makalah fisika medis

21
MAKALAH FISIKA MEDIS RADIOIMMUNOASSAY (RIA) OLEH Nama NIM Satria Kinayung M0209047 Mar’atus Solikhah M0211052 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 1

Upload: sakir-dimnesta

Post on 08-Feb-2016

254 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FISIKA MEDIS

MAKALAH FISIKA MEDIS

RADIOIMMUNOASSAY (RIA)

OLEH

Nama NIM

Satria Kinayung M0209047

Mar’atus Solikhah M0211052

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2013

1

Page 2: MAKALAH FISIKA MEDIS

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan

petunjukNya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Fisika Medis dengan judul

“RADIOIMMUNOASSAY (RIA)” tepat pada waktunya.

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan sangat

menghargai segala bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis untuk dapat

menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Fisika Medis tentang Radioimmunoassay.

Penulis berharap, tugas ini akan sangat bermanfaat bagi para peserta didik, tenaga

pendidik, dan para pembaca, dalam rangka upaya peningkatan pengetahuan dan

keterampilannya dalam bidang aplikasi Fisika khususnya Fisika Nuklir dalam bidang Medis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,

saran dan kritik yang membangun akan sangat penulis harapkan sebagai perbaikan dalam isi

makalah ini.

Surakarta, Juni 2013

Penulis

2

Page 3: MAKALAH FISIKA MEDIS

DAFTAR ISI

JUDUL…………………….……………………………………………………………..... 1

KATA PENGANTAR….…………………………………………………………………. 2

DAFTAR ISI..……………………………………………………………………………... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ………………………………………………………... 4

1.2. Batasan Masalah………………………………………………………. 5

1.3. Tujuan…………………………………………………………............. 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Radioimmunoassay (RIA) ………………………………... 6

2.2 Prinsip Radioimmunoassay (RIA) ……………………………………. 6

2.2.1. Pembuatan Antibodi……………………………………………. 8

2.2.2. Radioiodinasi…………………………………………………… 9

2.2.3. Kegunaan RIA………………………………………………….. 9

2.2.4. Keuntungan dan Kerugian RIA………………………………… 10

2.3 Contoh prosedur pengukuran konsetrasi sampel ……………………... 11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 14

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 15

3

Page 4: MAKALAH FISIKA MEDIS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang semakin pesat beberapa dekade terakhir memunculkan

banyak perkembangan teknologi di berbagai bidang. Salah satunya adalah bidang teknologi

nuklir. Teknologi nuklir sendiri sekarang ini bahkan juga diterapkan dalam bidang medis.

Contohnya adalah pemanfaatannya dalam pendeteksian konsentrasi suatu hormon dengan cara

pelabelan hormon radio-isotop spesifik menggunakan aplikasi teknik nuklir yang sering dikenal

dengan teknik Radioimmunoassay (RIA). Jika ditinjau, Radioimmunoasaay (RIA) merupakan

salah satu teknik immunoassay yang lebih baik dan lebih sensitif. Pada dasarnya, semua prinsip-

prinsip essay EIA didasarkan pada kesimpulan yang diambil dari penggunaan RIA. Meskipun

RIA masih merupakan teknik yang layak, namun sebagian besar telah digantikan oleh CL

(Chemiluminescent) dan EIA (Enzym Immunoasaay) di sebagian besar laboratorium klinis.

Berbagai radioisotop dimanfaatkan dalam pemeriksaan RIA, baik CL maupun EIA memiliki

keunggulan pada reagen yang lebih stabil dan dapat memiliki batas deteksi yang lebih sensitif

serta tidak ada masalah dengan pembuangan limbah berbahaya. Namun semua metode tersebut

tentunya tidak terlepas dari prinsip Radioimmunoassay.

Salah satu pemanfaatan RIA adalah untuk mendeteksi hormon progesterone pada hewan

ternak sebagai uji kebuntingan pada hewan ternak. RIA merupakan salah satu cara untuk

memberi dukungan dalam rangka peningkatan efisiensi reproduksi terutama yang berkaitan

dengan adanya kelainan saluran reproduksi dan dilakukan melalui deteksi konsentrasi hormon

progesteron dalam serum.

