makalah isbd.docx
TRANSCRIPT
MAKALAH
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BERBUDAYA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. BOBI TRI YULIANSYAH (1460100137)
2. FEBRI HARYADI (1460100148)
3. LARA SRIDONA (1460100015)
4. CIPTO MANGUN KUSUMO (1460100139)
5. TRI SUPRIADI (1460100125)
MATA KULIAH : ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR
DOSEN PENGAMPUH : Drs. YUHARUDDIN, M.Si
PROGRAM STUDI INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami
dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugasIlmu Sosial dan Budaya Dasar. Selain itu, penyusunan makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai manusia sebagai makhluk
berbudaya dan beradab. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima
kritik dan saran agar penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk
itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat
untuk kami dan untuk pembaca.
Bengkulu, Desember 2015
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Tujuan Masalah.............................................................................. 2
C. Rumusan Masalah........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia ....................................................................... 3
B. Defenisi Budaya.............................................................................. 3
C. Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya .......................................... 6
D. Hakekat Manusia Berbudaya.......................................................... 7
E. Etika dan Estetika budaya............................................................... 8
F. Pengaruh Kebudayaan Bagi Kehidupan Sehari-Hari..................... 13
G. Contoh Manusia Sebagai Makhluk Yang Berbudaya..................... 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 17
B. Saran .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang
terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk
hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan
tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan
sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Manusia
juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan
awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus
mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan
ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang
bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-
norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar
norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan
berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari
pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai
“motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan
haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang
dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun
bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada
suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara
tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan
yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
1
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah yang akan diangkat pada makalah ini adalah
untuk mampu memahami konsep-konsep dasar tentang konsep manusia
sebagai makhluk budaya serta pemahaman konsep tersebut dijadikan dasar
pengetahuan dalam mempertimbangkan dan menyikapi berbagai
problematika budaya yang berkembang dalam masyarakat.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah manusia itu?
2. Bagaimana pengertian dari kebudayaan itu?
3. Apakah manusia sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sanseker-
ta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang
berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas,
sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu
oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang
dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap
orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan
oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan
kehilangan itu tergantikan.
Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan
untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk
memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan. Oleh karena itu
lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri.
B. Defenisi Budaya
Kebudayaan berasal dari kata ke-budaya-an. Berasal dari kata-
budi dan daya. Budaya mempunyai tiga unsur yang berada dalam diri
manusia dan saling melengkapi satu sama lain dalam satu kesatuan
kebudayaan seutuhnya. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.
1. Cipta, adalah akal pikiran yang di milik oleh manusia, sehingga dengan
akal pikiran tersebut manusia dapat berkreasi menuangkan segala ide
yang non kebendaan. Namun cipta yang ada dalam diri manusia bersifat
3
tidak universal dalam hal karya. Artinya dalam hal keterampilan berkarya
manusia tentu saja memiliki keahlian yang berbeda-beda satu sama lain,
seseorang yang terampil mengelola kayu menjadi barang-barang meubel
belum tentu terampil dalam hal olah vocal, begitupun seorang penyanyi
yang mahir melantunkan lagu-lagu belum tentu dalam hal merancang
busana dan sebagainya.
2. Rasa, adalah tanggapan atau reaksi perasaan ketiak melihat ataupun
mendengar sesuatu satu bentuk karya, tanggapan ini dapat berupa
kepuasan, keterangan, kekaguman, kesedihan, ketidakpuasan dan
sebagainya. Selain di bekali kekuatan menciptakan manusia juga di
lengkapi dengan perasaan hingga hasil karya yang dibuatnya dapat
bernilai seni tinggi. Dengan adanya rasa yang di miliki oleh manusia
maka sudah tentu ia dapat membedakan mutu suatu karya cipta satu
dengan yang lain.
3. Karsa, adalah kehendak, dorongan atau motivasi yang lahir dari hasrat
seseorang. Seseorang yang memiliki keterampilan luar bisa dan perasaan
yang begitu peka tidak akan berbuah apa-apa jika tidak didasari keinginan
dari orang tersebut. Karsa biasa saja berasal dari diri, tersendiri atau
bahkan dari orang lain yaitu berupa rangsangan atau pengaruh yang
diterima oleh daya nalar kita.
