makalah farmakog presentasi.docx

15
MAKALAH FARMAKOGNOSI II Judul: Uji Kadar Air, Susut Pengeringan, Bobot Jenis DISUSUN OLEH : Kelompok 5 Kukuh Bagus Nugroho Annisa Dwi Cahya Nurhikmah Risa Ahdiyani Shofia Rinayah D. J1E1110 J1E111052 J1E1110 J1E1110 J1E1110

Upload: annisa-dwi-cahya

Post on 11-Aug-2015

88 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

MAKALAH

FARMAKOGNOSI II

Judul:

Uji Kadar Air, Susut Pengeringan, Bobot Jenis

DISUSUN OLEH :

Kelompok 5

Kukuh Bagus Nugroho

Annisa Dwi Cahya

Nurhikmah

Risa Ahdiyani

Shofia Rinayah D.

J1E1110

J1E111052

J1E1110

J1E1110

J1E1110

PROGRAM STUDI S-1 FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2013

Page 2: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penanganan pascapanen merupakan upaya sangat strategis dalam

rangka mendukung peningkatan produksi. Kontribusi penanganan pascapanen

terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan

hasil dan ter-capainya mutu gabah/ beras sesuai persyaratan mutu. Setyono

(2010) menyatakan masalah utama dalam penanganan pascapanen padi adalah

tingginya kehilangan hasil serta gabah dan beras yang dihasilkan bermutu

rendah. Hal tersebut terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan dan

pengeringan (Raharjo, 2012).

Tumbuhan obat sudah sejak lama dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

meningkatkan kesehatan (promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitative),

pencegahan penyakit (preventif), dan penyembuhan penyakit (kuratif). Ramuan

obat bahan alam hampir dimiliki oleh setiap suku bangsa di Indonesia dan

digunakan secara turun temurun sebagai obat. Pada era globalisasi ini obat

bahan alam baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat

pesat perkembangannya, dengan demikian supaya produk-produk herbal

tersebut dapat terjaga kualitas dan khasiatnya maka diperlukan suatu

standarisasi baik pada bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak atau

sediaan galenik (Emilan, 2011).

Pemeriksaan mutu simplisia sebaiknya dilakukan secara periodik, selain

juga harus diperhatikan untuk pertama kali dilakukan yaitu pada saat bahan

simplisia diterima dari pengepul atau pedagang Iainnya. Buku pedoman yang

digunakan sebagai pegangan adalah Materia Medika Indonesia atau Farmakope

Indonesia. Agar diperoleh simplisia yang tepat, sebaiknya dilakukan arsipasi

simplisia sebagai standar intern atau pembanding. Mengenai pemeriksaan

mutu, dalam benak kami menginginkan adanya Iaboratorium pemeriksaan

mutu simplisia atau obat tradisionalyang terakreditasi serta dapat melayani

kebutuhan pemeriksaan mutu dari produsen obat tradisional. Setelah

pemeriksaan mutu dan ternyata sesuai standar obat herbal maka obat herbal

dapat digunakan untuk kesehatan (Emilan, 2011).

Page 3: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

Parameter yang terdapat dalam British Herbal Pharmacopoeia/BHP

a. Sinonim

b. Definisi

c. Deskripsi

1) Makroskopik

2) Mikroskopik

d. Parameter Fisika-Kimia

1) Kadar Air

2) Total abu / Total abu tak larut asam / Total abu larut air

3) Bahan organic asing

4) Kandungan alkaloid / Minyak volatile

5) TLC / GLC

6) Kadar sari larut air / Kadar sari larut alcohol

7) Test Identifikasi

e. Parameter aktifitas biologi

1) Swelling index

f. Terapetik

1) Efek samping

2) Saran penggunaan

3) Kontraindikasi

4) Toksisitas

5) Inkompabilitas

6) Maksimum konsentrasi

7) Tindakan pencegahan

8) Indikasi

9) Indikasi khusus

g. Penyimpanan

(Emilan, 2011)

Efisiensi pengeringan alami sangat tergantung pada kondisi cuaca

yang ada. Pada saat cuaca cerah penjemuran sangat efisien dan sangat murah.

Laju penurunan kadar air dapat mencapai 0,5 -1 % / jam. Misalnya, apabila

pemanenan kedelai dilakukan pada kadar air rendah proses penjemuran

berlangsung selama 4-6 jam. Sedangkan apabila pemanenan dilakukan pada

Page 4: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

kadar air tinggi penjemuran dilakukan diladang selama 3-5 hari sampai kadar

air mencapai 25-30%, kemudian diangkut ke rumah petani. Selanjutnya

penjemuran di pekarangan petani/kelompok tani selama 3-5 hari sehingga

kadar air mencapai 15-17%.

