makalah mimasa darsana

13
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) maka saya bisa menyelesaikan makalah tentang filasafat agama yang berjudul “Mimasa Darsana”, makalah ini dibuat sebagai tugas tengah semester mata pelajaran Agama Hindu kelas X SMA Negeri 2 Konawe Selatan Dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita semua, sehingga lebih mengenal tentang ajaran Agama Hindu yang lebih kepada filsafat Agama Hindu itu sendiri. Saya sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, saran dan kritik pembaca yang sifatnya membantu sangat saya harapkan guna perbaikan dan sebagai bahan acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Akihr kata saya mengucapkan terima kasih. Ranomeeto, April 2015 Penulis

Upload: ryan0401

Post on 19-Dec-2015

534 views

Category:

Documents


33 download

DESCRIPTION

Tugas anak sekolah dasar menengah, dibuat karena guru merekak memberi tugas ini untuk memenuhi nilai tugas mereka.

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Mimasa Darsana

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) maka saya bisa menyelesaikan makalah tentang filasafat agama yang berjudul “Mimasa Darsana”, makalah ini dibuat sebagai tugas tengah semester mata pelajaran Agama Hindu kelas X SMA Negeri 2 Konawe Selatan

Dengan harapan semoga makalah ini bisa bermanfaat dan menjadikan referensi bagi kita semua, sehingga lebih mengenal tentang ajaran Agama Hindu yang lebih kepada filsafat Agama Hindu itu sendiri.

Saya sadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, saran dan kritik pembaca yang sifatnya membantu sangat saya harapkan guna perbaikan dan sebagai bahan acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Akihr kata saya mengucapkan terima kasih.

Ranomeeto, April 2015

Penulis

Page 2: Makalah Mimasa Darsana

DAFTAR ISI

                                                                                                                Halaman

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………1

1.2    Rumusan Masalah …………………………………………………………………

1

1.3 Manfaat…………………………………………………………………………………

1

BAB II PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Mimasa………..……………………………………………………….

2

2.2 Ajaran Pokok Filsafat Mimasa…………………………………………………

2

2.3 Hubungan Weda dan Mimasa…………………………………………………6

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………. 7

3.2 Saran…………………………………………………………………………………….7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………………… 8

Page 3: Makalah Mimasa Darsana

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada Zaman India Kuno, setiap pengetahuan diasosiasikan dengan sebuah keterampilan yang sangat khusus dan pandangan hidup yang baik. Pengetahuan terutama tidak diperoleh dari buku-buku, kuliah, diskusi dan percakapan, tetapi dikuasai melalui pembelajaran dari seorang guru yang mumpuni. Pembelajaran ini mensyaratkan penyerahan diri secara total sebagai murid pada otoritas guru; penyerahan diri itu berupa kepatuhan (susrusa) dan keyakinan yang implisit (sraddha). Murid yang di dalam dirinya bersemayam kebenaran sebagaimana si raja hutan bersemayam di dalam harimau kecil tunduk tanpa syarat kepada gurunya, yang sebagai kontribusinya memberikan pengetahuan kepada si murid.

Pemikiran keagamaan Hindu dapat dibagi menjadi dua bagian utama: heterodoks dan ortodoks.

Sistem heterodoks (yang disebut dengan nastika dalam bahasa Sanskrta) menolak sumber Veda. Sistem ini termasuk di dalamnya Carvaka (materialistis), Jainisme dan Buddhism. Sistem Carvaka menolak pemikiran kesadaran diri (atman) yang terpisah dari tubuh dan menolak istilah moksa (pembebasan diri) bagi atman. Sistem filsafat ini tidak pernah dikenal secara meluas oleh orang-orang Hindu.

Sistem ortodoks (yang disebut dengan astika dalam bahasa Sanskrta) menerima sumber-sumber Veda. Termasuk di dalamnya enam bagian filsafat Hindu, yaitu Uttara Mimamsa (Vedanta), Purwa Mimamsa (Mimamsa), Yoga, Sankhya, Nyaya, dan Veisesika

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah, yaitu :

Page 4: Makalah Mimasa Darsana

1. Apakah pengertian mimamsa?

2. Bagaimana ajaran pokok filsafat mimamsa?

3. Apakah hubungan weda dan mimamsa?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Mimamsa

Secara etimologis, kata mimamsa berarti ‘bertanya’atau penyelidikan. Bagian pertama dari filasfat ini disebut Purwa-Mimamsa (Mimamsa), sedangkan bagian kedua disebut Uttara-Mimamsa (Vedanta). Mimamsa dan vedanta juga seringkali dijadikan satu pasangan. Sistem Mimamsa-Vedanta adalah dua bagian dari satu filsafat yang mewakili unsur paling ortodoks dari tradisi Weda. Kedua sistem ini menjelaskan perkembangan, tujuan, serta ruang lingkup teks Weda.

