makalah ippank
TRANSCRIPT
![Page 1: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/1.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 1/35
Tugas Final
REFORMASI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DI
INDONESIA
DISUSUN
IRFAN J
10561 2980 08
VII ( B)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012
![Page 2: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/2.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 2/35
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atassegala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul:
“Reformasi Administrasi pembangunan di Indonesia”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan
dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun
dePmikian,penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis
dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul
guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
![Page 3: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/3.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 3/35
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................
LATAR BELAKANG...................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN............................................................................................
A. Reformasi birokrasi pemerintahan.....................................................
B. Reformasi sistem kepegawaian Negara..............................................
C. Reformasi struktur politik...................................................................
D. Reformasi birokrasi pelayanan publik................................................
E. Reformasi pembinaan aparatur Negara...............................................
F. Strategi pengembangan partisipasi masyarakat..................................
BAB III
PENUTUP.......................................................................................................
KESIMPULAN...............................................................................................
SARAN............................................................................................................
TAFDAR PUSTAKA......................................................................................
![Page 4: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/4.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 4/35
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bagaimana sehingga reformasi pembinaan pemerinta Banyak survei dan riset yang
telah dipublikasi mengungkapkan buruknya situasi birokrasi yang ditandai dengan
tingginya tingkat korupsi
Bagaimana sehingga bisa terjadi Reformasi pembinaan Aparatur Negara di indonesia
![Page 5: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/5.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 5/35
BAB II
PEMBAHASAN
A.Reformasi birokrasi pembinaan pemerintah
Salah satu amanat reformasi yang perlu terus-menerus dilakukan adalah reformasi
birokrasi. Siapa pun yang memimpin negara ini pascareformasi, reformasi birokrasi harus
menjadi prioritas program kerjanya.
Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada 19 Agustus lalu, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya terkait dengan programnya untuk
melancarkan reformasi birokrasi pada seluruh kementerian dan lembaga. Termasuk institusi
pengadilan tentunya. Diharapkan, agenda reformasi ini diselesaikan pada 2011 mendatang.
Penegasan Presiden mengenai program reformasi birokrasi memang tak lepas dari buruknya
situasi birokrasi pemerintahan di Indonesia. Banyak survei dan riset yang telah dipublikasi
mengungkapkan buruknya situasi birokrasi yang ditandai dengan tingginya tingkat korupsi.
Pada titik itulah seharusnya reformasi birokrasi digerakkan jika hasil yang diharapkan adalah
suatu pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana yang ditegaskan ketika
deklarasi pasangan SBY-Boediono sebelum pilpres di Bandung.
Rintangan pokok
Birokrasi pemerintahan mengalami periode paling buruk pada masa Orde Baru karena mekar
dan bertahannya kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, serta kolusi, korupsi,
dan nepotisme (KKN) setelah menikmati limpahan rezeki dari ekspor migas dan sekaligus
menandai terbentuknya lapisan „orang kaya baru‟ (OKB).
Lebih gawat lagi, pelayanan umum ( public service) pun menjadi sarana memupuk
penghasilan tambahan bagi para pegawai dan pejabat birokrasi. Tak hanya itu, bahkanmenjalar ke jalan- jalan dalam bentuk „pungutan liar‟ (pungli). Nyaris semuanya berjalan
tanpa penegakan hukum.
Beberapa rantai korupsi birokrasi telah merusak iklim usaha. Banyak kalangan pengusaha
mengeluhkan hambatan birokrasi- mulai perizinan hingga aktivitas ekspor-impor- dalam
menanamkan dan mengoperasikan modal mereka. Sebagian pengusaha yang terkena
„penyakit‟ ini menyebut perilaku birokrasi seperti ini sebagai penyebab „ekonomi biaya
tinggi‟ (high cost economy).
![Page 6: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/6.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 6/35
Setelah Orde Baru berlalu, format politik ditandai dengan berakhirnya pemerintahan yang
sentralistis serta meningkatnya peran partai-partai dan parlemen (DPR). Lebih jauh lagi,
diiringi desentralisasi pemerintahan dengan bergulirnya otonomi daerah. Dua provinsi -Aceh
dan Papua- menikmati otonomi khusus.
Tapi meningkatnya peran partai politik dan parlemen justru marak dengan korupsi.
Pengalaman dua tahun terakhir menunjukkan sejumlah anggota DPR menjadi tersangka dan
terdakwa kasus suap dan korupsi. Sebelumnya, sejumlah mantan menteri juga diseret ke meja
hijau karena relasinya untuk mendanai suatu partai.
Begitu juga dengan perkembangan otonomi daerah. Aliran dan pemupukan dana di daerah-
daerah yang meningkat telah ditandai dengan menjamurnya korupsi. Realitas ini ditunjukkan
dengan ratusan pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD yang disangka terlibat korupsi.
Gejala ini disebut juga „desentralisasi korupsi‟.
Birokrasi yang korup memang sebagai perintang pokok bagi pencapaian pemerintahan yang
baik atau bersih. Ia tidak saja menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas, tapi juga
membusukkan pemerintahan dan bahkan berkembang sebagai budaya yang menjerumuskan
bangsa.
Reformasi birokrasi
Tata kelola pemerintahan pasti membutuhkan birokrasi. Tapi birokrasi yang diiringi dengan
korupsi, suap, dan pungli justru membusukkan pemerintahan itu sendiri. Ia tak hanya
menguapkan anggaran pemerintah, tetapi juga memakan sebagian dana masyarakat. Pada titik
tertentu dapat mengganggu kemajuan aktivitas ekonomi.
Efek ke bawah dari buruknya birokrasi adalah pelayanan publik. Operasi birokrasi dapat
berubah sebagai sarana memupuk penghasilan tambahan. Berurusan dengan birokrasi diiringi
dengan pembebanan ke publik. Setiap prosedur yang diterapkan tak jarang dilanggar.Sebagian pelaksana dapat diduga melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.
Memperbaiki pemerintahan berarti juga mereformasi birokrasi. Jika program reformasi
birokrasi diselesaikan pada 2011, berarti tinggal dua tahun lagi. Dua tahun bukanlah waktu
yang panjang. Sekurang-kurangnya mestilah membayangkan, sebersih apa birokrasi
pemerintahan pada 2011?
![Page 7: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/7.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 7/35
Masalahnya, reformasi birokrasi tak bisa berjalan tanpa dukungan aparatur yang lain.
Beberapa hal yang perlu dilakukan berikut ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan yang
lebih tegas.
Pertama, kerangka hukum, aturan, dan prosedur tata kelola adalah perangkat yang menjadi
pegangan. Perilaku buruk haruslah dikenai sanksi tanpa diskriminasi. Yang terlibat
pelanggaran hukum atau tindak pidana haruslah diproses sesuai dengan ketentuan hukum.
Yang melanggar aturan dan prosedur dikenai sanksi administrasi dan disiplin.
Kedua, pembenahan birokrasi juga menyangkut restrukturisasi agar lebih efisien, termasuk
cara kerja, disiplin, perilaku yang lebih terbuka dan bertanggung jawab. Penataan kembali ini
mengubah watak. Jika sebelumnya sebagai perintang, beralih sebagai pelayanan untuk
publik.
Ketiga, operasional dalam birokrasi perlu dikerangkakan dengan suatu program agar
pelaksananya mempunyai pegangan untuk mengelola berbagai aktivitas kerja dalam
mencapai tujuan pelayanan, konsistensi kerja, dan peningkatan etika profesionalisme. Dengan
program, setidaknya setiap pelaksana diingatkan tentang rencana dan tujuan yang hendak
dicapai.
Oleh: Benny K Harman, Anggota DPR 2009-2014.
B.reformasi sistem kepegawaian Negara
Oleh: Dr. Eko Prasojo
Diantara faktor-faktor tersebut, maka faktor penting yang dapat menjadi pengungkit
(leverage) dalam perbaikan pelayanan publik adalah persoalan reformasi kepegawaian
negara.
Dapat dikatakan bahwa baik buruknya suatu birokrasi negara sangat dipengaruhi oleh
kualitas kepegawaian negaranya. Di Indonesia sektor kepegawaian negara, yang merupakansub sistem dari birokrasi secara keseluruhan, belum dijadikan sebagai fokus dari reformasi
birokrasi. Pentingnya memberikan perhatian pada reformasi kepegawaian negara ini paling
tidak didasarkan pada fakta: (1) keberhasilan pembangunan beberapa negara, seperti Korea
dan China terletak pada usaha sistematis dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki sistem
kepegawaian negara, (2) kepegawaian negara merupakan faktor dinamis birokrasi yang
memegang peranan penting dalam semua aspek pelayanan publik dan penyelenggaraan
pemerintahan.
Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi
![Page 8: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/8.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 8/35
kepegawaian negara telah menyebabkan gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan masyarakat. Kualitas dan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik
masih jauh dari harapan. Masih belum tercipta budaya pelayanan publik yang berorientasi
kepada kebutuhan pelanggan (service delivery culture). Sebaliknya, yang terbentuk adalah
obsesi para birokrat dan politisi untuk menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan hasrat
dan kekuasaan (power culture). Karena itulah, kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi
terus terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kita merdeka.
Pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan publik telah menyebabkan
sulitnya melakukan perubahan kualitas pelayanan publik. Tidak mengherankan jika
kompetensi birokrat masih belum memadai, prosedur pelayanan masih berbelit-belit, dan
harga pelayanan publik masih tidak transparan. Konsekuensi hal tersebut adalah kewajiban
masyarakat untuk membayar mahal pelayanan secara ilegal yang seharusnya menjadi
tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah. Pungutan ilegal ini merupakan biaya
ketidakpastian (cost of uncertainty) yang harus dikeluarkan oleh masyarakat setiap kali
berhadapan dengan birokrasi untuk mendapatkan pelayanan publik. Anehnya, beberapa hasil
penelitian, juga jika dipertanyakan secara langsung kepada birokrat dan masyarakat,
pungutan liar dalam pelayanan publik adalah hal biasa dan normal. Pungutan liar dan
sogokan dalam pelayanan publik telah diterima sebagai budaya yang sangat sulit dihapuskan.
Hal ini tidak lepas penataan kepegawaian negara yang tidak pernah dilakukan secara
sungguh. Dapat dikatakan, reformasi kepegawaian negara merupakan agenda terpenting
dalam reformasi birokrasi secara keseluruhan.
Situasi Problematik
Akar permasalahan buruknya kepegawaian negara di Indonesia pada prinsipnya terdiri dari
dua hal penting: (1) persoalan internal sistem kepegawaian negara itu sendiri, (2) persoalan
eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesiolisme kepegawaian negara. Dan situasi
problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis dengan
memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian
negara terdiri dari: (1) rekrutmen, (2) penggajian dan reward, (3) pengukuran kinerja, (4)
promosi jabatan, (5) pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait
dengan subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh
kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas
dan tanggungjawabnya (lack of competencies) (lihat prasojo, 2006).
Terkait dengan persoalan rekruitmen dapat disebutkan beberapa situasi problematis yangdihadapi oleh birokrasi di Indonesia. Proses rekruitmen masih belum dilakukan secara
![Page 9: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/9.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 9/35
profesional dan masih terkait dengan hubungan-hubungan kolusi, korupsi dan nepotisme.
Rekruitmen pegawai masih dipandang seakan-akan menjadi kebutuhan proyek tahunan dan
bukan sebagai kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan
pemerintahan. Indikasi ini sangat nyata apabila dilihat bahwa job analisis sebagai persyaratan
untuk menentukan job requirement masih belum dimiliki oleh pemerintah. Ketiadaan
persyaratan jabatan telah menyebabkan rekruitmen dilakukan secara serampangan, dan tidak
memperhatikan kualifikasi yang dibutuhkan. Itu sebabnya, meskipun dirasakan PNS di
Indonesia tidak tahu apa yang dikerjakan, tetapi rekrutmen PNS tetap terus dilakukan. Untuk
dapat melakukan dengan baik proses perekrutan, maka spesifikasi tugas dan jabatan harus
diketahui secara baik. Ironisnya, banyak sekali PNS yang tidak mengetahui tugasnya, bahkan
nama jabatannya. Jika perekrutan dilakukan tanpa mengetahui kebutuhan analisis jabatannya,
SDM aparatur pada satuan organisasi menjadi berlebihan dan tidak sesuai dengan beban kerja
yang ada. Rekrutmen yang demikian akan semakin memperbanyak pengangguran tidak
kentara PNS (disguised unemployment). (lihat, Mujiyono, 2006)
Pada sisi lainnya, kepastian tentang jumlah PNS yang dibutuhkan terhadap jumlah penduduk
(rasio beban kerja) masih belum dapat dihitung secara baik untuk menentukan jumlah
pegawai yang harus direkruit setiap tahunnya. Dari sisi penyelenggaraannya, rekruitmen
pegawai masih dilakukan dengan cara-cara yang tidak menjamin kesempatan dan
terjaringnya calon-calon yang potensial. Hal ini disebabkan karena rekrutmen masih
dilakukan pemerintah, dan bukan oleh sebuah lembaga yang independen (seperti civil service
commision). Dengan situasi birokrasi yang syarat dengan KKN, maka proses rekruitmen
yang demikian tidak dapat menghasilkan calon-calon yang terbaik. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa proses rekruitmen di Indonesia dilakukan dengan cara-cara penyuapan,
pertemanan dan afiliasi. Budaya perekruten yang demikian hanya akan menghasilkan birokrat
yang moralnya tidak terjaga dan kompetensinya yang tidak memadai.
Problem perekrutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga tidak bebas dari masalah.
Kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya hubungan-hubungan persaudaraan dan
afiliasi, juga telah menyebabkan proses rekrutmen tidak menghasilkan PNS-PNS yang
memenuhi syarat kualifikasi dan akhlak yang baik. Bahkan kecenderungan untuk
mengutamakan putra daerah dalam perekrutan PNS saat ini semakin menonjol dengan
dilakukannya perekrutan oleh PNS. Itu sebabnya beberapa waktu lalu proses perekrutan PNS
di beberapa daerah telah menimbulkan demonstrasi dan situasi chaos (Layanan Publik, 2006)
Situasi problematis lainnya dalam perekrutan PNS adalah kekuatan eksternal yangmendorong terjadinya intervensi politik dalam proses rekrutmen. Hal ini disebabkan karena
![Page 10: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/10.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 10/35
birokrasi di Indonesia masih belum terpisah secara total dengan politik. Keinginan pihak-
pihak tertentu misalnya partai politik- untuk menjadikan birokrasi sebagai mesin politik, juga
ikut mempengaruhi sukarnya melakukan reformasi rekrutmen PNS (lihat, Sunantara, 2006).
Paling tidak, komitmen partai politik untuk mendorong terjadinya perubahan proses dan
substansi rekrutmen akan membantu percepaten perbaikan rekrutmen PNS.
Persoalan kedua yang harus menjadi acuan dalam reformasi kepegawaian adalah sistem
penggajian PNS. Tingkat kesejahteraan PNS yang rendah sangat mempengaruhi kinerja dan
perilaku PNS. Persoalannya terletak pada tidak seimbangnya antara kebutuhan yang harus
dikeluarkan oleh seorang PNS, dengan gaji yang diterima. Jika mengikuti logika kehidupan
eksisten minimum, maka gaji seorang PNS terendah sebesar Rp. 625.000, hanya dapat hidup
setengah bulan saja. Kenaikan gaji yang dilakukan secara bertahap dengan persentase 10-
15% tidak merupakan solusi bagi kecukupan PNS untuk memenuhi kebutuhannya selama
sebulan.
Meskipun UU 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara pada prinsipnya menganut sistem
merit, tetapi dalam pengaturan dan praktek penggajian PNS di Indonesia masih belum
mencerminkan hal tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain dari berbagai persoalan yang
menyangkut sistem penggajian di Indonesia. Gaji pokok masih tidak didasarkan standar
kompetensi. Hal ini disebabkan bahwa klasifikasi jabatan masih belum didasarkan pada
standar kompetensi seseorang. Disisi lainnya, jenis tunjangan sangat banyak, tetapi belum
memperhatikan tugas, wewenang dan tanggungjawab serta prinsip-prinsip keadilan. Bahkan,
total tunjangan yang diberikan lebih besar dari gaji yang diterima PNS. Banyaknya tunjangan
dan jenis-jenis tunjangan yang beragam ini pada akhirnya menyulitkan pengukuran berapa
besarnya take home pay seorang PNS. Jika ditambahkan dengan persoalan “pekerjaan
proyek”, maka besarnya tunjangan yang diterima PNS semakin sulit diukur dan semakin
tidak transparan. Sumber-sumber pembiayaan gajipun sangat beragam,sehingga membuat
income seseorang dalam jabatan negara tidak transparan. Bahkan, besarnya gaji yang
diterima oleh PNS hanya berkisar 20-30% dari take home pay yang diterima oleh seorang
PNS. Ini pula yang menyebabkan pemberian suap dan gratifikasi dalam pelayanan publik dan
penyelenggaraan pemerintahan.
Hal lain yang turut mewarnai carut marutnya sistem penggajian PNS di Indonesia adalah
koneksi sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja. Sudah menjadi rahasia umum,
bahwa gaji PNS di Indonesia dibayarkan secara sama tanpa memperhatikan kinerja yang
dilakukan. Dengan bahasa lugas, seringkali disebut “pinter goblok, gaji sama (PGPS)”. Tidak
berlebihan untuk mengatakan hal tersebut. Bahkan seorang PNS yang tidak memiliki tugas
![Page 11: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/11.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 11/35
pasti, juga mendapatkan gaji, seperti halnya PNS yang melaksanakan tugasnya dengan baik.
Akhirnya, seringkali gaji yang diterima PNS tidak memberikan insentif bagi pelaksanaan
kinerja yang semakin baik. Dalam pengertian lain, sistem penggajian PNS belum berdasar
pengukuran kinerja. Hal ini pula yang mematikan kreativitas dan inovasi PNS dalam bekerja.
Ketiaadaan analisis jabatan dan klasifikasi jabatan menyebabkan penggajian masih belum
berbasis pada bobot pekerjaan.
Selanjutnya, terkait erat dengan persoalan kepegawaian negara adalah sistem penilaian
kinerja. Sangat sulit mencari ukuran untuk mengatakan bahwa PNS di Indonesia memiliki
kharakter profesionalisme dalam kinerja. Karena profesionalisme dalam kinerja memiliki
ukuran-ukuran yang bisa secara kuantitatif terukur dan dapat diperbandingkan. Selama
ukuran yang dijadikan sebagai indikator kinerja seorang PNS adalah Daftar Penilaian Prestasi
Pegawai (DP3), maka sulit rasanya mengukur kinerja PNS. Hal ini karena ukuran-ukuran
kinerja dalam DP3 sangat bersifat umum dan sangat memungkinkan memasukkan unsur-
unsur like dan dislike pimpinan kepada bawahan. Ketidakjelasan pengukuran kinerja
mempunyai dampak berupa ketidakjelasan standar promosi jabatan. Seseorang dipromosikan
dalam jabatan tidak berdasarkan kinerjanya, tetapi lebih berdasarkan kesetiaannya dan
kedekatannya dengan seorang atasan. Bahkan sampai saat ini kita tidak memiliki stock nama
pejabat dan pegawai dengan kompetensi dan kinerja yang menjadi dasar promosi jabatan.
