makalah korosi 2

27
KOROSI Posted on Mei 5, 2011 by Nurafni BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Proses korosi terjadi hampir pada semua material terutama logam terjadi secara perlahan tetapi pasti, korosi dapat menyebabkan suatu material mempunyai keterbatasan umur pemakaian, dimana material yang diperkirakan untuk pemakain dalam waktu lama ternyata mempunyai umur yang lebih singkat dari umur pemakaian rata-ratanya. Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa- senyawa yang tak dikehendaki. Korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori. Rumus kimia dari karat besi adalah Fe2O3.xH2O. Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis menjadi karat. Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah keroposnya jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya.Siapa di antara kita tidak kecewa bila bodi mobil kesayangannya tahu-tahu sudah keropos karena korosi. Pasti tidak ada. Karena itu, sangat penting bila kita sedikit tahu tentang apa korosi itu, sehingga bisa diambil langkah-langkah antisipasi. 1.2.Perumusan masalah a. Apa yang menyebabkan terjadinya korosi pada besi? b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan mempercepat korosi?

Upload: yusber-toding-allo

Post on 02-Aug-2015

446 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KOROSI 2

KOROSI

Posted on Mei 5, 2011 by Nurafni

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Proses korosi terjadi hampir pada semua material terutama logam terjadi secara perlahan tetapi pasti, korosi dapat menyebabkan suatu material mempunyai keterbatasan umur pemakaian, dimana material yang diperkirakan untuk pemakain dalam waktu lama ternyata mempunyai umur yang lebih singkat dari umur pemakaian rata-ratanya. Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki.

Korosi atau perkaratan sangat lazim terjadi pada besi. Besi merupakan logam yang mudah berkarat. Karat besi merupakan zat yang dihasilkan pada peristiwa korosi, yaitu berupa zat padat berwarna coklat kemerahan yang bersifat rapuh serta berpori. Rumus kimia dari karat besi adalah Fe2O3.xH2O. Bila dibiarkan, lama kelamaan besi akan habis menjadi karat.

Dampak dari peristiwa korosi bersifat sangat merugikan. Contoh nyata adalah keroposnya jembatan, bodi mobil, ataupun berbagai konstruksi dari besi lainnya.Siapa di antara kita tidak kecewa bila bodi mobil kesayangannya tahu-tahu sudah keropos karena korosi. Pasti tidak ada. Karena itu, sangat penting bila kita sedikit tahu tentang apa korosi itu, sehingga bisa diambil langkah-langkah antisipasi.

1.2.Perumusan masalah

a. Apa yang menyebabkan terjadinya korosi pada besi?

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan mempercepat korosi?

c. Bagimana cara pencegahan agar besi tidak berkarat?

1.3.Tujuan

a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang korosi

b. Mahasiswa dapat menganalisi faktor-faktor penyebab terjadinya korosi

c. Mahasiswa bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari cara pencegahan korosi.

Page 2: MAKALAH KOROSI 2

BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Korosi

Kerusakan merupakan proses redoks pada permukaan logam dan llingkungannya. Korosi adalah reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tak dikehendaki. korosi ini, yaitu reaksi kimia antara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik logam itu sendiri.. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya berupa oksida atau karbonat.

Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3 . XH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Pada korosi besi, bagian tertentu dari besi berlaku sebagai anode, dinama besi mengalami oksidasi.

Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e E0 = + 0,44 V

Elektron yang dibebaskan di anode mengalir ke bagian lain dari besi yang berlaku sebagai katode, dimana oksigen tereduksi.

O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V

atau

O2(g) + HH+(aq) + 4e → 2H2O(l) E0 = + 1,23 V

Ion besi (II) yang terbentuk pada anode selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, Fe2O3 . XH2¬O, yaitu karat besi. Maka reaksi yang terjadi :

Anode : 2Fe(s) → 2Fe2+(aq) + 4e E0 = + 0,44 V

Katode : O2(g) + 2H2O(l) + 4e → 4OH-(aq) E0 = + 0,40 V

Reaksi Sel : 2Fe(s) + O2(g) + 2H2O(l) → 2Fe2+(aq) + 4OH-(aq) E0reaksi = 0,84 V

Ion Fe2+ tersebut kemudian mengalami oksidasi lebih lanjut dengan reaksi :

4Fe2+(aq) + O2(g) + (4 + 2n) H2O → 2Fe2O3 . nH2O + 8H+(aq)

Mengenai bagian mana dari besi itu yang bertindak sebagai anode dan dan bagian mana yang bertindak sebagai katode bergantung pada berbagai faktor, misalnya zat pengotor, atau perbedaan rapatan logam itu. Korosi besi memerlukan oksigen dan air.

