makalah hipoadrenalisme-aaaacc

36
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yang paling penting adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar adrenal menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing, penyakit Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal kongenital. Kemajuan dalam prosedur diagnosis telah memudahkan evaluasi kelainan adrenokortikal, terutama penentuan plasma glukokortikoid, androgen dan ACTH telah memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan tepat . Saat ini kemajuan pengobatan kedokteran telah dapat memperbaiki nasib sebagian besar penderita dengan kelainan ini. Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer, syok dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan hanya dengan terapi nutrisi, elektrolit serta cairan dan preparat hormone adrenokortikal. Hormone adrenokortikal dibagi menjadi tiga kelompok: mineralokortikoid, glukokortikoid, dan hormone seks. 1

Upload: niki-agustin

Post on 19-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


29 download

DESCRIPTION

makalaj

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Korteks adrenal menghasilkan beberapa hormon steroid yang paling

penting adalah kortisol, aldosteron dan androgen adrenal. Kelainan pada kelenjar

adrenal menyebabkan endokrinopati yang klasik seperti sindroma Cushing,

penyakit Addison, hiperaldosteronisme dan sindroma pada hiperplasia adrenal

kongenital. Kemajuan dalam prosedur diagnosis telah memudahkan evaluasi

kelainan adrenokortikal, terutama penentuan plasma glukokortikoid, androgen dan

ACTH telah memungkinkan diagnosis yang lebih cepat dan tepat . Saat ini

kemajuan pengobatan kedokteran telah dapat memperbaiki nasib sebagian besar

penderita dengan kelainan ini.

Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal

memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa

korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan

sirkulasi perifer, syok dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan hanya

dengan terapi nutrisi, elektrolit serta cairan dan preparat hormone adrenokortikal.

Hormone adrenokortikal dibagi menjadi tiga kelompok:

mineralokortikoid, glukokortikoid, dan hormone seks.

Mineralokortikoid berkenan dengan retensi natrium serta air dan ekresi

kalium. Contohnya adalah aldosteron dan desokkortikosteron yang merupakan

precursor alami aldosteron.

Glukokortikoid berhubungan dengan efek metabolic yang mecakup

metabolism karbohidrat. Contohnya adalah kortisol dan kortikosteron.

Glukokortikoid meningkatkan penguraian protein dan lemak tubuh melalui proses

metabolism untuk memberikan sumber energy selama masa puasa. Kedua

hormone ini bekerja melawan kerja insulin, meningkatkan katabolisme protein

dan menghambat sintesis protein. Glukokortikoid mempengaruhi mekanisme

pertahanan tubuh dan fungsi emosional baik langsung maupun tidak langsung.

Kelompok hormone ini juga menekan inflamasi dan menghambat pembentukan

1

jaringan parut. Pada insufisiensi adrenal, pasien dapat memperlihatkan kecemasan

atau depresi, sedangkan pada terapi glukokortikoid yang berlebihan, pasien

cendrung menjadi euphoria.

Hormone seks ayng disekresikan oleh korteks adrenal adalah androgen dan

ostrogen.

Kelainan pada korteks adrenal terjadi akibat hiposekresi atau hipersekresi

hormone adrenokortikal. Insufisiensi adrenal dapat disebabkan oleh penyakit,

atrofi, hemoragi atau operasi pengangkatan salah satu atau kedua kelejer adrenal.

Anatomi dan fisiologi.

Korteks adrenal terdiri dari daerah yang secara anatomi dapat dibedakan :

Lapisan luar zona glomerulosa, merupakan tempat dihasilkannya

mineralokorticoid (aldosterone), yang terutama diatur oleh angiotensin II,

kalium , dan ACTH. Juga dipengaruhi oleh dopamine, atrial natriuretic

peptide (ANP) dan neuropeptides ..

Zona fasciculata pada lapisan tengah, dengan tugas utama sintesis

glukokortikoid, terutama diatur oleh ACTH. Juga dipengaruhi oleh

beberapa sitokin (IL-1, IL-6, TNF) dan neuropeptida.

