makalah ippank

35
 Tugas Final REFORMASI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DI INDONESIA DISUSUN IRFAN J 10561 2980 08 VII ( B) JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2012

Upload: khadir-jhi

Post on 05-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 1/35

 

Tugas Final

REFORMASI ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DI

INDONESIA

DISUSUN

IRFAN J

10561 2980 08

VII ( B)

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2012

Page 2: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 2/35

 

KATA PENGANTAR 

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atassegala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan makalah ini yang berjudul:

“Reformasi Administrasi pembangunan di Indonesia” 

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan

dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak 

untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam

pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari

 jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun

dePmikian,penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan

yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis

dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul

guna penyempurnaan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

seluruh pembaca.

Page 3: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 3/35

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN.........................................................................................

LATAR BELAKANG...................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................................

A.  Reformasi birokrasi pemerintahan.....................................................

B.  Reformasi sistem kepegawaian Negara..............................................

C.  Reformasi struktur politik...................................................................

D.  Reformasi birokrasi pelayanan publik................................................

E.  Reformasi pembinaan aparatur Negara...............................................

F.  Strategi pengembangan partisipasi masyarakat..................................

BAB III

PENUTUP.......................................................................................................

KESIMPULAN...............................................................................................

SARAN............................................................................................................

TAFDAR PUSTAKA......................................................................................

Page 4: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 4/35

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG

Bagaimana sehingga reformasi pembinaan pemerinta Banyak survei dan riset yang

telah dipublikasi mengungkapkan buruknya situasi birokrasi yang ditandai dengan

tingginya tingkat korupsi

Bagaimana sehingga bisa terjadi Reformasi pembinaan Aparatur Negara di indonesia

Page 5: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 5/35

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.Reformasi birokrasi pembinaan pemerintah

Salah satu amanat reformasi yang perlu terus-menerus dilakukan adalah reformasi

birokrasi. Siapa pun yang memimpin negara ini pascareformasi, reformasi birokrasi harus

menjadi prioritas program kerjanya.

Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada 19 Agustus lalu, Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidatonya terkait dengan programnya untuk 

melancarkan reformasi birokrasi pada seluruh kementerian dan lembaga. Termasuk institusi

pengadilan tentunya. Diharapkan, agenda reformasi ini diselesaikan pada 2011 mendatang.

Penegasan Presiden mengenai program reformasi birokrasi memang tak lepas dari buruknya

situasi birokrasi pemerintahan di Indonesia. Banyak survei dan riset yang telah dipublikasi

mengungkapkan buruknya situasi birokrasi yang ditandai dengan tingginya tingkat korupsi.

Pada titik itulah seharusnya reformasi birokrasi digerakkan jika hasil yang diharapkan adalah

suatu pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana yang ditegaskan ketika

deklarasi pasangan SBY-Boediono sebelum pilpres di Bandung.

Rintangan pokok 

Birokrasi pemerintahan mengalami periode paling buruk pada masa Orde Baru karena mekar

dan bertahannya kecenderungan inefisiensi, penyalahgunaan wewenang, serta kolusi, korupsi,

dan nepotisme (KKN) setelah menikmati limpahan rezeki dari ekspor migas dan sekaligus

menandai terbentuknya lapisan „orang kaya baru‟ (OKB). 

Lebih gawat lagi, pelayanan umum ( public service) pun menjadi sarana memupuk 

penghasilan tambahan bagi para pegawai dan pejabat birokrasi. Tak hanya itu, bahkanmenjalar ke jalan- jalan dalam bentuk „pungutan liar‟ (pungli). Nyaris semuanya berjalan

tanpa penegakan hukum.

Beberapa rantai korupsi birokrasi telah merusak iklim usaha. Banyak kalangan pengusaha

mengeluhkan hambatan birokrasi- mulai perizinan hingga aktivitas ekspor-impor- dalam

menanamkan dan mengoperasikan modal mereka. Sebagian pengusaha yang terkena

„penyakit‟ ini menyebut perilaku birokrasi seperti ini sebagai penyebab „ekonomi biaya

tinggi‟ (high cost economy).

Page 6: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 6/35

 

Setelah Orde Baru berlalu, format politik ditandai dengan berakhirnya pemerintahan yang

sentralistis serta meningkatnya peran partai-partai dan parlemen (DPR). Lebih jauh lagi,

diiringi desentralisasi pemerintahan dengan bergulirnya otonomi daerah. Dua provinsi -Aceh

dan Papua- menikmati otonomi khusus.

Tapi meningkatnya peran partai politik dan parlemen justru marak dengan korupsi.

Pengalaman dua tahun terakhir menunjukkan sejumlah anggota DPR menjadi tersangka dan

terdakwa kasus suap dan korupsi. Sebelumnya, sejumlah mantan menteri juga diseret ke meja

hijau karena relasinya untuk mendanai suatu partai.

Begitu juga dengan perkembangan otonomi daerah. Aliran dan pemupukan dana di daerah-

daerah yang meningkat telah ditandai dengan menjamurnya korupsi. Realitas ini ditunjukkan

dengan ratusan pejabat pemerintah daerah dan anggota DPRD yang disangka terlibat korupsi.

Gejala ini disebut juga „desentralisasi korupsi‟. 

Birokrasi yang korup memang sebagai perintang pokok bagi pencapaian pemerintahan yang

baik atau bersih. Ia tidak saja menyalahi prinsip transparansi dan akuntabilitas, tapi juga

membusukkan pemerintahan dan bahkan berkembang sebagai budaya yang menjerumuskan

bangsa.

Reformasi birokrasi 

Tata kelola pemerintahan pasti membutuhkan birokrasi. Tapi birokrasi yang diiringi dengan

korupsi, suap, dan pungli justru membusukkan pemerintahan itu sendiri. Ia tak hanya

menguapkan anggaran pemerintah, tetapi juga memakan sebagian dana masyarakat. Pada titik 

tertentu dapat mengganggu kemajuan aktivitas ekonomi.

Efek ke bawah dari buruknya birokrasi adalah pelayanan publik. Operasi birokrasi dapat

berubah sebagai sarana memupuk penghasilan tambahan. Berurusan dengan birokrasi diiringi

dengan pembebanan ke publik. Setiap prosedur yang diterapkan tak jarang dilanggar.Sebagian pelaksana dapat diduga melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

Memperbaiki pemerintahan berarti juga mereformasi birokrasi. Jika program reformasi

birokrasi diselesaikan pada 2011, berarti tinggal dua tahun lagi. Dua tahun bukanlah waktu

yang panjang. Sekurang-kurangnya mestilah membayangkan, sebersih apa birokrasi

pemerintahan pada 2011?

Page 7: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 7/35

 

Masalahnya, reformasi birokrasi tak bisa berjalan tanpa dukungan aparatur yang lain.

Beberapa hal yang perlu dilakukan berikut ini sudah seharusnya menjadi pertimbangan yang

lebih tegas.

Pertama, kerangka hukum, aturan, dan prosedur tata kelola adalah perangkat yang menjadi

pegangan. Perilaku buruk haruslah dikenai sanksi tanpa diskriminasi. Yang terlibat

pelanggaran hukum atau tindak pidana haruslah diproses sesuai dengan ketentuan hukum.

Yang melanggar aturan dan prosedur dikenai sanksi administrasi dan disiplin.

Kedua, pembenahan birokrasi juga menyangkut restrukturisasi agar lebih efisien, termasuk 

cara kerja, disiplin, perilaku yang lebih terbuka dan bertanggung jawab. Penataan kembali ini

mengubah watak. Jika sebelumnya sebagai perintang, beralih sebagai pelayanan untuk 

publik.

Ketiga, operasional dalam birokrasi perlu dikerangkakan dengan suatu program agar

pelaksananya mempunyai pegangan untuk mengelola berbagai aktivitas kerja dalam

mencapai tujuan pelayanan, konsistensi kerja, dan peningkatan etika profesionalisme. Dengan

program, setidaknya setiap pelaksana diingatkan tentang rencana dan tujuan yang hendak 

dicapai.

Oleh: Benny K Harman, Anggota DPR 2009-2014.

B.reformasi sistem kepegawaian Negara

Oleh: Dr. Eko Prasojo

Diantara faktor-faktor tersebut, maka faktor penting yang dapat menjadi pengungkit

(leverage) dalam perbaikan pelayanan publik adalah persoalan reformasi kepegawaian

negara.

Dapat dikatakan bahwa baik buruknya suatu birokrasi negara sangat dipengaruhi oleh

kualitas kepegawaian negaranya. Di Indonesia sektor kepegawaian negara, yang merupakansub sistem dari birokrasi secara keseluruhan, belum dijadikan sebagai fokus dari reformasi

birokrasi. Pentingnya memberikan perhatian pada reformasi kepegawaian negara ini paling

tidak didasarkan pada fakta: (1) keberhasilan pembangunan beberapa negara, seperti Korea

dan China terletak pada usaha sistematis dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki sistem

kepegawaian negara, (2) kepegawaian negara merupakan faktor dinamis birokrasi yang

memegang peranan penting dalam semua aspek pelayanan publik dan penyelenggaraan

pemerintahan.

Ketidakmampuan pemerintah untuk melakukan perubahan struktur, norma, nilai dan regulasi

Page 8: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 8/35

 

kepegawaian negara telah menyebabkan gagalnya upaya untuk memenuhi aspirasi dan

kebutuhan masyarakat. Kualitas dan kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan publik 

masih jauh dari harapan. Masih belum tercipta budaya pelayanan publik yang berorientasi

kepada kebutuhan pelanggan (service delivery culture). Sebaliknya, yang terbentuk adalah

obsesi para birokrat dan politisi untuk menjadikan birokrasi sebagai lahan pemenuhan hasrat

dan kekuasaan (power culture). Karena itulah, kekecewaan masyarakat terhadap birokrasi

terus terjadi dalam kurun waktu yang lama sejak kita merdeka.

Pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan publik telah menyebabkan

sulitnya melakukan perubahan kualitas pelayanan publik. Tidak mengherankan jika

kompetensi birokrat masih belum memadai, prosedur pelayanan masih berbelit-belit, dan

harga pelayanan publik masih tidak transparan. Konsekuensi hal tersebut adalah kewajiban

masyarakat untuk membayar mahal pelayanan secara ilegal yang seharusnya menjadi

tanggung jawab konstitusional negara dan pemerintah. Pungutan ilegal ini merupakan biaya

ketidakpastian (cost of uncertainty) yang harus dikeluarkan oleh masyarakat setiap kali

berhadapan dengan birokrasi untuk mendapatkan pelayanan publik. Anehnya, beberapa hasil

penelitian, juga jika dipertanyakan secara langsung kepada birokrat dan masyarakat,

pungutan liar dalam pelayanan publik adalah hal biasa dan normal. Pungutan liar dan

sogokan dalam pelayanan publik telah diterima sebagai budaya yang sangat sulit dihapuskan.

Hal ini tidak lepas penataan kepegawaian negara yang tidak pernah dilakukan secara

sungguh. Dapat dikatakan, reformasi kepegawaian negara merupakan agenda terpenting

dalam reformasi birokrasi secara keseluruhan.

Situasi Problematik 

Akar permasalahan buruknya kepegawaian negara di Indonesia pada prinsipnya terdiri dari

dua hal penting: (1) persoalan internal sistem kepegawaian negara itu sendiri, (2) persoalan

eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesiolisme kepegawaian negara. Dan situasi

problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis dengan

memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem kepegawaian

negara terdiri dari: (1) rekrutmen, (2) penggajian dan reward, (3) pengukuran kinerja, (4)

promosi jabatan, (5) pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan reformasi terkait

dengan subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang dicirikan oleh

kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk melakukan tugas

dan tanggungjawabnya (lack of competencies) (lihat prasojo, 2006).

Terkait dengan persoalan rekruitmen dapat disebutkan beberapa situasi problematis yangdihadapi oleh birokrasi di Indonesia. Proses rekruitmen masih belum dilakukan secara

Page 9: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 9/35

 

profesional dan masih terkait dengan hubungan-hubungan kolusi, korupsi dan nepotisme.

Rekruitmen pegawai masih dipandang seakan-akan menjadi kebutuhan proyek tahunan dan

bukan sebagai kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan

pemerintahan. Indikasi ini sangat nyata apabila dilihat bahwa job analisis sebagai persyaratan

untuk menentukan job requirement masih belum dimiliki oleh pemerintah. Ketiadaan

persyaratan jabatan telah menyebabkan rekruitmen dilakukan secara serampangan, dan tidak 

memperhatikan kualifikasi yang dibutuhkan. Itu sebabnya, meskipun dirasakan PNS di

Indonesia tidak tahu apa yang dikerjakan, tetapi rekrutmen PNS tetap terus dilakukan. Untuk 

dapat melakukan dengan baik proses perekrutan, maka spesifikasi tugas dan jabatan harus

diketahui secara baik. Ironisnya, banyak sekali PNS yang tidak mengetahui tugasnya, bahkan

nama jabatannya. Jika perekrutan dilakukan tanpa mengetahui kebutuhan analisis jabatannya,

SDM aparatur pada satuan organisasi menjadi berlebihan dan tidak sesuai dengan beban kerja

yang ada. Rekrutmen yang demikian akan semakin memperbanyak pengangguran tidak 

kentara PNS (disguised unemployment). (lihat, Mujiyono, 2006)

Pada sisi lainnya, kepastian tentang jumlah PNS yang dibutuhkan terhadap jumlah penduduk 

(rasio beban kerja) masih belum dapat dihitung secara baik untuk menentukan jumlah

pegawai yang harus direkruit setiap tahunnya. Dari sisi penyelenggaraannya, rekruitmen

pegawai masih dilakukan dengan cara-cara yang tidak menjamin kesempatan dan

terjaringnya calon-calon yang potensial. Hal ini disebabkan karena rekrutmen masih

dilakukan pemerintah, dan bukan oleh sebuah lembaga yang independen (seperti civil service

commision). Dengan situasi birokrasi yang syarat dengan KKN, maka proses rekruitmen

yang demikian tidak dapat menghasilkan calon-calon yang terbaik. Sudah menjadi rahasia

umum bahwa proses rekruitmen di Indonesia dilakukan dengan cara-cara penyuapan,

pertemanan dan afiliasi. Budaya perekruten yang demikian hanya akan menghasilkan birokrat

yang moralnya tidak terjaga dan kompetensinya yang tidak memadai.

Problem perekrutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga tidak bebas dari masalah.

Kuatnya egoisme daerah dan masih menonjolnya hubungan-hubungan persaudaraan dan

afiliasi, juga telah menyebabkan proses rekrutmen tidak menghasilkan PNS-PNS yang

memenuhi syarat kualifikasi dan akhlak yang baik. Bahkan kecenderungan untuk 

mengutamakan putra daerah dalam perekrutan PNS saat ini semakin menonjol dengan

dilakukannya perekrutan oleh PNS. Itu sebabnya beberapa waktu lalu proses perekrutan PNS

di beberapa daerah telah menimbulkan demonstrasi dan situasi chaos (Layanan Publik, 2006)

Situasi problematis lainnya dalam perekrutan PNS adalah kekuatan eksternal yangmendorong terjadinya intervensi politik dalam proses rekrutmen. Hal ini disebabkan karena

Page 10: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 10/35

 

birokrasi di Indonesia masih belum terpisah secara total dengan politik. Keinginan pihak-

pihak tertentu misalnya partai politik- untuk menjadikan birokrasi sebagai mesin politik, juga

ikut mempengaruhi sukarnya melakukan reformasi rekrutmen PNS (lihat, Sunantara, 2006).

Paling tidak, komitmen partai politik untuk mendorong terjadinya perubahan proses dan

substansi rekrutmen akan membantu percepaten perbaikan rekrutmen PNS.

Persoalan kedua yang harus menjadi acuan dalam reformasi kepegawaian adalah sistem

penggajian PNS. Tingkat kesejahteraan PNS yang rendah sangat mempengaruhi kinerja dan

perilaku PNS. Persoalannya terletak pada tidak seimbangnya antara kebutuhan yang harus

dikeluarkan oleh seorang PNS, dengan gaji yang diterima. Jika mengikuti logika kehidupan

eksisten minimum, maka gaji seorang PNS terendah sebesar Rp. 625.000, hanya dapat hidup

setengah bulan saja. Kenaikan gaji yang dilakukan secara bertahap dengan persentase 10-

15% tidak merupakan solusi bagi kecukupan PNS untuk memenuhi kebutuhannya selama

sebulan.

Meskipun UU 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian Negara pada prinsipnya menganut sistem

merit, tetapi dalam pengaturan dan praktek penggajian PNS di Indonesia masih belum

mencerminkan hal tersebut. Hal ini dapat dilihat antara lain dari berbagai persoalan yang

menyangkut sistem penggajian di Indonesia. Gaji pokok masih tidak didasarkan standar

kompetensi. Hal ini disebabkan bahwa klasifikasi jabatan masih belum didasarkan pada

standar kompetensi seseorang. Disisi lainnya, jenis tunjangan sangat banyak, tetapi belum

memperhatikan tugas, wewenang dan tanggungjawab serta prinsip-prinsip keadilan. Bahkan,

total tunjangan yang diberikan lebih besar dari gaji yang diterima PNS. Banyaknya tunjangan

dan jenis-jenis tunjangan yang beragam ini pada akhirnya menyulitkan pengukuran berapa

 besarnya take home pay seorang PNS. Jika ditambahkan dengan persoalan “pekerjaan

 proyek”, maka besarnya tunjangan yang diterima PNS semakin sulit diukur dan semakin

tidak transparan. Sumber-sumber pembiayaan gajipun sangat beragam,sehingga membuat

income seseorang dalam jabatan negara tidak transparan. Bahkan, besarnya gaji yang

diterima oleh PNS hanya berkisar 20-30% dari take home pay yang diterima oleh seorang

PNS. Ini pula yang menyebabkan pemberian suap dan gratifikasi dalam pelayanan publik dan

penyelenggaraan pemerintahan.

Hal lain yang turut mewarnai carut marutnya sistem penggajian PNS di Indonesia adalah

koneksi sistem penggajian dengan sistem penilaian kinerja. Sudah menjadi rahasia umum,

bahwa gaji PNS di Indonesia dibayarkan secara sama tanpa memperhatikan kinerja yang

dilakukan. Dengan bahasa lugas, seringkali disebut “pinter goblok, gaji sama (PGPS)”. Tidak 

berlebihan untuk mengatakan hal tersebut. Bahkan seorang PNS yang tidak memiliki tugas

Page 11: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 11/35

 

pasti, juga mendapatkan gaji, seperti halnya PNS yang melaksanakan tugasnya dengan baik.

Akhirnya, seringkali gaji yang diterima PNS tidak memberikan insentif bagi pelaksanaan

kinerja yang semakin baik. Dalam pengertian lain, sistem penggajian PNS belum berdasar

pengukuran kinerja. Hal ini pula yang mematikan kreativitas dan inovasi PNS dalam bekerja.

Ketiaadaan analisis jabatan dan klasifikasi jabatan menyebabkan penggajian masih belum

berbasis pada bobot pekerjaan.

