makalah hakn

25
TUGAS HAKN BADAN LAYANAN UMUM KELOMPOK 9 1. APRILYA ARI PRATOMO / 06 2. ENDRA SULISTIAN / 17 3. KUKUH PERDANA / 23 4. NYOMAN ANDRI JUNIAWAN / 27 5. PUTUT WIDYA NUGRAHA / 30 6. YUSITA IKA PRASETYANI / 37

Upload: ratriasarangga

Post on 29-Jun-2015

397 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH HAKN

TUGAS HAKNBADAN LAYANAN UMUM

KELOMPOK 9

1. APRILYA ARI PRATOMO / 062. ENDRA SULISTIAN / 173. KUKUH PERDANA / 234. NYOMAN ANDRI JUNIAWAN / 275. PUTUT WIDYA NUGRAHA / 306. YUSITA IKA PRASETYANI / 37

Page 2: MAKALAH HAKN

KONSEPSI DASAR BLU

Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut BLU, adalah instansi di lingkungan

Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa

penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan

dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola

pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan

praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Rencana Bisnis

dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan

penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran suatu BLU. Standar

Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang

diberikan oleh BLU kepada masyarakat. Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan

fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian

layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

TUJUAN DAN ASAS

BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan

fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan

penerapan praktek bisnis yang sehat. Adapun asas-asas dalam BLU adalah :

(1) BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah

untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan

kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.

(2) BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian

negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah

dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.

Page 3: MAKALAH HAKN

(3) Menteri/pimpinan lembara/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas

pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya

kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.

(4) Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan

pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan

lembaga/gubernur/bupati/ walikota.

(5) BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.

(6) Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan

disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran

serta laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah

daerah.

(7) BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang

sehat.

PERSYARATAN, PENETAPAN, DAN PENCABUTAN

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan

PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Persyaratan

substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan

layanan umum yang berhubungan dengan:

a. Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

b. Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian

masyarakat atau layanan umum; dan/atau

c. Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada

masyarakat.

Persyaratan teknis terpenuhi apabila:

a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan

pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan

lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan

Page 4: MAKALAH HAKN

b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana

ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat

menyajikan seluruh dokumen berikut:

a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat

bagi masyarakat;

b. pola tata kelola;

c. rencana strategis bisnis;

d. laporan keuangan pokok;

e. standar pelayanan minimum; dan

f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.

Dokumen tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk

mendapatkan persetujuan sebelum disampaikan kepada Menteri Keuangan/

gubernur/bupati /walikota, sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai

persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Proses penetapan PPK-BLU adalah sebagai berikut:

1. Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD mengusulkan instansi pemerintah yang

memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PPK-BLU

kepada Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.

2. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan instansi pemerintah yang

telah memenuhi persyaratan untuk menerapkan PPK-BLU.

3. Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU

bertahap.

4. Status BLU secara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan

memuaskan.

5. Status BLU-Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi,

namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.

6. Status BLU-Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun.

Page 5: MAKALAH HAKN

7. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, memberi

keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling

lambat 3 bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.

Adapun penerapan PPK-BLU berakhir bila:

a. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan

kewenangannya;

b. dicabut oleh Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari

menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya; atau

c. berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.

Pencabutan penerapan PPK-BLU dilakukan apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak

memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif.

Pencabutan status dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-

undangan, yaitu:

1. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,

membuat penetapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat

3 (tiga) bulan sejak tanggal usul diterima. Dalam hal jangka waktu 3 (tiga) bulan

terlampaui, usul pencabutan dianggap ditolak.

2. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali

untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 PP No.23 Tahun

2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

3. Dalam rangka menilai usulan penetapan dan pencabutan, Menteri Keuangan/gubernur/

bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai.

STANDAR DAN TARIF LAYANAN

1. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU menggunakan standar pelayanan minimum

yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai

dengan kewenangannya.

2. Standar pelayanan minimum tersebut dapat diusulkan oleh instansi pemerintah yang

menerapkan PPK-BLU.

Page 6: MAKALAH HAKN

3. Standar pelayanan minimum harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan dan

kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan layanan.

Dalam hal tarif layanan, maka BLU:

1. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan

yang diberikan.

2. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang

disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana.

3. Tarif layanan diusulkan oleh BLU kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai

dengan kewenangannya.

4. Usul tarif layanan dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD selanjutnya ditetapkan oleh

Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya.

5. Tarif layanan harus mempertimbangkan:

a. kontinuitas dan pengembangan layanan;

b. daya beli masyarakat;

c. asas keadilan dan kepatutan; dan

d. kompetisi yang sehat.

