makalah bakteriosin

11
BAKTERIOSIN KELOMPOK 3 Viti Sara Auni 1006686742 Mathias Elson Mia Sari Setiawan Putra Perwira Dwitya Nur Fadilah Nafian Awaludin Astry Eka Citrasari Yunita Florensia Beta Nadia Manaf Dio Prakoso Asep Priscilla Deni Makalah Akhir bagi Topik Bakteriosin untuk Mata Kuliah Pengantar Teknologi Bioproses FAKULTAS TEKNIK

Upload: viti-sara-auni

Post on 27-Jun-2015

579 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: makalah bakteriosin

BAKTERIOSIN

KELOMPOK 3

Viti Sara Auni 1006686742

Mathias Elson

Mia Sari Setiawan

Putra Perwira

Dwitya Nur Fadilah

Nafian Awaludin

Astry Eka Citrasari

Yunita Florensia

Beta Nadia Manaf

Dio Prakoso

Asep

Priscilla Deni

Makalah Akhir bagi Topik Bakteriosin

untuk Mata Kuliah Pengantar Teknologi Bioproses

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2010

Page 2: makalah bakteriosin

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, Penyusun mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa atas selesainya penyusunan makalah kelompok 3 yang berjudul “Bakteriosin”.

Makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh dosenPengantar Teknologi

Bioproses, yaitu Bapak Misri Gozan. Tugas ini dibuat dengan tujuan memenuhi nilai

makalah mata kuliahPengantar teknologi Bioproses. Dengan pembuatan makalah ini,

diharapkan pembaca dapat lebih memahami materi mengenai bakteriosin.

Dalam makalah ini mungkin saja ditemukan banyak kekurangan. Oleh karena itu,

Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca

untuk meningkatkan mutu makalah kami selanjutnya.

Sebagai akhir kata, tim penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada

berbagai pihak yang telah membantu dan memfasilitasi penyusunan makalah ini. Terima

kasih atas kerjasama tim penyusun selama ini.

Universitas Indonesia, Depok, 12 Desember 2010

Tim Penyusun

Page 3: makalah bakteriosin

DAFTAR PUSTAKA

Kata Pengantar....................................................................................................

Daftar isi

I. Pengertian Bakterioforin................................................................................

II. Bahan Baku....................................................................................................

III. Aplikasi...........................................................................................................

IV. Keunggulan....................................................................................................

V. Kelemahan.....................................................................................................

VI. Sifat-Sifat Bakterioforin................................................................................

VII. Sintesis Bakterioforin...................................................................................

Page 4: makalah bakteriosin

I. Pengertian Bakteriosin

Antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom oleh bakteri gram positif dan gram negatif

II. Bahan baku

III. Sifat-sifat bakteriosinBakteriosin memiliki sifat mudah didegradasi enzim proteolitik dan mampu menghambat pertumbuhan mikroba yang secara filogenik dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al., 1995). Tagg et al. (1976) mengemukakan beberapa kriteria bakteriosin yaitu berupa protein, bersifat bakterisidal, bakteri target memiliki sifat pengikatan spesifik (specific binding site), gen pengkode bakteriosin ada dalam plasmid, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik. Syarat bakteriosin adalah sebagai protein dan tidak membunuh bakteri penghasilnya. Bakteriosin yang dihasilkan oleh beberapa galur BAL diketahui mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen makanan sehingga dapat meningkatkan keamanan dan daya simpan pangan.

Bakteriosin biasanya tahan terhadap panas, dan aktivitasnya masih tetap ada dalam lingkungan asam misalnya pada suhu 100˚C atau 121˚C selama 15 menit (Bhunia et al., 1988 dalam Ogunbawo, 2003), demikian pula suhu yang sangat rendah dalam penyimpanan tidak mempengaruhi aktivitas bakteriosin. Umumnya bakteriosin sensitif terhadap protease.

Bakteriosin sebagai biopreservatif pangan harus memenuhi kriteria seperti pengawet atau bahan tambahan makanan lainnya antara lain aman bagi konsumen, memiliki aktivitas bakterisidal terhadap kelompok bakteri Gram positif dalam sistem makanan, stabil, terdistribusi secara merata dalam sistem makanan, dan ekonomis (Ray, 1996). Beberapa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL telah diuji sebagai pengawet dalam berbagai produk makanan. Bakteriosin tersebut diproduksi oleh Lactoccus, Lactobacillus dan Pediococcus yang berasal dari berbagai bahan makanan. Nisin adalah bakteriosin polipeptida yang diproduksi oleh Lactococcus lactis dan telah dikenal aman untuk mengontrol bakteri patogen dan pembusuk makanan.

