makalah homosistein

17
MAKALAH KIMIA KLINIK HOMOSISTEIN Oleh NAMA : EKA HARDIYANTI NIM : N111 10 287 KELAS : A KELOMPOK : IV FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Upload: eka-hardiyanti-husain

Post on 07-Dec-2014

185 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Homosistein, Pemeriksaan Lipid

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH HOMOSISTEIN

MAKALAH KIMIA KLINIK

HOMOSISTEIN

Oleh

NAMA : EKA HARDIYANTI

NIM : N111 10 287

KELAS : A

KELOMPOK : IV

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

Page 2: MAKALAH HOMOSISTEIN

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler (PKV) merupakan penyebab kematian

utama di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan banyak negara

di Asia. Diperkirakan pada milenium mendatang PKV akan menjadi

penyebab kematian nomor satu di dunia.(1)

Secara umum dikenal berbagai faktor risiko tradisional yang dapat

menimbulkan aterosklerosis seperti dislipidemia, merokok, hipertensi,

diabetes mellitus dan adanya riwayat keluarga.(1,2) Faktor risiko tersebut

hanya dapat menentukan 50-60% variasi kejadian koroner secara

individual, bahkan ada suatu penelitian yang menunjukkan 80% penderita

jantung koroner (PJK) dengan kadar kolesterol total sama tinggi dengan

yang non PJK.(2,3) Beberapa studi intervensi menunjukkan bahwa

mereka yang telah berhasil diturunkan kadar kolesterol total dan kolesterol

low density lipoproteinnya (LDL) masih tetap menunjukkan progresifitas

aterosklerosis secara arteriografik. Alasan kejadian ini adalah pada

penderita tersebut terdapat mekanisme lain selain hanya peningkatan lipid

semata.(3) Oleh sebab itu kini bermunculan berbagai faktor risiko non

tradisional atau faktor risiko baru yang berkaitan dengan aterosklerosis

dan trombosis antara lain lipoprotein (a), LDL kecil padat, plasminogen

activator inhibitor (PAI-1), faktor von Willebrand (vWF), dan homosistein.

(1,2)

Hubungan peningkatan homosistein dengan penyakit vaskuler

pertama kali dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969.(1) Ia

melaporkan adanya aterosklerosis disertai disertai trombosis arteri pada

otopsi dua orang anak yang mempunyai kadar homosistein darah dan urin

yang tinggi. Pada makalah ini akan dikemukakan mengenai metabolisme

homosistein, faktor yang mempengaruhi metabolisme homosistein,

hubungan hemosistein dengan penyakit jantung.

Page 3: MAKALAH HOMOSISTEIN

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Metabolisme Hemosistein

Homosistein (2 amino 4 mercaptobutanoic acid) merupakan non

protein sulfhydryl amino acid, yang metabolismenya terletak pada

persimpangan antara jalur transsulfurasi dan remetilasi biosintesis

metionin.(4,5) Homosistein merupakan senyawa antara yang dihasilkan

pada metabolisme metionin, suatu asam amino esensial yang terdapat

dalam beberapa bentuk diplasma. Sulfhidril atau bentuk tereduksi

dinamakan homosistein, dan disulfida atau bentuk teroksidasi dinamakan

homosistin. Bentuk disulfida juga terdapat bersama-sama dengan sistein

dan protein yang mengandung residu sistein reaktif (homosistein yang

terikat protein), bentuk ini dinamakan disulfida campuran. Bentuk

teroksidasi merupakan bagian terbesar (98-99%) dalam plasma

sedangkan bentuk tereduksi hanya 1% dari total homosistein dalam

plasma.(6,7)

Jalur Metabolisme Hemosistein

Page 4: MAKALAH HOMOSISTEIN

Metionin merupakan asam amino esensial yang mengandung sulfur

yang didapat dari makanan. Asupan metionin yang tinggi dalam waktu

lama akan meningkatkan kadar total homosistein dalam plasma (15-25

μM/L) dan sudah merupakan risiko PKV.(6,7)

Tahap pertama metabolisme homosistein adalah pembentukan S

adenosil metionin, yang merupakan donor metil terpenting pada reaksi

transmetilasi. S adenosilmetionin, selanjutnya mengalami demitilasi

membentuk S adenosil homosistein, yang kemudian dihidrolisis menjadi

adenosin dan homosistein. Homosistein selanjutnya memasuki jalur

transsulfurasi atau jalur remetilasi. Sekitar 50% homosistein yang

memasuki jalur ini dan secara irreversibel berikatan dengan serin melalui

pengaruh enzim sistasioninβ sintase, untuk membentuk sistasionin.

