makalah patfor yudis

20
MAKALAH UJIAN KASUS PATOLOGI FORENSIK KECELAKAAN LALU LINTAS Disusun Oleh: Yudistira Salwarahmadhan 1106015472 Penguji: dr. Oktavinda Safitry, SpF, MPdKed 1

Upload: yudistira-salwa

Post on 09-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

patfor

TRANSCRIPT

MAKALAH UJIAN KASUS PATOLOGI FORENSIK

KECELAKAAN LALU LINTAS

Disusun Oleh:Yudistira Salwarahmadhan1106015472

Penguji:dr. Oktavinda Safitry, SpF, MPdKed

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGALRUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL CIPTOMANGUNKUSUMOFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIANOVEMBER 2014Pernyataan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa makalah ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.

Jakarta, 9 Desember 2014

Yudistira Salwarahmadhan 1106015472

Daftar Isi

Surat Pernyataan2Daftar Isi3BAB I Pendahuluan4BAB II Ringkasan Kasus5BAB III Pembahasan Kasus6BAB IV Kesimpulan14Daftar Pustaka15

BAB IPENDAHULUANIlmu kedokteran forensik merupakan salah satu cabang dari ilmu kedokteran dan beririsan dengan perihal penegakkan keadilan. Sebagai dokter, ilmu forensik merupakan salah satu kompetensi wajib yang harus dimiliki oleh seorang dokter Indonesia. Terkait dengan ilmu kedokteran forensik, keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang dokter salah satunya adalah pemeriksaan korban mati, yaitu pemeriksaan kaku mayat, lebam mayat, luka-luka, pengambilan dan penyimpanan sampel, serta pembuatan visum et repertum atas korban mati.Makalah ini dibuat oleh penulis untuk membahas sebuah sebuah kasus patologi forensik tentang kekerasan tumpul yang menyebabkan kematian. Pemeriksaan korban dilakukan oleh penulis sendiri dengan supervise dari dokter residen jaga forensik. Penulis berharap dengan melakukan pemeriksaan dan penulisan makalah tentang kasus ini, penulis dapat belajar melakukan pemeriksaan dan analisa terhadap suatu kasus yang selanjutnya akan menjadi pengalaman yang berguna untuk penulis.

BAB IIRINGKASAN KASUSNo. Reg. Forensik/RSCM: 4994A/397-77-46No. Berkas Kasus: 1185/SK-I/XII/2014Waktu Pemeriksaan: Rabu, 3 Desember 2014, pukul 17.00 WIBTempat: Kamar Autopsi Jenazah Forensik RSUPN-CM Identitas KorbanNama: JJenis Kelamin: laki-lakiUsia: 22 tahunKewarganegaraan: IndonesiaPekerjaan: BuruhAlamat: Kp. Kalahang Timur RT/RW 015/03 Kel. Sindang Mandi Kec. Baros. Kab Serang BantenRiwayat KasusPada hari Selasa, 4 November 2014, ditemukan jenazah perempuan dengan usia kira kira 35-45 tahun di fly over Klender. Jenazah tersebut tiba di Instalasi Jenazah RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Rabu, 5 November 2014 pukul 03.50 WIB dan disertai dengan surat permintaan visum (SPV) dari Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Lalu Lintas Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur yang bernomor 31/XI/2014/LJT. SPV tersebut berisi permintaan untuk pemeriksaan mayat dan pembuatan surat keterangan ahli kedokteran kehakiman terhadap pemeriksaan tersebut. Pada SPV tersebut juga disebutkan bahwa keluarga korban telah memohon agar tidak dilakukan bedah mayat.