Lapisan terdalam zona reticularis, tempat sekresi androgen adrenal

(terutama dehydroepiandrostenedion [DHEA], DHEA sulfat dan

androstenedion) juga glukokortikoid (kortisol and corticosteron).

2

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Definisi

Penyakit Addison merupakan kelainan insufiensi primer kelenjar adrenal

yang disebabkan idiopatik atau kerusakan kelenjar adrenal karena proses

autoimun atau penyakit lain. (Black, 2009)

Hipofungsi kelenjar adrenal mengakibatkan insufiensi kelenjar adrenal

yaitu berkurangnya produksi hormone, yang paling sering adalah hormone

glukokortikoid, mineralokartikoid, dan androgen.

Hipofungsi kelenjar korteks adrenal dapat terjadi karena kelainan atau

kerusakan pada kelenjar adrenal sendiri (primer adrenal insufiensi) atau dapat

berasal dari hipofungsi kelenjar pituitary hipotalamik (sekunder adrenal

insufiensi).

2.2 Klasifikasi

Hipofungsi adrenal dapat dibedakan menjadi hipofungsi primer maupun

sekunder.

a. Hipofungsi atau insufiensi adrenal yang primer (penyakit Addison) berasal

dari dalam kelenjar adrenal dan ditandai oloeh penurunan sekresi hormon-

hormon mineralokortikoid, glukokartikoid, serta androgen.

b. Hipofungsi adrenal sekunder terjadi karena gangguan di luar kelenjar

adrenal, seperti gangguan sekresi kortikotropinoleh kelenjar hipofisis.

Keadaan ini ditandai oleh penurunan sekresi glukokortikoid. Sekresi

aldosteron, yang merupakan mineralokortikoid utama, umumnya tidak

terganggu.

2.3 Etiologi

Hipofungsi adrenal primer serta sekunder dan krisis adrenal memiliki

penyebab yang berlainan. Keadaan yang paling sering menyebabkan

hipofungsi primer meliputi:

3

1) Penyakit Addison (kerusakan lebih dari 90% pada kedua kelenjar adrenal

dan biasanya disebabkan oleh proses autoimun, ketika antibody yang

beredar dalam darah bereaksi secara khusus terhadap jaringan adrenal).

2) Tuberculosis (pernah menjadi penyebab utama, tetapi kini merupakan

penyebab pada kurang dari 20% kasus dewasa).

3) Adrenalektomi bilateral

4) Perdarahan pada kelenjar adrenal

5) Neoplasma

6) Infeksi (histoplaasmosis, sitomegalovirus [CMV])

7) Riwayat penyakit autoimun dalam keluarga (dapat menjadi faktor

predisposisi untuk penyakit Addison dan endokrionopati lain)

Penyebab hipofungsi sekunder (defisiensi glukokortikoid) meliputi:

1) Hipopituitarisme (yang menyebabkan penurunan sekresi kortikotropin)

2) Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang (stimulasi

kortikosteroid eksogenus jangka panjang penekan sekresi kortikotropin

oleh hipofisis sehingga terjadi atrofi kelenjar adrenal)

3) Pengangkatan tumor yang menyekresi kortikotropin

2.4 Patofisiologi

Penyakit Addison merupakan keadaan kronis yang terjadi karena destruksi

parsial atau total korteks adrenal. Keadaan ini bermanifestasi sebagai suatu

sindrom klinis yang terdiri atas beberapa gejala yang disertai defisiensi

produksi hormon korteks adrenal, yaitu kortisol, aldosteron, dan androgen.

Kadar kortikotropin dan hormone pelepas kortikotropin yang tinggi menyertai

kadar hormone glukokartikoid yang rendah.

