makalah farsos

9
BAB I PENDAHULUAN Ketika mendengar Jepang, pikiran kita langsung tertuju pada robot-robot canggih yang dapat melakukan berbagai aktivitas, dari memasak Okonomiyaki sampai menggantikan dokter untuk mengoperasi. Tidak salah memang, karena Jepang merupakan negara yang menonjol dalam bidang robotika dan IPTEK-nya. Bukan hanya terdepan pada kedua bidang tersebut, Jepang juga terdepan dalam bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka harapan hidup di Jepang yaitu 83 pada tahun 2012 menurut data Bank Dunia. Tingginya angka harapan hidup tersebut dicapai berkat fasilitas kesehatan yang canggih dan pelayanan kesehatan yang baik. Sistem pelayanan kesehatan di Jepang sebagian besar diberikan melalui sistem asuransi. Asuransi kesehatan atau Kenkou-hoken wajib dimiliki oleh penduduk, termasuk WNA yang tinggal di Jepang lebih dari 3 bulan. Asuransi kesehatan di Jepang didapat dari kontribusi individu, pemberi kerja, dan subsidi pemerintah. Pemerintah Jepang memiliki 3 kategori asuransi kesehatan, yaitu: 1. Employer-Based Insurance Asuransi ini ditujukan untuk pekerja sektor swasta yang tidak tertanggung oleh asuransi kesehatan lembaga dan pekerja untuk sector public. 2. National Health Insurance Asuransi ini ditujukan untuk penduduk yang tidak masuk dalam Employer-Based Insurance seperti pekerja di bidang agrikultur, wiraswasta dan pensiunan beserta tanggungannya.

Upload: dian-anggraini-sayekti

Post on 13-Nov-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

gagaagag

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Ketika mendengar Jepang, pikiran kita langsung tertuju pada robot-robot canggih yang dapat melakukan berbagai aktivitas, dari memasak Okonomiyaki sampai menggantikan dokter untuk mengoperasi. Tidak salah memang, karena Jepang merupakan negara yang menonjol dalam bidang robotika dan IPTEK-nya. Bukan hanya terdepan pada kedua bidang tersebut, Jepang juga terdepan dalam bidang kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka harapan hidup di Jepang yaitu 83 pada tahun 2012 menurut data Bank Dunia. Tingginya angka harapan hidup tersebut dicapai berkat fasilitas kesehatan yang canggih dan pelayanan kesehatan yang baik.

Sistem pelayanan kesehatan di Jepang sebagian besar diberikan melalui sistem asuransi. Asuransi kesehatan atau Kenkou-hoken wajib dimiliki oleh penduduk, termasuk WNA yang tinggal di Jepang lebih dari 3 bulan. Asuransi kesehatan di Jepang didapat dari kontribusi individu, pemberi kerja, dan subsidi pemerintah. Pemerintah Jepang memiliki 3 kategori asuransi kesehatan, yaitu: 1. Employer-Based InsuranceAsuransi ini ditujukan untuk pekerja sektor swasta yang tidak tertanggung oleh asuransi kesehatan lembaga dan pekerja untuk sector public.

2. National Health InsuranceAsuransi ini ditujukan untuk penduduk yang tidak masuk dalam Employer-Based Insurance seperti pekerja di bidang agrikultur, wiraswasta dan pensiunan beserta tanggungannya. 3. Health Insurance for Elderly Asuransi ini ditujukan untuk penduduk yang berada pada usia 70 tahun lebih dan penyandang cacat berumur 65-69 tahun.

Pendanaan oleh asuransi mencakup biaya rumah sakit, perawatan dokter, perawatan gigi dan juga obat-obatan. Dikarenakan sistem pelayanan kesehatan yang sudah baik itulah, penulis memilih Jepang sebagai negara untuk makalah mengenai peran apoteker farmasi komunitas di Jepang. Dalam pelayanan kesehatan terutama bidang farmasi masih dibagi mejadi beberapa bagian. apoteker di Jepang berasal dari lulusan universitas farmasi. Mereka bekerja sebagai pemilik apotek (0,8%), pegawai farmasi komunitas (17,4%), apoteker klinik atau rumah sakit (19,4%), staff universitas (1,1%), pegawai pemerintahan (0,7%), pekerja industri farmasi (14,2%), bekerja di pengawasan obat dan racun (0,4%), pekerja industri kimia dan lainnya sebanyak 46%. Dari data tersebut, didapatkan bahwa apoteker farmasi komunitas menduduki pilihan kedua setelah apoteker farmasi klinik atau rumah sakit. Hal ini berarti bahwa apoteker farmasi komunitas cukup diperhitungkan sebagai sebuah profesi.