Selanjutnya, terkait erat dengan persoalan kepegawaian negara adalah sistem penilaian

kinerja. Sangat sulit mencari ukuran untuk mengatakan bahwa PNS di Indonesia memiliki

kharakter profesionalisme dalam kinerja. Karena profesionalisme dalam kinerja memiliki

ukuran-ukuran yang bisa secara kuantitatif terukur dan dapat diperbandingkan. Selama

ukuran yang dijadikan sebagai indikator kinerja seorang PNS adalah Daftar Penilaian Prestasi

Pegawai (DP3), maka sulit rasanya mengukur kinerja PNS. Hal ini karena ukuran-ukuran

kinerja dalam DP3 sangat bersifat umum dan sangat memungkinkan memasukkan unsur-

unsur like dan dislike pimpinan kepada bawahan. Ketidakjelasan pengukuran kinerja

mempunyai dampak berupa ketidakjelasan standar promosi jabatan. Seseorang dipromosikan

dalam jabatan tidak berdasarkan kinerjanya, tetapi lebih berdasarkan kesetiaannya dan

kedekatannya dengan seorang atasan. Bahkan sampai saat ini kita tidak memiliki stock nama

pejabat dan pegawai dengan kompetensi dan kinerja yang menjadi dasar promosi jabatan.

Persoalan internal lainnya dalam sistem kepegawaian adalah lemahnya pengawasan terhadap

perilaku dan disiplin pegawai. Sebagai suatu sistem, maka sub sistem kepegawaian saling

terkait. Artinya ketidakjelasan sistem rekrutmen, penggajian, pengukuran kinerja dan promosi

 juga berdampak pada pengawasan terhadap perilaku dan disiplin pegawai. Keterkaitan ini

ibarat lingkaran setan yang sulit ditentukan ujung pangkalnya. Lemahnya penegakkan

pengawasan disebabkan oleh ketiadaan standar kinerja, rendahnya gaji, dan promosi yang

kental dengan afiliasi. Dalam prakteknya yang terjadi adalah sulitnya mengawasi

membengkaknya kekayaan dan harta pegawai, penerimaan hadiah dan gratifikasi menjadi hal

yang lumrah, dan kehadiran pegawai menjadi tidak penting lagi.

Secara eksternal, carut marutnya sistem kepegawaian di Indonesia juga diwarnai oleh

kooptasi partai politik terhadap PNS. Ketidaknetralan PNS seringkali menyebabkan

penyalahgunaan kewenangan oleh Pejabat dan PNS. Sulitnya membedakan antara tugas

sebagai PNS dan keberpihakannya pada partai politik, menyebabkan sistem kepegawaian

tidak lagi berdasarkan kepada sistem merit, tetapi kepada spoil system. Anggaran negara

tidak digunakan semestinya, melainkan atas kepentingan-kepentingan afiliasi politik. Promosi jabatan juga dilakukan atas dasar kedekatan hubungan dengan kolega dan pertemenan politik.

Page 12: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 12/35

 

Baik problem internal sistem kepegawaian, maupun problem kooptasi politik terhadap

birokrasi akan mempengaruhi kinerja birokrasi secara keseluruhan. Karena beberapa

reformasi kepegawaian harus diarahkan untuk memujudkan PNS yang profesional,

independen dan berbudaya melayani masyac. reformasi struktur politik 

SISTEM POLITIK REFORMASI

A. Faktor Penyebeb Runtuhnya Orde Baru

Lahirnya Orde Reformasi di Indonesia ditandai oleh mundurnya Soeharto sebagai Presiden

RI pada tanggal 21 Mei 1998. Penyebabnya adalah krisis moneter yang melanda Indonesia

sejak pertengahan Juli 1997. Dipasaran mata uang dunia nilai rupiah terus merosot terhadap

dollar Amerika. Sebagai gambaran, pada tahun 1996 nilai rupiah terhadap dollar adalah Rp

6000 per US$ dan pada Desember 1997 rupiah terpuruk hingga posisi Rp 6400 per US$.

Memasuki tahun 1998 kemerosotan nilai rupiah kian drastic. Pada tanggal 13 April nilai

rupiah mencapai Rp 8000 per US$. Pada tanggal 17 Mei nilai rupiah mencapai Rp 12800 per

US$ bahkan dalam perdagangan valuta asing nilai rupiah sudah mencapai Rp 16000 per US$.

Krisis moneter memicu terjadinya kemerosotan ekonomi secara meluas. Perbankan nasional

kolaps, banyak Bank Beku Operasi (BBO). Dunia usaha khususnya usaha kecil dan

menengah (UKM) tidak berkutik dan banyak yang gulung tikar. Pemutusan hubunhan kerja

(PHK) tampak terjadi di banyak tempat. Harga Sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako)

yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari- hari melambung tinggi bahkan sampai tejadi

kelangkaan.

Sebenarnya, pada saat yang bersamaan krisis moneter terjadi pula di beberapa Negara. Krisis

ini merupakan imbas dari ekonomi global yang diduga disebabkan oleh perilaku spekulan.

Krisis moneter terjadi di Korea Selatan, Filipina, Thailand, Malaysia, dan Indonesia. Jika

dibandingkan dengan Negara- Negara Asia tersebut, Indonesia sangat merasakan dampak 

paling buruk. Hal itu disebabkan fondasi perekonomian Indonesia rapuh. Praktik KKN

(Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi

Indonesia. Crony Capitalism, demikian istilah untuk menyebut pembangunan ekonomi

Indonesia selama perjalanan Orde Baru. Crony Capitalism membuat struktur ekonomi sangat

rapuh terhadap gejolak  – gejolak ekonomi.

Krisis moneter dan ekonomi merebak semakin meluas dan menjadi krisis multidimensional.

Di tengah situasi semakin melemahnya nilai rupiah, aksi masa, aksi buruh, dan aksi

mahasiswa terjadi di mana-mana. Mereka menuntut agar pemerintah segera mengadakan

pemulihan ekonomi, sehingga harga – harga sembako turun, tak ada lagi PHK. Dalam aksimassa khususnya, warga Negara keturunsn Tionghoa tidak luput dari amukan mereka. Toko  –  

Page 13: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 13/35

 

took dan tempat usahanya dibakar. Tidak sedikit wanita keturunan Tionghoa menjadi korban

tindak aasusila dalam aksi itu. Sebagai reaksi atas ketidakamanan hak mereka hidup di

Indonesia, banyak warga keturunan Tionghoa meninggalkan Indonesia.

Krisis moneter menyebabkan kerawana kondisi sosial dan kerentanan terhadap ancaman

kerusuhan dan aksi kekerasan. Situasi ini berkorelasi positif terhadap kondisi. Faktanya, aksi-

aksi yang dilakukan massa secara sporadis dan bersifat lokal kemudian berubah menjadi

gerakan moral, aksi bergeser memasuki ranah politik, yaitu menurut Soeharto mundur dari

tahta kepresidenan.

B. Kronologi Jatuhnya Kekuasaan Soeharto

Menjelang Sidang Umum MPR, marak tuntutan agar Soeharto tidak lagi dicalonkan atau

mencalonkan diri sebagai presiden. Namun, kenyataan menunjukan suara-suara kritis yang .

menuntut perubahan tersebut tidak mendapat jawaban seperti yang diharapkan. Golkar

sebagai pemenang pemilu tahun 1997 mencalonkan kembali soeharto sebagai presiden

periode 1998-2003.

Terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden melalui SU (Sidang Umum) MPR yang

berlangsung 1-11 Maret 1998,ternyata tidak menimbulkan dampak positif berarti bagi upaya

pemulihan kondidi ekonomi Indonesia, justru memperparah gejolak krisis. Gelombang aksi

mahasiswa silih berganti menyuarakan tuntutan gerakan reformasi. Tuntutan itu adalah.

1. Bubarkan Orde BAru dan Golkar

2. Hapuskan Dwifungsi ABRI

3. Hapuskan KKN

4. Tegakkan supremasi Hukum, HAM, dan demokrasi

Tuntutan Gerakan reformasi oleh mahasiswa mencapai puncaknya, aksi mereka

menimbulkan bentrok dengan pihak aparat keamanan hingga terjadi peristiwa tragis, yaitu

Tragedi Trisakti . Peristiwa penembakan terhadap massa mahasiswa di Univeristas Trisakti

pada tanggal 12 mei 1998 mengakibatkan tewasnya 4 orang mahasiswa Trisakti dan puluhan

korban luka parah. Keempat mahasiswa yang terbunuh adalah Elang Mulya Lesmana, Hery

Hartanto, Hendriawan Sie dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa inin patut menjadi tokoh

dan pantas dicatat sebagai bagian sejarah reformasi seperti halnya Arief Rahman Hakim yang

 juga tewas pada peristiwa aksi tahun 1966.

Pada tanggal 13-14 Mei 1998 terjadinya kerusuhan selama dua hari berturut-turut, sebagai

buntut dari peristiwa berdarah Universitas Trisakti. Kerusuhan yang menelan ratusan korban

 jiwa dan harta benda terjadi dengan sasaran amuk massa berupa pembakaran dan penjarahanpertokoan milik warga Tionghoa keturunan beserta gedung-gedung pusat pembelanjaan

Page 14: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 14/35

 

lainnya. Amuk massa ini menyebabkan kerugian triliunan rupiah, hilangnya nyawa dan lika

traumatik bagi warga keturunan Tionghoa.

Pasca peristiwa Trisakti dan Krusuhan massa memicu gerakan mahasiswa yang berpusat di

Jakarta untuk mulai mnelancarkan aksi yang lebih besar. Mereka mengarahkan perhatian

utama kepada wakil-wakil rakyat di DPR/ MPR RI. Mahasiswa pun berdatangan ke gadung

DPR/ MPR RI dengan tuntutan utama yaitu segera dilakukan Sidang Istimewa MPR (SI

MPR) dan pencabutan mandate MPR kepada Presiden Soeharto. Sejak 18 Mei kelompok-

kelompok mahasiswa dari berbagai Universitas berdatangan untuk menduduki gedung DPR/ 

MPR RI . Kuatnya tuntutan mahasiswa, pada tanggal 20 Mei 1998 pimpinan DPR

berdasarkan hasil konsultasi memutuskan akan segera menggelar SI MPR jika presiden tidak 

mengundurkan diri.

