makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

25
RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat- Nya sehingga Makalah Wawasan Kemaritiman dengan Judul PERAN PENGETAHUAN KEMARITIMAN TERHADAP PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA DITINJAU DARI PERSPEKTIF NELAYAN MISKIN dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah Wawasan Kemaritiman disusun agar kita Mahasiswa dapat memahami tentang kondisi pembangunan Sulawesi Tenggara di bidang kelautan. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat disusun dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Dengan segala kekurangan, Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Kendari, Mei 2014 Ruslin B1C1 13 143

Upload: ruslinully

Post on 29-May-2015

4.423 views

Category:

Education


1 download

DESCRIPTION

NAMA : RUSLIN _ MAHASISWA AKUNTANSI 2013 UNIVERSITAS HALU OLEO_ FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS_ MAKALAH INI BERTUJUAN MENGGAMBARAKAN KONDISI KEMARITIMAN SULAWESI TENGGAR DI TINJAU DARI PERSPEKTIF NELAYAN MISKIN DENGAN VARIABEL SUMBERDAYA MANUSIA KHUSUSNYA MASALAH PENDAPATAN PERKAPITA, PENDIDIKAN ,

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat-

Nya sehingga Makalah Wawasan Kemaritiman dengan Judul PERAN

PENGETAHUAN KEMARITIMAN TERHADAP PEMBANGUNAN SULAWESI

TENGGARA DITINJAU DARI PERSPEKTIF NELAYAN MISKIN dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah Wawasan Kemaritiman disusun agar kita Mahasiswa dapat

memahami tentang kondisi pembangunan Sulawesi Tenggara di bidang kelautan.

Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang

datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh

kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat

disusun dengan baik.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada

pembaca. Dengan segala kekurangan, Penyusun mohon untuk saran dan

kritiknya.

Kendari, Mei 2014

Ruslin

B1C1 13 143

Page 2: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2

BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................................... 3

1. LATAR BELAKANG......................................................................................................................... 3

2. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................ 4

3. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................................... 4

BAB 2. PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5

1. KONDISI UMUM SULAWESI TENGGARA ...................................................................... 5

1.1. LUAS WILAYAH ............................................................................................................... 5

1.2. JUMLAH PENDUDUK .................................................................................................. 5

1.3. PENDIDIKAN..................................................................................................................... 6

1.4. PENGHASILAN PERKAPITA ..................................................................................... 7

1.5. KONDISI KEMISKINAN............................................................................................... 7

2. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA ........................................................... 9

3. PROBLEM SOSIAL - EKONOMI MASYARAKAT BAHARI .................................... 9

3.1. EKSPLOITASI SUMBER DAYA LAUT................................................................... 9

3.2. KEMISKINAN.....................................................................................................................11

4. FAKTOR PENYEBAB......................................................................................................................13

4.1. KELEBIHAN.........................................................................................................................14

4.2. KONFLIK ANTAR NELAYAN....................................................................................16

5. SOLUSI ALTERNATIF....................................................................................................................18

5.1. PEMBERDAYAAN MASY. PESISIR .......................................................................20

5.2. PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS

KEARIFAN LOKAL / TRADISIONAL.....................................................................23

BAB 3. PENUTUP

1. KESIMPULAN ....................................................................................................................................24

2. SARAN ..................................................................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................25

Page 3: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sistem budaya bahari mencakup sistem-sistem pengetahuan,

gagasan, keyakinan / kepercayaan, nilai, dan norma / aturan berkenaan

dengan pemanfaatan sumber daya dan jasa-jasa laut

Sistem pengetahuan nelayan mencakup antara lain: pengetahuan

tentang biota laut bernilai ekonomi tinggi, pengetahuan tentang lokasi

dan sarang ikan, pengetahuan tentang musim, pengetahuan tentang

tanda-tanda-tanda (di laut, darat, angkasa / perbintangan), dan

pengetahuan tentang lingkungan sosial budaya. Pengetahuan tentang

biota laut bernilai ekonomi meliputi spesis-spesis ikan, udang, kepiting,

cumi-cumi, gurita, penyu (spesis-spesis liar) dan kerang / siput-siputan,

teripang, akar bahar, tali arus, rumput laut / agar-agar, dan berbagai jenis

karang, dan lain-lain.

Perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan

kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006). Seperti yang

telah disinggung diatas, perikanan ini merupakan sektor pertanian yang

menopang perekonomian. Sumberdaya perikanan merupakan barang

umum (good common) yang bersifat open access, artinya setiap orang

berhak menangkap ikan dan sumberdaya hayati lainnya kapan saja,

dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan alat apa saja. Hal ini mirip

dengan ”hukum rimba” dan ”pasar bebas”. Secara empiris, keadaan ini

menimbulkan dampak negatif, antara lain apa yang dikenal

dengan tragedy of common (perebutan sumberdaya) baik berupa

kerusakan sumberdaya kelautan dan perikanan maupun konflik antar

orang yang memanfaatkannya. Oleh karena itu, perlu diatur regulasi dalam

pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Sumberdaya

perikanan yang bersifat diperbaharui (renewable) ini menuntut adanya

pengelolaan dengan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati

(Fauzi, 2006 cit Kartika, 2010).