Sebenarnya, apa itu apoteker farmasi komunitas? Apoteker farmasi komunitas lebih ditekankan pada seorang apoteker yang bekerja di apotek yang melayani jam atau konsultasi obat pasien selama apotek tersebut buka. Hal ini dimaksudkan agar penyerahan obat dilakukan oleh farmasis dengan disertai pemberian informasi mengenai obat tersebut kepada pasien. Informasi yang disampaikan oleh apoteker adalah informasi yang mendukung keberhasilan pasien dalam hubungannya dalam mengonsumsi obat baik obat resep, obat wajib apotek (OWA), obat bebas dan obat bebas terbatas dalam tujuan keberhasilan pengobatan sendiri (self-medication). Hal tersebut sesuai dengan paradigma baru apoteker yaitu patient-oriented bukan lagi drug-oriented. Bagaimana perkembangan apoteker farmasi komunitas di Jepang? Sejauh mana perannya dalam memajukan kualitas kesehatan di Jepang?

BAB II PEMBAHASAN

Apotek yang ada di Jepang tidak jauh berbeda dengan apotek di Indonesia. Dilihat dari segi tata ruang, apotek di Jepang terdiri dari counter self medication,counter kasir,dan ruang peracikan obat. Counter self medication terdiri dari beberapa rak dan etalase yang berisi produk yang dijual dengan label berbahasa Jepang. Produk yang tersedia seperti kebutuhan bayi, aneka jenis salep, plester (medicated dan non-medicated), krim, beberapa jenis obat tablet seperti parasetamol, dan sebagainya. Di sekitar counter self medication ini terdapat meja konsultasi yang digunakan oleh apoteker untuk melakukan konseling dengan pasien. Counter kasir digunakan untuk penerimaan resep, pembayaran obat, serta penyerahan (pemberian) obat kepada pasien. Dibelakang counter kasir, terdapat ruang peracikan yang dibatasi oleh kaca transparan sehingga konsumen dapat melihat proses peracikan tersebut. Dalam apotek ada sekitar 5 apoteker yang bertugas dengan mengenakan jas laboratorium dan memakai masker. Apotek di Jepang maksimal berjarak 100 m dengan klinik. Tidak ada satupun apotek maupun klinik yang buka selama 24 jam kecuali rumah sakit. Ada hal yang menarik dengan apotek di Jepang. Setiap pasien pasti memiliki medical record dan wajib memiliki asuransi kesehatan dimana harus dibayar tiap awal bulan Juli sebesar 2000. Fasilitas tersebut mendapat potongan sebesar 70% dari biaya yang harus ditanggung. Semisal si X memiliki penyakit yang harus segera dioperasi. Si X memerlukan biaya sebesar 20.000, namun karena si X memiliki asuransi kesehatan maka biaya yang harus ditebus hanya sekitar 5600. Hal tersebut mempermudah pasien yang memiliki finansial menengah ke bawah untuk menebus obat dan sesegera mungkin mengobati penyakitnya.Dari segi pelayanan, apotek di Jepang terlihat lebih maju. Ketika ada pasien datang ke apotek, maka apoteker yang bertugas akan menyapa pasien dengan ramah. Kemudian penerimaan resep oleh apoteker dan pasien akan diminta mengisi form yang diantaranya berisi data pasien, riwayat pengobatan, riwayat penyakit, riwayat alergi, dan informasi berat badan apabila pasien masih anak-anak. Oleh karena itu sebagian besar konsumen apotek di Jepang memiliki buku medical record (rekam medis). Sehingga ketika pasien itu datang kembali ke apotek, maka apoteker tidak perlu menanyakan hal-hal seperti data pasien dan riwayat penyakit yang tentunya akan membuat pelayanan lebih efektif dan efisien. Pelayanan apoteker farmasi komunitas di Jepang secara umum lebih mengedepankan aspek efektivitas dan efisiensi. Namun, hal ini bukan berarti bahwa pelayanan tersebut tidak mengutamakan kepentingan pasien.