Tanggal 21 Mei 1998,jam 09.05 pagi, di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto

menyatakan berhenti, setelah 32 tahun, 7 bulan dan 3 minggu masa kekuasaannya sebagai

presiden RI. Segera setelah presiden mengundurkan diri Mahkamah Agung (MA) mengambil

sumpah Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden yang sebelumnya menjabat wakil

 presiden. Pengalihan kekuasaan itu dilakukan sesuai dengan pasal 8 UUD 1945:”Jika

presiden mangkat, berhenti atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa

 jabatannya, ia digantikan oleh wakil presiden sampai habis waktunya”.rakatnya.

D. Reformasi Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Salah satu fungsi utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi

kewajiban aparatur pemerintah adalah penyelenggaraan pelayanan publik. Di dalam hukum

administrasi negara Indonesia, berdasarkan pengertian umum yang dimuat di dalam

Lampiran 3 Keputusan Menpan No. 63/Kep/M.PAN/7/2003, paragraf I, butir C, istilah

“pelayanan publik” diartikan sebagai: “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh

instansi pemerintah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan orang, masyarakat, instansi

pemerintah dan badan hukum maupun sebagai

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 

Peraturan perundangan Indonesia telah memberikan landasan formal penyelenggaraan

pelayanan publik yang didasarkan pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pasal 3

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (selanjutnya UU KKN) menyebutkan asas-asas yang menjadi

landasan penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari: asas kepastian hukum; asas tertib

Page 15: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 15/35

 

penyelenggaraan Negara; asas kepentingan umum; asas keterbukaan; asas proporsionalitas;

asas profesionalitas; dan asas akuntabilitas.

Kinerja pelayan publik sebagai aparatur pemerintah sampai saat ini tampaknya belum

maksimal. Setidaknya ada tiga masalah utama yang dihadapi oleh aparatur pemerintah kita,

dan melatarbelakangi penelitian bertema “Membangun Sistem Pemerintahan yang Layak dan

Melakukan Reformasi Hukum Administrasi: Reformasi Hukum Administrasi Negara dalam

Rangka Pelayanan Umum” yang dilakukan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN) bekerja

sama dengan Agustinus Pohan, SH., MS; Bayu Seto, SH., LL.M.; dan Budi Prastowo, SH.,

MHum, yang tergabung dalam Sidharta, Pohan, & Prastowo Legal Research Institute, yaitu

adalah:

a. Rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur

pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Kondisi ini

karena di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang

standar minimum kualitas pelayanan, namun kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan

publik tersebut masih belum termanifestasikan dalam pelaksanaan tugas aparatur

pemerintahan.

b. Birokrasi yang panjang (red-tape bureaucracy) dan adanya tumpang tindih tugas dan

kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan

melalui proses yang berbelit-belit, sehingga besar kemungkinan timbul ekonomi biaya tinggi,

terjadinya penyalahgunaan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme, perlakuan

diskriminatif, dsb.

c. Rendahnya pengawasan external dari masyarakat (social control) terhadap

penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidak jelasan standar dan prosedur

pelayanan, serta prosedur peyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu

tidak cukup dirasakan adanya tekanan sosial (social pressure) yang memaksa penyelenggara

pelayanan publik harus memperbaiki kinerja mereka. Penelitian yang pernah dilakukan KHN

sebelumnya menunjukkan bahwa peraturan perUUan yang tampaknya dipersiapkan sebagai

„umbrella regulation‟ di bidang pelayanan publik yang berlaku secara nasional, juga sangat

sedikit menghadirkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas menetapkan sistem dan standar

pelayanan atas keluhan publik (public complaints, public grievance standards and

procedure).

Tim Peneliti mengambil sampel di wilayah Surabaya, Semarang, Bandung, dan Jakarta.

Instansi yang dijadikan sampel penelitian adalah Badan Pertanahan Nasional; Kantor CatatanSipil atau Dinas Kependudukan, dan Kepolisian untuk Kelompok Pelayanan Administratif;

Page 16: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 16/35

 

Perusahaan Penyelenggara Telekomunikasi, Perusahaan Listrik Negara untuk Kelompok 

Pelayanan Barang; dan Pusat-pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat, dan Kantor Pos untuk 

Kelompok Pelayanan Jasa.

Hukum positif yang melandasi pelaksanaan kinerja pemerintah dipahami sebagai pedoman

bagi aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan publik sebetulnya telah ada dengan

diundangkannya Instruksi Presiden No.7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintahan yang menginstruksikan instansi Pemerintahan untuk menyampaikan laporan

akuntabilitas kinerja instansi kepada Presiden dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995

tentang Perbaikan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintahan Kepada Masyarakat. Dalam

pelaksanaan tugas sehari-hari kemudian diundangkanlah Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik, Keputusan No: Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum

Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, dan

Keputusan No: Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan

Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Secara yuridik, hukum positif 

Indonesia dapat dianggap telah cukup meletakkan dasar hukum formal untuk memperbaiki

kinerja lembaga terutama lembaga atau instansi penyelenggara pelayanan publik.

Hanya saja, berdasarkan kajian normatif terhadap peraturan-peraturan perundang-undangan

yang berlaku atas pelbagai dinas/institusi pelayanan umum (dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah), Tim Peneliti berkesimpulan bahwa hukum positif Indonesia belum memiliki sebuah

sistem yang utuh dan yang dapat digunakan sebagai pedoman umum bagi setiap institusi

penyedia pelayanan umum (dan juga BUMN dan fungsi-fungsi pemerintahan lainnya)

tentang pengelolaan dan penyampaian keluhan publik. Pendek kata, sistem pengelolaan dan

penyampaian keluhan publik adalah peraturan organik yang membuka kemungkinan bagi

masyarakat untuk melaksanakan hak-haknya memperoleh perilaku administrasi yang baik 

sesuai dengan Standar Minimum Kualitas Pelayanan Publik yang seharusnya ditetapkan

terlebih dahulu. Sistem semacam itu idealnya harus mencakup aspek institusional, mencakup

aspek prosedural, bersifat integratif, dan bersifat komprehensif.

Sementara, data yang diperoleh Tim dari instansi-instansi penyelenggara pelayanan publik 

atau dari pihak-pihak yang secara langsung menjalankan fungsi pelayanan publik itu,

diperoleh gambaran yang agak berbeda dan beragam, yaitu:

1. Beberapa instansi di beberapa wilayah penelitian menyadari sepenuhnya mengenai

berlakunya Pedoman di dalam Kepmenpan No 63/2003 sebagai acuan utama, dan

Page 17: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 17/35

 

berdasarkan itu menerbitkan peraturan-peraturan lokal (pemerintah daerah) atau intern

(Keputusan Direksi) untuk menata sistem pelayanan publiknya sejalan dengan pedoman

Menpan tersebut; Beberapa di antara instansi-instansi yang masuk dalam kategori ini bahkan

memberikan respond yang cukup cepat untuk menyesuaikan mekanisme dan kualitas

pelayanannya terhadap pedoman-pedoman Menpan itu.

2. Beberapa instansi lain menyadari adanya Pedoman Menpan tersebut, tetapi tidak 

melakukan penyesuaian terhadap sistem pelayanan publiknya karena mereka bekerja atas

dasar peraturan-peraturan sektoral dan/atau internal mereka sendiri; Beberapa di antaranya

memang telah memiliki standar kualitas pelayanan yang memenuhi standar yang ditetapkan

di dalam Pedoman Menpan, namun sebagai instansi pelayanan publik yang

menyelenggarakan pelayanan juga sebagai institusi bisnis, maka instansi-instansi ini mengacu

pada standar lain yang dikenal secara internasional, seperti ISO, dsb.

3. Beberapa instansi mengklaim bahwa Pedoman Menpan itu dalam beberapa aspek menjadi

tidak feasible untuk dilaksanakan di lingkungan kerja mereka, karena sifat pelayanan yang

khas, dan membutuhkan unsur due dilligence tertentu.

4. Beberapa instansi tidak mengetahui adanya Pedoman Menpan atas sistem pelayanan publik 

yang mereka selenggarakan, walaupun tetap mengklaim bahwa regulasi internal mereka telah

mencakup elemen-elemen dari suatu sistem penyelenggaraan pelayanan publik (ketentuan

tentang persyaratan, biaya, tata-cara dan alur, jangka waktu pelayanan).

Berdasarkan hal-hal dimaksud di muka, maka Tim Peneliti menyimpulkan sementara

mengenai penelitian ini bahwa:

1. Hukum positif Indonesia pada dasarnya sudah meletakkan kewajiban-kewajiban utama

pada setiap fungsi pelayanan publik di Indonesia untuk bekerja atas dasar prinsip-prinsip

pemerintahan yang baik (Pasal 3 UU No. 28/1999). Prinsip-prinsip good governance tersebut

berlaku pula terhadap penerimaan, pemrosesan, dan penyelesaian masalah-masalah yang

terbit dari keluhan-keluhan masyarakat.

2. Unsur terpenting dari sebuah sistem pelayanan publik yang belum diatur secara lebih jelas

dan tegas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia dewasa ini adalah Kode Perilaku

Petugas Pelaksana Pelayanan Publik (Code of Conduct for Public Servants). Hal ini menjadi

Page 18: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 18/35

 

salah satu faktor penentu keberhasilan sistem pelayanan publik, terutama bila disadari bahwa

sebagian besar dari permasalahan dan keluhan mengenai pelayanan publik di Indonesia dapat

dikembalikan pada unsur manusia pengemban fungsi pelayanan publiknya (ekses-ekses

KKN, conflict of interest, dsb). Kehadiran sebuah Code of Conduct yang selengkapnya

mungkin akan lebih mengkokohkan struktur dasar dari Sistem Pelayanan Publik Indonesia.

3. Perlu diatur tentang standar pengelolaan keluhan publik, yang berlaku umum sehingga

menjadi payung (umbrella act) bagi setiap instansi dan atau pejabat penyelenggara pelayanan

publik, yang menjadi pedoman umum untuk mengelola keluhan masyarakat. Makna dari

standar minimum pengelolaan keluhan publik ini adalah hal terendah yang masih dianggap

baik dalam mengelola keluhan publik. Sepanjang masing-masing instansi telah memenuhi

standar minimal tersebut, selanjutnya mereka diperkenankan untuk mengembangkan pola

pengelolaan keluhannya, yang lebih baik daripada standar minimum tersebut dan sesuai

dengan bidang kerja masing-masing.

