makalah penelitian ptc asli
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN PTC
1.1. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi keenam yang dikeluhkan
masyarakat Indonesia dan menempati peringkat keempat penyakit termahal dalam
pengobatan.1 Ada dua penyakit gigi dan mulut yang mempunyai prevalensi cukup tinggi di
Indonesia yaitu karies dan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama
kesehatan gigi dan mulut. Penyakit karies terjadi karena demineralisasi jaringan permukaan
gigi oleh asam organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Menurut data
WHO tahun 1998 dikatakan bahwa 98% dari penduduk dunia pernah mengalami karies.
Kerusakan ini dapat ditemukan pada semua jenis umur. Hasil Survei Depkes tahun 2010
yang menyatakan karies gigi pada anak merupakan masalah yang serius pada gigi dan mulut
di Indonesia dengan prevalensi sampai 90,05%. Di Indonesia, karies gigi masih menjadi
masalah paling sering terjadi pada penyakit gigi dan mulut. Angka kejadian karies gigi
untuk semua kalangan umur di Indonesia berdasarkan Depkes tahun 2011 berkisar antara
85% - 99%.2
Prevalensi penyakit karies gigi di Indonesia cenderung meningkat. Angka morbiditas
gigi juga cenderung meningkat pada setiap dasawarsa. Sekitar 70% dari karies yang
ditemukan merupakan karies awal, sedangkan jangkauan pelayanan belum memadai
sehubungan dengan keadaan geografis Indonesia yang sangat bervariasi.3
Kerusakan gigi seperti karies (gigi berlubang) anak Indonesia, terutama anak balita
sangat memprihatinkan. Hampir 9 dari 10 anak menderita karies dengan 7 dari 20 gigi yang
rusak. Perawatan gigi rusak pada anak termasuk sulit, memerlukan waktu dan dana yang
tidak sedikit. Oleh sebab itu, pencegahan terhadap karies atau kerusakan gigi jauh lebih baik
daripada merawat kerusakan gigi.3 Pada umumnya keadaan kebersihan gigi dan mulut anak
lebih buruk. Anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies
dibanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang makan gula-gula, apabila anak
terlalu banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka giginya banyak yang
mengalami karies. Sebenarnya anak boleh makan-makanan manis tetapi setelah itu sesegera
mungkin menyikat gigi sehingga tidak ada lagi sisa makanan yang menempel pada gigi.
Penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat salah satunya
adalah faktor perilaku atau sikap mengabaikan kebersihan gigi dan mulut. Hal tersebut
dilandasi oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya pemeliharaan gigi dan mulut.
Menurut penelitian Safitri tahun 2003 mengenai tingkat pengetahuan anak kelas 1 sampai
sampai kelas 6 SD di Depok didapat kesimpulan bahwa tingkat pengatahuan anak tentang
menyikat gigi masih tergolong kurang. Anak masih sangat tergantung pada orang dewasa
dalam hal menjaga kebersihan dan kesehatan gigi karena kurangnya pengetahuan anak
mengenai kesehatan gigi dibanding orang dewasa. Peran serta orang tua sangat diperlukan di
dalam membimbing, memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas
kepada anak agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua
juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi plak dan
terjadinya karies pada anak. Peran orangtua ini dapat berupa dalam membimbing anak agar
aktif dalam menjaga dan membersihkan giginya.4
Pengetahuan dan kesadaran terhadap pentingnya kesehatan gigi dan mulut pada anak
perlu di tekankan sejak dini yang dimulai dari orang tua kemudian kader-kader kesehatan
setempat termasuk pemerintah melalui program kesehatan gigi dan mulut di puskesmas-
puskesmas setempat. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara
terencana yaitu melalui proses pendidikan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan di daerah pedesaan sudah selayaknya melakukan berbagai program penyuluhan
dan kunjungan perawatan kesehatan gigi kepada setiap anak sekolah melalui program Usaha
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) sehingga dapat menurunkan angka karies gigi pada anak.
Dalam penelitian ini kami ingin mengetahui tingkat pengetahuan anak SD tentang menyikat
gigi yang baik dan benar sehingga diharapkan hasilnya dapat mencerminkan angka karies
gigi pada anak dengan tingkat pengetahuan anak tersebut terhadap menyikat gigi yang baik
dan benar.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan anak SD kelas 6 tentang cara menyikat gigi yang
baik dan benar.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan anak SD kelas 6 tentang cara menyikat
gigi yang baik dan benar.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan murid SD kelas 6 laki-laki dan perempuan
2. Mengetahui tingkat pengetahuan murid SD kelas 6 yang berumur <11 tahun, 11-12,
dan >12 tahun.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi PUSKESMAS dalam meningkatkan kesehatan gigi
sekolah.
2. Sebagai bahan masukan bagi guru ORKES dalam mendukung pelaksanaan program
Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).
3. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan upaya penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut di daerah tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Gigi
Gigi terbagi atas 4 macam, yaitu gigi seri (insisivus), gigi taring (caninus), gigi
geraham kecil (premolar), dan gigi geraham besar (molar).5
Gigi insisivus ini berbentuk persegi panjang, dan berfungsi untuk memotong
makanan. Gigi insisivus terletak di bagian paling depan di tengah lengkung gigi, ada empat
buah di rahang atas maupun di rahang bawah.
Gigi kaninus atau gigi taring berada di sebelah gigi insisivus. Gigi ini berbentuk
lebih panjang dengan ujung yang runcing. Gigi taring berfungsi untuk mengoyak atau
menyobek dan memotong makanan. Gigi taring berjumlah empat buah, dua di rahang atas
dan dua di rahang bawah.
Gigi premolar atau gigi geraham kecil, berada di belakang gigi kaninus. Bentuk gigi
premolar di rahang atas berbeda dengan premolar di rahang bawah. Premolar rahang atas
mempunyai dua bonjolan, sedangkan premolar rahang bawah hampir mirip dengan kaninus
namun tidak runcing dan bentuknya juga lebih besar dari gigi kaninus. Totalnya gigi
premolar ada delapan buah, empat di rahang atas dan empat di rahang bawah. Gigi premolar
berfungsi untuk menyobek dan membantu menghaluskan makanan.
Gigi molar atau gigi geraham besar, berada di belakang gigi premolar. Bentuknya
seperti kotak dan ukurannya besar. Gigi molar merupakan gigi yang paling berperan dalam
proses penghalusan makanan. Totalnya ada dua belas buah, enam di rahang atas dan enam
di rahang bawah.6
Terkadang gigi molar yang paling belakang atau biasa disebut dengan nama bungsu
tidak muncul, sehingga jumlah gigi molar hanya delapan buah. Orang Eropa
menyebut gigi molar bungsu dengan nama wisdom teeth. Karena gigi ini muncul ketika
seseorang dianggap lebih dewasa dan bijaksana yaitu sekitar umur 20-an.7
Gigi terdiri dari dua macam jaringan, ada jaringan keras di luarnya yaitu email dan
dentin serta jaringan lunak di dalamnya yaitu pulpa.