Page 3: MAKALAH KOROSI 2

b. Proses Korosi

Peristiwa korosi sendiri merupakan proses elektrokimia, yaitu proses (perubahan / reaksi kimia) yang melibatkan adanya aliran listrik. Bagian tertentu dari besi berlaku sebagai kutub negatif (elektroda negatif, anoda), sementara bagian yang lain sebagai kutub positif (elektroda positif, katoda). Elektron mengalir dari anoda ke katoda, sehingga terjadilah peristiwa korosi.

Ion besi (II)yang terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi menjadi ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi (karat besi), Fe2O3.xH2O.

Dari reaksi terlihat bahwa korosi melibatkan adanya gas oksigen dan air. Karena itu, besi yang disimpan dalam udara yang kering akan lebih awet bila dibandingkan ditempat yang lembab. Korosi pada besi ternyata dipercepat oleh beberapa faktor, seperti tingkat keasaman, kontak dengan elektrolit, kontak dengan pengotor, kontak dengan logam lain yang kurang aktif (logam nikel, timah, tembaga), serta keadaan logam besi itu sendiri (kerapatan atau kasar halusnya permukaan)

c. Faktor yang berpengaruh dan mempercepat korosi

1) Air dan kelembapan udara

Air merupakan salah satu faktor penting untuk berlangsungnya proses korosi. Udara yang banyak mengandung uap air (lembap) akan mempercepat berlangsungnya proses korosi.

2) Elektrolit

Elektrolit (asam atau garam) merupakan media yang baik untuk melangsungkan transfer muatan. Hal itu mengakibatkan elektron lebih mudah untuk dapat diikat oleh oksigen di udara. Oleh karena itu, air hujan (asam) dan air laut (garam) merupakan penyebab korosi yang utama.

3) Adanya oksigen

Page 4: MAKALAH KOROSI 2

Pada peristiwa korosi adanya oksigen mutlak diperlukan.

4) Permukaan logam

Permukaan logam yang tidak rata memudahkan terjadinya kutub-kutub muatan, yang akhirnya akan berperan sebagai anode dan katode. Permukaan logam yang licin dan bersih akan menyebabkan korosi sukar terjadi, sebab sukar terjadi kutub-kutub yang akan bertindak sebagai anode dan katode.

Letak logam dalam deret potensial reduksi

Korosi akan sangat cepat terjadi pada logam yang potensialnya rendah, sedangkan logam yang potensialnya lebih tinggi justru lebih awet.

d. Cara Mencegah Korosi

a) Dicat

Cat menghindarkan kontak besi dengan udara dan air.

b) Melumuri dengan oli atau minyak

Cara ini diterapkan untuk berbagai perkakas dan mesin oli atau minyak mencegah kontak besi dengan air

c) Dibalut dengan plastik

Berbagai macam barang, misalnya rak piring dan kerancang sepeda dibalut dengan plastik. Plastik mencegah kontak besi udara dan air.

d) Tin plating (pelapisan dengan timah)

Biasanya kaleng-kaleng kemasan terbuat dari besi dilapisi dengan timah. Pelapisan dilakukan secara elektrolisis, yang disebut electro plating. Timah tergolong logam yang tahan karat. Besi yang dilapisi timah tidak mengalami korosi karena tidak adanya kontak dengan oksigen (udara) dan air. Akan tetapi, lapisan timah hanya melindungi besi selama lapisan utuh (tanpa cacat). Apabila lapisan timah ada yang cacat, misalnya tergores, maka timah justru mendorong/mempercepat kolosi besi. Hal itu terjadi karena potensial reduksi besi lebih negatif daripada timah. Oleh karena itu, besi yang dilapisi timah akan membentuk suatu sel elektrokimia dengan besi sebagai anode. Dengan demikian timah mendorong korosi besi.

e) Galvanisasi (pelapisan dengan zink)