PERENCANAAN BISNIS DAN PENGANGGARAN

Tata cara penyusunan, pengajuan, penetapan dan perubahan Rencana Bisnis dan

Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum diatur dalam Peraturan

Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006.

PERENCANAAN

Dalam hal perencanaan, BLU melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana

Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL) atau Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

2. BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis tersebut.

Page 7: MAKALAH HAKN

3. RBA disusun berdasarkan basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis

layanannya.

4. RBA BLU disusun berdasarkan kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang

diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan APBN/APBD.

5. RBA tersebut disusun dengan menganut pola anggaran fleksibel (flexible budget)

dengan suatu persentase ambang batas tertentu.

PENGAJUAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN

Setelah RBA disusun, maka langkah selanjutnya adalah pengajuan RBA sebagai berikut:

1. BLU mengajukan RBA kepada menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk dibahas

sebagai bagian dari RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.

2. RBA disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran yang akan

dihasilkan.

3. RBA BLU yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD diajukan kepada

Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, sebagai bagian RKA-KL, rencana

kerja dan anggaran SKPD, atau Rancangan APBD.

4. Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya, mengkaji kembali standar biaya

dan anggaran BLU dalam rangka pemrosesan RKA-KL, rencana kerja dan anggaran SKPD,

atau Rancangan APBD sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan

APBN/APBD.

5. BLU menggunakan APBN/APBD yang telah ditetapkan sebagai dasar penyesuaian terhadap

RBA menjadi RBA definitif.

PENETAPAN RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN

1. Pengkajian kembali RBA dilakukanvoleh Direktorat Jenderal Anggaran.

2. Pengkajian kembali RBA tersebut terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU,

kinerja keuangan BLU, serta besaran persentase ambang batas.

3. Adapun besaran persentase ambang batas ditentukan dengan mempertimbangkan

fluktuasi kegiatan operasional BLU.

Page 8: MAKALAH HAKN

4. Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal

Anggaran dengan unit yang berwenang pada kementerian/lembaga serta BLU yang

bersangkutan.

5. Hasil kajian atas RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian

dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.

6. Setelah APBN ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA menjadi RBA

definitif.

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN

PENYUSUNAN DIPA BLU

1. RBA definitif sebagaimana dimaksud dalam poin (6) diatas digunakan sebagai acuan

dalam menyusun DIPA BLU untuk diajukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur

Jenderal Perbendaharaan.

2. DIPA BLU memuat seluruh pendapatan dan belanja, proyeksi arus kas, jumlah dan

kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan, rencana penarikan dana yang bersumber

dari APBN, serta besaran persentase ambang batas sebagaimana ditetapkan dalam RBA

definitif.

3. DIPA BLU disampaikan oleh menteri/ pimpinan lembaga kepada Menteri Keuangan c.q.

Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan mengesahkan DIPA BLU

selambat-lambatnya tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA

BLU (SP-DIPA BLU).

5. Format DIPA BLU diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

PENARIKAN DAN PENGGUNAAN DANA

Dalam pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan nomor 66/PMK.02/2006, disebutkan mengenai

penarikan dana BLU, sebagai berikut:

1. DIPA BLU yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal

Perbedaharaan menjadi dasar bagi penarikan dana yang bersumber dari APBN.

Page 9: MAKALAH HAKN

2. Berdasarkan DIPA BLU yang telah disahkan tersebut pimpinan BLU selaku kuasa

pengguna anggaran mengajukan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) kepada

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk:

1. belanja pegawai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. belanja barang dilaksanakan setiap triwulan sebesar selisih (mismatch) antara

jumlah kas yang tersedia ditambah proyeksi arus kas masuk dikurangi proyeksi

arus kas keluar;

3. belanja modal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Berdasarkan SPM-LS tersebut, KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)

sesuai ketentuan yang berlaku.

Adapun untuk pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada

masyarakat, hibah tidak terikat, serta hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil

usaha lainnya dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja operasional BLU sesuai dengan

RBA definitif. Sedangkan hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain harus

diperlakukan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006).

Dalam rangka pertanggungjawaban penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PMK nomor 66/PMK.02/2006, setiap triwulan BLU

membuat SPM Pengesahan dan disampaikan kepada KPPN selambat-lambatnya tanggal 10

bulan berikutnya dengan dilampiri Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja disertai kuitansi

pengeluaran kumulatif yang ditandatangani oleh pimpinan BLU.