Sistasionin ini selanjutnya dimetabolisme menjadi sistein dan α ketobutirat

melalui pengaruh enzim γ sistasionase. Sistein yang terbentuk dari

homosistein ini akhirnya dirubahmenjadi sulfat dan diekskresikan ke

dalam urin.(4,8)

Pada jalur remetilasi, homosistein akan mengalami daur ulang

menjadi metionin melalui 2 reaksi yang berbeda. Reaksi pertama

memerlukan enzim 5 metiltetrahidrofolat homosistein metiltransferase

(metionin sintase). Untuk aktivitas enzim ini dibutuhkan metilkobalamin

sebagai kofaktor dan metiltetrahidrofolat sebagai kosubstrat.

Metiltetrahidrofolat dibentuk dari tetrahidrofolat oleh pengaruh enzim

metiltetrahidrofolat reduktase (MTHFR). Reaksi ini terjadi di semua

jaringan. Jalur kedua dikatalisir oleh enzim betain homosistein metil

transferase.(2,9) Reaksi dengan betain ini terutama terbatas di dalam hati.

Proses daur ulang serta penyimpanan homosistein akan menjamin

penyediaan metionin yang cukup.(2)

Pada keadaan kelebihan metionin, dimanfaatkan jalur transfulfurasi

dengan meningkatkan regulasi sistasionin β sintase dan mengurangi

regulasi jalur remetilasi, sedangkan bila terdapat defisiensi metionin

dimafaatkan jalur remetilasi.(2,8)

Page 5: MAKALAH HOMOSISTEIN

II.2 Faktor Yang Mempengaruhi Metabolisme Homosistein

Dalam keadaan normal homosistein dalam darah relatif sangat sedikit,

dengan kadar antara 5-15 umol/L. Kadar homosistein di kompartemen

ekstrasel ditentukan oleh beberapa hal yaitu pembentukannya di dalam

sel, metabolisme dan eksresinya. Bila produksi homosistein intrasel

melebihi kapasitas metabolisme, maka homosistein akan dilepaskan ke

ruang ekstrasel, sebaliknya bila produksi berkurang maka pelepasan dari

sel akan berkurang.(2,4) Keadaan ini membantu mempertahankan agar

kandungan homosistein intrasel tetap rendah. Keseimbangan ini dapat

terganggu pada keadaan gangguan aktivitas enzim atau akibat jumlah

kofaktor yang berperan dalam metabolismenya berkurang.(4)

a. Genetik

Pada homosistinuria homozigot aktivitas enzim sistasionin β sintase

sangat rendah bahkan tidak terdeteksi, sedang kadar homosistein darah

meningkat. Karena gen untuk enzim sistasioninβ sintase terletak pada

kromosom 21, maka pada sindroma Down atau trisomi 21 dapat dijumpai

keadaan yang sebaliknya yaitu peningkatan enzim sistasioninβ sintase.

Penurunan kadar homosistein plasma dijumpai pada 8 anak dengan

sindrom Down. Pengaruh genetik pada konsentrasi homosistein plasma

juga terlihat pada orang normal dan pada pasien dengan penyakit

vaskuler.(2,10)

b. Umur

Kadar homosistein plasma meningkat seiiring dengan peningkatan

usia. Penyebabnya kemungkinan adanya penurunan kadar kofaktor atau

adanya kegagalan ginajl yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia.

Selain itu aktivitas enzim sistasionin β sintase juga menurun seiring

dengan meningkatnya usia.(2,10)

c. Sex

Secara umum, laki-laki mempunyai kadar homosistein yang lebih

tinggi dari wanita. Sesudah menopause konsentrasi homosistein akan

meningkat. Perbedaan kadar homosistein pada wanita dan pria mungkin

Page 6: MAKALAH HOMOSISTEIN

disebabkan perbedaan hormon sex terhadap metabolisme homosistein.

