makalah bpr dan peranannya
DESCRIPTION
terkait BPR dan peranannyaTRANSCRIPT
Kegiatan BPR
(Bank Perkreditan Rakyat)
Disusun guna memenuhi tugas Manajemen Operasi
Dosen Pengampu :
Bapak Usman Dachlan
Disusun Oleh :
1. Yusuf Herlambang Syah 1M.12.1926
2. Dandy Pradikta 1M.12.1799
3. Aditya Dwi Wicaksana 1M.12.1770
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
BANK BPD JATENG
SEMARANG
i
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam
makalah ini kami membahas “Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam materi dasar-dasar perbankan yang
sangat diperlukan mahasiswa dan sekaligus melakukan apa yang menjadi tugas
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah “Dasar-dasar Perbankan”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian makalah ini. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak M. Mochamad Husnan SH. MHum
2. Orang tua tercinta yang selalu memberikan dukungan
3. Sahabat yang selalu memberi dukungan dan motivasi.
4. Pembaca yang budiman serta pihak-pihak lain yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah dengan judul “ Kegiatan
BPR (Bank Pengkreditan Rakyat)” ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun penulis harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Semarang, 23 April 2013
Penulis
ii
Table of ContentsKATA PENGANTAR..................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..........................................................................................................................3
2.1 Ketentuan Kelembagaan...............................................................................................3
2.1.1 Pendirian BPR......................................................................................................3
2.1.2 Kepemilikan BPR.................................................................................................3
2.1.3 Kepengurusan BPR...............................................................................................4
2.1.4 Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR................................................................4
2.2 Ketentuan Kehati-hatian...............................................................................................5
2.2.1 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)..............................................5
2.2.2 Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)......................................................5
2.2.3 Kualitas Aktiva Produktif.....................................................................................6
2.2.4 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)..............................................6
2.2.5 Restrukturisasi Kredit...........................................................................................7
2.2.6 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Now Our Customer ( K Y C )................7
2.3 Ketentuan Mengenai Tingkat Kesehatan BPR..............................................................8
2.4 Ketentuan Exit Policy...................................................................................................9
2.4.1 Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR dalam Status Pengawasan Khusus (DPK) 9
2.4.2 Likuidasi BPR....................................................................................................11
2.5 Tujuan, Sasaran, fungsi dan kewenangannya BPR.....................................................11
2.5.1 Tujuan. Sasaran dan fungsi BPR........................................................................11
2.5.2 Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia................12
2.5.3 Kegiatan BPR.....................................................................................................12
2.6 Usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR..............................................13
2.6.1 Usaha yang boleh dilakukan BPR.......................................................................13
2.6.2 Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR..............................................................13
BAB III......................................................................................................................................14
iii
PENUTUP..................................................................................................................................14
3.1 Simpulan....................................................................................................................14
3.2 Saran...........................................................................................................................14
iv
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam
entk deposito berjangka, tabungan , dan/atau bentuk lainnya yag dipersamakan dengan
itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Status BPR diberikan kepada Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Negara (LPN), Lembaga
Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Bank Kredit Kecamatan (BKK),
Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Masyarakat (LPK), Bank
Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 tahun 1992 degan memenuhi
persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam UU
Perbankan Nomor 7 tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga
dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan
pengawasan.
Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas
disebutkan bahwa BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama untuk
melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di pedesaan. Bentuk hukum BPR dapat
berupa perseroan terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi. Dalam melaksanakan
usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-
hatian.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kegiatan dari ketentuan kelembagaan, ketentuan kehati-hatian,
tingkat kesehatan dan exit policy dalam BPR?
2. Apa saja Tujuan, sasaran, fungsi BPR serta pengaturan dan pengawasan BPR
oleh Bank Indonesia?
3. Apa saja usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR?
1
1.3Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Dasar-dasar Perbankan
2. Untuk menambah wawasan mengenai BPR baik bagi penulis maupun pembaca
3. Menjelaskan apa itu kegiatan BPR dan fungsinya
4. Menjelaskan usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ketentuan Kelembagaan
2.1.1 Pendirian BPRBPR hanya dapat didirikan dan dimiliki dengan izin Dewan Gubernur Bank Indonesia
oleh :
a. Warga Negara Indonesia;
b. Badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara
Indonesia;
c. Pemerintah Daerah; atau
d. Dua pihak atau lebih sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c.
