makalah muskuloskeletal

54
Yossie Firmansyah 102010328/ F2 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510 Pendahuluan Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas/ keutuhan tulang. Fraktur merupakan salah satu masalah kedaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah dan bencana alam yang terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban. Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Upload: yossiehuang

Post on 07-Dec-2015

99 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

Page 1: makalah muskuloskeletal

Yossie Firmansyah

102010328/ F2

Mahasiswi

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas/ keutuhan tulang. Fraktur

merupakan salah satu masalah kedaruratan yang harus segera ditangani. Berbagai musibah

dan bencana alam yang terjadi di Indonesia menuntut kita untuk belajar dan mencari tahu

lebih dalam tentang penanganan medis bagi para korban.

Salah satu masalah yang sering dialami para korban adalah kasus patah tulang, selain luka-

luka tentunya. Namun keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana menolong korban patah

tulang, membuat kita hanya bisa terdiam karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Masalah-masalah fraktur yang banyak terjadi antara lain adalah fraktur pada kaki dan tangan.

Misalnya, pada bagian femur dan distal tangan.

Anamnesis

Penyakit sistem muskuloskeletal bisa bermanifestasi sebagai:

Nyeri (khususnya pada sendi)

Deformitas;

Pembengkakan

Mobilitas berkurang

Page 2: makalah muskuloskeletal

Fungsi menurun (misalnya tak dapat berjalan)

Gambaran sistemik seperti ruam atau demam1

1. Data demografi. Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis

transportasi yang digunakan, dan orang yang terdekat dengan klien.

2. Keluhan utama: keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri, dan gangguan

neurosensori.

3. Riwayat perkembangan. Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada

neonates, bayi, prasekolah, remaja, dewasa, dan tua.

Adakah riwayat kelainan sendi atau tulang sebelumnya? Pernahkah pasien menjalani

operasi seperti penggantian sendi?

4. Obat-obatan. Tanyakan pada pasien mengenai analgesik, OAINS, kortikosteroid,

imunosupresan lain, penisilamin, emas, dan klorokuin.

5. Penyelidikan fungsional. Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik

penyakit seperti demam, penurunan berat badan, ruam.

Adakah penyakit genitourinarius atau saluran cerna (misalnya pada sindrom Reiter)?

6. Riwayat sosial. Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar

terus menerus dengan agent tertentu dalam pekerjaannya, status kesehatannya

dipengaruhi.

7. Riwayat penyakit keturunan. Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk

menentukan hubungan genetic yang perlu diidentifikasi (misalnya penyakit diabetes

mellitus merupakan predisposisi penyakit sendi degenerative; TBC, arthritis, riketsia,

osteomielitis, dll).

8. Riwayat diet (nutrisi). Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini

dapat mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya

instabilitas ligament, khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan

kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu

makan sehari-hari dan konsumsi vitamin A, D, kalsium, serta protein yang merupakan

zat untuk menjaga kondisi musculoskeletal.

9. Aktivitas kegiatan sehari-hari. Identifikasi pekerjaan pasien dan aktivitasnya sehari-

hari. Kebiasaan membawa benda-benda berat yang menimbulkan regangan otot dan

trauma lainnya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun.

Fraktur atau trauma dapat timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri

sendi tangan dapat timbul akibat olahrga tenis. Penakaian hak sepatu yang terlalu

Page 3: makalah muskuloskeletal

tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi.

Perlu dikaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada

sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda, tongkat, walker).

10. Riwayat kesehatan masa lalu. Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data

tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap musculoskeletal (jatuh,

infeksi, trauma dan fraktur), cara penanggulangan, dan penyakit (diabetes mellitus).

11. Riwayat kesehatan sekarang. Sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma.

Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbul

untuk pertama kalinya atau berulang, lokasi, obat yang diminum, dan cara

penanggulangan. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem

lainnya. Kaji klien mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau mengunjungi

fasilitas kesehatan. keluhan utama pasien dengan gangguan musculoskeletal meliputi:

a. Nyeri. Identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,

sendi, fasia, atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk

atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit

berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur

atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas/

gerakan. Nyeri saat bengkak merupakan suatu tanda masalah persendian.

Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi

pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah

nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.

b. Kekuatan sendi. Tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya

kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberpa kondisis seperti

spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa hari sekali. Bagaimana

dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya

meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasme otot.

c. Bengkak. Tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai

dengan nyeri, karena bangkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot.

Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan,

tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan

meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada panas

atau kemerahan karena tanda tersebut menujukkan adanya inflamasi, infeksi, atau

cedera.

Page 4: makalah muskuloskeletal

d. Deformitas dan imobilitas. Tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau

bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin membururk

dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien

menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll).

e. Perubahan sensori. Tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh

tertentu. Apakah menurunnya rada atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.

Penekanan pada saraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur

dapat menyebabkan menurunnya sensasi.2

Pemeriksaan fisik

Keadaan umum dan kesadaran, keadaan integument (kulit dan kuku), kardiovaskular

(hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas/ kesemutan), keadaan

ekstremitas, dan hematologi.

Observasi/ temukan

Letak fraktur

Nyeri, nyeri tekan, edema

Kulit terbuka atau utuh

Warna dan suhu tubuh disekitar jaringan

Adanya denyutan distal pada daerah patah tulang

Kebas, kesemutan

Pendarahan, hematoma

Keterbatasan, keterbatasan mobilitas

Posisi ekstremitas abnormal

Tanda-tanda syok: hipotensi, takikardia3

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis untuk menghindari kesalahan.

Jika mungkin, gunakan ruangan yang cukup luas sehingga pasien dapat bergerak bebas saat

pemeriksaan gerakan atau berjalan. Teknik inspeksi dan palpasi dilakukan untuk

mengevaluasi integritas tulang, postur tubuh, fungsi sendi, kekuatan otot, cara berjalan, dan

kemampuan pasien melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Dasar pengkajian adalah perbandingan simetris bagian tubuh. kedalaman pengkajian

bergantung pada keluhan fisik pasien dan riwayat kesehatan dan semua petunjuk fisik yang

ditemukan. Pemeriksa harus melakukan eksplorasi lebih jauh. Hasil pemeriksaan fisik harus

didokumentasikan dengan cermat dan informasi tersebut diberitahukan kepada dokter yang

akan menentukan diagnosis dan penatalaksanaan lebih lanjut.

Page 5: makalah muskuloskeletal

Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu:

1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi.

2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang.

3. Pemendekan ekstremitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara

anatomis.

4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba

krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang.

Periksa tangan

Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, kelainan kuku, nyeri tekan sendi

(termasuk ‘menekan’ lembut di sekitar sendi MCP), dan pembengkakan.

Cari pengecilan otot (misalnya tonjolan tenar atau hipotenar) dan fasikulasi. Periksa

gerak: fleksi, ekstensi, aduksi, dan oposisi ibu jari. Periksa fleksi, ekstensi, aduksi, dan

abduksi jari tangan. Kepalkan tangan dan lakukan gerak mencubit. Periksa fungsi tangan

pasien (misalnya menulis dan mengancingkan pakaian).

Periksa pergelangan tangan

Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas sendi, bengkakan, dan nyeri tekan. Periksa

gerak fleksi, ekstensi, deviasi ulnaris, dan deviasi radialis.

Periksa siku

Lakukan inspeksi untuk mencari deformitas. Periksa gerak fleksi, ekstensi, pronasi dan

sejenisnya.

Pengkajian sistem persendian

Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerakan sendi baik aktif

maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan.

Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 202

Pemeriksaan sendi menggunakan alat goniometer, yaitu busur derajat yang dirancang khusus

untuk evaluasi gerak sendi.

Penyebab deformitas sendi

1. Kontraktur (pemendekan struktur sekitar sendi)2. Dislokasi (lepasnya permukaan sendi)3. Subluksasi (lepasnya sebagian permukaan sendi)4. Disrupsi struktur sekitar sendi

Page 6: makalah muskuloskeletal

1. Jika sendi diekstensi maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas gerakan ini

dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal,

patologik sendi, kontraktur otot dan tendon sekitarnya.

2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyerim harus diperiksa adanya

kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan, dan inflamasi. Tempat

yang paling sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan member informasi mengenai

integritas sendi. Suara “gemelutu” dapat menunjukkan adanya ligament yang

tergelincir di antara tonjolan tulang.

Pengkajian sistem otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan

koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan

berbagai kondisi seoeru polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis, poliomyelitis,

dan distrofi otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitas rileks dan digerakkan secara pasif, tonus

otot akan terasa. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien menggerakkan

ekstremitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien

meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan

oleh perawat.

Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat edema

atau pendarahan, penurunan ukuran akibat atrofi, dan dibandingkan ekstremitas yang sehat.

Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ekstremitas, pada lokasi yang sama, pada

posisi yang sama, dan otot dalam keadaan istirahat.

Kotak Gradasi ukuran kekuatan otot

0 zero Tidak ada kontraksi saat palpasi, paralisis

1 trace Terasa adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada

gerakan

2 poor Dengan bentuan atau menyangga sendi dapat

melakukan gerakan sendi (range of motion,

ROM) secara penuh

3 fair Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)

secara penuh dengan melawan gravitasi,

Page 7: makalah muskuloskeletal

tetapi tidak dapat melawan tahanan

4 good Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)

secara penuh dan dapat melawan tahanan

yang sedang.

5 normal Dapat melakukan gerakan sendi (ROM)

secara penuh dan dapat melawan gravitasi

dan tahanan

Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 212

Pemeriksaan diagnostic/ penunjang

Rontgen untuk mengetahui lokasi dan luas cedera, CT scan, MRI, arteriogram,

pemindaian tulang, darah lengkap, kreatinin, dan pemeriksaan laboratorium lengkap untuk

persiapan operas.

Pemeriksaan laboratorium

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat

pendarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.

Pada masa penyembuhan Ca dan P mengikat di dalam darah.

Uji Nilai Normal Dewasa Abnormalitas

Kalsium serum 8-10,5 mg/ dl atau 4,5-5,5

mg/l

Hiperkalsemia: metastase

kanker pada tulang, stadium

penyembuhan fraktur

Hipokalsemia: osteoporosis,

osteomalasia

fosfor 2,5-4,0 mg/ dl dalam serum Hiperfosfatemia: fase

penyembuhan fraktur, tumor

tulang, akromegali

Hipofosfatemia: osteomalasia

Alkalin fosfatase 30-90 IU/ I Meningakt: metastase kanker

pada tulang, osteomalasia,

oenyakit paget

Laju endap darah (LED) Westergen

Pria: 0-15 mm/ jam

Wanita: 0-20 mm/ jam

Meningkat: infeksi/

peradangan, karsinoma,

kerusakan pada sel

Page 8: makalah muskuloskeletal

Wintrobe

Pria: 0-9 mm/ jam

Wanita: 0-15 mm/ jam

Enzim otot (creatine

phospokinase)

15-150 IU/ I Meningkat: trauma otot,

distrofi otot progesif, efek

elektromiografi

LDH (lactate dehidrogenase) 60-150 IU/ I Meningkat: nekrosis otot

skeletasl, karsinoma, distrofi

otot progesif

SGOT (serum glutamic

oxalotransminase)

10-50 mu/ ml Meningkat: trauma otot

skeletal, distrofi otot progesif

aldolase 1,3-8,2 U/ al Meningkat: poliomyelitis dan

dermatomiositis, distrofi otot

Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 232

Pemeriksaan sinar-X

Pemeriksaan sinar-X penting untuk mengevaluasi kelainan musculoskeletal. Sinar-X

menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X

multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X

korteks tulamg dapat menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas.

Sinar-X sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, penyempitan, dan perubahan

struktur sendi. Pemeriksaan sinar-X tulang tidak memerlukan persiapan khusus bagi pasien.

Computed tomography (CT scan)

Prosedur ini menunjukkan rincian bidang tertentu dari tulang yang sakit dan dapat

memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Pemeriksaan ini

digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya payah tulang di daerah yang sulit

dievaluasi, misalnya asetabulum. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa zat kontras dan

berlangsung sekitar 1 jam.

Biopsy

Specimen pada biopsy tulang diambil secara mikroskopik. Ada dua teknik, yaitu

tertututp menggunakan jarum dan terbuka dengan insisi. Biopsy dilakukan untuk menentukan

Page 9: makalah muskuloskeletal

struktur dan komposisi tulang, otot, sinovium untuk membantu menentukan penyakit tertentu.

Persiapan pasien meliputi pemberian penjelasan tentang prosedur yang digunakan.

Perawatan setelah pemeriksaan:

1. Observasi pendarahan dan edema. Jika terjadi pendarahan dan edema, beri kompres

es.

2. Pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri atau tidak nyaman.

3. Observasi tanda-tanda vital tiap 2-4 jam.

4. Ganti balutan tiap hari, sekaligus observasi tanda infeksi.

Elektromiografi (EMG)

Pemeriksaan ini member informasi mengenai potensi listrik otot dan sarafnya. Tujuan

prosedur ini adalah menentukan setiap abnormalitas fungsi unit. Pasien perlu dijelaskan

bahwa prosedur ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman karena jarum electrode masuk ke

otot.

Perawatan setelah pemeriksaan:

1. Beri kompres hangat, dapat membantu mengatasi rasa nyeri.

2. Jika terjadi hematoma pada bekas tusukan jarum, beri kompres dingin.

Atroskopi

Artroskopi merupakan prosedur endoskopis yang memungkinkan pandangan

langsung ke dalam sendi. Prosedur ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan

perlu injeksi anestesi local atau anestesi umum. Jarum dengan lubang besar dimasukkan dan

sendi diregangkan dengan memasukkan cairan salin. Artroskop kemudian dimasukkan.

Struktur sendi, sinovium, dan permukaan sendi dapat dilihat melalui artroskop. Setelah

prosedur dilakukan, luka ditutup dengan balutan steril. Sendi dibalut dengan balutan tekan

untuk menghindari terjadinya pembengkakan. Jika perlu, kompres dengan es untuk

mengurangi edema dan rasa tidak nyaman. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi,

hemartrosis, tromboflebitis, bengkak sendi, dan penyembuhan luka yang lama.

Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI adalah teknik pencitraan khusus yang non-invasif, menggunakan medan magnet,

gelombang radio, dan computer untuk melihat abnormalitas berupa tumor atau penyempitan

jalur jaringan lunak, seperti otot, tendon, dan tulang rawan. Oleh karena yang digunakan

Page 10: makalah muskuloskeletal

electromagnet, pasien yang mengenakan implant logm, brace, atau pacemaker tidak dapat

menjalani pemeriksaan ini.

Ultrasonografi (USG)

Prosedur USG dilakukan untuk mendeteksi gangguan pada jaringan lunak (adanya

massa, dll). Pemeriksaan USG menggunakan sistem gelombang suara yang menghasilkan

gambaran jaringan yang diperiksa.