IV. Sintesis bakteriosin dari bakteri asam laktatBakteriosin diproduksi oleh bakteri asam laktat (BAL), didefinisikan sebagai protein yang aktif secara biologi atau kompleks protein (agregat protein, protein lipokarbohidrat, glikoprotein) yang disintesa secara ribosomal, dan menunjukkan aktivitas antibakteri (Vuyst and Vandamme, 1994). Bakteriosin efektif sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen dan pembusuk (Sullivan et

Page 5: makalah bakteriosin

al., 2002) dan penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan. Bakteriosin dari BAL lebih bersifat bakterisidal dibandingkan dengan bakteriolisis ataupun bakteriostatik pada sel-sel yang sensitif (Gonzales et al., 1996). Beberapa diantaranya lebih dominan bersifat bakteriostatik (Liao et al., dalam Rahayu, 2000).

Bakteriosin disintesis selama fase eksponensial pertumbuhan sel mengikuti pola klasik sintesis protein. Sistem ini diatur oleh plasmid DNA ekstra kromosomal dan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama pH. Umumnya bakteriosin disintesis melalui jalur ribosomal (Engelke et al. 1992), sedangkan kelompok lantibiotik disintesis secara ribosomal sebagai prepeptida kemudian mengalami modifikasi. Sekresi prepeptida dilakukan pada fase eksponensial dan diproduksi secara maksimal pada fase stasioner. Prinsip regulasi sintesis bakteriosin diatur oleh adanya gen pengkode produksi dan pengkode immunitas.

V. Aplikasi Bakteriosin

Kinerja bakteriosin dalam aktivitas penghambatanTarget kerja bakteriosin dari bakteri asam laktat adalah membran sitoplasma sel bakteri yang sensitif (Gonzales et al., 1996). De Vuyst dan Vandam (1994) menyebutkan bahwa target utama bakteriosin adalah membran sitoplasma sel bakteri karena reaksi awal bakteriosin adalah merusak permeabilitas membran dan menghilangkan proton motive force (PMF) sehingga menghambat produksi energi dan biosintesis protein atau asam nukleat. Aktivitas penghambatan bakteriosin membutuhkan reseptor spesifik permukaan sel, contohnya pada pediocin AcH. Selain itu mengakibatkan terjadinya lisis pada sel. Hal ini adalah efek sekunder dari aktivitas pediocin AcH melalui depolimerisasi lapis peptidoglikan, sehingga secara tidak langung dapat mengaktifkan sistem autolisis sel (Gonzales et al., 1996). Mekanisme aktivitas bakterisidal bakteriosin adalah sebagai berikut: (1) molekul bakteriosin kontak langsung dengan membran sel, (2) proses kontak ini mampu mengganggu potensial membran berupa destabilitas membran sitoplasma sehingga sel menjadi tidak kuat, dan (3) ketidakstabilan membran mampu memberikan dampak pembentukan lubang atau pori pada membran sel melalui proses gangguan terhadap PMF (Proton Motive Force) (Gonzalez et al., 1996). Kebocoran yang terjadi akibat pembentukan lubang pada membran sitoplasma ditunjukkan oleh adanya aktivitas keluar masuknya molekul seluler. Kebocoran ini berdampak pada penurunan gradien pH seluler. Pengaruh pembentukan lubang sitoplasma merupakan dampak adanya bakteriosin yang menyebabkan terjadinya perubahan gradien potensial membran dan pelepasan melekul intraseluler maupun masuknya substansi ekstraseluler (lingkungan). Efeknya menyebabkan pertumbuhan sel terhambat dan menghasilkan proses kematian pada sel yang

Page 6: makalah bakteriosin

sensitif terhadap bakteriosin.

Bakteriosin sebagai pengawet alami pada DagingDaging adalah sebagai semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan jaringan-jaringan yang sesuai untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsi (Soeparno, 1998). Daging digolongkan kedalam dua kelompok yaitu kelompok daging yang berasal dari ternak besar (sapi, kerbau, kambing) dan umumnya merupakan daging merah, serta kelompok daging dari ternak kecil (burung, ayam, itik) dan umumnya adalah daging putih.

Daging mengandung zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi yang tinggi terutama protein dengan komposisi asam amino yang seimbang hal ini sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Lemak merupakan komponen utama dalam daging. Lemak berfungsi sebagai pembentuk energi dan komposisi lemak terdiri atas gliserol dan asam lemak. Karbohidrat merupakan komponen yang memegang peranan utama di dalam bahan-bahan organik. Kebanyakan karbohidrat di dalam jaringan tubuh hewan terdiri atas polisakarida kompleks dan beberapa diantaranya berkaitan dengan komponen protein serta sulit dipisahkan. Glikogen merupakan karbohidrat yang utama di dalam daging.

Kandungan gizi yang tinggi ini menyebabkan daging mempunyai sifat mudah rusak (perishable) karena mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya. Menurut Gill (1986), daging digolongkan sebagai bahan pangan yang mudah rusak karena merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan oleh karena kadar air daging termasuk tinggi, kaya akan zat gizi yang mengandung nitrogen, karbohidrat yang dapat difermentasi, kaya akan mineral untuk pertumbuhan mikroba, dan memiliki pH yang baik untuk pertumbuhan mikroba (5,3-6,5) (Soeparno, 1998).