Sumber daya perikanan memberikan kontribusi penting bagi

perekonomian nasional, sehingga keberadaan sumberdaya perikanan ini

merupakan peluang bagi sumber pertumbuhan ekonomi nasional dan

wahana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, pada

kenyataanya potensi sumber daya perikanan di Indonesia masih belum

Page 4: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 4

bisa dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan arif. Terjadinya

penangkapan ikan yang berlebihan (eskploitasi) menyebabkan besarnya

jumlah ikan yang ditangkap tidak sebanding dengan kemampuan

sumberdaya ikan untuk pulih kembali (overfishing). Terjadinya over

fishing ini disebabkan oleh illegal fishing yang marak terjadi. Illegal

fishing dapat diartikan sebagai kegiatan perikanan yang melanggar

hukum. Kegiatan Illegal Fishing yang paling sering terjadi di wilayah

pengelolaan perikanan Indonesia adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal

ikan asing (KIA) yang berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring

countries). Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh Kapal Ikan Indonesia

(KII). Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan KII,

antara lain: penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)

dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin Kapal

Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki izin tapi melanggar ketentuan

sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan ikan,

pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan,

pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan

perizinan kapal), dan penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing)

dengan menggunakan bahan kimia sepertisodium atau Potassium sianida,

bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang

membahayakan melestarikan sumberdaya ikan.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kondisi umum pembangunan wilayah Sulawesi

Tenggara ?

2. Bagaimana kondisi potensi perikanan di sulawesi tenggara ?

3. Bagaimana pemberdayaan masyarakat pesisir di sulawesi tenggara ?

4. Bagaimana kondisi perekonomian sulawesi tenggara

5. Bagaiman kondisi sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan di

Sulawesi Tenggara ?

3. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penyusunan Makalah ini adalah untuk menggambarkan

kondisi / potret pembangunan Sulawesi Tenggara di bidang

kemaritiman berdasarkan perpektif pengetahuan masyarakat

nelayan miskin dengan berbagai variabel pendukung yaitu kondisi

demografi wilayah sulawesi tenggara, jumlah penduduk,

penghasilan perkapita, serta kondisi ekonomi secara makro.

Page 5: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 5

BAB 2

PEMBAHASAN

1. KONDISI UMUM SULAWESI TENGGARA

1.1. Luas Wilayah

Wilayah yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara memiliki luas kurang lebih 148.139,98 Km2. Luasan

ini didominasi oleh perairan laut seluas 114.879 Km2 atau sekitar 72

%, sedangkan wilayah daratan hanya seluas 38.139,98 Km2 atau sekitar

28 %. Provinsi Sulawesi Tenggara termasuk Daerah Kepulauan. Pulau-

Pulau yang ada di daerah ini berjumlah 124 pulau. Pulau besar

diantara pulau-pulau yang ada, yaitu : Pulau Buton, Pulau Muna,

Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena.

1.2. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Sulawesi Tenggara pada Tahun 2010 tercatat

2.232.586 jiwa. Jumlah ini meningkat menjadi 2.277.020 jiwa pada

Tahun 2011. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk Sulawesi

Tenggara kurun waktu Tahun 2010 sampai dengan Tahun 2011 tercatat 2

persen.

Page 6: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 6

1.3. Pendidikan

Penduduk usia kerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang

ditamatkan, meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif yang

besar, namun sebagian besar masih merupakan tamatan pendidikan

dasar mencapai 43,45 persen, dan menengah (SMP dan SMA)

mencapai sekitar 47,53 persen. Sementara untuk tamatan pendidikan

tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10 persen dari total

penduduk usia kerja . Sementara berdasarkan tipe daerah, sebagian besar

penduduk usia kerja terdapat di perdesaan, yaitu sekitar

72,62 persen

Angkatan Kerja. Jumlah angkatan kerja Provinsi Sulawesi

Tenggara tahun 2013 (Februari) tercatat sebanyak 1.060.349 atau

sekitar 0,87 persen dari total angkatan kerja nasioanl, yang terdiri dari

1.023.549 jiwa penduduk bekerja dan 36.800 jiwa pengangguran terbuka.

Jumlah angkatan kerja tahun 2012 terbesar terdapat di Kabupaten

Kolaka, yaitu mencapai 153.577 orang dan terrendah di Kabupaten

Konewa Utara sebanyak 23.621 jiwa.