Persoalan internal lainnya dalam sistem kepegawaian adalah lemahnya pengawasan terhadap
perilaku dan disiplin pegawai. Sebagai suatu sistem, maka sub sistem kepegawaian saling
terkait. Artinya ketidakjelasan sistem rekrutmen, penggajian, pengukuran kinerja dan promosi
juga berdampak pada pengawasan terhadap perilaku dan disiplin pegawai. Keterkaitan ini
ibarat lingkaran setan yang sulit ditentukan ujung pangkalnya. Lemahnya penegakkan
pengawasan disebabkan oleh ketiadaan standar kinerja, rendahnya gaji, dan promosi yang
kental dengan afiliasi. Dalam prakteknya yang terjadi adalah sulitnya mengawasi
membengkaknya kekayaan dan harta pegawai, penerimaan hadiah dan gratifikasi menjadi hal
yang lumrah, dan kehadiran pegawai menjadi tidak penting lagi.
Secara eksternal, carut marutnya sistem kepegawaian di Indonesia juga diwarnai oleh
kooptasi partai politik terhadap PNS. Ketidaknetralan PNS seringkali menyebabkan
penyalahgunaan kewenangan oleh Pejabat dan PNS. Sulitnya membedakan antara tugas
sebagai PNS dan keberpihakannya pada partai politik, menyebabkan sistem kepegawaian
tidak lagi berdasarkan kepada sistem merit, tetapi kepada spoil system. Anggaran negara
tidak digunakan semestinya, melainkan atas kepentingan-kepentingan afiliasi politik. Promosi jabatan juga dilakukan atas dasar kedekatan hubungan dengan kolega dan pertemenan politik.
![Page 12: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/12.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 12/35
Baik problem internal sistem kepegawaian, maupun problem kooptasi politik terhadap
birokrasi akan mempengaruhi kinerja birokrasi secara keseluruhan. Karena beberapa
reformasi kepegawaian harus diarahkan untuk memujudkan PNS yang profesional,
independen dan berbudaya melayani masyac. reformasi struktur politik
SISTEM POLITIK REFORMASI
A. Faktor Penyebeb Runtuhnya Orde Baru
Lahirnya Orde Reformasi di Indonesia ditandai oleh mundurnya Soeharto sebagai Presiden
RI pada tanggal 21 Mei 1998. Penyebabnya adalah krisis moneter yang melanda Indonesia
sejak pertengahan Juli 1997. Dipasaran mata uang dunia nilai rupiah terus merosot terhadap
dollar Amerika. Sebagai gambaran, pada tahun 1996 nilai rupiah terhadap dollar adalah Rp
6000 per US$ dan pada Desember 1997 rupiah terpuruk hingga posisi Rp 6400 per US$.
Memasuki tahun 1998 kemerosotan nilai rupiah kian drastic. Pada tanggal 13 April nilai
rupiah mencapai Rp 8000 per US$. Pada tanggal 17 Mei nilai rupiah mencapai Rp 12800 per
US$ bahkan dalam perdagangan valuta asing nilai rupiah sudah mencapai Rp 16000 per US$.
Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional
kolaps, banyak Bank Beku Operasi (BBO). Dunia usaha khususnya usaha kecil dan
menengah (UKM) tidak berkutik dan banyak yang gulung tikar. Pemutusan hubunhan kerja
(PHK) tampak terjadi di banyak tempat. Harga Sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako)
yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari- hari melambung tinggi bahkan sampai tejadi
kelangkaan.
Sebenarnya, pada saat yang bersamaan krisis moneter terjadi pula di beberapa Negara. Krisis
ini merupakan imbas dari ekonomi global yang diduga disebabkan oleh perilaku spekulan.
Krisis moneter terjadi di Korea Selatan, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Jika
dibandingkan dengan Negara- Negara Asia tersebut, Indonesia sangat merasakan dampak
paling buruk. Hal itu disebabkan fondasi perekonomian Indonesia rapuh. Praktik KKN
(Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi
Indonesia. Crony Capitalism, demikian istilah untuk menyebut pembangunan ekonomi
Indonesia selama perjalanan Orde Baru. Crony Capitalism membuat struktur ekonomi sangat
rapuh terhadap gejolak – gejolak ekonomi.
Krisis moneter dan ekonomi merebak semakin meluas dan menjadi krisis multidimensional.
Di tengah situasi semakin melemahnya nilai rupiah, aksi masa, aksi buruh, dan aksi
mahasiswa terjadi di mana-mana. Mereka menuntut agar pemerintah segera mengadakan
pemulihan ekonomi, sehingga harga – harga sembako turun, tak ada lagi PHK. Dalam aksimassa khususnya, warga Negara keturunsn Tionghoa tidak luput dari amukan mereka. Toko –
![Page 13: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/13.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 13/35
took dan tempat usahanya dibakar. Tidak sedikit wanita keturunan Tionghoa menjadi korban
tindak aasusila dalam aksi itu. Sebagai reaksi atas ketidakamanan hak mereka hidup di
Indonesia, banyak warga keturunan Tionghoa meninggalkan Indonesia.
Krisis moneter menyebabkan kerawana kondisi sosial dan kerentanan terhadap ancaman
kerusuhan dan aksi kekerasan. Situasi ini berkorelasi positif terhadap kondisi. Faktanya, aksi-
aksi yang dilakukan massa secara sporadis dan bersifat lokal kemudian berubah menjadi
gerakan moral, aksi bergeser memasuki ranah politik, yaitu menurut Soeharto mundur dari
tahta kepresidenan.
B. Kronologi Jatuhnya Kekuasaan Soeharto
Menjelang Sidang Umum MPR, marak tuntutan agar Soeharto tidak lagi dicalonkan atau
mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, kenyataan menunjukan suara-suara kritis yang .
menuntut perubahan tersebut tidak mendapat jawaban seperti yang diharapkan. Golkar
sebagai pemenang pemilu tahun 1997 mencalonkan kembali soeharto sebagai presiden
periode 1998-2003.
Terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui SU (Sidang Umum) MPR yang
berlangsung 1-11 Maret 1998,ternyata tidak menimbulkan dampak positif berarti bagi upaya
pemulihan kondidi ekonomi Indonesia, justru memperparah gejolak krisis. Gelombang aksi
mahasiswa silih berganti menyuarakan tuntutan gerakan reformasi. Tuntutan itu adalah.
1. Bubarkan Orde BAru dan Golkar
2. Hapuskan Dwifungsi ABRI
3. Hapuskan KKN
4. Tegakkan supremasi Hukum, HAM, dan demokrasi
Tuntutan Gerakan reformasi oleh mahasiswa mencapai puncaknya, aksi mereka
menimbulkan bentrok dengan pihak aparat keamanan hingga terjadi peristiwa tragis, yaitu
Tragedi Trisakti . Peristiwa penembakan terhadap massa mahasiswa di Univeristas Trisakti
pada tanggal 12 mei 1998 mengakibatkan tewasnya 4 orang mahasiswa Trisakti dan puluhan
korban luka parah. Keempat mahasiswa yang terbunuh adalah Elang Mulya Lesmana, Hery
Hartanto, Hendriawan Sie dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa inin patut menjadi tokoh
dan pantas dicatat sebagai bagian sejarah reformasi seperti halnya Arief Rahman Hakim yang
juga tewas pada peristiwa aksi tahun 1966.
Pada tanggal 13-14 Mei 1998 terjadinya kerusuhan selama dua hari berturut-turut, sebagai
buntut dari peristiwa berdarah Universitas Trisakti. Kerusuhan yang menelan ratusan korban
jiwa dan harta benda terjadi dengan sasaran amuk massa berupa pembakaran dan penjarahanpertokoan milik warga Tionghoa keturunan beserta gedung-gedung pusat pembelanjaan
![Page 14: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/14.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 14/35
lainnya. Amuk massa ini menyebabkan kerugian triliunan rupiah, hilangnya nyawa dan lika
traumatik bagi warga keturunan Tionghoa.
Pasca peristiwa Trisakti dan Krusuhan massa memicu gerakan mahasiswa yang berpusat di
Jakarta untuk mulai mnelancarkan aksi yang lebih besar. Mereka mengarahkan perhatian
utama kepada wakil-wakil rakyat di DPR/ MPR RI. Mahasiswa pun berdatangan ke gadung
DPR/ MPR RI dengan tuntutan utama yaitu segera dilakukan Sidang Istimewa MPR (SI
MPR) dan pencabutan mandate MPR kepada Presiden Soeharto. Sejak 18 Mei kelompok-
kelompok mahasiswa dari berbagai Universitas berdatangan untuk menduduki gedung DPR/
MPR RI . Kuatnya tuntutan mahasiswa, pada tanggal 20 Mei 1998 pimpinan DPR
berdasarkan hasil konsultasi memutuskan akan segera menggelar SI MPR jika presiden tidak
mengundurkan diri.
