervariasi tegantung pada jumlah dan lokasi lesi

arteriol.Anemia pada TTP bisa sangat ringan sampai sangat berat dan derajat trombositopenia

biasanya tampak jika jumlah trombosit (<20.000-30.000).demam tidak selalu ada. Onset TTP

akut tetapi bisa berlangsung dalam hitungan bulan.Proteinuria dan peningkatan urea nirogn

darah (BNU) mungkin ditemukan dan terus meningkat jika berkembang menjadi gagal ginjal.

Gejala neurologis berkembang pada >90% pasien yang penyakitnya berakhir dengan

kematian. Awalnya terjadi perubahan mental seperti bingung, dilerium, perubahan

kesadaran.Pasien dapat mengalami kejang, hemiparesis, afasia, dan kelainan lapang pandang

mata.Gejala neurologis ini berfluktuasi dan berakhir dengan koma.Keterlibatan pembuluh

darah jantung bisa mengakibatkan kematian mendadak.Beratnya kelainan dapat diperkirakan

dengan derajat anemia, trombositopenia, dan kadar serum LDH. 3

Masa protrombin, masa tromboplastin parsial, dan konsentrasi fibrinogen serta

kadarfibrin degradation product (FDP) biasanya normal atau hanya abnormal ringan. Bila

pemeriksaan koagulasi menunjukkan konsumsi faktor pembekuan yang berlebih maka

diagnosis TTP diragkan.Pada 20% pasien didapatkan Anti nuclear antibody (ANA) yan

positif. 3

Klasifikasi

Ada dua tipe TTP: 1) Familial. Muncul pada masa bayi atau kanak-kanak dan kambuh

dengan interval teratur tiga minggu (dirujuk sebagai thrombotic thrombocytopenia kronik

kambuh); 2) Idiopatik didapat.Muncul pada orang dewasa dan anak-anak yang lebih tua dan

biasanya merupakan episode akut tunggal.Hanya 11-36% yang kambuh dengan interval tidak

teratur.Biasanya terjadi dalam beberapa minggu setelah terapi awal thrombosis arteri pada

pasien thrombosis arteri yang mendapat tiklopidin, inhibitor adenosis disfosfat (ADP) dan

sebagian kecil yang pasien yan menermia klopidogrel.Kelainan ini juga bisa terjadi pada

waktu kehamilan terutama trimester akhir atau periode postpartum. 3

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya anemia hemolitik dengan fragmentasi

eritrosit, tes koagulasi normal, demam, kelainan neurologi dan gangguan fungsi ginjal, yang

merupakan kelainan patognomotik untuk TTP. Meski tidak selalu dibutuhkan untuk 20

Page 21: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

diagnosis, biopsies kulit dan otot, gusi, kelenjar getah bening, atau sumsum tulangm

menunjukkan kelainan arteriol yang khas. 3

Diagnosis banding.Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) atau Evan’s Syndrome.Pada

kedua kelainan ini ditemukan juga framentasi eritrosit tetapi bukan eritrosit sferosiik.Pada

TTP tes Coombs negatif.

Terapi.Pada TTP familial, episode TTP dapat dicegah dengan pemberian fresh frozen plasma

yang mengandung sedikit trombrosit, plasma mengandung sedikit kriopresipitat atau plasma

yang dicampur dengan pelarut dan detergen yang berisi metaloprotease aktif yang diberikan

tiap tiga minggu. Tidak dibutuhkan plasmaferesis. 3

Pada TTP idiopatik didapat perlu dilakukan plasma exchange (plasma tukar) yaitu

kombinasi plasmaferisis dengan infuse FFP atau crysupernatant, setiap hari. Plasmaferesis

bertujuan untuk megeluarkan faktor von Wilebrand multimer besar yang tidak biasa dan

autoantibody terhadap ADMTS 13.Jika respon baik (trombosit meningkat dan LDH

menurun) frekuensi plasma tukar dapat dikurangi tetapi kadang-kadang diteruskan untuk

beberapa minggu atau bulan.Lebih dari 90% pasien dapat bertahan hidup dengan pemberian

