makalah amdi m.abduh
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama bagian pertama abad ke-19, Eropa secara praktis sangat jauh dari dunia Islam. 1
Eropa hanya dikenal oleh segelintir orang yang pernah bepergian ke kota-kota di Eropa. Para
penguasa Muslim akhirnya mendorong para intelektual untuk belajar di Eropa dan
menerapkan peradaban Barat di Negara sendiri. Setelah pertengahan abad ini, semakin
banyak tulisan dan karya-karya dari Barat yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada
waktu yang sama, kehadiran Eropa di Negara-negara Muslim semakin memperlihatkan
kolonialisme, sehingga mengubah watak pertemuan Timur dan Barat. Sampai masa itu,
banyak Muslim yang mengkhawatirkan kondisi bangsa Islam karena terdorong meminjam
gagasan Barat tanpa bersikap kritis. Sehingga semakin jelas bahwa Eropa benar-benar
menguasai sebagian besar dunia Muslim.
Kondisi kemunduran dan kemerosotan peradaban Islam ini yang akhirnya memunculkan
tokoh-tokoh pembaharu Islam, salah satunya yaitu Muhammad Abduh. Beliau adalah tokoh
pembaharu Islam khususnya di Mesir. Gagasan pemikiran Abduh tentang pembaruan Islam
tidak lepas dari pengaruh gurunya , yaitu Jamaluddin Al-Afghani yang memang sudah lebih
dulu berkiprah melawan dominasi Barat di Negara Islam. Kekuatan pemikiran dan peran
Abduh beserta gurunya mampu membawa pengaruh besar terhadap kemajuan Islam di masa
itu.
Mungkin cara sejarawan menetapkan orang-orang yang berpengaruh dalam berbagai
tahap sejarah suatu bangsa berbeda-beda. Namun, siapapun yang menulis tentang Mesir sejak
abad ke-19 dan memasuki abad ke-20, tak dapat meragukan banyaknya sumbangsih
Muhammad Abduh kepada pemikiran Islam modern.2 Abduh adalah seorang sarjana,
pendidik, mufti, ‘alim, teolog dan pembaru. Dia kontroversial dalam konteks operasinya. Dia
tetap berpengaruh pada murid-muridnya maupun pada mereka yang memegang
komprominya dengan Barat sudah terlalu jauh. Dalam banyak hal, dia mencerminkan
kehidupan dan komitmen Abu Hamid Al-Ghazali.
1 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam (Bandung : Mizan, 1995), hlm. 8. 2 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, hlm. 36.
1
Berangkat dari pemahaman terhadap pengaruh pemikiran Abduh ini, maka kami tertarik
untuk membuat sebuah tulisan tentang bagian-bagian dari kehidupannya. Terlepas dari pro
dan kontra terhadap pemikiran Abduh, ada hal-hal yang bisa dijadikan inspirasi, instropeksi,
dan refleksi terhadap diri umat Muslim di dunia dari apa yang pernah dibuktikan oleh sejarah.
Hasil dari pemahaman terhadap pemikiran tokoh tersebut yang nantinya diharapkan dapat
memberikan keluasan wawasan mengenai Islam dan mampu memberi warna terhadap
perkembangan Islam.
Seperti yang dikatakan Quraish Shihab dalam sebuah pengantar, bahwa memahami latar
belakang pencetus ide dan cetusan idenya mengantar seseorang untuk tetap hormat padanya;
atau paling tidak, mengetahui alasan dan latar belakang suatu ide dapat memberikan kepada
pihak lain kesempatan untuk menemukan dalih atau alasan “pembenaran” walaupun ide yang
dikemukakan itu tidak dapat diterima.3(pengantar al-manar)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi sosial dan biografi M. Abduh ?