Email adalah lapisan terluar gigi, yang menutupi seluruh mahkota gigi dan
merupakan bagian tubuh yang paling keras dan dibentuk oleh sel-sel yang disebut
ameloblast. Meskipun sangat keras, email rentan terhadap serangan asam, baik langsung
dari makanan atau dari hasil metabolisme bakteri yang memfermentasi karbohidrat yang kita
makan dan menghasilkan asam. Pola makanan yang kaya asam akan mempercepat
kerusakan email gigi. Demikian juga pada penderita penyakit tertentu misalnya bulimia
yang selalu memuntahkan kembali makanan yang baru dimakan, di mana makanan yang
dimuntahkan tersebut telah bercampur dengan asam lambung sehingga bersifat erosif bagi
gigi.8
Jaringan email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga bila terjadi kerusakan
yang terbatas hanya pada email tidak akan terasa sakit. Bila terjadi kerusakan pada email,
tidak dapat mengadakan pemulihan diri dengan sendirinya seperti halnya pada tulang atau
jaringan dentin.9 Warnanya putih, namun email memiliki sifat translusen dan
memungkinkan warna dentin yang kuning sedikit terlihat, sehingga memberi tampilan gigi
terlihat kuning.
Jaringan email adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik 96 %,
material organik hanya 1 % dan sisanya adalah air.4,10 Komposisi ini membuat sifat email
gigi mirip seperti keramik. Secara mikroskopis, lapisan email tersusun oleh prisma email
yang merupakan kristal hidroksiapatit dengan pola orientasi yang khas. Meski strukturnya
keras dan padat, email mampu dilewati oleh ion dan molekul tertentu misalnya zat warna
dari makanan atau minuman tertentu9,11.
Email menutupi mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda-beda di
daerah-daerah tertentu, email paling tebal di daerah permukaan kunyah gigi (di insisal gigi
insisivus dan oklusal gigi molar), dan semakin kebawah makin menipis. Ketebalan juga
berbeda-beda pada jenis gigi yang berbeda, yaitu incisor ± 2 mm, premolar 2.3 – 2.5 mm,
dan molar 2.5 – 3 mm5.
Dentin merupakan struktur penyusun gigi yang terbesar. Jaringan ini jauh lebih
lunak dibandingkan email karena komposisi material organiknya lebih banyak dibandingkan
email yaitu mencapai 20 %, di mana 85 % dari material organik tersebut adalah kolagen.
Sisanya adalah air sebanyak ± 10 % dan material anorganik 70 %.
Di daerah permukaan mahkota gigi, dentin terletak di bawah email. Tapi di bagian
akar dentin tidak ditutupi oleh email melainkan oleh sementum. Di bagian bawahnya, dentin
menjadi atap bagi rongga pulpa. Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah dan
persyarafan bagi gigi. Oleh karena itu secara anatomis, dentin sangat berhubungan erat
dengan jaringan pulpa. Kebanyakan ilmuwan menganggap dentin dan pulpa adalah satu
jaringan dan membentuk pulp-dentin complex.
Bagian paling dalam dari gigi disebut pulpa. Bagian gigi ini mempunyai peran yang
penting dalam pertumbuhan dentin. Pulpa merupakan jaringan lunak yang di dalamnya
terdapat jaringan ikat, limfe, saraf, dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah
masuk ke dalam gigi melalui suatu lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang disebut
foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi kepada gigi sehingga
gigi tetap kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan dalam menghantarkan rangsang dari luar
gigi ke otak sehingga bisa tahu jika ada kerusakan di gigi.12
Apabila jaringan pulpa mati akibat infeksi dari bakteri yang masuk melalui lubang
gigi, maka pembuluh darah tidak bisa memberikan nutrisi kepada gigi. Gigi menjadi rapuh
dan mudah hancur.
Ruangan berisi pulpa yang berada di mahkota gigi disebut kamar pulpa, sedangkan
ruangan pulpa yang terdapat di bagian akar gigi disebut sebagai saluran akar. Apabila pulpa
terinfeksi, maka seluruh jaringan pulpa harus dibuang agar infeksi tidak menyebar dan
kedua ruangan pulpa yang kosong ini nantinya akan diisi dengan suatu bahan pengisi dan
obat-obatan.
Secara mikroskopis, dentin berbentuk seperti saluran yang disebut tubuli dentin dan
berisi sel odontoblast dan cairan tubuli dentin. Sel ini dianggap sebagai bagian dari dentin
maupun jaringan pulpa karena badan selnya ada di rongga pulpa namun serabutnya (yang
disebut serabut tomes) memanjang ke dalam tubuli-tubuli dentin yang termineralisasi.
Serabut tomes inilah yang membuat dentin dianggap sebagai jaringan hidup dengan
kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang fisiologis maupun patologis.4,13
Bila dentin terekspos ke lingkungan karena karies telah mencapai dentin atau karena
gigi tersebut patah, maka gigi akan sensitif terhadap perubahan suhu (misalnya pada saat
berkontak dengan makanan panas/dingin) dan akan terasa sakit. Hal ini disebabkan karena
tubuli dentin berisi cairan seperti serum yang berkesinambungan dengan cairan ekstraseluler
pada jaringan pulpa. Dengan tereksposnya tubuli dentin, cairan dalam tubuli ini akan
mengalir dari pulpa ke arah luar yaitu perbatasan email dengan dentin, sehingga
mempengaruhi ujung syaraf gigi. Akibatnya syaraf gigi akan teraktivasi dan mengirimkan
sinyal ke otak dan terasa sakit.4
2.2. Cara Menyikat Gigi Yang Baik Dan Benar
Menyikat gigi merupakan salah satu kegiatan yang kita lakukan sehari-hari.
Meskipun demikian belum tentu setiap orang bisa menyikat gigi dengan baik. Kebanyakan
orang menyikat gigi dengan keliru dengan gerakan kiri-kanan tetapi yang benar adalah
gerakan merah-putih. Gerakan menyikat kiri-kanan tidak bisa menghilangkan sisa-sisa
makanan yang tertinggal di sela-sela gigi. Sebaliknya gerakan merah putih paling tepat
membersihkan kotoran.
Gerakan merah-putih adalah menyikat gigi dari gusi ke gigi jadi gerakan atas bawah.
Dengan gerakan merah-putih sisa makanan yang tertinggal di antara celah-celah gigi bisa
dikeluarkan. Menyikat gigi berguna untuk membersihkan gigi dan mulut dari berbagai
bakteri atau sisa-sisa makanan. Diperkirakan ada sekitar 300 jenis bakteri hidup di dalam
mulut manusia.5,14
Berikut cara menyikat gigi yang baik:
1. Mulailah dengan menyikat gigi yang digunakan untuk mengunyah untuk menghilangkan
sisa-sisa makanan.