Kortikotropin terutama bekerja mengatur pelepasan glukokartikoid

(terutama kortisol) dari kelenjar adrenal; mineralokortikoid, termasuk

aldosteron; dan hormone steroid seks yang melengkapi semua hormone yang

diproduksi oleh gonad. Sekresi kortikotropin dikendalikan melalui hormone

pelepas kortikotropin dari hipolatamus dan melalui kontrol umpan-balik yang

negative oleh glukokortikoid.

4

Penyakit Addison meliputi semua zona pada korteks adrenal sehingga

terjadi defisiensi sekresi korteks adrenal, yang meliputi hormone-hormon

glukokortikoid, androgen, dan mineralokortikoid.

Defisiensi hormone korteks adrenal memberi manifestasi yang jelas ketika

telah terjadi kehilangan sel-sel fungsional lebih dari 90% pada kedua kelenjar

adrenal. Biasanya atrofi seluler hanya terbatas pada korteks meskipun dapat

terjadi gangguan pada medulla adrenal, yang mengakibatkan defisiensi

katekolamin. Defisiensi kortisol menyebabkan penurunan glukoneogenesis

(pembentukan glukosa dari molekul yang bukan karbohidrat) di dalam hati.

Kadar glukosa dalam darah rendah yang diakibatkan dapat turun secara

berbahaya pada pasien-pasien yang secara rutin menggunakan insulin.

Defisiensi aldosteron menyebabkan peningkatan kehilangan natrium

melalui ginjal dan meningkatkan rebsorpsi kalium. Ekskresi natrium

menyebabkan penurunan volume air yang menimbulkan hipotensi. Pasien

penyakit Addison dapat memiliki tekanan darah yang normal ketika berbaring

telentang, tetapi akan menunjukkan hipotensi dan takikardia yang nyata

sesudah berdiri selama beberapa menit. Volume plasma dan tekanan arteriol

yang rendah menstimulasi pelepasan rennin dan akibatnya, terjadi peningkatan

produksi angiotensin II.

Defisiensi hormon androgen dapat mengurangi pertumbuhan rambut di

daerah aksila dan pubis selain di bagian ekstremitas pada wanita. Efek

metabolic yang ditimbulkan oleh hormone androgen testis membuat gangguan

pertumbuhan rambut tersebut tidak begitu terlihat pada laki-laki.

Penyakit Addison merupakan suatu kondisi penurunan biosintesis,

penyimpanan, atau pelepasan hormone-hormon korteks adrenal. Pada sekitar

80% pasien, terdapat proses autoimun yang menyebabkan destruksi parsial

atau total kedua kelenjar adrenal. Antibody autoimun dapat menyekat reseptor

kortikotropin atau mengikat korikotropin sehingga hormone ini tidak dapat

menstimulasi sel-sel adrenal. Infeksi merupakan etiologi kedua paling sering

yang menyebabkan penyakit Addison, khususnya infeksi tuberculosis yang

menjadi penyebab sekitar 20% kasus. Penyakit lain yang dapat menyebabkan

penyakit Addison meliputi penyakit AIDS (acquired immunodeficiency

5

syndrome), infeksi fungus sistemik, CMV, tumor adrenal, dan kanker

metastatic. Infeksi dapat mengganggu fungsi seluler dan memengaruhi

kortikotropin pada setiap tahap regulasi.

2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis hipofungsi adrenal bervariasi menurut tipenya. Tanda dan

gejala hipofungsi primer meliputi:

a. Kelemahan

b. Rasa mudah lelah

c. Penurunan berat badan

d. Mual, muntah, dan anoreksia

6

e. Warna logam (kuning kecoklatan) yang nyata pada kulit, khususnya

dibagian lipatan tangan dan didaerah persendian metakarpofalangeal

(tangan serta jari-jari tangan), siku, dan lutut.

f. Jaringan parut yang warnanya bertambah gelap, bercak-bercak vitiligo

(keadaan tidak terdapat pigmentasi), dan peningkatan pigmentasi pada

membrane mukosa, khusunya mukosa pipi, akibat penurunan sekresi

kortisol yang menyebabkan sekresi kortikotropin dan melanocyte

stimulating hormone (MSH) yang berlebihan oleh kelenjar hipofisis.

