makalah definisi emperisme dan logika induktif.doc

23
MAKALAH DEFINISI KONSEP EMPERISME DAN LOGIKA INDUKTIF (H.ANDI YUDIANTO, S.Kep,Ns.) Oleh : Nama Kelompok 1

Upload: gentaprasistaardiansyah

Post on 11-Sep-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MAKALAH DEFINISI KONSEP EMPERISME DAN LOGIKA INDUKTIF

(H.ANDI YUDIANTO, S.Kep,Ns.)

Oleh :

Nama Kelompok 1

Ketua : 1. IQROMULLAH (7312005)Anggota : 2. MEI VIDIA DWI P (7312020) 3. HOIRUL ANAM (7312003)

4. HENDIK PUTRA W (7312038)

Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Pesantren Tinggi Darul UlumJOMBANG 2012KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tema DEFINISI KONSEP EMPERISME DAN LOGIKA INDUKTIF ini dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah FALSAFAT.pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwasanya tak ada ganding yang tak rentak.Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ini di masa akan datang.

Akhirnya penulis penulis mengucapkan selamat membaca dan mudah mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta pengetahuan dan referensi para pembaca.Sekian terima kasih.

iiLEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul DEFINISI KONSEP EMPERISME DAN LOGIKA INDUKTIF ini telah disahkan pada tanggal ....Oktober 2012

Ketua : 1.IQROMULLAH

(7312005)

Anggota : 2.MEI VIDIA DWI PRATIWI (7312020)

3.HOIRUL ANAM (7312003)

4.HENDIK PUTRA W (7312038)

Menyetujui

Koodinator Mk Ketua Prodi S1 Keperawatan

H.Andi Yudianto.S.Kep.Ns Muhammad Rajin,S.Kep.Ns.M.Kes

iiiDAFTAR ISIJudul..................................................................................................................... i

Kata pengantar.................................................................................................... ii

Pengesahan.......................................................................................................... iii

Daftar Isi.............................................................................................................. iv

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah............................................................... 1

1.3. Tujuan.................................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN 2

2.1. Definisi Konsep Emperisme............................................. 2

2.2. Logika induktif.................................................................. 6

BAB III : PENUTUP

3.1. Kesimpulan........................................................................ 10

3.2. Saran.................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 11

ivBAB IPENDAHULUAN1.1.Latar Belakang Pertama-tama uraian ini dimaksudkan untuk memberi penjelasan secara berimbang dengan melihat secara proporsional mengenai pemahaman tentang empirisme agar tidak terjadi ketimpangan/berat sebelah dalam melihat aliran ini. Dengan berusaha menilai sebagaimana adanya yakni mengangkat sesuatu yang memang benar di dalamnya dan menunjukan yang memang salah. Bangunan epistemology ini cukup klasik dan mendasar tetapi banyak turunan dari bentukannya pada aliran modern yang ada sekarang, sehingga tak salah ketika mengupas aliran ini setidaknya dapat menjadi pengantar dalam memperjelas sebagian dari persoalan-persoalan aktual dan kekinian mengenai epistemology yang berkembang saat ini.

1.2.Rumusan Masalah1. Apa definisi konsep empirisme menurut para ahli?2. Apa definisi logika induktif ?1.3.Tujuan Masalah1.Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi konsep empirisme menurut para ahli.2. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi konsep logika induktif?

1

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Definisi Konsep Empirisme Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu :

1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.

2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.

3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi

4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.

26. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Tokoh-Tokoh Empirisme

Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

a. Jonh Locke (1673-1704)Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :

Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).

b. David Hume (1711-1776).

David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). 3Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan (observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya (alam) untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak kita melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan yang hanya dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain daripadanya adalah bukan kebenaran (baca omong kosong). Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat sebuah klaim (pengetahuan) atas perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui pengalaman faktual maupun prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya sebatas persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan sumbernya.

Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, 4apalagi bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata Tunjukkan hal itu kepada saya. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata kepalanya sendiri.

Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik.

52.2.Definisi Logika InduktifApa Logika Itu? Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang tidak lurus. Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan berpikir, namun bukan sekedar berpikir sebagaimana merupakan kodrat rasional manusia sendiri, melainkan berpikir lurus.[5]

Dari defenisi itu jelas bahwa logika itu terkait dengan jalan berpikir [metode], dan memuat sejumlah pengetahuan yang sistematis dan berdasarkan pada hukum keilmuan sehingga orang dapat berpikir dengan tepat, teratur dan lurus. Artinya, ber-logika berarti belajar menjadi trampil. Karena itu kegiatan berlogika adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir seseorang.

Ini sangat terkait dengan cara kita menghadapi sejumlah premis keilmuan, data, bukti [eviden], atau dasar pemikiran tertentu [rasion] untuk menarik kesimpulan yang lurus, yaitu kesimpulan yang dihasilkan melalui berpikir yang teratur dan lurus.

