makalah anemia karna infeksi necator

14
DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 2 STUDI KASUS 3 PEMBAHASAN 4 I. DASAR TEORI DEMAM 4 Patofisiologi demam 4 II. DASAR TEORI BATUK 4 A. Pengertian 4 B. Mekanisme 5 III. DASAR TEORI INFEKSI CACING TAMBANG 6 A. Daur hidup Necator americanus 6 B. Patologi dan gejala klinis 7 C. Diagnosis 8 D. Respon imun tubuh terhadap cacing 8 IV. KASUS 9 KESIMPULAN 10 DAFTAR PUSTAKA 11 1

Upload: mentari

Post on 12-Aug-2015

54 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

PENDAHULUAN 2

STUDI KASUS 3

PEMBAHASAN 4

I. DASAR TEORI DEMAM 4

Patofisiologi demam 4

II. DASAR TEORI BATUK 4

A. Pengertian 4

B. Mekanisme 5

III. DASAR TEORI INFEKSI CACING TAMBANG 6

A. Daur hidup Necator americanus 6

B. Patologi dan gejala klinis 7

C. Diagnosis 8

D. Respon imun tubuh terhadap cacing 8

IV. KASUS 9

KESIMPULAN 10

DAFTAR PUSTAKA 11

1

Page 2: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

PENDAHULUAN

Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah

perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing.

Cacing tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah

bagi penderita sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia (anemia hipochrom micositer).

Terjadinya anemia diduga karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang

relatif sulit menutup akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan

sehingga darah sukar membeku.

Kebanyakan kasus kecacingan masih dapat ditanggulangi. Tingkat keparahan nfeksi kecacingan

dapat ditentukan dari keadaan imunitas hospes dan penatalaksaan yang dilakukan.

2

Page 3: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

STUDI KASUS

Seorang anak perempuan usia 4 tahun, dibawa orangtuanya ke Klinik Kesehatan dengan

keluhan demam dan batuk selama 1 minggu. Menurut ibunya, anak tersebut sudah diberikan obat

batuk dan demam yang biasa dijual di warung, namun keluhan tidak hilang.

Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan kesadaran baik, tanda vital normal, kecuali suhu

37,5ºC. pemeriksaan status generalis semuanya normal, hanya terlihat eritem dan papul pada

telapak kaki kanan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :

- Hemoglobin : 11,5 gr/dl

- Eritrosit : 4,70 juta /mmk

- Leukosit : 13.000/mmk

- Trombosit : 278.000/mmk

Satu tahun kemudian ,anak tersebut dibawa orang tuanya ke klinik tumbuh kembang dengan keluhan pucat dan sering terlihat letih, lesu, dan lemah. Menurut ibunya, anak tersebut menurun nafsu makannya, dan tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya serta terlihat lebih kecil dibandingkan teman-temannya di sekolah. Dari anamnesa tambahan diketahui bahwa dalam setahun terakhir, anak tersebut masih sering demam disertai batuk. Karena masalah biaya, selama ini, orang tua anak tersebut hanya memberinya obat batuk sirup yang biasanya di beli di toko obat. Hasil pemeriksaan fisik di temukan tanda vital dalam batas normal, kesadaran baik, terlihat kurus dan pucat. Status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan :

- Hemoglobin : 4 gr/dl

- Eritrosit : 1,2 juta /mmk

- Leukosit : 15.400/mmk

- Basofil : 0

- Eusinofil : 10

- N.Batang : 3

- N.segmen : 60

- Limfosit : 20

- Monosit : 7

- Trombosit : 252.000/mmk

Hasil pemeriksaan tinja di temukan gambaran berikut :

3

Page 4: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

PEMBAHASAN

DASAR TEORI DEMAM

Patofisiologi demam :

Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior yang berfungsi sebagai

termostat yang mengendalikan keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas. Demam

berkembang bila termostat digeser ke set yang lebih tinggi. Kehilangan panas tubuh melalui kulit

dikurangi dengan vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu suhu meningkat, kulit

secara paradoks menjadi dingin. Saat pergeseran ini, secara klinis terlihat sebagai gemetar, yang

artinya suhu lingkungan mendadak diterjemahkan sebagai dingin.

IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-mediator penting dari reaksi ini. Sitokin-sitokin ini

dihasilkan oleh leukosit dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme infeksi atau reaksi-

reaksi imunologis dan toksik, yang dilepaskan dalam sirkulasi. IL-1 dan IL-6 mempunyai efek

yang sama dalam menghasilkan reaksi fase akut, keduanya menghasilkan demam melalui

interaksi dengan reseptor-reseptor vaskuler dalam pusat termoregulator dari hipotalamus dengan

aksi langsung dari sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin lokal

(PGE), informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke pusat

vasomotor, menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit,

mengurangi perspirasi dan timbul panas demam. Pirogen endogen yang diketahui mencakup

TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka dilepaskan oleh monosit/makrofag dan sel-sel inang yang lain

dalam respons terhadap mikroba dan stimulasi pirogen lain.

