makalah dasar ilmu sosial

19
MAKALAH DASAR DASAR ILMU SOSIAL PENYEBAB GELANDANGAN SERTA SOLUSI MASALAHNYA Oleh : MUHAMMAD WIBISONO 7211411127 S1 AKUNTANSI C UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 0 | Page

Upload: muhammad-wibisono

Post on 31-Oct-2015

367 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Dasar Ilmu Sosial

MAKALAH DASAR DASAR ILMU SOSIAL

PENYEBAB GELANDANGAN SERTA SOLUSI MASALAHNYA

Oleh :

MUHAMMAD WIBISONO7211411127

S1 AKUNTANSI C

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

SEMESTER GASAL TAHUN 2011/2012

0 | P a g e

Page 2: Makalah Dasar Ilmu Sosial

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tetap

tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Di antara tujuan tim penyusun adalah untuk memberikan informasi mengenai masalah

sosial yaitu gelandangan serta bagaimana solusinya. Dasar penulisan dilakukan untuk

memenuhi tugas makalah dasar-dasar ilmu sosial.

Dalam penyelesaian makalah tim penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu. Ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Palupiningdyah seta ibu Siti ridloah, selaku Dosen dasar-dasar ilmu sosial

2. Semua pihak yang ikut terlibat

Akhirnya, tim penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk

itu tim penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 28 November 2011

Penyusun

1 | P a g e

Page 3: Makalah Dasar Ilmu Sosial

DAFTAR ISI

Halaman judul................................................................................................ 0

Kata Pengantar ................................................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 4

A. Penyebab Munculnya Gelandangan............................................. 4

1. Faktor Penyebab Munculnya Gelandangan.................................. 5

2. Sebab Seseorang Menjalani Hidup Sebagai Gelandangan............ 6

B. Cara Mencegah Dan Menanggulangi Gelandangan ..................... 6

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 9

A. Kesimpulan......................................................................................... 9

B. Saran ................................................................................................. 9

ARTIKEL MENGENAI GELANDANGAN ...................................................... 10

2 | P a g e

Page 4: Makalah Dasar Ilmu Sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Meningkatnya populasi Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) merupakan fenomena sosial yang tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat, terutama yang berada di daerah perkotaan. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan masalah ini adalah kemiskinan. Masalah kemiskinan di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari pedesaan ke kota. Kepadatan penduduk diperkotaan menimbulkan kekumuhan terutama di daerah pemukiman urban. Disisi lain terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, pengetahuan dan ketrampilan yang rendah, menyebabkan mereka mencari nafkah dengan cara menggelandang dan mengemis. Akibat lain dari hal tersebut terjadi kesemrawutan, ketidaknyamanan, ketidaktertiban serta mengganggu keindahan kota.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, diantaranya melalui upaya pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik sistem panti maupun luar panti. Namun hal tersebut belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena besarnya permasalahan yang ada tidak sebanding dengan kemampuan jangkauan pelayanan keterbatasan SDM, dana, sarana dan prasarana. Disisi lain mereka adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga perlu diberikan perhatian untuk mendapatkan penghidupan dan kehidupan yang layak.

B. Rumusan Masalah

Apakah Penyebab munculnya gelandangan ? Dan apa saja faktor faktor nya ?Bagaimanakah cara mengatasinya ?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan pastilah ada tujuan tertentu yang ingin dicapai, demikian juga yang dilakukan

penulis dalam pembuatan makalah ini. Adapun tujuan penulisan membuat makalah ini adalah

bertujuan untuk:

1. Mengetahui penyebab munculnya gelandangan di Indonesia.

2. Mengetahui fakta fakta yang ada mengenai gelandangan.

3. Dapat mengetahui cara mengatasi gelandangan.

4. Mengetahui faktor fakor penyebab munculnya gelandangan.

3 | P a g e

Page 5: Makalah Dasar Ilmu Sosial

BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyebab Munculnya Gelandangan

Gelandangan adalah masalah sosial serius bagi setiap kota, secara nyata agaknya persoalan ini mencerminkan problema sosial yang besar yang ditemui dalam pergaulan hidup manusia di mana mana termasuk di kota kota di Indonesia. Dalam publikasi pers “GELANDANGAN” di Indonesia sering Di istilahkan dengan “ TUNA WISMA “ – “TUNA KARYA” yang berarti orang-orang yang hidupnya tidak memiliki perumahan dan pekerjaan tetap.

