makalah lomba inovasi bulan k3

16
Makalah Lomba Inovasi Bulan K3 PT Pertamina “APLIKASI IMOBILISASI KONSORSIUM BAKTERI TERENKAPSULASI SEBAGAI INOVASI PENGENDALIAN PENCEMARAN SUNGAI” Disusun Oleh: 1. Ramdhana Desriyan 2. Niko Juniato 3. Gema Zacky A

Upload: yudhajungle

Post on 13-Apr-2016

98 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Teknologi Di Sungai

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

Makalah Lomba Inovasi Bulan K3 PT Pertamina

“APLIKASI IMOBILISASI KONSORSIUM BAKTERI TERENKAPSULASI

SEBAGAI INOVASI PENGENDALIAN PENCEMARAN SUNGAI”

Disusun Oleh:

1. Ramdhana Desriyan

2. Niko Juniato

3. Gema Zacky A

4. Rimba Yudha A

5. Riska Lutfhiana

6. Dianti

7. Lamtua Purba

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

Contact Person : Niko Juniarto (081291274463)

Page 2: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai merupakan salah satu sumber air yang mempunyai potensi besar bagi

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, namun melihat kondisi saat ini terutama di

Indonesia kuantitas dan kualitas airnya sangat memprihatinkan, konsentrasi pencemaran air

sungai di Indonesia termasuk salah satu yang tinggi. Data berdasarkan BPS tahun 2012

menyimpulkan bahwa sebagian besar kondisi sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar.

Penyebab utama pencemaran air di sungai disebabkan oleh sumber alami seperti erosi,

erupsi gunung merapi, banjir, dan sumber antropogenik yaitu dari kegiatan manusia yang

menghasilkan limbah berupa limbah domestik (kegiatan rumah tangga) dan limbah yang

dihasilkan dari kegiatan industri dalam bentuk limbah padat, cair maupun gas. Berdasarkan PP

82 Tahun 2001, beberapa parameter pencemaran air seperti pH, BOD (biochemical oxygen

demand), COD (chemical oxygen demand), DO (dissolved oxygen demand), kandungan kimia

organik, mikrobiologi dan lain-lain yang apabila nilainya melebihi nilai ambang batas yang

ditetapkan di PP maka dapat dikatagorikan tercemar. Pencemaran sungai akan memberikan

dampak negatif bagi lingkungan, kesehatan manusia dan mahluk hidup lainya. Sehingga perlu

dilakukan upaya pengendalian pencemaran air sungai untuk menjamin kualitas air yang

diinginkan sesuai peruntukanya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

Beberapa metode pengendalian pencemaran air dapat dilakukan dengan pengendalian

secara fisika, kimia dan biologi. Namun dalam penerapanya metode tersebut masih terdapat

kekurangan seperti fisika dan kimia yang memerlukan biaya yang besar sehingga metode ini sulit

diterapkan, alternative yang ada dilakukan saat ini terbatas pada pengendalian fisika secara

sederhana dengan cara pengerukan-pengerukan sungai dan pemisahan sampah di badan air.

Namun metode tersebut masih tergolong mahal, misalnya secara pengerukan-pengerukan untuk

mengangkat sedimen akibat erosi yang dapat menyebabakan banjir yang biasanya menghabiskan

anggaran yang besar. Contohnya proyek pengerukan sungai di Jawa Barat tepatnya Sungai

Citarum pada tahun 2015 menghabiskan anggaran sebesar 250 Milyar (APBD Jabar 2015).

Ironisnya, metode pengendalian yang ada saat itu tidak menyelesaikan pencemaran

sungai secara keseluruhan mengingat parameter pencemaran seperti BOD dan COD hanya bisa

Page 3: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

diatasi dengan pengolahan secara kimia dan biologi. Sehingga diperlukan suatu teknologi efektif

dan efisien yang berwawasan lingkungan yang mampu mengurangi tingkat pencemaran air

sungai di Indonesia.