Ketiga unsur inilah yang mendasari manusia berbudaya, dengan
adanya unsur-unsur tersebut dalam diri manusia maka dapat di katakan bahwa
manusia adalah makhluk yang senantiasa memiliki kebudayaan. Antara
manusia dan masyarakat serta kebudayaan ada hubungan erat. Tanpa
masyarakat, manusia dan kebudayaan tidak mungkin berkembang layak.
Tanpa manusia tidak mungkin ada kebudayaan, tanpa manusia tidak mungkin
ada masyarakat. Dalam diri manusia wujud kebudayaan ada yang rohani
misalnya adat istiadat dan ilmu pengetahuan. Ada yang jasmani misalnya
rumah dan pakaian. Buku adalah kebudayaan jasmani, akan tetapi isi buku
4
adalah kebudayaan rohani. Ilmu pengetahuan merupakan unsur kebudayaan
universal yang rohani.
Sebagai insan yang berkebudayaan maka sepatutnya manusia menjaga
citra di muka bumi ini bahkan budaya telah menjadikan manusia sebagai
makhluk beradab sekaligus telah mengantar manusia ke kasta tertinggi
makhluk-makhluk penghuni bumi yang lain yaitu sebagai yang paling
sempurna di bandingkan dengan yang lainnya.
Akan tetapi manusia sebagai makhluk budaya, budaya bukan berarti
bahwa manusia dibebaskan untuk berkarya apapun itu tanpa menilainya dari
segi norma maupun hukum. Budaya yang seperti ini adalah kebudayaan yang
bersifat merusak dan sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa dan negara.
Untuk itu diperlukan kesadaran manusia sebagai makhluk budaya agar dalam
berbudaya memang teguh norma-norma yang berlaku agar tidak terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
Budaya bahkan dapat menambah rasa rasionalisme seseorang warga
negara Indonesia misalnya, memiliki kebudayaan yang amat sangat beraneka
ragam bentuk dan ciri khasnya yang tidak semua bangsa memilikinya. Hal ini
tentu saja merupakan kebanggaan tersendiri bangsa Indonesia yang akhirnya
berimbas pada tingginya nasionalisme para warga negara.
Berikut pengertian budaya adalah kebudayaan dari beberapa ahli:
E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat,
dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat
R. Linton, Kebudayaan dapat sebagai konfigurasi tingkah laku yang
dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya
didukung dan diterapkan oleh anggota masyarakat lainnya.
Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat
5
Herkovitas, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang
diciptakan oleh manusia.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur
belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang
berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan
bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang
menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir
melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. Wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya.
Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran
masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. Aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial
terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi,
berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu
mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini
bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan
dan karya manusia dalam masyarakat.
Dengan demikian, kebudayaan menyangkut keseluruhan aspek
kehidupan manusia baik material maupun non material. Sebagian besar ahli
mengatakan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi
oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa
kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju
tahapan yang lebih kompleks.
C. Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang
paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia
6
diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-
Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika
moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang terpenting, karena
sebagaimana Syauqi Bey katakan:
Artinya: “Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu”
Akhlak dalam syair di atas menjadi penyebab punahnya suatu bangsa,
dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan
budaya bangsa tersebut akan hancur dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk
menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan,
tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai
budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi.
D. Hakekat Manusia Berbudaya
Pengertian kebudayaan ditinjau dari bahasa Sansakerta “budhayah”
(jamak), budhi = budi/akal. Jadi kebudayaan adalah hasil akal manusia untuk
mencapai kesempurnaan . Dengan hasil budaya manusia, maka terjadilah pula
kehidupan. Pola kehidupan inilah yang menyebabkan hidup bersama dan
dengan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi cara berfikir dan gerak sosial.
Dengan memfungsikan akal budinya dan pengetahuan kebudayaannya,
manusia bias mempertimbangkan dan menyikapi problema budayanya.
Kebudayaan perlu dikaji agar kita bias mengembangkan kepribadian
dan wawasan berfikir. Kebudayaan diciptakan manusia dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dalam rangka mempertahankan hidup serta
meningkatkan kesejahteraannya. Dalam proses perkembangan kebudayaan
terjadi pula penyimpangan dari tujuan penciptaan kebudayaan yang disebut
7
Masalah Kebudayaan. Masalah kebudayaan adalah segala system/tata nilai,
sikap mental, pola berfikir pola tingkah laku dalam berbagai aspek kehidupan
yang tidak memuaskan bagi warga masyarakat secara keseluruhan. Masalah
tata nilai dapat menimbulkan kasus-kasus kemasyarakatan antara lain :
Dehumanisasi, artinya pengurangan arti kemanusiaan seseorang. Jadi kita
melihat Dehumanisasi terjadi akibat perubahan sikap manusia sebagai dampak
dari penyimpangan tujuan pengembangan kebudayaan. Untuk mengantisipasi
hal itu, manusia harus dikenalkan pada pengetahuan kebudayaan dan filsafat.
