makalah patologi

21
MAKALAH PATOLOGI PENYAKIT PADA SALURAN PERNAPASAN TUBERKULOSIS DAN ASMA BRONKIAL Disusun oleh : Aditya Lela Novitasari – 128114153 Rahayu Triwanti – 128114163 Lucia Ida Ayu Kristiana - 128114169 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

Upload: lucia-ida-ayu-kristiana

Post on 25-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

aaa

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH PATOLOGI

MAKALAH PATOLOGI

PENYAKIT PADA SALURAN PERNAPASAN

TUBERKULOSIS DAN ASMA BRONKIAL

Disusun oleh :

Aditya Lela Novitasari – 128114153

Rahayu Triwanti – 128114163

Lucia Ida Ayu Kristiana - 128114169

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: MAKALAH PATOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir – akhir ini banyak sekali penyakit yang menyerang paru-paru dan

saluran pernafasan. Paru-paru merupakan organ yang sangat vital bagi kehidupan

manusia karena tanpa paru-paru manusia tidak dapat hidup. Dalam sistem ekskresi, paru-

paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).

Insidensi penyakit paru dan saluran nafas dilaporkan meningkat secara drastis

pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini

biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial

ekonomi menengah ke bawah. Penyakit paru dan saluran nafas merupakan penyebab

kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian

penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Dalam makalah ini akan

khusus dibahas tentang penyakit sistem pernapasan , yaitu tuberkulosis dan asma

bronchial.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud tuberkulosis?

2. Apa yang dimaksud asma bronchial?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui penyakit tuberkulosis.

2. Untuk mengetahui penyakit asma bronchial

Page 3: MAKALAH PATOLOGI

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asma

Asma adalah penyakit peradangan saluran napas dan penyumbatan saluran napas yang ditandai oleh adanya gejala interniten, termasuk mengi, rasa sesak di dada, kesulitan bernapas (dispnea), dan batuk bersama dengan hiperresponsivitas bronkus. Pajanan oleh alergen tertentu atau berbagai rangsang non spesifik memicu kaskade proses aktivasi sel di saluran napas sehingga terjadi peradangan akut atau kronik yang diperantarai oleh berbagai sitokin lokal dan mediator lain. Pembebasan mediator dapat mengubah tonus dan kepekaan otot polos saluran napas, menyebabkan hipersekresi mukus. Saat terjadi hipersekresi mukus, blokade jalan napas oleh sumbatan mukus dan pembengkakan mukosa yang disebabkan oleh kebocoran vaskular akibat radang dan edema, yang semuanya membatasi aliran udara. Kerusaka epitel (pengerusakan epitel) ditunjukan dengan gelungan sel- sel epitel (spiral curshmann) dalam mukus, yang juga mengandung membran sel eosinofil (kristal charcot-leyden). Pada asma berat kronik, terjadi remodeling struktur jaringan dinding jalan napas, termasuk peningkatan isi otot polos bronkus. Hal tersebut menyebabkan penyempitan jalan napas irrreversibel dan membatasi efektivitas bronkodilator.

Asma terjadi pada individu tertentu yang berespons secara agresif terhadap berbagai jenis iritan di jalan napas. Faktor risiko untuk salah satu jenis gangguan hiper-reponsif ini adalah riwayat asma atau genetik. Pajanan yang berulang atau terus menerus terhadap beberapa rangsangan iritan, kemungkinan pada masa penting perkembangan, juga dapat meningkatkan risiko penyakit ini. Meskipun kebanyakan kasus asma didiagnosis pada masa

Page 4: MAKALAH PATOLOGI

kanak-kanak, pada saat dewasa dapat menderita asma tanpa riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi pada asma awitan dewasa seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk . Infeksi pernapasan atas yang berulang juga dapat memicu asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi akibat pejanan okupasional terhadap debu di lingkungan kerja.

Reaksi Inflamasi pada Asma

Patofisiologi asma tampaknya melibatkan hiper-responsivitas pada jalan napas setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan. Stimulan yang diketahui memicu reaksi asmatik antara lain infeksi virus, respon alergik terhadap debu, sebuk sari, tungau, atau bulu binatang, latihan fisik, pajanan dingin, dan refluks saluran cerna. Karena jalan napas yang rentan dan hiper-responsif, reaksi inflamasi dan bronkokonstriksi, keduanya dapat terjadi bersamaan. Meskipun brokokonstriksi dan perasaan saluran napas menyempit merupakan gejala pertama dari serangan asmatik, reaksi inflemasi yang lalmbat dapat memperburuk asma menjadi penyakit yang serius.