Mereka yang menjalani kehidupan gelandangan ( Tuna Wisma- Tuna Karya ) di kota kota besar dapat dijumpai di trotoar, taman, lapangan, kolong-kolong jembatan dan tempat-tempat lain.

Semakin majunya perkembangan ekonomi sebuah Negara, akan mendorong majunya perkembangan kota kota. Hal ini memicu arus perpindahan penduduk dari desa ke kota atau disebut urbanisasi. Dengan berbagai motif seperti tergiur dengan kehidupan dikota, dan ingin mencari kesempatan yang lebih baik. Namun tekad mereka tidak disertai dengan modal yang mereka miliki. Dikota yang lebih menuntut kemampuan, ketrampilan, soft skill dan hard skill yang baik. Tetapi justru mereka datang tanpa membawa kemampuan yang mencukupi.

Berbeda dengan negara yang sudah maju di mana urbanisasi terjadi sebagai akibat dari pergeseran struktur mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian di pedesaan ke sektor jasa di kota melalui sektor industri manufaktur, fenomena urbanisasi di negara-negara berkembang terjadi karena tekanan perubahan yang dahsyat yang terjadi di pedesaan dan mendorong pergeseran akupansi dari sektor pertanian langsung menuju kesektor jasa di daerah perkotaan tanpa melalui fase perkembangan industri manufaktur . Sebagai akibat di negara berkembang kecepatan urbanisasi lebih tinggi dibanding ekspansi industri manufaktur. Selain itu karakteristik penduduk desa yang datang ke kota adalah tingkat pendidikan, keterampilan serta kemampuan sosio ekonominya terbatas, sehingga urbanisasi yang terjadi mempengaruhi perkembangan kondisi kota yang cenderung mengalami penurunan kualitas hidup per kapita penduduknya.

Sebagai konsekwensi atau dampak yang harus ditanggung bagi kota yang dituju oleh kaum urban seperti halnya Jakarta, Surabayapun menghadapi persoalan serupa diantaranya problem kepadatan penduduk yang semakin pesat, kemacetan, polusi, sampah, kriminalitas, banjir, pengangguran, gepeng (baca: gelandangan dan pengemis), pemukiman liar dan kumuh, pedagang kaki lima (PKL) liar, dan munculya kelompok-kelompok miskin perkotaan.

4 | P a g e

Page 6: Makalah Dasar Ilmu Sosial

Istilah "Gelandangan" berasal dari "Gelandang" yang berarti "yang selalu mengembara", menurut istilah dahulu yang berkelana (lelana). "Gelandangan" dilukiskan sebagai orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal tetap dan layak dengan ditambah "serta makan di sembarang tempat.Orang-orang yang mengembara yang disebut "gelandangan" adalah gejala pada segala zaman, akibat dari urbanisasi. "Gelandangan" ini adalah golongan miskin, bisa jadi termiskin dari kota di Indonesia.

Di kota mereka tentu menciptakan berbagai permasalahan seperti kesehatan, sebab epidemi di antara para "gelandangan" dapat menulari siapa saja, dan beban atas komunikasi kota seperti bis atau fasilitas-fasilitas kota modern.Gejala "gelandangan" tidak dapat dihindarkan, sebab masih banyak kota-kota yang masih tergantung terhadap tenaga kerja murah, kasar dan tidak terdidik seperti misalnya kuli-kuli, tuksng becak, buruh bangunan dan seterusnya. Namun ini bukan berarti bahwa kita harus menutup mata terhadap nasib mereka, sebab perhatian kita terhadap mereka juga termasuk kepentingan kita.

