makalah

17
PEMANFAATAN KULIT BAWANG MERAH (Allium ascalonicum) SEBAGAI PESTISIDA ALAMI Oleh : Fiqih Dewi Maharani 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran - cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ataupun ikan yang dianggap mengganggu. Pestisida seringkali disebut sebagai "racun" (Surapraja, 2010). Pestisida dibagi menjadi dua, yaitu pestisida sintetis atau kimia dan pestisida organik atau alami (Pengendalian Hama Terpadu). Sekilas pandang, pestisida kimia dengan pestisida alami sama saja. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan kedua jenis pestisida tersebut dibedakan (Zulkarnaen, 2010:50). Pestisida berbahan kimia memberikan resiko yang serius dengan terancamnya kesehatan populasi organisme (burung, amfibi, reptil, dan lain-lain) akibat dari penggunaan pestisida berbahan kimia. Bahan aktif yang terkandung dalam pestisida berbahan kimia akan menjadi racun bagi yang mengonsumsi hasil pertanian.

Upload: fiqih-dewi-maharani

Post on 16-Jul-2016

34 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

Bahasa Indonesia Keilmuan

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah

PEMANFAATAN KULIT BAWANG MERAH(Allium ascalonicum) SEBAGAI PESTISIDA ALAMI

Oleh :Fiqih Dewi Maharani

1. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk

mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu.

Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi").

Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia,

ataupun ikan yang dianggap mengganggu. Pestisida seringkali disebut sebagai

"racun" (Surapraja, 2010).

Pestisida dibagi menjadi dua, yaitu pestisida sintetis atau kimia dan

pestisida organik atau alami (Pengendalian Hama Terpadu). Sekilas pandang,

pestisida kimia dengan pestisida alami sama saja. Namun ada beberapa faktor

yang menyebabkan kedua jenis pestisida tersebut dibedakan (Zulkarnaen,

2010:50).

Pestisida berbahan kimia memberikan resiko  yang serius dengan

terancamnya kesehatan populasi organisme (burung, amfibi, reptil, dan lain-lain)

akibat dari penggunaan pestisida berbahan kimia. Bahan aktif yang terkandung

dalam pestisida berbahan kimia akan menjadi racun bagi yang mengonsumsi hasil

pertanian.

Lingkungan akan menjadi sasaran utama atas penggunaan pestisida

berbahan kimia. Sehingga, tidak hanya hasil panen yang tercemar melainkan

meliputi udara dan efek negatif terhadap tumbuhan itu sendiri. Bahan secara

umum yang sering digunakan oleh masyarakat dalam penggunaan pestisida

berbahan kimia seperti DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), endrin (cairan

yang biasa dipakai sebagai racun pembunuh tikus), lindane, dan endosulfan

(Aditya, 2010:17).

Pestisida alami jelas berbeda dengan pestisida kimia, walaupun tujuan

keduanya sama yaitu memberantas hama yang hinggap pada

tumbuhan. Pestisida organik adalah pestisida yang berasal dari

Page 2: Makalah

bahan organik atau alami ramah lingkungan seperti tanaman atau tumbuhan. Pestisida organik juga merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah hama. Penggunaaan pestisida organik selain dapat mengurangi pencemaran lingkungan, harganya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan pestisida sintetik atau kimia. Pestisida organik dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan penyakit melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal (Rizal, 2008).

Menurut Sudarmo (2005), cara kerja pestisida organik sangat spesifik, yaitu: (1) merusak perkembangan telur, larva, dan pupa, (2) menghambat pergantian kulit, (3) mengganggu komunikasi serangga, (4) menyebabkan serangga menolak makanan, (5) menghambat reproduksi serangga betina, (6) mengurangi nafsu makan, (7) memblokir kemampuan makan serangga, (8) mengusir serangga, dan (9) menghambat perkembangan patogen penyakit.

Beberapa keuntungan dalam penggunaan pestisida alami (organik) yaitu

zat dan senyawa yang terdapat pada pestisida berbahan alami dapat menolak

kehadiran hama dengan bau yang tidak disukainya, dapat merusak perkembangan

telur, larva, dan pupa pada hama serangga, menghambat reproduksi serangga

betina dan menghancurkan hormon di dalam tubuh hama serangga (Rizal, 2008).