Page 7: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 7

Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Provinsi

Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 (Februari) mencapai 1.023.549

jiwa atau bertambah sebanyak 100.431 jiwa dari tahun 2008.

Persebaran penduduk bekerja sebagian besar di Provinsi Sulawesi

Tenggara lebih banyak tersedia di perdesaan dibandingkan di

perkotaan, dan sebagian besar penduduk bekerja masih

mengantungkan pendapatnnya di sektor pertanian (40,93%) dan sektor

perdagangan (18,54%). Sementara dilihat dari pendidikan yang

ditamatkan, sebagian besar penduduk bekerja merupakan tamatan

sekolah dasar dan menengah. Untuk penduduk yang bekerja tahun

2012 terbesar di Kabupaten Kolaka, yaitu mencapai sebanyak 144.499 jiwa.

Gambar 3:

1.4. Penghasilan Perkapita

Adapun penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara pada tahun 2012

sebesar Rp. 4,19 juta dan pada tahun 2013 meningkat menjadi Rp. 4,64

juta. Upaya peningkatan penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara

senantiasa terus digalakan melalui berbagai bidang pembangunan

sehingga pada tahun 2014 penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara telah

mencapai Rp. 5,25 juta. Salah satu tolak ukur untuk mengetahui tingkat

kemakmuran suatu daerah dapat dilihat dari PDRB perkapita.

1.5. Kondisi Kemiskinan

Perkembangan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam

kurun waktu 2008-2013 (2), secara absolut menurun sebesar 134,19 ribu

jiwa, dengan jumlah penduduk miskin tahun 2013 (Maret) 302 ribu jiwa.

Page 8: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 8

Seperti halnya dengan kondisi tingkat kemiskinan dari tahun 2008-2013

mengalami penurunan dan hingga akhir tahun 2013 (maret) mencapai

12,83 persen atau menurun sebesar 6,70 persen dari tahun 2008.

Kondisi kemiskinan Provinsi Sulawesi Tenggara masih tergolong tinggi jika

dibandingkan terhadap rata-rata kemiskinan nasional (11,37%).

Penyebaran penduduk miskin terbesar tahun 2011 terdapat di Kota

Kolaka yaitu sebanyak 56,90 ribu jiwa dan Muna sebanyak 44,30 ribu

jiwa, dan terendah di Buton Utara sebesar 6,80 ribu jiwa. Sementara

untuk penyebaran tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten

Kolaka Utara sebesar 18,76% dan tingkat kemiskinan terendah di Kota

Kota Kendari sebesar 7,46%.

Page 9: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 9

2. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Pengembangan sumber daya manusia di Propinsi Sulawesi Tenggara

diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak, beriman, dan bertaqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menanamkan sejak dini nilai-nilai

agama dan moral, serta nilai-nilai luhur budaya bangsa, baik melalui jalur

pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah, serta pendidikan di

lingkungan keluarga dan masyarakat. Demikian pula, pengembangan

sumber daya manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan

dan pendidikan, melalui peningkatan kualitas pendidikan umum,

pendidikan kejuruan, maupun pendidikan agama, serta pelayanan

kesehatan dan sosial kepada masyarakat melalui peningkatan

ketersediaan dan sebaran prasarana dan sarana dasar secara makin

berkualitas dan merata. Pengembangan sumber daya manusia diarahkan

untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, nilai tambah, daya saing,

kewiraswastaan, dan kualitas tenaga kerja, antara lain melalui kegiatan

pembimbingan, pendidikan, dan pelatihan yang tepat dan efektif, serta

peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemanfaatan,

pengembangan dan penguasaan iptek serta pelestarian fungsi lingkungan

hidup. Peningkatan produktivitas tenaga kerja di propinsi ini diarahkan

terutama pada bidang industri yang memanfaatkan sumber daya alam,

yakni perikanan, kehutanan dan pertambangan, serta perkebunan,

peternakan, dan pariwisata.

3. PROBLEM SOSIAL - EKONOMI MASYARAKAT BAHARI

3.1. Eksploitasi Sumber Daya Laut

Penangkapan dengan menggunakan bahan peledak

Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak

merupakan cara yang sering digunakan didalam memanfaatkan

sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-

ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan

Page 10: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 10

peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi ikan-ikan

yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat pada lokasi

penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan

menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain matinya berbagai

jenis ikan dalam berbagai ukuran, juga dapat menyebabkan kematian

biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan.

Kegiatan Penangkapan dengan menggunakan bahan beracun/bahan

kimia

Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan

diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah

dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan

beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan

pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan

meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup

memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang merusak

dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum dilakukan oleh

nelayan untuk memperoleh ikan hidup. Disamping mematikan ikan-ikan

yang ada, sisa racun dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan

terumbu karang, yang ditandai dengan perubahan warna karang yang

berwarna warni menjadi putih yang lama kelamaan karang menjadi mati.