2. Apa saja ide-ide pemikiran M. Abduh
3. Bagaimana pengaruh pemikiran M. Abduh terhadap umat Islam dan non Islam?
3 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 9. Sebuah pengantar
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Abduh & Kondisi Lingkungannya
Muhammad Abduh dilahirkan di sebuah desa dalam suatu keluarga petani biasa. Ayahnya
benama Abduh bin Hasan Khairullah, seorang berdarah Turki. Sedangkan ibunya mempunyai
silsilah keturunan orang besar Islam yaitu Umar bin Khattab,4 yaitu khalifah kedua Khulafaur
Rasyidin. Menurut Charles Adams dalam bukunya “Islam and Modernism in Egypt”, tempat
dan kelahiran Muhammad Abduh tidak diketahui secara pasti, tetapi menurut pendapat umum
ia lahir pada tahun 1849. Ia juga mendapat data dari tulisan Muhammad Abduh sendiri (Al-
Ahzar) bahwa tahun kelahirannya satu tahun lebih awal dari tahun tersebut, yaitu pada tahun
1848 M.5
Dalam literatur lain dijelaskan bahwa Muhammad Abduh bernama lengkap Muhammad
bin Abduh bin Hasan Khirullah. Ia dilahirkan di desa Mahallat Nashr di kabupaten Al-
Buhairah, Mesir pada 1849 M. Ia berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya, bukan pula
keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka
memberi pertolongan.6
Pada mulanya Muhammad Abduh diasuh oleh kedua orang tuanya yang taat dan teguh
beragama. Walaupun tidak berpendidikan tinggi, berkat kegigihan orang tuanya dalam
mendidiknya dan berkat kecerdasan Muhammad Abduh, maka secara cepat ia sudah bisa
membaca Al-Qur’an dengan baik bahkan dalam waktu dua tahun ia sudah bisa mengahapal
Al-Qur’an. Jadi, diperkirakan pada umur 12 tahun ia telah hafal Al-Qur’an.7
Pada umur 13 tahun tepatnya tahun 1862, ia dikirim ke tempat pendidikan agama yang
tersebar di tempat tinggal ibunya yaitu Masjid Ahmadi di Thantha.8 Ayahnya mengirim
Abduh kesana untuk mempelajari Tajwid Al-Qur’an. Namun, system pengajaran di sana
dirasakannya sangat menjengkelkan, sehingga setelah dua tahun (th.1864) di sana,
4 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia (Surabaya : Al-Ikhlas, 1996), hlm. 23. (dikutip dari bukunya Syaikh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid)5 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 23. (dikutip dari bukunya Charles C. Adams, Islam and Modern In Egypt)6 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 11.7 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 24. (dikutip dari bukunya Syaikh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid)8 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 25. (dikutip dari bukunya Syaikh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid)
3
Muhammad Abduh memutuskan untuk kembali ke desanya dan bertani seperti saudara-
saudara serta kaum kerabatnya. Waktu kembali ke desa inilah ia dinikahkan. Meskipun sudah
menikah, ayahnya tetap memaksa Abduh untuk kembali belajar. Namun Muhammad Abduh
menolak kembali ke tempat semula dan lari ke desa Syibral Khit. Di kota ini ia bertemu
dengan Syaikh Darwisy Khidr, salah seorang pamannya yang mempunyai pengetahuan
tentang Al-Qur’an dan menganut paham tasawuf Al-Syadziliah. Sang paman berhasil
mengubah pandangan Abduh dari seorang yang membenci ilmu pengetahuan menjadi
seorang yang menggemarinya.9
Pada 1866 Abduh meninggalkan keluarga dan istrinya menuju Kairo untuk belajar di Al-
Azhar. Harapannya yang besar akan belajar yang sejati kembali dikecewakan, ketika dia
menghadapi sikap suka menonjolkan ilmu pengetahuan di luar kepala tanpa memahami
seperti yang ditemukannya di Tanta. Namun, selama beberapa tahun belajar di Al-Azhar, ia
berkenalan dengan sekian banyak dosen yang dikagumi, salah satunya Jamaluddin Al-
Afghani. Di bawah bimbingan Al-Afghani, Abduh mulai memperluas studinya sampai
meliputi filsafat, ilmu sosial, dan politik.10
Muhammad Abduh dilahirkan dan dibesarkan, bahkan hidup dalam masyarakat yang