Angiografi

Angiografi pemeriksaan struktur vascular. Arteriografi adalah pemeriksaan sistem

arteri. Suatu bahan kontras radiopaque diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan alirannya

difoto dengan sinar-X. prosedur ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan

untuk tingkat amputasi yang dilakukan.

Artrografi

Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat

struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkkan dalam kisaran pergerakannya

sambil diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat berguna untuk mengidentifikasi

adanya robekan akut atau kronis kapsul sendi atau ligament penyangga lutut, bahu, tumit,

pinggul, dan pergelangan tangan. Jika terdapat robekan, bahan kontras akan mengalami

kebooran keluar dari sendi dan akan telihat melalui sinar-X. Setelah dilakukan artrogram,

sendi diimobilisasi selama 12-14 jam dan diberi balutan tekan elastic.

Artrosentesis (aspirasi sendi)

Prosedur ini dilakukan untuk memperoleh cairan synovial untuk keperluan

pemeriksaan atau untuk menghilangkan nyeri akibat efusi. Dengan menggunakan teknik

asepsis, dokter memasukkan jarum ke dalam sendi dan melakukan aspirasi cairan.

Selanjutnya, dipasang balutan steril setelah dilakukan aspirasi.

Normalnya, cairan synovial jernih, pucat berwarna sperti jerami, dan volumenya

sedikit. Cairan tersebut lalu diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna,

kejernihan, dan adanya bekuan musin. Selanjutnya, diperiksa secara mikroskopis untuk

memeriksa jumlah sel, mengidentigikasi sel , pewarnaan gram, dan elemen penyusunnya.

Pemeriksaan cairan synovial sangat berguna untuk mendiagnosis arthritis rheumatoid, atrofi,

inflamasi lain, dan adanya hemartrosis.1,2

Page 11: makalah muskuloskeletal

Pengertian fraktur

Menurut definisi, fraktur adalah putusnya kesinambungan suatu tulang, umumnya

akibat trauma, tetapi faktor lain seperti proses degenerative juga dapat berpengaruh terhadap

kejadian fraktur. Trauma yang cukup untuk menyebabkan fraktura, hampir tak dapat

dielakkan menimbukan cedera jaringan lunak. Sehingga untuk penilaian fraktura akut dan

rehabilitasi setelah fraktura, maka diperlukan pengetahuan tentang komponen otot, vascular

dan neurologi cedera. Lebih lanjut, banyak fraktura akibat trauma hebat, serta evaluasi

neurologi, pernapasan, sirkulasi, abdomen dan genitourinarius sering merupakan komponen

perawatan lengkap.5

Fraktur adalah suatu patahan pada kontunuitas struktur tulang berupa retakan,

pengisutan ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser. Fraktur

digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.4

Klasifikasi fraktur2,5

Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan

disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.

1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan di sekitar

Fraktur dapat dibagi menjadi:

a. Fraktur tertutup (closed/ simple), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen

tulang dengan dunia luar, tidak merusak kulit di atasnya.

b. Fraktur terbuka (open/ compound/ kompleks/ komplikata) bila terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di

kulit, merusak kulit di atasnya. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat ( R.

Gustillo), yaitu:

Derajat I:

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II:

Laserasi > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulse

Fraktur kominutif sedang

Page 12: makalah muskuloskeletal

Kontaminasi sedang

Derajat III:

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan

neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III

terbagi atas:

i. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/ flap/ avulse atau fraktur segmental/ sangat

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat

besarnya ukuran luka.

ii. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi massif.

iii. Luka pada pembuluh arteri/ saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa

melihat kerusakan jaringan lunak.

2. Berdasarkan bentuk patahan tulang

a. Transversal

Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau

bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah

dikontrol dengan pembidaian gips.

b. Spiral

Fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas

atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan

jaringan lunak.

c. Oblik

Fraktur yang memiliki patahan arahanya miring dimana garis patahnya

membentuk sudut terhadap tulang.

d. Segmental

Faktur berdekaran pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada

yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah/

e. Kominuta

Fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan

dengan lebih dari dua fragmen tulang (fragmen multiple).

f. Greenstick

Page 13: makalah muskuloskeletal

Fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap di mana korteks

tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur jenis ini sering

terjadi pada anak-anak di mana tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur

dapat berupa bengkokan tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya.

Tulang dapat juga melengkung tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur

torus).

g. Fraktur Impaksi

Fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada di

antaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya. Fragmen-

fragmen saling tertekan satu sama lain, tanpa adanya garis fraktur yang jelas

(ada fragmen yang terpendam dalam substansi yang lain).

h. Fraktur Kompresi

Dimana tulang itu hancur, umumnya mengenai tulang vertebra.

i. Fraktur Depresi

Fraktur yang fragmen tulangnya terdorong ke dalam (tulang terngkorak dan

wajah).

j. Fraktur Fissura

Fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen

biasanya tetap ditempatnya setelah tindakan reduksi.

3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis6

Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian

ini relative lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada

anak-anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis

juga kebanyakan terjadi karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas

olahrga. Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis

adalah klasifikasi fraktur menurut Salter—Harris:

Tipe I

- Fraktur melewati lempeng pertumbuhan tanpa termasuk metafisis atau epifisis

- Terjadi dengan cedera traumatic ringan, paling sering pada fibula distal

- Prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.

Tipe II

Page 14: makalah muskuloskeletal

- Fraktur meluas melalui sebagian lempeng pertumbuhan,termasuk metafisis.

- Terjadi sebagai akibat dari trauma berat seperti kecelakaan mobilm jatuh daru papan

luncur (radius distal dan humerus proksimal).

- Prognosis juga sangat baik dengan reduksi tertutup.

Tipe III

- Fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian secara

transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan.

- Terjadi selama trauma berat secara moderat (humerus)

- Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.

Tipe IV

- Fraktur melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis.

- Terjadi sebagai alonat dari jatuh, kecelakaan papan perluncur atau sepeda.

- Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai risiko gangguan pertumbuhan lanjut

yang lebih besar (kerusakan serius).

Tipe V

- Lempeng pertumbuhan mengeras (cedera, remuk)

- insidens dari gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur dapat dilihat pada gambar

berikut ini:

Gambar 1. Fraktur Berdasarkan Hubungan Tulang

Page 15: makalah muskuloskeletal

Sumber: http://pertolonganpertamanya.blogspot.com/2009/04/pertolongan-pertama-pada-

patah-tulang.html

Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang

Sumber: http://dadangoblog.blogspot.com/2011/06/fraktur.html

http://dadangoblog.blogspot.com/2011/06/fraktur.html

Gambar 3 Fraktur menurut Salter-Harris

Sumber: http://drhasan.wordpress.com/2009/02/01/fraktur-pada-anak/

Working Diagnosis

Fraktur regio antebrachii dekstra

Seperti dalam daerah skeleton lain, fraktura tangan diklasifikasi sebagai terbuka atau

tertutup serta oleh jenis dan tempat garis fraktura. Di samping itu, fraktura harus dinamai

sebagai intraartikular atau ekstraartikular, jika suatu sendi terlibat. Pada anak yang sedang

tumbuh, uraian epifisis mungkin perlu dicakup. Jika fraktura atau dislokasi dicurigai, maka

pemeriksaan fisik seharusnya mencakup uraian pembengkakan dan nyeri tekan local, rentang

gerakan, keselarasan rotasi dan angulasi serta keadaan neurovascular.

