makalah kamerun
DESCRIPTION
TugasTRANSCRIPT
MAKALAH ARSITEKTUR ISLAMARSITEKTUR MASJID DI KAMERUN, BENIN
DAN BURKINA FASO
Disusun Oleh:Siti Mardhiyah
WidartoRia Novita
UNIVERSITAS MERCU BUANAFAKULTAS TEKNIK SIPIL PERENCANAAN
TEKNIK ARSITEKTUR2009
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. PERKEMBANGAN ARSITEKTUR ISLAM DI AFRIKA
Afrika adalah benua pertama yang mendapat pengaruh ketika perluasan
kekuasaan Islam, sehingga telah menjadi bagian dari budaya dan sejarah orang-orang
Afrika. Berdasarkan buku ensiklopedia dunia, Islam adalah agama terbesar di Afrika,
mulai dari penganut penduduk asli maupun yang berpindah dari negara lain. Pada 9 May
2009, berdasarkan statistic dari Congressional Research Service terdapat 371,459,142
penganut Islam, 304,313,880 Kristen, 137,842,507 agama kepercayaan Afrika, dan
9,818,542 agama lainnya di Africa.
Meskipun mayoritas muslim di Afrika adalah Sufi/Sunni, kerumitan Islam disana
telah diperdebatkan melalui lembaga pendidikan tentang pemikiran dan tradisi. Islam
Afrika tidak statis, tapi terus menerus dibentuk secara merata di berbagai bidang. Islam
Afrika biasanya adalah penyatuan alam, dimana budaya Afrika tentang agama
kepercayaan digabungkan dengan kepercayaan Islam.
Arsitektur di Afrika menggunakan material yang luas dan beragam. Salah satunya
yang ditemukan adalah penggunaan jerami, kayu, tanah, bata dari tanah dan batu.
Penggunaan material tersebut disesuaikan dengan iklim daerah setempat. Afrika utara
menggunakan batu, Afrika barat dengan tanah/batako dari tanah, Afrika bagian tengah
dengan jerami/kayu dan material tidak tahan lama lainnya. Afrika timur lebih beragam,
Afrika selatan banyak menggunakan batu, jerami dan kayu untuk bangunannya. Tapi bisa
saja material batu digunakan oleh untuk bangunan di Afrika utara, Afrika barat dari
tanah/bata tanah, Afrika tengah dari kayu/batu, dan Afrika barat menggunakan semua
material yang ada, karena banyak perpindahan penduduk dari satu negara bagian ke
negara lainnya di Afrika, entah karena pekerjaan, maupun karena maraknya perdagangan
jual beli budak pada masa itu.
Untuk pembahasan selanjutnya, akan dijelaskan perkembangan arsitektur Islam di
Afrika barat.
1.2. MATERIAL BANGUNAN TRADISIONAL AFRIKA BARAT
Afrika Barat adalah sebuah wilayah di bagian barat Afrika. Afrika Barat
berbatasan dengan Samudra Atlantik di sebelah barat dan selatan, Gurun Sahara di utara,
dan Gunung Kamerun hingga Danau Chad di timur. Afrika barat dapat dibagi menjadi 4
zona: Sahara, Sahel, Savannah dan hutan hujan. Daerah terbesar adalah padang pasir
Sahara yang meluas dari gunung Atlas di Morocco dan Algeria menuju sungai Senegal.
Teknologi bangunan di daerah pinggiran sahara berdasarkan material yang daya
tahannya rendah. Masa hidup (berdirinya) struktur bangunan terhitung pendek.
Tanah/lumpur tidak dipertimbangkan sebagai perantara arsitektural yang baik, sejak masa
sejarah, dalam sudut pandang arsitektural, bangunan besar dihubungkan dengan sesuatu
yang permanen.
Penggunaan kayu untuk menguatkan bangunan (secara tegak lurus), berdasarkan
iklim setempat yang dekat dengan hutan hujan, sebagai fungsi untuk ukuran mesjid.
