makalah kognitivisme

Upload: abdul-basith

Post on 09-Jul-2015

975 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman semakin maju dan kompleks, menjadikan hidup manusia semakin mudah dan terfasilitasi, namun sekaligus menjadi semakin rumit. Termasuk juga di dalam bidang pendidikan, banyak sekali kajian-kajian yang berkaitan dengan dunia pendidikan, semuanya itu bertujuan agar proses pendidikan dapat dijalankan dengan lebih mudah, lebih efektif dan lebih bermakna. Perkembangan dunia pendidikan ini terjadi mulai dari metode pengajaran, teori-teori belajar, teori-toeri kognitif sampai pendekatan-pendekatan khusus dalam proses belajar mengajar. Pada perkembangannya, pendidikan terdapat beberapa landasan dasar yang menjadi falsafah utama dari pendidikan itu sendiri. Setidaknya kita telah mengenal tentang behaviorisme, kognitivisme, humanisme, teori perkembangan sosial serta teori perkembangan moral. Salah satu dari beberapa teori yang turut berperan dalam perkembangan dunia pendidikan adalah terori kognitivisme. Terdapat banyak sekali teori tentang kognitivisme, misalnya yang cukup terkenal adalah teori yang dicetuskon oleh Piaget, Gagne, Vigotsky, D.J. Wood, Bruner serta Ausubel. Berbagai macam teori dan faham mereka telah banyak dianut dan digunakan sebagai landasan dalam mengembangkan metode guna menjalankan proses pendidikan. Melalui makalah ini akan dibahas teori kognitivisme yang dikembangkan oleh Piaget, Gagne, Vigotsky, D.J. Wood, Jerome Bruner dan David Ausubel. 1.2 Rumusan Masalah Terdapat enam poin utama yang menjadi masalah utama dan akan dibahas dalam makalah ini, ketiga masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:1. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut Jean Piaget? 2. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut Robert Gagne? 3. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut Lev Semenovich Vygotsky?

4. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut D.J. Wood?1

5. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut Jerome Bruner? 6. Bagaimanakah landasan filosofis belajar menurut David Ausubel?

1.3

Batasan Masalah Batasan masalah yang dibahas di dalam makalah ini adalah hanya terbatas pada teori kognitivisme Piaget, Gagne, Vigotsky, Jerome Bruner dan David Ausubel.

1.4

Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui landasan filosofis belajar menurut Jean Piaget; 2. Untuk mengetahui landasan filosofis belajar menurut Robert Gagne; 3. Untuk mengetahui landasan filosofis belajar menurut Lev Semenovich

Vygotsky;4. Untuk mengetahui landasan filosofis menurut D.J. Wood; 5. Untuk mengetahui landasan filosofis belajar menurut Jerome Bruner; 6. Untuk mengetahui landasan filosofis belajar menurut David Ausubel.

2

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN 2.1 Landasan Filosofis Belajar Menurut Jean Piaget Jean Piaget adalah pria berkebangsaan Swiss berbahasa Perancis, yang dilahirkan pada 9 Agustus 1896, merupakan seorang biolog dan psikolog yang memperoleh gelar Ph.D. Ayahnya, Arthur Piaget, adalah seorang profesor sastra Abad Pertengahan di Universitas Neuchtel. Piaget adalah seorang anak menjadi dewasa sebelum waktunya yang mengembangkan minat dalam biologi dan dunia alami. di Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Neuchtel, Swiss (1918) serta gelar Postdoctoral studi dalam psikoanalisis di University of Zurich. Dari latar belakang tersebut jelaslah kapasitas Piaget dalam mengembangkan teori kontruktivis dalam kajian psikologi dan perkembangan kecerdasan siswa. Selama karirnya Piaget banyak memegang peranan penting dalam dunia pendidikan dan menerbitkan beberapa karya ilmiah dalam hubungannya mengembangkan teori yang dikembangkan maupun berhubungan dengan bidang kajian kealaman yang dikuasainya, berikut merupakan sejarah karir dari Piaget yang begitu terkenal dengan teori kontruktivismenya: 1) Menerbitkan biologi pertama kertas (pada burung gereja albino) pada usia 10 (1907) 2) Thodore Simon memintanya untuk standarisasi kecerdasan Cyril Burt's tes dengan anak-anak Paris (1920) 3) Menerbitkan artikel pertamanya tentang psikologi kecerdasan (1921)4) Direktur Penelitian di Institut Jean-Jacques Rousseau, Jenewa (1921-1925) 5) Profesor psikologi, sosiologi, dan sejarah ilmu pengetahuan di Universitas