Setelah itu, apoteker akan meracik obat yang dibutuhkan oleh pasien. Ketika obat telah selesai diracik, maka obat akan dikemas pada kemasan kertas dan selanjutnya apoteker akan menyerahkan obat tersebut kepada pasien. Penyerahan obat ke pasien disertai dengan etiket berupa bungkusan kertas yang menjelaskan aturan pakai, jenis obat, dan jumlah hari pemakaian. Etiket tersebut disertai dengan gambar obat (berwarna) untuk mengurangi resiko kesalahan obat. Selain itu, apoteker juga berusaha menjelaskan khasiat dan aturan pakai sambil memperlihatkan obat tersebut kepada pasien. Dianggap telah selesai apabila si pasien telah mendapat penjelasan pemakaian dan obat.

Namun pelayanan kesehatan disana bukan tanpa hambatan. Di Jepang, apoteker tidak berhak melayani pasien apabila pasien tersebut tidak membawa resep dari dokter. Kemudian form medical record berbahasa Jepang, sehingga sulit bagi pasien dari luar apabila tidak mengenal atau mengerti bahasa jepang dengan baik. Ada hal yang sedikit berbeda antara pelayanan apotek di Jepang dengan di Indonesia. Di Jepang jika apoteker tidak berada di apotek maka pelayanan obat tidak dilakukan. Pelayanan apoteker farmasi komunitas di Jepang yang sudah maju tersebut, tentu tidak bisa dilepaskan dari peran apoteker farmasi komunitas itu sendiri. Sistem pelayanan yang ada ini membuat apoteker memegang peran yang penting. Selain itu, karena berhadapan langsung dengan masyarakat maka apoteker farmasi komunitas memegang peran yang besar.

Berkaitan dengan sistem pelayanan apotek yang ada di Jepang maka dimulai dari penerimaan resep, apoteker harus benar-benar memastikan bahwa pasien mengisi form yang diberikan dengan lengkap. Hal ini dikarenakan jika ada data yang belum diisi maka berpengaruh pada medical record pasien yang tentu akan menghambat proses pelayanan obat.

Kemudian pada proses peracikan obat, apoteker harus benar-benar memastikan bahwa dosis obat yang diberikan sesuai. Jika ada kesalahan dalam proses ini, hal ini tentu dapat berakibat fatal bagi kesehatan pasien. Begitu pula pada saat penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus menyampaikan informasi mengenai obat dengan jelas sampai pasien benar-benar mengerti dan paham sehingga tidak ada kesalahan dalam penggunaan obat tersebut.

Peran apoteker di Jepang tidak hanya sebatas itu saja. Namun juga ada di aspek lain. Seorang wakil Young Pharmacists Group dari Jepang bernama Daisaku Harasaki pada Kongres Ilmiah Filipina ke-2 mengatakan bahwa peran apoteker berpengaruh pada peraturan kesehatan nasional. Sebelum kegiatan peresepan dan pemberian obat dipisah, apoteker hanya bertugas menyiapkan obat saja. Akan tetapi ketika kegiatan peresepan dan pemberian obat dipisah maka apoteker berperan meningkatkan keamanan dan akses informasi kesehatan kepada tenaga kesehatan lain, pemerintah, maupun pasien. Selain itu, pemisahan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan penghargaan kepada apoteker. Peran apoteker juga ada dalam sistem jaminan kesehatan nasional yaitu meliputi dispensing, konseling, health promotion,dan monitoring efek samping obat.

Keberadaan apoteker farmasi komunitas di Jepang memberi dampak dalam berbagai aspek. Pada masyarakat, apoteker membantu mengurangi jumlah penderita influenza (Usami,2009). Dibuktikan dengan penelitian yang bekerja sama dengan 84 apoteker farmasi komunitas. Apoteker ini memberikan pelayanan dispensing terhadap partisipan berusia diatas 65 tahun yang berada di bangsal Suginami dan Nerima, Tokyo. Apoteker memberikan jasa pelayanan informasi dan vaksinasi influenza. Hasilnya, penderita influenza mengalami penurunan. Dengan demikian, peran apoteker berdampak mengurangi penderita penyakit influenza dalam masyarakat. Hubungan yang baik antara apoteker dengan masyarakat memudahkan konseling serta mendukung keberhasilan vaksinasi.