Sebuah kenyataan bahwa orang "gelandangan" tidak hidup di pedesaan tetapi hidup di perkotaan, dan dibarengi pula dengan adanya kenyataan bahwa semakin besar tingkat perkembangan kota semakin banyak jumlah orang "gelandangan"nya (meskipun belum pernah ada angka yang pasti mengenai jumlah "gelandangan" untuk tiap-tiap kota di Indonesia). Hal ini dapat memberikan kesan bahwa adanya orang "gelandangan" itu adalah karena adanya kota, dan adanya orang "gelandangan" dalam jumlah yang besar sehingga mewujudkannya sebagai masalah kesejahteraan sosial di kota adalah sebagai konsekwensi perkembangan kota.

Sebenarnya masalah adanya orang "gelandangan" di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota; Tetapi justru karena adanya tekanan-tekanan dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota. Sesungguhnya, memang kotalah yang dapat menampung pendatang-pendatang baru untuk bermukim dan hidup dalam wilayah kota. Ini dimungkinkan karena struktur sosial ekonomi, dan administrasi yang ada di kota lebih kompleks dari pada yang ada di desa, sehingga dapat menampung pendatang-pendatang baru, bukan hanya orang-orang kaya dan terpelajar saja, tetapi juga yang miskin dan fakir. Karena itulah timbul kesan, bahwa adanya perkembangan kota telah melahirkan adanya orang "gelandangan".

1. Faktor faktor yang menyebabkan munculnya gelandangan

Faktor faktor yang menyebabkan munculnya gelandangan dibagi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti, kemiskinan individu dan keluarga, pendidikan formal yang rendah, izin dari orangtua, rendahnya ketrampilan yang dimiliki, sikap dan mental yang dimiliki. Selain itu juga ada faktor eksternal yaitu, kondisi pertanian yang tidak mendukung, kondisi prasarana fisik yang tidak

5 | P a g e

Page 7: Makalah Dasar Ilmu Sosial

mendukung, terbatasnya akses informasi dan modal, kondisi kota tujuan, serta kelemahan penanganan gepeng di kota.

2. Sebab – sebab seseorang menjalani hidup sebagai gelandangan.

Menurut ahli-ahli penelitian mengenai gelandangan di berbagai kota besar di Indonesia dapatlah disimpulkan sebab-sebab menjalani hidup sebagai gelandangan ;

a. Sebab-sebab yang berhubungan dengan jasmani dan rohani seperti ;Frustasi/tekanan jiwa.Cacat mental.Cacat fisik.Malas bekerja.

b. Sebab-sebab sosial/kemasyarakatan seperti ;Pengaruh-pengaruh buruk dalam masyarakat.Gangguan keamanan dan bencana alam yang memaksa penduduk mengungsi. Pengaruh konflik sosial di mana terdapat ketidakserasian hidup antara penduduk-penduduk desa yang mengadakan urbanisasi ke kota-kota dimana lapangan hidup telah tertutup dan keahlian digunakan di desa tidak dapat dipergunakan di kota-kota.

c. Sebab-sebab ekonomi seperti ;Kesulitan menanggung hidup, terlebih keluarganya besar.Kecilnya pendapatan per kapita sehingga lambat laun tak dapat bekerja terus.Kegagalan di bidang pertanian ( areal tanah tidak dapat lagi untuk pertanian) belum berkembangnya industry sehingga tidak dapat menampung tenaga kerja.

Karena sebab-sebab itulah biasanya seseorang baik yang telah berada di kota kota, daerah daerah, dekat kota dan yang terbesar dari desa-desa yang tidak memperoleh pekerjaan tetap dan tidak memiliki perumahan lalu hidup sebagai gelandangan di kota.