2. Sikat gigi dimiringkan dan disikat memutar dengan sudut sekitar 45 derajat.
3. Hilangkan kebiasaan buruk menyikat gigi dengan gerakan kiri-kanan. Gerakan yang
benar adalah ‘merah-putih’, yaitu dari gusi ke gigi.
4. Sikat gigi dengan lembut untuk membantu mengurangi plak dan merangsang gusi.
Lakukan pijatan gusi untuk memperlancar peredaran darah.
5. Pindahkan sikat gigi ke posisi vertikal dan fokus pada gigi depan atas dan bawah bagian
dalam. Ini adalah bagian gigi tempat plak sering terakumulasi.
6. Bersihkan gigi pada seluruh permukaan gigi sampai ke celah-celah gigi dan saku gusi.
7. Buka mulu lebar-lebar dan sikat juga permukaan lidah, bagian dalam pipi dan lagit-langit
mulut. Ini merupakan langkah penting dalam menyikat gigi yang benar, karena kotoran
bisa menjadi 80 persen penyebab bau mulut.
8. Bila dirasa kurang bersih, bisa diulangi cara-cara di atas.
9. Setelah selesai, bilas mulut dan sikat gigi dengan air bersih dan rendam sikat gigi
beberapa menit di dalam air panas untuk membunuh bakteri mulut yang mungkin
tertinggal di sikat gigi.7
Menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur adalah kegiatan rutin sehari-hari.
Tujuannya untuk memperoleh kesehatan gigi/mulut dan napas menjadi segar. Terdapat
beberapa cara yang berbeda-beda dalam menyikat gigi, yang perlu diperhatikan ketika
menyikat gigi adalah:
1. Cara menyikat harus dapat membersihkan semua deposit pada permukaan gigi dan gusi
secara baik, terutama saku gusi dan ruang interdental (ruang antar gigi);
2. Gerakan sikat gigi tidak merusak jaringan gusi dan mengabrasi lapisan gigi dengan tidak
memberikan tekanan yang berlebihan.
3. Cara menyikat harus tepat dan efisien;
4. Frekuensi menyikat gigi maksimal 3 kali sehari (setelah makan pagi, makan siang dan
sebelum tidur malam), atau minimal 2 kali sehari (setelah makan pagi dan sebelum tidur
malam). Telah diketahui bahwa frekuensi menyikat gigi adalah sehari 3 kali, setiap
sehabis makan dan sebelum tidur. Kenyataannya menyikat gigi 3 kali sehari tidak selalu
dapat dilakukan, terutama ketika seseorang berada di sekolah, kantor atau tempat lain.
Menyikat gigi sehari cukup 2 kali, setelah makan pagi dan sebelum tidur malam.8,14
Penyikatan gigi, flossing dan profesional profilaksis disadari sebagai komponen dasar
dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan
ditekankan pada anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga
kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus melakukan penyikatan
gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara
terus menerus. Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama dan tatacara
penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.
Metode penyikatan gigi pada anak lebih ditekankan agar mampu membersihkan
keseluruhan giginya bagaimanapun caranya namun dengan bertambahnya usia diharapkan
anak tersebut sudah mampu untuk membersihkan giginya sendiri tanpa pengawasan dari
orang tua lagi.. Pemakaian sikat gigi elektrik lebih ditekankan pada anak yang mempunyai
masalah khusus. Pasta gigi yang mengandung 1000–2800 ppm menunjukkan hasil yang baik
dalam pencegahan karies tinggi pada anak di antara umur 6–16 tahun.11,15
Telah terbukti bahwa asam plak gigi akan turun dari pH normal sampai mencapai pH
5 dalam waktu 3-5 menit sesudah makan makanan yang mengandung karbohidrat. Rider dkk
menyatakan bahwa pH saliva sudah menjadi normal (6-7) 25 menit setelah makan atau
minum. Menyikat gigi dapat mempercepat proses kenaikan pH 5 menjadi normal (6-7)
sehingga dapat mencegah proses pembentukan karies.
Pemakaian benang gigi dianjurkan pada anak yang berumur 12 tahun ke atas di mana
selain penyakit periodontal meningkat pada umur ini, flossing juga sulit dilakukan dan
memerlukan latihan yang lama sebelum benar-benar menguasainya. Profesional profilaksis
(skeling, aplikasi flour) dilakukan oleh dokter gigi atau tenaga kesehatan anak. Pada anak
cacat dan keterbelakangan mental, hal ini harus lebih ditekankan.
2.3. Karies
2.3.1. Defenisi Karies
Karies adalah proses dinamik dimana mempunyai karakteristik adanya
demineralisasi dan remineralisasi yang berlangsung setiap saat, tetapi apabila
destruksinya mendominasi akan timbul disintegrasi dari komponen-komponen mineral
yang dapat berujung pada terbentuknya kavitas.7
Karies merupakan suatu proses patologis dari kerusakan jaringan gigi yang
disebabkan oleh mikroorganisme. Kares ini merupakan suatu penyakit multifaktorial
dimana terdapat keterlibatan empat factor yang mendasar yaitu host yang terdiri dari
jaringan gigi dan saliva, agent, yaitu mikroflora, dan environtment atau substrat, serta
sebagai dimensi keempatnya dalam pembentukan karies terdapat peranan waktu.10
Proses ini mempengaruhi jaringan mineral gigi seperti email, dentin dan
sementum. Walaupun demekian, progresifitas lesi pada dentin dapat menghasilkan invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang
menyebabkan nyeri.
2.3.2. Etiologi Karies
Pada hakekatnya, proses karies berjalan lama dan karena itu karies disebut
sebagai penyakit multifaktorial yang kronis. Telah disetujui, bahwa terdapat tiga faktor
utama yang mempengaruhi proses karies yaitu, substrat/ karbohidrat, mikroorganisme,
dan host. Substrat/ karbohidrat dan mikroorganisme sebagai kekuatan yang mengancam
dan permukaan gigi sebagai kekuatan yan bertahan. Dan hal ini dapat dilihat dari bagian
dibawah ini. Selain itu diperlukan pula waktu tertentu sehingga proses demineralisasi
dapat berlangsung.11,15
2.3.3. Aspek Host
Faktor-Faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan resistensi gigi terhadap
karies meliputi usia gigi, kandungan fluoride pada email gigi, morfologi gigi, faktor
nutrisi yang telah terlibat dalam perkembangan benih gigi, dan pemeliharaan yang
dilakukan oleh individu secara keseluruhan, serta mikronutrien yang mungkin terlibat
dalam perkembangan gigi.