Mediator inflamasi utama pada reaksi asmatik adalah eosinofil, salah satu jenis sel darah putih. Eosinofil terkonsentrasi di satu area dan melepaskan zat kimia yang menstimulasi degranulasi sel-mast. Eosinofill juga menarik jenis sel darah putih lainnya., termasuk basofil dan neutrofil; menstimulasi produksi mukus; dan meningkatkan pembangkakan serta edema jaringan. Respon inflasi terjadi diawali oleh stimulus, tetapi mungkin memerlukan waktu paling lama 12 jam untuk memperlihatkan gejala.

Asma yang lebih akut adalah efek dari histamin kimiawi pada otot polos bronkus. Histamin dilepaskan bersamaan dengan IgE yang memediasi degranulasi sel-mast dengan cepat menyebabkan konstriki dan spasme otot polos bronkiolus. Histamin juga menstimulasi produksi mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya menyebabkan kongesti dan pembengkakan ruang intertisial paru.

Page 5: MAKALAH PATOLOGI

Individu yang mengalami asma kemungkinan memiliki eosinofil yang berlebihan atau kemungkinan sel-mast yang merespon berlebihan untuk merangsang awal terjadinya degranulasi. Antibodi IgE, bertanggung jawab untuk serangan alergik, dapat bereaksi secara berlebihan dalam merespon antigen asing, dengan mengaktifkan kaskade inflamasi. Apa pun sumber hipersensitivitas, hasil akhirnya adalah bronkospasme, produksi dan akumulasi mukus, dan obstruksi aliran udara. Inveksi virus, alergi, dan refluks memicu respons hipersensitivitas dengan cara mengiritasi jalan napas. Olahraga atau latihan fisik juga dapat menjadi iritan karena aliran keluar-masuk udara ke paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembapan (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel debu yang adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma.

Stimulasi Psikologis untuk Asma

Stimulasi psikologi dapat memperburuk serangan asmatik karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus, apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskan asma. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang rasa takut. Dengan demikian, individu yang terserang asma dapat mengalami gejala yang lebih buruk pada saat kecemasan memuncak. Sebaliknya, persarafan simpatis pada otot polos bronkiolus menyebabkan dilatasi bronkus. Biasanya, stimulus simpatis berkaitan dengan kondisi “fight or flight,” saat terjadi peningkatan ventilasi merupakan komponen penting untuk menyelamatkan diri.

Manisfetasi klinis

Manifestasi asma mudah dijelaskan oleh adanya peradangan dan obstruksi saluran napas.

Gejala dan Tanda

1. BatukBatuk terjadi akibat kombinasi penyempitan saluran napas, hipersekresi mukus, dan

hiperresponsivitas saraf yang dijumpai pada perdangan saluran napas. Hal ini juga dapat disebabkan oleh peradangan non-spesifik setelah infeksi, terutama oleh virus, pada pasien asma. Akibat penyempitan kompresif dan tingginya kecepatan aliran udara di saluran-saluran napas sentral, batuk dapat menghasilkan daya dorong yang cukup kuat untuk membersihkan mukus yang tertimbun dan partikel yang tertahan disaluran napas yang sempit.

2. Mengi (wheezing)Konstraksi otot polos, bersama dengan hipersekresi dan retensi mukus, meyebabkan

pengurangan kaliber saluran napas dan turbulensi aliran udara yang berkepanjangan, yang menimbulkan mengi yang dapat didengar langsung atau dengan stetoskop. Intensitas mengi tidak berkolerasi baik dengan keparahan penyempitan saluran napas; contohnya, pada

Page 6: MAKALAH PATOLOGI

obstruksi saluran napas yang ekstrem, aliran udara dapat sedemikian berkurang sehingga mengi mungkin sama sekali tidak terdengar.