Modal disetor untuk mendirikan BPR :
a. Rp.5 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah DKI Jakarta;
b. Rp.2 miliar untuk BPR yang didirikan di wilayah ibukota provinsi di
pulau Jawa dan Bali dan di wilayah Kabupaten atau Kotamadya Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi;
c. Rp.1 miliar untuk BPR yang didirikan di ibukota provinsi di luar pulau
Jawa dan Bali dan di wilayah pulau Jawa dan Bali di luar wilayah
sebagaimana disebut dalam huruf a dan b;
d. Rp.500 juta untuk BPR yang didirikan di wilayah lain di luar wilayah
sebagaimana disebut dalam huruf a, b dan c.
2.1.2 Kepemilikan BPR
Yang dapat menjadi pemilik BPR adalah pihak-pihak yang:
a. tidak termasuk dalam daftar orang-orang tercela di bidang perbankan.
b. memiliki integritas, antara lain memiliki akhlak dan moral yang baik,
bersedia mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
dan bersediamengembangkan operasional BPR secara sehat.
Sumber dana yang digunakan untuk kepemilikan BPR dilarang berasal dari:
a. pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain (kecuali berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah)
b. berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
3
Bagi pemegang saham pengendali, wajib memenuhi persyaratan bahwa yang
bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan likuiditas yang
dihadapi bank dalam menjalankan kegiatan usahanya dan memenuhi persyaratan
kelayakan keuangan sesuai dengan ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan
kepatutan (fit and proper test) BPR.
2.1.3 Kepengurusan BPR
Kepengurusan BPR terdiri dari Direksi dan Komisaris. Anggota Direksi dan
Dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan mengenai
penilaian kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) BPR untuk menilai integritas,
kompetensi dan reputasi keuangan. Anggota Direksi paling sedikit berjumlah 2 orang
dan memiliki sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi.
2.1.4 Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR
Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank lainnya
dengan atau tanpa melikuidasi.
Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara
mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa
likuidasi.
Akuisisi BPR adalah pengambilalihan saham oleh perorangan atau badan hukum
yang mengakibatkan beralihnya pengendalian BPR yaitu bila kepemilikan saham
menjadi sebesar 25% atau lebih dari modal disetor BPR atau kurang dari 25% dari
modal disetor BPR namun menentukan baik secara langsung maupun tidak
langsung pengelolaan dan/atau kebijaksanaan bank.
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi BPR wajib terlebih dahulu memperoleh izin
dari Bank Indonesia dan dapat dilakukan atas inisiatif BPR yang bersangkutan atau
permintaan Bank Indonesia.
Merger atau Konsolidasi hanya dapat dilakukan antar BPR. Merger atau
Konsolidasi antara BPR konvensional dengan BPR Syariah hanya dapat dilakukan
apabila BPR hasil merger atau konsolidasi menjadi BPR Syariah.
Merger atau konsolidasi BPR dapat dilakukan antar BPR yang berkedudukan
dalam wilayah provinsi yang sama atau antar BPR dalam wilayah provinsi yang
4
berbeda sepanjang kantor-kantor BPR hasil merger/ konsolidasi berlokasi dalam
wilayah provinsi yang sama.
2.2 Ketentuan Kehati-hatian
2.2.1 Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
BPR diwajibkan untuk memenuhi rasio KPMM (CAR) minimal 8% yang
dihitung dari perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR). Komponen modal terdiri atas modal inti dan modal pelengkap dimana modal
pelengkap maksimum sebesar 100% dari modal inti. Modal inti terdiri dari modal
disetor, agio, dana setoran modal, modal sumbangan, cadangan umum, cadangan tujuan,
laba ditahan (setelah diperhitungkan pajak), laba tahun-tahun lalu (setelah
diperhitungkan pajak) dan laba tahun berjalan (sebesar 50% setelah taksiran pajak).
Faktor pengurang pada modal inti berupa goodwill , disagio, rugi tahun-tahun lalu dan
rugi tahun berjalan.
Modal pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, PPAP umum
(maksisebesar 1,25% dari ATMR), modal pinjaman ( hybrid/quasi capital ), pinjaman
subordinasi (maksimum sebesar 50% dari modal inti). ATMR terdiri dari aktiva neraca
BPR diberikan bobot sesuai dengan kadar risiko yang melekat pada setiap pos aktiva.