Tanggal 21 Mei 1998,jam 09.05 pagi, di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto
menyatakan berhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan dan 3 minggu masa kekuasaannya sebagai
presiden RI. Segera setelah presiden mengundurkan diri Mahkamah Agung (MA) mengambil
sumpah Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden yang sebelumnya menjabat wakil
presiden. Pengalihan kekuasaan itu dilakukan sesuai dengan pasal 8 UUD 1945:”Jika
presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis waktunya”.rakatnya.
D. Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik
Salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi
kewajiban aparatur pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan publik. Di dalam hukum
administrasi negara Indonesia, berdasarkan pengertian umum yang dimuat di dalam
Lampiran 3 Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003, paragraf I, butir C, istilah
“pelayanan publik” diartikan sebagai: “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi
pemerintah dan badan hukum maupun sebagai
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Peraturan perundangan Indonesia telah memberikan landasan formal penyelenggaraan
pelayanan publik yang didasarkan pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pasal 3
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (selanjutnya UU KKN) menyebutkan asas-asas yang menjadi
landasan penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari: asas kepastian hukum; asas tertib
![Page 15: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/15.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 15/35
penyelenggaraan Negara; asas kepentingan umum; asas keterbukaan; asas proporsionalitas;
asas profesionalitas; dan asas akuntabilitas.
Kinerja pelayan publik sebagai aparatur pemerintah sampai saat ini tampaknya belum
maksimal. Setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh aparatur pemerintah kita,
dan melatarbelakangi penelitian bertema “Membangun Sistem Pemerintahan yang Layak dan
Melakukan Reformasi Hukum Administrasi: Reformasi Hukum Administrasi Negara dalam
Rangka Pelayanan Umum” yang dilakukan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) bekerja
sama dengan Agustinus Pohan, SH., MS; Bayu Seto, SH., LL.M.; dan Budi Prastowo, SH.,
MHum, yang tergabung dalam Sidharta, Pohan, & Prastowo Legal Research Institute, yaitu
adalah:
a. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur
pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kondisi ini
karena di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang
standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan
publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas aparatur
pemerintahan.
b. Birokrasi yang panjang (red-tape bureaucracy) dan adanya tumpang tindih tugas dan
kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan
melalui proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi,
terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan
diskriminatif, dsb.
c. Rendahnya pengawasan external dari masyarakat (social control) terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidak jelasan standar dan prosedur
pelayanan, serta prosedur peyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu
tidak cukup dirasakan adanya tekanan sosial (social pressure) yang memaksa penyelenggara
pelayanan publik harus memperbaiki kinerja mereka. Penelitian yang pernah dilakukan KHN
sebelumnya menunjukkan bahwa peraturan perUUan yang tampaknya dipersiapkan sebagai
„umbrella regulation‟ di bidang pelayanan publik yang berlaku secara nasional, juga sangat
sedikit menghadirkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas menetapkan sistem dan standar
pelayanan atas keluhan publik (public complaints, public grievance standards and
procedure).
Tim Peneliti mengambil sampel di wilayah Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta.
Instansi yang dijadikan sampel penelitian adalah Badan Pertanahan Nasional; Kantor CatatanSipil atau Dinas Kependudukan, dan Kepolisian untuk Kelompok Pelayanan Administratif;
![Page 16: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/16.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 16/35
Perusahaan Penyelenggara Telekomunikasi, Perusahaan Listrik Negara untuk Kelompok
Pelayanan Barang; dan Pusat-pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat, dan Kantor Pos untuk
Kelompok Pelayanan Jasa.
Hukum positif yang melandasi pelaksanaan kinerja pemerintah dipahami sebagai pedoman
bagi aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan publik sebetulnya telah ada dengan
diundangkannya Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintahan yang menginstruksikan instansi Pemerintahan untuk menyampaikan laporan
akuntabilitas kinerja instansi kepada Presiden dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat. Dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari kemudian diundangkanlah Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, Keputusan No: Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, dan
Keputusan No: Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Secara yuridik, hukum positif
Indonesia dapat dianggap telah cukup meletakkan dasar hukum formal untuk memperbaiki
kinerja lembaga terutama lembaga atau instansi penyelenggara pelayanan publik.
Hanya saja, berdasarkan kajian normatif terhadap peraturan-peraturan perundang-undangan
yang berlaku atas pelbagai dinas/institusi pelayanan umum (dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah), Tim Peneliti berkesimpulan bahwa hukum positif Indonesia belum memiliki sebuah
sistem yang utuh dan yang dapat digunakan sebagai pedoman umum bagi setiap institusi
penyedia pelayanan umum (dan juga BUMN dan fungsi-fungsi pemerintahan lainnya)
tentang pengelolaan dan penyampaian keluhan publik. Pendek kata, sistem pengelolaan dan
penyampaian keluhan publik adalah peraturan organik yang membuka kemungkinan bagi
masyarakat untuk melaksanakan hak-haknya memperoleh perilaku administrasi yang baik
sesuai dengan Standar Minimum Kualitas Pelayanan Publik yang seharusnya ditetapkan
terlebih dahulu. Sistem semacam itu idealnya harus mencakup aspek institusional, mencakup
aspek prosedural, bersifat integratif, dan bersifat komprehensif.
Sementara, data yang diperoleh Tim dari instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik
atau dari pihak-pihak yang secara langsung menjalankan fungsi pelayanan publik itu,
diperoleh gambaran yang agak berbeda dan beragam, yaitu:
1. Beberapa instansi di beberapa wilayah penelitian menyadari sepenuhnya mengenai
berlakunya Pedoman di dalam Kepmenpan No 63/2003 sebagai acuan utama, dan
![Page 17: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/17.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 17/35
berdasarkan itu menerbitkan peraturan-peraturan lokal (pemerintah daerah) atau intern
(Keputusan Direksi) untuk menata sistem pelayanan publiknya sejalan dengan pedoman
Menpan tersebut; Beberapa di antara instansi-instansi yang masuk dalam kategori ini bahkan
memberikan respond yang cukup cepat untuk menyesuaikan mekanisme dan kualitas
pelayanannya terhadap pedoman-pedoman Menpan itu.
2. Beberapa instansi lain menyadari adanya Pedoman Menpan tersebut, tetapi tidak
melakukan penyesuaian terhadap sistem pelayanan publiknya karena mereka bekerja atas
dasar peraturan-peraturan sektoral dan/atau internal mereka sendiri; Beberapa di antaranya
memang telah memiliki standar kualitas pelayanan yang memenuhi standar yang ditetapkan
di dalam Pedoman Menpan, namun sebagai instansi pelayanan publik yang
menyelenggarakan pelayanan juga sebagai institusi bisnis, maka instansi-instansi ini mengacu
pada standar lain yang dikenal secara internasional, seperti ISO, dsb.
3. Beberapa instansi mengklaim bahwa Pedoman Menpan itu dalam beberapa aspek menjadi
tidak feasible untuk dilaksanakan di lingkungan kerja mereka, karena sifat pelayanan yang
khas, dan membutuhkan unsur due dilligence tertentu.
4. Beberapa instansi tidak mengetahui adanya Pedoman Menpan atas sistem pelayanan publik
yang mereka selenggarakan, walaupun tetap mengklaim bahwa regulasi internal mereka telah
mencakup elemen-elemen dari suatu sistem penyelenggaraan pelayanan publik (ketentuan
tentang persyaratan, biaya, tata-cara dan alur, jangka waktu pelayanan).
Berdasarkan hal-hal dimaksud di muka, maka Tim Peneliti menyimpulkan sementara
mengenai penelitian ini bahwa:
1. Hukum positif Indonesia pada dasarnya sudah meletakkan kewajiban-kewajiban utama
pada setiap fungsi pelayanan publik di Indonesia untuk bekerja atas dasar prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik (Pasal 3 UU No. 28/1999). Prinsip-prinsip good governance tersebut
berlaku pula terhadap penerimaan, pemrosesan, dan penyelesaian masalah-masalah yang
terbit dari keluhan-keluhan masyarakat.
2. Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan publik yang belum diatur secara lebih jelas
dan tegas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia dewasa ini adalah Kode Perilaku
Petugas Pelaksana Pelayanan Publik (Code of Conduct for Public Servants). Hal ini menjadi
![Page 18: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/18.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 18/35
salah satu faktor penentu keberhasilan sistem pelayanan publik, terutama bila disadari bahwa
sebagian besar dari permasalahan dan keluhan mengenai pelayanan publik di Indonesia dapat
dikembalikan pada unsur manusia pengemban fungsi pelayanan publiknya (ekses-ekses
KKN, conflict of interest, dsb). Kehadiran sebuah Code of Conduct yang selengkapnya
mungkin akan lebih mengkokohkan struktur dasar dari Sistem Pelayanan Publik Indonesia.
3. Perlu diatur tentang standar pengelolaan keluhan publik, yang berlaku umum sehingga
menjadi payung (umbrella act) bagi setiap instansi dan atau pejabat penyelenggara pelayanan
publik, yang menjadi pedoman umum untuk mengelola keluhan masyarakat. Makna dari
standar minimum pengelolaan keluhan publik ini adalah hal terendah yang masih dianggap
baik dalam mengelola keluhan publik. Sepanjang masing-masing instansi telah memenuhi
standar minimal tersebut, selanjutnya mereka diperkenankan untuk mengembangkan pola
pengelolaan keluhannya, yang lebih baik daripada standar minimum tersebut dan sesuai
dengan bidang kerja masing-masing.