Melalui filsafat bias memaknai tentang etika, estetika dan logika.
Jadi melalui kajian pengetahuan budaya, kita ingin menciptakan atau
penertiban dan pengolahan nilaii-nilai insane sebagai usaha memanusiakan
diri dalam alam lingkungannya baik secara fisik maupun mental. Manusia
memanusiakan dirinya dan lingkungannya, artinya manusia membudayakan
alam, memanusiakan hidup dan menyempurnakan hubungan insane.
Adapun wujud dari kebudayaan adalah :
IDE (gagasan), adalah konsep pikiran manusia yang menjadi system
budaya yang jadi adat istiadat Activity, yaitu kompleks aktivitas yang saling
berinteraksi yang kemudian menjadi system social atau pola aktivitas.
Benda Budaya, sebagai hasil aktivitas yang menjadi unsur kebudayaan
adalah: bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, religi dan kesenian..
E. Etika dan Estetika budaya
Secara historis perkembangan zaman boleh saja mengalami perubahan
yang dahsyat, namun peran kesenian tidak akan pernah berubah dalam tatanan
kehidupan manusia. Sebab, melalui media kesenian, makna harkat menjadi
citra manusia berbudaya semakin jelas dan nyat.
Bagi manusia Indonesia telanjur memiliki meterai sebagai bangsa
yang berbudaya. Semua itu dikarenakan kekayaan dari keragaman kesenian
daerah dari Sabang sampai Merauke yang tidak banyak dimiliki bangsa lain.
Namun, dalam sekejap, pandangan terhadap bangsa kita menjadi ”aneh” di
8
mata dunia. Apalagi dengan mencuatnya berbagai peristiwa kerusuhan, dan
terjadinya pelanggaran HAM yang menonjol makin memojokkan nilai-nilai
kemanusiaan dalam potret kepribadian bangsa.
Padahal, secara substansial bangsa kita dikenal sangat ramah, sopan,
santun dan sangat menghargai perbedaan sebagai aset kekayaan dalam
dinamika hidup keseharian. Transparansi potret perilaku ini adalah cermin
yang tak bisa disangkal. Bahkan, relung kehidupan terhadap nilai-nilai etika,
moral dan budaya menjadi bagian yang tak terpisahkan. Namun, kenyataannya
kini semuanya telah tercerabut dan ”nyaris” terlupakan.
Barangkali ada benarnya, dalam potret kehidupan bangsa yang
amburadul ini, kita masih memiliki wadah BKKNI (Badan Koordinasi
Kebudayaan Nasional Indonesia) yang mengubah haluan dalam transformasi
sosial, menjadi BKKI (Badan Kerja sama Kesenian Indonesia) pada Februari
lalu. Barangkali dengan baju dan bendera baru ini, H. Soeparmo yang terpilih
sebagai ”bidannya” dapat membawa reformasi struktural dan sekaligus dapat
memobilisasi aktivitas kesenian sebagaimana kebutuhan bangsa kita. Sebab,
salah satu tugas dalam peran berkesenian adalah membawa kemerdekaan dan
kebebasan kreativitas bagi umat manusia sebagai dasar utama.
1. Tulang Punggung
Suatu dimensi baru, jika dalam pola kebijakan untuk meraih citra
sebagai manusia Indonesia dapat diwujudkan. Untuk hal tersebut,
kebijakan menjadi bagian yang substansial sifatnya. Bukan memberi
penekanan pada konsep keorganisasian, sebagai bendera baru dalam
praktik kebebasan. Melainkan, bercermin pada kebutuhan manusia
terhadap kebenaran, dan nilai-nilai keadilan. Sehingga, kesenian dapat
menjadi tulang punggung mempererat kehidupan yang lebih tenang, teduh
dan harmonis.
Dalam koridor menjalin kesatuan dan persatuan bangsa, dan
mengangkat citra kehidupan manusia Indonesia di mata dunia, perlu
adanya upaya yang tangguh dan kokoh. Sebab, tanpa upaya tersebut
niscaya kita hanya mengenang masa silam dan mengubur masa depan dari
9
lahirnya sebuah peradaban. Dalam hal ini kita sebagai bangsa yang dikenal
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya, tentu tidak akan rela.