Kemudian, kadar air awal dan bahan kemasan merupakan kombinasi

yang baik dalam mempertahankan kadar air dan memperkecil tingkat

kerusakan biji selama penyimpanan. Biji kedelai untuk keperluan benih dapat

dikemas kedalam kantong plastik kemudian dibungkus ulang dengan karung

plastik/goni. Pada kadar air awal 7 - 8% maka dalam penyimpanan selama + 5

bulan tidak mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang berarti, apabila

dibandingkan dengan cara penyimpanan yang dimasukkan kedalam karung

goni. Disamping itu, benih kedelai yang disimpan pada kadar air biji 9 - 12 %

mengalami laju kerusakan lebih kecil dibandingkan dengan yang disimpan

pada kadar air awal 16%.

Proses produksi obat herbal pun berkembang seiring dengan

perkembangan teknologi. Salah satu sediaan atau bahan baku yang banyak

digunakan adalah ekstrak. Permasalahan yang timbul dari penggunaan bahan

baku obat herbal adalah konsistensi kualitas. Kualitas bahan baku tersebut

sangat bervariasi, tergantung dari lingkungan dan tanaman itu sendiri. Untuk

itu diperlukan standardisasi, untuk menjamin mutu, khasiat dan keamanan

sediaan. Dengan mengetahui dan mempelajari faktor-faktor penyebab

penurunan kadar air, susut bobot, dan susut pengeringan, kita dapat

mengoptimalkan produk olahan.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui uji kadar air,

susut pengeringan dan bobot jenis, serta mampu mengaplikasikannya.

C. Manfaat

Memahami pengertian uji kadar air, susut pengeringan, dan bobot

jenis, serta mampu mengaplikasikannya.

D. Rumusan Masalah

Page 5: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

1. Pengertian uji kadar air?

2. Pengertian susut pengeringan?

3. Pengertian bobot jenis?

4. Contoh pengaplikasian uji kadar abu, susut pengeringan, dan bobot jenis?

Page 6: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengujian meliputi penentuan parameter spesifik dan non spesifik.

Parameter spesifik meliputi ; identitas, organoleptik, senyawa terlarut dalam air

dan terlarut dalam etanol. Parameter non spesifik meliputi penentuan: susut

pengeringan, kadar air, kadar abu, sisa pelarut dan cemaran logam berat.

Prosedur penentuan menggunakan metode baku dengan sedikit modifikasi

(Mun’im, 2009).

A. Susut Pengeringan

Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga

simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan

menghindari teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan

yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganismean kapang (jamur).

Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun

dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh

konsumen dari Barat. Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa

Angka khamir atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif

dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya

simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila diremas atau mudah patah.

Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air

tidak lebih dari 10% (Emilan, et al, 2011).

Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat.

Kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 1050C dan susut pengeringan

ditetapkan sebagai berikut: Timbang seksama 1 gram sampai 2 gram zat dalam

botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu

penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika zat berupa hablur besar,

sebelum ditimbang digerus dengan cepat hingga ukuran butiran lebih kurang

2mm. Ratakan zat dalam botoltimbang dengan menggoyangkan botol, hingga

merupakan lapisan setebal lebih kurang 5mm sampai 10mm, masukkan ke

dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga

bobot tetap. Sebelum setiap penimbangan, biarkan botol dalam keadaan

Page 7: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika suhu lebur zat lebih

rendah dari suhu penetapan, pengeringan dilakukan pada suhu antara 50dan 100di

bawah suhu leburnya selama satu sampai dua jam kemudian pada suhu

penetapan selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap (Depkes RI,

1980).

Penetapan susut pengeringan ditentukan dengan:

Atau singkatnya adalah:

susut pengeringan = (bobot awal - bobot akhir)/bobot awal x 100%

Pengeringan dilakukan untuk melihat kadar air dan mengetahui

pengurangan bobot setelah dikeringkan pada waktu dan suhu yang ditetapkan.

Tingginya nilai susut pengeringan disebabkan karena dalam proses

penyimpanan terjadi peningkatan kadar air oleh adanya proses fermentasi dan

gula yang dihasilkan bersifat lebih higroskopis (Baharuddin et al, 2010).

Tujuan pengujian susut pengeringan adalah untuk memberikan batasan

maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses

pengeringan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian

dan kontaminasi (Emilan, 2011).

Menurut jurnal oleh Raharjo, 2012, hasil yang didapat menunjukan

susut pengeringan pada perlakukan penjemuran (2,81%) lebih rendah daripada

perlakuan pengeringan dengan menggunakan mesin pengering (7,11%. Kondisi

ini berbeda dari hasil penelitian Sutrisno et al. (2006) yang melaporkan

kehilangan hasil pada proses pengeringan gabah dengan mesin box dryer

adalah kurang dari 1%. Susut pengeringan dengan box dryer dapat terjadi

karena ada gabah yang tercecer selama muat (loading) dan bongkar

(unloading) gabah ke dalam bak pengering.

B. Kadar Air

Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada didalam

bahan. Tujuannya adalah untuk memberikan batasan minimal atau rentang

Page 8: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

tentang besarnya kandungan air didalam bahan. Nilai atau rentang yang

diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Emilan, 2011).