Selain itu kadar kreatinin atau massa otot yang besar pada pria juga

berpengaruh.(2,10)

d. Fungsi ginjal

Terdapat korelasi positif antara kadar homosistein dan kreatinin

serum, walaupun mekanismenya belum jelas. Kelainan arteriosklerosis

renovaskuler dan faktor prerenal juga sangat penting. Pada gagal ginjal

kronik kadar homosistein plasma akan meningkat 2-4 kali dari normal.

Konsentrasi ini akan menurun setelah dialisis. Peningkatan homosistein

pada gagal ginjal mungkin disebabkan gangguan metabolisme.(2,10)

e. Nutrisi dan Gaya Hidup

Kadar homosistein akan sangat meningkat pada defisiensi kofaktor

vitamin B12 atau folat. Korelasi negatif antara kadar folat serum dan B12

telah terbukti pada orang normal. Hiperhomosisteinemia didapat antara

lain disebabkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12.

Untuk memperoleh kadar homosistein yang optimal diperlukan kadar yang

cukup dari ketiga vitamin itu. Asupan vitamin B6 yang dianjurkan untuk

pria adalah 2 mg / hari sedang pada wanita 1,6 mg /hari.(2,10)

Konsumsi kopi (> 4 cangkir / hari) tampaknya terkait dengan

peningkatan moderat dalam homosistein, meskipun efek ini ternyata dapat

diatasi dengan menambah dengan 200 mg / hari folat acid. Tingkat

Sedang konsumsi alkohol (bahkan anggur) dapat meningkatkan tingkat

homosistein, merokok dihubungkan dengan peningkatan kadar

homocysteine. (11)

f. Penyakit

Terdapat beberapa penyakit yang dihubungkan dengan

peningkatan kadar homosistein plasma yaitu psoriasis, keganasan dan

pemakaian obat-obatan. Psoriasis yang berat dihubungkan dengan

peningkatan kadar homosistein plasma. Pada suatu penelitian didapatkan

penderita psoriasis mempunyai kadar folat yang lebih rendah dari

kelompok kontrol. Peningkatan kadar homosistein juga dijumpai pada

Page 7: MAKALAH HOMOSISTEIN

leukemia limfoblastik akut. Selain itu beberapa keganasan seperti Ca

mamae, ovarium dan pankreas juga menunjukkan peningkatan kadar

homosistein. Plasma homosistein juga dipengaruhi oleh obat-obatan

seperti methotrexate, nitrous oxide, phenytoin, carbamazepine, azaribine,

kontrasepsi oral dan penicillamine.(2,10)

II.3 Hemosistein dan Beberapa Kondisi (12)

a. Penyakit Jantung Koroner

Sebuah komponen penting dalam patogenesis, pencegahan, dan

pengobatan penyakit jantung melibatkan asam amino homocysteine.

Tingkat darah homocysteine yang meningkat berkorelasi dengan

peningkatan risiko yang signifikan dari penyakit arteri koroner (CAD),

miokard infark, penyakit oklusi perifer, penyakit oklusi otak, dan retina

vaskular occlusion. Adanya kesalahan metabolisme homosistein

mengakibatkan tingkat tinggi homosistein dalam darah dan penyakit

aterosklerosis parah. Bahkan dalam kisaran yang dianggap normal (4-16

μmol / L), ada dinilai peningkatan risiko untuk CAD. Dalam sebuah studi

304 pasien dengan CAD vs kontrol, Robinson et al menemukan rasio

odds untuk CAD meningkat sebagai homosistein plasma meningkat,

bahkan di dalam kisaran normal.

Homosistein memfasilitasi generasi hidrogen peroxide. Dengan

membuat oksidatif kerusakan pada kolesterol LDL dan endotel membran

sel, hidrogen peroksida kemudian dapat mengkatalisasi cedera vaskular

endotelium.

