makalah kep

18
MAKALAH KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP) Oleh: Devita Septian Putri Dika Indah Pratiwi YAYASAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN AKPER DHARMA WACANA METRO 2013 M E TR O D H A R M A W ACANA

Upload: ahmad-ibnu

Post on 26-Oct-2015

50 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Kep

MAKALAH

KEKURANGAN ENERGI PROTEIN (KEP)

Oleh:

Devita Septian PutriDika Indah Pratiwi

YAYASAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANAKPER DHARMA WACANA METRO

2013

M E T R ODHARM A WACANA

Page 2: Makalah Kep

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya kami

dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang penyakit hepatitis dan asukan keperawatannya. Dalam

penyusunan makalah ini, kami banyak mendapatkan masukan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada semua

pihak yang telah banyak memberikan membantu sehingga penulis banyak

mendapatkan wawasan ilmu pengetahuan.

Akhirnya kami selaku penulis hanya mampu berharap mudah-mudahan makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Metro, 2013

Penulis

Page 3: Makalah Kep

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 LATAR BELAKANG

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena

defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran

masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun

beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga

memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.

Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic

Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan

karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi

dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati

membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk

berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-

tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok

dan flek hitam pada kulit.

Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang

kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada

anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau

hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa

pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).

Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia

yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan

baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak

Page 4: Makalah Kep

dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang

terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal.

Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu

masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan

kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I

pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan

tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III

pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan

dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan

keadaan gizi masyarakat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah akan memberikan gambaran mengenai hal apa saja yang akan

dibahas pada bab selanjutnya adapun rumusan masalah yang akan dibahas ialah :

1. Apa definisi Kurang Energi Protein (KEP) ?

2. Apa determinan Kurang Energy Protein (KEP) ?

3. Apa indikator Kurang Energy Protein (KEP) ?

4. Bagaimana epidemiologi Kurang Energy Protein (KEP) ?

5. Bagaimana pencegahan Kurang Energy Protein (KEP) ?

6. Bagaimana penanggulangan Kurang Energy Protein (KEP) ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan memahami definisi  kurang energy protein (KEP)

2. Untuk mengetahui dan memahami determinan dari kejadian kurang energy

protein

3. Untuk mengetahui dan memahami apa saja indikator sehingga dikatakan kurang

energy protein

4. Untuk mengetahui keadaan epidemiologi dari kurang energy protein

Page 5: Makalah Kep

5. Untuk mengetahui dan memahami cara pencegahan kejadian kurang energy

protein

6. Untuk mengetahui dan memahami cara penanggulangan kejadian KEP.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kekurangan Energi Protein (KEP)

Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak

memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) (Midwifery, 2007: http: //midwifery-

23.blogspot.com/2007/07/kekurangan-energi-protein-kep. html)

Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan

oleh karena tubuh kekurangan zat protein dan kalori dalam makanan sehari-hari

(Depkes RI, 1998: 60)

Kekurangan energi protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-

hari dan atau ganggguan penyakit tertentu (Supariasa, dkk, 2002: 18)

2. Etiologi

Penyebab dari kekurangan energi protein (KEP) adalah karena tubuh kekurangan

protein dan kalori dalam makanan sehari-hari (Supariasa, dkk, 2002: 131)

3. Patofisiologi

Sosial ekonomi rendah, intake protein kurang dan intake karbohidrat kurang

menimbulkan produksi insulin meningkat dan asam amino dalam serum yang

berkurang sehingga menyebabkan pengeluaran asam amino ke otot berkurang

Page 6: Makalah Kep

juga, pembentukan albumin oleh hepar berkurang dan terjadi penipisan jaringan

otot dan lemak sehingga terjadi akumulasi lemak dalam hepar, dan anak

mengalami gangguan pertumbuhan (Ngastiyah, 1997: 182).