E. Reformasi pembinaan Aparatur Negara
Profesor Gerald Caiden, salah seorang pelopor studi Reformasi Administrasi
dalam buku “ Administrative Reform Comes of Age” terbitan tahun 1991,
mengungkapkan ironi yang terjadi di banyak negara, negara maju mau pun negara
berkembang, bahwa “... reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti
permasalahan tetapi hanya formalitas semata. Reformasi tersebut tidak cukup luas
dan mendalam. Bahkan cukup banyak negara yang tidak memberikan perhatian yang
cukup memadai pada reformasi administrasi...” Barulah setelah terlambat dan kondisi
negara sudah amat buruk pemerintah menyadari perlunya reformasi administrasi.
Karena itu Prof Caiden mengingatkan “ By the time it was realized that defective
administrative system were a serious obstacle to progress, that what was wrong with
them was fundamental, and hihger priority should be to putting them right, the
prevailing gales were fast blowing into huricanes.”
Mungkin Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan perhatian
besar pada reformasi administrasi. Walau pun jabatan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara selalu ada dalam Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Reformasi,
Pemerintahan Gotong Royong dan terakhir dalam Pemerintahan Indonesia Bersatu,
tetapi kedalaman dan keluasan reformasi aparatur negara belum menyentuh bagianbagian
![Page 19: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/19.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 19/35
yang paling mendasar dalam sistem administrasi.
Reformasi aparatur negara yang diperlukan untuk menciptakan sistem
administrasi yang berkemampuan untuk melaksanakan pemerintahan demokratis dan
globalisasi perdagangan tidak bisa tidak harus bersifat komprehensif dan mencakup,
antara lain, penetapan peraturan dasar tentang sistem pemerintahan negara yang sesuai
dengan kemajuan bangsa Indonesia, peningkatan kemampuan birokrasi pemerintah
khususnya peningkatan birokrasi pemerintahan khususnya sistem kepegawaian,
desentralisasi pemerintahan dan upaya pembera-ntasan korupsi. Dalam waktu yang
singkat ini tidak mungkin seaya menyentuh semua dimensi reformasi aparatur negara
tersebut. Presentasi saya ini akan lebih menfokuskan diri pada reformasi birokrasi, dan
secara lebih khusus reformasi sistem kepegawaian.
Peraturan dasar tentang pemerintahan negara
Kemerosotan kinerja pemerintahan sebenarnya mulai terasa pada Pemerintahan
Rekonsiliasi Nasional di bawah pimpinan Presiden Abdurahman Wachid3. Gaya
1 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional MIPI, Medan, 3-4 Mei 2006.
2 Rektor Universitas Gadjah Mada.
3 Dibahas dalam “Entrophic Government”, Media Indonesia, 6 Juni 2001.
2
kepemimpinan Gus Dur yang kurang sabaran karena kebiasaan mengadakan
perubahan-perubahan secara erratic dan tidak terencana, seperti mengadakan 5 jabatan
Sekretaris yang setingkat pada Sekretariat Negara, resuffle Kabinet yang dilakukan
beberapa kali, dan intervensi Presiden dalam penunjukan jabatan teras pada birokrasi
pusat dan daerah daerah, adalah faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi
entrofi tersebut. Pada pemerintahan Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari para
menteri dari kalangan profesional yang memepunyai reputasi tinggi dibawah pimpinan
Presiden Megawati, entrofi pemerintahan mulai menghilang karena kepercayaan rakyat
mulai menguat kembali.
Sayangnya, pada pemerintahan KIB kinerja pemerintah muncul kembali
karena didorong oleh dua faktor penyebab: Pertama, rendahnya kepercayaan
masyarakat pada kemampuan para pembantu Presiden. Kedua, yang justru merupakan
faktor penyebab utama, adalah karena UUD hasil amandemen nampaknya kurang
memberikan landasan konstitusional untuk sistem pemerintahan yang memilikikapasitas tinggi, yaitu suatu pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa
![Page 20: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/20.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 20/35
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Sudah cukup banyak penilaian terhadap kinerja KIB yang dilakukan oleh
berbagai media cetak dan elektronik, serta para pengamat pada berbagai fora, dan saya
rasa penilaian tersebut sudah cukup untuk memberi gambara tentang pandangan
masyarakat tentang kondisi pemerintahan pada saat ini.
Faktor kedua yang sebenarnya merupakan akar permasalahan atas rendahnya
kinerja pemerintah adalah amandemen UUD hasil amandemen sebanyak 4 kali selama
kurun waktu 1999 sampai 2004, yang menciptakan pemerintahan parlementer semu.
UUD hasil amandemen telah merubah secara mendasar sistem pemerintahan negara
menjadi sistem presidensial, padahal oleh para founding fathers sistem tersebut
dipandang kurang “adekuat” sebagai sistem pemerintahan Negara Bangsa4 yang
berlandaskan faham Kekeluargaan5 untuk menciptakan keadilan sosial6.
Kalau kita ikuti pembahasan pada sidang-sidang BPUPK pada pertengahan Juli
sampai 15 Agustus, 1945 waktu menyusun sistem pemerintahan untuk negara
Republik Indonesia, dan pembahasan pada sidang-sidang PPKI pada 18 – 20 Agustus
1945, sebagaimana terekam dalam notulen otentik yang hampir selama 56 tahun
“hilang”, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan untuk Negara Bangsa7
Republik Indonesia adalah yang oleh Dr. Soekiman, anggota BPUPK yang mewakili
4 Lihat R.M. Ananda Koesoema, Sejarah Lahirnya UUD 1945. Monograf, Pusat Studi
Hukum
Ketatanegaraan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. 2004.
5 Pembahasan lebih lengkap tentang konsep Negara Kekeluargaan dapat dibca pada Sofian
Effendi,
“Sistem pemerintahan Negara Kekeluargaan”. Pidato Dies Natalis XVIII Universitas Wangsa
Manggala, Yogyakarta, 9 Oktober 2004.
6 Pembahasan komprehensif tentang keadilan sosial dapat dibaca dalam buku karangan Bur
Rasuanto
“Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas, Dua Teori Filsafat Moderen.
Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2005.
7 Uraian menarik tentang sejarah Negara Bangsa dapat dibaca dalam monograf Tim Nasional
Reformasi
![Page 21: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/21.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 21/35
Menuju Masyarkat Madani “Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Madani”. Jakarta,
1998.
3
Yogyakarta, disebut “sistem sendiri”. Dalam literatur ilmu politik sistem
pemerintahan tersebut ditahbiskan pertama kali oleh ilmuwan politik Prancis, Maurice
Duverger, sebagai sistem pemerintahan semi-presidensial8. Sistem pemerintahan
tersebut dipilih karena dipandang akan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sistem
parlementer yang dipandang tidak mengenal pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan
legislatif, karena yang memegang portofolio penting dalam eksekutif adalah anggota
legislatif, sehingga tidak menjamin tumbuhnya check-and-balance yang merupakan
persyarakat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Para penyusun
konstitusi tidak memilih sistem presidensial karena memperkirakan pada sistem
tersebut terbuka lebar peluang terjadinya “ political gridlocks” apabila presiden terpilih
berasal dari partai minoritas sedangkan berkuasa di lembaga legislatif adalah partai
mayoritas. Hubungan yang kurang serasi antara eksekutif dan legislatif pada tahun
pertama pemerintahan KIB memang merupakan salah satu contoh fenomena
kemacetan politik yang dikhawatirkan oleh para pendahulu kita. Political gridlock
itulah yang kita alami sejak KIB terbentuk karena dalam sistem parlementer semu
Presiden bukan saja menghadapi kendala dari DPR, tetapi juga karena para menteri
dalam kabinetnya lebih loyal kepada politik partai masing-masing.
Selain selalu harus mengahdapi ancaman instabilitas politik, Pemerintah KIB
yang terdiri atas Presiden yang berasal dari partai minoritas dan Wakil Presiden yang
seorang Ketua Umum salah satu Partai mayoritas, masih harus menghadapi “tekanan”
masyarakat internasional yang sedang mengalami pergeseran pandangan tentang misi
dan sistem pemerintah dalam pembangunan negara-negara berkembang.
Dirangsang oleh pemikiran-pemikiran Osborne dan Gaebler melalui buku
mereka “Reinventing Government” (1992) dan Osborne dan Plastrik melalui buku
berjudul provokatif “Banishing Bureaucracy: the Five Stages of Reinventing
Government” (1998), berkembanglah pemikiran yang cukup berpengaruh di
lingkungan lembaga-lembaga keuangan internasional bahwa pemerintah yang baik
adalah pemerintah yang ramping. Lembaga-lembaga multilateral mau pun bilateral
dengan cepat menerima pandangan tersebut dan menerapkannya dalam program
bantuan mereka dan menjadikannya bagian dari paket program pengembangan good
governance, yang secara sempit diartikan sama dengan small government atau clean
![Page 22: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/22.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 22/35
government . Program-program reformasi ekonomi yang dilaksanakan oleh lembagalembaga
internasional di Indonesia – khususnya privatisasi dan debirokratisasi – juga
tidak terlepas dari pemikiran dasar ini, padahal dalam kenyataannya peranan
Pemerintah Indonesia, anggaran pemerintah cukup kecil, tidak mencapai 20 persen dari
Produk Domestik Bruto (PDB), berarti berada jauh di bawah negara-negara OECD
yang sekarang masih cukup tinggi yaitu rata-rata 47.7 persen. Demikian juga bila
diukur dari rasio penduduk per pegawai, Indonesia ternyata berada di bawah rasio di
negara-negara maju. Dalam keadaan organisasi pemerintah terlalu kecil untuk mampu
melaksanakan tugas-tugas pokoknya, Pemerintah Indonesia mendapat desakan kuat
dari luar untuk melakukan debirokratisasi dan deregulasi.