Indikatornya adalah karang mati.

Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat tangkap trawl

Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal fishing adalah

penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang. Kegiatan ini

merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat merusak dan tidak ramah

lingkungan. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, penggunaan alat

Page 11: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 11

tangkap ini sudah dilarang penggunaannya di Indonesia karena alat

tangkap tersebut termasuk kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah

lingkungan karena memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk.

Alat yang umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran

yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat sehingga

berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai dengan ikan

yang berukuran besar dapat tertangkap dengan menggunakan jaring

tersebut.

3.2. Kemiskinan

Nelayan mempunyai peran yang sangat substantial dalam

memodernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk agent of

development yang paling reaktif terhadap perubahan lingkungan.

Sifatnya yang lebih terbuka dibanding kelompok masyarakat yang

hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk menerima

perkembangan peradaban yang lebih modern.

Dalam konteks yang demikian timbul sebuah stereotif yang

positif tentang identitas nelayan khususnya dan masyarakat pesisir pada

umumnya. Mereka dinilai lebih berpendidikan, wawasannya tentang

kehidupan jauh lebih luas, lebih tahan terhadap cobaan hidup dan

toleran terhadap perbedaan.

Ombak besar dan terpaan angin laut yang ganas memberikan

pengaruh terhadap mentalitas mereka. Di masa lalu, ketika teknologi

komunikasi belum mencapai kemajuan seperti sekarang, perubahan-

perubahan besar yang terjadi pada masyarakat pedesaan (daratan)

ditentukan oleh intensitas komunikasi yang berhasil diwujudkan

masyarakat pedesaan dengan para nelayan.

Page 12: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 12

Dalam perkembangan, justru masyarakat nelayan belum

menunjukkan kemajuan yang berarti dibandingkan kelompok

masyarakat lainnya. Keberadaan mereka sebagai agen perubahan sosial

ternyata tidak ditunjukkan secara positif dengan kehidupan

ekonominya. Persoalan sosial paling dominan yang dihadapi di wilayah

pesisir justru masalah kemiskinan nelayan. Meski data akurat mengenai

jumlah penduduk miskin di wilayah pesisir ini belum tersedia, data dari

hasil-hasil penelitian yang ada menunjukan adanya incidence poverty di

beberapa pesisir.

Hasil studi COREMAP tahun 2007/2008 di 10 provinsi di

Indonesia menunjukkan rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan

berkisar antara Rp 82.500 per bulan sampai Rp 225.000 per bulan. Kalau

dikonversi ke pendapatan per kapita, angka tersebut rata-rata setara

dengan Rp 20.625 sampai Rp 56.250 per kapita per bulan (Anon, 2012).

Angka tersebut masih di bawah upah minimum regional yang

ditetapkan pemerintah pada tahun yang sama. Hal ini perlu menjadi

perhatian mengingat ada keterkaitan erat antara kemiskinan dan

pengelolaan wilayah pesisir.

Tekanan terhadap sumber daya pesisir sering diperberat oleh

tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut. Kemiskinan sering pula

menjadi lingkaran karena penduduk yang miskin sering menjadi sebab

rusaknya lingkungan pesisir, namun penduduk miskin pula yang akan

menanggung dampak dari kerusakan lingkungan. Dengan kondisi

tersebut, tidak mengherankan jika praktik perikanan yang merusak

masih sering terjadi di wilayah pesisir.

Pendapatan mereka dari kegiatan pengeboman dan

penangkapan ikan karang dengan cyanide masih jauh lebih besar dari

pendapatan mereka sebagai nelayan. Sebagai contoh, pendapatan dari

Page 13: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 13

penjualan ikan karang berkisar antara Rp 500.000 sampai Rp 700.000

per bulan (Erdman dan Pet, 2000). Dengan besarnya perbedaan

pendapatan tersebut di atas, sulit untuk mengatasi masalah kerusakan

ekosistem pesisir tanpa memecahkan masalah kemiskinan yang terjadi

di wilayah pesisir itu sendiri.

4. FAKTOR PENYEBAB

Masalah kemiskinan harus segera ditangani pemerintah ketika

krisis ekonomi melanda perekonomian nasional mulai akhir tahun 1998.

Krisis yang hampir membangkrutkan bangsa dan negara Indonesia telah

meningkatkan jumlah penduduk miskin kembali ke tahun sebelum 1990.

Meningkatnya jumlah tenaga kerja Indonesia ilegal yang

mencari pekerjaan di negara jiran Malaysia adalah bukti konkret akan

rendahnya harapan bagi masyarakat pedesaan, terutama yang kurang

berpendidikan untuk menggantungkan kehidupannya dengan mengadu

nasib sebagai masyarakat urban dan suburban di Indonesia.