Neuchtel, Swiss (1925-1929)6) Guru Besar Sejarah Pemikiran Ilmiah di Universitas Geneva (1929-1939) 7) Direktur Biro Pendidikan Internasional di Jenewa (1929-1967) 8) Direktur, Institut Ilmu Pendidikan di Universitas Geneva (1932-1971) 9) Profesor Psikologi dan Sosiologi di Universitas Lausanne, Swiss (1938-1951) 10) Profesor Sosiologi di Universitas Geneva (1939-1952) 11) Ketua Psikologi Eksperimen di Universitas Geneva (1940-1971)

3

12) Profesor Psikologi Genetika di Sorbonne itu, Paris (1952-1963) 13) Pendiri/Direktur Pusat Internasional untuk Epistemologi Genetika di Geneva

(1955-1980)14) Pendiri, School of Sciences di Universitas Jenewa (1956) 15) Profesor Emeritus di Universitas Geneva (1971-1980) 16) Ph.D. di Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Neuchtel, Swiss (1918) 17) Postdoctoral studi dalam psikoanalisis di University of Zurich (Winter, 1918-

1919) Teori perkembangan kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget memberikan banyak konsep utama dalam kajian psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema-skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana pembelajar secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Secara ringkas, Piaget menjelaskan bahwa selama perkembangannya, manusia mengalami perubahan-perubahan4

dalam struktur berfikir, yaitu semakin terorganisasi, dan suatu struktur berpikir yang dicapai selalu dibangun pada struktur dari tahap sebelumnya. Perkembangan yang terjadi melalui tahap-tahap tersebut disebabkan oleh empat faktor: kematangan fisik, pengalaman dengan objek-objek fisik, pengalaman sosial, dan ekuilibrasi. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode perkembangan utama yang dikenal dengan tahapan perkembangan dalam teori kognitif Piaget yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia: (1) Periode sensorimotor (usia 02 tahun), (2) Periode praoperasional (usia 27 tahun), (3) Periode operasional konkrit (usia 7 11 tahun), (4) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). a. Periode sensorimotor Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam subtahapan:1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan

berhubungan terutama dengan refleks.2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai

empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaankebiasaan.3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai

sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan

sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).

5

5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai

delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan

tahapan awal kreativitas. b. Tahapan praoperasional Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran Praoperasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

6

c. Tahapan operasional kongkrit Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai dua belas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:1. Pengurutan, yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran,

bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.2. Klasifikasi, yaitu kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi

serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)3. Decentering, yaitu ketika anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari

suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.4. Reversibility, yaitu ketika anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-

benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.5. Konservasi, yaitu memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-

benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.6. Penghilangan sifat egosentrisme, yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari

sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke7

ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. d. Tahapan operasional formal Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional kongkrit. Secara ringkas, teori perkembangan kognitif Piaget dapat diperhatikan dalam Tabel 1 berikut ini.Tabel 1. Teori Perkembangan Intelektual Piaget No. Tahap Approximate Age Characteristics

1.

Sensimotor

0-2 years

a. Meniru, mengingat, dan berpikir b. Mulai mengenal dunia luar meskipun secara samar c. Aktivitas gerak refleks a. Mengembangkan kecakapan berbahasa b. Mempunyai kemampuan berpikir dalam bentuk simbol c. Berpikir logis a. Mampu memecahkan masalah yang8

2.