Masjid itu sendiri digunakan untuk aktivitas keagamaan di kota. Efeknya, penggunaan
kayu di savannah selatan hanya berlaku pada masjid-masjid besar (lebar), beberapa
ditemukan di pusat salah satu desa.
Model dan bahan material dari masjid tradisional berdasarkan kelompok etnik
dan lingkungan local. Model masjid dikenal sebagai ‘Gaya Sudan’, berdasarkan
bangunan Sudan bagian barat yang sangat terkenal. Di seputar area luar dari sungai
Senegal sampai cekungan pulau Niger, seperti Ghana dan Ivory Coast, masjid ini
dibangun dengan material bangunan yang biasa digunakan: Tanah Liat. Bentuk alami
mereka dilambangkan dengan dinding penopang. Penggunaan toron/kayu untuk perancah
selama proses pelapisan pada bagian dekoratif, contohnya pada bagian menara mihrab,
sebuah atap datar dan halaman gedung. Atap datar didukung dengan pilar dan lantai
biasanaya dilapisi dengan pasir dan diatasnya terdapat keset kasar yang diletakkan
sebagai alas. Pencahayaan ditimbulkan dengan membuat kubang yang menembus di
langit-langit/plafon. Kecuali untuk bangunan yang massif dan lengkungan pada pintu
(arches), interiornya bertekstur keras. Kemudian, kesederhanaan yang elegan
diperlihatkan untuk mengurangi gangguan antara pemujaan hamba kepada penciptanya
(untuk mengurangi gangguan saat beribadah).
Arsitektur masjid di Afrika barat tidak hanya diwakili dengan material dari tanah.
Karena sejarah tahun 1960an, konstruksi masjid telah berkembang pesat di berbagai
bagian di dunia. Perkembangan zaman telah berdampak besar di daerah pesisir pantai dan
area perkotaan di Afrika. Hasilnya, masjid dibangun dengan semen. Hasil yang tidak
dapat dihindari, bahwa model asli seluruhnya berubah untuk menyesuaikan diri. Seperti
menara dan kubah yang banyak ditemukan di negara-negara Muslim lainnya, hingga
membuat pengetahuan lokal tentang bangunan masjid jadi terkikis (punah).
Masjid telah menjadi ikon dalam waktu yang lama di Afrika barat. Arsitektur
masjid dan beberapa masjid pedalaman telah menyerupai bentuk masjid Djenne di Mali,
walaupun dalam skala yang lebih kecil. Bangunan yang di dominasi dengan menara,
halaman gedung dan atap datar.
Tanah, yang berfungsi sebagai batu bata, adalah salah satu contoh material dari
bangunan besar di Afrika barat seperti masjid Djenne-Mali ataupun menara di Agades.
Area yang cocok untuk pemakaian struktur ini sekitar area Savannah dimana terdapat
banyak kandungan air untuk membuat batu bata, plesteran dan iklim yang curah hujannya
rendah untuk mengeringkan dinding dari tanah tersebut. Bangunan arsitektur dari tanah
telah menciptakan bentuk sederhana pada fasad bangunan di Afrika. Seperti masjid
dengan bentuk persegi, fasad yang sederhana dengan penggunaan dekoratif yang sedikit
juga menara.
Sebagai contoh, di Futa Djallon, negara bagian di Guinea, kayu dan jerami untuk
menggantikan tanah sebagai bahan material bangunan. Di daerah ini terdapat bangunan
pondok untuk rumah tradisional mereka yang berbentuk bundar dilapisi dengan atap
jerami yang besar, didukung dengan tiang penyangga yang tinggi pada bagian tengahnya.