Secara garis besar ada dua cara memandang kemiskinan.

Sebagian orang berpendapat, kemiskinan adalah suatu proses,

sedangkan sebagian lagi memandang kemiskinan sebagai suatu akibat

atau fenomena dalam masyarakat.

Sebagai suatu proses, kemiskinan mencerminkan kegagalan

suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana

secara adil kepada anggota masyarakat (Pakpahan dan Hermanto,

1992). Dari hasil kajian mereka di 14 kecamatan daerah pantai yang

tersebar di beberapa provinsi diketahui, nelayan yang miskin umumnya

belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya

manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga

sangat rendah.

Page 14: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 14

Faktor utama bukan karena kekuatan modal untuk mengakses

teknologi, namun ternyata lebih banyak disebabkan oleh kurangnya

aktivitas penyuluhan atau teknologi dan rendahnya lembaga penyedia

teknologi. Yang menarik dari hasil penelitian mereka adalah

ditemukannya korelasi positif antara tingkat kemiskinan dengan

perkembangan sistem ijon. Para nelayan miskin umumnya, kehidupan

ekonomi mereka sangat tergantung kepada para pemilik modal, yaitu

pemilik perahu atau alat tangkap serta juragan yang siap menyediakan

keperluan perahu untuk berlayar.

Indikator ini memang tidak selalu sama di setiap daerah karena

seperti di Pekalongan, banyak juragan kapal yang mengeluh dengan

sikap anak buah kapal (nelayan) yang cenderung terlalu banyak

menuntut sehingga keuntungan juragan kapal menjadi terbatas. Namun

secara umum terbatasnya kemampuan nelayan dalam mengembangkan

kemampuan ekonominya karena nelayan seperti ini telah terjerat oleh

utang yang dipinjam dari para juragan. Mereka biasanya membayar

utang tersebut dengan ikan hasil tangkapannya yang harganya

ditetapkan menurut selera para juragan.

Bisa dibayangkan apa yang akan diterima para nelayan dengan

sistem yang demikian, sehingga sangatlah wajar jika kemiskinan

menjadi bagian yang akrab dalam kehidupan mereka.

4.1. Kelebihan

Ada hal yang berbeda ketika kita berbicara tentang ekonomi

nelayan dan ekonomi petani terutama di Sulawesi Tenggara. Di

kalangan petani, pemasaran hasil merupakan second generation

problem yang sulit sekali dicarikan pemecahannnya. Sedangkan di

kalangan nelayan Sulawesi Tenggara, pemasaran bukanlah persoalan

Page 15: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 15

serius yang membuat mereka jatuh miskin. Di Provinsi Sulawesi

Tenggara terdapat tempat pelelangan ikan (TPI) yang menjadi sarana

transaksi hasil-hasil ikan laut. Dalam proses transaksi di TPI, nelayan

berhadapan dengan banyak pembeli sehingga nelayan yang menjual

hasil ikannya di TPI umumnya akan mendapat harga yang paling

menarik jika dibandingkan dengan mereka yang menjual di laut lepas

atau di luar TPI. Sayangnya, tidak semua proes transaksi dilakukan

secara kontan, terkadang di beberapa TPI banyak nelayan yang harus

menunggu pembayaran dua sampai tiga hari karena tidak semua

pembeli membawa uang yang cukup.

Hal inilah yang mendorong para nelayan, yang memerlukan

uang kontan segera dan tidak sabar, menjual hasilnya di luar TPI.

Akibatnya harga ikan yang mereka jual jauh di bawah harga TPI dan

seringkali hanya bisa untuk menutup biaya operasi menangkap ikan di

laut lepas.