Fraktur radius dan ulna distal

Page 16: makalah muskuloskeletal

Radius dan ulna distal sering fraktur bila pasien jatuh di atas ekstremitas atas. Pada

anak yang sedang tumbuh, epifisis radius distal mungkin terlokasi. Diagnosis dikonfirmasi

dengan rontgenografi, serta reposisi tertutup biasanya mudah dicapai di bawah anestesi blok

local atau tanpa anestesi. Gips lengan yang panjang dipasang selama 3 minggu serta gips

lengan yang pendek untuk tambahan 3 minggu lagi.5

1. Apabila kemampuan pronasi dan supinasi ingin dipertahankan pada lengan bawah,

reduksi yang mendekati anatomis dari kedua fraktur harus dikerjakan.

2. Pada anak-anak dengan kemampuan mereka yang besar untuk tumbuh dan

remodeling, beberapa tingkatan perubahan letak dapat diterima.

3. Pada orang dewasa, hanya sedikit pemendekan anatomis pada reduksi yang dapat

diterima.

4. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal diindikasikan jika posisi yang baik yang

didapat pada reduksi tertutup tidak dapat dipertahankan dengan plester.7

Fraktur radius distal yang paling lazim adalah fraktur Colles, fraktura transversa

radius dan ulna distal dengan pergeseran dorsal dan radial fragmen distal. Apeks fraktura

terletak volar. Cedera ini paling lazim dalam individu tua.

Pemeriksaan menunjukkan nyeri tekan local, pembengkakan, gerakan terbatas,

mungkin krepitus dan kompresi nervus medianus. Rontgenogram mengidentifikasi kekacauan

permukaan sendi radius. Kebanyakan fraktura radius dan ulna distal dapat diterapi dengan

anesti local atau regional serta manipulasi. 5

Differential Diagnosis

Fraktur—dislokasi radius ulna

1. Fraktur ulna dengan dislokasi kaput radii (fraktur Montegia).

Frakur ulna, terutama jika terjadi di dekat petemuan segititga tengah dan sepertiga

atas dari diafisis, dapat dipersulit oleh dislkokasi kaput radii. Fraktur ini biasa

digolongkan menjadi tiga jenis.

Jenis I: bila dislkokasi kaput radii ke anteriot, angulasi tempat fraktur ulna ke anterior.

Jenis II: dislokasi kaput radii ke posterior, angulasi fraktur ulna ke posterior.

Jenis III: dislokasi kaput radii ke latera dengan frakur ulna pada bagian 1/3

proksimalnya, di sebelah distal dari processus coronoideus.

a. Dislokasi kaput ke anterior

Page 17: makalah muskuloskeletal

Biomekanisme: Meskipun lesi ini dapat disebabkan oleh kekerasan langsung pada

dorsum lengah bawah, ia dapat disebabkan oleh pronasi kuat.

Terapi: Reduksi memadai biasanya dapat dicapai dengan manipulasi tertutup pada

anak-anak dan kadang-kadang pada orang dewasa. Suatu plaster splint posterior

dipasang mulai dari lipat aksiler sampai kaput metacarpal dengan siku difleksikan

130 derajat den lengan bawah dalam midrotasi atau sedikit supinasi.

b. Dislokasi kaput radii ke posterior

Lesi ini disebabkan oleh kekerasan langsung pada permukaan voler lengan bawah.

Terapinya adalah dengan reduksi tertutup. Suatu plaster cast tubuler atau plaster

splint posteror yang kuat dipasang dari kaput metacarpal ke aksila dengan siku

ekstensi penuh dan lengan bawah dalam midposisi.

c. Reduksi terbuka

jika reduksi yang tepat dari fraktur dan dislokasi tidak dapat dicapai dengan

metode tertutup, reduksi terbuka dengan fiksais interna dan imobilisasi dengan

gips sebagai pembantu tulang benar-benar sedang terjadi.

2. Fraktur diafisis radii dengan dislokasi kaput ulnae

Pada fraktur diafisis radii di dekat pertemuan sepertiga tengah dan sepertiga bawah

yang disertai dislokasi kaput ulnae (fraktur Dupuytren, fraktur Galeazi), apeks dari

angulasi utama biasanya mengarah ke anterior sedangkan kaput ulnae terletak di

bagian voler dari ujung distal radius (angulasi dorsal konveks dengan kaput ulnae

terletak posterior terhadapa ujung bawah radius jarang terjadi).

a. Reduksi tertutup

Kesegarisan anatomic sulit untuk dicapai dengan manipulasi tertutup dan sulit

untuk dipertahankan dengan gips, tetapi cara-cara ini harus dicoba sebelum

melakukan reduksi terbuka.

b. Reduksi terbuka

Bila reduksi anatomic tidak dapat dicapai dengan metode tertutup, maka metode

terapi yang dianjurkan adalah reduksi terbuka dari fraktur radius yang baru saja

terjadi itu.8

Cedera pada daerah pergelangan tangan

1. Fraktur Colles

Secara klasik fraktur ini terjadi setelah jatuh bertumpu pada tangan yang teregang.

Page 18: makalah muskuloskeletal

Garis fraktur mungkin transversal atau oblik, berkalan melintasi bagian distal os

radius, biasanya berada 2,5 cm di sebelah proksimal pergelangan tangan dan fragmen

distalnya berpindah ke posterior (deformitas menyerupai garpu bila dilihat dari

samping) dan ke radial.8

Fraktur Colles adalah trauma yang sering terjadi pada pergelangan tangan

manula yang biasanya mengalami osteoporosis. Seringkali disertai beberapa derajat

pemendekan tulang akibat impaksi beberapa bagian komponen.8,9

Biasanya terdapat fraktur avulsi styloid ulnaris yang berkaitan pada bagian distal os

ulna. Perluasan garis fraktur ke dalam incisura ulnaris dapat menggangu artikulasio

radioulnaris distal. Karpus berpindah brsama-sama dengan fragmen distal radius.

Prpindahan yang jelas pada tempat fraktur memyebabkan dislokasi artikulasio

radioulnaris dan ulnokarpalis distalis, dan robekan fibrokartilago triangularis, kedua

ligamentum radioulnaris, dan ligamentum ulnokarpalis volaris.

Bila prosessus styloideus ulna tidak fraktur, ligamentum ulnaris kolateris dapat

terobek. Kaput ulnae terletak dibagian anterior dari fragmen distal os radius.

Komplikasi: gangguan artikulasio radioulnar distal merupakan penyulit yang paling

sering terjadi. Cedera langsung pada nervus medianus oleh spikulum tulang tidak

sering terjadi. Penekanan saraf oleh pendarahan dan udem atau oleh fragmen tulang

yang berpindah tempat sering terjadi dan dapat menyebabkan semua tingakat paralisis

motorik dan sensorik. Terapi awal dari fraktur ini dengan imobiliasasi pergelangan

tangan dalam sikap fleksi tajam dapat menjadi faktor penting falam memperberat

penekanan tersebut.8

a. Anestesi untuk reduksi dapat diperoleh dengan melakukan blok hematoma atau

blok Bier.

b. Untuk reduksi, lakukan traksi longitudinal dengan traksi kontra pada siku.