4. Gejala Klinis

a. KEP ringan

1) Anak kelihatan kurus

2) Bila ditimbang berat badannya pada KMS berada di pita kuning bawah.

b. KEP sedang dan berat

1) Berat badannya pada KMS berada di bawah garis merah

2) Pucat karena anemia

3) Mata tampak besar dan dalam

4) Ubun-ubun besar cekung

5) Otot atrofi (mengecil) gejala kurang vitamin A

6) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis (kebiruan)

7) Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas

8) Rabut tipis, jarang dan kemerahan

9) Kulit kusam, kering dan bersisik

10) Pembesaran hati

11) Fesesnya encer

(Depkes RI,1998: 60)

Sosial ekonomi rendah

Intake protein dan karbohidrat

Insulin

Asam amino ke otot

Penipisan otot dan lemak

Gangguan pertumbuhan

Page 7: Makalah Kep

5. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan/pengobatan pada KEP adalah makan-makanan yang

mengandung banyak protein bernilai tinggi, banyak cairan, cukup vitamin dan

mineral masing-masing dalam bentuk yang mudah dicerna dan diserap karena

toleransi akan makanan masih rendah pada permulaan maka makanan jangan

diberikan sekaligus banyak, tetapi diberikan bertahap setiap hari.

b. Antibiotik diberikan jika terdapat infeksi penyakit penyerta

(Ngastiyah,1997: 183)

6. Pencegahan

Untuk dapat mencegah terjadinya KEP, maka:

a. Memberikan makanan gizi seimbang dengan jumlah sesuai kebutuhan

b. Pemberian makanan yang sering untuk menghabiskan porsi yang dibutuhkan

c. Penimbangan secara teratur kefasilitas pelayanan kesehatan/Posyandu/

Puskesmas pembantu dan Puskesmas

d. Kalau sakit segera dibawa kefasilitas kesehatan

e. Keluarga harus memberikan perhatian kepada tumbuh kembang anak

(Depkes RI,1998: 63)

7. Perawatan Pasien KEP

a. KEP sedang dan berat harus di rujuk ke RS

b. KEP ringan dapat dirawat di rumah dengan cara pemberian diit tinggi kalori

tinggi protein (TKTP) yaitu diit yang meliputi:

1) Tinggi kalori.

2) Tinggi protein

3) Cukup mineral dan vitamin

4) Mudah dicerna

(Depkes RI, 1998: 61)

Page 8: Makalah Kep

8. Akibat lanjut KEP

a. Akibat lanjut KEP adalah balita akan mengalami gangguan pertumbuhan

fisiknya, sehingga daya tahan tubuh berkurang, mudah terserang penyakit

b. Perkembangan kecerdasan terhambat

(Depkes RI, 1998: 61)

c. Kekurangan vitamin A menyebabkan kebutaan, vitamin B1 menyebabkan

penyakit beri-beri dan vitamin B6 menyebabkan gangguan persarafan.

(Ngastiyah, 1997: 184).

9. Determinan Kurang Energi Protein

Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP

tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Seorang

yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau

demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang

makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat

melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat

mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.

Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola

pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.

Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah   kemampuan

keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam

jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah

kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan

dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya

secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan,

adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang

terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling

berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak langsung saling berkaitan dengan

tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi

Page 9: Makalah Kep

pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik tingkat

ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak

keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.

Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil

produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli

keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu

ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga

yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga

tersebut sehinggatidak perlu dibeli. Namun  tidak semua keluarga dapat

memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu.

Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak

cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan

dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan.

Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan

karena tidak mampu memberikan makanan yang baik bagi bayinya sehingga

berisiko tinggi menderita gizi buruk.

Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan

dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat

nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan

masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan

keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan

memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.