E. Reformasi pembinaan Aparatur Negara

Profesor Gerald Caiden, salah seorang pelopor studi Reformasi Administrasi

dalam buku “ Administrative Reform Comes of Age” terbitan tahun 1991, 

mengungkapkan ironi yang terjadi di banyak negara, negara maju mau pun negara

 berkembang, bahwa “... reformasi sistem administrasi tidak pernah mencapai inti

 permasalahan tetapi hanya formalitas semata. Reformasi tersebut tidak cukup luas

dan mendalam. Bahkan cukup banyak negara yang tidak memberikan perhatian yang

cukup memadai pada reformasi administrasi...” Barulah setelah terlambat dan kondisi 

negara sudah amat buruk pemerintah menyadari perlunya reformasi administrasi.

Karena itu Prof Caiden mengingatkan “ By the time it was realized that defective

administrative system were a serious obstacle to progress, that what was wrong with

them was fundamental, and hihger priority should be to putting them right, the

 prevailing gales were fast blowing into huricanes.” 

Mungkin Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan perhatian

besar pada reformasi administrasi. Walau pun jabatan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara selalu ada dalam Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Reformasi,

Pemerintahan Gotong Royong dan terakhir dalam Pemerintahan Indonesia Bersatu,

tetapi kedalaman dan keluasan reformasi aparatur negara belum menyentuh bagianbagian

Page 19: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 19/35

 

yang paling mendasar dalam sistem administrasi.

Reformasi aparatur negara yang diperlukan untuk menciptakan sistem

administrasi yang berkemampuan untuk melaksanakan pemerintahan demokratis dan

globalisasi perdagangan tidak bisa tidak harus bersifat komprehensif dan mencakup,

antara lain, penetapan peraturan dasar tentang sistem pemerintahan negara yang sesuai

dengan kemajuan bangsa Indonesia, peningkatan kemampuan birokrasi pemerintah

khususnya peningkatan birokrasi pemerintahan khususnya sistem kepegawaian,

desentralisasi pemerintahan dan upaya pembera-ntasan korupsi. Dalam waktu yang

singkat ini tidak mungkin seaya menyentuh semua dimensi reformasi aparatur negara

tersebut. Presentasi saya ini akan lebih menfokuskan diri pada reformasi birokrasi, dan

secara lebih khusus reformasi sistem kepegawaian.

Peraturan dasar tentang pemerintahan negara

Kemerosotan kinerja pemerintahan sebenarnya mulai terasa pada Pemerintahan

Rekonsiliasi Nasional di bawah pimpinan Presiden Abdurahman Wachid3. Gaya

1 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional MIPI, Medan, 3-4 Mei 2006.

2 Rektor Universitas Gadjah Mada.

3 Dibahas dalam “Entrophic Government”, Media Indonesia, 6 Juni 2001.

2

kepemimpinan Gus Dur yang kurang sabaran karena kebiasaan mengadakan

perubahan-perubahan secara erratic dan tidak terencana, seperti mengadakan 5 jabatan

Sekretaris yang setingkat pada Sekretariat Negara, resuffle Kabinet yang dilakukan

beberapa kali, dan intervensi Presiden dalam penunjukan jabatan teras pada birokrasi

pusat dan daerah daerah, adalah faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi

entrofi tersebut. Pada pemerintahan Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari para

menteri dari kalangan profesional yang memepunyai reputasi tinggi dibawah pimpinan

Presiden Megawati, entrofi pemerintahan mulai menghilang karena kepercayaan rakyat

mulai menguat kembali.

Sayangnya, pada pemerintahan KIB kinerja pemerintah muncul kembali

karena didorong oleh dua faktor penyebab: Pertama, rendahnya kepercayaan

masyarakat pada kemampuan para pembantu Presiden. Kedua, yang justru merupakan

faktor penyebab utama, adalah karena UUD hasil amandemen nampaknya kurang

memberikan landasan konstitusional untuk sistem pemerintahan yang memilikikapasitas tinggi, yaitu suatu pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa

Page 20: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 20/35

 

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial.

Sudah cukup banyak penilaian terhadap kinerja KIB yang dilakukan oleh

berbagai media cetak dan elektronik, serta para pengamat pada berbagai fora, dan saya

rasa penilaian tersebut sudah cukup untuk memberi gambara tentang pandangan

masyarakat tentang kondisi pemerintahan pada saat ini.

Faktor kedua yang sebenarnya merupakan akar permasalahan atas rendahnya

kinerja pemerintah adalah amandemen UUD hasil amandemen sebanyak 4 kali selama

kurun waktu 1999 sampai 2004, yang menciptakan pemerintahan parlementer semu.

UUD hasil amandemen telah merubah secara mendasar sistem pemerintahan negara

menjadi sistem presidensial, padahal oleh para founding fathers sistem tersebut

dipandang kurang “adekuat” sebagai sistem pemerintahan Negara Bangsa4 yang  

berlandaskan faham Kekeluargaan5 untuk menciptakan keadilan sosial6.

Kalau kita ikuti pembahasan pada sidang-sidang BPUPK pada pertengahan Juli

sampai 15 Agustus, 1945 waktu menyusun sistem pemerintahan untuk negara

Republik Indonesia, dan pembahasan pada sidang-sidang PPKI pada 18 – 20 Agustus

1945, sebagaimana terekam dalam notulen otentik yang hampir selama 56 tahun

“hilang”, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan untuk Negara Bangsa7

Republik Indonesia adalah yang oleh Dr. Soekiman, anggota BPUPK yang mewakili

4 Lihat R.M. Ananda Koesoema, Sejarah Lahirnya UUD 1945. Monograf, Pusat Studi

Hukum

Ketatanegaraan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. 2004.

5 Pembahasan lebih lengkap tentang konsep Negara Kekeluargaan dapat dibca pada Sofian

Effendi,

“Sistem pemerintahan Negara Kekeluargaan”. Pidato Dies Natalis XVIII Universitas Wangsa

 Manggala, Yogyakarta, 9 Oktober 2004.

6 Pembahasan komprehensif tentang keadilan sosial dapat dibaca dalam buku karangan Bur

Rasuanto

“Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas, Dua Teori Filsafat Moderen. 

Jakarta. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2005.

7 Uraian menarik tentang sejarah Negara Bangsa dapat dibaca dalam monograf Tim Nasional

Reformasi

Page 21: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 21/35

 

Menuju Masyarkat Madani “Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Madani”. Jakarta,

1998.

3

Yogyakarta, disebut “sistem sendiri”. Dalam literatur ilmu politik sistem 

pemerintahan tersebut ditahbiskan pertama kali oleh ilmuwan politik Prancis, Maurice

Duverger, sebagai sistem pemerintahan semi-presidensial8. Sistem pemerintahan

tersebut dipilih karena dipandang akan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sistem

parlementer yang dipandang tidak mengenal pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan

legislatif, karena yang memegang portofolio penting dalam eksekutif adalah anggota

legislatif, sehingga tidak menjamin tumbuhnya check-and-balance yang merupakan

persyarakat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Para penyusun

konstitusi tidak memilih sistem presidensial karena memperkirakan pada sistem

tersebut terbuka lebar peluang terjadinya “ political gridlocks” apabila presiden terpilih 

berasal dari partai minoritas sedangkan berkuasa di lembaga legislatif adalah partai

mayoritas. Hubungan yang kurang serasi antara eksekutif dan legislatif pada tahun

pertama pemerintahan KIB memang merupakan salah satu contoh fenomena

kemacetan politik yang dikhawatirkan oleh para pendahulu kita. Political gridlock 

itulah yang kita alami sejak KIB terbentuk karena dalam sistem parlementer semu

Presiden bukan saja menghadapi kendala dari DPR, tetapi juga karena para menteri

dalam kabinetnya lebih loyal kepada politik partai masing-masing.

Selain selalu harus mengahdapi ancaman instabilitas politik, Pemerintah KIB

yang terdiri atas Presiden yang berasal dari partai minoritas dan Wakil Presiden yang

seorang Ketua Umum salah satu Partai mayoritas, masih harus menghadapi “tekanan” 

masyarakat internasional yang sedang mengalami pergeseran pandangan tentang misi

dan sistem pemerintah dalam pembangunan negara-negara berkembang.

Dirangsang oleh pemikiran-pemikiran Osborne dan Gaebler melalui buku

mereka “Reinventing Government” (1992) dan Osborne dan Plastrik melalui buku

berjudul provokatif “Banishing Bureaucracy: the Five Stages of Reinventing  

Government” (1998), berkembanglah pemikiran yang cukup berpengaruh di

lingkungan lembaga-lembaga keuangan internasional bahwa pemerintah yang baik 

adalah pemerintah yang ramping. Lembaga-lembaga multilateral mau pun bilateral

dengan cepat menerima pandangan tersebut dan menerapkannya dalam program

bantuan mereka dan menjadikannya bagian dari paket program pengembangan good 

governance, yang secara sempit diartikan sama dengan small government atau clean

Page 22: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 22/35

 

government . Program-program reformasi ekonomi yang dilaksanakan oleh lembagalembaga

internasional di Indonesia – khususnya privatisasi dan debirokratisasi – juga

tidak terlepas dari pemikiran dasar ini, padahal dalam kenyataannya peranan

Pemerintah Indonesia, anggaran pemerintah cukup kecil, tidak mencapai 20 persen dari

Produk Domestik Bruto (PDB), berarti berada jauh di bawah negara-negara OECD

yang sekarang masih cukup tinggi yaitu rata-rata 47.7 persen. Demikian juga bila

diukur dari rasio penduduk per pegawai, Indonesia ternyata berada di bawah rasio di

negara-negara maju. Dalam keadaan organisasi pemerintah terlalu kecil untuk mampu

melaksanakan tugas-tugas pokoknya, Pemerintah Indonesia mendapat desakan kuat

dari luar untuk melakukan debirokratisasi dan deregulasi.