segera terapi ini. 3

Etiologi Anemia Hemolitik Autoimun

Etiologi belum pasti dari penyakit autoimun memang belum jelas, kemungkinan

terjadi karena gangguan central tolerance, dan gangguan pada proses pembatasan limfosit

autoreaktif residual. 3

Epidemiologi

Insiden dari AIHA tipe hangat sekitar 1 dari total 75-80.000 populasi di USA. AIHA

tipe hangat dapat muncul pada usia berapapun, tidak seperti AIHA tipe dingin yangseringkali

menyerang usia pertengahan dan lanjut, atau Paroxysmal Cold  Hemoglobinuria(PCH) yang

melibatkan usia kanak.4

Patofisiologi Anemia Hemolitik Autoimun

Perusakan sel-sel eritrosit yang diperantarai antibodi ini terjadi melalui aktivitas

sistem komplemen, aktifasi mekanisme seluler atau kombinasi keduannya. 3

21

Page 22: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

1. Aktifasi sistem komplemen. Secara keseluruhan aktifasi sistem komplemen akan

menyebabkan hancurnya membrane sel eritrosit dan terjadilah hemolisis intravaskuler

yang ditandai dengan hemoglobinemia dan hemohlobinuri. 3

Sistem komplemen akan diaktifkan melalui jalur klasik ataupun jalur alternative.

Antibodi-antibodi yang memiliki kemampuan mengaktifkan jalur klasik adalam IgM,

IgG1, IgG2, IgG3. IgM disebut sebagai agglutinin tipe dingin, sebab antibodi ini

berikatan dengan antigen polisakarida pada permukaan sel darah merah pada suhu di

bawah suhu tubuh. Antibodi IgG disebut agltinin hangat karena beraksi dengan

antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh. 3

- Aktifasi komplemen jakur klasik. Reaksi diawali dengan dengan reaksi C1

suatu protein yang dikenal sebagai recognition unit. C1 akan berikatan dengan

kompleks imun antigen antibodi dan menjadi aktif serta mampu mengkatalisis

reaksi-reaksi pada jalaur klasik. Fragmen C1 akan mengaktifkan C4 dan C2

menjadi suatu kompleks C4b, 2b (dikenal sebagai C3-convertase) C4b, 2b, akan

memecah C3 menjadi fragmen C3b dan C3a. C3b mengalami perubahan

konformational sehinga mampu berikatan secara kovalen dengan partikel yang

mengaktifkan komplemen (sel darah merah berlabel antibodi). C3 juga akan

membelah menjadi C3d, g, dam C3c. C3d dan C3g akan tetap berikatan pada

membrane sel darah merah dan merupakan produk final aktivitas C3. C3b akan

membentuk kompleks dengan C4b2b menjadi C4b2b3b (C5 convertase). C5

convertase akan memecah C5 menjadi C5a (anafilatoksin) dan C5b yang berperan

dalam kompleks penghancur membrane. Kompleks penghancur membrane terdiri

dari molekul C5b, C6, C7, C8 dan beberapa molekul C9. Kompleks ini akan

menyisip ke dalam membrane sel sebagai suatu aluran transmembran sehingga

parmeabilitas membrane normal akan terganggu. Air dan ion akan masuk ke

dalam sel sehinga sel membengkak dan ruptur. 3

- Aktifasi komplemen jalur alternative. Aktifator jalur alternatif akan

mengaktifkan C3, dan C3b yang terjadi akan berikatan dengan membrane sel

darah merah. Faktor B kemungkinan melekat pada C3b. ikatan C3bBb selanjutnya

akan memecah molekul C3 lagi menjadi C3a dan C3b. C5 akan berikatan dengan

C3b dan oleh Bb dipecah menjadi C5a dan C5b. Selanjutnya C5b berperan dalam

penghancuran membran. 3

2. Aktifasi selular yang menyebab hemolisis ekstravaskular. Jika sel darah

disensitasi dengan IgG yang tidak berikatan dengan komplemen atau berikatan

22

Page 23: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

dengan komponen komplemen namun tidak teradi aktifisi komplemem lebih lanjut.,

maka sel darah merah tersebut akan dihancurkan oleh sel-sel retikuloendoelial. Proses