BAB IIIPEMBAHASAN KASUSA. Pembahasan Umum1. Prosedur MedikolegalKemampuan melakukan prosedur medikolegal adalah suatu hal yang mutlak dimiliki oleh dokter di Indonesia karena hal ini sudah diamanatkan dalam peraturan hukum yang berlaku dan diperkuat dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) 2012.1 Oleh karena itu, apabila sewaktu-waktu ditemukan kasus kematian dengan cara tidak wajar seperti korban pada kasus, sudah sepatutnya bagi dokter untuk membantu penyidikan sesuai keilmuannya apabila diminta agar kasus menjadi jelas.Amanat tersebut telah tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu:2 KUHAP pasal 133 ayat 1Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnyaPermintaan keterangan ahli tidak dibuat oleh sembarang orang. Permintaan ini dapat dibuat oleh penyidik dan harus memiliki indikasi yang jelas, yaitu untuk kepentingan peradilan terkait dugaan tindak pidana yang menyebabkan korban mengalami luka, keracunan, atau mati. KUHAP pasal 133 ayat 2Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayatBerdasarkan ayat tersebut, permintaan keterangan ahli harus dilakukan dalam bentuk tertulis dan harus jelas pemeriksaan apa yang dimintakan kepada dokter untuk dikerjakan. Permintaan tertulis inilah yang dalam praktik sehari-hari dituangkan dalam bentuk surat permintaan visum (SPV). Peraturan Pemerintah no.27 tahun 1983 juga telah mengatur lebih lanjut mengenai siapa saja yang berwenang membuat SPV. Pangkat minimal penyidik Polri setidaknya Letnan Dua, artinya minimal pangkat inilah yang bisa mengajukan SPV. Saat ini, pangkat tersebut ekuivalen dengan ajun inspektur polisi dua (AIPDA). Bila SPV ditandatangani penyidik yang berwenang, maka SPV tersebut sudah memenuhi kaidah tadi dan kemudian perlu diperhatikan komponen lainnya seperti pihak yang dituju, identitas korban, dan jenis pemeriksaan yang diminta.3Ketika sudah dipastikan sesuai, dokter dapat segera melakukan pemeriksaan dan membuat visum et repertum. Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan penyidik, berisi temuan dokter beserta pendapat dokter berdasarkan keilmuannya atas pemeriksaan yang dilakukannya terhadap manusia atau bagian tubuh manusia. Ada beberapa jenis visum, namun pada dasarnya terdiri atas tulisan Pro Justitia, pendahuluan, pemberitaan, kesimpulan, dan penutup.3,42. Tanda KematianSecara garis besar, kehidupan ditopang oleh tiga sistem utama, yaitu sistem saraf, sistem kardiovaskuler, dan sistem respirasi. Oleh karena itu, seseorang dikatakan mati apabila ketiga sistem ini berhenti berfungsi secara permanen. Berdasarkan informasi ini, maka tanda awal yang akan ditemukan pada orang yang sudah mati adalah:3 Henti nafas Denyut nadi/detak jantung tidak ada Kulit pucat Relaksasi otot Segmentasi pembuluh darah retina Pengeringan kornea sehingga menjadi keruhSetelah itu, barulah kemudian muncul berbagai tanda-tanda kematian yang lebih lanjut dan pasti. Lebam mayat/livor mortisLebam mayat terjadi akibat adanya gaya gravitasi sehingga ada kecenderungan darah untuk berkumpul di bagian tubuh yang lebih rendah sehingga akan terbentuk bercak keungungan pada bagian tersebut. Lebam mayat mulai muncul kira-kira 20-30 menit setelah kematian dan akan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum 8-12 jam, lebam mayat umumnya masih hilang dengan penekanan. Selain itu, apabila darah masih tetap cukup cair, perubahan posisi mayat dapat menyebabkan terbentuknya lebam baru biarpun 24 jam sudah berlalu. Dengan demikian, apabila ditemukan lebam pada bagian tubuh depan dan belakang sekaligus, maka posisi mayat sudah berubah dari posisi awal saat kematian.3Lebam mayat juga bisa dimanfaatkan untuk membantu memperkirakan sebab kematian. Pada kasus keracunan karbon monoksida dan sianida, lebam mayat akan menjadi merah terang. Sementara itu, lebam mayat akan cenderung berwarna kecoklatan pada kasus keracunan anilin, nitrit, nitrat, dan sulfonal.3 Kaku mayat/rigor mortisKaku mayat terjadi terkait dengan fakta bahwa dalam proses kontraksi dan relaksasi serabut otot, diperlukan ATP. Apabila tidak ada ATP, siklus tersebut akan terhambat sehingga terjadi kekakuan. Pada orang yang sudah mati, ATP yang masih mungkin diproduksi berasal dari cadangan glikogen sehingga bila sudah habis, kaku mayat akan mulai muncul.3Oleh karena itulah keadaan ini umumnya baru muncul 2 jam setelah kematian dan dimulai dari otot-otot kecil di bagian luar. Kaku mayat menjadi lengkap setelah 12 jam dan keadaan ini akan dipertahankan selama 12 jam. Setelah itu, kaku akan mulai menghilang karena jaringan otot yang mulai rusak akibat lisis maupun pembusukan.3 Penurunan suhu tubuh/algor mortisPenurunan suhu tubuh terjadi karena sudah tidak ada lagi metabolisme yang terjadi pada tubuh sehingga tidak ada kalor yang diproduksi. Sementara itu, panas yang masih tersisa akan berpindah secara radiasi, konduksi, konveksi, maupun evaporasi. Grafik penurunan suhu tubuh berbentuk sigmoid dan dapat dimanfaatkan juga untuk membantu memperkirakan waktu kematian.3 Pembusukan/decompositionPembusukan umumnya terjadi akibat kerja bakteri yang ada pada tubuh, namun bisa juga merupakan proses steril yang diperantarai oleh enzim-enzim pada sel manusia itu sendiri yang lepas dan melisiskan jaringan disekitarnya (autolisis). Pembusukan umumnya tampak mulai 24 jam setelah kematian. Pada pembusukan, dihasilkan banyak gas-gas alkane, HCN, dan H2S sehingga rongga tubuh akana terisi banyak gas. Hal ini bisa dilihat dari adanya pembengkakan pada berbagai bagian tubuh. Warna kulit cenderung menjadi hijau kehitaman dan dapat ditemukan larva lalat, mulai kira kira 36-48 jam setelah kematian.3 Adiposera/lilin mayatAdiposera terbentuk dari hidrogenasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk asam lemak jenuh yang kemudian bercampur dengan sisa sisa otot, jaringan ikat, dan jaringan saraf. Apabila dilihat, adiposera ini berwarna keputihan, lunak, atau berminyak sehingga terapung di air.3 MumifikasiMumifikasi terjadi pada mayat yang mengalami dehidrasi di lingkungan dengan kelembaban rendah sehingga dengan cepat akan menjadi kering jaringan tubuhnya dan pembusukan menjadi terhenti. Karena kering, jaringankemudian menjadi keras, keriput, dan tidak membusuk.33. Kecelakaan Lalu LintasKetentuan mengenai lalu lintas sebaiknya mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Definisi dan penggolongan kecelakaan lalu lintas juga sudah diatur dalam undang-undang ini. UU No. 22 Tahun 2009, pasal 1 ayat 24Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. UU No. 22 Tahun 2009, pasal 229(1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atauc. Kecelakaan Lalu Lintas berat.