Tingkatan deformitasnya dengan dorsofleksi secara paksa dari pergelangan

tangan. Pada posisi hiperekstensi ini, fragmen distal dapat didoring ke arah palmar

sampai pada posisi yang sesuai dengan radius proksimal. Kemudian pergelangan

tangan difleksikan, dan fragmen distal dari radius dibentuk kea rah palmar dan

ulnar untuk mengoreksi angulasi dan perubahan letak radius.

c. Bidai lengan pendek yang dibentuk dengan baik atau bidai penjepit gula biasanya

adekuat untuk mengurangi ketidaknyamanan pada pasien tua, namun bidai lengan

panjang mungkin lebih baik bagi fraktur kominutiva. Bidai harus dibelah untuk

mencegah timbulnya iskemia akibat pembengkakan.

Page 19: makalah muskuloskeletal

d. Sekarang tidak dilakukan lagi meletakkan tangan pada fleksi palmar dan deviasi

ulnar yang ekstrim; hal ini dapat membantu mempertahankan reduksi, tetapi

menyebabkan pergelangan tangan jadi kaku, suatu posisi yang buruk untuk pasien

tua.7

2. Fraktur Smith (kebalikan fraktur colles)

Pada lesi ini fraktur terjadi pada os radius 1-2,5 cm di atas sendi pergelangan tangan.

Lekukan voler yang normal dari bagian bawah os radius lebih menonjol karena apeks

angulasi pada tempat fraktur adalah ke posterior. Kaput ulnae menonjol ke arah

dorsal, dan mungkin ada gangguan pada artikulasio radioulnaris inferior. Lesi ini

harus dibedakan dari fraktur—dislokasi Barton.

Fraktur ini dapat direduksi dengan manipulasi tertutup dan diimobilisasikan

dengan pergelangan tangan dalam dorsofleksi. Fraktur yang tidak stabil mungkin

memerlukan distraksi skeletal pada saat permulaan. Fraktur yang tidak dapat

direduksi secara memadai dengan metode tertutup mungkin memerlukan reduksi

terbuka dan bone plating.

Biomekanik:

Jatuh dengan tangan menahan badan, posis tangan volar fleksi pada pergelangan tangan dan

pronasi (jatuh pada punggung tangan)

Jatuh pada permukaan tangan sebelah dorsal menyebabkan dislokasi fragmen distal ke arah

volar

Garis patah transversal, kadang-kadang intraartikular

Klasifikasi Thomas

1. Type I ekstraartikulat fraktur dengan sudut volar dan displacement dari fragmen distal

2. Type II Intraartikular fraktur dengan volar dan displacement ke proksimal dari

fragmen distal bersamaan dengan karpal (mirip fraktur Barton).

3. Type III Ekstraartikular fraktur dengan volar displascement dari fragmen distal dan

karpal (garis fraktur lebih oblik daripada type I).

Fraktur—dislokasi artikulasio radiokarpalis

Dislokasi artikulasio radiokarpalais tanpa fraktur jarang terjadi. Dislokasi tanpa

cedera pada salah satu tulang karpal biasanya disertai fraktur permukaan anterior radius atau

ulna. Fraktur kominuta pada bagian distal radius dapat mengenai korteks anterior maupun

Page 20: makalah muskuloskeletal

posterior dan meluas ke dalam sendi pergelangan tangan. Subluksasi karpus dapat terjadi

pada saat yang sama. Fraktur—dislokasi sendi pergelangan tangan yang paling sering terjadi

mengenai margo posterior atau anterior dari fasies artikularis radii.

1. Fraktur—dislokasi anterior dari artikulasio radiokarpalis (fraktur Barton) ditandai

oleh fraktur margo volaris fasies artikularis karpalis radii. Garis fraktur berjalan kea

rah proksimal di dalam bidang koronal dengan arah oblik, sehingga fragmen bebasnya

mempunyai konfigurasi berbentuk baji. Karpus pindah ke voler dan proksimal dengan

fragmen artikularis. Cedera yang jarang terjadi ini harus dibedakan deri fraktur Smith

daengan pemeriksaan rontgenologis.

Terapi dengan reduksi tertutup mungkin berhasil, terutama pada kasus-kasus

di mana fragmen bebas dari os radius tidak mencakup sebagian besar fasies

artikularis. Imobilisasinya dengan plaster cast tubuler yang berjalan dai lipatan fleksi

palmnar sempai di atas siku dengan pergelangan tangan dalam fleksi voler dan siku

membentuk 90 derajat.

2. Fraktur—dislokasi posterior dari artikulasio radiokarpalis harus dibedakan dari fraktur

Colees dengan pemeriksaan rontgenologis. Pada kebanyakan kasus fragmen marginal

lebih kecil daripada pada cedera anterior dan sering mencakup aspek medial dimana

muskuulus ekstensor polisis longus melintasi bagian distal os radius. Bila reduksinya

tidak anatomic, terkoyaknya tendo pada tingkat ini dapat menimbulkan rupture di

kemudian hari.

Terapinya adalah dengan reduksi manipulative seperti untuk fraktur Colees

dan imobilisasi dengan gips sarung tangan yang pas, dengan pergelangan tangan

dalam dorsofleksi.8

Etiologi fraktur

Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya

fraktur diantaranya peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.

Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan

dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatic (misalnya

pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, konraksi otot ekstrim).

Menurut Oswari,; Penyebab fraktur adalah:

1. Peristiwa Trauma (kekerasan)

a. Kekerasan langsung

Page 21: makalah muskuloskeletal

Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya

kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan

patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat

terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari

tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling

lemah dalam hantaran vector kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan

tidak langsung adalah bila seseorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki

terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada

tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian

pula bila jatuh dengan telapak tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan

patah pada pergelangan tangan dan tulang lengan bawah.

c. Kekerasan akibat tarikan otot

Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah

tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat

tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranon, karena otot triseps dan

biseps mendadak berkontraksi.

2. Peristiwa patologis

Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila

tulang lemah. Hal ini disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada

lansia yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalami tumor tulang,

infeksi, atau penyakit lain.

a. Kelelahan atau stress fraktur (fatique)

Fraktur ini terjadi dapat terjadi pada tulang normal pada orang yang melakukan

aktivitas/ stress tingkat rendah berulang-ulang pada suatu daerah tulang atau

menambah tingkat aktivitas yang lebih berat dari biasanya.

Fraktur stress biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet,

atau permulaan aktivitas fisik yang baru.Tulang akan mengalami perubahan

structural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang sama, atau peningkatan

beban (kekuatan otot) secara tiba-tiba pada suatu daerah tulang (meningkat lebih

cepat daripada kekuatan tulang) sehingga akan terjadi retak tulang.

Fraktur stress dapat terjadi pada tulang yang lemah sebagai respons terhadap

peningkatan level aktivitas yang hanya sedikit. Individu yang mengalami fraktur

Page 22: makalah muskuloskeletal

stress harus didotong untuk mengikuti diet sehat—tulang dan diskrining untuk

mengetahui adanya penurunan densitas tulang.10

b. Kelemahan tulang

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang

akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya osteoporosis,

osteogenesis imperfekta, dan tumor pada tulang. neuroblastoma metastatic,

sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik, cedera katena penggunaan berlebih. Sedikit

saja tekanan pada daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.6

Epidemiologi

Kejadian terjatuh dan fraktur merupakan persoalan penting kesehatan masyarakat

yang terus meningkat. Kecenderungan tulang untuk mengalami fraktur bergantung pada

kekuatan tulang itu sendiri dan beratnya trauma yang mengenai tulang tersebut.

Distribusi frekuensi

a. Berdasarkan orang

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur di

bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka

yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak

dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan

pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki

yang berhubungan dengan meningkatnya insidens osteoporosis yang terkait

dengan perubahan hormone pada menopause.

Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari 135.000 kasus cedera yang

disebabkan oleh olahrafa papan selancar dan skuter. Di mana kasus cedera

terbanyak adalah fraktur 39% yang sebagian besar penderitanya laki-laki dengan

umur di bawah 15 tahun. Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan

oleh kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada

perempuan.

b. Berdasarkan tempat dan waktu

Di negara-negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada wanita karena

peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit osteoporosis. Di kamerun pada

tahun 2003, perbandingan insidens fraktur pada kelompok umur 50-64 tahun

yaitu pria 4,2 per 100.000 penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk.

Page 23: makalah muskuloskeletal

Di Indonesia jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat

seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor. Berdasarkan

laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin

Bandung terdapat penderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 444

orang.

Determinan fraktur

a. Faktor manusia

Beberapa faktor yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau

patah tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas olah raga

dan massa tulang.

Umur

Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada

kelompok umur tua. Aktiviats yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan

tulang dan jika ada trauma benturan atau kekerasan, tulang bisa saja patah. Aktivitas

masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan pergerakan yang cepat pula

dapat meningkatkan risiko terjadinya benturan atau kecelakaan yang menyebabkan

fraktur. Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok

umur muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian.

Fraktur ekstremitas atas terjadi sebanyak 75% dari semua fraktur yand didapat oleh

anak dan seringnya terjadi saat jatuh dengan tangan terulur.

Jenis kelamin

Laki-laki umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan fraktur

tiga kali lebih besar daripada perempuan. Pada umumnya laki-laki lebih aktif dan

lebih banyak melakukan aktivitas daripada perempuan..

Aktivitas olahraga

Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab

cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolahrga seperti hentakan,

loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan

yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada fraktur. Setiap tulang yang

mendapat tekanan terus menerus di luar kapasitasnya dapat mengalami keretakan

tulang. Kebanyakan terjadi pada kaki, misalnya pada pemain sepak bola yang sering

mengalami benturan kaki antar pemain

Massa Tulang

Page 24: makalah muskuloskeletal

Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada tulang yang

padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung menyebabkan patah tulang karena

massa tulang yeng rendah tidak mampu menahan daya dari benturan tersebut. Massa

tulang berhubungan dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium

penting bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat dicapai

apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa kanak – kanak dan remaja

b. Faktor Perantara

Agent yang menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan

peristiwa penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan

sebagai suatu perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma benturan. Benturan

yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur karena tulang tidak mampu menahan

daya atau tekanan yang ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa kondisi

jalan raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat

menyebabkan kecelakaan fraktur akibat terjatuh.

Patofisiologi2

Menurut Black dan Matassarin serta Patrick dan Woods. Ketika patah tulang, akan

terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari

hal tersebut adalah terjadi pendarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini

menimbulkan hematom pada knal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum dengan

jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan

nekrotik ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan

tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini

menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan

peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak

dan gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ

yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan

kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada otot yang ishemik dan menyebabkan protein

plasma hilang dan masuk ke dalam interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema.

Page 25: makalah muskuloskeletal

Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa

menyebakan syndrome compartement.

Trauma langsung dan tak langsung

Fraktur terbuka/ tertutup

Pendarahan/ hematoma

Edema

Nekrotilk

Gangguan hantaran ke bagian distal

Manifestasi gejala klinis (sindrom kompartemen) pada pengkajian

Fraktur terjadi ketika resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah mengikuti

gaya tekanan tersebut.11

Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang

mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak

beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.

Penyebab fraktur dapat bermacam-macam, termasuk (1) dorongan langsung pada

tulang; (2) kondisis patologis yang mendasarinya, seperti rakitis, yang mengarah pada fraktur

spontan; (3) kontraksi otot yang kuat dan tuba-tiba; dan (4) dorongan tidak langsung

(misalnya teroukul benda terbang) dari jarak jauh. Penyebab lainnya adalah penganiayaan

anak, neuroblastoma metastatic, sarcoma Ewing, sarcoma osteogenik, osteogenesis

imperfekta, defisiensi tembaga, osteomielitis, cedera karene penggunaan berlebih, dan

imobilisasi yang mengakibatkan osteoporosis.6

Manifestasi klinis

Temuan pengkajian

1. Manifestasi klinis

Page 26: makalah muskuloskeletal

a. Lima tanda yang terlihat pada semua jenis fraktur adalah nyeri, denyut nadi,

pucat, parestesia, dan paralisis.

b. Temuan karakteristik lainnya antara lain deformitas, bengkak, memar, spasme

otot, nyeri tekan, nyeri, gangguan sensasi, kehilangan fungsi, mobilitas abnormal,

krepitus, syok, atau tidak mau berjalan (pada anak yang lebih kecil).11

c. Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatic dan cedera jaringan lunak.

Spasme otot dapat terjadi stelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada

fraktur stress, nyeri biasanya menyertai aktiviats dan berkurang dengan

istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.

d. Posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami mungkin tampak jelas.

e. Pembengkakan di sekitar tempat fraktur akan menyertai proses inflamasi.

f. Ganggguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi, yang menandakan

kerusakan saraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan sama

dengan bagian nonfraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal dapat

menandakan sindrom kompartemen walaupun adanya denyut nadi tidak

menyingkirkan gangguan ini.

g. Krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar saat tulang digerakkan karena

ujung-ujung patahan tulang bergeser satu sama lain.10

2. Temuan pemeriksaan diagnostic dan laboratorium

a. Pemeriksaan radiografik menyatakan adanya awal cedera dan kemajuan proses

penyembuhan sebelumnya. Perbandingan dengan foto ekstremitas lain yang sehat

sering digunakan untuk melihat adanya perubahan tak terlihat pada ekstremitas

yang sakit.

b. Pemeriksaan darah menyatakan perdarahan (penurunan hemoglobin dan

hematokrit) dan kerusakan otot (peningkatan aspartat transminase (AST) dan

lactic dehidrogenase (LDH).

Perubahan fisiologis dan manifestasi klinis akibat fraktur

Perubahan fisiologis Manifestasi klinis

Peningkatan permeabilitas kapiler Edema

Pelepasan histamin Peningkatan edema

Peningkatan aliran darah Peningkatan denyut, jaringan darah

Penekanan ujung saraf Nyeri

Page 27: makalah muskuloskeletal

Peningkatan tekanan jaringan Nyeri

Perfusi jaringan menurunan Edema meningkat

Kadar oksigen jaringan menurun pucat

Produksi asam laktat meningkat Denyut tidak pasti, postur tubuh fleksi

Metabolisme anaerobik Sianosis

Vasodilatasi Edema meningkat

Aliran darah meningkat Otot tegang dan bengkak

Penekanan jaringan meningkat Kesemutan, kebas

Edema meningkat Parestesia

Iskemia otot Nyeri yang hebat

Nekrosis jaringan Paresis

Sumber: Klien gangguan sistem musculoskeletal: seri asuhan keperawatan hal 154

Penatalaksanaan

Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang

diabsorpsinya. Fraktur pada tulang dapat menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan ke

otot dan sendi terganggu, dislokasi sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan

pembuluh darah yang mempersulit penanganannya.

Manifestasi klinis meliputi nyeri terus-menerus, hilangnya fungsi (fungsiolaesa), deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.