g. Kelainan kardiovaskuler, termasuk hipotensi ortostatik, penurunan

ukuran serta curah jantung, dan denyut nadi yang lemah serta tidak

teratur.

h. Penurunan toleransi terhadap stress ringan

i. Hipoglikemia puasa akibat penurunan glukoneogenesis

j. Mangidam makanan yang asin akibat penurunan sekresi

mineralokortikoid (yang pada kondisi normal menyebabkan retensi

garam

Tanda dan gejala hipofungsi sekunder meliputi:

a) Keadaan yang serupa dengan hipofungsi primer tetapi tanpa

hiperpigmentasi; keadaan ini disebabkan oleh kadar kortikotropin dan

melanocyte stimulating hormone (MSH) yang rendah

b) Kemungkinan tidak ada hipotensi dan kelainan elektrolit; keadaan ini

disebabkan oleh sekresi aldosteron yang cukup normal

c) Sekresi androgen yang biasanya normal

Tanda dan gejala krisis addisonian dapat meliputi:

1) Kelemahan dan rasa mudah lelah yang berat

2) Mual, muntah, dan dehidrasi

3) Hipotensi

4) Demam tinggi yang diikuti oleh hipotermia (kadang-kadang)

7

2.6 Komplikasi

Komplikasi hipofungsi adrenal yang mungkin terjadi meliputi:

i. Hiperpireksia

ii. Reaksi psikotik

iii. Terapi steroid yang kurang atau berlebihan

iv. Syok

v. Hipoglikemia yang berat

vi. Akhirnya kolaps vaskuler, renal shutdown, koma, dan kematian (jika

keadaan ini tidak ditangani dengan baik)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pengukuran hormone kortisol dan androgen, untuk mengukur kortisol total

plasma (terikat dan bebas) menggunakan radioimmunoassay. Pada

keadaan normal kadar kortisol plasma tergantung keadaan pasien dan

waktu pengukuran. Pada keadaan stress, saat pembedahan, dan setelah

trauma dapat mencapai 40-60 µg/dL, pada pagi hari jam 8 pagi berkisar

10-12 µg/dL (Anwar, 2005). Pada hipoadrenal, terjadi penurunan kadar

kortisol plasma kurang dari 5 µg/dL.

2. Hormone ACTH plasma, dengan pengukuran menggunakan

immunoradiometric assay, kadar normal ACTH sebesar 10-50 pg/mL.

Pada insufiensi adrenal primer kadar ACTH meningkat lebih cepat dari

250 pg/mL, sebaliknya pada hipoadrenalisme sekunder kadar ACTH

plasma kurang dari 50 pg/mL (Anwar, 2005).

3. Pemeriksaan serum darah:

(1) Sodium menurun (N: 136-145 mEq/L)

(2) Potassium meningkat (N: 3,5-5,0 mEq/L)

(3) Kalsium meningkat (N: total 9-10,5 mg/dl)

(4) Bicarbonate meningkat (N: 23-30 mEq/L)

(5) BUN meningkat (N: 10-20 mg/dl)

(6) Glukosa menurun atau normal (N: 70-115 mg/dl)

(7) Kortisol menurun (N: pagi 5-23 mcg/dl. Sore 3-13 mcg/dl)

4. Peningkatan natrium urin

8

5. Pemeriksaan radiologi seperti CT Scan, magnetic resonance imaging

(MRI) untuk memeriksa kelenjar adrenal dan pituitary.

6. Pemeriksaan EKG menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia: kompleks

QRS yang melebar dan meningkatkan PR interval

7. Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid

a. Tes tetrakosaktrin singkat

Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma

terhadap ponpeptida kortikotrotin sintetik, tetrakosaktrin (synacthen,

Ciba).