Namun demikian, gradasi budaya itu menukik tajam, dan dapat
dirasakan sejak jatuhnya rezim Soeharto. Meskipun, pada rezim kekuasaan
Orde Baru bukan berarti tidak ada sama sekali pelanggaran terhadap nilai-
nilai kemanusiaan, justru karena terselubung dengan rapi maka ”borok”
kemerosotan moral itu tidak begitu tampak. Tetapi, kini semuanya menjadi
serba terbuka dan menganga. Siapa pun punya hak dan kewajiban untuk
menjadi ”pelaku” reformasi, tidak sekadar jadi penonton. Itu sebabnya,
tidaklah salah jika dalam memperbaiki kondisi bangsa, kita juga proaktif
dalam menyikapinya.
Tak dapat disangkal, jika kesenian merupakan kebutuhan dasar
manusia secara kodrati dan unsur pokok dalam pembangunan manusia
Indonesia. Tanpa kesenian, manusia akan menjadi kehilangan jati diri dan
akal sehat. Sebab, kebutuhan manusia itu bukan hanya melangsungkan
hajat hidup semata, tetapi juga harus mengedepankan nilai-nilai etika dan
estetika. Untuk wujudkan manusia dewasa yang sadar akan arti pentingnya
manusia berbudaya, obat penawar itu barangkali adalah kesenian.
Unsur penciptaan manusia sebagai proses adalah konteks budaya. Dalam
hal ini, apa yang diimpikan Konosuke Matsushita dalam bukunya Pikiran
Tentang Manusia menjadi dasar pijakan kita, jika ingin menjadi manusia
seutuhnya. Sebab, pada dasarnya manusia membawa kebahagiaan dan
mengajarkan pergaulan yang baik dan jika perlu memaafkan sesamanya.
Karena, dari sinilah dapat berkembang kesenian, kesusastraan, musik dan
nilai-nilai moral. Sehingga, pikiran manusia menjadi cerah dan jiwanya
menjadi kaya.
Bertalian dengan konteks itu, Soeparmo dalam ceramahnya di
depan pengurus daerah juga mengatakan hal yang sama. Artinya, jika
manusia sudah tidak mampu menjalankan tugas kreativitasnya, maka
manusia itu menjadi mandek dan mengesampingkan nilai-nilai
kemanusiaan.
10
2. Kondisi Semrawut
Carut marut kehidupan saat ini, semakin tumpang tindih. Persoalan
bangsa menjadi bara api yang sulit untuk dipadamkan. Kondisi sosial yang
tidak lagi bersahabat, menjadikan manusia makin kehilangan jati dirinya.
Bahkan berbagai ramalan menatap masa depan bangsa, hanya berisi
pesimistis dan sinis. Jika kearifan yang dimiliki manusia semakin sempit
dan terbatas, barangkali kegelisahan sebagai anak bangsa semakin
beralasan.
Potret sosial yang kini menjadi skenario massal masih menjadi
tekanan dalam konteks berpolitik. Akibatnya, pertarungan yang tidak
pernah akan menyelesaikan masalah terus berjalan tanpa ada ”rem” nya.
Dan itu dapat kita lihat secara kasat mata, pertunjukan ”dagelan” yang
hanya untuk memuaskan nafsu kekuasaan dan ingin menunjukkan
kekuatan dalam menggalang massa.
Padahal, tugas sebagai manusia yang berbudaya senantiasa
mengulurkan cinta kasih, perdamaian dan menjaga harmoni kehidupan.
Tetapi, kenyataannya sikap dan perilaku dalam potret masa kini, nilai-nilai
etika, norma-norma sosial, dan hukum moral menjadi ”haram” untuk
dijadikan landasan berpikir yang sehat. Bahkan, upaya untuk berani
membohongi diri sendiri, adalah ciri-ciri lenturnya nilai-nilai budaya.
Dimensi sosial semacam ini, Indonesia di mata dunia semakin menjadi
bahan lelucon. Apalagi yang harus dijadikan komoditi bangsa dari
berbagai aspek kehidupan.