Ada empat konsep dasar yang harus dipertimbangkan untuk menangani fraktur, yaitu:

1. Rekognisi, yaitu menyangkut diagnosis fraktut pada tempat kecelakaan dan

selanjutnya di rumah sakit dengan melakukan pengkajian terhadap riwayat

kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan pada peristiwa yang

terjadi, serta menentukan kemungkinan adanya fraktur melalui pemeriksaan dan

keluhan dari klien.

2. Reduksi fraktur (mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomis)

a. Reduksi terbuka. Dengan pembedahan, memasang alat fiksasi interna (pen, kawat,

sekrup, plat, paku dan batangan logam).

b. Reduksi tertutup. Ekstremitas dipertahankan dengan gips, traksi, brace, bidai, dan

fiksator eksterna.

3. Imobilisasi. Setelah direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan

dalam posisi dan kesejajaran yang benar hingga terjadi penyatuan. Metode imobilisasi

dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.

Page 28: makalah muskuloskeletal

4. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi:

a. Mempertahankan reduksi dan imbolisasi

b. Meninggikan daerah fraktur untuk meminimalkan pembengkakan

c. Memantau status neuromuscular

d. Mengontrol kecemasan dan nyeri

e. Latihan isometric dan setting otot

f. Kembali ke aktivitas semula secara bertahap 2

Tujuan perbaikan frakur adalah:

1. Memulihkan susunan tulang (reduksi)

2. Mempertahankan reduksi tulang sampai terjadi pemyembuhan

3. Mempertahankan dan memulihkan fungsi otot—rangka.

Terdapat dua kelompok besar fraktur: fraktur terbuka dan tertutup. Fraktur tertututp tidak

berhubungan (communicate) dengan lingkungan eksternal, sedangkan fraktur terbuka

berhubungan. Diperlukan klasifikasi lebih lanjut mengenai jenis dan luas fraktur serta cedera

jaringan lunak untuk menentukan pilihan terapi terbaik yang ada.

Reduksi tertutup

Fraktur sederhana pada sebuah tulang panjang yang sedikit atau tidak menyebabkan

pergeseran tulang dapat diterapi dengan teknik reduksi tertutup. Untuk kenyamanan pasien

biasanya dilakukan anestesi umum, tetapi dapat juga dilakukan anestesi spinal atau blok.

Fraktur direduksi melalui manipulasi manual, dibantu oleh fluoroskopi, dan dimobilisasi

dengan gips.

Pin dan gips

Kadang-kadang diindikasikan reduksi tertutup pada lengan bawah atau pergelangan

tangan dan fraktur yang terjadi memerlukan stabilisasi tambahan dengan pemasangan pin

perkutis.

Traksi

Fraktur sederhana yang menyebabkan pergeseran ringan ujung-ujung tulang dan

kerusakan jaringan lunak minimal dapat direduksi dan dimobilisasi melalui traksi kulit atau

tulang. Traksi tulang memerlukan pemasangan satu atau lebih pin steril ke dalam tulang

tulang yang terletak distal dari tempat fraktur. Walaupun mengurangi kemungkinan infeksi

yang inheren pada prosedur terbuka, namun teknik traksi memerlukan imobilisasi

berkepanjangan dan meningkatkan risiko yang berkaitan dengan tirah baring jangka panjang.

Page 29: makalah muskuloskeletal

Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal memberikan stabilisasi yang kaku pada tulang melalui alat-alat

eksternal jika bentuk lain imobilisasi, karena berbagai alasan, dianggap tidak sesuai. Teknik

ini paling sering digunakan untuk fraktur yang disertai kerusakan jaringan lunak yang cukup

banyak.

Fiksasi eksternal memungkinkan tungkai dan status luka diawasi secara langsung dan

memungkinkan terapi yang agresid dan simultan terhadap cedera tulang dan jaringan

lunaknya terhadap kemungkinan infeksi yang timbul.

Penyulit utama yang berkaitan dengan fiksasi eksternal adalah infeksi lubang pin, gangguan

neurovascular, dan perlambatan penyatuan tulang.

Indikasi

1. Fraktur terbuka yang parah.

2. Fraktur yang disertai luka bakar hebat.

3. Fraktur yang memerlukan flap, tandur, atau prosedur rekonstruktif lain.

4. Fraktur tertentu yang memerlukan distraksi untuk mempertahankan panjang.’

5. Pemanjangan anggota badan.

6. Artrodesis.

7. Fraktur yang terinfeksi atau tidak menyambung.

Reduksi Terbuka dan FIksasi Internal

Reduksi terbuka dan fiksasi internal (ORIF) adalah metode yang luas digunakan

untuk terapi fraktur. Metode ini memerlukan reduksi pembedahan terbuka dan pemasangan

pin, sekrup, kawat, paku, batang, dan/ atau lempeng untuk mempertahankan reduksi.

Perangkat fiksasi internal tersedia dalam berbagai bentuk dan konfigurasi untuk digunakan

pada berbagai ukuran tulang dan jenis fraktur.

Indikasi

Indikasti ORIF meliputi reduksi fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang

apabila ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak member hasil yang memuaskan.

Kelompok yang terakhir adalah fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan

fraktur intra—artikular disertai pergeseran. Indikasi ketiga adalah untuk fraktur avulse mayor

disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot tendon.

Metode ORIF untuk terapi fraktur memungkinkan ahli bedah melihat secara langsung

kerusakan pada struktur-struktur di sekitar fraktur, untuk membersihkan dan memperbaiki

Page 30: makalah muskuloskeletal

tempat fraktur sesuai keperluan dan untuk melakukan penyatuan anatomis fraktur yang

kompleks. Selain itu, proses penyembuhan tidak memerlukan imobilisasi berkepanjangan.

Kerkurangan ORIF meliputi perlunya anestesi umum dan peningkatan risiko infeksi yang

terjadi pada semua prosedur terbuka.

Fiksasi pin dan kawat. Untuk fiksasi fraktur kecil di daerah metafisis dan epifisis kaki distal,

lengan bawah, dan tangan sering digunakan kawat Kirschner atau pin Steinmann. Keduanya

juga dapat digunakan bersama dengan reduksi tertutup fraktur falang dan metacarpal yang

mengalami pergeseran. Kawat dan pin dapat dimasukkan secara perkutis di bawah

fluoroskopi, atau digunakan bersama dengan perangkat fiksasi lain pada prosedur terbuka.

Sekrup. Sekrup kortikal dirancang untuk digunakan pada tulang kortikal dan biasanya berlaur

di seluruh panjangnya. Sekrup reticular (cancellous), yang dirancang untuk digunakan pada

tulang reticular berongga, memiliki alur yang lebih besar dan alurnya tidak terdapat di

seluruh panjangnya. Sekrup maleolar adalah sekrup tipr reticular dengan ujung trefin self—

tapping.

Lempeng. Sekrup dapat digunakan tersendiri atau bersama dengna lempengan/ pelat untuk

memfiksasi berbagai jenis fraktur.12

Langkah-langkah penanganan fraktur11

1. Kaji adanya kerusakan sirkulasi (sianosis, kedinginan, bercak-bercak, penurunan

denyut perifer, kulit tampak pucat atau putih, edema tidak dapat disembuhkan dengan

elevasi, nyeri, atau kram).

2. Kaji adanya kerusakan neurologis (kurangnya sensasi atau gerakan, nyeri atau nyeri

tekan, atau kebas dan kesemutan).