8 Maurice Duverger, “A New Political System Model: Semi- presidential Government”,

 EJPR, 8/1,

Juni 1982.

4

Dari perbandingan tersebit kita dapat simpulkan bahwa arah kebijakan

reformasi kelembagaan atau reformasi aparatur negara di negara-negara maju yang

tujuannya adalah memperkecil peranan negara dalam pembanguan ekonomi memang

tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia. Kalau arah kebijakan seperti itu tetap

dipaksakan oleh kekuatan luar terhadap Indonesia, maka dapat dipastikan entrofi

pemerintahan akan semakin berlanjut dan Indonesia akan betul-betul menjadi negara

yang gagal yang tidak mampu lagi melakukan tugas-tugas untuk mencapai cita-cita

bangsa..

Reformasi Birokrasi

Reformasi politik yang berlangsung dengan cepat sejak 1998 ternyata tidak 

diikuti oleh perubahan yang besar pada penyelenggaraan pemerintahan. Akibatnya

sistem pemerintahan termasuk pranata-pranata yang diperlukan untuk mendukung

sistem politik demokratis dan sistem ekonomi pasar yang lebih terbuka belum

sepenuhnya tersedia. Salah satu pranata tersebut adalah sistem kepegawaian

meritokratik.

Landasan hukum untuk sistem kepegawaian meritokratik yang bertujuan untuk 

menjamin agar birokrasi pemerintah bersih dari intervensi politik sebenarnya sudah ada

yaitu UU No. 43 tahun 1999. Untuk menjamin agar birokrasi pemerintah bersih dari

 praktek “spoilled ” dan pengelolaan aparatur negara betul-betul terlaksana secarameritokratik, UU tersebut memperkenalkan konsep kelembagaan independen sebagai

Page 23: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 23/35

 

pembantu Presiden untuk merumuskan kebijakan-kebijakan kepegawaian negeri yang

harus dilaksanakan oleh berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah.

Pasal 13 Ayat (3) UU No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan terhadap UU No.

8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian Negara menetapkan adanya komisi

independen tersebut yaitu Komisi kepegawai Negara yang terdiri atas 5 anggota yang

mewakili stakeholder penting yang belum dibentuk oleh Pemerintah. Bentuk lembaga

independen seperti ini makin banyak digunakan di berbagai negara karena dipandang

sebagai bentuk kelembagaan yang lebih cocok untuk mewadahi proses perumusan

kebijakan yang lebih demokratis. Di banyak negara maju, independent civil service

commission, yang terdiri 3 sampai 21 anggota telah digunakan karena dipandang lebih

mampu menjamin proses perumusan kebijakan kepegawaian meritokratik.

Sebagai salah seorang penyusun yang terlibat langsung dalam penyusunan UU

No. 43 tahun 1999, saya dapat bercerita sedikit tentang kerangka pemikiran yang

mendasari pengusulan Komisi Kepegawaian tersebut. Sekitar tahun 1998-99 para

perumus memperkirakan setelah Pemilu 1999 akan terjadi perubahan yang cukup

mendasar dalam sistem pemerintahan dan kepegawaian Indonesia. Jumlah partai yang

ikut dalam Pemilu meningkat secara drastic dan mencapai lebih dari 100 partai, sistem

pemerintahan akan mengalami perubahan yang sangat fundamental, dari sistem

dominasi satu partai yang relatif stabil menjadi sistem multi-partai yang relatif kurangstabil.

Seiiring dengan perubahan sistem pemerintahan, pelaksanaan UU No. 22

5

Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang sangat mendasar pada hubungan

pusat dan daerah.

Kedua perubahan mendasar ini memerlukan sistem kepegawaian yang lebih

terstandardisasi, lebih berorientasi stratejik serta lebih desentralistis dalam

implementasinya. Agar dapat melaksanakan fungsi dan tugas yang baru ini sebagian

besar beban operasional kepegawaian harus didelegasikan kepada instansi operasional,

baik departemen, lembaga non departemen mau pun pemeriantah daerah. Otoritas

kepegawaian nasional seharusnya lebih memusatkan pada perumusan standar dan

norma kepegawaian nasional, mengawasi pelaksanaan dari norma dan standar nasional

kepegawaian, termasuk menyusun kebijakan penggajian, kesejahteraan dan evaluasi

kinerja PNS. Singkatnya, otoritas kepegawaian akan lebih bersifat regulating daripada

implementing.Otoritas kepegawaian untuk melaksanakan fungsi dan tugas regulasi tersebut

Page 24: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 24/35

 

tidak akan berjalan baik dalam wadah lembaga pemerintah non departemen (LPND)

yang konvensional, yang dipimpin oleh seorang kepala seperti yang kita kenal. Pada

suatu sistem pemerintahan yang demokratis, otoritas kepegawaian sebaiknya

dilaksanakan oleh LPND yang dipimpin oleh Komisi (Commission). Dalam text-book 

administrasi, struktur seperti itu disebut multi-headed board .

Sebenarnya di dalam sistem pemerintahan Indonesia bentuk semacam itu sudah mulai

dikenal, misalnya, KPKPN (Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara), Komisi

HAM, dan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sekarang sudah saatnya bentuk 

kelembagaan yang lebih akomodatif dan regulatif ini dikenalkan pada tatanan birokrasi

pemerintah, untuk mengelola fungsi-fungsi regulasi dalam pemerintahan. Demikianlah

lebih kurang kerangka fikir para perumus pada waktu mengusulkan Komisi

Kepegawaian. Di negara lain komisi kepegawaian mulai mulai lebih disukai daripada

badan kepegawaian. Hampir semua negara Asia sekarang ini menggunakan bentuk 

komisi atau Civil Service Commission untuk menjalankan fungsi kepegawaian.

Indonesia termasuk negara yang lamban mengadakan structural adjustment dalam

bidang kepegawaian.

Kalau Pemerintah Indonesia dapat menerima usulan dari para peserta

Diklatpim-LAN tentang kelembagaan untuk menjalankan fungsi reformasi administrasi

dan kepegawaian, ada dua pertanyaan terkait yang perlu dicari jawabannya. Yang

pertama, perlukan Komisi independen tersebut dipimpin langsung oleh Presiden? Yang

kedua, apakah kementerian merupakan format organisasi yang tepat untuk 

menjalankan fungsi koordinatif reformasi administrasi dan kepegawaian?

Menurut penulis, Komisi Kepegawaian atau Civil Service Commission yang

terdiri dari 5-7 anggota harus diberikan kemandirian yang memadai dalam menjalankan

tugas dan fungsinya. Karena itu komisi tidak perlu dipimpin langsung oleh Presiden,

apalagi kalau Presiden masih merangkap jabatan ketua partai. Selama otoritas

pengangkatan pejabat teras pemerintahan tetap dipegang oleh presiden, tak perlu

khawatir dengan bentuk komisi independen.

6

Dengan adanya Komisi Kepegawaian, peranan Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara harus diredifinisi dan lebih diarahkan pada koordinasi perumusan dan

evaluasi pelaksanaan kebijakan good governance. Saat ini kebijakan good governance

yang dijalankan oleh Pemerintah mencakup beberapa bidang pokok antara penataansistem pemerintahan, desentralisasi pemerintahan atau otonomi daerah, penataan

Page 25: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 25/35

 

sistem keuangan negara, serta penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Pemberantasan KKN

Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme adalah bagian terpenting

reformasi tata pemrintahan yang telah dilakukan oleh Pemerintah. Mulai terbukanya

berbagai skandal korupsi yang menyangkut bank-bank pemerintah, komisi-komisi

independen, lembaga eksekutif, lembaga legislatif, komisi independen dan lembaga

 judikatif mungkin dapat menjadi penunjuk betapa serius pemerintah berusaha

memberantas korupsi yang telah sangat mencemarkan nama bangsa ini dilingkungan

masyarakat internasional.

Namun, walaupun kerangka dan strategi pemberantasan korupsi yang cukup

komprensif telah tersusun, mulai dari reformasi hukum, pembentukan jaringan

pengawasan masyarakat (community corruption watch), dan pembentukan Komisi

Pemberantasan Korupsi dan berbagai lembaga penyelidikan tindak korupsi, harus

difahami bahwa kemajuan yang cukup berarti dalam upaya pemberantasan tindak 

korupsi perlu waktu. Karena itu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia haruslah

lebih diarahkan pada penataan sistem hukum, sistem ekonomi, sistem pemerintahan

dan sistem administrasi yang tidak memungkinkan terjadinya praktek korupsi.

Gerakan pemberantan KKN yang dilaksanakan oleh Pemerintah pada tahun

pertama ini memang mampu untuk menimbulkan kembali harapan masyarakat yang

sebelumnya hampir padam. Namun sayangnya gebrakan-gebrakan pemberantasan

korupsi yang dilakukan pemerintah baru mampu mengungkapkan kasus-kasus yang

relatif kecil dan bahkan dapat dipandang sebagai kasus “membakar rumah untuk  

menangkap tikus”, seperti yang terjadi pada kasus KPU, penangkapan para anggota 

DPRD Propinsi Sumatera Barat, Gubernur suatu propinsi di Sumatra, beberapa unsur

pimpinan bank BUMN, dan kasus DAU. Memang semua pelaku penyimpangan

tersebut perlu ditindak, tetapi seharusnya pemerintah seharusnya lebih

mempriritaskan penindakan terhadap para koruptor kelas kakap yang telah merugikan

negara puluhan dan ratusan trilyun, yang hingga saat ini masih bebas berkeliaran.

Yang lebih penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan

penataan sistem yang betul-betul mampu menghambat praktek korupsi.

Langkah maju reformasi birokrasi

Reformasi aparatur negara adalah prasyarat mutlak yang diperlukan untuk 

menjamin berlangsungnya pengelolaan pemerintahan yang demokratis serta sistem7

Page 26: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 26/35

 

ekonomi yang dapat menciptakan keadilan sosial bagi semua. Sayangnya model yang

berhasil diterapkan suatu negara tidak dapat diterapkan begitu saja di Indonesia, karena

belum tentu model yang cocok untuk suatu bangsa juga akan cocok untuk Indonesia.