B. Cara mencegah dan menanggulangi gelandangan

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah "gelandangan" adalah, mungkin dengan cara mengetatkan pengaturan tata kota yang diimbangi dengan pemberian bantuan bagi peningkatan kesejahteraan hidup mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan, termasuk orang-orang "gelandangan". Namun apakah hal ini dapat dilaksanakan dan apakah akan berhasil?

Ada beberapa hal yang perlu dicatat mengenai "gelandangan" :

6 | P a g e

Page 8: Makalah Dasar Ilmu Sosial

1. Umumnya orang "gelandangan" mempunyai pekerjaan tetap dan terhormat (pengumpulan kertas, beling, kaleng, puntung, pekerjaan pelabuhan, pasar dan sebagainya), beberapa punya pekerjaan tetap tetapi tidak sesuai dengan norma dan nilai kemasyarakatan yang berlaku.

2. Umumnya orang "gelandangan" ingin bekerja bebas, siap menanggung resiko sendiri dan tidak ingin dibantu yang membawa beban psikologis yang berat (bantuan sanak famili, keluarga, kenalan dihindari).

3. Umumnya orang "gelandangan" setia kawan, dibelenggu oleh "struktur kekuasaan" yang berlaku dalam sub kulturnya dan berada pada kondisi mental tak berdaya. Mau menghadapi malapetaka apapun (penggusuran, kematian, sakit dan sebagainya).

4. "Gelandangan" tidak memiliki tempat tinggal, tidak sanggup menanggung beban atas biaya tempat tinggal dan juga tidak siap untuk diharapkan segera bergaya hidup wajar dan bermukim.

5. Pertolongan pertama dan utama yang dibutuhkan oleh "gelandangan" adalah pengertian (understanding) dan menginginkan mereka merangkak melepaskan diri dari belenggu dengan kekuatan dan tahapan yang wajar.

Pendekatan kemanusiaan, akan lebih efektif dibanding dengan pendekatan ekonomi atau ootoritasme. Mengembalikan dan memulihkan kepercayaan diri serta adaptasi terhadap norma dan nilai kemasyarakatan yang berlaku, serta berangsur-angsur meninggalkan norma dan nilai sub kultur "gelandangan" harus menjadi sasaran utama pemecahan masalah. Setelah itu berangsur-angsur dikembangkan kemampuannya untuk menolong diri sendiri. Pemecahan remedial lain yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan badan-badan sosial yang ada, menyantuni kebutuhan tempat berteduh, air dan sanitasi serta kebutuhan paling pokok lainnya.

Badan-badan sosial/kemasyarakatan yang berketetapan untuk menekuni masalah ini, perlu menggunakan pendekatan baru sama sekali (fresh approach) untuk menanggulangi masalah secara lebih mendasar. Membebaskan mereka dari sub kultur "gelandangan". Bukan melakukan langkah kosmetik seperti membagi beras, pakaian bekas, selamatan bersama dan sebagainya dengan "gelandangan". Pendekatan tersenut tidak keliru, akan tetapi tidak mendasar.

Jadi penanganan "gelandangan" tidak hanya semata-mata melalui pendekatan ekonomi, keamanan ketertiban bahkan juga tidak cukup dengan pendekatan pemerintahan. Penanggulangan

7 | P a g e

Page 9: Makalah Dasar Ilmu Sosial

secara mendasar masalah "gelandangan" ini harus dari pendekatan kemanusiaan, psikologis dan sosial serta menyeluruh.

Perlu ada riset lanjutan yang lebih mendalam dan partisipatoris guna menelusuri dan memetakan masalah-masalah dalam pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan di lapangan. Riset mendalam yang bercorak kualitatif tersebut juga penting dalam rangka menjelaskan temuan-temuan yang belum terungkap dalam penelitian ini terutama dalam menjelaskan variabel-variabel lain yang justru memiliki nilai kontribusi pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejehtaraan sosial ekonomi masyarakat. Sehingga dari sini akan teridentifikasi program-program seperti apa sebenarnya yang jauh lebih efektif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. Di sisi lain, penelitian semacam ini juga penting sebagai bahan evaluasi program serta menentukan rancangan keberlanjutan progam-program penganggulangan kemiskinan yang relevan dengan masalah utama dan kebutuhan masyarakat miskin perkotaan yang sebenarnya.