Plak yang mengandung bakteri merupakan awal terbentuknya karies. Oleh karena
itu daerah gigi yang memudahkan perlekatan plak sangat mungkin diserang karies.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan gigi terhadap karies, antara lain adalah
morfologi dan lengkung gigi geligi, gigi berjejal, dan gigi bertumpuk, juga sangat
berpengaruh pada seringnya terjadi retensi makanan, sehingga faktor ini menjadi salah
satu yang meningkatkan kerentanan gigi terhadap karies.9
Pada observasi klinis, telah dibuktikan bahwa area pit dan fissura pada gigi
posterior adalah area yang paling rentan terhadap karies. Makanan dan debris dapat
dengan mudah menyelip pada fissura, hal ini berhubungan dengan kedalaman fissura.13
Terdapatnya perbedaan tingkat karies pada permukaan yang bervariasi pada satu
gigi dipengaruhi oleh morfologinya, yang disebabkan adanya kedalaman pit dan fisura.
Permukaan email lebih keras dibandingkan lapisan dibawahnya. Pada permukaannya
terdapat lebih banyak mineral dan bahan organik, tetapi kandungan airnya lebih sedikit.
Perubahan pada struktur email, misalnya: penurunan densitas dan peningkatan
nitrogen serta fluoride, yang muncul seiring dengan pertambahan usia. Hal ini menjadi
bagian dan maturasi post-eruptive, dimana gigi lebih resisten terhadap karies seiring
dengan waktu.
Dalam keadaan normal, gigi-geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan
gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka peran saliva sangat
besar sekali. Selain itu saliva juga berperan juga dalam menurunkan akumulasi plak,
membantu pembersihan dari sisa-sisa makanan, berperan sebagai reservoir ion kalsium,
fosfat, dan fluoride yang membantu dalam proses remineralisasi, dan mempunyai sifat
anti bacterial karena kandungan IgA, lisosim, laktoferitin dan laktoperoksida. Karena itu,
jika aliran saliva berkurang atau menghilang, maka karies mungkin tidak terkendali.14,17
2.3.4. Aspek Agent (Mikroorganisme)
Karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, dan bakteri merupakan
hal yang diperlukan untuk terjadinya karies. Bakteri utama yang terlibat, Streptococcus
mutans dan Lactobacilli, merupakan bagian dari flora normal pada sebagian besar mulut,
sehingga karies lebih tampak sebagai ketidakseimbangan ekologi daripada infeksi
eksogen. Karies dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang
memodifikasi karbohidrat.
Suatu korelasi telah ditemukan diantara keberadaan Streptococcus mutans dan
karies. Hal tersebut tidaklah mengejutkan, karena organisme ini bersifat asidofilik, yang
dapat mensintesa asam secara cepat dari gula dan memproduksi polisakarida ekstraselular
yang lengket dimana membantu bakteri tersebut untuk melekat pada gigi. Tetapi karies
juga dapat timbul tanpa keberadaan Streptoccus mutans dan keberadaannya tidak selalu
mutlak dalam pembentukan karies, contohnya karies akar biasanya mempunyai asosiasi
dengan Streptococcus salivarius dan Actnomyces. Lactobacilli juga bersifat asidofilik dan
sering dihubungkan dengan karies pit dan fssura. Di lain pihak plak juga mencegah asam
berdifusi keluar dari email dan mencegah adanya efek netralisasi dari saliva.12,17
2.3.5. Aspek Substrat
Hubungan di antara asupan karbohidrat murni, khususnya gula, dan prevalensi
serta keparahan karies sangat kuat, sehingga gula benar-benar merupakan faktor etiologi
utama yang menyebabkan karies.
Karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa
ekstrasel. Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat sama derajat kekariogenikannya.
Berikut ini adalah urutan kekariogenikan pada jenis gula: (a) sukrosa, glukosa, fruktosa,
maltose; (b) galaktosa, laktosa; (c) karbohidrat klompeks.3,14
Sukrosa sebagai gula yang paling umum digunakan secara luas, dipertimbangkan
sebagai salah satu yang paling disalahkan karena mempunyai kemampuan memfasilitasi
produksi polisakarida ekstraselular pada plak. Walaupun demikian, jenis gula lain juga
dapat menyebabkan masalah ini.
Dengan demikian, makanan dan minuman yang mengandung gula akan
menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan
demineralisasi email. Plak akan bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke
pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit.12
Frekuensi asupan gula dan interval waktu antar asupan serta jumlah total dari gula
yang dimakan dan konsentrasi gula itu sendiri serta kelengketan makanan tersebut
menjadi hal yang penting dalam kerentanan terhadap timbulnya karies. Oleh karena itu,
konsumsi gula yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah
normal dan menyebabkan demineralisasi email.
2.3.6. Waktu
Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama
berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas
periode perusakan dan perbaikan silih berganti. Karena itu, bila saliva ada di dalam
lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau
minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. Dengan demikian sebenarnya terdapat
kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.
2.3.7. Progresifitas Karies
Lesi email awal didapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah sehingga
tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk
menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam berpenetrasi
dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan demineralisasi sub
permukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya remineralisasi di permukaan
yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion Ca2+ dan HPO42+,, dan juga saliva.8,14
Yang termasuk karakteristik klinis lesi email awal adalah kehilangan translusensi
normal dari email yang memberikan penampakan putih kapur, terlebih lagi pada saat
dehidrasi, selain itu juga terdapatnya lapisan permukaan yang rentan rusak pada saat
probing, khususnya pada pit dan fissura. Termasuk pula didalamnya, adanya peningkatan
porusitas, khususnya pada subpermukaan sehingga terdapat peningkatan potensial
terjadinya noda dan adanya penurunan densitas pada bagian subpermukaan, yang dapat
dideteksi dengan radiograf atau dengan transiluminasi.
Ukuran lesi subpermukaan dapat berkembang sehingga dentin dibawahnya
terlibat dan terdemineralisasi lalu kemudian lesi interproksimal dapat terdeteksi oleh
radiograf. Walau begitu, selagi permukaan gigi masih menyatu, lesi masih dapat
dikatakan reversible.
Dalam mengatasi lesi email dini, secara idealnya adalah berusaha mengembalikan
densitas email, tetapi pada realitasnya hanya terdapat sebagian perbaikan pada densitas
subpermukaan. Walaupun demikian, remineralisasi sebagian pada lesi awal menjadikan
email tersebut lebih resisten terhadap demineralisasi asam daripada email normal dan
secara fisik lebih kuat. Sehingga lebih baik bagi pasien untuk tetap menjaga oral hygiene
daripada langsung memperbaiki gigi dan mengabaikan usaha remineralisasi.
Jika ketidakseimbangan reminerlisasi atau demineralisasi berlanjut, maka
permukaan lesi awal akan runtuh dengan adanya pelarutan apatit atau fraktur kristal yang
lemah, sehingga menghasilkan kavitas.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi semakin
sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi aktif. Pulpa akan
menghasilkan respons segera terhadap invasi asam pada tubuli paling luar. Akan terdapat
mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungkan tubuli dentin sehingga
menghasilkan lapisan translusen.17
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf dan
dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat preparasi
kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa yang membuktikan
pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki kemampuan yang sama
dalam proses penyembuhan.