Sumaryono melanjutkan bahwa karena itu unsur-unsur di dalam logika adalah term, proposisi, dan penarikan kesimpulan. Term adalah gagasan atas sejumlah gagasan, terdiri dari term subyek [S], term predikat [P] dan term antara [M]. Sedangkan proposisi atau putusan, keputusan, judgement, pernyataan, kalimat logika, ialah kegiatan atau perbuatan manusia di mana ia mengiakan atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu. Dan penarikan kesimpulan itu terdiri atas, kesimpulan Deduksi, yakni penarikan kesimpulan bertolak dari hal yang bersifat umum/universal kepada hal-hal yang bersifat khusus/konkret [singular/partikular]; dan kesimpulan Induksi, yaitu penarikan kesimpulan yang bertolak dari hal-hal yang khusus/konkret [singular/partikular] kepada pengertian yang bersifat umum/universal.[6]Studi logika kemudian lebih berkembang dalam kerangka ilmu matematika. Apa yang kita kenal sebagai logika matematika induktif kategorik kemudian berkembang menjadi logika matematik probabilistik. Orang-orang seperti de Morgan dan Boole, telah merintis jalan baru dalam mempelajari logika dengan mengembangkan logika matematik ini. Apa yang kemudian dikenal dengan kalkulus universal seperti dikembangkan Leibniz, adalah contoh perkembangan kemudian dari logika matematik, dengan jalan membangun logika induktif itu sendiri.Artinya ilmu logika telah berkembang sejak filsafat deterministik sampai ke positivisme. Karena itu kita tidak bisa menafikkan kontribusi positif logika matematik induktif probabilistik di dalam metode kuantitatif [deterministik] dan kualitatif [positivistik]. Kedua metode ini merupakan metode keilmuan yang bergerak di dalam tataran logika itu sendiri.

3. Perlunya Logika InduktifBanyak kalangan yang berkata bahwa berkembangnya logika induktif karena logika deduktif sudah tidak memadai lagi untuk menemukan premis yang memadai. Walau sebenarnya ada kelemahan terdasar dari logika induktif itu sendiri, yaitu sering terjadi lompatan dari sebagian [singular/partikular] menjadi semua [universal].

Namun demikian berkembangnya logika induktif telah membangun suatu in deepth study atau studi mendalam terhadap seluruh fenomena sosial dan keilmuan, bahkan terhadap teks. Logika induktif membimbing pada suatu pengalaman partisipatif, di mana seseorang harus menjadi inner dari suatu kejadian atau peristiwa keilmuan dan sosial, dan bukan the outer yang berdiri di luar realitas sambil menarik kesimpulan tentang realitas itu.

Di sisi lain, logika induktif menurut Salmon akan memuat suatu fakta kebenaran dan didukung oleh kesimpulan yang benar serta terukur. Artinya, premis-premis dalam logika induktif itu terukur [measureable], karena memuat indikator dan variabel empiris yang nyata. Dikatakan juga bahwa argumen induktif itu sendiri dapat memperluas pengetahuan faktual kita.[7] Itu berarti bahwa logika induktif menopang keberadaan aktual manusia sebagai homo sapiens.Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.Apakah yang dimaksud dengan penalaran atau berfikir secara Induktif? Berfikir secara induktif merupakan suatu cara berfikir dengan mendasarkan pada pengalaman pengalaman yang diulang ulang. Bisa juga merupakan sebuah kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama lain. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus kasus khusus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus khusus menjadi kasus umum.

Logika secara induktif merupakan suatu alat generalisasi dari pemikiran kita untuk kemudian dijadikan suatu pegangan umum atas kejadiaan tertentu. Sains probabilistik biasa sangat menyukai cara pandang seperti ini. Kebanyakan dari pengetahuan sehari hari kita juga merupakan hasil dari berfikir induktif. Api itu panas. Es itu dingin. Mendung itu pertanda akan hujan, dsb merupakan hasil dari pola pikir induktif. Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus kasus khusus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus khusus menjadi kasus umum.

9

BAB IIIPENUTUP3.1. Kesimpulan

Emperisme merupakan suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Sebagai suatu doktrin empirisme merupakan lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia.Dengan demikian berfikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Secara singkat berfikir secara induktif berarti berfikir dari kasus menjadi kasus umum.

3.2 Saran

e

Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat meyadari bahwa Emperisme merupakan suatu doktrin filsafaf yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal.Sedangkan logika induktif suatu rekasa dari berbagai kasus yang unik.10

DAFTAR PUSTAKA

http://haqiqie.wordpress.com/2007/06/18/kritik-atas-penalaran-atau-pemikiran-induktif-induksi/http://bayu96ekonomos.wordpress.com/2008/05/06/rasionalisme-empirisme-dalam-pendekatan-keilmuan/(http://elisa.ugm.ac.id)

(www.id.wikipedia.com116

7

8