2.2.2 Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
BMPK adalah batas maksimum penyediaan dana yang diperkenankan
untuk dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.
a. Pelampauan BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut:
a. Penyediaan Dana Pada tanggal pelaporan BMPK
b. Modal pada tanggal laporan BMPK X 100% - [BMPK]
b. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih sesuai dengan rumus sebagai berikut :
a. Penyediaan Dana Pada saat pemberiannya
b. Modal pada saat pemberian Penyediaan dana X 100% - [BMPK]
BMPK untuk satu peminjam maupun satu kelompok peminjam yang tidak terkait
dengan BPR ditetapkan setinggi tingginya 20 % dari modal BPR. BMPK bagi pihak
yang terkait dengan BPR secara individu maupun secara keseluruhan ditetapkan
setinggi-tingginya sebesar 10% dari modal BPR. Terhadap pelampauan BMPK, BPR
5
diwajibkan menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dan dikenakan sanksi
dalam penilaian tingkat kesehatan sementara terhadap pelanggaran BMPK dikenakan
sanksi dalam penilaian tingkat kesehatan dan dapat dikenakan sanksi pidana.
2.2.3 Kualitas Aktiva Produktif
Aktiva produktif adalah penanaman dana BPR dalam bentuk Kredit, SBI dan
Penempatan Dana Antar Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dimana
pengurus BPR wajib menilai, memantau dan mengambil langkah-langkah yang
diperlukan agar kualitas Aktiva Produktif senantiasa Lancar. Kualitas Aktiva Produktif
dalam bentuk Kredit ditetapkan dalam 4 golongan, yaitu Lancar, Kurang Lancar,
Diragukan dan Macet yang penilaiannya berdasarkan ketepatan membayar dan/atau
kemampuan membayar kewajiban oleh Debitur.
2.2.4 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
PPAP adalah penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR untuk menutup risiko
kerugian. Besarnya PPAP umum minimal adalah 0,5% dari aktiva produktif yang
digolongkan lancar (tidak termasuk SBI). Besarnya PPAP khusus ditetapkan minimal :
a. 10% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi
dengan nilai agunan;
b. 50% dari Aktiva Pro duktif dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi dengan
nilai agunan; dan
c. 100% dari Aktiva Produktif dengan kualitas Macet setelah dikurangi dengan nilai
agunan.
Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan
PPAP adalah sebesar :
a. 100% dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank Indonesia,
tabungan dan deposito yang diblokir pada bank yang bersangkutan disertai
dengan surat kuasa pencairan, emas dan logam mulia;
b. 80% dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) yang diikat
dengan hak tanggungan;
6
c. 60% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah, bangunan dan rumah
bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB), hak pakai tanpa
hak tanggungan;
d. 50% dari nilai jual obyek pajak untuk agunan berupa tanah dengan bukti
kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) yang dilampiri surat pemberitahuan
pajak terhutang (SPPT) terakhir; dan
e. 50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang disertai bukti
kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.
2.2.5 Restrukturisasi Kredit
Restrukturisasi Kredit dapat dilakukan terhadap debitur yang mengalami
kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit dan debitur yang memiliki prospek
usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. BPR
dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari
penurunan penggolongan kredit, peningkatan pembentukan PPAP dan, atau penghentian
pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Kualitas Kredit yang direstrukturisasi adalah
maksimum Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi memiliki kualitas
Diragukan atau Macet dan tidak berubah, untuk Kredit yang sebelum direstrukturisasi
memiliki kualitas Lancar atau Kurang Lancar. Kualitas Kredit yang direstrukturisasi
dapat menjadi Lancar, apabila tidak terjadi tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga
selama 3 kali periode pembayaran secara berturut-turut dan apabila debitur tidak mampu
memenuhi kondisi ini maka kualitas kreditnya sama dengan kualitas Kredit sebelum
dilakukan Restrukturisasi Kredit.
2.2.6 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Now Our Customer ( K Y C )
BPR wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer
Principles ) dengan cara menetapkan kebijakan dan prosedur penerimaan,
mengidentifikasi, memantau rekening dan transaksi serta manajemen risiko yang
berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Terkait dengan pemantauan
rekening dan transaksi nasabah, BPR wajib memiliki sistem informasi/sistem pencatatan
yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara
efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh nasabah serta melakukan
7
pemantauan atas transaksi yang dilakukan oleh nasabah, termasuk mengidentifikasi
terjadinya transaksi keuangan mencurigakan.
BPR wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada
Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) paling lambat 3 hari kerja
setelah diketahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Bank Indonesia
melakukan penilaian dan pengenaan sanksi atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan
kewajiban lain terkait dengan Undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang
bagi Bank Umum.
