makalah manfaat dan keamanan kosmetik

16
Dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Manfaat dan Keamanan Kosmetika Bahan Alam MIKROORGANISME DALAM KOSMETIKA Dibuat oleh: Ayu Nuki Wahyuni NPM: 13-047 KOSMETIKA BAHAN ALAM MAGISTER FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA 2014

Upload: nukiadela

Post on 27-Dec-2015

247 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Mikroorganisme dalam Kosmetika

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

Dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah

Manfaat dan Keamanan Kosmetika Bahan Alam

MIKROORGANISME DALAM KOSMETIKA

Dibuat oleh:

Ayu Nuki Wahyuni

NPM: 13-047

KOSMETIKA BAHAN ALAM

MAGISTER FARMASI UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA

2014

Page 2: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

I. PENDAHULUAN

Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian

kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk

kesehatan. Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan

pada bagian luar tubuh manusia seperti pada epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ

genital bagian luar, atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi

atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (BPOM, 2003)

Sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang

dapat diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, yang sifat dan

karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat. Perubahan yang terjadi

pada produk kosmetik dapat berupa perubahan fisika, kimia dan kandungan

mikroorganisme. Selain itu, dari penelitian yang pernah dilakukan kontaminasi

mikroorganisme dapat lewat udara, tangan yang sudah terkontaminasi, cara penggunaan

yang kurang baik dan penggunaan bahan kosmetik yang sudah terkontaminasi dalam

jangka waktu yang lama. (Nasser, 2008)

Sejak tahun 1950, beberapa laporan sudah memuat ditemukannya berbagai jenis

mikroorganisme dalam sediaan kosmetik. Sebagian besar sediaan kosmetik merupakan

tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri dan jamur. Penggunaan kosmetik yang

sudah terkontaminasi merupakan salah satu factor yang berperan dalam penyebaran

penyakit infeksi. Namun demikian adalah hal yang sulit dalam membedakan insidensi

penyakit akibat kontaminasi kosmetik dengan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor

lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh FDA dengan menggunakan 3027 sampel dari

171 tempat didapatkan jamur 10,4%, dan 3,9% merupakan jamur yang pathogen.

(Nasser, 2008)

Sebagian besar sediaan kosmetik merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi

bakteri dan jamur. Kosmetik biasanya memiliki sifat mendekati netral yang berisi air,

dan bahan organic, yang semuanya merupakan bahan-bahan yang diperlukan begi

pertumbuhan mikroorganisme tertentu. (Djajadisastra, 2014)

Mengingat bahwa mikroorganisme beserta sporanya tidak hanya terdapat pada wadah,

namun juga pada bahan-bahan mentahnya. Hal tersebut memudahkan mikroorganisme

untuk masuk ke dalam produk kosmetik dan berkembang biak menjadi koloni-koloni

selama penyimpanan atau setelah kemasan dibuka. Oleh karenany dibutuhkan metode

Page 3: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

pembersihan yang higiebis untuk mengurangi frekuensi terkontaminasi dan

berkembangnya bakteri dan jamur ke dalam kosmetik. (Djajadisastra, 2014)

II. SUMBER KONTAMINASI

Sumber kontaminasi pada kosmetik dapat berasal dari :

a. Bahan Baku

Jika bahan baku yang digunakan dalam produksi kosmetik seduah terkontaminasi,

maka produk jadi pun akan sama terkontaminasi. Dan pengunaan pengawet

menjadi tidak berguna.

Pengunaan air dalam produksi kosmetik merupakan sumber terbesar terjadinya

kontaminasi mikroba. Banyak kasus ditemukan sumber kontaminasi berasal dari air

yang diperoleh melaui ion exchange atau air yang disimpan dalam penampungan.

Kualitas air sangat penting, air banyak digunakan sebagai bahan bahan pembawa di

dalam sediaan atau mencuci alat-alat.

Lemak, lilin dan minyak tidak mengandungair yang cukup untuk pertumbuhan

mikroba, sehingga relative sedikit mengandung mikroba. Bahan-bahan yang berasal

dari alam seperti gum, ekstrak, tragakan, akasia sangat rentan terhadap

terkontaminasi oleh jamur, kapang dan bakteri. Karena dilakukan proses sanitasi

terlebih dahulu sebelun dikemas dan digunkan untuk mengontrol kontanimasi

mikroba. Sementara untuk bahan-bahan alami lain seperti talk, kaolin, dan pati

beras, juga dapat mengandung bakteri, terutama bakteri yang mengandung spora.