sedang disentuh oleh perkembangan-perkembangan mendasar di Eropa. Sayyid Quthb
memberikan gambaran singkat dan tepat menyangkut masyarakat tersebut, yakni “ suatu
masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat-rapat pintu ijtihad, mengabaikan peranan akal
dalam memahami syari’at Allah atau meng-istinbath-kan hukum-hukum. Sementara di Eropa,
hidup suatu masyarakat yang mendewakan akal.11
B. Ide – ide Pemikiran Muhammad Abduh
Abduh menyadari kemunduran masyarakat Muslim bila dikontraskan dengan masyarakat
Eropa. Menurutnya, kondisi lemah dan terbelakang ini disebabkan faktor eksternal, seperti
hegemoni Eropa yang mengancam eksistensi masyarakat Muslim, dan oleh realitas internal,
seperti situasi yang diciptakan kaum Muslim sendiri.12 Menurutnya, kelemahan kaum Muslim
disebabkan oleh perpecahan internal umat, terpecahnya umat Muslim menjadi bangsa-bangsa
kecil yang beragam sekte dan keyakinannya yang saling bertikai demi kesetiaan kepada
pemimpin. Kemunduran masyarakat Muslim juga disebabkan oleh kebodohan dan salah
9 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 13.10 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, hlm. 37.11 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 17.12 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, hlm. 41.
4
memahami iman, dank arena perpecahan sectarian, karena tertutupnya pintu ijtihad, dan
karena kekeliruan kebijakan Islam.13
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus pemikiran Muhammad Abduh,14yaitu : (1)
membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan
pengetahuan agama sebagaimana halnya Salaf Al-Ummah (ulama sebelum abad ke-3 H),
sebelum timbulnya perpecahan; yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, yaitu Al-
Qur’an; (2) memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di
kantor-kantor pemerintah, maupun dalam tulisan-tulisan di media masaa, penerjemahan, atau
korespondensi.
Pemikiran perjuangan Muhammad Abduh untuk memperbaharui umatnya
dilatarbelakangi oleh beberapa masalah dan kondisi yang mempengaruhi, yaitu : pertama,
kehidupan Abduh sejak kecil sudah berada di lingkungan penderitaan rakyat kecil akibat
dominasi pihak kolonialisme dan pemerintahan Mesir dipegang oleh pemimpin-pemimpin
yang keras terhadap rakyatnya. Hal ini yang memunculkan semangat untuk mencari ilmu di
berbagai bidang. Kedua, pengaruh dari tiga tokoh gurunya, yaitu Syaikh Darwisy, Syaikh Al-
Azhar yang bernama Hasan At-Thowil, dan Jamaluddin Al-Afghani. Ketiga, pengalaman
yang diperoleh akibat perlawatannya ke Eropa seperti ke Beirut, Libanon, Perancis, dan
Inggris. Ia sangat tergugah dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dunia Barat, sehingga ia
bisa belajar ilmu-ilmu umum dan politik serta dapat mengerti secara langsung kondisi
imperialis dan kolonialis.15
1. Pemikiran M. Abduh Mengenai Peran Akal
Muhammad Abduh menjelaskan pemikirannya tentang hubungan wahyu dan akal
bahwa diantara keduanya tidak saling bertentangan. Ia ingin menerangkan bahwa fitrah Allah
yang diberikan kepada manusia berupa akal tidak bertentangan dengan tanda-tanda dan
manifestasi Allah. Dan, secara khusus, tak bertentangan dengan risalah wahyu yang
terkandung dalam kitab-Nya dalam bentuknya yang asli.16Di dalam penafsiran wahyu, tidak
hanya kembali kepada ajaran lama, tetapi juga diperlukan interpretasi baru yang sesuai
dengan konteks sosial masyarakat. Jadi ijtihad perlu dibuka guna membebaskan akal dari
13 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, hlm. 42. (dikutip dari bukunya Ahmad, Al-Fikr, hlm. 102)14 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 19. (dikutip dari Thahir Al-Thanahy, Mudzakkirat Al-Ustadz Al-Imam)15 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 29-31.16 Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern (Jakarta : Pustaka Panji Mas, 1986), hlm. 84.