Berdasarkan SPM Pengesahan tersebut, KPPN menerbitkan SP2D Pengesahan sebagai dasar

realisasi penggunaan dana yang bersumber dari pendapatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pertanggungjawaban

penggunaan dana DIPA BLU diatur oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Page 10: MAKALAH HAKN

PERUBAHAN/REVISI TERHADAP RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN

Perubahan/revisi terhadap RBA definitif dan DIPA dilakukan apabila:

1. terdapat penambahan atau pengurangan pagu anggaran yang berasal dari APBN; dan/

atau

2. belanja BLU melampaui ambang batas fleksibilitas.

PELAPORAN

Dalam hal pelaporan keuangan, maka:

1. Setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi

anggaran/laporan operasional, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan

disertai laporan kinerja. Laporan tersebut disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan

Lembaga dan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, paling

lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan berakhir.

2. Setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan keuangan secara lengkap

yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus

kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja. Laporan tersebut

disampaikan kepada Menteri/ Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam

laporan keuangan Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode

pelaporan berakhir.

Kemudian Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan laporan kepada Menteri Keuangan

c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang dilampiri dengan laporan keuangan dan laporan

kinerja BLU paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir.

Page 11: MAKALAH HAKN

PENGELOLAAN KAS, UTANG DAN PIUTANG BLU

PENGELOLAAN KAS BLU

Sesuai dengan pasal 16 UU N0 23 Th 2005, pengelolaan kas BLU dilaksanakan berdasarkan

praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan hal-hal

sebagai berikut:

1. merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;

2. melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;

3. menyimpan kas dan mengelola rekening bank;

4. melakukan pembayaran;

5. mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek; dan

6. memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Atau dengan kata lain memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka pendek

untuk memperoleh pendapatan tambahan.

Adapun rekening bank dimaksud, dibuka oleh pimpinan BLU pada bank umum. Sedangkan

pemanfaatan surplus kas sebagaimana dimaksud diatas dilakukan sebagai investasi jangka

pendek pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.

Penarikan dana yang bersumber dari APBN/APBD dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah

Membayar (SPM) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PENGELOLAAN PIUTANG

Dalam pasal 17 UU N0 23 Th 2005, mengenai pengelolaan piutang BLU disebutkan

bahwa BLU dapat memberikan piutang sehubungan dengan penyerahan barang, jasa, dan/atau

transaksi lainnya yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU

sepanjang dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan

bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah, sesuai dengan praktek bisnis yang

sehat dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Piutang BLU yang sulit ditagih dapat dilimpahkan penagihannya kepada Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya

Page 12: MAKALAH HAKN

Pada implementasi selanjutnya, piutang BLU dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat oleh

pejabat yang berwenang, yang nilainya ditetapkan secara berjenjang.

Adapun kewenangan penghapusan piutang secara berjenjjang tersebut ditetapkan dengan

Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,

dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PENGELOLAAN UTANG

Mengenai pengelolaan utang BLU, disebutkan dalam 18 UU N0 23 Th 2005 tentang

pengelolaan BLU, disebutkan BLU dapat memiliki utang sehubungan dengan kegiatan

operasional dan/atau perikatan peminjaman dengan pihak lain sepanjang dikelola dan

diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab, sesuai

denganpraktek bisnis yang sehat.

Terdapat dua jenis utang BLU, yaitu:

Utang jangka pendek

Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka pendek ditujukan hanya

untuk belanja operasional.

Utang jangka panjang

Pemanfaatan utang yang berasal dari perikatan peminjaman jangka panjang ditujukan hanya

untuk belanja modal.

Perikatan peminjaman dilakukan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang berdasarkan

nilai pinjaman. Sedangkan kewenangan peminjamannya diatur dengan Peraturan Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota.

Pembayaran kembali utang tersebut merupakan tanggung jawab BLU. Namun hak tagih

atas utang BLU menjadi kadaluarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo,

kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Adapun jatuh tempo dihitung sejak 1 Januari

tahun berikutnya.

Page 13: MAKALAH HAKN

PENGELOLAAN BARANG DAN INVESTASI

PENGELOLAAN BARANG

Berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2005 pasal 20, tentang pengelolaan

keuangan BLU, pengadaan barang/ jasa oleh BLU dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan

ekonomis, sesuai dengan praktek bisnis yang sehat dimana kewenangan atas pengadaan

tersebut diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan/gubernur/bupati/walikota.

Dengan kata lain, pengadaan barang/jasa BLU yang sumber dananya berasal dari

pendapatan operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama lainnya dapat dilaksanakan

berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan pimpinan BLU, tanpa

mengikuti ketentuan Keppres no. 80 tahun 2003 beserta seluruh perubahannya, dengan

mengikuti prinsip-prinsip transparansi, adil,/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan praktis bisnis

yang sehat. Sehingga dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya dari ketentuan mengenai

pengadaan barang/jasa, dalam kaitannya dengan Kepres no. 80 tahun 2003, dengan alasan

efektivitas dan efisiensi.