Salah satu alternatif yang dilakukan adalah dengan mengembangkan aplikasi

immobilisasi bakteri terenkapsulasi untuk mengurangi pencemaran air sungai yang disebabkan

oleh tingginya BOD dan COD. Teknologi ini memanfaatkan agen hayati (bakteri) yang berfungsi

untuk mendegradasi polutan di sungai yang tidak mampu dilakukan oleh proses fisika atau

kimia. Beberapa keunggulan teknologi ini mudah diterapkan (feasible), memiliki efisiensi yang

tinggi (konsumsi energi rendah), kontrol yang mudah dan ramah lingkungan. Dari beberapa

keunggulan teknologi ini dapat menjadi salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi pencemaran

sungai di Indonesia.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Salah satu alternatif pengendalian pencemaran sungai di Indonesia yang diakibatkan oleh

limbah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan makhluk hidup lainya.

1.2.2 Tujuan

Memberikan ide dan kontribusi untuk menjaga kelestarian lingkungan

Aplikasi penerapan ilmu teknologi di bidang lingkungan

Page 4: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

BAB 2

STUDI PUSTAKA

2.1 Pencemaran Sungai

Menurut PP RI No. 82/2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga

kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai

dengan peruntukannya. Pecemaran air khususnya sungai telah banyak terjadi di Indonesia. Hal

ini terjadi sebagai akibat adanya masukan limbah baik domestik maupun industri. Oleh karena

itu diperlukan suatu solusi pengendalian terhadap pencemaran sungai. Berbagai kandungan

pencemar yang terdapat di sungai seperti kandungan bahan organik (diukur melalui BOD dan

COD), nitrogen, fosfor, logam (termasuk logam berat), padatan terlarut dan tersuspensi, maupun

mikroorganisme.

2.2 Imobilisasi Bakteri Terenkapsulasi

Imobilisasi sel mikroorganisme merupakan salah satu dari aplikasi bioteknologi yang

banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk

aplikasi pengolahan berbagai jenis polutan, seperti nutrisi, zat warna, fenol, bahan organik, serta

logam (Pramanik and Khan, 2009).

Imobilisasi dari mikroorganisme memiliki banyak kelebihan dalam pengolahan air

tercemar maupun air limbah seperti kemampuan untuk memfasilitasi pemulihan jumlah biomassa

dan menjaga jumlah biomassa tetap stabil selama proses berlangsung (Guereca and Saavedra,

2015). Imobilisasi sel, yang dewasa ini telah mendapatkan perhatian dalam pengolahan

pencemaran air, dapat menjadi teknik yang efektif dan efisien dari segi biaya untuk mengatasi

pencemaran tersebut. Terlebih lagi, imobilisasi menyediakan konsentrasi sel yang lebih tinggi,

periode start-up yang lebih singkat dalam reaktor, dan stabilitas yang lebih baik dalam menjaga

sel dari paparan langsung terhadap senyawa toksik dibandingkan dengan sel yang tersuspensi

secara bebas. Enkapsulasi merupakan salah satu metode imobilisasi yang relatif mudah untuk

dilakukan. Transfer massa secara difusi dari matriks imobilisasi, seperti alginate, agar, dan

polyurethane, pada umumnya memainkan peran kunci pada degradasi polutan, karena akan

menurunkan laju penyisihan. Penambahan materi lain, seperti tanah liat dan susu rendah lemak,

Page 5: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

sebagai formulasi tambahan dilaporkan dapat meningkatkan ketahanan sel dan kekuatan

enkapsulasi. Namun, penambahan ini tidak menunjukkan peningkatan transfer massa yang

signifikan, dan sebagai hasilnya, peningkatan penyisihan substrat juga tidak signifikan (Chen, et

al., 2013).

Imobilisasi dari mikroorganisme dalam polimer dan dalam kapsul dari polimer untuk

aplikasi pertanian dan lingkungan sudah meningkat pada dua dekade terakhir ini. Imobilisasi

pada berbagai senyawa menyediakan berbagai keuntungan dibandingkan dengan suspensi bakteri

secara bebas. Hal ini meliputi pasokan nutrisi yang tidak akan terputus tanpa harus berkompetisi

dengan mikroorganisme lain. Selain itu, perlindungan dari stress lingkungan seperti bakteriofag,

racun, iradiasi UV, serta kemungkinan pemangsaan zooplankton (Covarrubias, et al., 2012).

Berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait dengan aplikasi imobilisasi bakteri

terenkapsulasi sebagai pengendali pencemaran air diantaranya sebagai berikut. Guereca and

Saavedra (2015) menguji ko-imobilisasi dari sianobakteri Synechococcus elongatus dan

mikroalga Azospirillum brasilense untuk menyisihkan fosfor dari air limbah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa penyisihan polutan lebih efisien dilakukan oleh sel yang tidak diimobilisasi

dibandingkan dengan sel yang diimobilisasi. Hal ini dikarenakan adanya hambatan dalam

transfer massa dari nutrisi yang disebabkan oleh matriks imobilisasi. Namun, imobilisasi akan

menjaga jumlah mikroorganisme yang digunakan agar tetap stabil. Penelitian Chan, et al. (2013)

menunjukkan bahwa sel bakteri yang diimobilisasi dalam kalsium alginate dan activated carbon

fiber menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam penyerapan polutan dalam limbah.

Penelitian Covarrubias, et al. (2012) menunjukkan bahwa populasi mikroba pada limbah

memiliki peran terhadap penurunan populasi dari agen biologis yang digunakan dalam

pengolahan air limbah. Sebaliknya, imobilisasi dalam kapsul alginate menyediakan perlindungan

dari lingkungan untuk agen-agen biologi tersebut untuk melakukan pengolahan limbah.

Hasil penelitian Sinha and Khare (2012) menunjukkan bahwa sel bakteri yang

diimobilisasi dalam kalsium alginate memiliki efektivitas dalam penyisihan merkuri. Selain itu,

sel yang diimobilisasi dapat digunakan berulang kali (multiple cycle). Penelitian lain dilakukan

oleh Wasi, et al. (2011) dengan hasil menunjukkan bahwa sel bakteri yang diimobilisasi dapat

melakukan bioremediasi dengan efektif terhadap berbagai jenis polutan utama. Dengan

demikian, imobilisasi sel bakteri sangat direkomendasikan dibandingkan dengan menggunakan

sel tersuspensi untuk proses bioremediasi atau pengolahan limbah.

Page 6: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah alat-alat gelas, autoklaf, bunsen, heater,

inkubator, laminar, lemari pendingin, mikropipet, neraca analitik, ose, oven, rak tabung,

sentrifugasi, spatula, stirrer, dan vortex mixer.

3.1.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah alkohol, aquades, asam asetat

(CH3COOH), kalsium klorida (CaCl2) 0,1 M, konsorsium bakteri indigenous, Mc Farland

standar, NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Brooth), natrium klorida (NaCl fisiologis), sodium

alginate, dan spirtus.

3.2 Rancangan Pelaksanaan

Rancangan pelaksanaan terdiri dari tiga tahap pelaksanaan yaitu isolasi bakteri

indigenous sungai tercemar, enkapsulasi bakteri, dan aplikasi enkapsulasi bakteri pada sungai

tercemar.

3.2.1 Isolasi Bakteri Sungai Tercemar

A. Pengenceran dan Penanaman Sampel

Pelaksanaan isolasi bakteri diawali dengan pengenceran air sungai tercemar

hingga 10-8 yang dilakukan dengan cara memasukan 1 ml air sungai kedalam tabung

reaksi yang telah diberi 9 ml NaCl steril dan dihomogenkan. Air sungai tersebut diambil

dengan mikropipet sebanyak 1 ml kedalam tabung reaksi lain yang berisi 9 ml NaCl

untuk melakukan pengenceran 10-1, dan selanjutnya dilakukan hingga pengenceran 10-8.

Masing-masing 1 ml dari 3 sampel pengenceran terakhir diambil menggunakan

mikropipet dan dimasukan ke dalam cawan petri. Medium NA dengan suhu 40oC

sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi pengenceran air

sungai dihomogenkan dengan metode pour plate. Cawan petri tersebut dibiarkan hingga

mengeras, kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 24-48 jam.