Seiring berjalannya waktu, pengembangan kreativitas baik secara

individual ataupun secara berkelompok terus bersaing dalam bidang industri,

pertanian dan perekonomian. Salah satunya di bidang pertanian yakni para petani

yang sedang gencar dalam memproduksi panennya supaya menghasilkan hasil

panen yang berkualitas serta bernutrisi tinggi dan menghasilkan keuntungan.

Dalam proses produksi panen, tidak menutup kemungkinan apabila

tumbuhan atau produk panen setiap harinya dihinggapi oleh berbagai jenis hama

ulat maupun serangga. Petani Indonesia telah beberapa kali mengalami kerugian

karena rusaknya hasil panen akibat hama. Kemudian para petani lebih memilih

jalan lain dengan cara menyemprotkan tanamannya dengan pestisida berbahan

Page 3: Makalah

kimia. Menurut petani, pestisida berbahan kimia lebih efektif dalam membasmi

hama pada tanaman. Namun petani tidak mengetahui akan adanya dampak

negatif  bagi tumbuhan dari pemberian pestisida berbahan kimia tersebut.

Penggunaan pestisida khususnya pestisida sintetis atau kimia memberikan

kerugian negatif didalamnya, diantaranya residu yang tertinggal tidak hanya pada

tanaman, tetapi juga air, tanah, dan udara. Penggunaan pestisida sintetis secara

terus-menerus akan mengakibatkan efek resistensi dan resurjensi atau timbul

kembali dari berbagai jenis hama ulat. Akibatnya, kualitas pangan yang dihasilkan

menurun. Pangan yang seharusnya berkualitas dan bernutrisi tinggi, menjadi

racun karena tercemar dengan pestisida kimia dan dapat mengakibatkan bahaya

bagi siapapun yang mengonsumsinya (Rizal, 2008).

Oleh karena itu, penulis membahas inovasi baru terkait penggunaan

pestisida yang aman dan mudah didapatkan yaitu dengan memanfaatkan kulit

bawang merah yang selama ini hanya dianggap limbah, tapi untuk kali ini kulit

bawang merah digunakan sebagai alternatif pestisida alami atau organik pada

hama tanaman melalui proses ekstraksi.

Kulit bawang merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Hal

ini dikarenakan ketersediaan bawang merah yang melimpah, terlihat dari produksi

bawang merah tahun 2010 yang mencapai 1.049.000 ton, dan data tahun 2011

dengan realisasi angka sementara mencapai 564.000 ton (Sudarmo, 2005).Menurut Surapraja (2010:28) kulit bawang merah adalah bagian terluar

dari bawang merah yang diambil dagingnya. Biasanya, kulit bawang merah tidak

pernah dimanfaatkan, melainkan langsung dibuang setelah didapatkan isinya.

Kulit bawang merah ini sangat berguna sekali, terutama untuk makanan.

Kulit bawang merah sering digunakan untuk membuat telur pindang. Selain

digunakan sebagai penyedap makanan, kulit bawang merah juga mengandung zat

dan senyawa yang berpotensi dapat membunuh hama ulat (Fatmah, 2005:69).

Kulit bawang merah berpotensi dapat membunuh hama serangga pada

tanaman, kulit bawang merah mengandung senyawa acetogenin, senyawa anti-

fedeen, senyawa squamosin, senyawa flavonglikosida, dan senyawa allisin

(Plantus, 2008).

Page 4: Makalah

Selain berpotensi dapat membunuh hama ulat, kulit bawang merah juga

memiliki beberapa manfaat lainnya yang menguntungkan. Zat dan senyawa yang

terdapat pada kulit bawang merah memberikan kesuburan bagi tanaman sehingga

dapat mempercepat tumbuhnya buah dan bunga pada tumbuhan (Rizal, 2008).

Banyak sekali penyakit atau hama yang dapat menyerang  tanaman. Hama

membawa kerisauan bagi pemilik tanaman jenis hortikultura. Pengacau yang

merusak kesehatan tanaman, sehingga tidak sedikit yang menggunakan alternatif

semprotan racun pestisida untuk melindungi tanaman dari jangkauan hama,

penyakit, dan binatang.