Spora ini sulit untuk dihilangkan sehingga dapat terbawa kedalam produk jadi. Oleh

karena itu harus ada batasan mikroba yang jelas untuk membantu mencegah

kontaminasi yang tidak diinginkan di produk jadi.

Wadah bahan baku (seperti karung, drum, karton, dll) juga dapat menjadi sumber

kontaminasi. Oleh karena itu diperlukan penilaian resiko untuk menentukan

kemungkinan terjadinya kontaminasi, dengan melakukan program sampling atau

pengujian untuk memantau bahan baku. Misal pengecekan mutu air secara berkala

untuk melihat kemungkinan adanya kontaminasi mikroba. (Rieger, 2000)

b. Lingkungan

Udara bukan merupakan lingkungan alami untuk pertumbuhan mikroba karena tidak

cukup air dan bahan nutrisi yang diperlukan. Tetapi mikroba dapat menempel pada

partikel-partikel debu dan bahan yang tersuspensi di udara. Jumlah mikroba di udara

tergantung kepada aktifitas yang terjadi di lingkungan tersebut dan jumlah

Page 4: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

debu/partikel tersuspensi. Dinding dan langit-langit ruang kerja dapat menjadi

sumber kontaminasi. (Rieger, 2000)

Kontaminan di udara dapat berupa jamur, spora bakteri dan mikroflora kulit

(terutama micrococci). Pengendalian lingkungan seperti pemantauan udara rutin

dapat dilakukan untuk mengontrol kontaminasi. Adapun Bakteri di udara, yaitu:

Bacillus sp, Clostridium sp, dll. Sedangkanjamur:Penicillium sp, Aspergillus sp,

Mucor sp.

c. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam produksi sediaan dapat merupakan sumber

kontaminasi, antara lain alat yang tidak dibersihkan sempurna, yaitu masih

mengandung sisa-sisa bahan. Pada waktu penyimpanan yang merupakan

substrak(yang digunakan oleh enzim) untuk pertumbuhan mikroba. Enzim(katalis

organik yang dihasilkan organisme). Debu yang berasal dari udara yang menempel

pada alat dapat mengandung mikroba.

Peralatan yang digunakan harus didisain agar mudah dibersihkan. Penggunaan

desinfektan hypochlorite dengan konsentrasi 150 – 200 ppm selama 2 menit dan

disterilisasi selam 10 menit dapat membersihkan peralatan yang berasal dari logam

dan kaca. Penggunaan detergen yang mengandung komponen ammonium quartener

atau mengandung iodine juga dapat digunakan untuk menghilangkan sisa/residu

produk sebelumnya dari peralatan tersebut. Dan ntuk pembilasan atau pencucian

dapat digunakan dengan air panas yang bergunak untuk menonaktifkan residu dari

bahan-bahan organic.

Prosedur pembersihan haruslah tervalidasi dan personil harus diberikan pelatihan

mengenai prosedur pembersihan peralatan. Hal ini untuk menjamin sanitasi dari

peralatan yang digunakan.

Salah satu penyebab terjadinya kontaminasi mikroorganisme ialah kegagalan dalam

mengeringkan peralatan yang digunakansetelah pencucisn dan pembersihan. Karena

harus dipastikan alat yang telah dicuci sudah kering sempurna. (Rieger, 2000)

d. Packaging Material

Bahan kemas harus terbebas dari debu dan bersih dari mikroba. Karenanya untuk

bahan-bahan kemas tertentu seperti wadah botol atau plastic, sebelum digunakan

dilakukan pencucian terlebih dahulu. Karena wadah atau kemasan yang disimpan

dalam kantong bisa terdapat spora mikroba didalamnya, seperti spora jenis

Aspergillus sp, Clostridium sp, Bacillus sp, dan Micrococcus sp. (Rieger, 2000)

Page 5: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

e. Personil

Terjadinya kontaminasi mikroba selama proses produksi sampai pengemasan dapat

disebabkan oleh operator/personil. Misalnya pada kulit, tangan, dan wajah, dapat

mengandung berbagai bakteri, seperti:Staphlococcus aureus, Sarcina sp, Dikteroid

sp, dan Alkaligenas sp.Pada bagian daerah kulit, terdapatfungi: Epidermaphyton sp,

Microsporum sp, dan Trhychophyton sp. Darisaluran hidung terdapatbakteridalam

jumlah besar, antara lain: Staphylococcus aureus, Staphylococcus albus,yang

patogen:Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumonia. Karenanya

operator/personil harus diberitahukan bahwa mereka berpotensi menjadi sumber

kontaminasi dan mereka harus dibekali pelatihan mengenai “personal hygiene”.