Bicara soal ekonomi, bangsa Indonesia sudah menggadaikan diri
nasibnya pada IMF. Soal politik, dianggap ”ludrukan” karena hanya
sekadar entertainment. Dan lebih mengerikan lagi, pelanggaran hak asasi
manusia yang terjadi di daerah-daerah membuat bingkai kemanusiaan
semakin tidak memiliki harga diri. Dan masih banyak persoalan seputar
kita yang semakin semrawut dan kehilangan konteks dalam pijakan untuk
membangun manusia seutuhnya.
11
Jalan pintas melalui kesenian, barangkali masih bisa menjadi
”mediasi” silahturahmi di mata dunia. Karena dalam pendekatan kesenian,
estika, etika, dan hukum moral merupakan ekspresi yang tidak pernah
bicara soal kalah menang. Melainkan, dalam korelasi budaya pintu melalui
kesenian masih bisa dijadikan komoditi yang bisa dijadikan akses
kepercayaan.
Apalagi dengan diberikannya kebebasan terhadap otonomi daerah,
melalui undang-undang No.22/1999 harus dipandang sebagai suatu masa
pencerahan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Karena dengan
otoritas yang ada, daerah dapat membangun wilayahnya dan
pengembangan terhadap kesenian tidak lagi dijadikan ”proyek” yang
sentralistik di pusat, Jakarta. Kebebasan akan hal ini, harus dijadikan
peluang untuk membangun potensi yang ada. Karena itu makna
pembangunan, jangan hanya dilihat dari sukses dan tidaknya sarana jalan
tol, pasar swalayan, mal-mal atau bahkan tempat-tempat hiburan yang kini
sedang ”menggoda” mata budaya. Padahal ada hal yang lebih penting dari
pesan Eric From dalam bukunya Manusia Bagi Dirinya bahwa,
”Ketidakharmonisan eksistensi, manusia menimbulkan kebutuhan yang
jauh melebihi kebutuhan asli kebinatangannya. Kebutuhan-kebutuhan ini
menimbulkan dorongan yang memaksa untuk memperbaiki sebuah
kesatuan dan keseimbangan antara dirinya dan bagian alam.”
Jika demikian masalahnya, masihkah kita men-dewa-kan pembangunan
dalam arti yang harafiah sebagai lingkup keberadaan manusia. Sebab
masih ada yang lebih substansial, pembangunan manusia seutuhnya lewat
kesenian adalah cermin bagi kepribadian bangsa. Ironis, selama ini kita
hanya terlena dalam memikirkan nasib bangsa dari sisi pembangunan
perut semata. Akibatnya, dari waktu ke waktu, kita hanya bisa merenungi
peradaban baru yang membawa bangsa ini semakin bodoh.
12
F. Pengaruh Kebudayaan Bagi Kehidupan Sehari-Hari
Pada pertemuan kali ini saya akan membahas tentang pengaruh
kebudayaan bagi kehidupan manusia .kita sadari bahwa dari sebagian banyak
orang tahu tentang arti dari sebuah kebudayaan, karena kebudayaan itu
merupakan salah satu acuan hidup kita untuk menjadi seseorang yang ingin
lebih dipandang, baik itu dari kebudayaan barat maupun dari kebudayaan
daerah. Maka dari itu tidak dapat dipungkiri , bahwa peradaban yang lebih
maju akan sangat berpengaruh terhadap peradaban yang berkembang
belakangan. Seperti budaya barat yang terus berproses dinamis dan teruji yang
akan berpengaruh terhadap peradaban lain, Peradaban timur misalnya.
Maka sebelum pembahasan ini terlalu jauh, saya akan berkomentar tentang
masuknya gaya hidup barat yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama
masyarakat remaja pada umumnya.
Kita tahu bahwa pengaruh interaksi dengan budaya barat mewarnai
kehidupan bangsa indonesia. Karena budaya barat dianggap sebagai ciri khas
kemajuan dalam ekspresi kebudayaan indonesia. Padahal belum tentu sesuai
dengan kebutuhan situasi dan kondisi masyarakatnya sendiri. Misalanya saja
kebudayaan yang tidak baik terhadap kepribadian, contohnya budaya
pergaulan bebas gaya barat yang mempengaruhi kepribadian kita menjadi liar
dan susah diatur, selalu saja ingin hidup bebas tanpa aturan, serta gaya hidup
malam yang sangat disenangi oleh kaum pria maupun wanita. Jadi inilah efek
dari kebudayaan barat yang telah masuk dalam suatu bangsa Indonesia yang
mayoritas dicontoh oleh para kaum remaja.