Beberapa kerusakan fisik yang terjadi pada tumbuhan adalah daun

dipenuhi oleh banyak lubang berbekas, pertumbuhan tanaman menjadi terganggu

(hal ini dapat terjadi dikarenakan hama serangga dapat meyebabkan pertumbuhan

tanaman menjadi terhambat dan bahkan tidak jarang mengalami stagnan

pertumbuhan atau kerdil).

Menurut Nurwansyah (2010), menurunnya jumlah produksi tanaman

dengan serangan yang dilakukan oleh hama pada tanaman maka tanaman tidak

akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya

pembatasan pertumbuhan akibat hama yang berada pada tanaman budidaya. Hal

ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan

batang serta tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak langsung

tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan produksi

dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosintesis.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

membahas mengenai “Pemanfaatan Kulit Bawang Merah (Allium

ascalonicum) Sebagai Pestisida Alami” sebagai judul makalah guna

meningkatkan kualitas hasil pangan yang dihasilkan.

1.2 Rumusan Masalah

(1) Apa kandungan dalam kulit bawang merah yang dapat dimanfaatkan sebagai

bahan dasar pestisida alami?

(2) Bagaimana cara pemanfaatan kulit bawang merah sebagai bahan dasar

pestisida alami?

Page 5: Makalah

(3) Apa kelebihan dan kekurangan kulit bawang merah yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan dasar pestisida alami?

2. PEMBAHASAN2.1 Kandungan dalam Kulit Bawang Merah yang Dapat Dimanfaatkan

Sebagai Bahan Dasar Pestisida Alami

Kulit bawang merah berpotensi dapat membunuh hama serangga pada

tanaman, kulit bawang merah mengandung senyawa acetogenin, senyawa anti-

fedeen, senyawa squamosin, senyawa flavonglikosida, dan senyawa allisin

(Plantus, 2008).

Struktur senyawa acetogenin terdiri dari 30 – 32 rantai karbon tidak

bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone. Rantai furanone dalam

tersebut memiliki sifat sitotoksik, antiparasit. Acetogenin bekerja dengan

menghambat produksi ATP di dalam tubuh hama (Motoyuki dkk, 2000).

Senyawa acetogenin pada konsentrasi tinggi memiliki keistimewaan

sebagai anti-feeden. Senyawa bioaktif antifeeden merupakan suatu senyawa

organik bahan alam yang sangat dibutuhkan oleh berbagai tanaman untuk

melindungi dirinya dari serangan hama, baik serangga maupun mikroba serta

organisme lain. Keberadaan senyawa bioaktif antifeeden dalam jaringan tanaman

akan membawa banyak manfaat, terutama dalam masalah perlindungan tanaman

yang bernilai ekonomis, karena dapat berfungsi sebagai pengendali hama alami

dalam bioteknologi tanaman. Senyawa ini bersifat tidak membunuh, mengusir

atau menjerat serangga hama, akan tetapi bersifat menghambat nafsu makan saja

(Motoyuki dkk, 2000).

Reddy dkk (2009) mendefinisikan senyawa antifeeden sebagai suatu zat

yang dapat menghambat makan baik secara sementara maupun permanen,

tergantung pada potensi zat tersebut. Pada saat ini senyawa bioaktif antifeeden

mulai digunakan sebagai pengendali hama alternatif, karena mekanisme kerjanya

Page 6: Makalah

dinilai lebih aman terhadap lingkungan maupun terhadap manusia atau hewan,

ikan dan organisme lain.

Senyawa antifeeden dalam konsentrasi tinggi akan membuat hama

serangga kehilangan nafsu makannya. Sedangkan dalam konsentrasi rendah,

senyawa antifeeden bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan hama serangga

mati. Hama serangga yang mengonsumsi daun yang mengandung senyawa

acetogenin konsentrasi rendah akan mengalami gangguan proses pencernaan dan

mengalami kerusakan organ-organ pencernaan, hal itu dapat  mengakibatkan

kematian pada hama serangga (Plantus, 2008).