immune adherence ini sangat penting bagi perusakan sel eritrosit yang diperantarai

sel. Immunoadherance, terutama yang diperantarai IgG-FcR akan menyebabkan

fagositosis. 3

Manifestasi Klinis

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Hangat

Gejala dan tanda: Onset penyakit tersamar, gejala anemia terjadi perlahan-lahan,

ikterik, dan demam. Pada beberapa kasus dijumpai perjalanan penyakit mendadak, disertai

nyeri abdomen, dan anemia berat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuria. Ikterik

terjadi pada 40% pasien. Pada AIHA idiopatik splenomegali terjadi pada 50-60%,

hepatomegali terjadi pada 30%, dan linfadenopati terjadi 25% pasien. Hanya 25% pasien

tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi. 3

Laboratorium: Hemoglobin sering dijumpai dibawah 7 g/dl. Pemeriksaan Coomb

direk biasanya positif Autoantibodi tipe hangat biasanya ditemukan dalam serum dan dapat

dipisahkan dari sel-sel eritrosit. Autoantibody ini berasal dari kelas IgG dan bereaksi dengan

semua sel eritrosit normal. Autoantibody tipe hangat ini biasanya bereaksi dengan antigen

pada sel eritrosit pasien sendiri, biasanya antigen Rh. 3

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

Gambaran klinis sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin. Hemolisis berjalan kronik.

Anemia biasanya ringan dengan Hb 9-12 g/dl. Sering didapatkan akrosianosis, dan

splenomegali. Laboratorium Anemia ringan, sferositosis, polikromatosia, tes Coombs positif. 3

Penatalaksanaan

Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat

23

Page 24: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Menyingkirkan penyebab yang mendasari misalnya metildopa dan fludarabin.

Kortikosteroid : 1-1,5 mg/kgBB/hari, beberapa pasien akan memerlukan terapi rumatan

dengan steroid dosis rendah, namun bila dosis perhari melebihi 15mg/hari maka pertahankan

kadar Hmt dan perlu segera dipertimbangkan terapi dengan modalitas lain. Splenektomi

untuk pasien yang tidak berespon baik atau gagal dengan steroid (tidak bisa dengan tappering

dosis selama 3 bulan). Imunosupresi (Azatriopin 50-200mg/hari, Siklofosfamid 50-150

mg/hari), asam folat dapat diberi pada kasus yang berat, tranfusi darah jika anemia berat

(pada kondisi yang mengancam jiwa) dan dapat digunakan immunoglobulin dosis tinggi

tetapi hasilnya tidak sebaik pada ITP. 3

Anemia Hemolitik Autoimun Tipe Dingin

Menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis. Prednison dan splenektomi

tidak banyak membantu. Klorambucil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibodi

IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis namun pada praktiknya sukar dilakukan. 3

Pencegahan

Pencegahan primer

Penyakit herediter, hindari pernikahan dengan keluarga dekat

Bagi penyakit yang disebabkan oleh mutasi, hindari dari keadaan yang boleh

menyebabkan mutasi seperti rokok

Transfusi darah dilakukan dengan penuh hati-hati agar tidak terjadi sembarang

inmkompatibilitas

Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalasemia dan penyakit herediter lain

sebelum menikah

Pencegahan sekunder

Disebabkan kebanyakan etiologi anemia hemolitik dari herediter, pencegahan

sekunder lebih utama

Pasien dengan defisiensi G6PD hendaklah mengelakkan bahan yang boleh

menyebabkan serangan seperti naftalen, fava beans, sulfonamide, nitrofurantoin,

salisilat, nitrit, dapson, ribavirin, fenazopiridin atau parakuat.

Hindari suasana dingin bagi anemia hemolitik autoimun tipe dingin

24

Page 25: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

Lakukan pemeriksaan darah bagi pembawa thalassemia dan penyakit herediter lain

sebelum menikah

Lakukan pemeriksaan CBC secara periodik bagi mendeteksi respon pengobatan dan

relaps. Mereka yang dengan symptom anemia atau hemolisis perlu dievaluasi segera.