DASAR TEORI BATUK

A. Pengertian

Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia, dan

suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas

tetap bersih dan terbuka dengan mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas serta mengeluarkan

4

Page 5: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas. Walaupun batuk dapat dilakukan

secara volunter, sebenarnya batuk merupakan sebuah refleks yang dipicu ketika terjadi

rangsangan di satu atau lebih reseptor batuk dalam sistem pernapasan. Adapun batuk dapat

dibedakan menjadi dua jenis batuk, yaitu batuk kering dan batuk produktif. Batuk kering terajdi

ketika terdapat adanya inflamasi di saluran pernapasan bagian atas. Pada batuk kering tidak

didapati adanya produksi sekret, namun ada persaan gatal sehingga timbul rangsangan atau

refleks untuk batuk. Pada batuk yang produktif, diproduksi lendir atau sekret sebagai respons

terhadap infeksi, atau kadang tidak terdapat sekret bila terjadi pembengkakan pada saluran

pernapasan karena infeksi.

B. Mekanisme

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf

non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di

dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Sedangkan

yang terletak di luar rongga toraks antara lain terdapat di saluran telinga, lambung, hilus, sinus

paranasalis, perikardial, dan diafragma. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-

cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan

daerah percabangan bronkus.

Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat

pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut efferen nervus

vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis,

nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring,

trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme

batuk kemudian terjadi.

Mekanisme batuk dibagi menjadi empat fase, yaitu :

1. Fase Iritasi

Fase iritasi merupakan fase dimana terjadi iritasi pada salah satu saraf sensoris nervus

vagus (di laring, trakea, bronkus) atau terjadi rangsangan pada reseptor batuk di lapisan

faring, esofagus, rongga pleura, dan saluran telinga.

5

Page 6: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

2. Fase Inspirasi

Pada tahap inspirasi, glotis terbuka karena kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea.

Iga bawah terfiksir akibat kontraksi otot thoraks, perut dan diafragma sehingga dimensi

lateral dada membesar. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya inspirasi yang cepat dan

dalam serta meningkatnya volume paru.

3. Fase Kompresi

Pada fase ini. Glotis tertutup selama 0,2 detik yang disebabkan oleh kontraksi otot

adduktor kartilago aritenoidea. Hal ini menyebabkan meningkatnya tekanan intratoraks

sampai 300 cmH2O selama 0,5 detik setelah glotis menutup kembali. Pada saat tertentu

tidak perlu dilakukan penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi bisa meningkatkan

tekanan intratoraks tanpa menutup epiglotis.

4. Fase Ekspirasi

Pada fase terakhir batuk, epiglotis terbuka akibat kontraksi otot ekspirasi sehingga udara

banyak keluar dengan kecepatan tinggi dan disertai dengan pengeluaran benda-benda

asing.

DASAR TEORI INFEKSI CACING TAMBANG (Necator americanus)

Necator americanus merupakan cacing tambang dengan hospes definitif manusia, dan

berhabitat di dalam rongga usus halus manusia. Cacing ini banyak terdapat di daerah

khatulistiwa, pertambangan dan perkebunan. Bentuk dari cacing Necator americanus ini

tergolong kecil (0,8 - 1 cm).

A. Daur hidup Necator americanus

Daur hidup Necator americanus dimulai dari telur cacing yang keluar bersama dengan feses

manusia. Dalam satu sampai lima hari telur ini kemudian akan menetas mengeluarkan larva

rhabditiform yang dalam jangka waktu tiga hari akan berkembang menjadi larva filariform.

Larva filariform ini merupakan bentuk infektif dari cacing tambang dan merupakan larva yang

akan masuk kembali menembus kulit manusia. Setelah menembus kulit manusia, larva filariform

beredar dalam sirkulasi darah menuju jantung kanan melalui kapiler darah, lalu masuk ke paru.

6

Page 7: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

Dari paru larva ini berjalan melalui bronkus, trakea, faring yang kemudian menimbulkan rasa

gatal dan menyebabkan terjadinya refleks batuk. Setelah terjadi refleks batuk larva ini kemudian

tertelan kembali dan masuk ke usus halus. Dalam usus halus inilah larva cacing tambang

berkembang menjadi dewasa dan bertelur. Kemudia telur keluar lagi bersama feses manusia dan

daur hidup berulang.