(2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang.(3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraandan/atau barang.(4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.(5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan jalandan/atau lingkungan.4. Luka pada Kekerasan TumpulKekerasan tumpul dapat menyebabkan memar, luka lecet, maupun luka robek. Pada tulisan ini, memar dan luka lecet akan difokuskan sesuai dengan temuan pada korban. MemarMemar adalah perdarahan pada jaringan di bawah kulit yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Memar terjadi akibat kekerasan tumpul. Memar paling sering terjadi pada jaringan lemak di bawah kulit, namun dapat terjadi pada jaringan yang lebih dalam sehingga tidak terlihat saat pemeriksaan.5Ada beberapa faktor yang mempengaruhi memar misalnya adalah ruang, waktu, gravitasi, kerentanan pembuluh darah, keadaan hemostasis, dan lokasi memar. Pengaruh waktu misalnya pada perubahan warna memar, dari warna merah atau ungu yang akan menjadi kehijauan pada sekitar keempat atau lima dan kemudian akan menjadi kuning pada hari ketujuh hingga sepuluh, baru kemudian menghilang pada hari keempatbelas. Mekanisme perubahan warna ini terkait sel darah merah yang hancur dan kemudian melepaskan hemoglobin yang akan didegradasi oleh enzim pada tubuh menjadi beberapa senyawa, misalnya hemosiderin, bilirubin, dan biliverdin. Proses ini memberikan variasi warna pada memar.5Sementara itu, contoh dampak gravitasi adalah pada memar kelopak mata dan sekitarnya yang bisa disebut sebagai black eye. Darah yang ada akan turun akibat adanya gravitasi dan mengisi tempat di bawahnya sehingga dapat membuat pemeriksa salah mengira bahwa trauma terjadi pada mata, padahal sebenarnya belum tentu.6Luka LecetLuka lecet terjadi akibat sentuhan dengan benda yang kasar sehingga melukai/merusak jaringan epidermis. Luka lecet dapat dibagi menjadi luka lecet gores, luka lecet tekan, dan luka lecet geser. Perbedaan ini muncul tergantung dari arah gaya dari benda yang bersentuhan dengan kulit.3,5Pola luka lecet, bisa membentuk pola khusus atau unik sehingga bisa menunjang penyidikan. Selain itu, dapat juga ditemukan serpihan benda asing terkait dengan benda penyebab luka lecet tersebut, misalnya aspal, dan tanah.3,6Luka RobekPada kasus kekerasan tumpul, luka terbuka yang muncul memiliki sifat tepi yang tidak rata, bisa memiliki jembatan antar jaringan dengan dasar luka yang juga cenderung tidak beraturan. Karena ini kekerasan tumpul, pada sekitar luka terbuka juga bisa ditemukan luka lecet dan memar. Luka robek memiliki sifat demikian karena terkait mekanisme terjadinya, yaitu akibat regangan kulit yang terlampaui sehingga gaya yang ada akan dengan paksa merobek kulit. Robekan demikian bisa dianalogikan merobek kertas tanpa bantuan apapun. Pada kasus demikian, robekannya cenderung tidak rapi.35. Trauma KepalaTrauma kepala salah satu penyebab kematian pada berbagai kasus kecelakaan. Pada trauma kepala, dapat terjadi fraktur maupun tanpa fraktur. Fraktur yang ada juga tidak selalu dapat ditemukan, misalnya pada fraktur basis cranii. Fraktur pada lokasi ini umumnya bisa dideteksi dengan adanya gejala seperti keluarnya darah dan cairan otak melalui hidung dan telinga. Bisa muncul memar pada sekitar mata yang disebut raccoon eyes, dan bisa juga muncul memar demikian di belakang telinga yang disebut battles sign.7Pada kasus trauma kepala, dapat juga terjadi cedera pada jaringan otak dan dapat terjadi perdarahan di dalam jaringan otak atau di sekitar selaput pembungkus otak, baik dengan atau tanpa fraktur. Perdarahan yang terjadi dapat bermanifestasi sebagai hematoma epidural, hematoma subdural, dan perdarahan subarachnoid. Hematoma epidural merupakan perdarahan di antara tengkorak dan duramater akibat pecahnya arteri meningea media. Sementara itu, hematoma subdural terjadi akibat kerusakan vena sehingga ada perdarahan antara duramater dan arachnoid. Perdarahan subarachnoid sendiri sebenarnya lebih sering terjadi akibat pecahnya aneurisma, namun bisa juga terjadi akibat trauma.7Semua jenis-jenis perdarahan yang disebutkan di atas akan menuju kepada satu keadaan patologis yang sama, yaitu peningkatan tekanan intrakranial dan terjadinya herniasi. Herniasi inilah yang umumnya menyebabkan kematian pada korban, terutama herniasi yang sudah menekan batang otak.7B. Pembahasan Khusus1. Prosedur MedikolegalPada kasus, permintaan visum sudah sesuai karena dibuat secara tertulis dan memuat data sebagai berikut: Institusi pengirim: Polri Daerah Metro Jaya Direktorat Lalu Lintas Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur Nomor surat: 31/XI/2014/LJT Tujuan surat: Direktur RSCM IdentitasNama: Ny. BUsia: 48 tahunJenis kelamin: perempuanKewarganegaraan: IndonesiaPekerjaan: swastaAlamat: Jl. Pisangan Baru RT 05/11 Pisangan Baru Matraman Jaktim Ditemukan di: fly over Klender Dugaan: kecelakaan lalu lintas Permintaan penyidik: Pemeriksaan mayat dan pembuatan visum et repertum. Jabatan pengirim: Kepala Satuan Lalu Lintas Wilayah Jakarta Timur