5
taqlid. Di sini Abduh menekankan fungsi akal untuk digunakan sebagaimana mestinya,
sehingga umat akan terhindar dari kebekuan, kebodohan, dan kemunduran.17
Menurut Abduh, Al-Qur’an tidak menuntut untuk menerima begitu saja apa yang
disampaikan, tetapi memaparkan masalah dan membuktikannya dengan argumentasi-
argumentasi. Tidak hanya itu, bahkan menguraikan pandangan-pandangan penentangnya
seraya membuktikan kekeliruan mereka.18Ia berpendapat bahwa ada masalah keagamaan
yang tidak dapat diyakini kecuali melalui pembuktian logika, sebagimana diakuinya pula
bahwa ada ajaran-ajaran agama yang sukar dipahami dengan akal namun tidak bertentangan
dengan akal.19 Meskipun akal sangat berperan dalam penafsiran wahyu, Muhammad Abduh
tetap mengakui keterbatasan akal dan kebutuhan manusia akan bimbingan Nabi (wahyu)
khususnya dalam banyak persoalan metafisika atau dalam beberapa masalah ibadah.20
2. Pemikiran M. Abduh Mengenai Peran Pendidikan
Salah satu isu paling penting yang jadi perhatian Abduh sepanjang hayat dan
kariernya adalah pembaruan pendidikan. Baginya, pendidikan itu penting sekali, sedangkan
ilmu pengetahuan itu wajib dipelajari. Selain itu, yang menjadi perhatiannya adalah mencari
alternatif untuk keluar dari stagnasi yang dihadapinya sendiri di sekolah agama Mesir, yang
tercerminkan dengan baik dalam pendidikannya di Al-Azhar.21
Seperti diungkapkan oleh M. Al-Bahiy dalam bukunya, ada beberapa pemikiran
Muhammad Abduh di bidang pendidikan dan pengajaran mencakup diantaranya :22
a. Perlawanan terhadap taqlid dan kemadzhaban
b. Perlawanan terhadap buku-buku yang tendensius, untuk diperbaiki dan disesuaikan
dengan pemikiran rasional dan historis.
c. Reformasi Al-Azhar yang merupakan jantung ummat Islam; jika ia rusak maka
rusaklah ummat, dan jika baik maka baiklah ummat
d. Menghidupkan kembali buku-buku lama untuk mengenal intelektualisme Islam yang
ada dalam sejarah ummatnya, serta mengikuti pendapat-pendapat yang benar
disesuaikan dengan kondisi yang ada.
17 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 36.18 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 23.19 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 23.20 M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar, hlm. 24. (dikutip dari bukunya Saikh M.Abduh, Risalah Tauhid)21 Ali Rahmena, Para Perintis Zaman Baru Islam, hlm. 57.22 Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Moder ,hlm. 84.
6
Menurut Abduh, untuk membangkitkan ummat Islam, maka pendidikan harus
dikembalikan kepada peranannya yang positif. Itulah cara membendung imperialisme,
menumpaskan kezaliman. Jalan yang ditempuh Abduh untuk memperbaiki pendidikan adalah
dengan perbaikan Al-Azhar. Rasyid Ridha menerangkan bahwa semangatnya sungguh besar
untuk mengadakan perbaikan di Al-Azhar. Abduh yakin bahwa memperbaiki Al-Azhar
adalah cara yang cocok untuk menata keadaan umat Islam, untuk mempertemukan Barat dan
Timur, dan mempertemukan peradaban lama dan baru. Karena Abduh tahu sebab terpisahnya
Eropa dengan kaum Muslimin adalah ketidaktahuan orang Eropa tentang hakikat agama
Islam dan kelemahan umat Islam tentang hakikat kemajuan ilmu pengetahuan di
Eropa.23Namun, cita-cita besar Abduh belum sepenuhnya terselesaikan. Dalam misinya itu,
Abduh mendapat perlawanan dari ulama Al-Azhar yang meragukan keimanan dan agamanya.