Bagian terendah dari atapnya, ditumpu dengan tiang penyangga yang lebih pendek
sehingga pintu masuk dapat terlihat. Sedangkan bangunan masjid dibangun dengan cara
yang sama dengan membangun rumah, tapi dengan atap datar berbentuk persegi, dinding
dari tanah dengan menara di bagian timur bangunan. Menurut tradisi local, bangunan
masjid adalah bangunan berbentuk persegi. Pernyataan ini semakin menguatkan ide
bahwa “arsitektur Afrika barat hanya dapat diwakili dengan bangunan berbentuk
persegi dengan material tanah ataupun batu”.
BAB II
LATAR BELAKANG
2.1. KAMERUN
2.1.1. DESKRIPSI KAMERUN
Kamerun (Cameroon) adalah sebuah negara di Afrtika Barat, sedikit lebih besar
dari California, menurut para ahli arkeologi telah dihuni manusia sejak 50.000 tahun yang
lalu. Dengan nama resminya Republik Kamerun (French: République du Cameroun),
dibatasi oleh Nigeria pada bagian barat, Chad bagian timur laut, Republik Afrika bagian
tengah di timur, Equatorial Guinea, Gabon dan Republik Kongo di bagian selatan. Garis
pantai Kamerun terletak di Bight of Bonny, bagian dari teluk Guinea dan Samudera
Atlantik.
Negara ini desebut sebagai miniature Afrika karena keberagaman budaya dan
geologinya, seperti pantai, padang pasir, gunung, hutan hujan dan Savanna (padang
rumput yang luas). Gunung tertinggi di Kamerun terdapat di bagian barat daya, dan kota
terbesar dan terpadat penduduknya ada di Douala, Yaoundé dan Garoua.
2.1.2. SEJARAH KAMERUN
Pada abad ke-5 sebelum Masehi, suku Hanno dari Kartago (Tunisia sekarang),
orang asing pertama yang memasuki Kamerun, dan selama berabad-abad mengeksplorasi
perdagangan budak. Pada abad ke-2 sampai dengan abad ke-1 sebelum Masehi, suku
Bantu (dikenal dengan sebutan Pygmi) yang berasal dari Nigeria Utara mulai berimigrasi
ke Kamerun (dikenal dengan Cameroon Highlanders), mereka ahli dalam pertanian. Para
pedagang dari Arab yang sekaligus menyebarkan Islam datang ke Kamerun pada abad
ke-10. Mereka berdagang emas, garam, tembaga dan budak. Orang barat pertama yang
memasuki Kamerun adalah Fenando Po, dari tim ekspedisi Portugis pada tahun 1472,
mereka mendarat di sebuah pantai di Kamerun. Dinamakan Kamerun, karena orang
Portugis melihat banyak udang di perairan Kamerun, sehingga mereka menamakan Rio
des Cameroes (the Prawn River).
Kamerun termasuk salah satu negara sub-Sahara Afrika yang sangat beruntung,
karena mempunyai sumber minyak dan hasil pertanian yang melimpah. Namun
sebagaimana negara berkembang lainnya, Kamerun mempunyai banyak problem, antara
lain pelayanan sipil yang kurang memadai, iklim bisnis yang kurang kondusif,
mengakibatkan Kamerun tersendat dalam kemajuan ekonominya.
2.1.3. LUAS WILAYAH, IKLIM & POPULASI KAMERUN
Dengan wilayah seluas 475.440 km2, beriklim tropik dan kering, berbatasan
dengan banyak negara, antara lain Nigeria, Chad, Republik Afrika Tengah, Republik
Congo, Gabon dan Equatorial Guinea. Berpenduduk padat, dihuni sekitar 16.063.678
orang, terdiri dari suku asli Afrika (black African) sebanyak 99%, yaitu Cameroon
Highlander, Bantu, Fulani, Kirdi dan suku asli Afrika lainnya. Selebihnya adalah
pendatang dari Eropa dan Arab. Angka pertumbuhan penduduk, rata-rata 1,97% per-
tahun, angka kelahiran 35,08 per-1000, dan angka kematian 15.34 per-1000. Agama
Islam dianut sekitrar 20%, Kristen (Katholik dan Protestan) 40% dan animis 40% Bahasa
nasional mereka adalah Inggris dan Perancis di samping bahasa lokal (24 bahasa).