Pasien dengan diabetes yang mengambil kortikosteroid perlu monitor yang lebih bagi

pengendalian gula darah

Pasien dengan splenektomi perlu mengambil antibiotic anafilaktik bila demam.

Lakukan pemeriksaan jika keluarga anemik. 5

Komplikasi

Deep vein thrombosis (DVT), adalah bekuan darah yang terbentuk di vena dalam,

biasanya di tungkai bawah. Kondisi ini cukup serius, karena terkadang bekuan

tersebut bisa pecah dan mengalir melalui peredaran darah ke organ-organ vital seperti

emboli paru atau menyumbat arteri pada limpa sehingga terjadi iskemi dan bisa

menyebabkan gangguan jantung hingga kematian.

Gagal ginjal akut, terjadi Hemogloblinuria oleh karena terjadi penghancuran eritrosit

dalam sirkulasi, maka Hb dalam plasma akan meningkat dan jika konsentrasi

plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma maka Hb akan berdifusi dalam

glomerulus ginjal. Selain itu juga terjadi mikrioangiopati pada pembuluh darah ginjal

sehingga merusak tubuli ginjal menyebabkan oligouria dan gangguan berat fungsi

ginjal.

Krisis hemolisis, akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit

yang menurun cepat dan akan menyebabkan tidak saja memburuknya keadaan anemia

akan tetapi juga keadaan umum penderita. Keadaan ini kadang – kadang irreversible.

Kolelithiasis yang diakibatkan oleh adanya peningkatan metabolisme bilirubin. 6

Prognosis

Anemia Hemolitk Autoimun Tipe Hangat. Prognosis dan survival. Hanya sebagian

kecil pasien mengalami penyembuhan komplit dan sebagaian besar memiliki perjalanan

penyakit yang berlangsung kronik, namun tekendali. Survival 10 tahun berkisar 70%.

Anemia, DVT, emboli pulmo, infark lien, dan kejadian kardiovaskuler lain bisa terjadi

25

Page 26: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

selama periode penyakit aktif. Mortalitas selama 5-10 tahun sebesar 15-25%. Prognosis pada

AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari. Anemia Hemolitik Autoimun Tipe

Dingin. Prognosis dan survival. Pasien dengan sindrom kronik akan memliki survival yang

baik dan cukup stabil.3-4

Kesimpulan

Kasus seorang wanita 25 tahun datang dengan keluhan mudah lelah kurang lebih 2-3

minggu ini, dan wajahya terlihat agak pucat. Pasien tidak demam, mual, muntah, BAK dan

BAB dalam batas normal. Kadar Hb 9,5 g/dl, Ht 30%, retikulosit 6%, MCV 82, MCH 30,

MCHC 34, leukosit 8.900, trombosit 230.000, sclera tidak ikterik dan konjungtiva anemis.

Wanita tersebut menderita Anemia Hemolitik.

Daftar Pustaka

1. Gleadle J. history and examination at a glance. Edisi II. Oxford : Blackwell

Publishing, 2007.h. 84-5.

2. Kowalak JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Ed 3. Jakarta :

EGC,2009.h.116-24, 132-35.

3. Suyono AW, SetiyohadiB, Alwi I, Setiadi S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II

Ed. V. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h. 1152-61.

4. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W, Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi ke-3.Jilid 1.Jakarta:Media Aesculapius;2008. Hal 550-2.

5. Aster JC. Sel darah merah dan penyakit perdarahan. Dalam : Robbins&cotran dasar

patologis penyakit. Edisi VII. Editor : Vinay K, Abdul KA, Nelson F. Jakarta:EGC,

2010.h. 637-56.

6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Anemia hemolitik. Dalam : hematologi. Edisi

IV. Jakarta : EGC, 2005.h. 51-63.

7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Anemia hemolitik. Dalam : hematologi. Edisi

IV. Jakarta : EGC, 2005.h. 51-63.

26

Page 27: Makalah Pleno Blok 24 Anemia Hemolitik

27