Pipa besi, tiang telepon, badan mobil, dan berbagai barang lain dilapisi dengan zink. Berbeda dengan timah, zink dapat melindungi besi dari korosi sekalipun lapisannya

Page 5: MAKALAH KOROSI 2

tidak utuh. Hal itu terjadi karena suatu mekanisme yang disebut perlindungan katode. Oleh karena potensial reduksi besi lebih positif daripada zink, maka besi yang kontak dengan zink akan membentuk sel elektrokimia dengan besi sebagai katode. Dengan demikian, besi terlindungi dan zink yang mengalami oksidasi.

f) Cromium plating (pelapisan dengan kromium)

Besi atau baja juga dapat dilapisi dengan kromium untuk memberi lapisan pelindung yang mengkilap, misalnya untuk bemper mobil. Cromium plating juga dilakukan dengan elekrolisis. Sama seperti zink, kromium juga dapat memberi perlindungan sekalipun lapisan kromium itu ada yang rusak.

g) Sacrificial protection (pengorbanan anode)

Magnesium adalah logam yang jauh labih aktif (berarti lebih mudah berkarat) daripada besi. Jika logam magnesium dikontakkan dengan besi maka magnesium itu akan berkarat tetapi besi tidak. Cara ini digunakan untuk melindungi pipa baja yang ditanam dalam tanah atau badan kapal laut. Secara periodik, batang magnesium harus diganti.

BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan

Korosi adalah suatu gejala kimia yang menyerang logam dan mengakibatkan

kerusakan pada logam tersebut.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi korosi, yaitu :

1. Air dan kelembaban udara

2. Elektrolit

3. Zat terlarut pembentuk asam (CO2, SO2)

4. Adanya O2

5. Lapisan pada permukaan logam

6. Letak logam dalam deret potensial reduksi

Korosi dapat dicegah dengan cara :

1. Melapis permukaan logam dengan cat.

Page 6: MAKALAH KOROSI 2

2. Melapis permukaan logam dengan melumuri dengan oli atau minyak

3. Dibalut dengan plastik

4. Tin plating (pelapisan dengan timah)

5. Galvanisasi (pelapisan dengan zink)

6. Cromium plating (pelapisan dengan kromium)

7. Sacrificial protection (pengorbanan anode)

3.2. Saran

Agar logam tidak berkarat, sebaiknya dicegah dengan cara yang telah dijelaskan pada pembahasan diatas dan hindari dari kontak langsung udara dan air.

DAFTAR PUSTAKA

Mansano. 2010. Korosi dan Cara Pencegahannya. Di akses di http://kimia123sma.wordpress.com/2010/04/20/korosi-dan-cara-pencegahannya/. Akses pada tanggal 3 Mei 2011 11:04 pm.

Yuniaza. 2010. Pengertian Korosi. Di akses di http://yuniazza.wordpress.com/2010/10/27/pengertian-korosi/. Akses pada tanggal 3 Mei 2011 11:30 pm.

Harmawan. 2009. Pengertian Korosi. Di akses di http://teknikkimia2001.blogspot.com/2009/02/pengertian-korosi_20.html. Akses pada tanggal 3 Mei 2011 12:30 pm.

LAMPIRAN

Page 8: MAKALAH KOROSI 2

Pendahuluan

Biaya untuk metode kontrol korosi dan servis akibat proses korosi pada seluruh logam

komersial di Amerika Serikat pada tahun 1998 berjumlah 7,7 milyar dolar amerika. Di

Jepang, pada tahun 1997 biaya untuk penggantian logam akibat proses korosi sekitar

443,24 milyar yen. Sedangkan di Indonesia belum ada nilai biaya pasti akibat proses

korosi.

Pada baja karbon rendah dengan kadar pemadu terbatas umumnya di bawah 2% dari

total logam dasar Fe, logam tersebut sangat rentan terjadinya korosi karena rendahnya

unsur – unsur pemadu untuk meningkatkan ketahanan korosi. Unsur-unsur pemadu

tersebut adalah tembaga,krom, nikel, molybdenum dan fosfor dalam jumlah tertentu.

Setiap logam mempunyai unsur ikutan dengan nilai yang sangat rendah sehingga tidak

berpengaruh terhadap ketahanan korosi.