Interpretasi : pada orang normal nilai dasar > 250 nmol/l, dan terdapat

peningkatan sekurang-kurangnya 300 nmol/l di atas nilai dasar pada

menit ke 30. Pada sindroma cushing (hyperplasia) mungkin ada respon

berlebihan; tumor adrenalis autonom tak berespon.

b. Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang

Interpretasi : pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol

plasma pada hari pertama sampai di atas 1400 nmol/l. pada penyakit

Addison tak ada peningkatan walaupun sampai 3 hari, sedangkan pada

hipofungsi adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria nilai

ini bisa melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan ke 3.

c. Tes supresi deksametason

Interperetasi : pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan

pada dosis lebih rendah di bawah 50% nilai dasar. Pada

deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien dengan sindroma

cushing akan memperlihatkan tak adanya supresi tanpa memandang

sebabnya, pada dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat

supresi 50% atau lebih, sedangkan yang dengan adenoma atau

karsinoma ataupun pembentukan ACTH ektopik tak dipengaruhi.

d. Tes metirapon

Interpretasi : orang normal memperlihatkan peningkatan nilai

kortikostiroid urina sekurang-kurangnya 35umol/24jam dan

peningkatan 2x lipat di atas kadar istirahat. Respon subnormal dengan

9

adanya fungsi adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan, pasien

dengan tumor korteks adrenalis autonom tak berespon.

e. Tes lainnya

Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti

prosdur setempat. Ia mengikuti penggunaan hipoglikemia yang

diinduksi insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi hipotalamus

melalui pusat yang lebih tinggi atau menggunakan lisin-vasopresin

sebagai corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang

pituitaria anterior.

Pada pasien yang memiliki gejala Addisonia yang khas, hasil pemeriksaan

laboratorium berikut ini memberi kesan kuat kearah insufiensi adrenal akut:

1) Penurunan kadar kortisol plasma (kurang dari 10mkg/dl di padi hari);

lebih rendah lagi pada malam hari

2) Penurunan kadar natrium serum dan kadar glukosa darah puasa

3) Peningkatan kadar kalium, kalsium, dan ureum dalam darah

4) Kenaikan hematokrit; peningkatan jumlah limfosit dan eosinofil

5) Foto rontgen yang memperlihatkan kalsifikasi adrenal jika penyebabnya

infeksi

2.8 Penatalaksanaan

1. Medik

a. Perlu diperhatikan cairan dan elektrolit, rehidrasi cairan dan pemberian

elektrolit.

b. Pemberian dextrose 5%, bolus IV glukosa untuk koreksi hipoglikemia.

c. Pemberian hidroktison 15-30 mg, terbagi dalam 2/3 dosis diberikan

pagi hari dan 1/3 diberikan pada sore hari.

d. Fludocortisone acetat, untuk mencegah kehilangan natrium dan

mengatasi postural hipotensi, kelemahan dan hiperkalemia.

e. Pemberian antibiotic atau terapi anti TBC sesuai dengan indikasi.

f. Pemberian diet tinggi kalori, karbohidrat, protein dan vitamin,

diberikan dalam skala kecil tapi sering untuk mengurangi mual dan

muntah.

10

g. Terapi sulih kortikosteroid seumur hidup, yang biasanya dilakukan

dengan pemberian kortison atau hidrokortison; kedua preparat ini akan

memberi efek mineralokortikoid (pada hipofungsi adrenal primer atau

sekunder)

h. Fluorokortison oral (Florinef), suatu mineralokortikoid sintesik untuk

mencegah keadaan dehidrasi yang berbahaya, hipotensi, hiponatremia,

dan hiperkalemia (pada penyakit Addison)

i. Penyuntikan bolus IV hidrokortison 100 mg setiap enam jam sekali

selama 24 jam; kemudian 50 hingga 100 mg yang disuntikkan IM atau

diencerkan dalam larutan DS (dekstrosa dalam salin) dan disuntikkan

melalui infuse sampai kondisi pasien stabil; mungkin diperlukan

penyuntikan sampai 300 mg hidrokortison per hari dan 3 hingga 5L

(3,2 hingga 5,3 qt) larutan DS (pada krisis adrenal).