Karena itu Indonesia harus berani mencari sistem pemerintahan dan sistem

ekonomi yang sosio-demokratis yang dianggap paling sesuai dengan budaya

bangsanya. Para pendiri negara menganggap corak bangsa Indonesia -- gotong royong

atau kekeluargaan – seharusnhya merupakan landasan dasar dalam pemikiran tentang

kedua sistem tersebut.

Sayangnya, strategi dan kebijakan penataan kelembagaan yang ditempuh oleh

Pemerintah selama ini, terutama selama 1 tahun Pemerintahan KIB belum menjadikan

budaya bangsa tersebut sebagai landasan dalam reformasi kelembagaan. Akibatnya,

reformasi kelembagaan yang telah dilakukan bukannya menciptakan landasan

kelembagaan yang semakin mantap dan semkian adekuat untuk melaksanakan

pemerintahan buat mencapai cita-cita bangsa. Bahkan sebaliknya, komplikasi baru

timbul yaitu ancama entrofi pemerntahan nampak semakin nyata dan semakin

mengancam kelangsungan pemerintahan KIB.

Sebagai bagian integral dari reformasi aparatur negara, perlu dilakukan overhaul

besar-besar pada birokrasi pemerintah, yang mencakup penerapan model manajemen

baru, sistem kepegawaian baru termasuk penerapan sistem penggajian dan jaminan

sosial yang lebih rasional, serta penerapan aplikasi tekonologi informasi moderen

dalam manajemen pemerintahan. Tanpa reformasi yang komprehensif tersebut, sukar

mengharapkan akan terjadi peningkatan kinerja birokrasi secara mendasar.

Yogyakarta, 2 Mei 2006

F. Strategi pengembangan partisipasi masyarak 

Masyarakat madani atau civil society secara umum bisa diartikan

sebagai suatu masyarakat atau institusi sosial yang memiliki ciri-ciri antara

lain : kemandirian, toleransi, keswadayaan, kerelaan menolong satu sama

lain, dan menjunjung tinggi norma dan etika yang disepakati secara

bersama-sama(Din Syamsudin, 1998 : 12). Sebenarnya masyarakat

madani secara substansial sudah ada sejak zaman Aristoteles, yakni suatu

masyarakat yang dipimpin dan tunduk pada hukum. Penguasa, rakyat

dan siapapun harus taat dan patuh pada hukum yang telah dibuat secara

bersama-sama. Bagi Aristoteles,

Page 27: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 27/35

 

Dalam mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat

tergantung pada kondisi sosio-kultural suatu bangsa, karena

bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma

yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat. Sebagai titik tolak,

disini akan dikemukakan beberapa definisi masyarakat dari berbagai

pakar di berbagai negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena

masyarakat madani ini(Tim ICCE, 2003):

M. MAWARDI J

19

Volume 4, Nomor 1, Juni 2008

1. Menurut Zbigniew Rau, masyarakat madani merupakan suatu

masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan

ruang dimana individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung,

bersaing satu sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini.

Ruang ini timbul di antara hubungan-hubungan yang merupakan

hasil komitmen keluarga dan hubungan-hubungan yang menyangkut

kewajiban mereka terhadap negara. Lebih tegasnya terdapat ruang

hidup dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan integritas sistem

nilai yang harus ada dalam masyarakat madani, yakni individualisme,

pasar dan pluralisme.

2. Menurut Han Sung-joo, masyarakat madani merupakan sebuah

kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar

individu, perkumpulan sukarela yang terbebas dari negara, suatu

ruang pablik yang mampu mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan

warga negara yang mampu mengendalikan diri dan independen,

yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang

menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada akhirnya

akan terdapat kelompok inti dalamnya.

3. Menurut Kim Sunhyuk, masyarakat madani adalah suatu satuan

yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri

menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang

secara relatif otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan

dasar dari reproduksi dan masyarakat politik yang mampumelakukan kegiatan politik dalam ruang publik, guna menyatakan

Page 28: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 28/35

 

kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-kepentingan

mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang

mandiri.

Dari berbagai batasan di atas, jelas merupakan suatu analisa dari

kajian kontekstual terhadap performa yang diinginkan dalam

mewujudkan masyarakat madani. Hal tersebut dapat dilihat dari

perbedaan penekanan dalam mensyaratkan idealisme masyarakat

madani. Akan tetapi secara global dari ketiga batasan di atas dapat ditarik 

benang emas, bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah

sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri

dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam

mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang

dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

Menurut Rahardjo (1996) masyarakat madani identik dengan citacita

Islam membangun ummah. Masyarakat madani adalah suatu ruang

(realm) partisipasi masyarakat melalui perkumpulan-perkumpulan

sukarela (voluntary association) melalui organisai-organisasi massa.

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MADANI

Komunitas, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam

20

Masyarakat madani dan negara bergantung mana yang dianggap primer

dan mana yang sekunder. Sepertinya menurut pendapat tersebut, hak 

berserikat merupakan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat.

Kelompok-kelompok masyarakat tercipta tiada lain untuk terjadi integrasi

dalam membangun manyarakat yang berperadaban.

Sementara itu secara filosofis Yusuf (1998) memandang masyarakat

madani membangun kehidupan masyarakat beradab yang ditegakkan di

atas akhlakul karimah, masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis

dengan landasan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Kualitas manusia bertaqwa secara essensial adalah manusia yang

memelihara hubungan dengan Allah SWT (habl min Allah) dan

hubungannya dengan sesama manusia (habl min al-nas). Akhlakul karimah

dapat terwujud manakala masing-masing individu dan kelompok masyarakat terjadi saling membelajarkan atau berperan sebagai pembawa

Page 29: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 29/35

 

kearah kebenaran yang digariskan oleh Allah. Karena Tuhan tidak akan

merubah nasib suatu kaum manakala mereka tidak berbuat ke arah

perbaikan yang dikehendakinya.

Masyarakat madani jika dipahami secara sepintas merupakan format

kehidupan sosial yang mengedepankan semangat demokratis dan

menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Dalam masyarakat

madani, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan

produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-govermental

untuk mencapai kebaikan bersama. Karena itu, tekanan sentral

masyarakat madani adalah terletak pada independensinya terhadap

negara. Masyarakat madani berkeinginan membangun hubungan yang

konsultatif bukan konfrontatif antara warga negara dan negara. Masyarakat

madani juga tidak hanya bersikap dan berperilaku sebagai citizen yang

memiliki hak dan kewajiban, melainkan juga harus menghormati equal

right, memperlakukan semua warga negara sebagai pemegang hak 

kebebasan yang sama (Ramlan Surbakti, 1995).

Disinilah kemudian, masyarakat madani menjadi alternatif 

pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan daya kontrol

masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada akhirnya

nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan

dan mampu menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai

hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani dipercaya sebagai alternatif 

paling tepat bagi demokratisasi, terutama di negara yang demokrasinya

mengalami ganjalan akibat kuatnya hegemoni negara. Tidak hanya itu,

masyarakat madani kemudia juga dipakai sebagai cara pandang untuk 

memahami universalitas fenomena demokrasi di berbagai negara.

G. SOLUSI

Seperti yg diakui oleh Kristiadi (1994) bahwa administrasi pembangunansebenar

merupakan salah satu paradigma admnistrasi negara yaitu paradigma yg berkembang setelah

ilmu administrasi negara sebagai ilmuadministrasi pada sekitar tahun 1970. Mengacu dari

kerangka perkembangan administrasi pembangunan seperti tersebut di atas Kristiadi memberi

pengertian tentang Administrasi Pembangunan adl ”Administrasi Negara yg mampu

mendorong kearah proses perubahan dan pembaharuan serta penyesuaian”. Oleh krnitu administrasipembangunan juga merupakan pendukung perencanaan dan implementasinya.

Page 30: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 30/35

 

Masalah yg serius dihadapi oleh negara-negara berkembang adl lemah kemampuan birokrasi

dalam menyelenggarakan pembangunan. Dari latar belakang ini

maka administrasi pembangunan yg berkembang di negara-negara sedang berkembang

memiliki perbedaan ruang lingkup dan karakteristik dgn negara-negara yg telah maju. Dasar

inilah Bintoro Tjokroamidjojo (1995) mengemukakan bahwa administrasi pembangunanmempunyai tiga fungsi:

Pertama penyusunan kebijaksanaan penyempurnaan administrasi negara yg meliputi: upaya

penyempurnaan organisasi pembinaan lembaga yg diperlukan kepegawaian dan pengurusan

sarana-sarana administrasilainnya. Ini disebut the development

of administration (pembangunanadministrasi) yg kemudian lbh dikenal dgn

istilah “Administrative Reform” (reformasi admnistrasi).

Kedua perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-programa pembangunan di

berbagai bidang serta pelaksanaan secara efektif. Ini disebut the administration of development (Administrasi utk pembangunan). Administrasi utk pembangunan (the

development ofadministration) dapat dibagi atas dua; yaitu; (a) Perumusan kebijaksanaan

pembangunan (b) pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan secara efektif.

Ketiga pencapaian tujuan-tujuan pembangunan tak mungkin terlaksana dari hasil kegiatan

pemerintahan saja. Faktor yg lbh penting adl membangun partisipasi masyarakat.

Seperti yg diuraikan di atas bahwa administrasi pembangunan adladministrasi negara yg

cocok diterapkan di negara-negara yg sedang berkembang namun Bintoro Tjokroamidjojo

membedakan bahwaadministrasi pembangunan lbh banyak memberika perhatian terhadap

lingkungan yg berbeda-beda terutama lingkungan masyarakat yg baru berkembang.