2.3 Ketentuan Mengenai Tingkat Kesehatan BPR
Tingkat kesehatan BPR dinilai dengan atas berbagai aspek yang berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan suatu BPR, yang meliputi aspek Permodalan,
Kualitas Aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas, (CAMEL) serta
mempertimbangkan faktor-faktor yang lain yang dapat menurunkan dan
ataumenggugurkan TKS. Hal-hal yang terkait dengan penilaian tersebut antara lain :
a. Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup Sehat,
Kurang Sehat dan Tidak Sehat.
b. Bobot setiap faktor CAMEL adalah :
a) Permodalan 30%
b) Kualitas Aktiva Produktif 30%
c) Manajemen 20%
d) Rentabilitas 10%
e) Likuiditas 10%
c. Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat
kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan terhadap ketentuan
BMPK, pelanggaran ketentuan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (KYC),
pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR dan penggunaan data
pribadi nasabah.
d. Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan BPR
menjadi Tidak Sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar
manajemenBPR, window dressing , praktek Bank dalam bank, kesulitan
8
keuangan, praktek perbankan lain yang dapat membahayakan kelangsungan
usaha BPR.
2.4 Ketentuan Exit Policy
2.4.1 Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR dalam Status Pengawasan
Khusus (DPK)
Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status
pengawasan khusus Bank Indonesia yaitu apabila Rasio KPMM kurang dari 4% dan
atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 3%. Jangka waktu
pengawasan khusus ditetapkan maksimal selama 6 bulan sejak tanggal surat
pemberitahuan penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dari BI dan tidak dapat
diperpanjang.
Selama jangka waktu pengawasan khusus tersebut, Bank Indonesia dapat
memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham antara lain untuk :
a. menambah modal,
b. menghapusbukukan kredit yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian
BPR dengan modalnya,
c. mengganti anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR,
d. melakukan merger atau konsolidasi dengan BPR lain,
e. menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban
BPR,
f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak lain,
g. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPR kepada pihak lain ,
dan/atau
h. menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Selama jangka waktu pengawasan khusus sampai dengan pada saat berakhirnya
jangka waktu tersebut, BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus
apabilamemenuhi kriteria rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata
selama 6 bulan terakhir paling sedikit sebesar 3%. BPR yang ditetapkan dalam status
pengawasan khusus, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak pengawasan khusus wajib
9
memperbaiki kondisi keuangan sehingga rasio KPMM meningkat paling sedikit 25%
dari selisih untuk mencapai Rasio KPMM sebesar 4 % dan Rasio KPPM lebih besar dari
0%. Apabila BPR tidak dapat memenuhi kondisi tersebut, maka BPR dilarang
melakukan kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana dan Bank Indonesia akan
mengumumkan larangan dimaksud kepada masyarakat.
Bank Indonesia memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan BPR yang bersangkutan apabila BPR yang ditetapkan dalam status
pengawasan khusus:
a. tidak memenuhi Rasio KPMM paling sedikit sebesar 4%, dan CR rata-rata
selama 6 bulan ter akhir paling sedikit sebesar 3%.
b. tidak dapat meningkatkan Rasio KPMM menjadi lebih besar dari 0% dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus,
bagi BPR yang pada saat ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki
rasio KPMM sama dengan atau lebih kecil dari 0%; atau
c. memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR
rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% dalam jangka waktu 3 bulan
sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, bagi BPR yang pada saat
ditetapkan dalam status pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih besar
dari 0%; atau
d. memiliki Rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% dan/atau memiliki CR
rata-rata selama 6 bulan terakhir kurang dari 1% setelah jangka waktu 3 bulan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c, sampai dengan 1 (satu) hari sebelum
berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus.
LPS akan melakukan penilaian untuk mengambil keputusan menyelamatkan atau
tidak menyelamatkan BPR yang bersangkutan. Apabila LPS memutuskan untuk tidak
menyelamatkan BPR yang bersangkutan, Bank Indonesia akan mencabut izin usahaBPR
yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS dan mengumumkannya
kepada masyarakat.
10
2.4.2 Likuidasi BPR
Likuidasi BPR adalah tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR
sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum BPR.
Beberapa alasan suatu BPR dicabut izin usahanya oleh BI adalah karena :
a. tindakan penyelamatan yang diminta oleh BI terhadap BPR yang mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, belum cukup mengatasi
kesulitan yang dihadapi BPR.
b. menurut penilaian BI keadaan suatu BPR dapat membahayakan sistem
perbankan.
c. terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham BPR.