Filsafat Mimamsa yang akan dibahas adalah Purwa Mimamsa, yang umum disebut dengan Mimamsa saja. Kata Mimamsa, berarti penyelidikan yang sistematis terhadap Veda. Purwa Mimamsa secara khusus mengkaji bagian Veda, yakni kitab-kitab Brahmana dan Kalpasutra, sedang bagian yang lain (Aranyaka dan Upanisad) dibahas oleh uttara Mimamsa yang dikenal pula dengan nama yang populer, yaitu Vedanta. Purwa Mimamsa sering disebut Karma Mimamsa, sedang Uttara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa.

Sebagai tokoh aliran Mimamsa ialah Jaimini yang hidup antara abad 3-2 SM dengan ajaran pokok yang diuraikan dalam kitab Mimamsa-Sutra. Dalam jama kemudian ajaran dalam mimamsa-sutra dikomentari oleh para pengikutnya seperti :

Sabaraswamin sekitar abad ke 4 Masehi dan Prabhakarya sekitar tahun 650. Serta yang terakhir oleh Kumarila Bhata sekitar tahun 700. Oleh karena itu dalam perkembangan selanjutnya terjadilah dua aliran dalam Mimamsa yaitu disatu pihak pengikut Prabhakara dan yang lainnya adalah pengikut Kumarila Bhata. Kedua aliran ini tetap berpegang pada pokok ajaran Mimamsa walaupun tujuan mereka masingmasing ada perbedaan.

2.2. Ajaran Pokok Filsafat Mimamsa

Page 5: Makalah Mimasa Darsana

2.2.1 Epistimologi

Sendi utama teori pengetahuan Mimamsa adalah pemahaman tentang keabsahan diri pengetahuan. tidak seperti teori pengetahuan lain yang mempertahankan bahwa klaim-klaim pengetahuan diketahui sebagai yang benar ketika mereka berhubungan dengan realitas, atau ketika mereka menuntun orang kepada tindakan yang berhasil, atau ketika mereka berpadu dalam satu sistem yang konsisten. Mimamsa menekankan bahwa kodrat pengetahuan itulah yang memberi kesaksian terhadap dirinya sendiri. Keyakinan kita akan kebenaran klaim yang ditunjuk pengetahuan dari kodratnya muncul sebagi satu sosok pengetahuan itu sendiri.

Mengenai alat atau cara untuk mendapatkan pengetahuan Prabhakara mengajarkan lima cara, sedangkan Kumarila Bhata mengajarkan enam cara termasuk yang diajarkan oleh Prabhakara. Keenam cara itu ialah:

1. Pengamatan (Pratyaksa)

2. Penyimpulan (anumata)

3. Kesaksian (Sabda)

4. Perbandingan (Upamana)

5. Persangkaan (Arthapatti)

6. Ketiadaan (Anupalabdi)

Empat bagian diatas sama dengan apa yang diterangkan dalam filsafat Nyaya. Bila keempat cara pertama tidak dapat dipakai untuk mendapatkan pengetahuan (kebenaran) dari suattu peristiwa, maka akanlah dipakailah cara persangkaan. Walaupun disadari bahwa cara ini perlu dibantu dengan cara lain untuk memperoleh cara yang pasti. Bila terlihat seseorang dalam keadaan senyum dan mukanya berseri-seri, maka dapat diduga bahwa orang tersebut mendapat sukses dalam usahanya.

Kemudian Ketidak adaan (Anupalabdhi) termasuk cara yang diajarkan oleh Kumarila Bhata dan tidak termasuk diantara cara dari Prabhakara. Ketidakadaan ini dapat diterangkan dengan suatu contoh, misalnya: bila seseorang masuk dan mengamati sekeliling kamar dan mengatakan tidak ada meja di dalam kamar. Dia tidak melihat meja karena memang tidak ada meja di dalam kamar itu. Jadi orang memiliki pengetahuan dalam hal ini karena ketidakadaan (anupalabdhi) dan ketidakadaan itu memang tidak dapat diamati.