Page 7: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

B. Pengamatan Morfologi Bakteri dan Pembuatan Biakan Murni

Koloni yang tumbuh pada cawan petri diamati keadaan morfologi seperti bentuk,

pinggiran, warna ataupun permukaan koloni. Masing-masing sampel dengan pengamatan

koloni yang memiliki morfologi berbeda diambil dengan menggunakan ose steril dan

dioleskan pada tabung reaksi yang berisi agar miring NA secara zig-zag. Tabung reaksi

diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.

C. Identifikasi Bakteri

Pelaksanaan identifikasi bakteri dilakukan dengan beberapa proses seperti

pewarnaan gram, Uji Katalase dan Oksidase, dan API Test. Proses identifikasi dilakukan

untuk mengetahui spesies bakteri indigenous air sungai tercemar.

D. Uji Karakteristik Bakteri

Pelaksanaan uji karakteristik bakteri dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sifat bakteri yang menjadi ciri khas keunggulannya. Pengujian ini dilakukan dengan

beberapa jenis pengujian yaitu kurva pertumbuhan bakteri, uji ketahan terhadap faktor

lingkungan seperti fisika (pH dan temperatu), kimia (nitrogen dan fosfor), dan biologi

(kemampuan antibakteri terhadap bakteri patogen).

3.2.2 Enkapsulasi Bakteri

A. Produksi Biomassa

Proses enkapsulasi diawali dengan produksi biomassa bakteri, proses ini bertujuan

untuk memperbanyak massa bakteri untuk proses pembuatan enkapsulasi. Isolat bakteri

ditumbuhkan pada agar cair NB pada suhu 37oC selama 24 jam-48 jam. Kultur kerja

selanjutnya dipanen dan disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit.

Supernatan dipisahkan dengan bagian filtrat sehingga diperoleh biomassa bakteri.

B. Enkapsulasi Bakteri

Biomassa bakteri dibuat suspensi dalam NaCl pada kekeruhan Mc Farland 3.

Kemudian dilakukan penghitungan biomasaa bakteri menggunakan perhitungan TPC,

untuk mengetahui jumlah bakteri sebelum dienkapsulasi. Selanjutnya isolate yang telah

dikultur diresuspensikan sebanyak 3 ml dalam 10 ml NaCl, kemudian ditambahkan 60 ml

sodium alginat 3% (w/v). Setelah dilakukannya pencampuran, kemudian diteteskan ke

dalam gelas kimia yang berisi CaCl2 dengan volume 200 ml sambil dilakukan

Page 8: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

pengadukan dengan magnetic stirrer. Selanjutnya dilakukan pencucian dengan NaCl

steril, lalu dikeringkan (Purwandhani dkk, 2007). Berikut merupakan hasil bakteri

terenkapsulasi:

Gambar 1. Bakteri Terenkapsulasi

(http://www.nisco.ch/bilder/113.jpg)

C. Viabilitas Bakteri Terenkapsulasi

Pengujian viabilitas enkapsulasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri

mempertahankan jumlah biomassa pada proses enkapsulasi. Bakteri terenkapsulasi

sebanyak 0,1 gr diambil dan dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9,9 ml NaCl,

kemudian dilakukan pengocokan dengan vortex. Deretan pengenceran dipersiapkan

hingga 10-8, kemudian sebanyak 1 ml sampel diambil menggunakan mikopipet ke dalam

cawan petri steril dan ditambahkan 10 ml medium NA dengan suhu 40oC, lalu diinkubasi

pada suhu 37oC (Lian et al., 2003).

D. Uji Karakteristik Bakteri Terenkapsulasi

Pelaksanaan uji karakteristik bakteri terenkapsulasi dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui sifat bakteri setelah dienkapsulasi. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui perbedaan karakteristik bakteri sebelum dan setelah enkapsulasi. Pengujian

ini dilakukan dengan menguji ketahan terhadap faktor lingkungan seperti fisika (pH dan

temperatu), kimia (nitrogen dan fosfor), dan biologi (kemampuan antibakteri terhadap

bakteri patogen).