Sedangkan administrasi pembangunan berperan aktif dan berkempentingan terhadap tujuan-

tujuan pembangunan sedangkan dalam ilmu administrasi negara bersifat netral terhadap

tujuan-tujuan pembangunan. Administrasi pembangunan berorientasi pada upaya yg

mendorong perubahan-perubahan kearah ke keadaan yg lbh baik dan berorientasi mada depan

sedangkan ilmu administrasi negara lbh menekankan pada pelaksanaan kegiatan secara

efektif/tertib efisien pada masing-masing unit pemerintahan.

Administrasi pembangunan berorientasi pada pelaksanaan tugas-tugas pembangunan yaitukemampuan merumuskan kebijakan pembangunan sedangkan ilmu administrasi negara lbh

menekankan pada tugas-tugas rutin dalam rangka pelayanan kepada

masyarakat. Administrasipembangunan mengaitkan diri dgn substansi perumusan

kebijaksanaan dan pelaksanaan tujuan-tujuan pembangunan diberbagai bidang

Ilmuadministrasi negara lbh memperhatikan pada kerapihan/ketertiban

aparatur administrasi sendiri. Administrator pada administrasipembangunan merupakan

penggeraka perubahan (change agent) sedangkan administrator

pada administrasi pembangunan berorientasi pada lingkungan kegiatan dan pemecahan

masalah sedangkan padaadministrasi negara lbh bersifat legalitas.

Page 31: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 31/35

 

Reformasi administrasi atau pembaharuan administrasi dilakukan krn ketidakmampuan

administratif utk melaksanakan fungsi-fungsi yg diembannya. Studi yg dilakukan Heady

(1995) menemukan lima ciri yg umum administrasi publik di negara-negara berkembang

yaitu:

1.  pola dasar (basic pattern) administrasi publik bersifat ciplakan (imitative) daripada

asli (indigenous)

2.  birokrasi di negara berkembang kekurangan (difficient) sumber daya manusia

terampil utk menyelenggarakan pembangunan. Kekurangan ini bukan dalam arti

 jumlah tetapi kualitas. Yang justru kurang adl administrator yg terlatif dgn kapasitas

manajemen keterampilan-keterampilan pembangunan (development skills) dan

penguasaan tesis yg kurang memadai

3.  birokrat lbh berusaha mewujudkan tujuan pribadi dibanding dgn pencapaian

sasaran program. Dari sifat seperti ini lahir Nepotisme korupsi dan penyalagunaan

wewenang4.  ada kesenjangan yg lebar antara apa yg hendak ditampilkan dgn

kenyataan. Fenomena ini oleh Rigss disebut formalisme yaitu gejala yg lbh berpegang

pada wujud-wujud dan ekspresi formal dibanding dgn sesungguh dan

5.  Birokrasi di negara berkembang acapakali bersifat otonom arti lepas dari proses

politik dan pengawasan masyarakat.

Dari fenomena dan wajah administrasi publik ini maka reformasi atau

pembaharuan administrasi publik menjadi suatu tuntutan dan keharusan.

Berdasarkan kasus administrasi negara di Indonesia oleh Bintoro (1999) mengajukan pada:

1.  reformasi kearah sistem politik yg demokratis partisipatif dan egalitarian

2.  reformasi ABRI (TNI) sebagai birokrasi pemerintahan

3.  reformasi sistem pemerintahan yg sentralistik kearah desentralisasi dan

4.  reformasi terhadap upaya penciptaan clean goverment.

Pada buku yg lain Bintoro Tjokroamidjojo (1998) mengatakan bahwa

pembangunan administrasi publik atau reformasi birokrasi pemerintah diarahkan

pada program-program sebagai berikut:

1.  deregulasi dan debirokratisasi ekonomi serta dekonsetrasi dan desentralisasi

pemerintah

2.  meningkatkan efisiensi birokrasi (termasuk mengurangi pungutan-pungutan tak 

resmi)

3.  mutu orientasi pelayanan dan pemberdayaan birokrasi

4.  sistem karier dan efektivitas birokrasi

5.  kesejahteraan pegawai dan pelayanan administrasi kepegawaian.

Menurut Riggs (1996) pembaharuan administrasi merupakan suatu polayg menunjukkan

peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yg tersedia utk mencapai tujuan yg telahditetapkan. Birokrasi itu sendiri menurut pandangan Riggs merupakan sebuah organisasi yg

Page 32: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 32/35

 

konkrit terdiri dari peran-peran yg bersifat hirarkis dan saling berkaitan yg bertindak secara

formal sebagai alat (agent) utk suatu kesatuan (entity) atau sistem sosial yg lbh besar. Dengan

demikian menurut pandangan ini tujuan dari birokrasi ditetapkan oleh kekuasaan di luar

kewenangan birokrasi itu sendiri. Atas dasar ini maka kebertanggungjawaban (accountability)

dari birokrasi dalam menjalankan tugas sangat esensial sifatnya. Oleh krn itu pembaharuanadministrasi akan berkaitan erat dgn peningkatan kebertanggungjawaban dalam

proses pengambilankeputusan atau dalam hal bagaimana sumber

daya instrumentaldimobilisasi utk mencapai tujuan

Riggs melihat pembaharuan administrasi dari dua sisi yaitu perubahanstruktural dan kinerja

(performance). Secara struktural Riggs menggunakan diferensiasi struktural sebagai salah

satu ukuran. Pandangan ini didasarkan atas kecenderungan peran-peran yg makin

terspesialisasi (role spesealization) dan pembagian pekerjaan yg makin tajam dalam

masyarakat modern. Sedangkan mengenai kinerja Riggs menekankan sebagai ukuran bukan

hanya kinerja seseorang atau suatu unit tetapi bagaimana peran dan pengaruh kepada kinerjaorganisasi secara keseluruhan. Ia menekankan penting kerjasama dan teamwork dalam

mencapai tujuan.

Sementara Wallis dalam Ginanjar (1997) mengartikan pembaharuan admnistratif sebagai

dalam dimensi;

1.  perubahan harus merupakan perbaikan dari keadaan sebelumnya

2.  perbaikan diperoleh dgn upaya yg sengaja dan bukan terjadi secara kebetulan atau

tanpa usaha dan

3.  perbaikan yg terjadi bersifat jangka panjang dan tak sementara utk kemudian kembali

lagi ke keadaan semula.

Sementara Esman (1995) menunjukkan bahwa memperbaiki kinerja birokrasi harus meliputi

ketanggapan (responsiveness) terhadap pengawasan politik efisiensi dalam penggunaan

sumber daya dan efektivitas dalam pemberian pelayanan. Untuk itu upaya

perbaikanadministrasi meliputi peningkatan keterampilan penguasaan teknologiinformasi dan

manajemen finansial pengaturan atau pengelompokkan kembali realignment fungsi-

fungsi sistem insentif memanusiakan manajemen (humanising management) dan mendorong

partisipasi yg seluas-luas dalam pengambilan keputusan serta cara rekruitmen yg harus lbhbersifat representatif.

Page 33: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 33/35

 

BAB III

PENUTUP

  KESIMPULAN

reformasi birokrasi digerakkan jika hasil yang diharapkan adalah suatu pemerintahan

yang baik (good governance) sebagaimana yang ditegaskan ketika deklarasi pasangan SBY-

Boediono sebelum pilpres di Bandung.

birokrasi di Indonesia masih belum terpisah secara total dengan politik. Keinginan pihak-

pihak tertentu misalnya partai politik- untuk menjadikan birokrasi sebagai mesin politik, juga

ikut mempengaruhi sukarnya melakukan reformasi rekrutmen PNS (lihat, Sunantara, 2006).

Paling tidak, komitmen partai politik untuk mendorong terjadinya perubahan proses dan

substansi rekrutmen akan membantu percepaten perbaikan rekrutmen PNS.

Peraturan perundangan Indonesia telah memberikan landasan formal penyelenggaraan

pelayanan publik yang didasarkan pada Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Pasal 3

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari

Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (selanjutnya UU KKN) menyebutkan asas-asas yang menjadi

landasan penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari: asas kepastian hukum; asas tertib

penyelenggaraan Negara; asas kepentingan umum; asas keterbukaan; asas proporsionalitas;

asas profesionalitas; dan asas akuntabilitas.

Mungkin Indonesia adalah salah satu negara yang tidak memberikan perhatian

besar pada reformasi administrasi. Walau pun jabatan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara selalu ada dalam Pemerintahan Orde Baru, Pemerintahan Reformasi,

Pemerintahan Gotong Royong dan terakhir dalam Pemerintahan Indonesia Bersatu,

tetapi kedalaman dan keluasan reformasi aparatur negara belum menyentuh bagianbagianyang paling mendasar dalam sistem administrasi

siapapun bisa memimpin negara secara

bergiliran dengan syarat ia bisa berbuat adil. Dan keadilan baru bisa

ditegakkan apabila setiap tindakan didasarkan pada hukum. Jadi hukum

merupakan ikatan moral yang bisa membimbing manusia agar senantiasa

berbuat adil.

  SARAN

Page 34: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 34/35

 

Saya bersyukur kepada Allah swt atas berkat dan rahmat yang di curahkan sehingga

makalah yang berjudul.”Reformasi Administrasi pembangunan di Indonesia” 

bisa saya selesaikan dan saya sangat berharap kepada pembaca mohon kritikanya dan

saran karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Page 35: makalah ippank

7/31/2019 makalah ippank

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-ippank 35/35

DAFTAR PUSTAKA

  Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada 19 Agustus lalu,

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2011

   Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Pancur Siwah

Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang. 2005.

Karawang dalam Angka. Karawang: BPS 

   Andarus Darachim, Dkk. 2003. Bunga Rampai Pembekalan Pelatihan

Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional Dan Daerah.

Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI 

   Asshidiqie, Jimly. 2004. Etika Birokrasi Penegakan Hukum Dan “Good 

Governence.” Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. 

  Dwiyanto, Agus. 1995. “Analisis Biaya Manfaat.” Yogyakarta: Pusat Penelitian 

Kependudukan Universitas Gadjahmada