8 | P a g e

Page 10: Makalah Dasar Ilmu Sosial

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan masalah adanya orang "gelandangan" di kota bukanlah semata-mata karena berkembangnya sebuah kota; Tetapi justru karena adanya tekanan-tekanan dan rasa tidak aman sebagian warga desa yang kemudian harus mencari tempat yang diduga dapat memberikan kesempatan bagi suatu kehidupan yang lebih baik di kota. Sesungguhnya, memang kotalah yang dapat menampung pendatang-pendatang baru untuk bermukim dan hidup dalam wilayah kota. Ini dimungkinkan karena struktur sosial ekonomi, dan administrasi yang ada di kota lebih kompleks dari pada yang ada di desa, sehingga dapat menampung pendatang-pendatang baru, bukan hanya orang-orang kaya dan terpelajar saja, tetapi juga yang miskin dan fakir.

Faktor faktor yang menyebabkan munculnya gelandangan dibagi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti, kemiskinan individu dan keluarga, pendidikan formal yang rendah, izin dari orangtua, rendahnya ketrampilan yang dimiliki, sikap dan mental yang dimiliki. Selain itu juga ada faktor eksternal yaitu, kondisi pertanian yang tidak mendukung, kondisi prasarana fisik yang tidak mendukung, terbatasnya akses informasi dan modal, kondisi kota tujuan, serta kelemahan penanganan gepeng di kota.

B. Saran

Saran atas masalah gelandangan adalah Pendekatan kemanusiaan, akan lebih efektif dibanding dengan pendekatan ekonomi atau ootoritasme. Mengembalikan dan memulihkan kepercayaan diri serta adaptasi terhadap norma dan nilai kemasyarakatan yang berlaku, serta berangsur-angsur meninggalkan norma dan nilai sub kultur "gelandangan" harus menjadi sasaran utama pemecahan masalah. Setelah itu berangsur-angsur dikembangkan kemampuannya untuk menolong diri sendiri. Pemecahan remedial lain yang dapat ditempuh adalah bekerja sama dengan badan-badan sosial yang ada, menyantuni kebutuhan tempat berteduh, air dan sanitasi serta kebutuhan paling pokok lainnya.

Jadi penanganan "gelandangan" tidak hanya semata-mata melalui pendekatan ekonomi, keamanan ketertiban bahkan juga tidak cukup dengan pendekatan pemerintahan. Penanggulangan secara mendasar masalah "gelandangan" ini harus dari pendekatan kemanusiaan, psikologis dan sosial serta menyeluruh.

9 | P a g e

Page 11: Makalah Dasar Ilmu Sosial

ARTIKEL MENGENAI GELANDANGAN

Pengemis Dan Gelandangan, Yang Terbuang Dan Terlupakan

Jepang dikenal sebagai negara maju atau kaya, itu mungkin benar. Namun tahukah Anda bahwa pengemis dan gelandangan ternyata masih "cukup" banyak ditemukan di negara tersebut Data tahun 2001 dari Kementrian Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan (MHLW) homeless mencapai lebih dari 24.090 orang. Setiap tahun ribuan orang harus tersisih akibat kerasnya persaingan hidup dan dipaksa terlempar hidup di jalanan terlebih lagi untuk mereka yang hidup di kota besar semacam Tokyo misalnya, yang merupakan kantong gelandangan terbesar di Jepang.