Selain itu pemakaian pakaian pelindung/baju khusus untuk masuk ruang produksi

juga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba. (Rieger,

2000)

III. JENIS MIKROORGANISME DALAM KOSMETIK

Sejak tahun 1950, beberapa laporan sudah memuat ditemukannya berbagai jenis

mikroorganisme dalam sediaan kosmetik. Beberapa peneliti, kala itu agak berdeda

pendapat, karena mikroorganisme yang ditemukan berbeda dari satu produk ke produk

yang lain. Namun mereka sepakat bahwa didalam kosmetik ditemukan berbagai jenis

mikroorganisme.(Djajadisastra, 2014)

Sebagian besar sediaan kosmetik merupakan tempat berkembang biak yang baik bagi

bakteri dan jamur. Kosmetik biasanya memiliki sifat mendekati netral yang berisi air,

dan bahan organic, terkadang bahkan mengandung bahan organic nitrogen serta garam-

garam mineral yang semuanya merupakan bahan-bahan yang diperlukan bagi

pertumbuhan meikroorganisme tertentu. . (Djajadisastra, 2014)

Kosmetik yang sudah tercemar atau terkontaminasi oleh mikroorganisme biasanya

terlihat dari pembentukan koloni jamur yang berwarna, perubahan bau, viskositas

(kekentalan) karena adanya degradasi bahan-bahan aktif seperti vitamin, hormon dan

lain sebagainya. Jika kosmetik yang sudah terkontaminasi tersebut dipakaikan ke kulit

tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan iritasi bahkan infeksi.

Sebagai contoh, adanya perubahan warna dan tekstur seperti lendir pada shampoo yang

disebabkan oleh invasi bakteri Aerobacter aerogens (suatu basilus gram negative yang

dapat menghasilkan gas). Balteri ini sering ditemukan didalam shampoo dengan dasar

Page 6: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

netrium lauryl sulfat dan kemungkinan masuk melalui air (terutama jika airnya

didemineralisai dengan cara penggantian ion). . (Djajadisastra, 2014)

Berikut daftar beberapa bakteri yang ditemukan di dalam produk kosmetik baik setelah

kosmetik digunakan atau terkontaminasi dalam kosmetik: (Philips, 2006)

Gram-Negative

Nonfermentors

Gram-

Negative

Fermentors

Gram-Positives Yeast Molds (fungi)

Acinetobacter

Alcaligens

Burkholderia

cepacia

P.putida

P.fluorescens

P. paucinobilos

P. aeruginosa

P. maltophilia

Citrobacter

freundii

Enterobacter

cloacae

E.

agglomerans

E. aeroneges

E. gergoviae

Klebsiella

oxytoca

K. pneumonia

Proteus

Serretia

liquefaciens

S. Marescens

S. odirifera

S. rubidaea

Bacillus

Stahylococcus

aureus

S. epidermidis

Enterococcus

Micrococcus

Sarcina

Streptococcus

Propionibacterium

Candida

Saccharomyces

Torula

Zygosaccharomyces

Alternaria

Aspergillus

Cladosporium

Fusarium

Geotricum

Penicillium

Rhizopus

Thamnidium

Trichothecium

Page 7: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik
Page 8: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

IV. PERSYARATAN CEMARAN MIKROORGANISME DALAM KOSMETIK

Kosmetika yang diproduksi dan atau yang diedarkan harus memenuhi persyaratan

keamanan. Kemanfaatan dan mutu. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan

cemaran mikroba. Persyaratan cemaran mikroba yang diatur dalam menurut BPOM

meliputi Angka Lempeng Total, Angka Kapang dan Khamir, Pseudomonas aeruginosa,

Staphylococcus aureus, dan Candida albicans,. (BPOM, 2011)

Sedangkan berdasarkan “Guidelines Cosmetic Products The Rules Govering Cosmetic

Product In The European Union”, kosmetika dikategorikan menjadi 2 yakni:

- kategory 1 : produk kosmetik untuk anak dibawah 3 tahun, area sekitar

mata,mebran mukosa

- kategori 2: produk kosmetika lainnya

Batas Kuantitatif Batas Kualitatif

Kategori 1 Per 0.5 g atau ml produk <

10 2 cfu/g atau ml mikroba

aerobic mesophyllics

Dalam 0.5 g atau ml:

negatif untuk P.

aeruginosa, S. aureus,

C.albicans.