Nitrat oksida dan oksida lain nitrogen dilepaskan oleh sel endotel

(juga dikenal sebagai diturunkan endotelium santai faktor, atau EDRF)

melindungi sel-sel endotel dari kerusakan dengan bereaksi dengan

homosistein, membentuk S-nitrosohomocysteine, yang menghambat

pembentukan hidrogen peroksida. Namun, seiring dengan meningkatnya

tingkat homocysteine, mekanisme perlindungan ini dapat menjadi

kelebihan beban, memungkinkan terjadinya kerusakan pada sel-sel

endotel. Karena peran senyawa sulfat dalam pembentukan gula amino

Page 8: MAKALAH HOMOSISTEIN

diperlukan untuk membentuk membran basal pembuluh darah, kadar

homosistein yang tinggi memungkinan untuk berkontribusi pada

pembentukan pembuluh darah yang lebih rentan mengalami oksidatif

stress. Hasil akhir dari kombinasi kerusakan oksidatif dengan

ketidakstabilan kolagen endotel adalah pembentukan plak aterosklerosis.

Penurunan tingkat plasma folat berkorelasi dengan adanya peningkatan

homosistein, dan meningkatnya insiden terjadinya CAD.

b. Penyakit Periferal Vaskular

Kadar homosistein yang tinggi telah ditetapkan sebagai faktor risiko

independen untuk klaudikasio intermiten (IC) dan trombosis vena dalam.

Peningkatan kadar homosistein berhubungan dengan peningkatan insiden

intermiten klaudikasio dan penurunan tingkat serum folat. Peningkatan

risiko vaskular perifer oklusi telah dicatat pada wanita yang meminum obat

kontrasepsi oral, yang mungkin terkait dengan tingkat homosistein yang

meningkat secara signifikan pada wanita sangat terpengaruh. Obat

kontrasepsi oral dapat menyebabkan penurunan atau kekurangan vitamin

B6, B12, dan folat, nutrisi integral pengolahan homocysteine.

c. Kehamilan

Biokimia enzim cacat dan kekurangan gizi memberikan perhatian

terhadap terjadinya cacat tabung saraf (NTD) serta kehamilan hasil negatif

lainnya, termasuk aborsi spontan, plasenta abruption (infark), prematur

pengiriman, dan berat bayi lahir rendah. Adanya kekacauan dari

metionin-metabolisme homosistein telah mendasari patogenesis

cacat saraf tabung dan mungkin mekanisme pencegahan diamati dengan

pemberian asam folat. Asupan makanan yang rendah asam folat dapat

meningkatkan risiko untuk pengiriman dari anak dengan NTD, dan

periconceptional suplemen asam folat dapat mengurangi terjadinya NTD.

d. Sistem Saraf

Selain dampak diketahui homosistein pada sistem kardiovaskular

dan mikronutrisi biokimia jalur, berbagai penyakit dari sistem saraf yang

berkorelasi dengan tingkat homocysteine tinggi dan perubahan dalam

Page 9: MAKALAH HOMOSISTEIN

metabolisme B12, folat, B6 atau, termasuk depresi, skizofrenia, beberapa

sclerosis, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, dan penurunan kognitif

pada orang tua. Homosistein juga telah ditemukan menjadi neurotoxin,

terutama pada kondisi tingkat glisin yang meningkat, termasuk trauma

kepala, stroke, defisiensi B1 dan B12. Homosistein berinteraksi dengan

reseptor N-metil-D-aspartate, menyebabkan masuknya kalsium yang

berlebihan dan produksi radikal bebas, sehingga bersifat neurotoksis. Efek

neurotoksik homocysteine dan/ atau reaksi metilasi berkurang

dalam SSP berkontribusi mental simtomatologi terlihat pada kekurangan

B12 dan folat. Peningkatan kadar homosistein juga dapat menyebabkan

schizophrenics.