Sekali demineralisasi berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi
permanen didalam kavitas, mereka akan menerobos kedalam dentin yang lebih dalam
dengan sendirinya. Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi
bakteri juga akan memproduksi asam untuk melarutkan hidroksiapatit pada dentin yang
lebih dalam. Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur
akan berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna akan
lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.12
Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi abses.
Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar periapikal
sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan inter-radikular, terutama
terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah menyebar ke jaringan lunak di
daerah bukal berupa parulis atau abses gingival berupa eksudat, yang akan pecah dan
meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis yang terjadi pada gigi susu pada saat
pembentukan aktif dari mahkota gigi permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau
hipokalsifikasi email. Hal ini sering dijumpai pada gigi premolar.15
2.3.8. Perbedaan Karies Gigi Susu dan Karies Gigi Permanen
Gigi susu memilki bentuk yang lebih kecil daripada gigi permanen dan kamar
pulpanya relative lebih besar pada proporsinya dengan email dan dentin. Selain itu email
pada gigi susu sangat tipis bila dibandingkan dengan gigi permanen. Hal-hal inilah yang
menjadi penyebab mengapa progresifitas karies untuk menembus email dan dentin dan
mempengaruhi pulpa lebih cepat pada gigi susu. Pada umumnya anak tidak merasakan
rasa sakit seperti pada orang dewasa karena persyarafan gigi susu kurang sensitive,
sehingga gigi susu sering dijumpai dalam kondisi karies mencapai pulpa non-vital.
Bentuk akar yang menyebar pendek dengan resorbsi akar yang tidak beraturan,
sering merangsang terjadinya dento alveolar abses kearah jaringan lunak bukal. Proses
reparatif dentin jarang terjadi pada gigi susu, karena setelah pembentukan akar selesai
akan dilanjutkan dengan resorbsi akar.14
Gigi susu juga biasanya jarang sekali mengalami karies akar, terkecuali gigi
tersebut masih menetap hingga pasien telah dewasa. Hal ini disebabkan akar gigi susu
biasanya akan teresorpsi seiring erupsi gigi permanen penggantinya.
2.3.9. Diagnosis Karies dan Klasifikasi Karies
Penetapan diagnosislah yang sangat dibutuhkan. Kesuksesan rencana perawatan
dari perawatan dental adalah tergantung dari awal mula sebuah lesi dapat ditemukan dan
dirawat. Pemeriksa mencakup pemeriksaan secara klinis maupun dengan bantuan
pemeriksaan penunjang seperti radiografi.
Deteksi dari lesi karies yang kecil dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.
Pertama, karies pit atau fisura dapat dideteksi dengan menggunakan kaca mulut dan
eksplorer. Dengan tekanan ringan dapat terasa ujung sonde yang tersangkut, dan pada
tekanan yang lebih besar akan teraba daerah yang lunak, opak dan berubah warna buram
apabila dibandingkan dengan gigi sebelahnya.
Ada beberapa metode yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Pertama dibutuhkan penglihatan yang baik, yaitu dengan mengeringkan permukaan gigi.
Yang kedua adalah dengan bantuan probe tumpul, karena sonde yang tajam
dikhawatirkan dapat merusak lesi dini. Radiografi juga dapat digunakan untuk membantu
mendeteksi lesi pada oklusal dan interproksimal. Dan terakhir, diagnosis juga dapat
dibantu dengan transiluminating probe untuk mendeteksi lesi interproksimal dan detector
karies elektronik, tetapi kedua alat ini masih jarang digunakan.12
Melengkapi pernyataan di atas, radiografi merupakan metode yang penting untuk
memeriksa adanya karies pada interproksimal, khususnya jika terdapat kontak yang lebar
pada molar susunya. Walaupun begitu, semua lesi dapat diperiksa dengan lebih mudah
apabila gigi dapat kita bersihkan terlebih dahulu dan selama pemeriksaan gigi tersebut
dalam keadaan kering. Dari suatu penelitian pada 32 orang anak usia 9 tahun, dapat
disimpulkan bahwa satu dari empat kasus karies pada permukaan gigi dapat tidak
terdeteksi apabila kita tidak menggunakan radiograf dan dalam pemeriksaan klinis tidak
dilakukan pembersihan dan pengeringan gigi.13
Secara klinis dapat mencapai beberapa lapisan yaitu sebagai berikut: (1) Karies
email (KE) adalah karies yang mengenai permukaan email saja; (2) Karies dentin (KD)
adalah karies yang telah mengenai dentin hingga kedalaman lebih dari 2 mm, terkadang
terasa lunak pada bagian dasarnya atau ada reaksi nyeri; (3) Karies mencapai pulpa vital
(KMPV) adalah karies yang mencapai pulpa, teraba bagian atap pulpa yang terbuka,
tampak adanya perdarahan, dan ada reaksi nyeri berdenyut bila ada perangsangan; (4)
Karies mencapai pulva non-vital (KMPnV) adalah karies yang mencapai pulpa, teraba
bagian atas kamar pulpa yang terbuka, tidak dijumpai adanya perdarahan, tidak ada reaksi
nyeri, dan bila peradangan berlanjut ke daerah bifurkasi atau periodontal atau periatipikal
dapat menyebabkan dento alveolar abses akut atau kronis.16
2.3.10. Pencegahan Karies
Pencegahan karies gigi pada anak perlu ditangani dengan serius. Cara yang
ditempuh sebaiknya tidak hanya ditujukan kepada satu faktor saja tetapi dengan beberapa
faktor yang berhubungan dengan karies karena karies gigi adalah penyakit yang
kompleks yang meliputi beberapa faktor yang bekerja secara simultan yaitu mikroflora
atau agent, host, substrat, dan waktu.
Strategi mayor yang dapat dilakukan langsung untuk mengurangi atau
menghilangkan faktor tersebut antara lain adalah untuk meningkatkan resistensi gigi/host,
misalnya dengan fluoride sistemik atau topikal dan occlusal sealent. Fluoride sistemik
didapatkan melalui floridasi air minum. Berdasarkan penelitian, floridasi air minum dapat
mengurangi karies sebesar 50%. Konsentrasi fluoride 1,5 ppm dapat menurunkan karies
secara optimum didaerah iklim utara. Sedangkan pada daerah dengan iklim panas yang
mengkonsumsi air lebih banyak, diperlukan konsentrasi yang lebih rendah yaitu 0,5 ppm.
Selain itu, untuk fluoride topikal dapat melalui penggunaan pasta gigi berfluoride.