Praoperational

2-7 years

3.

Concrete

7-11 years

operational

nyata b. Mengerti hukum dan mampu membedakan baik dan buruk a. Mampu memecahkan masalah yang abstrak b. Dapat berpikir ilmiah c. Mengembangkan kepribadian

4.

Formal operational

11-adult

(Sumber: Baharuddin, 2010) 2.2 Landasan Filosofis Belajar Menurut Robert Gagne Robert Gagne lahir tahun 1916 di North Andover, MA. Beliau mendapatkan gelar A.B. pada Yale tahun 1937 dan pada tahun 1940 mendapat gelar Ph.D. dalam Psychology dari Universitas Brown. Mengajar pada Connecticut College for Women dari 1940-49 dan kemudian pada Penn State University dari 1945-1946. Antara 1949-1958, Gagne menjadi direktur perceptual and motor skills laborartory dari U.S. Air force. Pada saat itu dia mulai mengembangkan beberapa idenya yaitu teori belajar yang disebut "The Conditions of Learning". Pada 25 tahun terakhir beliau adalah profesor pada Department of Education Research at Florida State University di Tallahassee. Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen penting yaitu : 1. Fasefase pembelajaran 2. Kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes 3. Kondisi atau tipe pembelajaran 4. Kejadian-kejadian instruksional Robert Gagne seorang ahli psikologi pendidikan mengembangkan teori belajar yang mencapai kulminasinya pada The Condition of Learning. Banyak gagasan Gagne tentang teori belajar, seperti belajar konsep dan model pemrosesan informasi, pada bukunya The Condition of Learning Gagne membahas tentang fase-fase dalam belajar, kapabilitas manusia yang dihasilkan setelah belajar (outcomes), kondisi atau tipe pembelajaran (the eight conditions learning) dan kejadian-kejadian belajar (nine intructional events), serta hubungan kejadiankejadian tersebut.9

a. Fase-fase dalam belajar Gagne membagi proses belajar berlangsung dalam empat fase utama, yaitu: (1) receiving the stimulus situation (apprehending), (2) stage of acquisition, (3) storage, (4) retrieval.1. Fase Receiving the stimulus situation (apprehending), merupakan fase

seseorang menerima stimulus tertentu kemudian menerjemahkannya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. Misalnya golden eye bisa ditafsirkan sebagai jembatan di amerika atau sebuah judul film. Stimulus itu dapat spontan diterima atau seorang guru dapat memberikan stimulus itu agar siswa memperhatikan apa yang akan diucapkan.2. Fase Stage of Acquition, pada fase ini seseorang akan dapat memperoleh

suatu pemahaman yang belum diperoleh sebelumnya dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumnya. Atau dapat dikatakan pada fase ini siswa membentuk asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.3. Fase Storage atau retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada

informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.4. Fase Retrieval atau recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil

kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih memperpanjang daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik dalam bentuk pengelompokan-pengelompokan atau pengkategorian, sehingga konsep lebih mudah diingat. Kemudian ada fase-fase lain yang dianggap utama, yaitu sebagai berikut.1. Fase motivasi sebelum pelajaran dimulai guru memberikan motivasi kepada

siswa untuk belajar.

10

2.

Fase generalisasi adalah fase transfer informasi, pada situasi-situasi baru, agar lebih meningkatkan daya ingat, siswa dapat diminta mengaplikasikan sesuatu dengan informasi baru tersebut.