2.1.4. PERKEMBANGAN ISLAM DI KAMERUN
Sebagaimana dijelaskan pada awal tulisan, Islam telah masuk ke Kamerun pada
abad ke-10, ketika para pedagang Arab melalui Sahara memasuki Kamerun bagian utara.
Di samping mereka berdagang (emas, garam, tembaga, perunggu dan budak), mereka
juga mengenalkan Islam (da’wah) pada penduduk pribumi. Mereka terus tumbuh dan
akhirnya menguasai Kamerun bagian utara dan tengah hingga kini. Sedangkan misi
Kristen baru mulai bekembang pada abad ke-19, namun hampir menguasai seluruh aspek
kehidupan masyarakat Kamerun.
Ketika Kerajaan Kanem Bornu di dekat Danau Chad dipimpin oleh dinasti
Saifawa (Sefuwa), yaitu Raja Dunama Dibbalemi masuk Islam pada tahun 1221
(memerintah sampai dengan tahun 1251), maka kejayaan Islam di Afrika Tengah mulai
menyebar, mulai dari Chad, Nigeria, Niger maupun Kamerun. Pengaruh Kanem Bornu di
Kamerun ini berlanjut hingga abad ke-15. Islam menjadi kekuatan penuh di Kamerun
bagian utara, ketika suku Fulani (Fulbe) menguasai daerah itu pada abad ke-18, dan
mendirikan kerajaan Adamawa (Adamawa Emirate), yang meliputi Kamerun dan
Nigeria. Sultan Adamawa saat ini adalah Issa Maigari, sekaligus sebagai Gubernur
propinsi Adamawa. Suku Fulani memang termasuk salah satu suku unggulan di Afrika,
dan paling gigih menyebarkan agama Islam di kawasan itu. Mereka sampai saat ini
menguasai pemerintahan modern di Senegal, Guinea (Futa Jallon), Mauritania, Guinea
Bissau, Mali, Burkina Faso, Benin, Niger, Chad, Kamerun dan Sudan. Sebelumnya, pada
abad ke-17, suku Fulani telah mengekspansi Kerajaan Bamoun yang didirikan oleh
Nshare Yen, dan kerajaan Bamoun baru menerima Islam secara utuh pada tahun 1833
ketika Sultan Njoya Ibrahima berkuasa.
Sepak terjang suku Fulani, yang notabene adalah Islam, sangat diakui
keberadaannya di Kamerun, termasuk dalam memperjuangkan kemerdekaan. Salah satu
putra terbaik suku Fulani adalah El-Hajj Ahmadou Babatoura Ahijo, kelahiran Garou,
Agustus 1924, proklamator dan bapak kemerdekaan Republik Kamerun. Beliau adalah
pejuang muslim dari suku Fulani dan terpilih sebagai presiden pertama Republik
Kamerun dari tahun 1960-1982. Sayangnya, estafet kepemimpinannya tak dapat
diteruskan oleh kader-kader politikus muslim lainnya, dan justru jatuh ke pihak Kristen,
yaitu Paul Biya.
Perjuangan Islam di Kamerun saat ini memang tergolong berat, karena
sepeninggal mendiang Ahmadou Ahijo, kekuatan Kristen di sana semakin kokoh. Hal ini
disebabkan infrasktuktur kekuasaan Kristen sangat luar biasa, dan dukungan negara
bekas kolonial. Namun, apapun yang terjadi, Islam di Kamerun telah menorehkan tinta
emas dalam memperjuangkan kemerdekaan, dan ummat Islam di sana, tentu tak akan
tinggal diam, dan akan terus mengembalikan kejayaan masa lalunya.
2.2. BENIN
2.2.1. DESKRIPSI BENIN
Republik Benin, dahulu bernama Dahomey, adalah sebuah negara di Afrika barat.