Pasta gigi berfluor sangat murah, mudah didapatkan dan merupakan sarana yang efektif
untuk aplikasi fluor pada gigi. Anak usia 6-12 tahun komposisi fluor yang dianjurkan
adalah 1000-1100 ppm. Anak usia diatas 12 tahun dapat menggunakan pasta gigi dengan
komposisi flour yang lebih tinggi yaitu 1500-3000ppm.16,17
Untuk meningkatkan resistensi host dapat pula dengan pengaplikasian occlusal
sealant. Occlusal sealant merupakan resin yang di aplikasikan pada permukaan email
untuk mencegah atau menurunkan insiden karies. Karies biasanya sering muncul pada pit
dan fissura dari permukaan gigi. Karena aplikasi fluoride topical biasanya tidak dapat
mencapai sedalam pit dan fissura, hal ini dapat diatasi dengan occlusal sealent. Indikasi
pelapisan pit dan fissura yaitu pada individu yang berisiko tinggi terhadap karies, gigi
dengan resiko karies tinggi dengan pit dan fissura yang dalam.
Yang kedua adalah dengan memutus rantai agent atau mikrobial, misalkan dengan
program mengenai DHE yang menyangkut pendidikan oral hygiene dan pengangkatan
plak atau plak control. DHE sangatlah penting dilakukan agar mereka dapat terus
menjaga oral hygiene mereka dengan perawatan dirumah. Di dalam DHE juga terdiri dari
instruksi pengangkatan plak secara individual di rumah, yang dilakukan setiap harinya
serta kontrol plak dengan bantuan dokter gigi, yang dapat dilakukan pada kunjungan ke
dokter gigi.
Metode untuk pencegahan karies melalui kontrol plak yang pertama adalah
pengangkatan plak secara mekanis. Dilakukan dengan bantuan dokter gigi dan secara
individual dirumah. Pada pengangkatan plak secara individual, menyikat gigi dengan
pasta gigi berfluoride selain dapat mengangkat plak, dapat pula menyediakan aplikasi
fluoride topical secara reguler dan menurunkan resiko gingivitis. Sikat gigi sebelum
makan diaplikasikan khususnya apabila saat makan pasien mengkonsumsi makanan atau
minuman yang mengandung asam, sehingga waktu penyikatan gigi akan menurunkan
resiko terjadinya erosi.17 Sikat gigi sebelum tidur dilakukan karena pada saat tidur aliran
saliva akan menurun dan kapasitas dapar menjadi hilang, sehingga saat inilah yang baik
untuk menyikat gigi. Karena hal ini pula control plak atau medikamen preventif,
misalnya dengan fluoride topical atau klorheksidin lebih efektif diaplikasikan pada waktu
ini. Metoda untuk pencegahan karies melalui control plak yang kedua adalah dengan
pengangkatan plak secara kimia, yaitu dengan antiseptic. Untuk mendapatkan efek yang
lebih jangka panjang, antiseptic perlu diaplikasikan di dalam mulut, contohnya
klorheksidin yang dapat bersifat sebagai bakterisidal sekaligus antiseptic fungisidal.
Walaupn klorhexidin umumnya digunakan untuk penanganan gingivitis, namun
klorheksidin juga efektif untuk menurunkan risiko karies jika digunakan secara berkala.
Obat kumur yang mengandung 10% povidin iodine dapat menurunkan jumlah bakteri
saliva, khususnya pada anak.
Strategi yang ketiga adalah dengan memutus rantai substrat dengan memodifikasi
kebiasaan makan mereka/ diet, misalnya dengan control diet larangan makanan dan
kudapan yang kariogenik, maupun penggunaan pemanis nonkariogenik. Diet adalah
factor yang paling sering dan merupakan factor kariogenik yang signifikan. Apabila dari
hasil karbohidrat terolah, ion asam diproduksi dalam waktu lama, saliva akan
mengaktifkan kapasitas daparnya dan proses remineralisasi tidak lagi efektif dalam
melawan faktor demineralisasi. Aspek kedua dari asupan makanan yang perlu
dimodifikasi adalah asupan asam ekstrinsik. Asam ini biasanya terdapat dalam minuman
berkarbonasi dan jus buah. Asupan yang banyak dapat mengakibatkan konsentrasi dan
kekuatan ion asam pada permukaan gigi dapat meningkat secara signifikan sehingga
cukup untuk terjadinya demineralisasi.
Strategi yang terakhir adalah dengan memodifijkasi faktor waktu. Hal ini dapat
dicapai dengan meningkatkan frekuensi pembersihan dan kumur-kumur pada waktu yang
tepat serta mengurangi periode waktu yang tersedia bagi pemaparan substrat dan bakteri
pada permukaan gigi dapat dilakukan dengan cara membersihkan gigi secara teratur
setelah makan.
2.4. Pengetahuan
2.4.1. Definisi
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai sesuatu. Lebih jelasnya,
pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior).12
Selain itu, pengetahuan adalah segala maklumat yang berguna bagi tugas yang akan
dilakukan (Chabris, 1983). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah persepsi
yang jelas mengenai sesuatu, pemahaman, pembelajaran, pengalaman pratikal, kemahiran,
serta kumpulan maklumat yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ataupun
memecahkan masalah yang dihadapinya.
Hasil penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
menjadi proses yang berurutan yakni:
1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest, dimana orang merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap
subjek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus.12
2.4.2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (Know), diartikan sebagai mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, yaitu terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang teah diterima.
2. Memahami (Comprehension), suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang
diketahui secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan, dan sebagainya.
3. Aplikasi (Application), suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi yang di sini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang nyata.
4. Analisis (Analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata
kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis), suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Intinya, sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.12
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Keterangan : Tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD dalam menyikat gigi yang baik dan benar di Desa Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. 3.2. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1
2
3.
Pengetahuan
Siswa
Menyikat gigi
Segala sesuatu yang
diketahui siswa kelas 6 SD
tersebut tentang cara
menyikat gigi yang baik
dan benar
Siswa adalah komponen
masukan dalam sistem
pendidikan, yang
selanjutnya diproses
dalam proses pendidikan,
sehingga menjadi manusia
yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan
nasional
Suatu kegiatan
membersihkan gigi
dengan menggunakan
pasta gigi berflouride dan
Kuesioner Ordinal
Siswa Kelas 6 SD Menyikat Gigi yang Baik dan Benar
Tingkat Pengetahuan
sikat gigi yang halus.
Teknik Penilaian
Pengetahuan siswa SD tentang menyikat gigi yang baik dan benar adalah gambaran
pengetahuan mulai dari jadwal menyikat gigi, pasta gigi yang digunakan, sikat yang digunakan
dan cara menyikat gigi yang baik dan benar.