Faktor penting dalam korosi lingkungan adanya hujan, kabut atau pengembunan akibat

kelembaban relatif yang tinggi. Dalam suatu struktur harus diperhatikan rancangan

struktur agar mengalir dengan bebas air dan cukup ventilasi untuk mengeringkan

seluruh permukaan. Kabut dan pengembunan bisa mengakibatkan korosi membasahi

seluruh permukaan. Selapis tipis air yang tidak kelihatan sudah cukup membuat suatu

sel korosi yang baik. Adanya tiga faktor sel korosi yaitu anoda, katoda dan elektrolit.

Lapisan tipis embun yang terbentuk dari embun dari kabut atau dari kelembaban tinggi

mudah jenuh dengan oksigen dari udara sehingga terjadi daerah katodik. Laju atau

tingkat keparahan suatu logam pada korosi lingkungan umumnya ditentukan

konduktivitas elektrolit yang terlarut. Salah satunya yaitu lingkungan yang mengandung

ion-ion klorida atau lingkungan laut.

Pada lingkungan laut dengan kadar garam hingga 3,5% atau lingkungan dengan

mempunyai kadar ion klorida uang cukup tinggi, baja karbon rendah mengalami

kegagalan material akibat korosi yang menyeluruh ke seluruh permukaan logam

tergantung dari konsentrasi elektrolit di lingkungan. Aplikasi baja karbon rendah di

lingkungan dengan kadar ion klorida lebih dari 3% banyak di pakai pada shipbuilding

Page 9: MAKALAH KOROSI 2

dan marine equipment. Korosi lingkungan (atmospheric corrosion) harus diperhatikan

dalam spesifikasi logam baja karbon khususnya adanya ion klorida.

Pencegahan korosi pada korosi lingkungan dilakukan dengan perbagai cara yaitu

dengan pemilihan logam tahan korosi dan lapis lindung. Salah satu pencegahan yang di

bahas dalam penelitian ini adalah pemilihan logam tahan korosi. Logam tahan korosi

antara lain baja nirkarat AISI 304 dan AISI 316L. baja nirkarat tersebut. Logam–logam

tersebut sangat tahan terhadap korosi lingkungan khususnya lingkungan yang

mengandung ion-ion klorida hingga 3,5%wt. Ini disebabkan adanya unsur-unsur

pemadu kromium lebih dari 4 % yang akan meningkatkan ketahanan korosi pada

lingkungan agresif, unsur nikel juga meningkatkan ketahanan korosi. Pada logam AISI

316L, unsur nikel lebih banyak ditambahkan dibandingkan logam AISI 304 dan juga

unsur molibdenum untuk meningkatkan ketahanan korosi suhu tinggi serta tahan

terhadap proses pickling larutan asam. Gambar 1 memperlihatkan urutan ketahanan

logam pada lingkungan laut atau kadar ion klorida lebih dari 3%.

Page 10: MAKALAH KOROSI 2

Gambar 1. Deret galvanik berbagai logam dalam lingkungan klorida.

Penelitian ini untuk melihat secara awal ketahanan korosi baja karbon rendah, AISI 304

dan AISI 316L di lingkungan agresif NaCl 5% melalui pengujian kabut garam dengan

interval 24, 48, 72, 96 dan 168 jam berturut-turut sehingga dihasilkan suatu indikator

awal kerusakaan secara kualitatif dan secara kuantitatif melalui nilai kehilangan berat

setiap waktu ekspos dan laju korosi logam tersebut. Namun pengujian kabut garam

kurang representatif dalam kuantifikasi laju korosi . Dari hasil-hasil ini menyebutkan laju

Page 11: MAKALAH KOROSI 2

korosi akan turun seiring dengan waktu ekspos menjadikan penelitian ini sebagai bahan

referensi untuk mewakili secara nyata di lingkungan pantai karena kondisi yang konstan

dan ekstrem saat pengujian.

Metodologi Penelitian

Pada penelitian tersebut, prosedur penelitian ini menjadi 2 bagian utama yaitu :

1. Preparasi benda uji dan perhitungan

2. Pengujian kabut garam

Preparasi benda uji

· Benda uji berupa pelat dengan ketebalan 7 mm dipotong dengan jig saw

dengan ukuran 4 cm x 6 cm sebanyak 5 sampel untuk setiap jenis logam uji.

· Benda uji tersebut dibersihkan dari kotoran (lemak dan debu) dan karat-karat di

permukaan logam dengan metode pickling sesuai standar ASTM G1-99.