Gelandangan, atau dalam bahasa jepang disebut homeless, diambil dari bahasa inggris artinya adalah orang yang tanpa rumah. Bagi ukuran negara dunia ketiga, istilah ini tentu saja salah. Mereka tetap memiliki rumah walaupun cuma sederhana. Cuma saja rumah ini dibangun di tempat yang tidak semestinya yaitu sudut taman (41%) atau tepi sungai (23.3%). Umumnya hanya bterbuat dari terpal atau bahan kayu sedikit permanen. Namun tentu saja karena termasuk tempat publik maka mereka sewaktu waktu harus selalu siap untuk digusur.

Apa yang menarik dari kehidupan mereka ?

Gelandangan bukan karena keturunan

Kebanyakan dari gelandangan di Jepang ataupun negara maju lainya adalah bukan karena keturunan. Mereka awalnya adalah orang yang hidup normal, sama seperti orang kebanyakan, punya rumah dan pekerjaan tetap atau bisa jadi bekas pemilik perusahaan. Tidak sedikit juga diantara mereka yang memiliki keluarga, istri dan juga anak. Kehilangan pekerjaan, dililit hutang, melarikan diri karena alasan tertentu serta mereka yang memiliki gangguan mental adalah alasan yang paling umum dari kehidupan para gelandangan di negara maju. Jadi bisa dipastikan sebagian besar dari mereka sama sekali tidak memiliki pengalaman menjadi gelandangan.

Dari segi umur kebanyakan dari para homeless adalah laki laki (82%) separuh baya atau sudah berumur. Homeless wanita sangat jarang dijumpai yaitu hanya sekitar 3% saja. Jadi pernikahan atau keluarga gelandangan hampir tidak mungkin terjadi. Namun tentu bukan karena faktor ini satu satunya yang menyebabkan tidak ditemukannya keluarga gelandangan di negara ini. Kharakter khas dari penduduk di negara maju umumnya adalah enggan memiliki anak dalam kondisi sulit seperti situasi yang mereka hadapi saat itu. Walaupun keluarga gelandangan hampir tidak ditemukan, jumlah homeless baru dari tahun ke tahun tetap saja tidak pernah berkurang, bahkan cendrung bertambah. Ekonomi jepang yang cendrung menurun belakangan ini mungkin adalah salah satu penyebabnya.

Tidak seperti situasi di negara kita, tanpa pekerjaan yang tetap sepertinya sangatlah susah bagi orang Jepang untuk bisa mendapatkan rumah kontrakan. Kondisi calon penyewa rumah yang sudah berumur

10 | P a g e

Page 12: Makalah Dasar Ilmu Sosial

dan tanpa jaminan dari pihak lain seperti keluarga atau saudara juga membuat situasinya menjadi semakin berat. Sebagian dari mereka yang kehilangan pekerjaan dan tidak rela menjalani kehidupan menggelandang biasanya memilih untuk bunuh diri. Inilah salah satu sebab tingginya angka bunuh diri di negara ini dan sebagian lagi tetap mencoba bertahan dalam kerasnya dan dinginnya kehidupan di jalanan.

Pantang untuk meminta uang

Satu hal yang paling menarik menurut saya tentang kehidupan gelandangan di Jepang adalah "pantangan" bagi mereka untuk meminta uang. Jadi secara umum bisa saya katakan negera mereka relatif bersih dari pengemis atau peminta minta. Tentu saja istilah pantangaan yang saya pakai lebih banyak karena faktor keterpaksaan belaka. Hali ini sepertinya berkaitan dengan budaya orang jepang yang menganggap uang harus didapat dengan satu cara yaitu bekerja. Budaya mereka umumnya tidak mengenal kata "memberi karena kasihan". Tentu saja, menjadi meminta uang adalah sah sah saja semasih dilakukan tidak dengan memaksa atau menganggu privasi seseorang, namun masalahnya siapakan yang mau memberi ? Jadi mau tidak mau, betapun miskinnya, untuk bisa hidup merekapun terpaksa harus bekerja.

Pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah mengumpulkan kardus dan kaleng aluminium bekas. Cukup beruntung karena hampir setengah dari minuman ringan yang dijual di negara tersebut adalah berbahan aluminium sehingga bekas kalengnya cukup laku untuk dikumpulkan dan dijula. Selain tempat keranjang sampah, mesin penjual minuman atau vending macine merupakan tempat yang seakan wajib mereka kunjungi kadang sejumlah uang kecil bisa didapatkan di sekitarnya. Uang kembalian sering tertinggal atau lupa diambil pembeli atau uang logam terjatuh dan menggelinding di bawah kotak mesin. Pembeli biasa malas untuk jongkok atau mengorek ngorek untuk mengambilnya, jadi tampaknya ini adalah rejeki para gelandangan. Bagi mereka yang sudah sangat miskin atau terlalu lemah untuk mendorong gerobak kardus biasanya bertahan hidup dari makanan sisa yang didapat di keranjang sampah. Tempat di pembuangan di sekitar rumah makan adalah tempat yang paling disukai.

Pengemis model baru

Apakah di Jepang benar benar tidak ada peminta minta ? Meminta uang dalam arti menengadahkan tangan di keramaian atau ditempat umum bisa dikatakan hampir tidak ada. Namun apakah jepang benar benar bersih dari peminta minta ? Saya benar benar tidak percaya, dan berusaha membuktikannya, dan akhirnya menemukannya ! Namun mereka melakukannya dengan sangat rapi dan tersamar. Ada dua cara yang efektif dan umum dilakukan, yaitu mencukur habis rambut di kepala dan menyamar menjadi pendeta atau rahib Buddha. Dengan bermodalkan rambut botak, jubah kuning dan dengan menengadahkan mankuk kecil, mereka bisa bebas melakukannya dengan aman dari jangkauan hukum. Apakah mereka pendeta benaran atau pendeta jadi jadian tidak ada yang tahu. Berjam jam berdiri tanpa bergerak tentu bukan pekerjaan yang menyenangkan, namun setidaknya masih ada orang yang mau memberi.

Seorang rekan Jepang pernah memberitaukan bahwa kasus biksu gadungan semacam ini pernah terungkap dan pelaku "kreatif" ini mampu mengumpulkan uang dalam jumlah yang cukup besar. Cara

11 | P a g e

Page 13: Makalah Dasar Ilmu Sosial

seperti ini tentu saja sangat merusak citra rahib yang asli yang melakukan aktivias sebagai bagian dari ritual yantu "merendahkan diri" dengan menjadi pengemis.

Kemudian pengemis gaya lain adalah dengan berpura pura minta sumbangan biaya pengobatan. Mahalnya biaya pengobatan di negara tersebut membuat cara penggalangan dana semacam ini cukup populer dilakukan di negara ini. Masalahnya menjadi rumit karena para mafiapun ikut bermain didalamnya. Dengan bermodalkan kotak sumbangan sepanduk dan teriak, harapan mendapakan hasil tampaknya lebih besar. Mereka umumnya melakukannya dengan berpasangan atau bergrup, bahkan baru baru ini terbongkar jaringan yang lebih besar lengkap dengan pegawai harian segala. Nah, kalau begini siapa, yang mau memberi ?

Varian lain dari pengemis gaya baru ini mungkin masih banyak seperti meminta sumbangan biaya perawatan anjing dll. Jumlah penggemar biantang di Jepang yang cukup banyak tentu merupakan lahan "usaha" yang cukup bagus bagi sebagian oknum untuk memanfaatkan situasi ini. Namun tentu saja, perlu di catat juga bahwa sebagian besar dari mereka mungkin resmi dan memiliki ijin khusus sedangkan penipuan hanyalah sebagian kasus sebagian kecil saja.

Satu satunya kelompok yang masih bisa dipercaya saat ini adalah pengumpul sumbangan yang dilakukan oleh kelompok anak sekolah. Dengan seragam sekolah, spanduk, bedera,dan kotak sumbangan karton-nya, banyak orang yang tergerak untuk memberi. Mereka akan sangat tanggap kalau terjadi bencana alam, seperti tsunami di aceh, ataupun gempa jogya baru baru ini.