3. Dispnea dan rasa sesak di dadaSensasi dispnea dan rasa sesak di dada adlah akibat sejumlah perubahan fisiologis.

Upaya yang lebih kuat oleh otot untuk mengatasi meningkatnya resistensi saluran napas dideteksi oleh reseptor regang gelendong otot, terutama otot antariga dan dinding dada. Hiperinflasi akibat obstruksi saluran napas menyebabkan toraks tergang. Compliance paru menurun, dan kerja pernapasan meningkat, yang juga dideteksi oleh saraf-saraf sensorik dinding dada dan bermanifestasi sebagai rasa tertekan di dada dan dispnea. Seiring dengan memburuknya obstruksi, peningkatan ketidaksesuaian V/Q menyebabkan hipoksemia. Peningkatan tekanan CO2 arteri, dan kemudian, munculnya munculnya hipoksemia arteri (masing-masing atau bersama sama sebagai rangsang sinergistik) akan mendorong pernapasan melalui kemoreseptor porifer dan sentral. Rangsangan ini dalam keadaan kelelahan otot pernapasan, menyebabkan dispnea progresif.

4. Takipnea dan takikardiaTakipne dan takikardia munkin tidak terjadi pada penyakit ringan tetapi hampir selalu

dijumpai pada eksaserbasi akut.

5. Pulsus parodoksusPulsus parodoksus adalah penurunan tekanan arteri sistolik lebih dari 10mm Hg saat

inspirasi. Hal ini tampaknya terjadi akibat hiperinflasi paru, disertai gangguan pengisian ventrikel kiri dan peningkatan aliran balik vena ke ventrikel kanan sewaktu inspirasi kuat pada obstruksi berat. Dengan meningkatnya volume diastolik-akhir ventrikel kanan sewaktu inspirasi, septum intraventrikel bergerak ke kiri, yang menggangu pengisian dan pengeluaran (output) ventirkel kiri. Konsekuensi penurunan curah jantung ini adalah penurunan tekanan sistolik saat inspirasi, atau pulsus parodoksus

6. Hipoksemia

Bertambahnya ketidak cocokan V/Q pada obstruksi saluran napas menciptakan area-area dangan rasio V/Q yang rendah dan hipoksemia. Pirau jarang terjadi pada asma.

7. Hiperkapnia dan asidosis respiratorikPada asma ringan sampai sedang , ventilasi tetap normal atau berkurang, dan PCO 2

arteri tetap normal atau menurun. Pada serangan yang berat, obstruksi saluran napas menetap atau bertambah dan timbul kelelahan otot pernapasan, disertai hipoventilasi alveolus dan meningkatnya hiperkapnia dan asidosis repiratorik. Perlu dicatat hal ini dapat terjadi meskipun tapkinea terus berlangsung, yang tidak diekuivalen dengan hiperventilasi alveolus.

8. Kelainan obstruksi pada uji fungsi paruPasien dengan asma ringan mungkin memperlihatkan fungsi paru yang seluruhnya

normal di antara eksaserbasi. Sewaktu serangan asma akut, semua indeks aliran udara ekspirasi berkurang, termasuk FEV1, FEV1/FVC (FEV1%), dan laju aliran ekspirasi puncak.

Page 7: MAKALAH PATOLOGI

FVC juga sering berkurang akibat penutupan prematur saluran napas sebelum ekspirasi penuh. Pemberian bronkodilator menyebabkan berkurangya obstruksi saluran napas. Akibat obstruksi aliran udara, terjadi pengosongan tak-sempurna unit-unit paru pada akhir ekspirasi yang menyebabkan hiperinflasi akut, dan kronik; kapasitas paru total (TLC), kapasitas residu fungsional (FRC), dan volume residu (RV) dapat meningkat. Kapasitas paru mendifusikan karbon dioksida (DLCO) sering meningkat akibat peningkatan volume paru (dan darah kapiler paru).

9. Hiperresponsivitas bronkusUji provokasi bronkus memperlihatkan hiperresponsivitas yang tak lazim pada hampir

semua pasien asma, termasuk mereka dengan penyakit yang ringan dan hasil uji fungsi paru rutin yang normal. Hiperresponsivitas bronkus didevinisikan sebagai (1) penurunan sebesar 20% pada FEV1 terhadap respon faktor pemicu yang, pada intensitas yang sama, menyebabkan kurang dari 5% perubahan pada orang normal; atau (2) peningkatan sebesar 20% FEV1 sebagai respons terhadap obat bronkodilator inhalasi. Metakolin dan histamin adalah zat-zat yang telah digunakan dalam uji provokasi baku. Zat-zat lain juga telah digunakan untuk mengetahui sensitivitas pajanan spesifik; contohnya adalah sulfur dioksida dan toluen diisosianat.