2. Identifikasi JenazahJenazah adalah perempuan, berkulit sawo matang, ras mongoloid. Tidak ditemukan label mayat dari polisi. Jenazah mengenakan kaos lengan pendek berwarna merah bermerek Batitu tanpa ukuran dan celana panjang berbahan kaus berwarna biru tanpa merek dan tanpa ukuran. Selain itu, korban juga mengenakan pakaian dalam berupa sehelai bra berwarna ungu berbahan katun dengan merek Sport Bra tanpa ukuran dan celana dalam berbahan katun warna merah muda tanpa merek dan tanpa ukuran.

3. Tanda Kematian dan Perkiraan Waktu KematianDitemukan kaku mayat pada seluruh tubuh yang mudah dilawan pada jenazah. Berdasarkan ini, perkiraan waktu kematian adalah 2-12 jam. Lebam mayat ditemukan pada punggung dan hilang pada penekanan. Berdasarkan ini, perkiraan waktu kematikan korban adalah di bawah 8-12 jam. Mayat sendiri juga sudah tiba di bagian Forensik FKUI-RSCM sejak kira kira 4 jam sebelum pemeriksaan. Bila ketiga informasi ini digabungkan, maka perkiraan waktu kematian korban adalah 4-12 jam sebelum pemeriksaan dilakukan, yaitu hari Selasa, 4 November 2014 pukul 20.00 WIB hingga Rabu, 5 November 2014 pukul 03.50 WIB.

