makalah desentralisasi

5
Definisi dan Latar Belakang Desentralisasi Desentralisasi dapat didefinisikan sebagai penyerahan wewenang, atau pembagian kekuatan, dalam perencanaan, manajemen dan pengambilan keputusan publik dari tingkat nasional ke subnasional, atau secara lebih umum dari pemerintahan tingkat yang lebih tinggi ke lebih rendah (Mills, 1990). Kebijakan desentralisasi di negara berkembang mengacu pada dua fase utama desentralisasi. Pada tahun 50-an dan awal 60-an, desentralisasi – dalam bentuk sistem pemerintahan lokal – dimaksudkan sebagai elemen penting dalam demokrasi, sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat, sekaligus membangun tanggung jawab pemerintah lokal untuk menyediakan layanan lokal. Kemudian pada tahun 70-an dan 80-an, tujuan desentralisasi mengalami perumusan kembali. Sebagai contoh pada beberapa negara di Afrika, pemerintah kini merasa cukup aman untuk melepaskan sebagian kendalinya dalam hal kewenangan dan pengambilan keputusan kepada organisasi lokal. Perubahan ini didukung oleh mulai tersedianya sumber daya manusia terlatih. Selain itu, berkebalikan dengan kecenderungan di negara maju dimana desentralisasi dipelopori karena terselenggaranya pemerintahan lokal yang kuat, desentralisasi di negara berkembang cenderung timbul karena dorongan pemerintah pusat dibanding permintaan daerah. Meskipun demikian, di beberapa negara termasuk Indonesia, desentralisasi terjadi sebagai respon atas tuntutan otonomi daerah. Empat model desentralisasi yang umum dijumpai adalah dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai penyerahan kekuasaan dari pusat ke daerah dalam struktur administrasi yang sama (misalnya dari Kementerian Kesehatan ke Dinas Kesehatan). Delegasi didefinisikan sebagai penyerahan tanggung jawab dan kewenangan kepada lembaga semi otonomi (misalnya badan regulasi yang terpisah atau badan akreditasi). Devolusi didefinisikan sebagai penyerahan tanggung jawab dan kewenangan dari pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) kepada struktur administrasi

Upload: astuti-purbaningsih

Post on 07-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Desentralisasi dapat didefinisikan sebagai penyerahan wewenang, atau pembagian kekuatan, dalam perencanaan, manajemen dan pengambilan keputusan publik dari tingkat nasional ke subnasional, atau secara lebih umum dari pemerintahan tingkat yang lebih tinggi ke lebih rendah (Mills, 1990).

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Desentralisasi

Definisi dan Latar Belakang Desentralisasi

Desentralisasi dapat didefinisikan sebagai penyerahan wewenang, atau pembagian kekuatan, dalam perencanaan, manajemen dan pengambilan keputusan publik dari tingkat nasional ke subnasional, atau secara lebih umum dari pemerintahan tingkat yang lebih tinggi ke lebih rendah (Mills, 1990).

Kebijakan desentralisasi di negara berkembang mengacu pada dua fase utama desentralisasi. Pada tahun 50-an dan awal 60-an, desentralisasi – dalam bentuk sistem pemerintahan lokal – dimaksudkan sebagai elemen penting dalam demokrasi, sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat, sekaligus membangun tanggung jawab pemerintah lokal untuk menyediakan layanan lokal. Kemudian pada tahun 70-an dan 80-an, tujuan desentralisasi mengalami perumusan kembali. Sebagai contoh pada beberapa negara di Afrika, pemerintah kini merasa cukup aman untuk melepaskan sebagian kendalinya dalam hal kewenangan dan pengambilan keputusan kepada organisasi lokal. Perubahan ini didukung oleh mulai tersedianya sumber daya manusia terlatih. Selain itu, berkebalikan dengan kecenderungan di negara maju dimana desentralisasi dipelopori karena terselenggaranya pemerintahan lokal yang kuat, desentralisasi di negara berkembang cenderung timbul karena dorongan pemerintah pusat dibanding permintaan daerah. Meskipun demikian, di beberapa negara termasuk Indonesia, desentralisasi terjadi sebagai respon atas tuntutan otonomi daerah.

Empat model desentralisasi yang umum dijumpai adalah dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan privatisasi. Dekonsentrasi didefinisikan sebagai penyerahan kekuasaan dari pusat ke daerah dalam struktur administrasi yang sama (misalnya dari Kementerian Kesehatan ke Dinas Kesehatan). Delegasi didefinisikan sebagai penyerahan tanggung jawab dan kewenangan kepada lembaga semi otonomi (misalnya badan regulasi yang terpisah atau badan akreditasi). Devolusi didefinisikan sebagai penyerahan tanggung jawab dan kewenangan dari pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) kepada struktur administrasi terpisah yang masih termasuk dalam struktur administrasi negara (misalnya pemerintah provinsi/kabupaten/kota). Privatisasi didefinisikan sebagai penyerahan tanggung jawab operasional atau dalam kondisi tertentu menyerahkan kepemilikan kepada pihak swasta, umumnya diatur dalam suatu kontrak yang mengatur pembagian keuntungan sebagai “imbalan” atas pembiayaan publik.