B. Tuberkulosis

Infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-fast bacillus/ AAFB) Mycobacterium tuberculosis terutama mengenai paru, kelenjar getah bening, dan usus. Ditemukan beberapa tanda penyakit yang beragam disertai sensitivitas pasien terhadap tuberkulin.

Respons Imun Terhadap Tuberkulosis

Page 8: MAKALAH PATOLOGI

Karena basil tuberkulosis sangat sulit dimatikan apabila telah membuat kolonisasi di saluran napas bawah, tujuan respons imun adalah untuk mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular melibatkan sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag dan basil. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan jaringan parut ini disebut tuberkel. Tuberkel akhirnya mengalami klasifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan radigrafi dada. Sebelum ingesti bakteri selesai, materi tersebut mengalami perlunakan (perkijuan). Pada saat ini, mikroorganisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan, walaupun telah dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup di dalam turbekel. Diperkirakan bahwa karena viabilitas ini, sekitar 5 sampai 10% individu yang pada awalnya tidak menderita tuberkulosis mungkin pada suatu saat dalam hidupnya akan menderita penyakit tersebut, pada saat sistem imunitasnya menurun karena usia, infeksi lain, dan memerlukan pengobatan antiinflamasi. Pada kenyataannya, banyak kasus meskipun bukan yang terbanyak, kasus tuberkulosis aktif terjadi pada individu yang terinfeksi pada decade lebih awal sebelumnya.

Di antara pengidap tuberkulosis, kerusakan paru akibat infeksi disebabkan oleh basil serta imun dan inflamasi yang hebat. Edema interstinal dan pembentukan jaringan parut permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbon dioksida sehingga pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk difusi gas sehingga kapasitas difusi paru menurun. Jika penyakit meluas, abnormalitas rasio ventilasi:perfusi terjadi yang dapat menyebabkan vasokonstriksi hipoksik arteriol paru dan hipertensi paru. Jaringan parut dapat menyebabkan penurunan daya regang paru.

Tuberkulosis Resisten Multi-Obat

Page 9: MAKALAH PATOLOGI

Komplikasi tuberkulosis yang serius dan meluas saat ini adalah berkembangannya basil tuberkulosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi obat. Resisten terjadi jika individu tidak menyelesaikan program pengobatan hingga tuntas, dan mutasi basil mengakibatkan basil tidak lagi responsif terhadap antibiotic yang digunakan dalam jangka waktu pendek. Basil tuberkulosis bermutasi dengan cepat dan sering. Tuberkulosis yang resisten terhadap obat-obatan juga dapat terjadi jika individu tidak dapat menghasilkan respons imun yang efektif, sebagai contoh, yang terlihat pada pasien AIDS atau gizi buruk. Pada kasus ini, terapi antibiotik hanya efektif sebagaian. Tenaga kesehatan atau pekerja lain yang terpajan dengan yang dalam beberapa tahun dapat mengakibatkan morbiditas dan multi-obat memerlukan terapi yang lebih toksik dan mahal dengan kecenderungan mengalami kegagalan.

Gambaran klinis

Gambaran klinis tuberkulosis mungkin belum muncul pada infeksi awal, dan mungkin tidak akan pernah tampak apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila terjadi infeksi aktif, pasien biasanya memperlihatkan:

1. Demam, terutama di siang hari2. Malaise3. Keringat malam4. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan5. Batuk purulent produktif disertai nyeri dada pada infeksi aktif.

Perangkat diagnostik

1. Pemeriksaan kulit positif untuk tuberkulosis memperlihatkan imunitas selular dan hanya membuktikan bahwa saluran napas bawah yang bersangkutan pernah terpajan basil. Tidak ada tanda-tanda bahwa tuberkulosis aktif pernah diderita

2. Tuberkulosis aktif didagnosis dengan pengumpulan sampel sputum yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopik untuk adanya basil tahan asam atau kultur sel yang diikuti dengan identifikasi dqan pengujian sensivitas obat yang diisolasi. Objek mikroskopi dengan intensitas rendah, terutama pada tuberkulosis ekstrapulmonalis dan kondisi dengan hitung basil rendah, yang umum terjadi pada individu terinfeksi HIV. Kultur sputum pada individu yang terinfeksi aktif akan memperlihatkan adanya basil tetapi memerlukan waktu yang lebih lama.