Kondisi ini seringkali menimpa para nelayan-nelayan kecil yang

membutuhkan dana segar sesegera mungkin untuk menutup biaya

kehidupan ekonomi mereka. Pemerintah tampaknya perlu mendorong

sektor perbankan untuk membuka kantor kasnya di setiap TPI yang bisa

mengatasi kesulitan para bakul untuk menutup tagihannya. Termasuk

fungsi perbankan disini adalah menyediakan dana yang diperlukan

nelayan untuk berlayar. Sayangnya dengan kondisi kehidupan nelayan

yang pas-pasan, tampaknya sangat sulit bagi perbankan untuk

menjalankan fungsi tersebut tanpa adanya agunan yang memadai dari

para nelayan. Di sini bila dimungkinkan pemerintah bisa menyediakan

dana khusus sebagai jaminan kepada perbankan untuk menyalurkan

dananya kepada nelayan. Kalaupun perbankan tidak mampu memenuhi

peran tersebut, pemerintah bisa menempatkan dananya sebagai

Page 16: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 16

penyertaan modal kepada KUD-KUD pengelola TPI. Memang, nada

miring tentang KUD seringkali kita dengar sehingga pemerintah pun

cenderung berhati-hati bila ingin memberdayakan KUD. Namun,

pendapat ini tidak bisa digeneralisasi secara membabi buta, karena

masih cukup banyak pengurus KUD yang mempunyai hati nurani seperti

KUD-KUD pengelola TPI. Tidak ada salahnya, mulai sekarang

pemerintah mulai mencoba mengalokasikan dana retribusi dari

transaksi di TPI untuk diarahkan kepada penyediaan modal bagi

nelayan. Dengan demikian misalokasi anggaran diharapkan tidak akan

banyak terjadi, karena dengan memberdayakan KUD berarti pula

mendorong bangkitnya kekuatan ekonomi nelayan.

4.2. Konflik Antar Nelayan

Konflik perikanan akhir-akhir ini kembali menjadi berita setelah

di era 1970-an konflik sangat mudah dan sering muncul kepermukaan

sebagai akibat dualisme industri perikanan laut.

Berdasarkan studi di lima provinsi, Satria, et.al. (2002)

mengidentifikasi paling tidak terdapat empat macam konflik nelayan

berdasarkan faktor penyebabnya. Pertama, konflik kelas, yaitu konflik

yang terjadi antarkelas sosial nelayan dalam memperebutkan wilayah

penangkapan (fishing ground), yang mirip dengan kategori gearwar

conflict-nya Charles (2001).

Ini terjadi karena nelayan tradisional merasakan ketidakadilan

dalam pemanfaatan sumberdaya ikan akibat perbedaan tingkat

penguasaan kapital. Seperti, konflik yang terjadi akibat beroperasinya

kapal trawl pada perairan pesisir yang sebenarnya merupakan wilayah

penangkapan nelayan tradisional.

Page 17: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 17

Kedua, konflik orientasi, adalah konflik yang terjadi antar

nelayan yang memiliki perbedaan orientasi dalam pemanfaatan

sumberdaya, yaitu antara nelayan yang memiliki kepedulian terhadap

cara-cara pemanfaatan sumberdaya yang ramah lingkungan (orientasi

jangka panjang) dengan nelayan yang melakukan kegiatan

pemanfaatan yang bersifat merusak lingkungan, seperti penggunaan

bom, potasium, dan lain sebagainya (orientasi jangka pendek).

Ketiga, konflik agraria, merupakan konflik yang terjadi akibat

perebutan fishing ground, yang bisa terjadi antar kelas nelayan, maupun

inter-kelas nelayan. Ini juga bisa terjadi antara nelayan dengan pihak

lain non-nelayan, seperti antara nelayan dengan pelaku usaha lain,

seperti akuakultur, wisata, pertambangan, yang oleh Charles (2001)

diistilahkan sebagai external allocation conflict.

Keempat, konflik primordial, merupakan konflik yang terjadi

akibat perbedaan identitas, seperti etnik, asal daerah, dan seterusnya.

Anatomi konflik di atas menggambarkan betapa kompleksnya konflik

nelayan. Keempat tipe tersebut terjadi baik sebelum maupun sesudah

otonomi daerah. Perebutan sumberdaya ikan yang semakin langka

menjadi salah satu akar konflik perikanan saat ini, sehingga menuntut

kita untuk bepikir ulang tentang cara mengelola sumberdaya ini. Banyak

kepentingan nelayan terkalahkan oleh kepentingan non nelayan karena

nelayan tidak memiliki organisasi dengan posisi tawar yang kuat. Di era

otonomi daerah ini lebih-lebih adanya kecenderungan Pemda mengejar

kepentingan jangka pendek dengan mengedepankan proyek-proyek

yang quick yielding yang seringkali bersebarangan dengan kepentingan

nelayan, kehadiran organisasi nelayan yang solid menjadi kian

mendesak.

Page 18: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 18

Terakhir, dalam jangka panjang pemberdayaan nelayan sangat

penting dalam mengantisipasi konflik. Pemberdayaan tentu utamanya

diarahkan pada peningkatan ketahanan ekonomi rumah tangga

nelayan. Berbagai bentuk praktek penangkapan ikan secara destruktif

ternyata tidak bisa lepas dari perspektif ekonomi. Ketika nelayan dengan

alat tangkap yang sangat terbatas dan menghasilkan tangkapan ikan

yang secara minimal, maka dorongan untuk melakukan praktik

penangkapan secara destruktif menjadi besar. Akibatnya konflik

orientasi pun sering terjadi. Tentu aspek ekonomi ini juga mesti diiringi

dengan aspek sosial budaya yaitu dengan melakukan pengkayaan

pengetahuan dan pola sikap para nelayan terhadap sumberdaya laut

yang di beberapa tempat sudah mulai bergeser.