1. Baja karbon rendah dibersihkan dengan 500 ml Asam klorida (HCl)

ditambah inhibitor 3,5 gram Hexamethylene tetramine dengan alat

ultrasonic cleaner.

2. Baja nirkarat AISI 304 dan AISI 316L dibersihkan dengan larutan

asam nitrat 100 mL dan dilarutkan di dalam aquades hingga 1000

mL kemudian dipanaskan hingga temperatur 600C dengan alat

ultrasonic cleaner.

· Semua sampel yang masuk ke larutan pembersih kemudian dibersihkan

dengan aquades dan metanol kemudian dikeringkan dengan alat pengering.

· Setelah itu ditimbang berat awal masing-masing sampel sebelum diuji.

Pengujian kabut garam

Page 12: MAKALAH KOROSI 2

Pengujian kabut garam memakai standar ASTM B 117-97. Langkah-langkah persiapan

alat uji kabut garam (fog salt testing) yaitu:

1. Posisikan sampel pelat hingga 300 terhadap garis vertikal dan ditempatkan pada

rak-rak yang terbuat dari polimer.

2. Larutan uji 5%wt sodium klorida (NaCl) dari total larutan sesuai spasifikasi

standar ASTM D19 - 93.

3. Temperatur uji dijaga 350 C(950 F) dengan pH 6,5 – 7,2 dan tekanan sebelum ke

nozzle antara 69 – 172 kPa/m2.

4. Waktu ekspos sampel uji 24, 48, 72, 96 dan 168 jam secara periodik.

5. Setiap interval pengujian diambil 3 sampel uji yang berbeda. Sampel uji di foto

secara makro perbesaran 2 X kemudian dibersihkan melalui proses pickling,

setelah itu ditimbang untuk mendapatkan berat setelah pengujian.

6. Setiap interval diulang hingga 168 jam

Perhitungan kehilangan berat (weight loss) dilakukan dengan melakukan perhitungan

selisih antara berat awal dan berat akhir terlihat pada rumus perhitungan berikut :

DW = WO – WA

DW = Selisih berat (gram)

WO = Berat sebelum uji

WA = Berat setelah uji

Perhitungan laju korosi dapat dilakukan dengan melihat rumus laju korosi secara

umum.

Laju korosi = (K x W) / (A x T xD)

K = Konstanta (2,40x 106 x D)

T = Waktu ekspos (jam)

Page 13: MAKALAH KOROSI 2

A = Luas permukaan logam (cm2)

W = Kehilangan berat (gram)

D = Densitas logam (gram/cm2)

Hasil dan Pembahasan

Korosi lingkungan khususnya lingkungan dengan kadar ion klorida lebih dari 3% sangat

berbahaya terhadap logam yang rentan terhadap korosi. Pada logam baja karbon

rendah dengan kadar karbon di bawah 0,02%, krom <>

Proses elektrokimia berperan besar terjadinya korosi. Adanya empat komponen

terjadinya korosi dalam sel yaitu adanya anoda, katoda, elektrolit dan hubungan listrik.

Pada pengujian kabut garam, kondisi pH sekitar 6,5 hingga 7,2 mendekati netral di

atmosfer menyebabkan proses reduksi terjadi. Pada baja lunak dengan kadar karbon

rendah hingga 0,02%wt sangat rentan terjadinya proses korosi. Pada pengujian kabut

garam dengan standar ASTM B 117, baja karbon diekspos interval 24, 48, 72, 96 dan

168 jam di ruang kabut garam dengan kondisi temperatur 350C.

Tabel 1. Kehilangan berat dan laju korosi baja lunak dengan pengujian kabut garam

Waktu

ekspos

(jam)

Berat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Kehilangan

berat (gram)

Laju korosi

(mdd)

24 18,5595 18,3891 0,1704 50,71429

48 19,1145 18,8428 0,2717 80,8631

72 18,6527 18,2 0,4527 134,7321

96 18,8569 18,2916 0,5653 168,244

168 19,3364 18,3828 0,9536 283,8095

Pada Tabel 1 terlihat bahwa makin lama waktu ekpos semakin besar namun laju korosi

fluktuasi mendekati turun. Pada waktu ekspos 24 jam, kehilangan berat 0,1704 gram

Page 14: MAKALAH KOROSI 2

(0,918%) sedangkan waktu ekspos 168 jam sekitar 0,9536 ( 4,93 % berat total). Ini

merupakan indikasi awal bahwa baja karbon rendah ini mengalami kerusakan korosi

dengan kategori parah terlihat dari laju korosi antara 50,71429 mdd – 3283,8095 mdd.