Hal ini menjadi salah satu penghalang terwujudnya sistem pendidikan di Al-Azhar yang
dikehendaki Abduh. Tak lama kemudian, pada tahun 1905, Muhammad Abduh meninggal
dalam keadaan optimis untuk memperbaiki Al-Azhar.24
C. Pengaruh Pemikiran M. Abduh
Pengaruh ide Muhammad Abduh telah masuk di dunia Barat dan Timur. Bagi umat
Muslim, pembaharuan Islam di Mesir yang dipelopori oleh Muhammad Abduh telah diakui
ahli sejarah baik oleh orang Islam sendiri maupun umat non-Islam. Ia berhasil melepaskan
umat dari belenggu kejumudan yang telah lama melanda dengan jalan mengajarkan ijtihad.
Dengan terbukanya ijtihad, maka umat Islam mulai bangkit mencari ilmu pengetahuan baru
dan mulai menginterpretasikan ajaran agama Islam secara universal. 25
Ide pemikiran Abduh yang tertuang dalam media juga turut berperan dalam
membentuk perubahan-perubahan di tubuh umat Islam. Seruan dari majalah Urwatul Wutsqa
yang terbit di Paris menyadarkan umat Islam untuk bangkit bersatu membanggun kebudayaan
Islam dan melepaskan pikiran-pikiran yang kolot. Di samping itu, tujuan utamanya adalah
untuk mempertahankan umat Islam Mesir khususnya dan bagi dunia Islam
umumnya.26Pengaruh Urwatul Wutsqa tidak hanya sebagai penggugah spirit umat Islam,
tetapi juga membuat dunia Barat cukup gempar, bahkan kerajaan Inggris mengalamai
23 Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, hlm. 96.24 Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam Modern, hlm. 96-97.25 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 41.26 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 42. (dikutip dari bukunya Syaikh M. Rasyid Ridha, Tarikh)
7
kegoncangan. Hal tersebut dianggap sangat membahayakan bagi dunia Barat, maka Inggris
melarang penerbitannya yang baru terbit 18 nomor.27
Pemikiran Muhammad Abduh juga berpengaruh bagi dunia Barat, tidak hanya di
kalangan umat Muslim. Seorang sarjana Barat ahli orientalis, HAR Gibb, mengakui
pemikiran-pemikiran M. Abduh. Ia memberi penilaian pada M. Abduh bahwa aliran salaf
bagi M. Abduh merupakan senjata utama untuk mempertahankan Islam dan sebenarnya untuk
melakukan suatu pendalaman pemahaman agama sehingga aqidahnya mempunyai sifat
kompromi yang apologis, sebagai hasilnya ia membuka pintu terhadap ide pemikiran Barat
bagi muslim yang kolot.
“Hal ini dinyatakan Muhammad Abduh untuk menyumbangkan pemikiran
pembaharuan Islam demi kebenarannya di samping usaha untuk mendudukkan posisi Islam
dalam dunia modern…..28
Seorang orientalis Perancis, M. Michell, yang bekerja sama dengan Syaikh Mustafa
Abul Rozik murid dari Muhammad Abduh, yang keduanya menerjemahkan Risalah Tauhid
dalam beberapa bahasa, setelah membahas buku tersebut, ia mempunyai pandangan bahwa
Muhammad Abduh adalah seorang yang optimis. Ia mmeprsatukan antara ilmu dan agama
dalam segala hal.29 Dikatakan pula bahwa M. Abduh selalu berhati-hati dalam menjaga
keterangannya agar tidak keluar dari batas. Bila paham Abduh berbeda dengan Ahli Sunnah,
maka perbedaan itu hanya secara lahiriyah saja.30
Pandangan lain diungkapkan oleh Prof. Morten dalam buku Charles C. Adams, bahwa
Morten menilai Abduh sebagai seorang yang belum dapat ditempatkan kedudukannya dengan
ahli pikir besar dalam Islam. Metodenya kurang obyektif, sehingga hasilnya kurag sempurna
karena ia tidak pernah mengadakan riset tentang kritik-kritik dalam pengetahuan. Namun, ia
berusaha membawa kearah kemajuan pada dunia baru.31