Kualitas daging diantaranya dipengaruhi oleh faktor metode penyimpanan dan preservasi. Daging yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu tertentu akan cepat rusak. Kerusakan daging yang berakibat terhadap penurunan mutu daging segar antara lain disebabkan oleh kontaminasi mikroba. Secara internal daging akan terkontaminasi bila tidak didinginkan setelah proses penyembelihan. Jumlah dan jenis mikroba yang mencemari daging ditentukan oleh tingkat pengendalian higienis yang dilaksanakan selama penanganan diawali saat penyembelihan ternak dan pembersihan karkas hingga sampai ke konsumen.

Saat ini, kualitas mikrobiologi daging telah menjadi salah satu perhatian masyarakat dalam hal keamanan pangan. Daging yang sehat seharusnya tidak mengandung mikroba patogen, kalaupun mengandung mikroba non patogen maka jumlahnya harus sedikit. Rozbeh et al. (1993) mengasumsikan bahwa jika

Page 7: makalah bakteriosin

kandungan bakteri daging melebihi 106 bakteri/g maka daging tersebut dianggap berkualitas rendah. Menurut Soeparno (1998) batas jumlah mikroba daging selama dilayukan tidak boleh lebih dari 105 bakteri/cm2 daging.

Pertumbuhan mikroba berhubungan erat dengan kualitas daging segar. Peningkatan jumlah mikroba pembusuk/patogen berpengaruh terhadap keamanan dan daya tahan atau masa simpan serta kandungan awal mikroba dalam daging segar (Liesner et al., 1995). Kandungan mikroba awal dalam jumlah sedikit dalam bahan pangan dicapai melalui aplikasi sanitasi yang efektif selama penanganan bahan pangan (Ray, 1992) serta penggunaan biopreservatif yaitu zat untuk pengawetan secara biologi untuk mencegah mikroba patogen/pembusuk. Bakteriosin yang dihasilkan oleh beberapa BAL telah diuji untuk biopreservatif bahan pangan yang potensial (Hsieh and Glatz, 1996). Bakteriosin ini digunakan sebagai bahan pengawet untuk bahan pangan yang memerlukan daya tahan selama proses pengolahan, distribusi dan penyimpnana dalam waktu yang cukup lama. Aplikasi bakteriosin sebagai biopreservatif pada bahan pangan tidak merubah rasa dan tekstur tetapi dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen (Gonzales et al., 1993). Oleh karena itu bakteriosin menjadi perhatian khusus sebagai biopreservatif yang potensial dan aman untuk kesehatan (Holzapfel et al., 1995).

Hasil penelitian peran bakteriosin sebagai biopreservatif pada daging dan produk daging banyak dilaporkan. Bakteriosin dari Pediococcus acidilactic dapat digunakan untuk mengontrol mikroba patogen pada produk daging fermentasi (Foegeding et al., 1992). Menurut Budde et al. (2003), kultur Leuconostoc carnosum 4010 dapat digunakan sebagai biopreservatif daging dan produk olahannya karena menghasilkan bakteriosin yang serupa dengan leucocin A dan B. Bakteriosin yang secara alamiah dihasilkan oleh BAL dalam suatu bahan pangan tidak menghambat pertumbuhan BAL endogenous yang ada dalam bahan pangan tersebut (Vermeiren et al., 2004).

Ammor et al. (2006a) menyatakan bahwa senyawa serupa bakteriosin (bacteriocin-like) dari bakteri Vagococcus carniphilus dan Lactococcus garvieae yang diisolasi dari sosis kering aktif menyerang L.monocytogenes dan Staphylococcus aureus. Antimikrobial ini merupakan senyawa untuk mencegah pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan yang mengkontaminasi peralatan selama pengolahan produk daging. Masih menurut Ammor et al. (2006b), beberapa BAL yang menghasilkan senyawa serupa bakteriosin dapat menekan pertumbuhan mikroba yang tidak diharapkan sehingga merupakan barrier terjadinya kontaminasi dari alat-alat dan lingkungan selama penanganan daging segar.

Penggunaan biopreservatif berhubungan dengan makin maraknya penggunaan

Page 8: makalah bakteriosin

pengawet kimia formalin pada daging segar akhir-akhir ini yang membahayakan kesehatan konsumen. Pengawet tersebut digunakan untuk mencegah terjadinya pembusukan oleh bakteri patogen pada bahan pangan terutama yang berkadar air dan gizi tinggi seperti daging. Dengan merebaknya kasus flu burung, maka penggunaan biopreservatif bakteriosin merupakan salah satu alternatif yang aman dan baik dalam mempertahankan kesegaran dan keamanan pangan daging ayam/unggas. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian telah menghasilkan bakteriosin cair yang dapat digunakan sebagai biopreservatif pada daging ayam. Hasil aplikasi bakteriosin cair pada daging ayam menunjukkan bahwa daging ayam dapat dipertahankan kesegarannya selama 18 jam, padahal daging ayam secara normal tanpa pengawet dapat bertahan segar selama 10 jam (bila ditangani relatif bersih) dan 6 jam (bila ditangani tidak bersih).

VI. Keunggulan BakteriosinVII. Kelemahan Bakteriosin