Negara ini berbatasan dengan Togo di sebelah barat, Nigeria sebelah timur, dan Burkina
Faso serta Niger di sebelah utara. Bahasa yang digunakan penduduk Benin adalah bahasa
Prancis, karena sempat dijajah oleh negara tersebut pada tahun 1892.
Ekonomi Benin tetap tak berkembang dan bergantung pada pertanian
penyambung hidup, produksi kapas, dan perdagangan regional. gar mengembangkan
pertumbuhan lebih lanjut, Benin merencanakan menarik lebih banyak investasi asing,
lebih menekankan pada pariwisata, memfasilitasi pertumbuhan sistem prosses makanan
dan produk pertanian, dan mendorong informasi baru dan teknologi komunikasi.
2.2.2. LUAS WILAYAH, IKLIM DAN POPULASI BENIN
Luas wilayah Benin 112,622 km2. letak geografisnya 6°-13° lintang utara dan 0°-
4° bagian timur. Bentuk keseluruhan negeri ini dibatasi sungai Niger di utara dan dataran
pesisir di selatan, di bagian timur sedikit tak datar. Bagian utara negeri ini terutama
tersusun atas sabana dan pegunungan setengah gersang. Titik tertingginya ialah Gunung
Sagboroa setinggi 658 m. Selatan negeri ini terdiri atas sebuah dataran pantai berawa
yang menyebar, danau dan laguna seperti danau Nohoué atau laguna di Porto Novo.
Sebagian besar penduduknya bertempat tinggal di pesisir pantai, di mana sebagian
kota besar di Benin terpusat, khususnya Porto Novo dan Cotonou. Negeri ini terletak di
zona antartropis, iklimnya kering dan lembab, dibandingkan dengan hujan, yang terjadi
10 kali (April hingga Juli dan September hingga November). Mahkamah Peradilan
Internasional di den Haag menyatakan pada 12 Juli 2005 perbatasan antara Benin dan
Niger termasuk pulau di bantaran Sungai Niger dan Mékrou : 16 pulau yang baru
diberikan ke Benin, dan Lété kepada Niger.
Iklimnya tropis, panas dan kering bersama dengan keadaan musiman das geografi di
seluruh negeri, musimnya jelas dan silih berganti.
Terbentang 900 hingga 1300 mm air, kawasan yang banyak mendapat hujan ada
di sudut tenggara, Cotonou hingga Porto Novo, antara Atacora-Natitingou dan Djougou,
kawasan Dassa dan Ndali di utara Parakou. Curah hujah maksimum ada di selatan (iklim
ekuator), pada pertengahan Maret hingga Juli, dan dan curah hujan menurun pada
November/Desember. Angin musim, berhembus dari April hingga November, di
tenggara. Harmattan yang kering berhembus ke arah sebaliknya dari angin musim,
November hingga Mei, menghasilkan debu warna jingga. Tingkat kelembaban, selalu
besar, berada antara 65 dan 95%. Suhu rata-rata meliputi 22 dan 34 °C, panas di bulan
April dan Mei (tepat setelah harmattan berhembus selama 6 bulan, sesudah angin musim
yang membawa hujan).
Penduduknya berjumlah 7.513.946 jiwa (2006). Benin tersusun atas 40 etnis yang
berbeda, yang paling banyak ialah etnis Fon yang berjumlah 49% dari penduduk Benin.
Etnis lainnya antara lain Adja, Yoruba, Somba, dan Bariba. Kebanyakan etnis itu
memiliki bahasa sendiri, meskipun bahasa Prancis, yang merupakan bahasa resmi,
dituturkan di banyak kota. Bahasa asli lainnya ialah bahasa Fon dan Yoruba yang cukup
banyak penuturnya. Tahun 2002 sensus penduduk sebesar 42.8% dari populasi Benin
adalah Kristen (termasuk agama Katolik, Protestan, Methodist) 24.4% Muslim, 17.3%
Voodoo, 6% agama local yang menganut kepercayaan setempat (agama anisme local
yang pusatnya ada di kota Ouidah), 1.9% kelompok keagamaan, and 6.5% Atheis.