27 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 42. (dikutip dari bukunya M. Abduh, Risalah Tuhid)28 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 47. (dikutip dari bukunya HAR Gibb & Kramers, Shorter Encyclopedia)29 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 47.(dikutip dari bukunya M. Al-Bahiy, Al-Fikrul)30 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 48. (dikutip dari bukunya M. Abduh, Risalah Tauhid)31 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 48. (dikutip dari bukunya Charles C. Adams, Islam and Modernis In Egypt)
8
Pemikiran Muhammad Abduh juga banyak berpengaruh terhadap masalah-masalah
Islam di Indonesia melalui penerbitan majalah Al-Manar.32 Orang yang menjadi pelopor
pembawa ide pembaharuan Abduh adalah Syaikh Tahir Djalaluddin. 33 Ia adalah seorang
Minangkabau yang dalam usia muda sudah belajar di Makkah dan menjadi murid Ahmad
Chotib. Kemudian ia meneruskan studinya di Al-Azhar dan ia putra pertama Indonesia yang
mendapat syahadah tertinggi di Universitas Al-Azhar.34Selama di Al-Azhar, ia dapat
berhubungan rapat dengan Rasyid Ridha dan sempat pula menjadi murid dari M. Abduh.35
Dari hasil studinya ini, ia membawa pengaruh tokoh-tokoh Mesir ke Indonesia.
BAB III
32 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengar.uhnya di Indonesia, hlm. 69.33 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 69. (dikutip dari bukunya Hamka, Pengaruh M. Abduh di indinesia)34 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, hlm. 70. (dikutip dari bukunya Rusydi Hamka, Generasi Terakhir Keluarga Paderi)35 Afif Azhari dan Mimien Maimunah Zarkasyi, Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia, 70.
9
PENUTUP
A. Simpulan
Gerakan reformasi pendidikan yang dicanangkan Abduh bermaksud mendidik generasi muda Islam supaya banyak berorientasi ke masa sekarang dan masa depan. Sebab, dengan pola pikir ini, yakni pola pikir yang memberikan kedudukan yang tinggi pada akal dan ilmu pengetahuan, membebaskan taqlid, serta kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis, mereka mampu membawa umat Islam pada gerbang kemajuan sebagaimana yang telah diraih oleh peradaban Barat.36
Gerakan pembaruan yang dicetuskan oleh M. Abduh telah membawa dampak yang cukup signifikan pada saat itu. Dampak pembaruan itu masih dapat kita rasakan hingga saat ini, meskipun dalam kondisi sekarang ini tidak banyak yang berubah dari umat Islam. Umat Islam masih diselimuti oleh kemunduran dan keterbelakangan dengan wajah baru. Hal inilah yang harus menjadi refleksi dan instrospeksi bagi umat Islam agar terus berkarya demi membawa kemajuan Islam. Namun, bukan berarti bahwa gerakan reformasi para tokoh Islam, khususnya M. Abduh tidak membuahkan hasil, hanya saja belum sampai titik tuntas.
B. Daftar Pustaka
Rahnema,Ali.1995. Para Perintis Zaman Baru Islam. Bandung : Mizan
Al-Bahiy, Muhammad. 1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta : Pustaka Panjimas
Shihab, DR.M. Quraish. 1994. Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Bandung : Pustaka Hidayah
Azhari, Afif dan Mimien Maimunah. 1996. Muhammad Abduh Dan Pengaruhnya Di Indonesia. Surabaya : Al-Ikhlas
http://aathidayat.wordpress.com/2010/04/06/reformasi-islam-telaah-atas-pemikiran-jamaluddin-al-afghani-dan-muhammad-abduh/
36 http://aathidayat.wordpress.com/2010/04/06/reformasi-islam-telaah-atas-pemikiran-jamaluddin-al-afghani-dan-muhammad-abduh/
10