Penetapan kadar air dalah pengukuran kandungan air yang berada

dalam, suatu simplisia, dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya titrasi

dan destilasi atau gravimetri. Cara destilasi alat yang digunakan adalah sebuah

labu 500ml dihubungkan dengan pendingin balik dengan pertolongan alat

penampung. Tabung penerima 5 ml berskala 0,1 ml. Pemanas yang digunakan

sebaiknya pemanas listrik yang suhunya dapat diatur atau tangas minyak.

Bagian atas labu tabung penyambung sebaiknya dibungkus dengan asbes.

Pereaksi yang digunakan adalah toluen yang telah dijenuhkan air (Depkes RI,

2000).

Berdasarkan jurnal oleh Manatar, et al,penetapan kadar air dari sampel

yaitu sampel ditimbang untuk berat awal 2 g sampel kemudian dimasukkan

kedalam oven bersuhu 105 selama 2 jam, kemudian didinginkan sampai

mencapai suhu ruang 27 dan kemudian sampel ditimbang untuk berat akhir

sampel. Selanjutnya dihitung kadar air sampel dengan rumus Selanjutnya

dihitung kadar air sampel dengan rumus:

(Manatar, et al, 2012).

C. Bobot Jenis

Parameter bobot jenis adalah masa per satuan volume pada suhu kamar

tertenru (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat

lainnya. Tujuannya untuk memberikan batasan tentang besarnya masa per

satuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai 14

ekstrak pekat (kental) yang masih dapat dituang. Nilai atau rentang yang

diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Emilan, 2011).

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi

bobot zat yang dengan bobot a i r , dalam piknometer . Kecual i

dinyatakan la in dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 250C.

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot

Page 9: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

jenis digunakan hanya untuk cairan,dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan

pada perbandingan bobot zat diudara pada suhu 250C terhadap bobot air

dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi,

bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang sama.

Bila pada suhu 250C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang

telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu

250C (Depkes RI, 1979).

Misalnya, berdasarkan jurnal oleh Onggo, pada data percobaan,

susut bobot ubi utuh tampak sejalan dengan waktu penyimpanan. Makin lama

penyimpanan, susut bobot ubi makin tinggi, kedua jenis ubi menunjukkan hal

yang sama, namun dari data hasil analisis kadar air daging ubi pada table

hasil menunjukkan bahwa pada penyimpanan sampai 5 minggu, kadar air

daging ubi tidak berbeda, ini berarti susut bobot ubi yang terjadi adalah

kehilangan air dari kulit ubi. Yang menarik untuk diperhatikan adalah

kecepatan susut bobot tersebut pada dua minggu pertama berjalan lambat dan

meningkat setelah tiga minggu penyimpanan. Pada ubi Nirkum jingga susut

bobot meningkat lebih cepat pada 4 dan 5 minggu setelah penyimpanan,

persen susut bobotnya sedikit lebih tinggi dibanding ubi Nirkum kuning.

Masalah utama yang dihadapi dalam penanganan pascapanen padi

adalah tingginya susut (losses) baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Permasalahan tersebut berakibat adanya kecenderungan tidak memberikan

insentif kepada petani untuk memperbaiki tingkat pendapatannya. Padi/gabah

yang kadar airnya tinggi mempunyai sifat mudah rusak dan akan mengalami

susut pada saat penanganan pascapanen dan pengolahan (Raharjo, 2012).

Kehilangan atau susut hasil dapat berupa kehilangan massa (susut

bobot) maupun kehilangan nilai (susut mutu). Susut bobot merupakan susut

hasil yang terjadi akibat tertinggal di lahan waktu panen, tercecer selama

pengangkutan, pengeringan, perontokan dan penyimpanan. Sedangkan susut

mutu adalah susut nilai akibat kerusakan biomassa hasil pertanian, hal ini

dapat disebabkan salah satu diantaranya oleh pemanenan yang tidak tepat

waktu (Kartasapoetra, 2012 ).

Page 10: MAKALAH FARMAKOG PRESENTASI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, Et Al. 2010. Pemanfaatan Nira Aren (Arenga Pinnata Merr) Sebagai Bahan Pembuatan Gula Putih Kristal/ Jurnal Perennial

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Emilan T, et al. 2011. Konsep Herbal Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal. Departemen Farmasi. Universitas Indonesia

Kartasapoetra A.G. 2012. Buku Teknologi Penanganan Pascapanen Kedelai. Rineka Cipta. Jakarta

Manatar, et al. 2012. Analisis Kandungan Pati Dalam Batang Tanaman Aren (Arenga Pinnata) / Jurnal Ilmiah Sains Vol. 12 No .2, Oktober 2012

Mun’im, et al. 2009. Karakterisasi Ekstrak Etanolik Daun Asam Jawa (Tamarindus Indica L.)/ Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. VI, No. 1, April 2009, 38 - 44

Raharjo B, et al. 2012. Kajian Kehilangan Hasil Pada Pengeringan Dan Penggilingan Padi Di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan/ Jurnal Lahan Suboptimal. ISSN2252-6188 Vol. 1, No.1: 72-82, April 2012