3.2.3 Aplikasi Enkapsulasi Bakteri Pada Sungai Tercemar

Pengaplikasian bakteri terenkapsulasi pada sungai tercemar dilakukan dengan membuat

media penjaring menggunakan kawat ram 2 x 2 mm yang dibuat dengan volume p (lebar sungai)

x l x t (kedalaman sungai). Media penjaring diisi dengan bakteri terenkapsulasi. Media jaring

Page 9: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

yang telah berisi terenkapsulasi dipasang melingtang tegak lurus terhadap arah aliran sungai hulu

ke hilir. Media penjaring dipasang dengan jarak tertentu. Jarak tersebut disesuaikan dengan

keadaan lingkungan sungai, seperti konsentrasi polutan, debit sungai, dan ukuran sungai.

Masing-masing pemasangan media penjaring dilakukan pengujian kualitas lingkungan perairan

tersebut untuk mengetahui kemampuan degradasi imobolisasi konsorsium bakteri terenkapsulasi.

Page 10: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Aplikasi Imobilisasi Konsorsium Bakteri Terenkapsulasi sebagai Inovasi Pengendalian

Pencemaran Sungai diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan. Kelebihan dari

teknologi ini adalah mudah diterapkan, memiliki efisiensi yang baik, kontrol yang mudah, dan

ramah lingkungan. Kelemahan dari teknologi ini adalah penerapan masih diorientasikan pada

perairan sungai.

4.2 Saran

Saran dari penerapan teknologi ini adalah diperlukan studi lebih lanjut mengenai aplikasi

imobilisasi konsorsium bakteri terenkapsulasi sebagai inovasi pengendalian pencemaran danau

dan laut.

Page 11: Makalah Lomba Inovasi Bulan K3

Daftar Pustaka

Chen, D.Z., Fang J.Y., Shao, Q., Ye J.X., and Ouyang D.J., Chen, J.M. (2013): Biodegradation

of tetrahydrofuran by Pseudomonas oleovorans DT4 immobilized in calcium alginate

beads impregnated with activated carbon fiber: Mass transfer effect and continuous

treatment, Bioresource Technology, 139, 87-93.

Covarrubias, S.A., de-Bashan, L.E., Moreno, M., and Bashan, Y. (2012): Alginate beads provide

a beneficial physical barrier against native microorganisms in wastewater treated with

immobilized bacteria and microalgae, Environmental Biotechnology, 93, 2669-2680.

Data Pencemaran Sungai Indonesia, BPS 2012.

Guereca, D.A.R. and Saavedra, M.D.P.L.S. (2015): Growth and phosphorus removal by

Synechococcus elongatus co-immobilized in alginate beads with Azospirillum brasilense,

Journal of Applied Phycology, DOI 10.1007/s10811-015-0728-9.

http://jabar.tribunnews.com/2015/01/05/anggaran-pengerukan-provinsi-jabar (diakses pada

tanggal 5 Februari 2016)

Lian W.C.; Hsio H.C; and Chou C.C. 2003. Viability of microencapsulated bifidobacteria in

simulated gastric juice and bile solution. Int J Food Microbial 86:293-301.

Pramanik, S. and Khan, E. (2009): Effects of cell entrapment on growth rate and metabolic

activity of pure cultures commonly found in biological wastewater treatment,

Biochemical Engineering Journal, 46, 286-293.

Purwandhani, S.N.; Made, S; dan Endang S.R. 2007. Stabilitas thermal agensia probiotik l.

Acidophilus snp 2 terenkapsulasi metode ekstrusi dan emulsi. Seminar Nasional

Teknologi ISSN : 1978 – 9777.

Sinha, A. and Khare, S.K. (2012): Mercury bioremediation by mercury accumulating

Enterobacter sp. cells and its alginate immobilized application, Original Paper, 23, 25-

34.

Wasi, S., Tabrez, S., Ahmad, M. (2011): Suitability of Immobilized Pseudomonas fluorescens

SM1 Strain for Remediation of Phenols, Heavy Metals, and Pesticides from Water,

Water Air Soil Pollut, 220, 89-99.