4

Page 5: MAKALAH FISIKA MEDIS

1.2. Batasan Masalah

Pada makalah ini penulis akan membatasi lingkup masalah yang di bahas, yaitu :

1. Prinsip dari teknik Radioimmunoassay (RIA)

2. Penentuan konsentrasi sampel uji dari teknik Radioimmunoasaay (RIA)

1.3. Tujuan

1. Mengetahui prinsip Radioimmunoasaay (RIA)

2. Mengetahui penentuan konsentrasi sampel uji dari teknik Radioimmunoassay (RIA)

5

Page 6: MAKALAH FISIKA MEDIS

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Radioimmunoassay (RIA)

RIA Radioimmunoassay pertama kali dikembangkan oleh Rosalyn Yalow (1921-) dan

Solomon A. Berson (1918-1972) dari amerika serikat, pertama kali mereka bekerja untuk

mempelajari tentang hormon khusunya insulin yaitu hormon yang mengatur kadar gula dalam

darah. penelitian mereka membuktikan bahwa DM tipe II disebabkan oleh insulin yang tidak

efisien. Sebelumnya, diperkirakan bahwa DM hanya terjadi karena kekurangan insulin.

Kemudian mereka menemukan RIA pada tahun 1959. RIA bisa mendeteksi dan mengukur

triliunan gram substansi per ml darah. Karena limit deteksi yang sangat baik ini makan RIA

digunakan sebagai peralatan laboratorium standar, digunakan untuk mendeteksi jumlah yang

sangat kecil dalam darah.

Radioimmunoassay merupakan pemisahan protein dari larutannya menggunakan ikatan

antibody-antigen spesifik dan dikuantisasi menggunakan radioaktif. Dasar kerja RIA adalah

untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat pada bagian dalam tabung

dan antigen yang terdapat didalam sampel dengan menggunakan radioaktif. Antibody sendiri

merupakan biomolekul yang tersusun atas protein dan dibentuk sebagai respons terhadap

keberadaan benda-benda asingyang tidak dikehendaki di dalam tubuh. Sedangkan antigen adalah

bahan yang bersifat immunogenik dan mampu menstimulir pembentukan antibody.

2.2. Prinsip Radioimmunoassay (RIA)

RIA merupakan metode Competitive Binding Assay yang merupakan uji kompetitif

berdasarkan ikatan spesifik hormone dengan protein. Pada competitive RIA, sejumlah tertentu

antibodi diimobilisasi (ditempelkan) pada suatu fase padat misalnya dinding tabung plastik.

Sampel pasien yang mungkin mengandung biomolekul (misalnya patogen) ditambahkan bersama

dengan sejumlah tertentu biomolekul berlabel radioaktif yang akan berinteraksi dengan antibodi

yang timbul. Intensitas signal radiasi dari biomolekul berlabel radioaktif yang terikat pada

antibodi yang menempel pada dinding tabung akan berbanding terbalik dengan konsentrasi

biomolekul dalam sampel.

6

Page 7: MAKALAH FISIKA MEDIS

Menurut Niswander & Nett dalam Cole (1997), prinsip dari teknik RIA adalah

kemampuan hormone yang tidak dilabel bersaing dengan yang dilabel untuk berikatan dengan

protein (antibody) dalam suatu reaksi in-vitro (Gambar 1). Antibody yang diperlukan diperoleh

dari antiserum hewan percobaan yang telah disuntik hormon, sedangkan hormone yang dilabel

diperoleh melalui proses radioiodinasi.

Gambar 1. Skema prinsip dasar RIA

Pada prinsip kompetitif bahan yang mengandung antigen yang berlabel dan antigen yang

terdapat di dalam sampel akan diberi label radio isotop sehingga terjadi kompetisi antara antigen

yang akan ditentukan kadarnya dan antigen yang diberi label dalam proses pengikatan antibodi

spesifik tersebut sampai terjadi keseimbangan. Sisa antigen yang diberi label dan tidak terikat

dengan antibody dipisahkan oleh proses pencucian. Setelah itu dilakukan penambahan konjugate,

sehingga terjadi pembentukan kompleks imun dengan konjugate. Jumlah antigen berlabel yang

terikat, antibodi pada fase padat, dan conjugate dapat ditentukan dengan suatu radiation counter

atau gamma counter (Gambar 3). Pada pemeriksaan hormon, label radio isotop yang digunakan

adalah isotop 125I untuk hormon LH dan progesteron estrogen dan HPL, 131I untuk testoteron , 3H

dan 57Co untuk FSH (7,10,11). Berikut gambar prinsip radioimmunoassay kompetitif.