INVESTASI

Dalam hal investasi, BLU mengenal dua jenis investasi dalam pengelolaan keuangannya, yaitu:

1. Investasi jangka panjang;

2. Investasi jangka pendek.

Dana/kas yang dimiliki suatu badan pemerintahan yang menggunakan sistem BLU dalam

pengelolaan keuangannya tidak dapat melakukan investasi jangka panjang, kecuali atas

persetujuan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Segala keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan investasi jangka panjang merupakan

pendapatan BLU, sehingga diperuntukkan sesuai tujuan dibentuknya sistem pengelolaan

keuangan BLU yaitu untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum. Investasi jangka

panjang yang dimaksud antara lain:

1. Penyertaan modal;

Page 14: MAKALAH HAKN

2. Obligasi jangka panjang; dan

3. Investasi langsung (pembentukan perusahaan) atas nama Menteri Keuangan.

Pengelolaan kas BLU dapat pula dilakukan investasi jangka pendek, yang ketentuannya

sama seperti pengelolaan investasi jangka pendek pada umumnya. Hal ini dikarenakan

badan/instansi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem BLU sebagai asas pengelolaan

keuangannya diperkenankan untuk memanfaatkan kas yang menganggur (idle cash) jangka

pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan. Dengan demikian kas yang dimiliki oleh

badan/instansi pemerintahan yang telah menerapkan sistem BLU dapat berkembang jumlahnya

sehingga dengan jumlah kas yang bertambah diharapkan terjadi peningkatan layanan yang

lebih baik keadaan masyarakat umum.

AKUNTANSI DAN PELAPORAN

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman

Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU, sistem akuntansi BLU adalah sebagai berikut:

1. Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya

dikelola secara tertib.

2. Periode akuntansi BLU meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai

dengan tanggal 31 Desember.

3. Sistem Akuntansi BLU terdiri dari:

1. Sistem Akuntansi Keuangan

Sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan pokok untuk keperluan

akuntabilitas, manajemen, dan transparansi yang dirancang agar paling sedikit menyajikan:

informasi tentang posisi keuangan secara akurat dan tepat waktu;

informasi tentang kemampuan BLU untuk memperoleh sumber daya ekonomi berikut

beban yang terjadi selama suatu periode;

informasi mengenai sumber dan penggunaan dana selama suatu periode;

informasi tentang pelaksanaan anggaran secara akurat dan tepat waktu; dan informasi

tentang ketaatan pada peraturan perundang-undangan.

Page 15: MAKALAH HAKN

Sistem akuntansi keuangan BLU memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:

basis akuntansi yang digunakan pengelolaan keuangan BLU adalah basis akrual;

sistem akuntansi dilaksanakan dengan sistem pembukuan berpasangan; dan

sistem akuntansi BLU disusun dengan berpedoman pada prinsip pengendalian intern

sesuai praktek bisnis yang sehat.

Dalam rangka pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan kementerian

negara/lembaga, BLU mengembangkan sub sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan

Laporan Keuangan sesuai dengan SAP.

BLU mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi keuangan sesuai dengan jenis layanan

BLU dengan mengacu kepada standar akuntansi paling sedikit mencakup kebijakan akuntansi,

prosedur akuntansi, subsistem akuntansi, dan bagan akun standar

1. Sistem Akuntansi Aset Tetap

Sistem akuntansi aset tetap, yang menghasilkan laporan aset tetap untuk keperluan

manajemen aset tetap yang paling sedikit mampu menghasilkan:

informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap milik BLU; dan

informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap bukan milik BLU

namun berada dalam pengelolaan BLU.

Dalam pelaksanaan sistem akuntansi aset tetap, BLU dapat menggunakan sistem akuntansi

barang milik negara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

1. Sistem Akuntansi Biaya

Sistem akuntansi biaya, yang menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan,

pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial yang paling

sedikit mampu menghasilkan:

informasi tentang harga pokok produksi;

informasi tentang biaya satuan (unit cost) per unit layanan; dan

informasi tentang analisis varian (perbedaan antara biaya standar dan biaya

sesungguhnya).

Sistem akuntansi biaya menghasilkan informasi yang berguna dalam:

perencanaan dan pengendalian kegiatan operasional BLU;

Page 16: MAKALAH HAKN

pengambilan keputusan oleh Pimpinan BLU; dan

perhitungan tarif layanan BLU.

1. BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi lain yang berguna untuk kepentingan

manajerial yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66/PMK.02/2006,

bahwa setiap triwulan BLU wajib membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi

anggaran/laporan operasional, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan disertai

laporan kinerja yang disampaikan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga dan kepada Menteri

Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah

periode pelaporan berakhir.