5. SOLUSI ALTERNATIF

Bertolak dari permasalahan-permasalahan pada sumberdaya

perikaan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tindakan pengelolaan

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

Dalam menanggulangi permasalahan illegal fishing yang ada sehingga

tidak berkelanjutan dan menyebabkan kerusakan yang berdampak besar

maka diperlukan solusi yang tepat untuk menekan terjadinya kegiatan

tersebut seperti:

- Peningkatan kesadaran masyarakat

- Peningkatan kesadaran masyarakat nelayan akan bahaya yang

ditimbulkan dari illegal fishing.

- Peningkatan kesadaran ini dapat dilakukan dengan dilakukannya

penyuluhan ke wilayah nelayan, dan pendidikan dari kecil di sekolah

daerah pesisir .

Page 19: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 19

- Peningkatan pemahaman dan pengetahuan nelayan tentang illegal

fishing.

- Melakukan penegakan hukum mengenai perikanan khususnya dalam

hal pemanfaatan yang bertanggung jawab.

Dalam hal ini diperlukan ketegasan dalam menjalankan hukum yang

berlaku sehingga pelaksanaan dari hukum tersebut benar-benar

laksanakan. Meningkatkan pengawasan dengan membuat badan khusus

yang menangani dan bertanggung jawab terhadap kegiatan illegal fishing.

Yang berperan di sini adalah pemerintah maupun melibatkan masyarakat

dalam hal pengawasan dari terjadinya kegiatan illegal fishing tersebut.

Operasi pengawasan ini dimaksudkan untuk memantau dan mengawasi

dan melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan usaha penangkapan

maupun kegiatan pengangkutan / pengumpulan ikan baik dilakukan oleh

nelayan tradisional maupun pengusaha perikanan agar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangan.

Dari kegiatan operasi pengawasan ini diharapkan nantinya akan

tercipta kegiatan penangkapan dan pengangkutan/pengumpulan ikan

yang tertib, bertanggung jawab dan berkelanjutan dengan tetap menjaga

kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya.

Penerapan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan,

yaitu dengan mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya saat ini dan

untuk generasi mendatang. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang

penangkapan ikan secara komersil/ekonomi, tetapi dengan persyaratan

tidak melampaui daya dukung lingkungan perairan. Berkelanjutan berarti

tidak lepas dari 3 tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu ekologi,

ekonomi, dan social. Secara ekologi yaitu dengan tetap mempertahankan

keanekaragaman hayati / biodiversity sehingga pemanfaatan sumberdaya

Page 20: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 20

SDI dapat berkesinambungan. Secara ekonomi, kegiatan pengelolaan SDI

dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi. Secara social, dapat

menciptakan pemerataan hasil, mobilitas social, hubungan social,

partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat.

5.1. Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai

program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat

(bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki

akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program

yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti

bagi kehidupan masyarakat. Memberdayakan masyarakat pesisir

berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan

kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang

akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan

masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah

seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya,

karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan

masayarakat diantaranya:

1. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir

yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut.

Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan

tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok

ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan

jangkauan wilayah tangkapannya.

2. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul , adalah kelompok masyarakt

pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan.

Page 21: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 21

Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui

pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya

dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.

Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat

pesisir perempuan.

3. Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan

yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri

dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu

kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang

memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai

buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan

penghasilan yang minim.

4. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan

kelompok masyarakat nelayan buruh.

Setiap kelompok masyarakat tersebut haruslah mendapat

penanganan dan perlakuan khusus sesuai dengan kelompok, usaha, dan

aktivitas ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat tangkap

minsalnya, mereka membutukan sarana penangkapan dan kepastian

wilayah tangkap. Berbeda dengan kelompok masyarakat tambak, yang

mereka butuhkan adalah modal kerja dan modal investasi, begitu juga

untuk kelompok masyarakat pengolah dan buruh. Kebutuhan setiap

kelompok yang berbeda tersebut, menunjukkan keanekaragaman pola

pemberdayaan yang akan diterapkan untuk setiap kelompok tersebut.

Dengan demikian program pemberdayaan untuk masyarakat

pesisir haruslah dirancang dengan sedemikian rupa dengan tidak

menyamaratakan antara satu kelompk dengan kelompok lainnya

apalagi antara satu daerah dengan daerah pesisir lainnya.

Page 22: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 22

Pemberdayaan masyarakat pesisir haruslah bersifat bottom up dan

open menu, namun yang terpenting adalah pemberdayaan itu sendiri

yang harus langsung menyentuh kelompok masyarakat sasaran.

Persoalan yang mungkin harus dijawab adalah: Bagaimana

memberdayakannya?