Page 10: MAKALAH HOMOSISTEIN

BAB III

KESIMPULAN

Homosistein adalah asam amino sulfur dan normal menengah

dalam metabolisme etionin. ketika kelebihan homosistein diproduksi

dalam tubuh dan tidak mudah diubah menjadi metionin atau sistein, akan

diekskresikan keluar dari diatur secara ketat dalam lingkungan sel ke

dalam darah. Ini adalah peran hati dan ginjal untuk membuang kelebihan

homosistein dari darah. Dalam banyak individu dengan kesalahan bawaan

metabolisme homosistein, penyakit ginjal atau hati, kekurangan gizi, atau

seiring dengan konsumsi obat-obatan tertentu, kadar homosistein dapat

meningkat melampaui tingkat normal dan mengarah pada hasil kesehatan

yang merugikan.

Homosistein merupakan perantara dalam metabolisme metionin,

dengan metionin terutama berasal dari protein diet. Jalur ini melibatkan

pembentukan S-adenosylmethionine (SAM), yang kemudian transfer

kelompok metil ke sejumlah molekul akseptor metil (DNA, protein,

neurotransmiter) dan bentuk adenosylhomocysteine, yang kemudian

dikonversi ke homocysteine.

Homosistein dihasilkan kemudian diubah kembali ke metionin oleh

remethylation atau lebih dimetabolisme menjadi sistein melalui trans-

sulfuration jalur. Remethylation terutama terjadi ketika sekelompok metil

ditransfer dari methyltetrahydrofolate (MTHF), bentuk aktif dari siklus

asam / folat folat, oleh enzim methyltransferase memerlukan cobalamin ,

(vitamin B12) sebagai kofaktor yang diperlukan. Sebuah jalur sekunder

remethylation, aktif terutama dalam sel hati dan ginjal, menggunakan

trimethylglycine (betain) sebagai donor metil. The trans-sulfuration

membutuhkan dua jalur reaksi enzimatik, yang keduanya membutuhkan

kofaktor piridoksal-5-fosfat, bentuk aktif dari vitamin B6.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemosistein adalah faktor

genetic, usia, sex, penyakit, fungsi ginjal, nutrisi dan gaya hidup.

Page 11: MAKALAH HOMOSISTEIN

DAFTAR PUSTAKA

1. Mc Cully KS. Vascular pathology of hyperhomocysteinemia: Implication

for the pathogenesis of atherosclerosis. Am J Pathol. 1969. Hal. 53:

111-28.

2. Mayer EL, Jacobsen DW, Robinson K. Homocysteine and coronary

atherosclerosis. JACC.1996. Hal. 27: 517-27.

3. Wita IW. Manajemen lipid pada penderita dengan faktor-faktor risiko

non tradisional. Dalam: Penyakit Kardiovaskuler dari pediatrik sampai

geriatrik. 1st ed. Jakarta. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan

Kita. 2001.Hal. 154-64.

4. Ueland PM, etc. Total homocysteine in plasma or serum methods and

clinical applications. Clin Chem. 1993. Hal. 39: 1764-78.

5. Bostom AG, Lathrop L. Hyperhomocysteinemia in end stage renal

disease. Prevalence etiology and potential relationship to

arteriosclerotic outcomes. Kidney International. 1997. Hal. 53: 10-20.

6. Jacobsen DW. Homocysteine and vitamins in cardiovascular disease.

Clin Chem. 1998. Hal. 44: 1833-43.

7. Malinow MR. Plasma homocysteine and arterial occlusive disease. Clin

Chem. 1995. Hal. 41: 173-76.

8. D’Angelo A, Selhub J. Homocysteine and thrombotic disease

Blood.1997. Hal. 98: 1-11.

9. Wilcken DEL, Wilcken B. The pathogenesis of coronary artery disease

a possible role for methionine metabolism. J Clin Invest. 1976. Hal. 37:

1079-82.

10.Epstein FH. Homocysteine and atherothrombosis. N Eng J Med. 1998.

Hal. 4: 1042-50.

11.Guilliams, Thomas, G.,etc. Homocysteine – A Risk Factor for Vascular

Diseases:Guidelines for the Clinical Practice. University of Wisconsin-

Madison School of Pharmacy. 2004. Hal. 1:3:7

Page 12: MAKALAH HOMOSISTEIN

12.Miller, Alan. Homocysteine Metabolism:Nutritional Modulation and

Impact on Health and Disease. Thorne Research, Inc. 1997. Hal 9-13