Kategori 2 Per 0.1 g atau ml produk <

103 cfu/g atau ml mikroba

Dalam 0.1 g atau ml:

negatif untuk P.

Page 9: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

aerobic mesophyllics aeruginosa, S. aureus,

C.albicans.

V. PENGAWET

Pengawetan diperlukan dalam kosmetik, hal ini dikarenakan untuk melindungi produk-

produk yang sudah diformulasi. Kontaminasi mikroba dapat menyebabkan timbulnya

bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas, penurunan daya kerja

bahan aktif, pemisahan emulsi, perubahan perasaan dari produk atau menyebabkan

gangguan kesehatan.

Dalam “The Inspection Plans & Regulatory Policy for Cosmetic”, FDA menyeatakan

bahwa kosmetika “tidak harus steril, tetapi tidak boleh terkontaminasi dengan

mikroorganisme yang mungkin patin, dan densitas dari mikroorganisme yang non-

patogen harus serendah mungkin. Kosmetika harus tetap dalam keadaan demikian

ketika digunakan oleh konsumen”. (Djajadisastra, 2014)

Dalam menggunakan pengawet disediaan kosmetik, ada beberapa factor yang harus di

perhatiakan, yakni:

1. Tingkat keasaman (pH)

Setiap pengawet memiliki aktifitas yang berbeda pada tingkat pH tertentu.

Misalnya, senyawa quartenary ammonium hanya efektif pada pH di atas 7. Ada juga

pengawet yang aktif pada bentuk asam, namun pada bentuk garamnya tidak

memiliki aktifitas sebagai pengawet. (Djajadisastra, 2014)

2. Kelarutan pengawet

Farktor kedua yang penting adalah kelarutan pengawet di dalam fase air dan daya

pemisahannya terhadap air dan fase minyak. Mikroorganisme tumbuh di dalam fase

air atau dipersentuhan air dan minyak. Karenanya, pengawet harus berada di dalam

fase air untuk bisa lebih efektif. (Djajadisastra, 2014)

3. Interaksi dengan bahan lain

Sejumlah senyawa-senyawa organic membentuk suatu lapisan disekeliling

mikroorganisme dan memberikan perlindungan terhadap selnya terhadap serangan

bahan kimia. Banyak komponen dari kosmetika menginaktifasi atau menurunkan

aktifitas dari bahan pengawet dengan bereaksi dengan mereka, menyerap mereka,

atau melarutkan mereka. Walaupun kadang-kadang inaktifasi itu sepenuhnya, tetapi

sering juga tidak, dan sejumlah aktifitas residual masih tersisa.

Page 10: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

Terdapat juga interaksi antara bahan pengawet dengan kemasan, yakni penyerapan

bahan pengawet oleh kemasan. Karet dan plastic, terutama kemasan atau tutup

kemasan dari polyethylene, senantiasa dicurigai karena bahan pengawet yang dapat

larut dalam lemak dapat bermigrasi ke dalam kemasan tersebut.

Sejumlah produk mempertinggi aktifitas bahan pengawet. Sejumlah minyak parfum

memiliki sifat-sifat antimikroba. Sejumlah bahan pengawet dibuat lebih efektif oleh

kehadiran bahan-bahan lain. Bahan-bahan ini jika sendirian sering tidak memiliki

atau hanya memiliki sedikit sifat antimikroba. Contoh terbaik adalah EDTA. Suatu

alternative yang lain, sifat antimikroba dapat ditingkatkan dari penggunaan

campuran dua atau lebih bahan-bahan pengawet. Atau sekarang lebih umum dikenal

dengan nama suatu sistem pengawet. (Djajadisastra, 2014)

a. Sifat-sifat bahan pengawet yang Baik

Sebelum kita membahas mengenai susunan kimia dari bahan-bahan pengawet yang

umum dipakai sekarang, kiranya penting untuk mengetahui atau meninjau sifat-sifat

dari bahan-bahan pengawet yang “ideal”. Meskipun sebenarnya bahan pengawet

yang betul-betul ideal tidak ada dan mungkin tidak pernah ada. Berikut adalah sifat-

sifat bahan pengawet yang baik, diantaranya: (Djajadisastra, 2014)

1. Aktifitasnya Berspektrum Luas. Sudah tentu ini merupakan sifat yang paling

dasar, yaitu kemampuan bahan pengawet itu untuk membunuh mikroorganisme.