Jadi pada intinya kita tidak bisa menutup berbagai sumber kebudayaan
dari luar, oleh karena itu sebaiknya kita filter yang ada dalam diri kita sendiri.
Baik buruknya suatu budaya tergantung dari diri kita untuk menyikapinya.
Karena kebebasan dan kesenangan hidup masyarakat barat tidak selamanya
positif. Banyak kalangan remaja yang sedang mencari jati diri tergusur oleh
tren-tren yang tak pernah berhenti diiklankan sebagai suatu gaya hidup yang
menyenangkan dan mendunia. Serta banyak norma-norma masyarakat pribumi
diindonesia yang terkikis dalam generasi mudanya.
13
Disini saya akan menjelaskan sisi negatif dari pengaruh budaya barat
yang juga sebagai penyebab turunnya moral atau akhlak para remaja
diindonesia .
1. Kurangnya pendidikan agama atau akhlak, yang sebagai kunci kontrol diri
remaja dalam menghadapi sikap negatif dilingkungan sekitar.
2. Minimnya sumber pengetahuan yang diterima dari pendidikan yang layak.
3. Kurangnya rasa percaya diri dalam pergaulan sehingga mudah terpengaruh
oleh lingkungan yang buruk, dan juga ditambah minimnya ketrampilan
untuk mengembangkan potensi diri kearah yang lebih baik.
Maka dari semua pengaruh yang sudah saya jelaskan sebelumnya, jadi
cara untuk mengatasi berbagai dampak pengaruh budaya global dibutuhkan
dukungan dari pemerintah, tokoh masyarakat serta masyarakat indonesia
untuk mengendalikan kondisi moral agar tetap berada pada nilai-nilai agama
dan kebudayaan bangsa Indonesia ( budaya timur).
G. Contoh Manusia Sebagai Makhluk Yang Berbudaya
Di Indonesia sendiri banyak sekali contoh-contoh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya yang mulai luntur seperti budaya gotong royong.
Dalam pengertian manusia diatas kita telah membahas bahwa manusia adalah
mahluk sosial yaitu dimana manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan
hidup berdampingan antara individu satu dengan individu yang lain. Gotong
royong di Indonesia sendiri merupakan suatu istilah yang berarti bekerja
bersama-sama untuk mencapai suatu hasil atau tujuan yang sudah
direncanakan. Sikap gotong royong adalah bekerja bersama-sama dalam
menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama-sama menikmati hasil pekerjaan
tersebut secara adil, atau suatu usaha atau pekerjaan yang dilakukan tanpa
pamrih dan secara suka rela oleh semua warga menurut batas kemampuannya
masing-masing.
Pekerjaan jika dilakukan dengan cara gotong royong akan lebih
mudah dan ringan. Pada dasarnya manusia itu tergantung pada manusia
lainnya, dan bahwa manusia tidak hidup sendiri melainkan hidup bersama
14
dengan orang lain atau lingkungan sosial. Sifat gotong royong dan
kekeluargaan didaerah pedesaan lebih menonjol dalam pola kehidupan
mereka, seperti memperbaiki dan membersihkan jalan, masyarakat desa
adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat
istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan
mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau
perbuatan manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan
berhubungan erat secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara
langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota
adalah perasaan mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung
untuk diam/tidak banyak omong. Masyarakat desa benar-benar
memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai
“patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas budi ini tidak selalu
dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial. Ciri-ciri
yang telah diungkapkan di atas yang seharusnya menjadi identitas mereka, di
sebagian masyarakat pedesaan hal tersebut telah pudar bahkan sebagian lagi
telah hilang ditelan zaman.
Contoh konkrit, gotong royong. Masyarakat pedesaan tempo dulu
menjadikan gotong royong sebagai sebuah kearifan lokal. Bahkan menjadi
sebuah gunjingan di kalangan masyarakat jika ada seseorang yang tidak mau
ikut campur dalam kegiatan tersebut. Tapi sekarang, hal ini telah dilupakan
dan terkesan individualis, yang notabene hidup individualis adalah ciri
masyarakat perkotaan dan perumahan.