Jangka waktu likuidasi ditetapkan sebagai berikut :
a. pelaksanaan likuidasi BPR paling lama 5 tahun terhitung sejak terbentuknya Tim
Likuidasi.
b. apabila melebihi 5 tahun, penjualan aset dilakukan melalu lelang dalam jangka
waktu 180 hari sejak berakhirnya pelaksanaan likuidasi BPR.
2.5 Tujuan, Sasaran, fungsi dan kewenangannya BPR
2.5.1 Tujuan. Sasaran dan fungsi BPR
Tujuan dari BPR yaitu Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah
peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sasaran Pendirian BPR Melayani kebutuhan
petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena
sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan
pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan
pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan
pengijon). Sedangkan fungsi dari BPR sediri adalah melakukan usaha penghimpunan
dan penyaluran dana masyarakat.
11
2.5.2 Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia
pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan dalam UU No.3 tahun 2004 tentang bank Indonesia. Kewenangan
pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan pemberian
Ijin ( righ to lecense), kewenangan untuk mengatur ( rihgt to regulate), kewenangan
untuk mengawasi ( right to control) dan kewenangan untuk mengenakan sanksi ( right
to impose sanction). Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan
untuk mengoptimalkan fungsi BPR sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ikut
berperan dalam mambantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan.
Dengan demikian pengaturan dan pengawasan BPR yang dilakukan disesuaikan dengan
karakteristik operasional BPR namun tatap menerapkan prinsip kehati-hatian bank
(prudential banking) agar tercipta sistem perbankan yang sehat.
2.5.3 Kegiatan BPR
Kegiatan BPR pada dasarnya sama dengan kegiatan Bank umum, hanya yang
menjadi perbedaan adalah jumlah jasa Bank yang dilakukan BPR jauh lebih sempit.
BPR dibatasi oleh berbagai persyaratan, sehingga tidak dapat berbuat seleluasa Bank
umum. Keterbatasan kegiatan BPR juga di kaitkan dengan misi pendirian BPR itu
sendiri.
Dalam praktiknya kegiatan BPR adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana hanya dalam bentuk :
a. Simpanan tabungan
b. Simpanan deposito
2. Menyalurkan dana dalam bentuk :
a. Kredit investasi
b. Kredit Modal kerja
c. Kredit Perdagangan
12
2.6 Usaha yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh BPR
2.6.1 Usaha yang boleh dilakukan BPR
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. Memberikan kredit.
c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah
sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami
over likuiditas.
2.6.2 Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR
a. Menerima simpanan berupa Giro
b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing
c. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern
terhadap layanan kebutuhan asyarakat menengah ke bawah
d. Melakukan usaha peransuransian
e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
usaha BPR
13
BAB IIIPENUTUP
3.1 Simpulan
BPR adalah lembaga perkreditan bagi rakyat yang memiliki tujuan
meningkatkan iklim usaha dikalangan rakyat terutama pengusaha kecil dan menengah,
Sesuai dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah
diubah dengan UU No.10/1998, dalam UU tersebut secara tegas disebutkan bahwa BPR
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama untuk melayani usaha-usaha kecil dan
masyarakat di pedesaan. Dengan demikian BPR harus dikelola dengan profesional
dengan menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada serta melaksanakan pelaporan-
pelaporan sebagai alat kontrol dalam manajemen pengelolaan dan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelola kepada pemilik.
3.2 Saran
Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) semakin banyak berdiri dimasyarakat kita,
idealnya semakin bergairah pula dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah
sehingga BPR benar-benar berperan penting dalam meningkatkan roda perekonomian
masyarakat kecil. dewasa ini telah muncul juga BPRS yang melaksanakan
operasionalnya berdasarkan pada prinsip syariah sehingga semakin beragam pilihan
masyarakat untuk memenfaatkan fasilitas kredit yang dapat diambil untuk
mengembangkan usahanya. Masyarakat kita terutama ekonomi lemah masih mengalami
kekurangan secara struktural tentang permodalan, modal adalah masalah klasik yang
terus menghantui dan menjadi barang mewah bagi mereka, maka solusi terbaik adalah
bagaimana BPR dapat melaksanakan program yang dapat membantu secara riel usaha
masyarakat ekonomi lemah dengan pengelolaan yang professional.
14