Bagian 1. Daur hidup Necator americanus

B. Patologi dan gejala klinis

Dalam infeksinya, Necator americanus menimbulkan beberapa manifestasi klinis yang

spesifik, yang mengindikasikan terjadnya infeksi cacing tambang khususnya Necator americanus

pada seorang indifidu. Beberapa manifestasi klinis cacing tambang adalah :

1. Infeksi stadium larva

Perubahan kulit : (ground itch) yang timbul karena banyak larva filariform

yang sekaligus menembus kulit

Perubahan paru : pneumonitis ringan

2. Infeksi cacing dewasa

Infeksi akut

o Sakit perut

o Mual

o Muntah

o Diare

7

TELUR DALAM FESES

LARVA RHABDITIFORM

LAFVA FILARIFORM

(larva filariform menembus kulit)

(kapiler darah)

(jantung kanan)

(paru-paru)

(bronkus-trakea-faring)

(usus halus)

DEWASA

Page 8: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

o Lemah o Pucat

Infeksi kronis

o Anemia defisiensi besi (anemia hipochrom micositer)

Gejala : pucat, edema muka dan kaki, Hb ≤ 5 gr/dl, cardiomegali (kadang).

C. Diagnosis

Diagnosis yang menentukan adanya infeksi cacing tambang Necator americanus pada suatu

individu dapat disimpulkan bila ditemukan data berikut :

o Telur dalam tinja segar

o Larva dalam tinja yang lama (>24 jam tanpa pengawet)

o Biakan tinja untuk medakan species isalnya dengan cara Hanada Mori

D. Respon imun tubuh terhadap cacing

Respons imunitas selaput lendir saluran cerna inang definitif terhadap infeksi cacing

nematoda dapat dibangkitkan oleh antigen cacing tersebut. Antigen ekskretori/sekretori dapat

memicu peningkatan respons sel T helper 2 (Th-2). Reaksi sel Th-2 dapat menggertak pelepasan

sitokin terutama interleukin (IL-3, IL-4, dan IL-5). IL-3 merangsang sel mast berdegranulasi

untuk melepaskan mediator peradangan, senyawa vasoaktif dan kemoatraktan yang berfungsi

untuk merekrut sel eosinofil. IL-5 merangsang aktivasi sel eosinofil untuk melepaskan mediator

kimia seperti enzim hidrolitik dan zat sitotoksik. Aktivasi sitokin yang dilepaskan oleh sel Th-2

merangsang proliferasi, hiperplasia, dan pelepasan mukus yang bersifat viscoelastic gel oleh sel

goblet. Mukus melindungi permukaan usus halus dari ancaman invasi, dan membatasi gerakan

cacing dengan cara menutupi kutikulanya.

8

Page 9: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

KASUS

A. Pasien dan infeksi cacing tambang

Pada pemeriksaan tinja pasien ini ditemukan adanya telur cacing Necator

americanus dan beberapa manifestasi klinis yang condong mengarah ke manifestasi

klinis infeksi cacing Necator americanus. Beberapa contohnya adalah, kadar leukosit dan

eosinofil yang tinggi lebih dari nilai normal mengindikasikan adanya inflamasi dan

merupakan respon tubuh terhadap infeksi cacing yang ada. Kadar Hb yang rendah juga

mengarah ke manifestasi klinis infeksi cacing tambang yang berupa anemia defisiensi

besi (anemia hipochrom micositer). Selain itu, gejala-gejala fisik seperti pucat, lemah,

lesu, letih, dan berat badan dibawah normal juga memperkuat diagnosis yang mengarah

ke infeksi cacing tambang Necator americanus.

B. Penatalaksanaan pada pasien kecacingan

1. Edukasi

o Pemakaian alas kaki ketika berjalan-jalan di tanah

o Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman

o Menjaga kebersihan diri

o Memperbaiki asupan gizi

2. Medika mentosa

o Pemberian obat :

o Pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan

o mebendazol

9

Page 10: Makalah Anemia Karna Infeksi Necator

KESIMPULAN

Kecacingan pada anak merupakan penyakit yang didapat karena orang tua yang kurang

edukatif. Gejala gejala pucat, lemah, letih, dan lesu pada pasien dan nilai eritrosit yand dibawah

normal menandakan bahwa pasien mengalami anemia defisiensi besi, ditambah lagi dengan

informasi bahwa keluarga pasien tergolong tidak mampu. Meningkatnya jumlah leukosit pada

darah dan kadar eosinophil yang tinggi juga menandakan bahwa telah terjadi suatu infeksi

terhadap cacing yang mengakibatkan terjadinya penarikan eosinophil sebagai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap cacing.

Diagnosis sementara yang menyatakan adanya infeksi cacing Necator americanus

dilihat dari gejala gejala yang ada serta dari hasil pemeriksaan lab telah dikuatkan dengan

ditemukannya telur cacing Necator americanus pada pemeriksaan tinja pasien.

DAFTAR PUSTAKA

10