2. Keperawatan

i. Pengukuran TTV

ii. Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan

waktu istirahat pasien

iii. Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua

tungkai ditinggikan.

iv. Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam

v. Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan

elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis

vi. Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang

menunjukan adanya krisis Addison

Pertimbangan khusus

a. Jika pasien juga menderita diabetes, periksa kadar glukosa darah secara

berkala karena terapi sulih kortikosteroid memerlukan penyesuaian takaran

insulin.

b. Catat berat badan pasien dan asupan serta haluaran cairan dengan cepat

cermat karena pasien pasien ini dapat mengalami deplesi volume. Sampai

11

timbul efek mineralokortikoid, berikan cairan secara paksa untuk

menggantikan kehilangan cairan yang berlebihan.

Untuk menangani pasien yang mendapatkan terapi sulih steroid:

a. Atur diet yang mempertahankan keseimbangan natrium dan kalium.

b. Jika pasien mengalami anoreksia, anjurkan makan enam kali sehari dalam

porsi kecil untuk meningkatkan asupan kalori. Minta ahli diet agar

mengatur penyediaan makanan yang tinggi protein dan tinggi karbohidrat.

Sediakan makanan camilan untuk malam hari, yang akan diperlukan bila

pasien mengalami hipoglikemia.

c. Amati keadaan pasien yang mendapat terapi steroid untuk mendeteksi

tanda-tanda cushingoid, seperti retensi cairan di sekitar mata dan wajah.

Awasi kemungkinan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, khususnya

jika pasien mendapat preparat mineralokortikoid. Pantau berat badan dan

cek tekanan darah pasien untuk menilai status cairan tubuhnya. Ingat,

steroid yang diberikan pada waktu senja atau pada malam hari dapat

menstimulasi sistem saraf pusat dan menimbulkan insomnia pada sebagian

pasien. Lakukan pemeriksaan untuk menemukan petekie karena pasien

penyakit ini mudah mengalami memar.

d. Jika pasien hanya mendapatkan glukokortikoid, amati kemungkinan

hipotensi ortostatik atau abnormalitas elektrolit, yang dapat menunjukkan

perlunya terapi mineralokortikoid.

e. Jelaskan bahwa diperlukan terapi steroid seumur hidup.

f. Ajarkan pasien gejala berlebihan dosis steroid (pembengkakan, kenaikan

berat badan) dan kekurangan dosis steroid (letargi, lemah).

g. Beri tahu pasien bahwa dosis obat mungkin perlu ditingkatkan pada saat-

saat stress (misalnya, pada saat pasien menderita demam selesma).

h. Ingatkan bahwa infeksi, cedera, atau pengeluaran keringat yang sangat

banyak pada cuaca panas dapat memicu krisis adrenal.

i. Ajarkan pasien dan keluarganya cara memberikan suntikan hidrokortison.

12

II. 9 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

A. Identitas Klien

Nama:

Umur:

Jenis Kelamin:

Berat badan :

Alamat:

Pekerjaan:

Agama:

B. Keluhan Utama

Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan kelelahan, letargi,

tidak mampu beraktivitas, nafsu makan menurun, mual, muntah, diare,

nyeri abdomen, dll.

C. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Dahulu

Meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk

tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb. Selain itu, juga riwayat

penyakit yang dapat menggali kemungkinan penyebab dan faktor yang

mempermudah seperti operasi intra-abdominal, radiasi kepala,

pengangkatan hipofise atau adrenal, dll.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

13

1.)Keluhan pasien pada saat ini, misalnya: mual, muntah, anoreksia,

dll.

2.)Tanyakan pada klien apakah terjadi penurunan berat badan selama

6 bulan terakhir

3.)Bagaimana masukan garamnya.