Selain itu,peningkatan usia lansia di Jepang memacu tingginya kebutuhan pelayanan kesehatan (Yamamura,2008). Untuk menekan biaya dan perawatan medis maka pemerintah menjalankan program reformasi untuk memenuhi kebutuhan pasien termasuk pelayanan konseling. Dengan demikian, adanya apoteker farmasi komunitas ini akan membantu program pemerintah.

Pada pelayanan paliatif yaitu perawatan tidak dapat menyembuhkan pasien tetapi hanya mengurangi beban penyakit pasien, apoteker masih mengalami kesulitan terutama pada proses konselingnya Tidak ada investigasi apoteker komunitas di Jepang untuk memungkinkan melakukan perawatan paliatif di rumah. Seperti penelitian yang dilakukan (Ise,2010) bertujuan mengevaluasi ketersediaan narkotika melalui apoteker farmasi komunitas, pengetahuan apoteker tentang resep narkotika, pelayanan konseling, serta kesulitan dalam perawatan paliatif yang menunjukkan bahwa 77% apoteker telah memiliki lisensi narkotika, artinya mereka berhak menerima resep narkotika dari pasien terapi paliatif. Namun, apoteker masih mengalami kesulitan berkomunikasi dengan pasien paliatif terutama kanker yang sudah parah. Hal ini berdampak pengobatan pasien tidak berjalan dengan baik. Secara luas, penderita kanker di Jepang dengan resep narkotika tidak mendapatkan pelayanan konseling yang baik meskipun mudah dapat menerima obat dalam resep.

Berkaitan dengan bidang farmasi yang lain, di Jepang tidak ada asisten apoteker. Sehingga dalam apotek hanya ada apoteker (Ikawati,2008) dengan sistem seperti ini jumlah apoteker di Jepang lebih banyak daripada Indonesia dan kontrol obat juga lebih baik dilakukan oleh apoteker. Kemudian di Jepang juga ada sistem robot yang mengambil obat-obatan yang diminta sesuai resep dan apoteker hanya mengecek kebenaran pengambilan obat. Dengan sistem tersebut memang memudahkan dan memperkecil anggaran. Namun, di masa mendatang akan memperkecil peluang apoteker untuk melayani obat. Oleh karena itu, sistem ini dimbangi dengan pelayanan konseling oleh apoteker farmasi komunitas yang baik sehingga pelayanan terapi berjalan dengan efektif dan efisien.

a. Kesimpulan : 1. Keberadaan pelayanan kesehatan di Jepang sudah maju terutama dalam sistem asuransi kesehatan

2. Pelayanan kesehatan dalam bidang farmasi memenuhi standar pelayanan yang baik terutama dari ketersediaan apotek dan klinik serta kualitas apoteker dalam apotek tersebut3. Apoteker farmasi komunitas memiliki peran yang penting dalam pendekatan dan konseling kepada masyarakat sadar kesehatan

4. Sistem pelayanan konseling apoteker kepada pasien perlu ditingkatkan dalam efektivitasnya

5. Pemerintah Jepang perlu memberi perhatian pada beberapa tugas apoteker yang kerjanya telah digantikan oleh robot agar hal tersebut tidak menimbulkan dampak lanjutan bagi apoteker

Menonjol is not baku gimana kl replace with unggul

Delete, efektif kalimat :*

I got the point. Ini intinya .-.

Ini data dari apa? Nyebut angka soalnya .-.

Data ga ketemu e(

Coba kalo kalimat jembatannya ke pembahasan kaya gini gmn?

Yuk ini maksud e piye yuk?.-. lha kalo dia sakit flu gitu harus ke dokter bar dapet obat? jd nggak boleh lgs ke apotek buat beli? sekalian sama yg kejar-kejaran komisi tadi itu dampak pos apa neg?

Menurutku ini butuh dijelasin panjang lebar. Tp aku belum nemu. Dibagi satu-satu ya.

Novi: dispensing

Vika: konseling

Ayuk: health promotion

Dian: monitoring efek sampiing obat

Delete. Lansia means lanjut usia.-.. oya sama apotek komunitas udah aku ganti semua jadi apotek farmsi komunitas biar seragam sama sebelumnya ()

Tak tambahin keterangan gini..soalnya istiah baru