Sedangkan diperkotaan gotong royong dapat dijumpai dalam kegiatan
kerja bakti di lingkungan rumah, disekolah dan bahkan dikantor-kantor,
misalnya pada saat memperingati hari-hari besar nasional dan keagamaan,
mereka bekerja tanpa imbalan jasa, karena demi kepentingan bersama. Dari
sini timbulah rasa kebersamaan, kekeluargaan, tolong menolong, sehingga
dapat terbina rasa kesatuan dan persatuan nasional, di bandingkan dengan cara
individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan memeperlambat
15
pembangunan di suatu daerah. Kesadaran untuk memiliki rasa gotong royong
haruslah diawali dari diri kita masing-masing, memiliki rasa gotong royong
yang tinggi akan membangun solidaritas dan kepedulian terhadap lingkungan
juga bisa menurunkan rasa individualisme maupun kelompok. Dari kesadaran
untuk memiliki rasa tanggung jawab bersama akan menciptakan kerukunan
antar masyarakat. Sehingga ideologi-ideologi ekstrimisme atau radikal
maupun sikap liar dari masyarakat yang akhir-akhir ini bermunculan akan bisa
ditanggulangi yang akan menciptakan karakter bangsa sesuai falsafat
pancasila.
Nilai-nilai budaya asing mulai deras masuk dan menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat
berangsur-angsur berubah dari agraris ke industri, industri berkembang maju
dan pada zaman sekarang tatanan kehidupan lebih banyak didasarkan pada
pertimbangan ekonomi, sehingga bersifat materialistik.
Pembahasan nilai-nilai budaya asing yang mulai banyak masuk dan
menjadi bagian di masyarakat Indonesia mempunyai dampak positif yaitu
modernisasi yang terjadi di Indonesia yaitu pembangunan yang terus
berkembang di Indonesia dapat merubah perekonomian indonesia dan
mencapai tatanan kehidupan bermasyarakat yang adil, maju, dan makmur. Hal
tersebut dihaarapkan akan mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera
baik batin, jasmani dan rohani. Untuk dampak negatifnya budaya yang masuk
ke Indonesia seperti cara berpakaian, etika, pergaulan dan yang lainnya sering
menimbulkan berbagai masalah sosial diantaranya; kesenjangan sosial
ekonomi, kerusakan lingkungan hidup, kriminalitas, dan kenakalan remaja.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah mahluk berbudaya. Manusia sebagai makhluk yang
berbudaya tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan akal
budinya untuk menciptakan kebahagiaan, karena yang membahagiakan hidup
manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar dan adil, maka hanya
manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan, kebenaran dan keadilan
sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya. Manusia sebagai
pencipta dan pengguna kebudayaan yaitu manusia yang telah dilengkapi
Tuhan dengan akal dan pikirannya menjadikan Khalifah di muka bumi dan
diberikan kemampuan. Manusia memiliki kemampuan daya antara lain akal,
intelegensi, intuisi, perasaan, emosi, kemauan, fantasi, dan perilaku.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Dan seiring dinamika pergaulan manusia sebagai makhluk budaya
tentunya akan menimbulkan berbagai problema dalam kehidupan manusia.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini, maka kami dari kelompok 2 dapat
menyarankan bahwa sebagai makhluk yang berbudaya maka sepatutnyalah
kita sebagai manusia yang memiliki prospek kedepan harus mempertahankan
citra sebagai makhluk Tuhan paling sempurna. Kita harus menyadari bahwa
budaya tidak bisa kita jadikan kedok untuk berbuat sesuatu yang semena-mena
seperti kata seorang ahli sosiologi Surjono Jatiman bahwa “sebenarnya
manusia tidak ubahnya seperti binatang yang saling membunuh satu sama
lain, akan tetapi oleh karena manusia berbudaya maka kejahatan itu senantiasa
dibungkus dengan budaya”.
Untuk dalam hal berbudaya harus pula disertai dengan akidah yang
kokoh dari seorang budaya, agar supaya setiap apa yang dihasilkannya dapat
17
menjadi yang terbaik dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya demi
kemajuan bangsa yang senantiasa kita cintai dan banggakan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Mustofa Ahmad, 1999. Ilmu Budaya Dasar. CV. Pustaka Setia. Bandung
Setiadi Elly, 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana. Jakarta
Yusdi Achmad, 2006. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial.
Kencana. Jakarta
http://nadillaikaputri.wordpress.com/2012/10/21/manusia-sebagai-makhluk-
budaya-3/
http://fandhy20.wordpress.com/2012/10/22/manusia-sebagai-makhluk-budaya/
http://13inggris2drina.blogspot.co.id/2015/03/makalah-manusia-sebagai-makhluk-
budaya.html