7

Page 8: MAKALAH FISIKA MEDIS

Gambar 2. Prinsip dasar Radioimmunoassay kompetitif

Menurut Partodiharjo (1985) RIA memiliki kemampuan pengukuran yang sangat tinggi,

yaitu sampai 10 pikogram (piko = 10-12) per ml sampel. Teknik RIA juga dipakai untuk

mengukur kadar hormon-hormon protein yang lain, sesuai dengan kemampuan hormone tersebut

berikatan dengan antibody spesifik. Bahan yang bersifat demikian disebut dengan hapten, yaitu

bahan yang tidak bersifat immunogenic tetapi mempunyai struktur yang khas, sehingga mampu

berikatan dengan antibody spesifik.

Gambar 3. Gamma Counter

2.2.1. Pembuatan antibody

Antibodi diperoleh dari antiserum yang dibangkitkan pada hewan percobaan, dengan cara

menyuntikkan hormon. Kelinci dan domba paling sering dipakai, karena biayanya murah serta

mudah mendapatkan antiserum (serum yang mengandung anti bodi). Antiserum dalam jumlah

yang sedikit dengan konsentrasi antibodi yang tinggi sudah cukup untuk pemakaian pada teknik

8

Page 9: MAKALAH FISIKA MEDIS

RIA. Niswender & Nett dalam Cole (1977) mengatakan bahwa hormon dengan berat molekul

(BM) rendah di bawah 2000 seperti hormon steroid, untuk dapat menimbulkan pembentukan

antibodi (berdaya antigenik) harus berikatan dengan protein ber-BM tinggi secara kovalen.

Sedangkan hormon dengan BM tinggi seperti hormon protein (BM 10.000 -100.000) memiliki

daya antigenik. Untuk hormon steroid, agar memiliki daya antigenik yang maksimal, maka untuk

20 molekul hormon harus berikatan dengan 1 molekul protein pada penyuntikan hewan

percobaan.

2.2.2. Radioiodinasi

Dalam teknik RIA, digunakan antigen yang telah dilabel dengan radioaktif. Pembuatan

antigen yang dilabel dengan radioaktif disebut dengan radioiodinasi. Iod radioaktif (I-125), yang

memiliki waktu paruh yang pendek, sering dipakai dalam bentuk residu tirosin. Disamping itu,

unsur H-3 (Tritium) juga dapat dipakai (Heap et al., 1981). Diantara berbagai cara radioiodinasi,

cara Chloramin-T merupakan cara yang paling banyak dipakai (Hunter dalam Weir, 1979). Cara

ini cukup sederhana, tetapi mampu menghasilkan senyawa dengan radioaktifitas yang tinggi.

2.2.3. Kegunaan RIA

RIA punya banyak kegunaan, termasuk narkotika (obat) deteksi, bank darah skrining

untuk hepatitis (kondisi yang sangat menular) virus, deteksi dini kanker, pengukuran kadar

hormon pertumbuhan, pelacakan dari leukemia virus, diagnosis dan pengobatan tukak lambung,

dan penelitian dengan bahan kimia otak yang disebut neurotransmiter.

Contoh aplikasi RIA untuk deteksi konsentrasi progesterone pada hewan ternak :

Dengan mengukur konsentrasi progesterone dalam hewan ternak dapat digunakan

sebagai pemeriksa kebuntingan (PKB) pada hewan. PKB melalui pengukuran kadar progesteron

dapat dilakukan melalui air susu atau darah. Sampel air susu lebih menguntungkan, karena

pengambilan yang lebih mudah dan tidak per1u penambahan antikoagulan, dan kadar

progesteron yang lebih tinggi dibanding darah (Scaramuzzi et al; 1981). Prosedur yang

dilakukan dalam PKB dengan menggunakan air susu adalah sebagai berikut :

1. Pemisahan Lemak susu

Untuk. pengukuran kadar progesteron, maka terlebih dahulu dilakukan pemisahan lemak

susu. Sampel air susu ditampung dalam tabung polystyrol yang telah di bubuhi

9

Page 10: MAKALAH FISIKA MEDIS

khloramfenikol (bahan pengawet). Selanjutnya dipanaskan 100 °C 10 menit, didinginkan

dengan mendadak memakai N2 cair 1 menit. Kembali dipanaskan 100 °C 10 menit, maka

akan terlihat lapisan lemak terpisah.

2. Isolasi Progesteron dari Lemak Susu

Untuk isolasi progesteron dari lemak susu digunakan alat 'Semi-automatic column-

chromatography' (Hoffmann, Rattenberger, dan Gunzler, 1978 da1am Claus dan

Rattenberger, 1979). Alat ini terdiri dari koleldor, pompa dan column block. Kolektor

memiliki 25 jarum (needle) yang dihubungkan dengan 25 buah tabung viton, sehingga

mampu untuk mengisolasi 25 sampel sekaligus.