Kerusakan tersebut disebabkan adanya lingkungan yang berisi kabut air garam yang

mengandung ion-ion klorida. Pada Gambar 2, konsumsi oksigen pada reaksi katoda

normal dalam larutan netral menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi oksigen

dalam elektrolit. Daerah basah yang berdekatan dengan udara atau antarmuka elektrolit

menerima oksigen dari difusi lebih banyak dibandingkan daerah di tengah butiran air

yang kurang kadar oksigen. Perbedaan konsentrasi antara daerah tengah dan daerah

di pinggir butir air mengalami polarisasi anodik sehingga terlarut menjadi ion-ion logam

(Fe+2)

Fe à Fe2+ + 2e-

Ion-ion hidroksil terjadi di daerah katoda, terdifusi ke arah dalam dan bereaksi dengan

ion-ion besi yang terdifusi kearah luar. Hasil produk yang tidak larut dalam air di

sekeliling lubang akibat lepasnya logam menjadi ion logam sehingga menghambat

difusi oksigen dan mempercepat proses anodik di daerah tengah butir air. Proses korosi

ini dipercepat dengan adanya ion-ion klorida sebagai katalis. Di bawah ini merupakan

reaksi lengkap dari mekanime proses korosi di daerah butir air.

Fe2+ + 2(OH)- à Fe(OH)2 ¯ (Ferro hidroksida)

Atau 4Fe + 6H2O + 3O2 à 4Fe(OH)3 ¯

Berubah menjadi ferrous oksida dengan lepasnya air :

2Fe(OH)3 à Fe2O3 ¯ + 3H2O

2Fe(OH)2 + Fe2+ + 2H2O à Fe3O4 + 6H+ (Magnetit)

Fe(OH)2 + (OH)- à FeO (OH) ¯ + H2O

Page 15: MAKALAH KOROSI 2

Gambar 2. Sel korosi pada butir air di permukaan logam

Secara teori, jika proses elektrokimia terjadi secara simultan dengan menganggap

lingkungan yang tetap dan tidak ada perubahan internal pada logam sehingga laju

oksidasi konstan akan menurunkan laju korosi pada logam karena lapisan oksida

menutupi seluruh permukaan logam sehingga tidak ada ion-ion agresif berdifusi masuk

ke dalam logam. Namun kenyataan di lapangan bahwa logam tersebut mengalami

perlakuan alam dari luar seperti hujan, angin dan kabut serta internal logam sendiri.

Pada pengujian ASTM B 117, cukup mewakili keadaan tersebut dengan

menyemprotkan butir-butir air yang mengandung 5% garam keseluruh ruang uji dengan

tekanan dan ukuran butir air tertentu sehingga tekanan di ruang uji lebih tinggi di

banding tekanan di luar ruang, terlihat pada Gambar 3, keadaan permukaan benda uji.

Produk-produk korosi secara teoritis tersebut berupa di permukaan baja karbon. Pada

baja lunak terekpsos 48 jam, permukaan baja mulai tertutup, hanya sedikit yang tidak

tertutup dan semakin tebal karat yang terjadi. Saat 72 jam ekspos warna karat mulai

bermunculan ditandai warna hitam yang merupakan produk hematit dari reaksi fero

hidroksida dan ion besi karena ion besi diberi kesempatan untuk bereaksi dengan

senyawa fero hidroksida. Produk karat semakin tebal namun ada sedikit yang tidak

tertutup oleh karat.

Page 16: MAKALAH KOROSI 2

Gambar 3. Korosi baja lunak dengan uji kabut garam dengan interval 24, 48, 72,

96 dan 168 jam.

Pada ekspos 96 jam, warna hitam produk korosi semakin banyak dan hingga waktu

ekspos 168 jam semakin pekat dan banyak. Produk korosi dengan waktu ekspos 168

jam semakin tebal dengan lapisan terdalam Ferro Hidroksida, lapisan kedua hematit

dan terluar lapisan feri oksida.