Page 6: Makalah Mimasa Darsana

Diantara cara-cara tersebut didepan maka Mimamsa memandang bahwa cara kesaksian (sabda) yang paling penting dan utama. Karna kesaksian adalah pengetahuan yang berasal dari kata-kata atau kalimat-kalimat. Namun sebagai satu sarana pengetahuan yang sah, kesaksian menunjuk hanya pada klaim-klam verbal yang berasal dari sumber yang dapat dipercayai dan dimengerti secara benar. Dalam hal ini adalah kesaksian kitab weda. Wedalah kebenaran yang tertinggi dan Weda pula sumber pengetahuan yang sempurna. Tidak seperti beberapa sistem yang lain, Mimamsa tidak percaya akan satu pencipta dunia atau satu pengarang ilahi kitab Weda. Sebaliknya, Weda merupakan perwahyuan langsung dan kekal dari realitas itu sendiri.

2.2.2 Konsep Alam

Mengenai alam semesta Mimamsa mengatakan bahwa alam ini riil dan kekal serta terjadi dari atom-atom yang kekal pula. Alam ini tidak dibuat oleh Tuhan karena alam ini ada dengan sendirinya. Kedua aliran Mimamsa sama-sama mengajarkan adanya empat unsur di alam yaitu : Substansi, kwalitas, aktifitas dan sifat umum.

Substansi, kwalitas dan sifat umum ini tidak dapat dipisahkan secara mutlak walaupun berbeda tetapi mewujudkan satu kesatuan yang bulat.

Substansi menurut Prabhakara terdiri dari sembilan (9) yaitu:

a. Bumi f. Akal

b. Air g. Pribadi

c. Api h. Ruang

d. Hawa i. Waktu

e. Akasa

Sedangkan Kumarila Bhata mengajarkan ada sebelas (11) bagian substansi yaitu sembilan yang diajarkan oleh Prabhakara dan ditambah dengan unsur lagi yaitu : kegelapan (tamasa) dan suara (sabda).

2.2.3 Hukum Karma

Walaupun Mimamsa tidak mengajarkan hakekat hukum karma seperti halnya dalam agama Hindu. Namun Mimamsa yakin akan adanyanya sebab-akibat atau phala dari suatu perbuatan. Mimamsa mengajarkan bahwahukum karma merupakan hukum moril yang mengatur dunia beserta isinya. Apa yang terjadi didunia ini

Page 7: Makalah Mimasa Darsana

merupakan akibat dari karma terdahulu oleh karena itu maka apa yang akan menimpa dunia ini seolah-olah sudah ditentukan oleh hukum moril itu. Makhluk dan manusia tidak dapat membantah dan menentang serta lari dari kenyataan yang dia alami.

Atas dasar itu maka diajarkan bahwa untuk mewujudkan kebaikan dan ketentraman, di masa yang akan datang sangat perlu untuk berbuat kebaikan dan kebenaran selama hidup ini. Karma yang baik adalah perbuatan yang dilandasi oleh ketentuan yang diajarkan oleh Weda yaitu dharma (upacara korban). Dan upacara korban itu hendaklah dilakukan dengan semangat tinggi, penuh kesadaran, tulus hati dan tidak mengharapkan imbalan berupa buahnya. Demikianlah hukm karma diajarkan Mimamsa.

2.2.4 Jiwa dan Kelepasan

Makhluk-makhluk yang hidup di dunia ini terutama manusia dipandang berjiwa oleh Mimamsa. Karena makhluk (manusia) berjumlah banyak, jiwa itupun banyak. Atas dasar itu, maka Mimamsa menganut sistem pluralis. Mimamsa mengakui banyak jiwa di dunia ini. Atmman (jiwa) berjumlah tak terbatas dan ada dimana-mana serta kekal. Tiap-tiap tubuh makhluk yang hidup memiliki satu jiwa.

Jiwa merupakan subyek dan obyek pengetahuan. jiwa itu adalah kesadaran sehingga mampu menjadi sebagai subyek. Dan sebagai obyek pengetahuan jiwa itu perlu dimengerti, dirasakan, dan disadari oleh manusia itu sendiri. Karena jiwa itu adalah kesadaran maka jiwalah yang mengendalikan tubuh manusia untuk mencapai kelepasan.