2.2.3. SEJARAH BENIN
Kerajaan Afrika Dahomey muncul di Benin. Sejak abad ke-17, kerajaan dikuasai
oleh oba, jauh melampaui perbatasan Benin masa ini, meliputi sebagian besar Afrika
Barat.
Kerajaan makmur ini adalah "pengekspor" budak dan berdagang dengan orang
Portugal dan Belanda. Tetapi kekacauan di sini akhirnya mengakibatkan Dahomey
dijajah Perancis pada tahun 1892.
Periode bergolak mengikuti kemerdekaan, dan ada beberapa kudeta dan pergantian rezim
sebelum kekuasaan diambil alih oleh Mathieu Kérékou. Kérékou menganut paham
marxisme, dan negara dinamai kembali "Benin", pada tanggal 30 November 1975.
2.3. BURKINA FASO
2.3.1. DESKRIPSI BURKINA FASO
Burkina Faso adalah sebuah negara di Afrika Barat yang terkurung daratan
(landlocked). Negara ini berbatasan dengan Mali di sebelah utara; Togo dan Ghana di
selatan; Niger di timur, Benin di tenggara; dan Pantai Gading di barat daya. Dahulu
bernama Volta Hulu, Presiden Thomas Sankara mengganti nama negara ini menjadi
'Burkina Faso' (dalam bahasa Dioula dan More: "Negara Orang Jujur") pada 4 Agustus
1984. Ibu kota Burkina Faso adalah Ouagadougou (lafaz: Wagadugu), disebut "Waga"
oleh penduduk setempat.
Nama lama negeri ini yakni Volta Hulu dari 3 sungai yang mengalirinya:
Mouhoun (dulu disebut Volta Hitam), Nakambé (Volta Putih) dan Nazinon (Volta
Merah). Mouhoun, bersama dengan Comoé yang mengalir ke barat daya, adalah satu-
satunya sungai yang mengalir sepanjang tahun. Lembah Sungai Niger juga mengaliri
27% permukaan negeri ini. Anak-anak sungainya (Béli, Gorouol, Goudébo, dan Dargol)
adalah aliran musiman, dan hanya mengalir selama 4 hingga 6 bulan setahun namun bisa
menyebabkan banjir bandang. Negeri ini juga memiliki sejumlah danau. Danau-danau
yang utama adalah Tingrela, Bam dan Dem, dan kolam besar seperti Oursi, Béli,
Yomboli dan Markoye. Kurangnya air sering menjadi masalah, khususnya di bagian utara
negeri ini.
2.3.2. SEJARAH BURKINA FASO
Masa prasejarah : Seperti semua bagian Afrika Barat, Burkina Faso dihuni
manusia sejak awal, khususnya oleh pemburu-pengumpul di bagian barat laut negeri ini
(12.000-5.000 SM), dan yang peralatannya (pengikis, pemahat, dan ujung panah)
ditemukan pada 1973. Permukiman muncul antara 3.600-2.600 SM dengan petani, jejak
strukturnya meninggalkan bangunan yang berkesa relatif permanen. Penggunaan besi,
keramik, dan batu yang dipelitur berkembang pada 1500 hingga 1000 SM, seperti
keasyikan masalah spiritual, seperti yang ditunjukkan dengan sisa pemakaman yang telah
ditemukan. Reliks yang dikaitkan dengan Dogon ditemukan di utara-tengah, utara, dan
timur laut negeri ini. Mereka meninggalkan wilayah itu antara abad ke-15 hingga 16
untuk tinggal di tebing Bandiagara. Di tempat lain, sisa dinding tinggi terletak di barat
daya Burkina (begitupun di Pantai Gading), namun orang-orang yang membangunnya
belum bisa ditentukan.