Pencegahaan korosi lingkungan dilakukan dua hal yaitu pemilihan material tahan korosi

dan lapis lindung pada logam. Pemilihan material dilakukan dengan melihat spesifikasi

dari material tersebut, pada umumnya di lihat dari komposisi pemadu unsur-unsur di

dalam logam untuk meningkatkan ketahanan korosi. Logam alternatif antara lain logam

AISI 304 dan AISI 316L.

Page 17: MAKALAH KOROSI 2

Logam AISI 304 merupakan jenis baja austenitik dengan unsur krom 18% dan 8% nikel

yang dikombinasikan dengan 0.08% maksimum karbon terlihat pada Tabel 2.Logam ini

merupakan baja nonmagnetik yang tidak bisa diproses perlakuan panas, tetapi hanya

bisa melalui proses pengerjaan dingin untuk mendapatkan kekuatan tarik tinggi. Unsur

pemadu krom berfungsi untuk meningkatkan ketahanan oksidasi dan korosi. Unsur

nikel 8% juga meningkatkan ketahanan korosi untuk media lingkungan reduksi.

Tabel 2. Komposisi kimia AISI 304

Carbon 0.08% max. Silicon 1.00% max.

Manganese 2.00% max. Chromium 18.00-20.00%

Phosphorus 0.045% max. Nickel 8.00-10.50%

Sulfur 0.030% max.

Tabel 3. Kehilangan berat dan laju korosi AISI 304 dengan pengujian kabut garam

Waktu

ekspos

(jam)

Berat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Kehilangan

berat (gram)

Laju korosi

(mdd)

24 19,4129 19,4124 0,005 0,127551

48 18,7751 18,7748 0,003 0,076431

72 19,2094 19,209 0,004 0,102041

96 18,8332 18,8329 0,0003 0,076431

168 19,0186 19,0175 0,0011 0,280612

Pada Tabel 3, nilai kehilangan berat sangat kecil. Pada waktu ekspos 24 jam hanya

0,005 gram (0,02575% dari total berat awal) sedangkan saat waktu ekspos 168 jam

sekitar 0,0011 gram (0,00578% dari total berat awal). Faktor laju korosi pada AISI 304

digolongkan tidak parah karena nilai sangat kecil sekitar 0,076431 mdd – 0,280612

mdd.

Faktor ketahanan korosi terhadap lingkungan agresif klorida hingga 5% disebabkan

adanya lapisan pasif yang dibentuk karena adanya aerasi oksigen di lingkungan yang

mengandung ion klorida. Unsur krom hingga 20% merupakan unsur utama

Page 18: MAKALAH KOROSI 2

terbentuknya lapisan protektif di permukaan stainless steel. Lapisan protektif tersebut

dapat terbentuk dengan nilai minimal 10,5% krom. Namun dengan kadar hingga 20%

krom dapat meningkatkan keefektifan lapisan pelindung saat di dalam lingkungan

agresif. Unsur krom mempunyai afinitas terhadap oksigen yang tinggi sehingga dapat

menghasilkan suatu senyawa oksida krom yang transparan, sangat tipis dan tidak larut.

Adanya oksigen dan unsur krom dalam jumlah tertentu dapat mempertahankan dan

memperbaiki secara cepat pada temperatur kamar. Nilai kadar karbon rendah maksimal

0,08% juga penentu bertahannya lapisan tersebut karena dapat bersenyawa dengan

krom menjadi krom karbida.

Terlihat pada Gambar 4, secara makrostruktur tidak terjadi perubahan warna, tekstur

dan nilai kehilangan berat rendah. Indikasi awal bahwa logam AISI 304 dengan interval

ekspos 24, 48,72, 96, dan 168 jam tidak mengalami korosi.

Page 19: MAKALAH KOROSI 2

Gambar 4. Korosi AISI 304 dengan uji kabut garam dengan interval 24, 48, 72, 96

dan 168 jam.

Pemilihan material lainnya sebagai bahan alternatif yaitu AISI 316L. AISI 316L

merupakan baja nirkarat austenitic, non magnetic dan tidak dapat diperlakukan panas

(heat treatment). Kadar karbon sangat rendah 0,03%, krom 16 – 18 %.Adanya unsur

molibdenum hingga 3% dapat meningkatkan ketahanan korosi, unsur tersebut juga

menghambat terjadinya sumuran akibat ion klorida terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kehilangan berat dan laju korosi AISI 316L dengan pengujian kabut garam

Carbon 0.03% max. Silicon 1.00% max.