Selain itu, setiap semesteran dan tahunan BLU wajib membuat laporan keuangan secara

lengkap yang terdiri dari laporan realisasi anggaran/laporan operasional, neraca, laporan arus

kas, dan catatan atas laporan keuangan, disertai laporan kinerja yang disampaikan kepada

Menteri/Pimpinan Lembaga untuk dikonsolidasikan ke dalam laporan keuangan

Kementerian/Lembaga paling lambat 1 (satu) bulan setelah periode pelaporan berakhir dan

kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan yang dilampiri dengan

laporan keuangan dan laporan kinerja BLU paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode

pelaporan berakhir.

SURPLUS DAN DEFISIT

Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum,

penggunaan surplus atau defisit adalah sebagai berikut:

Pasal 29:

“Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah

Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, disetorkan

sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan posisi

likuiditas BLU.”

Pasal 30:

Page 17: MAKALAH HAKN

(1) “Defisit anggaran BLU dapat diajukan pembiayaannya dalam tahun anggaran berikutnya.

kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD, sesuai

dengan kewenangannya.”

(2) “Menteri Keuangan/PPKD, sesuai dengan kewenangannya dapat mengajukan anggaran

untuk menutup defisit pelaksanaan anggaran BLU dalam APBN/APBD tahun anggaran

berikutnya.”

Namun dalam BLU sendiri terdapat beberapa masalah yang sebenarnya menunjukkan

ketidakkonsistenan pemerintah dalam membuat peraturan perundangan yang ditakutkan pada

kemudian hari akan menimbulkan masalah. Masalah-masalah ini dikhawatirkan dapat

mengganggu proses kerja BLU secara meyeluruh, sehingga tujuan-tujuan awal BLU yang

ditetapkan dikhawatirkan tidak tercapai.

Dalam pasal 29 PP 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan Layanan Umum disebutkan

bahwa “Surplus anggaran BLU dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas

perintah Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya,

disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Umum Negara/Daerah dengan mempertimbangkan

posisi likuiditas BLU”. Surplus anggaran BLU yang dimaksud disini adalah selisih lebih antara

pendapatan dengan belanja BLU yang dihitung berdasarkan laporan keuangan operasional

berbasis akrual pada suatu periode anggaran. Surplus tersebut diestimasikan dalam RBA tahun

anggaran berikut untuk disetujui penggunaannya.

Padahal sesuai dengan pasal 3 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

disebutkan bahwa “Surplus penerimaan/negara dapat digunakan untuk membiayai

pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya”. Selanjutnya pada ayat berikutnya

dijelaskan “Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat

(7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan Perusahaan Negara/Daerah harus

memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD”. Berdasarkan ketentuan ini dapat

diketahui bahwa kaidah perlakuan surplus adalah dimanfaatkan untuk membiayai pengeluaran

pemerintah. Peruntukan lain terhadap surplus anggaran ini harus memperoleh persetujuan

DPR/DPRD. Perbandingan kedua aturan yang mengatur surplus anggaran ini menunjukkan

Page 18: MAKALAH HAKN

bahwa BLU memiliki daya tawar keuangan yang lebih tinggi dibandingkan Perusahaan

Negara/Daerah.

Solusi untuk masalah ini sebenarnya agak susah karena ada dua hal yang bisa diajukan

sebagai argumen dalam mempertahankan pendapat mengenai aturan mana yang harus

dipakai. Argumen tersebut adalah:

1. Menurut pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan aturan yang seharusnya dipakai adalah aturan mengenai surplus yang ada di

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hal ini disebabkan karena peraturan

yang berada lebih rendah dalam hirarki tidak boleh bertentangan dengan peraturan

hukum yang lebih tinggi.

2. Akan tetapi, mengingat adanya asas lex specialis derogat lex generalis dimana apabila

ada aturan yang lebih khusus, maka aturan tersebut mengesampingkan aturan yang

bersifat umum, maka aturan mengenai surplus yang harus dipakai adalah aturan khusus

yang mengatur tentang BLU yaitu PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Badan

Layanan Umum.

Sebenarnya permasalahan seperti di atas tidak perlu terjadi apabila pembuat-pembuat

keputusan lebih banyak melakukan pencarian referensi dalam menyusun peraturan, sehingga di

kemudian hari tidak diharapkan terjadi lagi pertentangan seperti ini. Pertentangan seperti ini

tentu akan merugikan bagi level-level pelaksana peraturan dikarenakan adanya kebingungan

dalam memilih aturan mana yang harus dipakai.