Masa kerajaan : Sedikit yang ditemukan dari zaman kerajaan di Burkina Faso.
Meski begitu, terdapat sebuah kejadian di zaman kerajaan Mossi. Bangsa Eropa yang
mengadakan kontak dengan « Mossi » (seperti yang ditunjukkan di daerah ini) dan
merekalah yang awalnya mengadakan kolonisasi. Laporan perjalanan Louis-Gustave
Binger (1856-1936) (« Du Niger au Golfe de Guinée ») memaparkan perjalanannya, pada
Juni 1888, tentang Boukary, kakak Mogho Naba dari Ouagadougou. Di mana Boukary
membuat Mogho Naba Wobgho menentang Prancis, dengan cara yang terbatas di depan
pasukan modern mereka. Binger menggambarkan sebuah kerajaan yang selanjutnya
berbentuk feodal.
Masa colonial : Pada 1896, kerajaan Mossi dari Ouagadougou menjadi protektorat
Prancis. Pada 1898, bagian utama dari kawasan yang kini menjadi Burkina ditaklukkan.
Pada 1904, daerah-daerah itu bergabung dengan Afrika Timur Prancis dalam koloni
Senegal-Niger Hulu. Penduduknya ikut serta dalam PD I dalam batalion Infantri Senegal.
Pada1 Maret 1919, Edouard Hesling menjadi gubernur pertama di koloni Volta Hulu
yang baru itu. Koloni itu dibongkar pada 5 September 1932, dan daerahnya dibagi antara
Pantai Gading, Mali, dan Niger. Pada 4 September 1947 Volta Hulu diciptakan kembali
dari perbatasannya pada 1932. Pada 11 Desember 1958 menjadi republik dan bergabung
dengan Masyarakat Prancis-Afrika dan mendapatkan kemerdekaan pada 5 Agustus 1960.
2.3.3. LUAS WILAYAH, IKLIM DAN POPULASI
Luas wilayah Burkina Faso ±274 200 km², dengan jumlah populasi 44 jiwa/km²
atau sekitar 13.200.000 jiwa. Letak geografis Burkina Faso 9°-15° lintang utara dan 6°
bujur barat - 3° bujur timur. Beriklim tropis dengan musim hujan yang berakhir selama 4
bulan, Mei/Juni – September. 3 zona iklim: Sahel, Sudan-Sahel, dan Sudan-Guinea. Sahel
yang ada di utara biasanya beriklim tinggi hingga mencapai 5–470 C (41–116.6 °F).
Daerah savanna biasanya beriklim tropis kering.
Burkina Faso terdiri atas 2 sisi utama: Sebagian besar negeri ini diliputi peneplain
yang membentuk pemandangan berombak-ombak yang di beberapa tempat dengan
perbukitan yang sedikit terisolasi, sisa massif pra-Kambrium. Tenggara negeri ini
membentuk masif batuan pasir, di mana puncak tertingginya ditemukan: Ténakourou
(749 m, 2.450 kaki). Masif itu dibatasi oleh tebing terjal yang tingginya 150 meter (490
kaki).
Ketinggian rata-rata adalah 400 meter (1.300 kaki) dan perbedaan antara daratan yang
lebih tinggi dengan lebih rendah tak lebih dari 600 meter (2.000 kaki). Burkina Faso
adalah negara yang relatif datar, dengan pengecualian di beberapa tempat.
Penduduk Burkina Faso berjumlah 15.3 million jiwa dibedakan berdasarkan 2
mayoritas kelompok budaya: Voltaic dan Mande (dengan bahasa resmi Dioula). Voltaic
Mossi menyebar hampir satu setengah % dari populasi. Mossi adalah penduduk yang
berpindah dari Ghana untuk bertani di Burkina Faso. Kepadatan penduduk dari Burkina
Faso terpusat di selatan dan Ibukota negara.