Ia harus sama efektifnya baik terhadap bakteri (gram positif dan gram negative)

maupun terhadap jamur (ragi dan cendawan). Umumnya, kebanyakan bahan

pengawet aktif terhadap bakteri atau jamur, tetapi tidak terhadap keduanya

sekaligus.

2. Efektif dalam konsentrasi rendah. Karena bahan pengawet tidak menambah

“marketability” (kelarisan di pasar) dari produk akhir, maka kita ingin agar

bahan pengawet itu sudah berfungsi pada konsentrasinya yang rendah. Ini juga

akan mengurangi biaya, meminimalkan efek toksisnya dan tidak mengubah

sifat-sifat fisik dari kosmetik.

3. Larut dalam air dan tidak larut dalam minyak. Mikroorganisme tumbuh di dalam

fase air agar bisa berfungsi. Karenanya, bahan pengawet yang ideal harus sangat

larut dalam air dan sepenuhnya larut dalam minyak. Ini juga akan mencegah

migrasi ke dalam fase minyak dalam stabilitas jangka panjang.

Page 11: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

4. Stabil. Bahan pengawet itu harus sepenuhnya stabil di dalam semua keekstriman

keadaan yang bisa dijumpai selama pembuatan kosmetika. Termasuk ke

dalamnya adalah soal pH dan temperature.

5. Tidak berwarna dan tidak berbau. Bahan pengawet itu tidak boleh

menambahkan warna atau bau kepada kosmetika dan tidak bereaksi untuk

mengubah warna atau bau dari produk kosmetika.

6. Harmonis. Bahan pengawet itu harus harmonis atau dapat bekerja berdampingan

dengan semua bahan-bahan yang digunakan di dalam kosmetika itu dan tidak

kehilangan sifat-sifat ntimikrobanya di dalam kehadiran bahan-bahan itu.

7. Tetap akhir selama kehidupan kosmetika (“Shelf-life Activity”). Bahan

pengawet yang “ideal” harus terus memberikan perlindungan kepada kosmetika

selama pembuatan dan tetap mempertahankan perlindungan antimikrobanya itu

sepanjang hidup yang diinginkan dari kosmetika itu.

8. Aman. Bahan pengawet itu harus sepenuhnya aman untuk digunakan.

9. Mudah untuk dianalisa. Bahan pengawet itu harus mudah dianalisa aktifitasnya

di dalam produk akhir. Ini lebih sulit daripada apa yang diperkirakan. Misalnya,

mudah saja untuk menganalisa adanya merkuri di dalam produk akhir.

Betapapun, ini hanya menyatakan kepada kita berapa banyak merkuri yang ada,

tetapi tidak menyatakan apakah merkuri itu hadir sebagai bahan pengawet atau

terikat oleh bahan-bahan lainnya seperti misalnya protein. Sebuah contoh lain

adalah paraben. Kita dapat menentukan konsentrasinya dengan HPLC, tetapi

tidak menyatakan kepada kita apakah ia telah dinonaktifkan oleh “Tween” atau

senyawa-senyawa lainnya.

10. Tak terikut bahan penonaktif. Kita tidak ingin suatu bahan yang menonaktifkan

bahan pengawet hadir di dalam kosmetika kita. Bahan-bahan seperti itu sama

sekali tidak boleh pernah ada di dalam sesuatu kosmetika. Bahan penonaktif

bahan pengawet itu harus kita ketahui lewat percobaan kita memakai media

agar-agar dan setelah itu diusahakan untuk tidak terbawa ke dalam pemakaian

dalam pembuatan produk.

11. Mudah untuk ditangani. Bahan pengawet yang “ideal” harus mudan dan aman

ditangani. Jika ia berupa bahan padat, ia harus mudah untuk dijadikan puder

atau serpihan, jika ia berupa bahan cair, ia harus tidak toksis dan tidak mudah

terbakar ketika dikapalkan.