Proses untuk isolasi progesteron dari air susu :

Sampe1 lemak susu diambil 5 ul dengan mikropipet, dicampur dengan 1 ml benzene/diethyl

ether (9:1) di dalam kolektor, kemudian dipompa kedalam column. Didalam column di bilas

(eluted) dengan 4 ml benzene/ether (9: 1) diikuti dengan 4 ml benzene/ether (5:1), dan

terakhir dengan benzene/ether (1:1) 2 ml, dibuang kemudian 4 ml, diuapkan dan kandungan

progesteron diambil untuk pemeriksaan. Dalam pemeriksaan pengukuran kadar progesteron

air susu dengan teknik RIA dilakukan inkubasi 15 menit 370C atau 60 menit 4 °C.

3. Prosedur Teknik RIA (T-3 RIA kit)

Dalam pengukuran dengan teknik RIA, maka hasil akhir digambarkan dalam suatu kurva

kalibrasi. Dari kurva kalibrasi kemudian dapat ditentukan konsentrasi sampel.

2.2.4. Keuntungan dan Kerugian RIA

Keuntungan metode RIA adalah :

a. Sensitivitas dan presisi yang tinggi

b. Mudah dikerjakan

c. Pekerjaannya lebih cepat dan tidak memerlukan sampel yang besar.

Kerugian metode RIA adalah :

a. Reagen kurang stabil

b. Memerlukan proteksi terhadap bahan radioaktif (radioactive hazardous)

10

Page 11: MAKALAH FISIKA MEDIS

2.3. Contoh prosedur pengukuran konsetrasi sampel

Sebagai contoh prosedur pengukuran, disini disajikan prosedur untuk hormon T-3.

Berbagai modifikasi dalam pengukuran ada1ah mungkin untuk dilakukan.

1) Delapan buah tabung disiapkan dan diberi tanda NSB (Non Specific Binding = blanko), A - F

(tabung untuk hormon standar dengan kadar yang telah diketahui dan kadar hormon yang

akan diukur, diduga berada pada selang kadar hormon standar tersebut) dan T (Total Count),

dan tabung-tabung untuk sampel yang diukur.

2) Kedalam tabung NSB dan A dipipet 100 ul hormon dengan kadar 0 ng/dl.

3) Kedalam tabung B - F dipipet hormon standar dengan kadar masing-masing sebagai berikut

Tabel 1. Kadar Hormon pada masing-masing tabung

Tabung ng T-3/dl

A 0

B 20

C 50

D 100

E 200

F 600

Untuk tabung sampel, dipipet 100 ul sampel dan diberi tanda X1, X2, …., Xn

4) Kedalam semua tabung dipipet 100 ul T-3 yang telah ditandai (125I –T-3). Dikocok dengan

cepat. Tabung T dipisahkan untuk penghitungan dan tidak ada proses lanju t lagi. Pada tahap

ini, sernua tabung akan memantulkan warna hijau.

5) Kedalam semua tabung, kecuali NSB dan T, dipipet 100 100 ul antiserum T-3 dan dipusing-

pusingkan.

Sampai dengan prosedur nomor 5, maka semua tabung kecuali. NSB dan T akan kelihatan

merah.

6) Diinkubasikan 60 menit pada suhu kamar atau 30 menit pada suhu 37 °C.

11

Page 12: MAKALAH FISIKA MEDIS

7) Di tambahkan 2 ml cold precipitating solution kedalam semua tabung, diinkubasikan selama

5 menit suhu karnar.

8) Disentrifuse dengan kecepatan 2000 g 20 menit atau 3000 g 10 menit. ( g = 28,38 X (RPM X

1000)2 X rad ; rad = jari-jari sentrifuse dalam inci)

9) Supernatant ditampung dan residu dikemas dengan cepat.

10) Dilakukan penghitungan selama 1 menit (CPM = Count Per minute) dengan 'γ'-counter

Liquid Scintilation, sesuai dengan sifat 125I yang memantulkan sinar- γ

11) Selanjutnya disusun dalam bentuk tabel, seperti tabel 2, dan dibuat kurva kalibrasi, dengan %

Bound pada ordinat dan kadar (ng/dl) pada absis (gambar 7).