Selain mengandung anti-fedeen, kulit bawang merah juga mengandung

senyawa squamosin. Senyawa squamosin bersifat sitoksik dan neurotoksik

sehingga menimbulkan kematian sel pada serangga. Apabila senyawa ini kontak

atau masuk ke dalam tubuh maka akan menghalangi ikatan enzim NADH dengan

sitokrom c reduktase dan sitokrom komplek sub unit I yang berada di dalam

mitokondria serangga. Akibatnya sel kehilangan energi dan pernafasan sel akan

terhenti (Reddy dkk, 2009).

Kandungan pada squamosin  mampu menghambat transport elektron pada

sistem respirasi sel hama serangga, yang menyebabkan hama serangga tidak dapat

menerima nutrisi makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Sehingga, walaupun

hama serangga memakan daun yang telah tercemar oleh zat squamosin, hama

serangga sama saja seperti tidak memakan apapun, karena nutrisi yang terkandung

dalam daun yang dimakan hama serangga tidak tersalurkan keseluruh tubuh.

Akhirnya, hama serangga akan mati secara perlahan (Plantus, 2008).

Warna merah kecoklatan yang dihasilkan dari ekstrak kulit bawang merah

berasal dari senyawa flavonglikosida, senyawa ini sangat ampuh dalam

membunuh bakteri. Hal ini menunjukan, semakin banyak kulit bawang merah

yang digunakan, semakin lama waktu perebusan yang dibutuhkan untuk

menghasilkan banyak senyawa flavonglikosida yang didapat dari ekstrak.

Sebaliknya, semakin sedikit kulit bawang merah yang digunakan, semakin singkat

waktu perebusan yang dibutuhkan. Maka ekstrak kulit bawang merah yang

diperoleh kurang berwarna merah kecoklatan dan aroma bawang merah tidak kuat

(Sudarmo, 2005).

Page 7: Makalah

Kandungan dalam bawang merah yakni allicin menimbulkan aroma yang menyengat. Bahan ini dapat berfungsi sebagai sebagai antiseptis alami karena mengandung komponen fenol alami. Senyawa yang dihasilkan diketahui mempunyai kemampuan sebagai pestisida nabati yang dapat membunuh kutu daun. Karena menghasilkan bau menyengat yang tidak disukai oleh hama tanaman (Sudarmo, 2005).

2.2 Cara Pemanfaatan Kulit Bawang Merah Sebagai Bahan Dasar Pestisida Alami

2.2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk membuat pestisida kulit bawang merah adalah

botol sprey, kompor, panci, dan saringan. Botol sprey digunakan untuk

menampung hasil ekstraksi bawang merah yang akan disemprotkan ke tanaman

yang diinginkan untuk mengurangi hama pada tanaman tersebut. Kompor

digunakan untuk memanaskan panci yang diisi dengan air dan kulit bawang

merah kering yang sudah dijemur terlebih dahulu selama satu jam. Panci

digunakan untuk tempat membuat ekstrak kulit bawang merah dengan cara

mendidihkan air dan mencampurkannya dengan kulit bawang merah kering,

sehingga diperoleh ekstrak kulit bawang merah yang berwana merah kecoklatan.

Saringan digunakan untuk memisahkan kulit bawang merah dengan ekstrak kulit

bawang merah setelah mengalami proses pemanasan.

Bahan yang digunakan untuk membuat pestisida kulit bawang merah

adalah air 200 ml dan kulit bawang merah (±1 gram). Kulit bawang merah yang

cocok untuk diolah menjadi pestisida adalah kulit bawang merah yang berwarna

merah keunguan. Karena kulit bawang merah yang masih berwarna merah

keunguan banyak mengandung senyawa flavonglikosida yang bermanfaat

membunuh bakteri/hama. Untuk 1 gram kulit bawang merah akan menghasilkan

80 ml ekstrak kulit bawang merah.

2.2.2 Langkah Pengolahan

Page 8: Makalah

Ada beberapa proses pengolahan untuk membuat pestisida kulit bawang

merah. Proses pertama yaitu proses pemisahan. Proses pemisahan dilakukan

dengan memisahkan daging bawang merah dengan kulitnya lalu mengumpulkan

kulit bawang merah tersebut sebanyak kurang lebih satu gram. Pemisahan tersebut

bertujuan untuk mendapatkan kulit bawang merahnya saja, karena bahan yang

akan dimanfaatkan untuk pembuatan pestisida adalah berupa limbah kulit bawang

merah. Daging bawang merah tidak dimanfaatkan karena daging bawang merah

tidak mengandung senyawa acetogenin, anti feeden, squamosin yang dapat

digunakan untuk membasmi hama.