Sebagai jalan untuk mendapatkan kelepasan Mimamsa mengajarkan manusia hendaklah senantiasa melakukan dharma dalam hidupnya, yaitu upacara keagamaan dengan benar yang dilandasi oleh ketentuan Weda, dan sebisa mungkin mejauhkan diri dari segala bentuk tindakan yang bertentangan dengan Weda. Bila ternyata jiwa yang kekal itu mengalami sengsara setelah mennggal dunia maka jalan yang patut ditempuh untuk membebaskan jiwa itu dari kesengsaraan adalah mengadakan upacara korban terhadap jiwa itu. Karna upacara korbanlah yang dapat menbersihkan dan membebaskan jiwa dari kesengsaraan.

Sedangkan di lain pihak bila orang tidak melakukan upacara korban keagamaan berarti mereka telah merusak hidupnya dan

Page 8: Makalah Mimasa Darsana

tidak akan mendapatkan kelepasan. Melainkan sebaliknya hanya nerakalah alam yang akan ditempati oleh jiwanya kelak.

Semua perbuatan dikatakan mempunyai dua pengaruh atau akibat: satu yang luar (external) dan yang lainnya yang dalam (internal); satu yang nyata dan yang lain terpendam; yang satu kasar dan yang lain halus. Pengaruh dalam bersifat kekal dianggap sebagai “ke-ada-an/being”, sedang pengaruh luar bersifat sementara. Maka perbuatan berfungsi sebagai kendaraan untuk menanam benih kehidupan pada masa yang akan datang.

2.3. Hubungan Weda dan Mimamsa

Mimamsa menerima keabsolutan Weda yang bukan saja hanya dianggap sebagai sebuah hasil dari bahasa Konvensional, tatapi jugasebagai emanasi Realitas dalam bentuk suara kosmis (sabda). Kidung-kidung Weda merupakan formula sakral (mantra) dengan makna inheren serta kekuatan untuk membukakan kebenaran dan magi. Pada saat pelaksanaan upacara korban, mantra-mantra khusus dibacakan sambil memberikan persembahan kurban.

Metode tafsiran teks Weda yang dipakai Jaimini merupakan Ikhtisar istilah-istilah yang digunakan serampangan dalam teksnya. Untuk keperluan tersebut, isi Weda dibagi menjadi lima bagian :

1) Amanat/perintah (Vidhi)

2) Nyanyian/Puji-pujian (Mantra)

3) Nama Khusus (Namadheya)

4) Larangan (Nisedha)

5) Ayat-ayat penjelasan (Arthavada)

Page 9: Makalah Mimasa Darsana

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa, Mimasa mengatakan bahwa alam ini riil dan kekal serta terjadi dari atom-atom yang kekal pula. Alam ini tidak dibuat oleh Tuhan karena alam ini ada dengan sendirinya. Kedua aliran mimasa baik phrabakara maupun kumarila bhata sama-sama mengajarkan adanya empat unsur di alam ini yaitu: substansi, kualitas, aktifitas dan sifat umum.

Substansi menurut Prabhakara terdiri dari sembilan (9), yaitu: bumi, air, api, hawa, akasa, akal, pribadi, ruang, waktu. Sedang substansi menurut Kumarita Bhata mengajarkan ada sebelas (11) yaitu sembilan sama dengan Prabhakara dan ditambah dua yaitu kegelapan (tamasa) dan suara.

3.2. Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca bisa dan dapat mendekatkan, atau menghubungkan diri dengan Tuhan ( Ida Sang Hyang Widi Wasa ), karena ajaran agama Hindu bersifat Universal dan Fleksibel. Jadi ada berbagai macam cara untuk Bhakti kepada-Nya. Anda bisa terhubung dengan Tuhan bisa dengan cara yoga, semadhi, tapa, maupun mengggunakan konsep ajaran Nawa Wida Bakti.

Page 10: Makalah Mimasa Darsana

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali, Matius, Filsafat India. Sanggar Luxor, Tangerang: 2010

2. Adiputra, I Gede Rudia, Tattwa Darsana,Yayasan Dharma

Sarathi, Jakarta:1990

3. Koller, John M., Filsafat India (terj)., Ledalore, Flores:2010

4. Swabodhi, Pdt. D.D. Harsa, Upamana-Pramana, Budha Dharma

Dan Hindu Dharma, Yayasan Perguruan Budaya I.B.U,

SUMUT:1980

5. Zimmer, Heinrich, Sejarah Filsafat India (terj). , Pustaka

Pelajar, Yogyakarta:2003