60.5% populasinya beragama Islam, mayoritas masuk kelompok Muslim Sunni
dan selebihnya ikut Muslim Shi'a. 23.2% populasi beragama Kristen (19% Katolik dan
4.2% Protestan), 15.3% mengikuti kepercayaan tradisi, 0.6% agama lainnya, and 0.4%
Atheisme.
BAB III
ARSITEKTUR MASJID
3.1. DAFTAR MASJID DI KAMERUN
Lamido Grand Mosque
Menara : Menyerupai bentuk Bangunan Taj Mahal
Arch : Bentuk Round
Markaz Dawa
Round
Menara
Arch : Gabungan dari bentuk Round & Pointed
Masjid Maroua
Pointed Round
Gambar interior dari Maroua
Salafi Mosque
3.2. DAFTAR MASJID DI BENIN
Ahmadiyya Mosque
Ahmadiyya Mosque Suya
Ahmadiyya Mosque, Godogossoun
Ke 3 bangunan masjid tersebut memiliki banyak kesamaan, selain karena masih
satu komunitas yaitu komunitas Muslim Ahmadiyya di Benin, antara lain atap yang datar
untuk menyesuaikan dengan iklim setempat, menara dalam skala kecil yang diletakkan
berdampingan dengan bangunan, pemakaian warna pada bangunan, struktur bangunan
yang terdiri dari dinding massif berfungsi sebagai tempat pemujaan yang khusyu’.
Masjid-Masjid Lainnya
Bangunan di atas, adalah bangunan masjid yang mulai mengikuti perkembangan
jaman. Material yang dipakai mulai berkembang seperti semen dan bata. dengan dekorasi
yang lebih bervariasi seperti permainan warna-warna cerah untuk menyeimbangkan
dengan iklimnya yang terik, juga kubah emas dengan arch round dan dikelilingi menara
layaknya bangunan masjid di timur tengah. Contoh lainnya ada pada gambar dibawah.
The Central Mosque
Bangunan yang didirikan dengan konsep perpaduan gaya Afrika-Brasil
3.3. DAFTAR MASJID DI BURKINA FASO
Ahmadiyya Muslim Mosque, Koudougou
Ciri khas masjid Afrika dengan dinding massif, sedikit dekoratif, atap datar, tetap
dengan menaranya untuk mengumandangkan adzan.
Al-Mahdi Mosque, Ouagadougou
Burkina Faso Grand Mosque in Bobo Dioulasso
Salah satu bangunan lama yang memiliki kesamaan struktur dengan masjid di
Ghana (Larabanga Mosque) juga masjid Sankore di Timbuktu, namun bedanya di
Timbuktu menggunakan campuran tanah/lumpur dan batu, dengan puing-puing batu
keras yang di campurkan adukan semen dan plester. Sedangkan kayu yang ditaruh secara
vertical berfungsi menguatkan bangunan yang secara skala besar.
DAFTAR PUSTAKA
Great Mosque of Djenné - Mali, Africa.html
Markaz Dawa, Maroua Cameroon - Islamic Centers.html
www.archnet.com/westafrica
www.care2.com/thecountriesinwestafrica/westafrica
www.chamzawi.wordpress.com
www.islamicfinder.org
www.mosques.muslimsinbritain.org
www.muslimheritage.com/westafricanmosquearchitecture/abriefintroduction/topics
www.wikipedia.com/afrikabarat
www.wikipedia.com/cameroon
www.wikipedia.com/islaminafrica
www.wikipedia.com/islamincameroon
www.wikipedia.com/lamidograndmosque
www.wikipedia.com/listofmosquesinafrica
REFERENSI
Afro-Brazilian Mosques In West Africa by Barry Hallen.pdf
Archaeology And Mud Wall Decay in The Bobirwa Area-Africa_Botswana Journal of
African Studies vol. 15 no. 1.pdf
Islamic Architecture West Africa by Labelle Prussin.pdf
Ilman Basthian S.-Ciri Arsitektur-Islam.pdf