Gelandangan model baru

Berakhirnya era Bubble Ekonomi (baburu keiki) di era tahun 80 an sepertinya merupakan penyumbang terbesar melahirkan kaum homeless baru. Namun dalam dasa warsa belakangan ini golongan mereka yang tidak memiliki rumah semacam ini bukannya berkurang namun bahkan cendrung tetap atau bahkan mungkin bertambah. Satu fenomena menarik dari golongan tanpa rumah ini adalah mulai munculnya para homeless gaya baru. Usia relatif muda, penampilan mereka bersih, rapi atau bahkan trendy jadi sama sekali tidak tampak seperti homeless. Mereka tidak lagi memanfaatkan emper toko atau taman sebagai tempat tinggalnya namun lebih memilih Internet Cafe sebagai tempat tinggal favorit.

Tentu saja kalau hanya tinggal sehari atau dua hari di tempat tersebut masih belum bisa digolongkan sebagai homeless, karena menginap di internet cafe juga biasa dilakukan oleh golongan masyarakat umum sebagai pengganti hotel. Mereka juga bukan kelompok yang menginap untuk sementara waktu, seminggu atau dua minggu karena alasan tertentu. Untuk kasus terakhir ini mungkin lebih cocok disebut dengan nama "netto kafe nanmin" atau pengungsi cafe internet. Mereka tinggal di kafe internet untuk jangka waktu yang relatif tetap dan lama, berbulan bulan atau bahkan lebih.

Seperti yang penah diliput oleh beberapa televisi nasional, kehidupan seperti kebanyakan sudah mereka jalankan bertahun tahun. Hal itu tentu saja memungkinkan karena hampir semua cafe internet di negara tersebut memiliki fasilitas yang nyaris seperti hotel. Fasilitas yang paling dibutuhkan tentu saja shower untuk mandi, toilet dan tempat untuk tidur. Bagian yang terakhir ini tentu saja tidak ada namun

12 | P a g e

Page 14: Makalah Dasar Ilmu Sosial

setidaknya ada kursi atau sofa yang bisa dipakai sebagai tempat pengganti untuk tidur. Untuk tempat penyimpanan barang, mereka biasaya memanfaatkan jasa locker yang bisa ditemukan di hampir semua stasiun. Dengan berbagai kemudahan seperti ini sepertinya wajar kalau hampir semua cafe internet di negara ini selalu penuh menjelang tengah malam sampai menjelang pagi hari. Tentu saja yang jelas, kebanyakan dari mereka tidak memanfaatkan untuk berinternet ria namun sebagai tempat tidur semata. Dibandingkan dengan kasus di negara kita tentu sedikit berbeda, karena di Jepang hampir semua rumah memiliki sambungan internet.

Gelandangan model baru ini umumnya adalah golongan usia muda dan tidak mempunyai pekerjaan tetap. Seperti yang sudah saya tulis di atas, kebanyakan agen pemilik rumah tidak akan bersedia melayani penyewa yang tidak memiliki pekerjaan atau gaji yang tetap. Disamping itu dengan gaji kurang dari 2 juta yen pertahun, menyewa rumah di pusat kota tampaknya hampir tidak mungkin untuk dilakukan.

Ditulis Oleh : Nyoman Ardika

Nagoya, August 2004

REFFERENSI :

http://saniroy.wordpress.com/2007/02/19/borok-kian-besar-homeless/

http://www.mhlw.go.jp/houdou/2003/03/h0326-5a.html

http://rarif.multiply.com/journal/item/757/Program_Penanganan_Gelandangan_dan_Pengemis_Melalui_Penguatan_Peran_Keluarga

http://laely-widjajati.blogspot.com/2009/10/g-e-l-n-d-n-g-n.html

http://www.infokedokteran.com/pdf/penyebab-banyaknya-gelandangan.html#

SUMBER ARTIKEL ;

http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/khusus_gelandangan.html

13 | P a g e