8 Maurice Duverger, “A New Political System Model: Semi- presidential Government”,
EJPR, 8/1,
Juni 1982.
4
Dari perbandingan tersebit kita dapat simpulkan bahwa arah kebijakan
reformasi kelembagaan atau reformasi aparatur negara di negara-negara maju yang
tujuannya adalah memperkecil peranan negara dalam pembanguan ekonomi memang
tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia. Kalau arah kebijakan seperti itu tetap
dipaksakan oleh kekuatan luar terhadap Indonesia, maka dapat dipastikan entrofi
pemerintahan akan semakin berlanjut dan Indonesia akan betul-betul menjadi negara
yang gagal yang tidak mampu lagi melakukan tugas-tugas untuk mencapai cita-cita
bangsa..
Reformasi Birokrasi
Reformasi politik yang berlangsung dengan cepat sejak 1998 ternyata tidak
diikuti oleh perubahan yang besar pada penyelenggaraan pemerintahan. Akibatnya
sistem pemerintahan termasuk pranata-pranata yang diperlukan untuk mendukung
sistem politik demokratis dan sistem ekonomi pasar yang lebih terbuka belum
sepenuhnya tersedia. Salah satu pranata tersebut adalah sistem kepegawaian
meritokratik.
Landasan hukum untuk sistem kepegawaian meritokratik yang bertujuan untuk
menjamin agar birokrasi pemerintah bersih dari intervensi politik sebenarnya sudah ada
yaitu UU No. 43 tahun 1999. Untuk menjamin agar birokrasi pemerintah bersih dari
praktek “spoilled ” dan pengelolaan aparatur negara betul-betul terlaksana secarameritokratik, UU tersebut memperkenalkan konsep kelembagaan independen sebagai
![Page 23: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/23.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 23/35
pembantu Presiden untuk merumuskan kebijakan-kebijakan kepegawaian negeri yang
harus dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah.
Pasal 13 Ayat (3) UU No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan terhadap UU No.
8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian Negara menetapkan adanya komisi
independen tersebut yaitu Komisi kepegawai Negara yang terdiri atas 5 anggota yang
mewakili stakeholder penting yang belum dibentuk oleh Pemerintah. Bentuk lembaga
independen seperti ini makin banyak digunakan di berbagai negara karena dipandang
sebagai bentuk kelembagaan yang lebih cocok untuk mewadahi proses perumusan
kebijakan yang lebih demokratis. Di banyak negara maju, independent civil service
commission, yang terdiri 3 sampai 21 anggota telah digunakan karena dipandang lebih
mampu menjamin proses perumusan kebijakan kepegawaian meritokratik.
Sebagai salah seorang penyusun yang terlibat langsung dalam penyusunan UU
No. 43 tahun 1999, saya dapat bercerita sedikit tentang kerangka pemikiran yang
mendasari pengusulan Komisi Kepegawaian tersebut. Sekitar tahun 1998-99 para
perumus memperkirakan setelah Pemilu 1999 akan terjadi perubahan yang cukup
mendasar dalam sistem pemerintahan dan kepegawaian Indonesia. Jumlah partai yang
ikut dalam Pemilu meningkat secara drastic dan mencapai lebih dari 100 partai, sistem
pemerintahan akan mengalami perubahan yang sangat fundamental, dari sistem
dominasi satu partai yang relatif stabil menjadi sistem multi-partai yang relatif kurangstabil.
Seiiring dengan perubahan sistem pemerintahan, pelaksanaan UU No. 22
5
Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang sangat mendasar pada hubungan
pusat dan daerah.
Kedua perubahan mendasar ini memerlukan sistem kepegawaian yang lebih
terstandardisasi, lebih berorientasi stratejik serta lebih desentralistis dalam
implementasinya. Agar dapat melaksanakan fungsi dan tugas yang baru ini sebagian
besar beban operasional kepegawaian harus didelegasikan kepada instansi operasional,
baik departemen, lembaga non departemen mau pun pemeriantah daerah. Otoritas
kepegawaian nasional seharusnya lebih memusatkan pada perumusan standar dan
norma kepegawaian nasional, mengawasi pelaksanaan dari norma dan standar nasional
kepegawaian, termasuk menyusun kebijakan penggajian, kesejahteraan dan evaluasi
kinerja PNS. Singkatnya, otoritas kepegawaian akan lebih bersifat regulating daripada
implementing.Otoritas kepegawaian untuk melaksanakan fungsi dan tugas regulasi tersebut
![Page 24: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/24.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 24/35
tidak akan berjalan baik dalam wadah lembaga pemerintah non departemen (LPND)
yang konvensional, yang dipimpin oleh seorang kepala seperti yang kita kenal. Pada
suatu sistem pemerintahan yang demokratis, otoritas kepegawaian sebaiknya
dilaksanakan oleh LPND yang dipimpin oleh Komisi (Commission). Dalam text-book
administrasi, struktur seperti itu disebut multi-headed board .
Sebenarnya di dalam sistem pemerintahan Indonesia bentuk semacam itu sudah mulai
dikenal, misalnya, KPKPN (Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara), Komisi
HAM, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sekarang sudah saatnya bentuk
kelembagaan yang lebih akomodatif dan regulatif ini dikenalkan pada tatanan birokrasi
pemerintah, untuk mengelola fungsi-fungsi regulasi dalam pemerintahan. Demikianlah
lebih kurang kerangka fikir para perumus pada waktu mengusulkan Komisi
Kepegawaian. Di negara lain komisi kepegawaian mulai mulai lebih disukai daripada
badan kepegawaian. Hampir semua negara Asia sekarang ini menggunakan bentuk
komisi atau Civil Service Commission untuk menjalankan fungsi kepegawaian.
Indonesia termasuk negara yang lamban mengadakan structural adjustment dalam
bidang kepegawaian.
Kalau Pemerintah Indonesia dapat menerima usulan dari para peserta
Diklatpim-LAN tentang kelembagaan untuk menjalankan fungsi reformasi administrasi
dan kepegawaian, ada dua pertanyaan terkait yang perlu dicari jawabannya. Yang
pertama, perlukan Komisi independen tersebut dipimpin langsung oleh Presiden? Yang
kedua, apakah kementerian merupakan format organisasi yang tepat untuk
menjalankan fungsi koordinatif reformasi administrasi dan kepegawaian?
Menurut penulis, Komisi Kepegawaian atau Civil Service Commission yang
terdiri dari 5-7 anggota harus diberikan kemandirian yang memadai dalam menjalankan
tugas dan fungsinya. Karena itu komisi tidak perlu dipimpin langsung oleh Presiden,
apalagi kalau Presiden masih merangkap jabatan ketua partai. Selama otoritas
pengangkatan pejabat teras pemerintahan tetap dipegang oleh presiden, tak perlu
khawatir dengan bentuk komisi independen.
6
Dengan adanya Komisi Kepegawaian, peranan Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara harus diredifinisi dan lebih diarahkan pada koordinasi perumusan dan
evaluasi pelaksanaan kebijakan good governance. Saat ini kebijakan good governance
yang dijalankan oleh Pemerintah mencakup beberapa bidang pokok antara penataansistem pemerintahan, desentralisasi pemerintahan atau otonomi daerah, penataan
![Page 25: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/25.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 25/35
sistem keuangan negara, serta penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Pemberantasan KKN
Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah bagian terpenting
reformasi tata pemrintahan yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Mulai terbukanya
berbagai skandal korupsi yang menyangkut bank-bank pemerintah, komisi-komisi
independen, lembaga eksekutif, lembaga legislatif, komisi independen dan lembaga
judikatif mungkin dapat menjadi penunjuk betapa serius pemerintah berusaha
memberantas korupsi yang telah sangat mencemarkan nama bangsa ini dilingkungan
masyarakat internasional.
Namun, walaupun kerangka dan strategi pemberantasan korupsi yang cukup
komprensif telah tersusun, mulai dari reformasi hukum, pembentukan jaringan
pengawasan masyarakat (community corruption watch), dan pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi dan berbagai lembaga penyelidikan tindak korupsi, harus
difahami bahwa kemajuan yang cukup berarti dalam upaya pemberantasan tindak
korupsi perlu waktu. Karena itu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia haruslah
lebih diarahkan pada penataan sistem hukum, sistem ekonomi, sistem pemerintahan
dan sistem administrasi yang tidak memungkinkan terjadinya praktek korupsi.
Gerakan pemberantan KKN yang dilaksanakan oleh Pemerintah pada tahun
pertama ini memang mampu untuk menimbulkan kembali harapan masyarakat yang
sebelumnya hampir padam. Namun sayangnya gebrakan-gebrakan pemberantasan
korupsi yang dilakukan pemerintah baru mampu mengungkapkan kasus-kasus yang
relatif kecil dan bahkan dapat dipandang sebagai kasus “membakar rumah untuk
menangkap tikus”, seperti yang terjadi pada kasus KPU, penangkapan para anggota
DPRD Propinsi Sumatera Barat, Gubernur suatu propinsi di Sumatra, beberapa unsur
pimpinan bank BUMN, dan kasus DAU. Memang semua pelaku penyimpangan
tersebut perlu ditindak, tetapi seharusnya pemerintah seharusnya lebih
mempriritaskan penindakan terhadap para koruptor kelas kakap yang telah merugikan
negara puluhan dan ratusan trilyun, yang hingga saat ini masih bebas berkeliaran.