3. Pengujian resistensi obat biasanya dilakukan dengan metode konvensional menggunakan media cair atau padat. Metode yang lebih baru adalah teknik molecular berdasarkan PCR yang dihubungkan dengan elektroforesis, sequencing (pengurutan gen), atau hibridisasi yang telah digunakan untuk mendeteksi mutasi gen berkaitan dengan berkembangnya sifat resisten terhadap obat. Teknik molecular ini telah digunakan untuk menyempurnakan hasil usapan (smear) dan diagnosis klinis.

4. Radiografi dada memperlihatkan pembentukan tuberkel lama atau baru.

Page 10: MAKALAH PATOLOGI

Komplikasi

1. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal napas, dan kematian

2. TB yang resisten terhadap obat dapat terjadi. Kemungkinan galur lain yang resisten obat dapat terjadi.

Penatalaksanaan

1. Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi apabila terpajan antibiotic yang masih sensitive. Saat ini, terapi untuk individu pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya selama 9 bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespons terhadap obat-obatan tersebut, obat dan protocol pengobatan lain akan diupayakan.

2. Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberculin positif setelah sebelumnya negative, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala aktif, biasanya mendapat antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respons imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basil total.

3. Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksisk akan diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis cenderung rendah.

TB paru primer disebabkan oleh basil tahan asam, Mycobacterium tuberculosis. Basil yang terinhalasi menginfeksi lobus paru atas dengan ventilasi baik dan perfusi buruk di subpleura. Granuloma yang terbentuk (Gambar 36a) yang dikenal sebagai focus Ghon, dan beserta pembesaran kelenjar getah bening hilus yang bermuara ke dalam paru yang terkena disebut “kompleks primer” (Gambar 36a). keadaan tersebut terjadi selama 3-8 minggu, dan disertai perkembangan reaksi inflamasi terhadap suntuikan protein tubercular (tuberkulin) ke dalam kulit, yang dapat digunakan sebagai tes diagnostic (tes Mantoux atau Heaf). Penyembuhan menyeluruh biasanya dapat terjadi, dengan fibrosis dan klasifikasi focus Ghon serta imunitas terhadap infeksi selanjutnya.

TB paru pascaprimer terjadi jika focus Ghon gagal menyembuh akibat pertahanan pejamu yang buruk, atau setelah reaktivasi. Keadaan tersebut bersifat fatal. Diseminasi local menyebabkan pneumonia tuberkulosis dan efusi pleura. Penyebaran melalui darah dapat mengenai meningen atau organ-organ. Pada sedikit kasus, infeksi yang menyebar luas mengenai banyak jaringan (TB miller).

Page 11: MAKALAH PATOLOGI

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes darah dapat mendeteksi anemia, penurunan natrium, dan peningkatan kalsium2. Tes Mantoux: sangat positif pada TB paru pascaprimer (indurasi kulit> 5mm dengan

10 unit tuberkulin intradermal; dibaca pada hari ketiga). Sering negative pada TB milier (penurunan respons pejamu) dan HIV(penurunan imunitas selular)

3. Tes Heaf (tes skrining; sekarang jarang digunakan): suatu cincin dengan enam cocokan peniti yang dibuat melalui larutan tuberkulin pada lengan bawah. Tidak adanya responms pada hari ke 4-7 (derajat 0) memperlihatkan kurangnya imunitas: 4-6 nodul diskret (derajat 1) atau suatu cincin yang terbentuk melalui koalisi semua cocokan peniti(derajat 2) menunjukkan imunitas. Satu nodul yang dibentuk dengan mengisi cincin (derajat 3) menggambar baru saja terjadi kontak atau infeksi tuberkulosis dini, dan suatu nodul >5-7 mm dengan vesikel atau ulserasi permukaan(derajat 4) menunjukkan infeksi.