3. Fase penampilan adalah fase dimana siswa harus memperlihatkan sesuatu

penampilan yang nampak setelah mempelajari sesuatu, seperti mempelajari struktur kalimat dalam bahasa sehingga mereka dapat membuat kalimat yang benar.4. Fase umpan balik, siswa harus diberikan umpan balik dari apa yang telah

ditampilkan (reinforcement).b. Kategori utama kapabilitas atau kemampuan manusia atau outcomes

Setelah selesai belajar, penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan (capabilities). Kemampuan-kemampuan tersebut dibedakan berdasarkan atas kondisi untuk mencapai kemampuan yang berbeda-beda. Ada lima kemampuan (kapabilitas) sebagai hasil belajar yang diberikan Gagne yaitu :1. Verbal Information (informasi verbal), adalah kemampuan siswa untuk

memiliki keterampilan mengingat informasi verbal, misalnya kemampuan siswa mengetahui benda-benda, huruf alphabet dan yang lainnya yang bersifat verbal.2. Intellectual skills (keterampilan intelektual), merupakan keterampilan

yang ditunjukkan siswa untuk melakukan kegiatan intelektual yang dapat dilakukan. Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasangagasan. Keterampilan intelektual pada bidang tertentu dapat dibedakan berdasarkan pada tingkat kompleksitasnya. Ketika memecahkan masalah siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks yang berisi aturan-aturan dan konsep yang terdefinisi.3. Cognitive strategies (strategi kognitif), merupakan suatu keterampilan

intelektual khusus yang mempunyai peranan tertentu untuk belajar dan berpikir yaitu yang digunakan oleh siswa untuk memilih dan mengubah caracara menentukan bentuk perhatian, belajar, mengingat dan berpikir. Beberapa11

strategi kognitif tersebut ialah : (1) strategi menghafal, (2) strategi elaborasi, (3) strategi pengaturan, (4) strategi metakognitif, (5) strategi afektif.4. Attitudes (sikap) merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat

mempengaruhi perilaku seseorang terhadap suatu benda, kejadian atau mahluk hidup lainnya. Sikap yang penting ini ialah sikap-sikap kita terhadap orang lain, misalnya bagaimana sikap-sikap sosial itu diperoleh setelah mendapat pembelajaran.5. Motor skills (keterampilan motorik) merupakan keterampilan kegiatan

fisik dan penggabungan kegiatan motorik dengan intelektual sebagai hasil belajar. Keterampilan motorik bukan hanya mencakup kegiatan fisik saja tapi juga kegiatan motorik dengan intelektual seperti membaca, menulis, dan lain sebagainya. c. Kondisi atau tipe pembelajaran1. Signal learning (belajar isyarat)

Belajar isyarat merupakan proses belajar melalui pengalaman-pengalaman menerima suatu isyarat tertentu untuk melakukan tindakan tertentu. Misalnya ada Aba-aba siap merupakan isyarat untuk mengambil sikap tertentu, tersenyum merupakan isyarat perasaan senang.2. Stimulus-response learning (belajar melalui stimulus-respon)

Belajar stimulus-respon (S-R), merupakan belajar atau respon tertentu yang diakibatkan oleh suatu stimulus tertentu. Melalui pengalaman yang berulangulang dengan stimulus tertentu sesorang akan memberikan respon yang cepat sebagai akibat stimulus tersebut.3. Chaining (rantai atau rangkaian)

Chaining atau rangkaian, terbentuk dari hubungan beberapa S-R, misalnya pulang kantor, ganti baju, makan, istirahat.4. Verbal association (asosiasi verbal)

Mengenal suatu bentuk-bentuk tertentu dan menghubungkan bentuk-bentuk rangkaian verbal tertentu. Misalnya seseorang mengenal bentuk geometris, bujur sangkar, jajaran genjang, bola dan sebagainya. kemudian merangkai

12

bentuk-bentuk itu menjadi suatu pengetahuan geometris, sehingga seseorang dapat mengenal bola yang bulat dan kotak yang bujur sangkar.5. Discrimination learning (belajar diskriminasi)