Sistem Desentralisasi Kesehatan di Indonesia

Sistem desentralisasi kesehatan di Indonesia berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 poin 6 yang menyebutkan “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat (termasuk bidang kesehatan) dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Page 2: Makalah Desentralisasi

Hakikat dari pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan, pengakuan martabat, dan peningkatan serta apresiasi terhadap harga diri masyarakat. Kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan seyoganya dimaksudkan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara merata diseluruh Indonesia. Dengan adanya kebijakan desentralisasi maka terdapat keluwesan pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan sendiri atas prakarsa, kreativitas, dan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan kesehatan di daerahnya.

Dampak Positif Desentralisasi Bidang Kesehatan

Dampak positif di antaranya adalah sebagai berikut :1. Terwujudnya pembangunan kesehatan  yang demokratis yang

berdasarkan atas aspirasi masyarakat.2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan.3. Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah yang selama ini

belum tergarap.4. Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah daerah yang

pada masa sentralisasi cenderung mengacu pada petunjuk atasan/pusat.

5. Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) di daerah tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.

Desentralisasi kesehatan juga membuka kesempatan bagi daerah dalam arti masalah-masalah daerah dapat ditangani dan dikoordinasikan lebih cepat, terarah, dan tepat sasaran dari yang dibutuhkan masyarakat (Hadi Pratomo, dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 2006).

Dampak Negatif Desentralisasi Bidang Kesehatan

1. Mindset sebagian Pemerintah Daerah yang selama ini cenderung hanya menjadi pelaksana kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat. Pola pikir demikian membuat Pemerintah Daerah tidak terlatih untuk menyusun program dan kebijakan sendiri. Jika Pemerintah Daerah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisis kebutuhan, menyusun program dan mengevaluasi pelaksanaan program, maka pembangunan kesehatan berisiko terhambat bahkan mengalami kemunduran.

2. Rendahnya penganggaran kesehatan dalam APBD, dan “bertumpu” pada APBN melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan adanya gejala tidak adanya ownership Pemerintah Daerah tentang program kesehatan (Laksono Trisnantoro, 2007).

3. Dana kesehatan yang dialirkan Pemerintah Pusat ke daerah dalam penerapannya tidak dapat direalisasikan seutuhnya. Bahkan, justru beralih untuk penggunaan di sektor-sektor lain dalam penyusunan APBD. Hal itu mengingat penggunaannya melalui keputusan politik antara pihak

Page 3: Makalah Desentralisasi

pemerintah daerah dan DPRD setempat (Siti Fadilah Supari, dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional tahun 2006).

4. Desentralisasi melalui otonomi daerah telah memberikan dampak berupa adanya daerah yang mendadak “kaya” dan “miskin” terkait dengan kemampuan daerah untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini berimplikasi pula pada penganggaran kesehatan oleh APBD yang tidak merata di semua daerah.

Alternatif Solusi dalam Penerapan Desentralisasi Kesehatan

1. Perlu ada suatu reposisi peran pemerintah dalam hal pembiayaan kesehatan (Laksono Trisnantoro, 2007) :

a. Pemerintah perlu mendukung daerah yang tidak mampu atau sulit mencapai standar pelayanan minimal yang ditetapkan.

b. Bagi daerah yang memiliki kekuatan fiskal tinggi dan masyarakatnya mampu, Pemerintah Pusat diharapkan lebih membantu dalam hal pembinaan teknis atau dukungan peraturan yang dibutuhkan.

2. Mengurangi kepentingan “politik” dalam penganggaran. Pemerintah Daerah perlu memperhatikan alokasi penganggaran melalui APBD, tidak hanya bergantung dari APBN.

3. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang workable dalam pelaksanaan desentralisasi kesehatan.

4. Konsisten melaksanakan reformasi birokrasi dan reformasi kesehatan.

Daftar Pustaka

Mills, A. et al. (eds) (1990). Health System Decentralization. Concepts, Issues and Country Experience. World Health Organization. Geneva.

Trisnantoro, Laksono. 2007. Desentralisasi Kesehatan dan Reposisi Peran Pusat dan Daerah. Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Page 4: Makalah Desentralisasi

Universitas Gadjah Mada.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

http://dinazainuddin.blogspot.co.id/2012/12/makalah-desentralisasi-pembangunan.html