4.)Pada klien wanita tanyakan pola menstruasinya.

5.)Pada klien pria tanyakan apakah mengeluh impotensi.

6.)Tanyakan apakah klien menderita tuberculosis, karsinoma paru

atau infeksi menahun kuman gram negative, karena kesemuanya ini

dapat menyebabkan hipofungsi idiopatis.

7.)Tanyakan apakah menggunakan obat-obatan seperti golongan

steroid, antikuagulan, dan obat sitotoksit.

8.) Riwayat Kesehatan Keluarga

Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat

diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang

terdapat dalam keluarga.

D. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas / istirahat

a) Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan

setiap hari. Tidak mampu beraktivitas atau bekerja

b) Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas

yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi,

depresi, gangguan konsentrasi, letargi

b. Sirkulasi

i. Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, takikardi, disritmia,

suara jantung melemah, nadi perifer melemah, pengisian kapiler

memanjang, ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat

c. Integritas ego

a) Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami,

termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya hidup.

Ketidakmampuan mengatasi stress.

b) Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil

14

d. Eliminasi

a) Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen,

perubahan frekuensi dan karakteristik urin

b) Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria

e. Makanan atau cairan

a) Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB

menurun dengan cepat

b) Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering

f. Neurosensori

a) Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan

b) Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar

natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas,

koma (dalam keadaan krisis)

g. Nyeri/ kenyamanan

a) Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang

belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)

h. Pernapasan

a) Gejala : Dipsnea

b) Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels,

ronkhi pada keadaan infeksi.

i. Keamanan

a) Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas

b) Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena

sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik. Peningkatan

suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis).

j. Seksualitas

a) Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya

tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada

tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido.

15

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Resiko Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan

cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena

kekurangan aldosteron)

2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat

(mual, muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid

3) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.

4) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.

3. INTERVENSI

No. DIAGNOSA NOC NIC

1. Resiko

Kekurangan

volume cairan

b/d kekurangan

natrium dan

kehilangan

cairan melalui

ginjal, kelenjar

keringat,

saluran

gastrointestinal

(karena

kekurangan

aldosteron)

Keseimbangan

cairan dan

elektrolit

1. Manajemen elektrolit

Identifikasi

kemungkinan penyebab

dari ketidakseimbangan

elektrolit.

Monitor mual dan

muntah.

Sediakan diet yang

sesuai untuk

ketidakseimbangan

elektrolit pasien.

2. Manajemen cairan

Berikan cairan.

Monitor tanda dan

gejala retensi cairan.

3. Monitor cairan

Tentukan kemungkinan

faktor risiko

ketidakseimbangan

cairan.

Monitor berat.

16

Monitor intake dan

output.

2. Perubahan

nutrisi: kurang

dari kebutuhan

tubuh b/d

intake tidak

adekuat (mual,

muntah,

anoreksia),

defisiensi

glukokortikoid

Status nutrisi

Kriteria hasil :

- Adanya

peningkatan BB

sesuai dengan

tujuan

- BB ideal sesuai

dengan tinggi

badan

- Mampu

mengidentifikasi

kebutuhan

nutrisi

- Tidak ada tanda

– tanda

malnutrisi

- Tidak terjadi

penurunan BB

yang berarti

1. Monitor nutrisi

Timbang berat badan

pasien

Monitor adanya

penuruna berat badan

pasien

Monitor turgor kulit

Monitor makanan

kesukaan

Monitor kalori dan

intake nutrisi

Banyak makan(sedikit,

tapi sering), banyak

minum, buah

2. Nutrition manajement

Kaji adanya alergi

makanan

Monitor jumlah nutrisi

dan kandungan kalori

Berikan kalori tentang

kebutuhan nutrisi

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan intake Fe

Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein

dan vitamin C

Berikan subsatansi gula

Yakinkan diet yang

dimakan mengandung

17

tinggi serat untuk

mencegah konstipasi

Kaji kemampuan pasien

untuk mendapatkan

kebutuhan yang

dibutuhkan

Kolaborasi : kolaborasi

dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah

kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan

3. Intoleransi

aktifitas b/d

kelemahan

fisik.