Pertanyaan terdiri dari 10 nomor dengan skor terendah 0 dan skor tertinggi 10. Setiap
pertanyaan yang benar bernilai 1 dan jika salah bernilai 0. Berdasarkan jumlah skor yang
diperoleh, maka ukuran tingkat pengetahuan responden: (Pratomo, 1986)
- tingkat pengetahuan baik, apabila skor yang diperoleh responden lebih besar dari 75% dari
skor maksimum, yaitu > 7;
- tingkat pengetahuan sedang, apabila skor yang diperoleh responden sebesar 40%-75% dari
skor maksimum, yaitu 4-7;
- tingkat pengetahuan kurang, apabila skor yang diperoleh responden lebih kecil dari 40% dari
skor maksimum, yaitu < 4.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan
cross sectional, yaitu penelitian yang diarahkan untuk menggambarkan atau menguraikan
suatu keadaan dalam suatu komunitas atau masyarakat, yang mana data variabel bebas dan
terikat diambil dalam waktu yang sama.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2012.
4.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air
Putih, Kabupaten Batubara.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang
Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara. Terdapat jumlah siswa kelas 6 SD
sebanyak 25 orang (data diambil pada bulan November) di Kecamatan Air Putih.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel yang dipilih berdasarkan total sampling,
ditentukan bahwa dari seluruh subjek yang dapat dipilih adalah semua populasi siswa
kelas 6 yang ada di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air Putih,
Kabupaten Batubara. Berdasarkan jumlah populasi di atas maka jumlah sampel yang
kami ambil ada 25 orang.
4.4. Teknik Pengumpulan Data
4.4.1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui pengisian kuesioner,
sedangkan data sekunder adalah data yang didapatkan dari Kepala Sekolah SD Negeri
016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara.
4.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan mengenai menyikat gigi yang baik dan benar.
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, tahap pertama editing yaitu mengecek
nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua
jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua coding yaitu memberi kode atau angka
tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa, tahap
ketiga entry yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan
menggunakan program SPSS versi 12.0, tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu
mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak.
Untuk mendeskripsikan gambaran tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD dalam menyikat
gigi dilakukan perhitungan frekuensi, dan persentase. Hasil penelitian akan ditampilkan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan grafik.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SD Negeri 016510 Pematang Panjang, Kecamatan Air
Putih, Kabupaten Batubara. SD tersebut terletak di jalan…………. Adapun batas-batas
wilayah dari Kecamatan Air Putih:
a. Sebelah Utara berbatas dengan Sei Suka
b. Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Simalungun
c. Sebelah Timur berbatas dengan Kecamatan Sei Suka
d. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Lima Puluh
5.1.2. Deskripsi Karateristik Responden
Hasil penelitian yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Menyikat
Gigi yang Baik dan Benar Anak Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang
Panjang, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batubara Tahun 2012.”, kuesioner
diberikan kepada 25 orang siswa kelas 6 SD yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki 10
orang dan perempuan sebanyak 15 orang, yang mempunyai rentang umur antara 10-13
tahun. Hasilnya dapat diterangkan sebagai berikut:
Tabel 5.1. Distribusi Umur Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang Panjang Tahun
2012
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
<11 3 12%11-12 18 72%>12 4 16%
Total 25 100,0
Berdasarkan karateristik distribusi umur siswa kelas 6 SD Negeri 016510
sebanyak 25 orang dengan umur yang berbeda-beda. Rentang umur yang dimiliki siswa
kelas 6 SD yang mempunyai umur < 11 tahun sebanyak 3 orang (12%), 11-12 tahun
sebanyak 18 orang (72%), >12 tahun sebanyak 4 orang (16%). Distribusi umur siswa
kelas 6 SD yang paling besar adalah antara 11-12 tahun. Hal ini dapat dilihat pada tabel
5.1.
Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang Panjang
Tahun 2012
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-Laki 10 40%Perempuan 15 60%
Total 25 100,0
Berdasarkan karakteristik distribusi jenis kelamin siswa kelas 6 SD Negeri
016510 sebanyak 25 orang dengan jenis kelamin laki-laki 10 orang (40%) dan perempuan
15 orang (60%). Distribusi jenis kelamin siswa kelas 6 SD yang paling besar adalah
berjenis kelamin perempuan 15 orang (60%).
Tabel 5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang
Panjang Tahun 2012
Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 2 8%Sedang 15 60%Kurang 8 32%
Total 25 100%
Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri
016510 sebanyak 25 orang dengan berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8%), sedang
15 orang (60%) dan kurang 8 orang (32%). Distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6
SD yang paling banyak adalah berpengetahuan sedang.
Tabel 5.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang
Panjang Tahun 2012 Berdasarkan Umur
Karakteristik <11 tahun 11-12 tahun >12 tahun
Baik 0 2 0Sedang 3 9 3Kurang 0 7 1
Total 3 18 4
Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri
016510 dengan umur <11 tahun yang berpengetahuan baik 0 orang (0%), sedang 3 orang
(12%), kurang 0 orang (0%). Umur 11-12 tahun yang berpengetahuan baik 2 orang (8%),
sedang 9 orang (36%), kurang 7 orang (28%). Umur >12 tahun yang berpengetahuan baik
0 orang (0%), sedang 3 orang (12%), kurang 1 orang (4%).
Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas 6 SD Negeri 016510 Pematang
Panjang Tahun 2012 Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik Baik Sedang Kurang
Laki-Laki 0 8 2Perempuan 2 7 6
Total 2 15 8
Berdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri
016510 dengan jenis kelamin laki-laki yang berpengetahuan baik 0 orang (0%), sedang 8
orang (32%), kurang 2 orang (8%). Jenis kelamin perempuan yang berpengetahuan baik 2
orang (8%), sedang 8 orang (32%), kurang 6 orang (32%).
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 1
Kapan saja waktu menyikat gigi yang tepat?
Nilai N %
0 17 68
1 8 32
Total 25 100
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 2
Kapan sikat gigi harus diganti?
Nilai N %
0 22 88
1 3 12
Total 25 100
Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 3
Apakah manfaat menyikat gigi?
Nilai N %
0 10 40
1 15 60
Total 25 100
Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 4
Apa kandungan pasta gigi yang baik?
Nilai N %
0 15 60
1 10 40
Total 25 100
Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 5
Bagaimana cara menyikat gigi yang benar?
Nilai N %
0 21 84
1 4 16
Total 25 100
Tabel 5.11. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 6
Bagaimana ciri bulu sikat gigi yang baik?
Nilai N %
0 18 72
1 7 28
Total 25 100
Tabel 5.12. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 7
Bagaimana cara mencegah gigi berlubang?
Nilai N %
0 9 36
1 16 64
Total 25 100
Tabel 5.13. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 8
Apa penyebab gigi berlubang?
Nilai N %
0 12 48
1 13 52
Total 25 100
Tabel 5.14. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 9
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyikat gigi yang efektif?
Nilai N %
0 19 76
1 6 24
Total 25 100
Tabel 5.15. Distribusi Frekuensi Pertanyaan Nomor 10
Bagaimana gerakan dan kekuatan yang diaplikasikan saat menyikat gigi?