Banyak program pemberdayaan yang telah dilaksanakan

pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat

pesisir (PEMP). Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga

pendekatan, yaitu:

1. Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat,

mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh,

sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara

baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate)

antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat

menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana

produktif diantara kelompok lainnya.

2. Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat

dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum

dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat

penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih

kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa

percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa

lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital

terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya.

Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan

orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula.

3. Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan

dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi

Page 23: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 23

pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana

tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk

digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.

Pengaturan pergulirannya akan disepakati di dalam forum atau lembaga

yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah

setempat dan tenaga pendamping.

5.2. Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis kearifan Lokal /

tradisional

Kearifan Lokal / Tradisional bukan hanya menyangkut pengetahuan

atau pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi

yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan,

pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana

relasi di antara semua penghuni komunitas ekologi. Menurut Biasane

(2004), seluruh kearifan lokal dihayati, dipraktikan, diajarkan dan

diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk

pola perilaku manusia sehari -hari baik terhadap sesama manusia maupun

terhadap alam dan yang gaib. Salah satu bentuk kearifan lokal adalah hak

ulayat laut. Hak ulayat laut merupakan suatu sistem dengan beberapa

orang atau kelompok sosial yang memanfaatkan wilayah laut dan

mengatur tingkat eksploitasinya, termasuk melindungi dari eksploitasi

yang berlebihan.

Page 24: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 24

BAB 3

PENUTUP

1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas adalah :

1. Bahwa perlunya tindakan pengelolaan sumberdaya perikanan

bertujuan untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan dari

sumberdaya perikanan itu sendiri untuk ketersediaannya di masa

sekarang dan akan datang.

2. Pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut harusnya melibatkan

berbagai elemen, baik pemerintah maupun masyarakat sekitar/

nelayan.

2. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas maka Penulis menyarankan kepada :

- Mahasiswa – mahasiswa ekonomi agar mempelajari wilayah

Sulawesi tenggara, dan melihat potensi pembangunannya agar bisa

turut terlibat dalam pembangunan daerah kita.

- Bagi Negara kesatuan Repoblik Indonesia harus menjaga dan

memilihara sumber daya yang ada di Sulawesi tenggara tersebut

agar dapar bermanfaat bagi Bangsa Indonesia.

- Dan bagi penduduk Sulawesi tenggara untuk bisa mempelajari

sumber daya Alam yang ada di Sulawesi tenggara. Untuk

dimanfaatkan dengan baik untuk kegiatan usaha produktif.

Sebaiknya pemerintah segera menindaklanjuti masalah-masalah

yang dihadapi oleh masyarakat bahari Indonesia. Hal ini dimaksudkan

untuk mengurangi tiingkat kemiskinan masyarakat, meredam konflik-

konflik sosial yang meresahkan masyarakat bahari, dan menjaga

kelestarian lingkungan hidup, khususnya laut.

Page 25: Makalah kemaritiman nelayan sulawesi tenggara ruslin_b1_c1 13 143

RUSLIN_ B1C1 13 143 _ PEMBANGUNAN SULAWESI TENGGARA PERSPEKTIF NELAYAN 25

DAFTAR PUSTAKA

Kartika, S. 2010. Strategi pengelolaan sumberdaya Perikanan berbasis

ekosistem di pantura Barat provinsi Sulawesi Tenggara.

http://eprints.undip.ac.id/26525/1/SKRIPSI-

SELLY_KARTIKA__C2B006067_%28R%29.pdf. (12 Maret 2012).

Mukhtar. 2011. Illegal Fishing di Indonesia

http://mukhtar-api.blogspot.com/2011/05/illegal-fishing-di-

indonesia.html. (13Maret 2012).

Naibaho, P. 2011. Kerusakan Ekosistem Perairan Khususnya Terumbu

Karang Akibat Alat Tangkap Ikan Yang Ilegal (Illegal

Fishing).Http://Pobersonaibaho.wordpress.com/2011/05/11/kerusak

an-ekosistem-perairan-terumbu-karang-akibat-cara-penangkapan-

yang-ilegal/. (13 Maret 2012).

http://www.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=articl

e&id=454:kearifan-lokal-di-laut-aceh&catid=72:ekonomi-a-

pembangunan&Itemid=125 . (13 Maret 2012).Diposkan oleh Andri

di 21.41 Tidak ada komentar:

http://www.sulawesitenggaraprov.go.id/

http://www.batukar.info/wiki/geografis-sulawesi-tenggara.

http://www.batukar.info/search/node/waktu%20pertumbuhan%20dan%20

pembangunan%20sulawesi%20tenggara

http://id.wikipedia.org/wiki/Sulawesi_Tenggara

http://sultra.tripod.com/LETAK_GEOGRAFIS.htm

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (2011). “Sulawesi

Tenggara Dalam Angka 2010”. BPS, Kendari, diakses melalui

http://sultra.bps.go.id/