Yang lebih penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan
penataan sistem yang betul-betul mampu menghambat praktek korupsi.
Langkah maju reformasi birokrasi
Reformasi aparatur negara adalah prasyarat mutlak yang diperlukan untuk
menjamin berlangsungnya pengelolaan pemerintahan yang demokratis serta sistem7
![Page 26: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/26.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 26/35
ekonomi yang dapat menciptakan keadilan sosial bagi semua. Sayangnya model yang
berhasil diterapkan suatu negara tidak dapat diterapkan begitu saja di Indonesia, karena
belum tentu model yang cocok untuk suatu bangsa juga akan cocok untuk Indonesia.
Karena itu Indonesia harus berani mencari sistem pemerintahan dan sistem
ekonomi yang sosio-demokratis yang dianggap paling sesuai dengan budaya
bangsanya. Para pendiri negara menganggap corak bangsa Indonesia -- gotong royong
atau kekeluargaan – seharusnhya merupakan landasan dasar dalam pemikiran tentang
kedua sistem tersebut.
Sayangnya, strategi dan kebijakan penataan kelembagaan yang ditempuh oleh
Pemerintah selama ini, terutama selama 1 tahun Pemerintahan KIB belum menjadikan
budaya bangsa tersebut sebagai landasan dalam reformasi kelembagaan. Akibatnya,
reformasi kelembagaan yang telah dilakukan bukannya menciptakan landasan
kelembagaan yang semakin mantap dan semkian adekuat untuk melaksanakan
pemerintahan buat mencapai cita-cita bangsa. Bahkan sebaliknya, komplikasi baru
timbul yaitu ancama entrofi pemerntahan nampak semakin nyata dan semakin
mengancam kelangsungan pemerintahan KIB.
Sebagai bagian integral dari reformasi aparatur negara, perlu dilakukan overhaul
besar-besar pada birokrasi pemerintah, yang mencakup penerapan model manajemen
baru, sistem kepegawaian baru termasuk penerapan sistem penggajian dan jaminan
sosial yang lebih rasional, serta penerapan aplikasi tekonologi informasi moderen
dalam manajemen pemerintahan. Tanpa reformasi yang komprehensif tersebut, sukar
mengharapkan akan terjadi peningkatan kinerja birokrasi secara mendasar.
Yogyakarta, 2 Mei 2006
F. Strategi pengembangan partisipasi masyarak
Masyarakat madani atau civil society secara umum bisa diartikan
sebagai suatu masyarakat atau institusi sosial yang memiliki ciri-ciri antara
lain : kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama
lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika yang disepakati secara
bersama-sama(Din Syamsudin, 1998 : 12). Sebenarnya masyarakat
madani secara substansial sudah ada sejak zaman Aristoteles, yakni suatu
masyarakat yang dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat
dan siapapun harus taat dan patuh pada hukum yang telah dibuat secara
bersama-sama. Bagi Aristoteles,
![Page 27: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/27.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 27/35
Dalam mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat
tergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa, karena
bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma
yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat. Sebagai titik tolak,
disini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat dari berbagai
pakar di berbagai negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena
masyarakat madani ini(Tim ICCE, 2003):
M. MAWARDI J
19
Volume 4, Nomor 1, Juni 2008
1. Menurut Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu
masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan
ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,
bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.
Ruang ini timbul di antara hubungan-hubungan yang merupakan
hasil komitmen keluarga dan hubungan-hubungan yang menyangkut
kewajiban mereka terhadap negara. Lebih tegasnya terdapat ruang
hidup dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan integritas sistem
nilai yang harus ada dalam masyarakat madani, yakni individualisme,
pasar dan pluralisme.
2. Menurut Han Sung-joo, masyarakat madani merupakan sebuah
kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar
individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu
ruang pablik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan
warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen,
yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang
menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya
akan terdapat kelompok inti dalamnya.
3. Menurut Kim Sunhyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan
yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri
menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang
secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan
dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang mampumelakukan kegiatan politik dalam ruang publik, guna menyatakan
![Page 28: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/28.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 28/35
kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-kepentingan
mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang
mandiri.
Dari berbagai batasan di atas, jelas merupakan suatu analisa dari
kajian kontekstual terhadap performa yang diinginkan dalam
mewujudkan masyarakat madani. Hal tersebut dapat dilihat dari
perbedaan penekanan dalam mensyaratkan idealisme masyarakat
madani. Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik
benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah
sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri
dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam
mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang
dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Menurut Rahardjo (1996) masyarakat madani identik dengan citacita
Islam membangun ummah. Masyarakat madani adalah suatu ruang
(realm) partisipasi masyarakat melalui perkumpulan-perkumpulan
sukarela (voluntary association) melalui organisai-organisasi massa.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MADANI
Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam
20
Masyarakat madani dan negara bergantung mana yang dianggap primer
dan mana yang sekunder. Sepertinya menurut pendapat tersebut, hak
berserikat merupakan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat.
Kelompok-kelompok masyarakat tercipta tiada lain untuk terjadi integrasi
dalam membangun manyarakat yang berperadaban.
Sementara itu secara filosofis Yusuf (1998) memandang masyarakat
madani membangun kehidupan masyarakat beradab yang ditegakkan di
atas akhlakul karimah, masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis
dengan landasan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.
Kualitas manusia bertaqwa secara essensial adalah manusia yang
memelihara hubungan dengan Allah SWT (habl min Allah) dan
hubungannya dengan sesama manusia (habl min al-nas). Akhlakul karimah
dapat terwujud manakala masing-masing individu dan kelompok masyarakat terjadi saling membelajarkan atau berperan sebagai pembawa
![Page 29: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/29.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 29/35
kearah kebenaran yang digariskan oleh Allah. Karena Tuhan tidak akan
merubah nasib suatu kaum manakala mereka tidak berbuat ke arah
perbaikan yang dikehendakinya.
Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format
kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan
menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Dalam masyarakat
madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan
produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental
untuk mencapai kebaikan bersama. Karena itu, tekanan sentral
masyarakat madani adalah terletak pada independensinya terhadap
negara. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang
konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan negara. Masyarakat
madani juga tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang
memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga harus menghormati equal
right, memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak
kebebasan yang sama (Ramlan Surbakti, 1995).
Disinilah kemudian, masyarakat madani menjadi alternatif
pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan daya kontrol
masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada akhirnya
nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan
dan mampu menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai
hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani dipercaya sebagai alternatif
paling tepat bagi demokratisasi, terutama di negara yang demokrasinya
mengalami ganjalan akibat kuatnya hegemoni negara. Tidak hanya itu,
masyarakat madani kemudia juga dipakai sebagai cara pandang untuk
memahami universalitas fenomena demokrasi di berbagai negara.
G. SOLUSI
Seperti yg diakui oleh Kristiadi (1994) bahwa administrasi pembangunansebenar
merupakan salah satu paradigma admnistrasi negara yaitu paradigma yg berkembang setelah
ilmu administrasi negara sebagai ilmuadministrasi pada sekitar tahun 1970. Mengacu dari
kerangka perkembangan administrasi pembangunan seperti tersebut di atas Kristiadi memberi
pengertian tentang Administrasi Pembangunan adl ”Administrasi Negara yg mampu
mendorong kearah proses perubahan dan pembaharuan serta penyesuaian”. Oleh krnitu administrasipembangunan juga merupakan pendukung perencanaan dan implementasinya.
![Page 30: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/30.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 30/35
Masalah yg serius dihadapi oleh negara-negara berkembang adl lemah kemampuan birokrasi
dalam menyelenggarakan pembangunan. Dari latar belakang ini
maka administrasi pembangunan yg berkembang di negara-negara sedang berkembang
memiliki perbedaan ruang lingkup dan karakteristik dgn negara-negara yg telah maju. Dasar
inilah Bintoro Tjokroamidjojo (1995) mengemukakan bahwa administrasi pembangunanmempunyai tiga fungsi:
Pertama penyusunan kebijaksanaan penyempurnaan administrasi negara yg meliputi: upaya
penyempurnaan organisasi pembinaan lembaga yg diperlukan kepegawaian dan pengurusan
sarana-sarana administrasilainnya. Ini disebut the development
of administration (pembangunanadministrasi) yg kemudian lbh dikenal dgn
istilah “Administrative Reform” (reformasi admnistrasi).
Kedua perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-programa pembangunan di
berbagai bidang serta pelaksanaan secara efektif. Ini disebut the administration of development (Administrasi utk pembangunan). Administrasi utk pembangunan (the
development ofadministration) dapat dibagi atas dua; yaitu; (a) Perumusan kebijaksanaan
pembangunan (b) pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan secara efektif.
Ketiga pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tak mungkin terlaksana dari hasil kegiatan
pemerintahan saja. Faktor yg lbh penting adl membangun partisipasi masyarakat.
Seperti yg diuraikan di atas bahwa administrasi pembangunan adladministrasi negara yg
cocok diterapkan di negara-negara yg sedang berkembang namun Bintoro Tjokroamidjojo
membedakan bahwaadministrasi pembangunan lbh banyak memberika perhatian terhadap
lingkungan yg berbeda-beda terutama lingkungan masyarakat yg baru berkembang.