Nilai Frekuensi %
0 20 80
1 5 20
Total 25 100
5.2. PembahasanBerdasarkan karakteristik distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD Negeri
016510 sebanyak 25 orang dengan berpengetahuan baik sebanyak 2 orang (8%), sedang 15
orang (60%) dan kurang 8 orang (32%).
Distribusi tingkat pengetahuan siswa kelas 6 SD yang paling banyak adalah
berpengetahuan sedang. Hal ini dapat memberikan gambaran tingginya angka kejadian karies
gigi pada anak-anak. Kurangnya pemahaman terhadap cara merawat gigi yang baik dan
benar secara langsung berpengaruh besar terhadap timbulnya penyakit karies.
Beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya juga mendukung hasil
penelitian ini. Penelitian WHO pada tahun 2000 menunjukkan adanya prevalensi karies gigi
tinggi yaitu 97,5% pada kelompok usia 12 tahun. Penelitian Fankari tahun 2004 juga
menjelaskan bahwa penyebab timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat
salah satunya adalah kurangnya pengetahuan anak tentang cara menyikat gigi yang baik dan
benar yang ditujukan pada perilaku atau sikap yang mengabaikan kebersihan gigi dan mulut.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengetahuan siswa/i SD Negeri
016510 Pematang Panjang, didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan siswa-siswi SD
Negeri 016510 Pematang Panjang tentang menyikat gigi yang baik dan benar adalah
”Cukup”.
2. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 10 orang responden adalah laki-laki dan
15 responden adalah perempuan.
3. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebanyak 3 orang responden berumur < 11 tahun,
18 orang berumur 11-12 tahun dan 4 orang > 12 tahun.
4. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang baik
2 orang, berpengetahuan sedang 15 orang dan berpengetahuan kurang 8 orang.
5. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang berumur < 11 tahun terdapat 0
orang yang berpengetahuan baik, 3 orang berpengetahuan sedang dan 0 orang
berpengetahuan kurang. Responden yang berumur 11-12 tahun terdapat 2 orang
berpengetahuan baik, 9 orang berpengetahuan sedang, dan 7 orang berpengetahuan
kurang. Responden yang berumur > 12 tahun terdapat 0 orang berpengetahuan baik, 3
orang berpengetahuan sedang dan 1 orang berpengetahuan kurang.
6. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui manfaat menyikat
gigi yang baik dan benar adalah sebanyak 15 orang.
7. Dari hasill penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui teknik menyikat gigi
yang baik dan benar sebanyak 4 orang.
8. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui ciri bulu sikat gigi
dan kandungan pasta gigi yang memenuhi syarat kesehatan gigi adalah sebanyak 7 orang.
9. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang mengetahui penyebab gigi
berlubang adalah sebanyak 13 orang.
10. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pada responden laki-laki didapatkan 0 orang
yang berpengetahuan baik, 8 orang berpengetahuan sedang dan 2 orang berpengetahuan
kurang. Pada responden perempuan didapatkan 2 orang berpengetahuan baik, 7 orang
berpengetahuan sedang dan 6 orang berpengetahuan kurang.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti menyarankan:
1. Kepada Puskesmas dan pihak-pihak yang terkait untuk menggalakkan penyuluhan
tentang cara menyikat gigi yang baik dan benar terhadap siswa-siswi SD Negeri 016510
Kecamatan Air Putih.
2. Kepada pihak sekolah agar diupayakan adanya pengadaan/ pemberdayaan Unit
Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) di SD Negeri 016510 Kecamatan Air Putih.
3. Kepada tenaga medis yang terkait untuk lebih memahami upaya-upaya preventif yang
perlu dilakukan dalam mengantisipasi tingginya prevalensi karies pada anak SD.
4. Kepada masyarakat di Kecamatan Air Putih untuk secara aktif menerapkan cara menyikat
gigi yang baik dan benar yang telah diketahui, agar angka kejadian penyakit gigi dan
mulut dapat dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi dan Mulut Sehat. Medan: USU Press. 2008: 4-24.
2. Daliemunthe HS. Periodonsia. Medan: Bagian Periodonsia FKG US. 2001: 105 -79.
3. Suwargiani AA. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh dan Desa
Mekarsari, Kecamatan Tirtamulya. Kabupaten Karawang. 2008. Available from:
http://www.docstoc.com/docs/27390584/INDEKS-def-t-dan-DMF-T-Masyarakat-Desa-
Cipondoh-dan-Desa-Mekarsari [Accesed 16 November 2012]
4. Situmorang N. Profil Penyakit Periodontal Penduduk di Dua Kecamatan Kota Medan
Tahun 2004 dibandingkan dengan Kesehatan Mulut Tahun 2010 (WHO). Dentika Dent J.
2003; 9 (2) : 71-7
5. Polson AM. Gingival and Periodontal Problems in Children. Pediatrics. 1974; 54: 190-5.
6. Anonymous. Desain Mobil Unit Usaha Kegiatan Gigi Sekolah. Available from:
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10121-Chapter1.pdf. [Accesed 17
November 2012].
7. Dokter Gigi. Karies Gigi (Gigi Berlubang) pada Anak. Informasi dan Tips Sehat buat
Gigi Anda. 2010. Available from: http://www.ilmukesehatangigi.com/2010/12/05/karies-
gigi-gigi-berlubang-pada-anak [Accesed 17 November 2012]
8. Karwuyan U. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut dengan
Kejadian Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V Dan VI Kecamatan Laweyan
Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008.
9. Petersen P.E. Continuous Improvement of Oral Health in The 21st Century – The
Approach of The WHO Global Oral Health Programme. The World Oral Health Report.
2003: 1-33
10. Hutabarat N. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam Pelaksanaan UKGS
dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota
Medan Tahun 2009. Tesis. Universitas Sumatera Utara. 2009.
11. Soepardi J. Indikator Kesehatan Indonesia 2005-2009. Pusat Data dan Surveilans
Epidemiologi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010.
12. Trimurni A. Buku Panduan Pelaksanaan Kegiatan di Desa Binaan Pepsodent-FKG USU.
Medan: FKG USU. 2009.
13. Yati.R, Taqwa.D, Octiara E. Bahan Kuliah Pedodonsia Terapan. Medan: FKG USU.
2009.
14. Langlais RP, Miller CS. Atlas Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.
2000.
15. Beumer J, Curtis TA, Marunick MT. Maxillofacial Rehabilitation Prosthodontic and
Surgical Considerations. Missouri: Ishiyaku Euro America Inc. 1996.
16. Agtini M.D. Fluor Sistemik dan Kesehatan Gigi. Cermin Dunia Kedokteran. 1988; 52: 45
17. Suminy D, Jen Y. Hubungan Antara Maloklusi dengan Hambatan Saluran Pernafasan.
M.I Kedokteran Gigi. 2007; 22 (1): 32