Belajar diskriminasi adalah untuk membedakan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya, dapat membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya walaupun bentuk manusia hampir sama, dapat membedakan merk sepeda motor satu dengan yang lainnya walaupun bentuknya sama. Kemampuan diskriminasi ini tidak terlepas dari jaringan, kadang-kadang jika jaringan yang terlalu besar dapat mengakibatkan interferensi atau tidak mampu membedakan.6. Concept learning (belajar konsep)

Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Mungkin juga binatang bisa melakukan tetapi sangat terbatas, manusia dapat melakukan tanpa terbatas berkat bahasa dan kemampuan mengabstraksi. Dengan menguasai konsep ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu misalnya : warna, bentuk, jumlah dllnya7. Rule learning (belajar aturan)

Belajar model ini banyak diterapkan di sekolah, banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang telah mengenyam pendidikan. Misalnya : angin berembus dari tekanan tinggi ke tekanan rendah, 1 + 1 = 2 dan lainnya. Suatu aturan dapat diberikan contoh-contoh yang kongkrit.8. Problem solving (memecahkan masalah)

Memecahkan masalah merupakan suatu pekerjaan yang biasa yang dilakukan manusia. Setiap hari dia melakukan problem solving bayak sekali. Untuk memecahkan masalah dia harus memiliki aturan-aturan atau pengetahuan dan pengalaman, melalui pengetahuan aturan-aturan inilah dia dapat melakukan keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Seseorang harus memiliki konsep-konsep, aturan-aturan dan memiliki sets untuk memecahkannya dan suatu strategi untuk memberikan arah kepada pemikirannya agar ia produktif. d. Kejadian-kejadian instruksional13

Apakah yang terjadi dalam mengajar? Mengajar dapat kita pandang sebagai usaha mengontrol kondisi eksternal. Kondisi eksternal merupakan satu bagian dari proses belajar, namun termasuk tugas guru yang utama dalam mengajar. Mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang dikenalkan oleh Gagne dengan istilah Nine instructional events yang dapat diuraikan sebagai berikut :1. Gain attention (memelihara perhatian)

Dengan stimulus eksternal kita berusaha membangkitkan perhatian dan motivasi siswa untuk belajar.2. Inform learners of objectives (penjelasan tujuan pembelajaran)

Menjelaskan kepada murid tujuan dan hasil apa yang diharapkan setelah belajar dengan komunikasi verbal.3. Stimulate recall of prior learning (merangsang murid)

Merangsang murid untuk mengingat kembali konsep, aturan dan keterampilan yang merupakan prasyarat agar memahami pelajaran yang akan diberikan.4. Present the content (menyajikan stimuli)

Menyajikan stimuli yang berkenaan dengan bahan pelajaran sehingga murid menjadi lebih siap menerima pelajaran.5. Provide "learning guidance" (memberikan bimbingan)

Memberikan bimbingan kepada murid dalam proses belajar6. Elicit performance/practice (pemantapan apa yang dipelajari)

Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu.7. Provide feedback (memberikan balikan)

Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak.8. Assess performance (menilai hasil belajar)

Menilai hasil belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal.9. Enhance retention and transfer to the job (mengusahakan peningkatan

daya ingat dan penggunaan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari)14

Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajarinya sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Situasi kehidupan sehari-hari yang digunakan sebagai contoh dapat dianalisis secara keseluruhan atau sebagian. Proses belajar sendiri terjadi antara peristiwa nomor 5 dan 6. Peristiwaperistiwa itu digerakkan dan diatur dengan perantaraan komunikasi verbal yakni guru mengatakan kepada murid apa yang harus dilakukannya 2.3 Landasan Filosofis Belajar Menurut Lev Semenovich Vygotsky Lev Semenovich Vygotsky adalah pakar psikologi lulusan Insitut Psikologi Moskow, Uni Soviet (sekarang Rusia). Meninggal pada tahun 1930-an di usia relatif muda (40 tahun) karena penyakit TBC, ia meninggalkan banyak karya yang banyak dieksplorasi orang hingga kini. Dalam masa karir akademiknya yang singkat, Vygotsky aktif di sejumlah bidang akademik, termasuk analisis psikologis dalam seni dan cerita rakyat; psikologi anak yang meliputi masalah anak-anak tuna rungu dan tuna grahita; dan analisis psikologis untuk orang dewasa penderita kerusakan otak. Karya utamanya antara lain Thought and Language (1937), Selected Psychological Studies (1956), dan Development of the Higher Mental Processes (1960). Karyanya dalam bidang perkembangan bahasa dan linguistik didasarkan atas hipotesisnya bahwa proses kognitif tingkat tinggi merupakan hasil dari perkembangan sosial. Vygotsky membedakan secara fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu. Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa. Dari awal risetnya tentang aturan dan perilaku tentang perkembangan penggunaan alat dan penggunaan tanda, Vygotsky berpaling ke proses simbolik dalam bahasa. Ia fokus pada struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaaimana arti kata-kata berubah dari emosional ke konkret sebelum menjadi lebih abstrak. Karya-karya Vygotsky antara 1920-1930 memberikan penekanan bagaimana interaksi anak-anak dengan orang dewasa berkontribusi dalam pengembangan berbagai keterampilan. Menurut Vygotsky, orang dewasa yang15

sensitif akan peduli terhadap kesiapan anak untuk tantangan baru, sehingga mereka dapat menyusun kegiatan yang cocok untuk mengembangkan keterampilan baru. Orang dewasa berperan sebagai mentor dan guru, mengarahkan anak ke dalam zone of proximal developmentistilah dari Vygotsky yang berarti suatu zone perkembangan di mana anak tidak mampu melakukan suatu kegiatan belajar tanpa bantuan namun dapat melakukannya secara baik di bawah bimbingan orang dewasa. Orang tua mungkin bisa mengajar konsepkonsep angka yang sederhana, sebagai misal, dengan menghitung manik-manik bersama anak atau menghitung mengukur bahan-bahan ketika memasak dengan menggunakan takaran. Ketika anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari seperti ini dengan orang tua, guru, dan orang lain, mereka akan secara bertahap mempelajari praktik budaya, nilai-nilai, dan ketrampilan. Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran. Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor, 1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang, dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor, 1993). Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang. Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara evisien dan efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme Vygotsky ini, banyak pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok, dan model pembelajaran problem poshing. Konstruktivisme menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Vygotsky berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak16

antara

interpsikologi

(interpsychological)

melalui

interaksi

sosial

dan

intrapsikologi (intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai transformasi dari kegiatan eksternal ke internal, yaitu terjadi pada fungsi mental individu yang bergerak antara interpsikologi (antar orang) dan intrapsikologi (dalam diri individu). Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua ide, yaitu : - Pertama, bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin, 2000) - Kedua, Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang (Ratner dalam Slavin, 2000). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya diciptakan perhitungan. Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang dikutip oleh (Slavin, 2000), yaitu: 1. Pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang lebih cakap. 2. ZPD (zone of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugastugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak. 3. Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai.17

untuk

membantu

seseorang

berpikir,

berkomunikasi,

dan

memecahkan masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan, dan sistem

4. Pembelajaran Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa. Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum mereka. 2.4 Landasan Filosofis Belajar Menurut D.J. Wood Sedikit sekali literatur yang memberikan keterangan tentang filosofis belajar menurut D.J. Wood. Dalam teorinya wood menghubungkan suatu pencapaian individu dengan perilakunya. 2.2 Landasan Filosofis Belajar Menurut Jerome Bruner Jerome Bruner dilahirkan pada tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di University Harvard di Amerika Serikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Serikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di University Oxford di England. Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.18