3. Beri obat analgesic.

4. Beri penjelasan penatalaksaan fraktur pada anak dan keluarga.

Topic bergantung pada jenis kerusakan dan lokasinya, perbaikan (dengan proses

penyusunan kembali atau reduksi) dapat dilakukan dengan menggunakan reduksi

terbuka atau tertutup dilanjutkan imobilisasi dengan menggunakan bidai, traksi, atau

gips.

5. Pertahankan integritas kulit dan cegah kerusakan. Lakukan tindakan yang tepat untuk

gips dan perawatannya.

6. Cegah komplikasi

Page 31: makalah muskuloskeletal

a. Cegah kerusakan sirkulasi dengan pengkajian denyut nadi, warna, dan suhu, serta

laporkan segera perubahan yang terjadi.

b. Cegah sindrom kompresi saraf dengan menguji fungsi motorik dan sensasi,

termasuk gejala-gejala nyeri subjektif, kelemahan muscular, sensasi rasa terbakar,

rentang gerak terbatas, dan perubahan sensasi. Perbaiki kesejajaran tubuh untuk

menghilangkan tekanan jika tepat, dan informasikan hal tersebut kepada pemberi

perawatan kesehatan.

c. Cegah sindrom kompartemen dengan pengkajian pada kelemahan otot dan nyeri

dari cedera. Deteksi dini adalah penting untuk mencegah kerusakan jaringan.

(1) Penyebab sindrom kompartemen antara lain balutan atau gips terlalu ketat,

pendarahan, trauma, luka bakar, dan pembedahan.

(2) Pengobatannya memerlukan pereda tekanan, yang kadang-kadang

memerlukan tindakan faskiotomi.

d. Cegah infeksi, antara lain osteomielitis, dengan menggunakan tindakan

pengendalian infeksi.

e. Cegah batu ginjal dengan menganjurkan untuk banyak minum, pemantauan

asupan dan haluaran cairan, dan mobilisasi anak sesering mungkin.

f. Cegah emboli pulmonal melalui pemantauan dengan cermat pada remaja dan

anak-anak yang mengalami fraktur multiple. Emboli umumnya terjadi dalam 24

jam pertama.

Komplikasi

Komplikasi awal:

a. Kehilangan darah, Syok: dapat berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema.

b. Emboli lemak: dapat terjadi 24-72 jam

c. Sindrom kompartemen: perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan

d. Infeksi dan tromboemboli

e. Koagulopati intravascular diseminata.13

Sindrom emboli lemak

Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus

lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem

saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma.

Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru

Page 32: makalah muskuloskeletal

dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Gejala dari sindrom emboli lemak

mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung),

takikardia, demam, ruam kulit ptekie.

Sindrom Kompartemen

Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot,

yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehinggga menyebabkan hambatan aliran

darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.

Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh

darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan

pembengkakan interstisial yang interns, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai

daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menimbulkan

hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut.

Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau jari

kakinya.

Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi

volume yang ketat, seperti lengan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar

apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi

akan hebat. Pemasangan gips pada ekstremitas yang fraktur yang terlalu dini atau ketat

dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi

secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan

kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal

berikut dapat dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau digips: nyeri, pucat,

parestesia, dan paralisis.10

Komplikasi lanjutan2,5,13

a. Malunion/ non-union

b. Delayed union

c. Artritis pascatrauma

d. Nekrosis avaskular tulang

e. Pertumbuhan terhambat

f. Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma

g. Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Page 33: makalah muskuloskeletal

Non-union, delayed union atau mal-union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan

deformitas atau hilangnya fungsi.10

Non union

Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang-kadang dapat

terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan non union

adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen

contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.

Non-union nantinya terhadap gerakan atau distraksi berlebihan bisa memerlukan

intervensi bedah untuk graft tulang atau bisa berhasil diterapi dengan rangsangan listrik.

Malunion

Malunion timbul bila ada ketidakselaran rotasi atau angulasi berlebihan yang

mengikuti penyembuhan (penyerasian buruk yang menimbulkan deformitas, angulasi atau

pergeseran). Mal-union bisa menimbulkan masalah fungsional atau kosmetik yang tak dapat

diterima, dan mungkin diperlukan osteotomi dan reduksi.

Delayed union/ Penyatuan tertunda

Keadaan ini umum terjadi dan disebabkan oleh banyak faktor, pada umumnya banyak

di antaranya mempunyai gambaran hyperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus. Faktor

yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain karena infeksi, terdapat benda

asing, fragmen tulang mati, imobilisasi yang tidak adekuat, distraksi, avuskularitas, fraktur

patologik, gangguan gizi dan metabolic.

Arthritis pascatrauma

Arthritis pascatrauma bisa timbul bila fraktur meluas melalui permukaan sendi serta

penyembuhan menyebabkan ketidakteraturan sendi. Untuk fraktur intra-artikular, terapi

bedah biasanya diperlukan untuk reduksi tepat.

Nekrosis Avaskular

Nekrosis avaskular pada tulang bisa menyebabkan fraktura tertentu, di mana suplai

darah ke bagian tulang terputus. Komplikasi ini paling sering terlihat dalam kaput femoris

dengan fraktura kollum femoris, dan dalam os skafoideum karpi. Karena nekrosis avaskular

mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan

merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Perkembangan nekrosis avaskular

menyebabkan kebutuhan untuk artoplasti protesa.

Pemendekan ekstremitas setelah fraktura sering terjadi. Pada ekstremitas atas,

pemendekan tulang normalnya tidak diperhatikan serta bukan masalah fungsional. 5

Page 34: makalah muskuloskeletal

Prognosis

Pada fraktur tulang panjagn, gerakan tungkai spontan biasanya tidak ada. Refleks

Moro juga tidak dijumpai pada tungkai yang terlibat. Mungkin juga disertai kerterlibatan

pada persarafan.

Bidai efektif untuk menangani fraktur lengan bawah atau kaki. Penyembuhan biasanya

disertai dengan pembentukan kalus yang berlebihan. Prognosis sangat baik untuk fraktur

ekstremitas.14

Kesimpulan

Daftar pustaka

1. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Safitri A, editor. Jakarta:

Penrbit Erlangga, 2003. h. 40-41.

Page 35: makalah muskuloskeletal

2. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem musculoskeletal:

seri asuhan keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. h. 148-57.

3. Ester M. Standar perawatan pasien: proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004.h. 435.

4. Tambayong Jan. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC, 2004. h. 124.

5. Sabiston DC. Buku Ajar bedah. Ronardy DH, editor. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2002. h. 362-73.

6. Betz CL, Sowden LA. Buku saku keperawatan pediatric. Yudha EG, editor. Edisi ke-

5 Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. h. 177-184.

7. ELiastam M, Sternbach GL, Bresler MJ. Penuntun kedaruratan medis. Wulandari

WD, Chandranata L, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998. h. 213.

8. Schrock TR. Ilmu Bedah. Dharma A, Gunawan PL, penterjemah. Edisi ke-7. Jakarta:

Penerbit Buku Kedoktetan EGC, tahun.h. 446-50.

9. Faiz O, Moffat D. Anatomy at a Glance. Safitri A, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga,

2002. h. 60.

10. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Yudha EG, editor. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2009. h. 335-9.

11. Muscari ME. Panduan belajar: keperawatan pediatric. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 2005.h. 375-7.

12. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawtan perioperatif. Yudha EK, Hany

A, editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005. h. 288-93.

13. Grace PA. Borley NR. At glance ilmu bedah. Safitri A. Jakarta: Penerbit Erlangga,

2006.h. 35.

14. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson. Edisi ke-15Wahab AS,

editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. h. 581.