Proses kedua yaitu proses pengeringan. Proses pengeringan dilakukan

dengan cara yang sederhana. Mengeringkan kulit bawang merah dengan cara

dijemur di bawah terik matahari selama satu jam. Kulit bawang yang digunakan

untuk pembuatan ekstrak harus kering atau tidak basah dan tidak lembab. Proses

pengeringan tersebut bertujuan untuk mengurangi kadar air pada kulit bawang

merah. Karena kadar air pada kulit bawang tersebut dapat mempercepat

pembusukan kulit bawang dan menghasilkan aroma yang tidak sedap serta dapat

ditumbuhi oleh bakteri. Dengan kadar air yang sedikit, kulit bawang merah

tersebut juga mengandung lebih banyak senyawa penting yang dapat

dimanfaatkan untuk membasmi hama seperti senyawa flavonglikosida. Hasil yang

diperoleh dalam proses ini adalah kulit bawang merah kering dengan kadar air

yang sedikit.

Proses yang ketiga yaitu proses pemanasan atau proses perebusan. Proses

pemanasan bertujuan agar memperoleh ekstrak dari kulit bawang merah yang

diinginkan. Proses pemanasan dilakukan diatas kompor dengan memanaskan air

dalam panci sebanyak 200 ml. Kemudian memasukkan kulit bawang merah

sebanyak 1 gram ke dalam panci tersebut. Ditunggu hingga air di dalam panci

mendidih. Mendidih hingga suhu ±90oC.

Proses yang keempat yaitu proses ekstraksi kulit bawang merah. Menurut

Sudarmo (1999), proses ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi dingin dan

ekstraksi panas. Ekstraksi dingin dilakukan jika bahan pewarna alam berbentuk

kayu atau mempunyai kekerasan ≥2,5 (skala Mohs). Ekstraksi dingin biasanya

dilakukan sekitar 24 jam. Ekstraksi panas dilakukan jika bahan baku yang

Page 9: Makalah

digunakan adalah bahan yang lebih lunak, misalnya daun, bunga dan buah. Proses

ekstraksi panas digunakan untuk membuat ekstrak kulit bawang merah. Kulit

bawang merah yang digunakan untuk ekstraksi dipilih yang segar, berwarna

merah keunguan dan belum menguning. Proses ekstraksi kulit bawang merah

telah selesai apabila air di dalam panci telah mendidih dan warnanya telah

berubah menjadi merah kecoklatan dan beraroma tajam. Proses ini akan

menghasilkan ekstrak yang berbentuk cairan dari kulit bawang merah yang

berwarna merah kecoklatan.

Proses yang kelima adalah proses penyaringan. Setelah ekstrak

didinginkan, ekstrak disaring dengan menggunakan saringan. Memisahkan antara

kulit bawang merah dengan ekstrak dari kulit bawang merah. Sehingga diperoleh

ekstrak yang berupa cairan saja tidak ada endapan dari kulit bawang merah.

Proses yang keenam dan yang terakhir yaitu proses penyemprotan. Hasil ekstrak

kulit bawang merah dimasukkan ke dalam botol spray. Ekstrak kulit bawang

merah siap untuk digunakan, kemudian disemprotkan ke tanaman yang terserang

hama sebanyak tiga kali dalam sehari.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Kulit Bawang Merah yang Dapat Dimanfaatkan Sebagai Bahan Dasar Pestisida Alami

2.3.1 Kelebihan Kulit Bawang Merah yang Dapat Dimanfaatkan Sebagai Bahan Dasar Pestisida Alami

Dengan menggunakan pestisida kulit bawang merah dapat diperoleh beberapa kelebihan diantaranya: (1) memberikan nilai

tambah pada produk yang dihasilkan, (2) lebih ramah lingkungan, karena sifat

material organik mudah terurai menjadi bentuk lain. Sehingga dampak racunnya

tidak menetap dalam waktu yang lama di alam bebas, (3) memiliki efek atau pengaruh yang cukup cepat, yaitu menghentikan nafsu makan serangga walapun jarang menyebabkan kematian, (4) toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman pada manusia, (5) memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif, (6) dapat diandalkan untuk mengatasi hama yang telah kebal pada

Page 10: Makalah

pestisida sintetis, (7) phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman, (8) residu pestisida organik tidak bertahan lama

pada tanaman, sehingga tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi, (9) diintegrasikan dengan konsep pengendalian hama terpadu tidak akan

menyebabkan resistensi pada hama, (10) menghemat biaya produksi dan mudah

dibuat sendiri oleh petani (Sudarmo, 2005).