Sedangkan administrasi pembangunan berperan aktif dan berkempentingan terhadap tujuan-
tujuan pembangunan sedangkan dalam ilmu administrasi negara bersifat netral terhadap
tujuan-tujuan pembangunan. Administrasi pembangunan berorientasi pada upaya yg
mendorong perubahan-perubahan kearah ke keadaan yg lbh baik dan berorientasi mada depan
sedangkan ilmu administrasi negara lbh menekankan pada pelaksanaan kegiatan secara
efektif/tertib efisien pada masing-masing unit pemerintahan.
Administrasi pembangunan berorientasi pada pelaksanaan tugas-tugas pembangunan yaitukemampuan merumuskan kebijakan pembangunan sedangkan ilmu administrasi negara lbh
menekankan pada tugas-tugas rutin dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Administrasipembangunan mengaitkan diri dgn substansi perumusan
kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan diberbagai bidang
Ilmuadministrasi negara lbh memperhatikan pada kerapihan/ketertiban
aparatur administrasi sendiri. Administrator pada administrasipembangunan merupakan
penggeraka perubahan (change agent) sedangkan administrator
pada administrasi pembangunan berorientasi pada lingkungan kegiatan dan pemecahan
masalah sedangkan padaadministrasi negara lbh bersifat legalitas.
![Page 31: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/31.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 31/35
Reformasi administrasi atau pembaharuan administrasi dilakukan krn ketidakmampuan
administratif utk melaksanakan fungsi-fungsi yg diembannya. Studi yg dilakukan Heady
(1995) menemukan lima ciri yg umum administrasi publik di negara-negara berkembang
yaitu:
1. pola dasar (basic pattern) administrasi publik bersifat ciplakan (imitative) daripada
asli (indigenous)
2. birokrasi di negara berkembang kekurangan (difficient) sumber daya manusia
terampil utk menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan ini bukan dalam arti
jumlah tetapi kualitas. Yang justru kurang adl administrator yg terlatif dgn kapasitas
manajemen keterampilan-keterampilan pembangunan (development skills) dan
penguasaan tesis yg kurang memadai
3. birokrat lbh berusaha mewujudkan tujuan pribadi dibanding dgn pencapaian
sasaran program. Dari sifat seperti ini lahir Nepotisme korupsi dan penyalagunaan
wewenang4. ada kesenjangan yg lebar antara apa yg hendak ditampilkan dgn
kenyataan. Fenomena ini oleh Rigss disebut formalisme yaitu gejala yg lbh berpegang
pada wujud-wujud dan ekspresi formal dibanding dgn sesungguh dan
5. Birokrasi di negara berkembang acapakali bersifat otonom arti lepas dari proses
politik dan pengawasan masyarakat.
Dari fenomena dan wajah administrasi publik ini maka reformasi atau
pembaharuan administrasi publik menjadi suatu tuntutan dan keharusan.
Berdasarkan kasus administrasi negara di Indonesia oleh Bintoro (1999) mengajukan pada:
1. reformasi kearah sistem politik yg demokratis partisipatif dan egalitarian
2. reformasi ABRI (TNI) sebagai birokrasi pemerintahan
3. reformasi sistem pemerintahan yg sentralistik kearah desentralisasi dan
4. reformasi terhadap upaya penciptaan clean goverment.
Pada buku yg lain Bintoro Tjokroamidjojo (1998) mengatakan bahwa
pembangunan administrasi publik atau reformasi birokrasi pemerintah diarahkan
pada program-program sebagai berikut:
1. deregulasi dan debirokratisasi ekonomi serta dekonsetrasi dan desentralisasi
pemerintah
2. meningkatkan efisiensi birokrasi (termasuk mengurangi pungutan-pungutan tak
resmi)
3. mutu orientasi pelayanan dan pemberdayaan birokrasi
4. sistem karier dan efektivitas birokrasi
5. kesejahteraan pegawai dan pelayanan administrasi kepegawaian.
Menurut Riggs (1996) pembaharuan administrasi merupakan suatu polayg menunjukkan
peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yg tersedia utk mencapai tujuan yg telahditetapkan. Birokrasi itu sendiri menurut pandangan Riggs merupakan sebuah organisasi yg
![Page 32: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/32.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 32/35
konkrit terdiri dari peran-peran yg bersifat hirarkis dan saling berkaitan yg bertindak secara
formal sebagai alat (agent) utk suatu kesatuan (entity) atau sistem sosial yg lbh besar. Dengan
demikian menurut pandangan ini tujuan dari birokrasi ditetapkan oleh kekuasaan di luar
kewenangan birokrasi itu sendiri. Atas dasar ini maka kebertanggungjawaban (accountability)
dari birokrasi dalam menjalankan tugas sangat esensial sifatnya. Oleh krn itu pembaharuanadministrasi akan berkaitan erat dgn peningkatan kebertanggungjawaban dalam
proses pengambilankeputusan atau dalam hal bagaimana sumber
daya instrumentaldimobilisasi utk mencapai tujuan
Riggs melihat pembaharuan administrasi dari dua sisi yaitu perubahanstruktural dan kinerja
(performance). Secara struktural Riggs menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah
satu ukuran. Pandangan ini didasarkan atas kecenderungan peran-peran yg makin
terspesialisasi (role spesealization) dan pembagian pekerjaan yg makin tajam dalam
masyarakat modern. Sedangkan mengenai kinerja Riggs menekankan sebagai ukuran bukan
hanya kinerja seseorang atau suatu unit tetapi bagaimana peran dan pengaruh kepada kinerjaorganisasi secara keseluruhan. Ia menekankan penting kerjasama dan teamwork dalam
mencapai tujuan.
Sementara Wallis dalam Ginanjar (1997) mengartikan pembaharuan admnistratif sebagai
dalam dimensi;
1. perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya
2. perbaikan diperoleh dgn upaya yg sengaja dan bukan terjadi secara kebetulan atau
tanpa usaha dan
3. perbaikan yg terjadi bersifat jangka panjang dan tak sementara utk kemudian kembali
lagi ke keadaan semula.
Sementara Esman (1995) menunjukkan bahwa memperbaiki kinerja birokrasi harus meliputi
ketanggapan (responsiveness) terhadap pengawasan politik efisiensi dalam penggunaan
sumber daya dan efektivitas dalam pemberian pelayanan. Untuk itu upaya
perbaikanadministrasi meliputi peningkatan keterampilan penguasaan teknologiinformasi dan
manajemen finansial pengaturan atau pengelompokkan kembali realignment fungsi-
fungsi sistem insentif memanusiakan manajemen (humanising management) dan mendorong
partisipasi yg seluas-luas dalam pengambilan keputusan serta cara rekruitmen yg harus lbhbersifat representatif.
![Page 33: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/33.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 33/35
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
reformasi birokrasi digerakkan jika hasil yang diharapkan adalah suatu pemerintahan
yang baik (good governance) sebagaimana yang ditegaskan ketika deklarasi pasangan SBY-
Boediono sebelum pilpres di Bandung.
birokrasi di Indonesia masih belum terpisah secara total dengan politik. Keinginan pihak-
pihak tertentu misalnya partai politik- untuk menjadikan birokrasi sebagai mesin politik, juga
ikut mempengaruhi sukarnya melakukan reformasi rekrutmen PNS (lihat, Sunantara, 2006).
Paling tidak, komitmen partai politik untuk mendorong terjadinya perubahan proses dan
substansi rekrutmen akan membantu percepaten perbaikan rekrutmen PNS.
Peraturan perundangan Indonesia telah memberikan landasan formal penyelenggaraan
pelayanan publik yang didasarkan pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pasal 3
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (selanjutnya UU KKN) menyebutkan asas-asas yang menjadi
landasan penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari: asas kepastian hukum; asas tertib
penyelenggaraan Negara; asas kepentingan umum; asas keterbukaan; asas proporsionalitas;
asas profesionalitas; dan asas akuntabilitas.
Mungkin Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan perhatian
besar pada reformasi administrasi. Walau pun jabatan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara selalu ada dalam Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Reformasi,
Pemerintahan Gotong Royong dan terakhir dalam Pemerintahan Indonesia Bersatu,
tetapi kedalaman dan keluasan reformasi aparatur negara belum menyentuh bagianbagianyang paling mendasar dalam sistem administrasi
siapapun bisa memimpin negara secara
bergiliran dengan syarat ia bisa berbuat adil. Dan keadilan baru bisa
ditegakkan apabila setiap tindakan didasarkan pada hukum. Jadi hukum
merupakan ikatan moral yang bisa membimbing manusia agar senantiasa
berbuat adil.
SARAN
![Page 34: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/34.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 34/35
Saya bersyukur kepada Allah swt atas berkat dan rahmat yang di curahkan sehingga
makalah yang berjudul.”Reformasi Administrasi pembangunan di Indonesia”
bisa saya selesaikan dan saya sangat berharap kepada pembaca mohon kritikanya dan
saran karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
![Page 35: makalah ippank](https://reader030.vdokumen.com/reader030/viewer/2022021220/577d1e3a1a28ab4e1e8e058a/html5/thumbnails/35.jpg)
7/31/2019 makalah ippank
http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 35/35
DAFTAR PUSTAKA
Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada 19 Agustus lalu,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2011
Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Pancur Siwah
Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. 2005.
Karawang dalam Angka. Karawang: BPS
Andarus Darachim, Dkk. 2003. Bunga Rampai Pembekalan Pelatihan
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional Dan Daerah.
Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI
Asshidiqie, Jimly. 2004. Etika Birokrasi Penegakan Hukum Dan “Good
Governence.” Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Dwiyanto, Agus. 1995. “Analisis Biaya Manfaat.” Yogyakarta: Pusat Penelitian
Kependudukan Universitas Gadjahmada