4. Mikrobiologi : basil tahan asam dapat dideteksi pada sputum atau bilasan paru yang menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelson. Namun, basil tumbuh lambat, dan kultur serta sensitivitas obat memerlukan waktu 4-6 minggu. Kultur dari sumsum tulang atau cairan serebrospinal (CSS) dapat mengkonfirmasi diagnosis TB milier

5. Histopatologi : aspirasi pleura dengan biopsy mengkonfirmasi TB pada ~90% pasien dengan efusi pleura. Biopsy hati akan menemukan TB milier pada ~60% kasus

6. Radigrafi Dada, pembentukan bayangan di lobus bawah sangat menunjang. Kavitas di apeks, efusi pleura, dan pneumotoraks dapat terjadi. Pada Tb milier, nodul kecil yang tersebar luas(diameter 2-3 mm) secara difus menyebar ke seluruh paru dan mudah luput dari penglihatan.

Dosis obat antituberkulosis yang umum dan komplikasinya

Empat obat pertama dianggap sebagai ‘lini pertama’.

Rifampisin 400-600 mg/hari; tes fungsi hati abnormal. Memberi warna merah muda pada urin.

Page 12: MAKALAH PATOLOGI

Isonizid (INH) 300 mg/hari (dengan piridoksin 10 mg); neuropati perifer dan ensefalopati—sangat jarang, terjadi pada asetilator lambat dan merespons terhadap pirodiksin, seringkali diberikan sebagai profilaksis.

Pirazinamid 1,5-2,0 g/ hari: hepatotoksik (jarang namun berat). Etambutol 15 mg/kg/hari: neuritis optik disertai menurunnya penglihatan warna dan

ketejaman penglihatan. Tiasetazon 150mg/hari: gastrointestinal dan ruam kulit. Streptomisin 1 g/hari dalam bentuk suntikan intramuscular: vertigo dan tuli saraf.

Pada manula dan jika ada peningkatan ureum darah, dosisnya diturunkan menjadi 0,75 atau 0,5 g/hari untuk mempertahankan kadar dalam darah sebanyak 1-2 µg/ml.

Komplikasi obat lini kedua Etionamid: mual dan muntah; hepatotoksik. Sikloserin: neurotoksisitas disertai bingung dan depresi. Asam para-aminosalisilat: mual, muntah, dan ruam kulit.

Di negara berkembang, di mana murahnya harga obat menjadi prioritas, streptomisin, tiasetazon, dan isoniazid lebih sering digunakan. Misalnya, pengobatan selama dua minggu dengan streptomisin (1 g) dan isoniazid dosis tinggi 15 mg/kg) disertai pirodiksin selama 1 tahun agak efektif kecuali jika timbul masalah resistensi. Isoniazid plus tiasetazon sekali sehari efektif dalam 80-95% kasus.

Kortikosteroid

Indikasi pemberian steroid adalah pasien tuberkulosis yang sakit berat pada awal emoterapi, untuk meningitis tuberkulosis, dan pada tuberkulosis milier unutk mencegah fibrosis. Manfaat steroid selain dalam keadaan jiwa yang terancam dengan segera masih belum dapat dibuktikan dan mungkin tidak mempengaruhi morbiditas jangka panjang.

Page 13: MAKALAH PATOLOGI

BAB III

PENUTUP

Asma adalah penyakit peradangan saluran napas dan penyumbatan saluran napas yang

ditandai oleh adanya gejala interniten, termasuk mengi, rasa sesak di dada, kesulitan bernapas

(dispnea), dan batuk bersama dengan hiperresponsivitas bronkus.

Tuberkulosis adalah infeksi batang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-fast bacillus/

AAFB) Mycobacterium tuberculosis terutama mengenai paru, kelenjar getah bening, dan

usus.

Page 14: MAKALAH PATOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, Peter J., 1998, Asthma Basic Mechanisms and Clinical Management, Academic

Press, California.

Chandra, Budiman, 2011, Kontrol Penyakit Menular pada Manusia, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 51 – 53.

Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta, pp. 521 – 548, 565 – 571.

Kumar, Vinay, 2010, Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, Elsevier,

Philadelphia, pp. 688 – 692.

McPhee, Stephen J., 2006, Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran

Klinis, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 253 – 255.

Rubenstein, David, 2007, Lecture Notes Kedokteran Klinis Edisi Keenam, Penerbit

Erlangga, Jakarta, pp. 275 – 279, 290 – 292.

Sander, Mochamad Aleq, 2003, Patologi Anatomi Jilid 1, UMM Press, Malang, pp. 68

– 73.

Ward, J.P.T., 2008, At a Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua, Penerbit Erlangga,

Jakarta, pp. 54 – 57, 81.