Activity tolerance

Kriteria hasil :

- Berpartisipasi

dalam aktivitas

fisik tanpa

disertaipenignka

tan TD, nadi dan

RR

- Mampu

melakukan

aktivitas sehari

– hari (ADLs)

secara mandiri

1. Energy management

Observasi adanya

pembatasan klien dalam

melakukan aktivitas

Kaji adanya faktor yang

menyebabkan kelelahan

Monitor nutrisi dan

sumber energy yang

adekuat

Monitor pasien akan

adanya kelelahan fisik

dan emosi secara

berlebihan

Monitor espon

kardiovaksuler terhadap

aktivitas

Monitor tidur dan

lamanya tidur/istirahat

pasien

18

2. Activity therapy

Bantu klien untuk

mengidentifikasi

aktivitas yang mampu

dilakukan

Bantu pasien untuk

memilih aktivitas

konsisten yang sesuai

dengan kemampuan

fisik, psikologidan

sosial

Bantu untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber

yang diperlukan untuk

aktivitas yang diingikan

Bantu untuk

mengidentifikasi

aktivitas yang disukai

Bantu pasien/keluarga

untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam

beraktivitas

Monitor respon fisik,

emosi, sosial dan

spiritual

Kolaborasi :kolaborasi

dengan tenaga

rehabilitasi medic

dalam merencanakan

program terapi yang

tepat

19

3. Konseling nutrisi

Tegakkan sebuah

hubungan terapeutik

berdasarkan

kepercayaan dan

respect.

Diskusi makanan

kesukaan dan yang

tidak disukai pasien.

Bantu pasien untuk

menghitung apa

biasanya yang dimakan

dalam waktu 24 jam.

4. Ansietas

berhubungan

dengan

ancaman atau

perubahan

status

kesehatan.

- Level

kecemasan

- Kontrol

kecemasan diri

- Konsentrasi

- Koping

- Level

hiperaktif

1. Penurunan kecemasan

Sediakan informasi

faktual perhatian

diagnosis, perawatan

dan prognosis.

Anjurkan keluarga

untuk bersama dengan

pasien.

Anjurkan verbalisasi

dari perasaan, persepsi

dan ketakutan.

Identifikasi ketika level

kecemasan berubah.

Intruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi.

2. Koping lingkungan

Nilai ketidakpahaman

pasien tentang proses

20

penyakit.

Nilai dan diskusikan

respon alternative dari

situasi.

Bantu pasien dalam

membangun nilai

objektif di keadaan.

Sediakan informasi

terbaru mengenai

diagnosis, pengobatan

dan prognosis.

Nilai aktivitas social

dan komunitas.

21

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Korteks kelenjar adrenal menghasilkan hormon streroid yang pada masa

istirahat dan dalam keadaan stres glukokortikoid mengatur kardiovaskuler,

keseimbangan metabolik dan sistem imun. Mineralokortikoid dilain pihak

akan mengatur volume darah dan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Androgen adrenal berperan sebagai prekursor androgen dan estrogen yang

lebih poten. Adrenal korteks juga menghasilkan sitokin, peptida aktif dan

berbagai hormon lain.

III.2 Saran

Dengan menulis makalah ini diharapkan kepada pembaca untuk dapat

memberikan kritik dan saran terhadap makalah ini agar menjadi lebih baik.

Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan bisa menambah pengetahuan

dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari mengenai Asuhan

Keperawatan Hipoadrenalisme.

22

DAFTAR PUSTAKA

Rumahorbo, Hotma.1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Endokrin. Jakarta: Sunter Agung Podomoro

Tarwono.2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:

Trans Info Medika

Kowalak, dkk.2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

23