Dari pendekatan Blum, kita juga dapat mengetahui factor-faktor seperti apa saja

yang terkait langsung dengan status gizi seorang:

a. Perilaku :

Ketahanan pangan tingkat rumah tangga yang tidak memadai. Kajian

pemantauan konsumsi makanan tahun 1995 sampai dengan 1998,

menyimpulkan 40-50% rumah tangga mengkonsumsi energi kurang dari 1500

Page 10: Makalah Kep

Kkal dan 25% rumah tangga mengkonsumsi protein 32 gram per orang per

hari atau mengkonsumsi <70% dari kecukupan yang dianjurkan. (Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi/WKNPG, 2000). Berdasarkan SP 2000,

diperkirakan jumlah rumah tangga adalah 51.513.364, berarti masalah

ketahanan pangan melanda 20-25 juta rumah tangga di Indonesia. Walaupun

ada perbaikan pada tahun 2003 terhadap ketahanan pangan rumah tangga,

kajian ini masih menujukkan rasio pengeluaran pangan terhadap pengeluaran

total keluarga yang masih tinggi. Paling tidak Indonesia masih menghadapi

20% kabupaten di perdesaan dimana rasio ini masih >75%, dan 63%

kabupaten dengan rasio pengeluaran pangan/non pangan antara 65-75%.

b. Lingkungan :

Kajian kesehatan lingkungan dilakukan dari data Susenas 1996, 1999, dan

2003 dengan menghitung proporsi rumah tangga yang mempunyai akses air

bersih, rumah tangga dengan lantai tanah, dan rumah tangga tanpa sanitasi.

Figure 22 menunjukkan tidak terjadi perubahan yang menyolok dari tahun

1996 ke tahun 2003 hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Pada umumnya

rumah tangga di daerah Indonesia Timur mempunyai kondisi yang lebih

buruk dibanding Sumatera dan Jawa. Hampir 40% rumahtangga di NTB,

NTT, Maluku, Papua, dan Sulawesi berkondisi tanpa sanitasi yang memadai.

Hanya di Sumatera ada peningkatan 13% rumah tangga dari tahun 1999 ke

tahun 2003 yang mempunyai akses air bersih.

c. Kependudukan :

Tingginya angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan sanitasi, lingkungan,

dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, disertai dengan cakupan

imunisasi yang masih belum universal. Penyakit infeksi penyebab kurang gizi

pada balita antara lain ISPA dan diare. Hasil SDKI tahun 1991, 1994 dan

1997 prevalensi ISPA tidak menurun yaitu masing-masing 10%, 10% dan 9%.

Bahkan hasil SKRT 2001 prevalensi ISPA sebesar 17%. Sedangkan

prevalensi diare SDKI 1991, 1994 dan 1997 juga tidak banyak berbeda dari

Page 11: Makalah Kep

tahun ketahun yaitu masing-masing 11%, 12% and 10%; dan hasil SKRT

2001 adalah sebesar 11%.

d. Pelayanan kesehatan :

Cakupan program perbaikan gizi pada umumnya rendah, banyak Posyandu

yang tidak berfungsi. Pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar

30% dari jumlah balita yang ada.

Rendahnya pembiayaan untuk kesehatan baik dari sektor pemerintah dan non-

pemerintah (tahun 2000: Rp 147.0/kapita/tahun), demikian juga pembiayaan

untuk gizi (tahun 2003: Rp 200/kapita/tahun).

(Sri Dara Ayu, 2008)

Page 12: Makalah Kep

BAB III

PENUTUP

 

1. KESIMPULAN

Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak

memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat

digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis.

Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor,

dan Marasmus-Kwashiorkor. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya

KEP diantaranya Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi.

2.  SARAN

Untuk meminimalisir kejadian kurang energi protein maka diperlukan kerja sama

lintas sektor misalnya dinas kesehatan dan dinas ketahanan pangan untuk saling

bekerja sama ataupun melakukan fortifikasi pangan sehingga energi protein dapat

dipenuhi oleh setiap orang. Kemudian pihak orang tua sebaiknya selalu memantau

kondisi pertumbuhan anaknya dan menerapkan program kadarzi (keluarga sadar

gizi).

Page 13: Makalah Kep

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier,S.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Aritonang,Evawany.2004.Kurang Energy Protein.FKM USU. Sumatra Utara

Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kekurangan Energi Protein pada

Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Jakarta, 1998.

Umiyarni,Dyah.2009.KurangEnergiProtein.http://

umiyarni.KEP(kurangenergiproteint/2009/01/29/presentasi/.diakses 8 Oktober 2011