2.3.2 Kekurangan Kulit Bawang Merah yang Dapat Dimanfaatkan Sebagai Bahan Dasar Pestisida Alami

Dengan menggunakan pestisida kulit bawang merah diperoleh beberapa kekurangan diantaranya: (1) daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan serangga atau memiliki efek lambat), (2) kapasitas produksinya masih rendah dan belum dapat dilakukan dalam jumlah massal (bahan tanaman untuk pestisida alami belum banyak dibudidayakan secara khusus), (3) ketersediaannya di toko pertanian masih terbatas, (4) kurang 

praktis dan tidak tahan apabila disimpan terlalu lama, (5) perlu  penyemprotan 

yang  berulang-ulang (Sudarmo, 2005).

3. SIMPULANa. Kulit bawang merah mengandung senyawa acetogenin, senyawa anti-fedeen,

senyawa squamosin, senyawa flavonglikosida, dan senyawa allisin. Senyawa

acetogenin menghambat produksi ATP di dalam tubuh hama. Anti-fedeen

menghambat nafsu makan pada hama. Squamosin menghambat transport

elektron pada sistem respirasi sel hama. Flavonglikosida ampuh dalam

membunuh bakteri. Allicin menimbulkan aroma yang menyengat yang tidak disukai hama.

b. Kulit bawang merah dapat dijadikan sebagai pestisida alami dengan cara

diambil ekstraknya. Melalui proses pemisahan, pengeringan, pemanasan,

ekstraksi, penyaringan, dan penyemprotan.

c. Kelebihan menggunakan kulit bawang merah sebagai pestisida alami adalah memberikan nilai tambah pada produk yang dihasilkan, lebih

Page 11: Makalah

ramah lingkungan, toksisitasnya rendah dan relatif aman pada manusia, tidak meracuni dan merusak tanaman, tidak menyebabkan resistensi pada

hama, dan menghemat biaya produksi dan mudah dibuat sendiri oleh petani.

Kekurangan menggunakan kulit bawang merah sebagai pestisida alami adalah

kapasitas produksinya rendah, belum banyak dibudidayakan,

dan kurang praktis.

4. DAFTAR RUJUKANAditya, P. 2010. Bercocok Tanam. Jakarta: Erlangga.

Fatmah, W. 2005. Manfaat Umbi dan Tanaman Jagung. Jakarta: PT Pustaka.

Motoyuki T, Kaoru K, Hironori N, Akira T, Hajime I & Hideto M. 2000. Definition of crucial structural factors of acetogenins, potent inhibitors of mitochondrial complex I. Biochim Biophys Acta, 10(1) :1460.

Nurwansyah. 2010. Flora dan Fauna. Surabaya: Erlangga.

Plantus, S. 2008. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: PT Pustaka.

Reddy, B.K., M. Balaji, P.U. Reddy, G. Salaja, K. Vaidyanath & G. Narasimha. 2009. Antifeedant and antimicrobial activity of Tylophora indica. African Journal of Biochemistry Research, 3(12):393-397.

Rizal, E. 2008. Membasmi Hama. Jakarta: Erlangga.

Sudarmo, S. 2005. Pestisida Nabati : Pembuatan dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.

Surapraja, A. 2010. Kamus Lengkap Biologi. Surabaya: PT Pustaka.

Tohir, A. 2010. Teknik Ekstraksi dan Aplikasi Beberapa Pestisida Nabati untuk Menurunkan Palatabilitas Ulat Grayak (Spodoptera litura Fabr.) di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian, Vol 15(1): 37-40.

Zulkarnaen. 2010. Pestisida Alami Pembasmi Hama. Surabaya: PT Pustaka.

Page 12: Makalah