Tabel 2. Perhitungnn RIA

Tube

Duplicate CPM

Average CPM

Net CPM [1] % Bound [2] ng T-3/dl

T 47,499 47,339

47,41947,399

NSB 670 630 0[3]

590

A 23,358 23,350 22,720 100.0[4] 023,342

B 21,441 21,443 21,433 91,6 2021,424

C 18,689 18,579 18,579 79,0 5018,469

D 14,955 14,948 14,948 63,0 10014,941

E 11,042 10,826 10,826 44,9 20010,609

F 5,100 5.142 5,142 19,9 6005.184

Patient assays

X1 16.429 16,580 15,950 70,2 75[5]

16,731

X2 11,575 11,350 10,720 47,2 187[5]

11,124

[1]Net CPM dipero1eh dengan mengurangkan Average CPM NSB terhadap Average CPM tiap

tabung.

12

Page 13: MAKALAH FISIKA MEDIS

[2]Ni1ai % Bound diperoleh dengan membagi Net CPM terhadap Maximum Bound (MB) :

MB=CPM MB−CPM B

CPM T

[3]Pada tabung NSB, Net CPM bernilai 0 (nol) , karena antiserum tidak terdapat dalam tabung

tersebut, sehingga tidak ada ikatan yang terjadi.

[4]Pada tabung A nilai % Bound 100%, karena berisi hormon standar dengan kadar 0 (nol),

sehingga seluruh hormon yang dilabel dianggap berikatan dengan antiserum, sebab tidalk ada

persaingan.

[5]Nilai Xl dan X2 diperoleh dengan memasukkan nilai % Bound terhedap kurva kalibrasi, yang

diperoleh dari data tabung A - F dengan perhitungan statistik.

0 100 200 300 400 500 600 7000

20

40

60

80

100

120

Konsentrasi (ng/dl)

% B

ound

Gambar 4. Kurva kalibrasi

Sumber (125I ) T-3 RIA Kit. Diagnostic Products Corporation, Los Angeles, California.

13

Page 14: MAKALAH FISIKA MEDIS

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari makalah ini dapat disimpulakan poin-poin sebagai berikut :

1. Prinsip Radioimmunoassay (RIA) adalah kompetisi antara antigen berlabel radioaktif

dengan antigen sampel untuk berikatan dengan antibody (protein) yang dalam

perkembangannya teknik ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi baik bidang

kesehatan, peternakan, dan lain-lain.

2. Untuk penentuan besarnya konsentrasi sampel dilakukan dengan membuat kurva

kalibrasi, dimana kurva ini dibuat dengan memasukkan data %Bound sebagai ordinat dan

konsentrasi bahan sebagai axis dari beberapa sampel yang telah diketahui konsentrasinya,

sehingga dari kurva ini dapat ditarik garis untuk menentukan konsentrasi sampel yang

diuji.

14

Page 15: MAKALAH FISIKA MEDIS

DAFTAR PUSTAKA

Claus, R. and E. Rattenberger. 1979. Improve Method for Progesterone Determination In Milk Fat. Br. Vet. J. 135:464

Lamseng Saragih. 1987. Aplikasi Teknik Radioimmunoassay sebagai Alat Pemeriksa Kebuntingan pada Sapi melalui Pengukuran Kadar Progesteron di dalam Air Susu. Bogor: IPB.

Linde. R dan Goshin J.P. 1994. Reproduction. In James P.G. Lawrence V.B (eds), immunoassay Laboratory Analysis and Clinical Application.. Boston Butterworth-Heineman.

Heap, R. B. and R. J. Holdsworth. 1981. Modern Diagnostic Methods in Practice. Br. Vet. J. 137: 561.

Hunter, W. M. 1979. Radioimmunoassay. In D. M. Weir, ed. Handbook of Experimental Immunology. Blackwell Scientific Publication, Oxford, London, Edinburgh, Melbourne. 14:14.1-11,.40.

Niswender, G. D. and T. M. Nett. 1977. Biological and Immunological Assay of Gonadotropin and Gonadal Hormones. In H. H. Cole/P. T. Cupps,ed. Reproduction in Domestic Animals. Academic Press, New York, San Fransisco, London. 5:119-137.

Partodiharjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan, Fakultas kedokteran Veterincr Jurusan Reproduksi Institut Pertanian. Bogor: Mutiara Sumber Widya.

Scaramuzzi, R. J., D. W. Lincoln, and B. J. Weir. 1981. Reproductive Endocrinology of Domestic Ruminants. Journal of Reproduction and Fertility Ltd., Colches- ter & London.

http://www.discoveriesinmedicine.comhttp://agusrusdiana.blogspot.com/2011/04/v-behaviorurldefaultvml-o.htmlhttp:// Immun0system.wordpress.com http://wikipedia.orghttp://blogkesehatan.net

15