Manganese 2.00% max. Chromium 16.00-18.00%

Phosphorus 0.045% max. Nickel 10.00-14.00%

Sulfur 0.030% max. Molybdenum 2.00-3.00%

Tabel 5. Kehilangan berat dan laju korosi AISI 316L dengan pengujian kabut garam

Waktu

ekspos

(jam)

Berat awal

(gram)

Berat akhir

(gram)

Kehilangan

berat (gram)

Laju korosi

(mdd)

24 35,7009 35,7005 0,0004 0,102041

48 35,8879 35,8876 0,0003 0,0765531

72 35,6574 35,6572 0,0002 0,05102

96 35,5169 35,5166 0,0003 0,076531

168 35,27 35,2692 0,0008 0,204082

Pada tabel 5, rata-rata setiap interval waktu eskpos pengujian, nilai kehilangan berat

sangat rendah. Waktu ekspos pengujian 24 jam sekitar 0,0004 gram ( 0,00112% dari

total berat awal) sedangkan waktu ekspos pengujian 168 jam sekitar 0,0008 gram

(0,00226% dari total berat awal). Laju korosi logam AISI 316L antara 0,05102 mdd –

0,204082 mdd. Indikasi tersebut membuktikan logam AISI 316L tahan terhadap

Page 20: MAKALAH KOROSI 2

lingkungan agresif ion klorida. Peran lapisan krom oksida juga meningkatkan ketahanan

korosi walaupun kadar krom 2% lebih rendah dibandingkan logam AISI 304.

Pada Gambar 5 terlihat bahwa tidak ada kerusakan berarti akibat serangan korosi di

lingkungan ion klorida 5%. Tidak ada perubahan warna, tekstur dan nilai selisih berat

yang lebih rendah dibandingkan logam AISI 304 dan baja karbon rendah.

Gambar 5. Korosi AISI 316L dengan uji kabut garam dengan interval 24, 48, 72, 96

dan 168 jam.

Unsur pemadu suatu logam merupakan faktor sangat penting dalam ketahanan korosi

di lingkungan klorida pada nilai laju korosi rata-rata logam terlihat pada Gambar 6..

Page 21: MAKALAH KOROSI 2

Gambar 6. Grafik laju korosi rata-rata pada pengujian kabut garam 5%

Pada Gambar 6, laju korosi paling tinggi adalah baja karbon rendah 143,6726 mdd, laju

korosi paling rendah adalah logam AISI 316 0,102045 mdd. Ini mengindikasikan urutan

ketahanan korosi pada lingkungan 5% garam dengan Baja karbon rendah > AISI 304 >

AISI 316L.

Kesimpulan

Salah satu faktor penting untuk menghindari korosi lingkungan adalah pemilihan logam

yang baik. Logam baja lunak lebih rentan terhadap korosi lingkungan (143,6726 mdd),

logam AISI 316L dengan laju korosi rata-rata 0,102045 mdd lebih tahan terhadap korosi

dibandingkan logam AISI 304 dengan laju korosi rata-rata 0,132613 mdd. Logam

pemadu krom, nikel dan molybdenum berpengaruh dalam peningkatan ketahanan

korosi.

Daftar Pustaka

1. American Society For Testing and Materials.1999, G1 Practice For Preparing,

Cleaning, and Evaluating Corrosion Test Specimens, ASTM Standards

Vol.03.02, ASTM Society.

Page 22: MAKALAH KOROSI 2

2. American Society For Testing and Materials.1999, B 117 Practice for Operating

Salt Spray (Fog) Apparatus, ASTM Standards Vol.03.02, ASTM Society.

3. Bryson,James.1999, Corrosion of Carbon Steels, ASM Handbook Vol.13,ASM

International.

4. Chamberlain. 1988, Corrosion for Students of Science and Engineering,

Longman Group, UK

5. Fontana. 1978, Corrosion Engineering. McGraw-Hill International, New York.

6. Jaffre Dick.2003. Effect of The Elements on Steel Properties (summary),VP Raw

Material,Texas

7. Widharto Sri. 2001. Karat dan Pencegahannya, Pradnya Paramita, Jakarta