4. Hasil PemeriksaanPada pemeriksaan luar, ditemukan patah tulang dan luka-luka pada korban, antara lain: Patah tulang teraba pada tungkai bawah kanan, bagian dua pertiga bawah. Luka terbuka tepi tidak rata pada dahi dan bibir. Luka lecet disertai memar pada wajah, anggota gerak atas kiri dan kanan, dada, pinggang, dan anggota gerak bawah kiri dan kanan. Memar berwarna ungu kehitaman pada kelopak bawah mata kanan dan tungkai bawah kiri, serta memar berwarna biru pada paha kanan. Darah keluar dari lubang hidung, mulut, dan telinga kiri.

5. Sebab dan Mekanisme KematianBila temuan pada korban dikaitkan dengan informasi pada SPV, maka perkiraan sebab kematian korban adalah trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas. Ada kemungkinan terjadi fraktur basis cranii berdasarkan informasi ada darah keluar dari lubang hidung dan telinga kiri.

BAB IVKESIMPULANPada pemeriksaan mayat perempuan berusia kira-kira 35-45 tahun dan bergolongan darah B ini ditemukan patah tulang tungkai bawah kanan, luka terbuka pada wajah, luka lecet pada wajah, badan, dan keempat anggota gerak, serta memar pada wajah dan keempat anggota gerak akibat kekerasan tumpul.Perkiraan saat kematian ialah kira kira 4-12 jam sebelum pemeriksaan dilakukan, yaitu antara hari Selasa, 4 November 2014 pukul 20.00 WIB hingga Rabu, 5 November 2014 pukul 03.50 WIB. Sebab kematian tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan bedah mayat.

Daftar Pustaka

1. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2012.2. Safitry O. Kompilasi Peraturan Perundang-undangan terkait Praktik Kedokteran. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.3. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Munin TWA, Sidhi, Hertian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.4. Safitry O. Mudah Membuat Visum Et Repertum Kasus Luka. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.5. Saukko P, Knight B. Knight's Forensic Pathology. Florida: CRC Press; 2004.6. Stark MM. Clinical Forensic Medicine A Physicians Guide. 2nd ed. New York: Humana Press; 2005. 7. Brunicardi CF, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB, et al. Schwartzs Principles of Surgery. 10th ed. New York: McGraw-Hill; 2014.15