dipelajari

namun

tugas-tugas

tersebut

masih

dalam

jangkauan

kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development

Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. (Sherly, 2010). Pendirian yang terkenal yang dikemukakan oleh J. Bruner ialah, bahwa setiap mata pelajaran dapat diajarakan dengan efektif dalam bentuk yang jujur secara intelektual kepada setiap anak dalam setiap tingkat perkembangannya. Pendiriannya ini didasarkan sebagian besar atas penelitian Jean Piaget tentang perkembangan intelektual anak yang diuraikan sebagai berikut. a. Tahap-tahap dalam Proses Belajar Mengajar Tahap-tahap dalam proses belajar mengajar. Menurut Bruner, dalam proses belajar siswa menempuh tiga tahap, yaitu sebagai berikut.1) Tahap informasi (tahap penerimaan materi), yaitu seorang siswa yang sedang

belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari.2) Tahap transformasi (tahap pengubahan materi), yaitu informasi yang telah

diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrakatau konseptual.

19

3) Tahap evaluasi, yaitu seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh mana

informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala atau masalah yang dihadapi. b. Kurikulum spiral J. S. Bruner dalam belajar matematika menekankan pendekatan dengan bentuk spiral. Pendekatan spiral dalam belajar mengajar matematika adalah menanamkan konsep dan dimulai dengan benda kongkrit secara intuitif, kemudian pada tahap-tahap yang lebih tinggi (sesuai dengan kemampuan siswa) konsep ini diajarkan dalam bentuk yang abstrak dengan menggunakan notasi yang lebih umum dipakai dalam matematika. Penggunaan konsep Bruner dimulai dari cara intuitif keanalisis dari eksplorasi kepenguasaan. Misalnya, jika ingin menunjukkan angka 3 (tiga) supaya menunjukkan sebuah himpunan dengan tiga anggotanya. (Fuaidah, tanpa tahun) Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. (Widyatmoko, tanpa tahun). Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilanketerampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Teori instruksi menurut Bruner adalah mencakup: 1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan, 2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa,

20

3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu, 4. Pemberian penghargaan (Sherly, 2010). Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh sendiri. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat. 2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik. 3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas. Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi. Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu: pengalaman dan melakukan eksperimeneksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu

21

1. enactive, dimana seorang peserta didik memahami lingkungan;

belajar tentang dunia melalui

tindakannya pada objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya 2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; 3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan. (Widyatmoko, tanpa tahun). 2.6 Landasan Filosofis Belajar Menurut David Ausubel Teori pembelajaran Ausubel merupakan salah satu dari sekian banyaknya teori pembelajaran yang menjadi dasar dalam cooperative learning. David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari siswa mestilah bermakna (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah faktafakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. (Mardiyanti, 2010). Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang melalui pembelajaran.Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, subjek mesti dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki para siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual-emosional siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi22

baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar. Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan skema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna Ausubel ini sangat dekat dengan konstruktivesme. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif. Belajar bermakna merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa. Agar terjadi belajar yang bermakna, konsep baru harus dikaitkan dengan konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Pengetahuan tidak dapat ditularkan oleh guru, melainkan siswa membangun pengetahuan mereka ketika mencoba memahami pengalaman mereka didasarkan pada pengetahuan yang telah ada. Selain itu, sumber belajar harus otentik dan dapat ditemukan dalam situasi dunia nyata. Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan. Sebaliknya jika siswa menghubungkan atau mengaitkan

23

informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna. Kondisi-kondisi belajar bermakna sebagai berikut :1) Menjelaskan hubungan atau relevansi bahan-bahan baru dengan bahan-bahan

lama;2) Lebih dahulu diberikan ide yang paling umum dan kemudian hal- hal yang

lebih terperinci;3) Menunjukkan persamaan dan perbedaan antara bahan baru dengan bahan

lama; 4) Mengusahakan agar ide yang telah ada dikuasai sepenuhnya sebelum ide yang baru disajikan. Selanjutnya dikatakan suatu pembelajaran dikatakan bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:1) Materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial. Materi dikatakan

bermakna secara potensial jika materi itu mempunyai kebermaknaan secara logis dan gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa; 2) Anak yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna sehingga anak tersebut mempunyai kesiapan dan niat dalam belajar bermakna. Langkah langkah belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut. 1) Pengatur awal (advance organizer) Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya. 2) Diferensiasi Progregsif Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep- konsep. Caranya, unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian baru lebih mendetail. Menurut Ausebel, ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu : 1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,2) Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar

berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip,3) Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal

yang mirip walaupun telah terjadi lupa (Widyastuti, 1998).24

Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar- akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa. Empat tipe belajar menurut Ausubel , yaitu: 1. Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada. 2. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan. 3. Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki. 4. Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki. (Mardhiyanti, 2010).