Page 12: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

12. Biaya rendah. Semua orang tentu menginginkan tidak keluarnya biaya untuk

bahan pengawet. Tetapi daripada produk diafkir, masih lebih baik memakai

bahan pengawet, bahkan yang termahal sekalipun.

b. Jenis-jenis pengawet yang biasa digunakan dalam kosmetik

Berikut daftar bahan pengawet yang biasa digunakan dalam kosmetika (Philips,

2006 ; Rieger, 2000)

Golongan pengawet Kelebihan Kekurangan

Acids:

benzoic, sorbic,

dehydroacetic

Efektif untuk kapang dan

jamur; efektif untuk

beberapa jenis bakteri

pH harus sesuai: sorbic

efektif pada pH dibawah

4.5, benzoic efektif pada

pH dibawah 4,

dehydroacetic efektif pada

Page 13: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

pH dibawah 6; aktifitas

rendah untuk

Pseudomonas

Paraben Esters:

Methylparaben

Propylparaben

Ethylparaben

Butylparaben

Aktif untuk bakteri

bgram-positive, kapang

dan jamur; relative tidak

iritan

Inaktifasi oleh nonionic

dan cationic; lebih efektif

pada pH asama

Quaternary Ammonium:

Benzalkonium chloride

Cetylpyridinium chloride

Benzethonium chloride

Efektif untuk bakteri

gram-positif; efektif

untuk beberapa gra –

negatif; aktif pada pH 7

Inkompatibilitas dengan

protein dan anionic;

aktifitas rendah terhadap

Pseudomonas

Formaldehyde donors:

2-bromo-2nitropropane-

1,3-diol (BNPD)

Glutaraldehyde

Quarternium-15

Imidazolidinyl urea

DMDM Hydantion

Sktifitas antimikroba

spectrum luas; relative

murah; range pH luas;

dapat digunakan bersama

surfaktan

Incompatible dengan

protein; iritan; tidak

diperbolehkan dibeberapa

negara

Alcohol:

Ethyl alcohol

Benzyl alcohol

2,4-dichloro benzyl alcohol

Spectrum luas Membutuhkan

konsentrasi yang besar (>

15%) untuk ethyl alcohol

berfungsi sebagai

antimikroba; ethyl alcohol

bersifat volatile, alcohol

dapat terinaktifasi oleh

nonionic

Organic mercuarials:

Phenyl mercuric salt

Aktifitas antimicroba

spectrum luas; stabil

Toksik dan iritan, dapat

diinaktifasi oleh protein

dan anionic; kemungkinan

dapat diinaktifasi oleh

nonionik

Miscellaneous: Antimikroba Spectrum Inaktif pada pH tinggi;

Page 14: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

Campuran chloromethyl-

isothiazolinone dan

methylisothiazolinone

luas dengan konsentrasi

rendah

kemungkinan dapat

terinaktifasi oleh protein

Phenoxyethanol Aktifitas antimikroba

rendah; aktif untuk

bakteri gram-negatif

Inaktif oleh komponen

ethoxylated yang banyak

Page 15: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Guidelines Cosmetic Product, vol.3, Notes of Guadance for Testing of

Cosmetic Ingredients for Their Safety Evaluation. The Rules Governing Cosmetic

Products in The European Union.

BPOM. 2011. Persyaratan Cemaran Mikroba dan Logam Berat Dalam Kosmetika. Jakarta:

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Philip A. Geis. 2006. Cosmetic Microbiology: a practical approach. New York: Taylor &

Francis Group.

Djajadisastra, Joshita. 2014. Buku Pegangan Dasar Kosmetologi, Edisi 2. Jakarta: Sagung

Seto.

Nasser, L. 2008. Fungal Profiles Isolated From open and used cosmetic products collected

from different localities from Saudi Arabia. Saudi Journal of Biological Sciences Vol.

15 No.1.

Rieger MM, editor. 2000. Harry's cosmeticology. 8lh ed. New York: Chemical Publishing Co.

Inc.

BPOM. 2003. Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas

Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

BPOM. 2010. Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Jakarta:

Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia.

Perry, Brian. 2001. Cosmetic Microbiology. Microbiology Today Vol.28/Nov/01

Page 16: Makalah Manfaat Dan Keamanan Kosmetik

LAMPIRAN