25

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari sedikit pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:a. Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang

perkembangan kognitif sebagai suatu proses di mana pembelajar secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalamanpengalaman dan interaksi-interaksi mereka;b. Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan

lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang.c. Gagne melihat proses belajar mengajar dibagi menjadi beberapa komponen

penting yaitu: Fasefase pembelajaran, kategori utama kapabilitas/kemampuan manusia/outcomes, kondisi atau tipe pembelajaran dan kejadian-kejadian instruksional;d. Model kognitif yang disampaikan oleh D.J. Wood berbicara tentang hubungan

perilaku dengan kinerja;e. Model kognitif J. Bruner sangat membebaskan peserta didik untuk belajar

sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning;f. Model kognitif Ausubel, dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar

secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik. 3.2 a. Saran Dari pembahasan di atas terdapat beberapa sara yang muncul, yaitu: Perlu adanya kajian yang lebih mendalam dan lebih luas tentang perbandingan ketiga teori kognitif diatas.26

b.

Perlu juga untuk di bandingkan dengan teori-teori kognitif yang lain, misalkan dengan Piaget, Gagne dan Vigotski.

27

DAFTAR PUSTAKA Anonim a. tanpa tahun. Tanpa judul. (Online). http://xpresiriau.com/artikeltulisan-pendidikan/teori-pembelajaran-ausubel/, diakses tanggal 22 Agustus 2011). Anonim. Tanpa tahun. Education Pshychology Gagne. (Online). (www.sru.edu/depts./education/psycholo/panaud/gagne.htm. diakses 10 September 2011). Anonim. Tanpa tahun. Konsep Belajar Kognitivisme. (Online). (http://community.um.ac.id/showthread.php?75088-Konsep-belajarkognitivisme (literature kog 1). diakses 10 September 2011). Anonim. Tanpa tahun. Learning Theories. (Online). www.nova.edu/~cozart/learningtheories.htm, diakses 10 September 2011) Anonim. Tanpa tahun. Tanpa Judul. (Online). (www.nc.gsu/~mstswh/course/it7000/papers/robert.htm, diakses 10 September 2011) Baharuddin. 2010. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruz Media. Dahar, Ratna Wilis, Teori Teori Belajar, Erlangga, Jakarta, 1989. Fuaidah, 1998. Teori Belajar menurut Jerome Bruner. (Online). (www.manmodelgorontalo.com, diakses tanggal 22 Agustus 2010). Madiyanti. 2010. Teori Belajar Bermakna menurut David P. Ausubel. (Online). (http://mardhiyanti. blogspot.com/2010/03/teori-belajar-bermakna-daridavid-p.html, diakses tanggal 22 Agustus 2011). Sherly. 2010. Jerome Brunner. (Online). (http://sherlymaya.wordpress.com/2010/06/20/jerome-bruner/, diakses tanggal 22 Agustus 2011). Smith, 2002. Jerome Bruner and the Process of Education. (Online). (http://www.infed.org/ thinkers/bruner.htm, diakses tanggal 22 Agustus 2011). Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Widiatmoko, Arif. 2008. Jerome Bruner dan Teorinya. (Online). (http://arifwidiyatmoko. wordpress.com / 2008/07/29/%E2%80%9Djerome-bruner-belajar-penemuan %E2%80%9D/, diakses tanggal 22 Agustus 2011)28