makalah

24
Tugas Makalah KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK Dosen Pengampu: Dr. H. L. HUSNI, SH., M.Hum OLEH SYAIFULLAH I2B009074

Upload: adepramudia

Post on 24-Jun-2015

625 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH

Tugas Makalah

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

SEBAGAI KOMPONEN JAMSOSTEK

Dosen Pengampu: Dr. H. L. HUSNI, SH., M.Hum

OLEH

SYAIFULLAHI2B009074

MAGÍSTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

2010

Page 2: MAKALAH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangProf. Iman Soepomo dalam bukunya “Pengantar Hukum Perburuhan”

membagi hukum perburuhan menjadi lima bidang sebagai berikut.a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja.b. Bidang hubungan kerja.c. Bidang kesehatan kerja.d. Bidang keselamatan/keamanan kerja.e. Bidang jaminan sosial.

Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna tersebut didasarkan pada pembagian materi perundang-undangan yang mengatur mengenai perburuhan.1

Bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai bidang yang menjadi awal munculnya hukum perburuhan. Hal ini disebabkan oleh tujuan kedu a bidang tersebut, yaitu untuk melindungi buruh sebagai pihak ekonomi lemah dari eksploitasi yang cenderung dilakukan oleh majikan sebagai pihak pemilik modal. Perlindungan pada bidang-bidang inilah yang pertama kali diberikan oleh negara dalam bentuk regulasi bagi para buruh.

Dahulu, bidang kesehatan kerja disebut dengan istilah “perlindungan buruh”, namun istilah itu tidak lagi dianggap tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurut Prof. Iman Soepomo, di Indonesia saat ini, semua bidang dalam hukum perburuhan bertujuan melindungi buruh dari pihak ekonomi kuat. Dengan demikian, kesehatan kerja bukanlah satu-satunya bidang yang berbicara mengenai perlindungan buruh, karena sesungguhnya perlindungan tersebut merupakan hakikat dari hukum perburuhan secara keseluruhan.

Sementara itu, bidang keselamatan kerja, dahulu lebih ditujukan untuk menyelamatkan kepentingan ekonomis perusahaan karena kecelakaan, untuk selanjutnya menyelamatkan para pekerja di tempat kerja. Prof. Iman Soepomo berpendapat bahwa istilah keamanan kerja lebih tepat daripada keselamatan kerja karena tujuannya kini adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan menciptakan keamanan di tempat kerja, bukan lagi sekadar menyelamatkan.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja. Namun, patut disayangkan tidak semua perusahaan memahami arti pentingnya K3 dan bagaimana implementasinya dalam lingkungan perusahaan.2

1 Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan

Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 18.2

Page 3: MAKALAH

Berkaitan dengan implementasi K3 dalam lingkungan perusahaan, upaya yang dilakukan pihak pemerintah sebagai pembentuk regulasi adalah mewujudkan Jaminan Sosial tenaga Kerja (Jamsostek). Kepesertaan program Jamsostek bagi pekerja/buruh bersifat wajib sekaligus merupakan hak yang harus dipenuhi oleh pemberi kerja bagi para pekerjanya. Komponen yang termasuk dalam program ini terdiri dari Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), serta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

Dalam praktiknya, meski program Jamsostek dicanangkan sejak 1992, ternyata masih banyak perusahaan dan pekerja/buruh yang belum terdaftar sebagai peserta program ini sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak atas Jamsostek yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan dan pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi.3

Sementara masih banyak perusahaan belum melaksanakan program Jamsostek, tenaga kerja yang bekerja di sector informal/luar hubungan kerja, mulai digarap untuk menjadi peserta program Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) beserta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Jamsostek bagi Tenaga Kerja yang Melakukan Pekerjaan di Luar Hubungan Kerja, yang jumlahnya sangat besar dan memerlukan perlindungan Sosial (social security).4

B. Rumusan MasalahDari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai

berikut:1 Pengaturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja2 Kesehatan dan keselamatan kerja dalam Jamsostek3 Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja dan Jamsostek di

Indonesia

BAB II

LANDASAN TEORI2 Dhoni Yusra, “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan,” www.indonusa.ac.id

3 Thoga M. Sitorus, “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program Jamsostek,”

www.hariansib.com4 Ibid

3

Page 4: MAKALAH

A. Konsep Negara Hukum

Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai factor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.

Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia.2. Pembagian kekuasaan.3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.4. Peradilan tata usaha Negara.

Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:1. Supremacy of Law.2. Equality before the law.3. Due Process of Law.

Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut di atas pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “The International Commission of Jurists” itu adalah:

1. Negara harus tunduk pada hukum.2. Pemerintah menghormati hak-hak individu.

4

Page 5: MAKALAH

3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Dari uraian-uraian di atas, kita dapat merumuskan kembali adanya prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat) yang berlaku di zaman sekarang. prinsip pokok tersebut merupakan pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat) dalam arti yang sebenarnya. Yaitu :

1. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan

jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.

Kendati ide mutakhir hak asasi manusia dibentuk semasa Perang Dunia II, pengertian baru tersebut masih tetap menggunakan sejumlah gagasan umum tentang kebebasan, keadilan, dan hak-hak individu. Tidak begitu keliru untuk memandang naik daunnya kosakata hak asasi manusia belakangan ini sebagai penyebarluasan gagasan lama belaka. Gagasan bahwa hukum kodrat atau hukum dari Tuhan mengikat semua orang dan mengharuskan adanya perlakuan yang layak adalah soal kuno, dan gagasan ini erat terkait dengan gagasan tentang hak kodrati di dalam tulisan-tulisan para teroretisi seperti Locke dan Jefferson maupun di dalam deklarasi hak seperti Deklarasi Hak Manusia dan Hak Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and the Citizen) di Perancis dan Pernyataan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat (Bill of Rights). Gagasan bahwa hak-hak individu berhadapan dengan pemerintah bukanlah hal baru, dan orang dapat mengatakan bahwa gagasan hak asasi manusia yang ada saat ini hanya merupakan pengembangan konsep ini.

Namun kalau kita menganggap bahwa Deklarasi Universal dan Perjanjian Internasional secara umum mewakili pandangan kontemporer mengenai hak asasi manusia, meskipun dapat mengatakan bahwa pandangan tentang hak asasi manusia saat ini memiliki tiga perbedaan dibanding konsepsi-konsepsi sebelumnya, terutama yang berlaku pada abad kedelapan

5

Page 6: MAKALAH

belas. Hak asasi manusia yang ada saat ini bersifat lebih egalitarian, kurang individualistis, dan memiliki fokus intemasional.

2. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat):

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocrasy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi sekedar ‘rule-driven’, melainkan tetap ‘mission driven’, tetapi ‘mission driven’ yang tetap didasarkan atas aturan.

Negara Hukum Kesejahteraan mempertahankan tanggung jawab negara sambil membenarkan perlunya negara campur tangan untuk penyelenggaraan kesejahteraan rakyat. Konsep ini memandang negara tidak hanya alat kekuasaan (instrumen of power) tapi sebagai alat pelayanan (agency of services). Paham inilah yang melahirkan konsep negara kesejahteraan/negara hukum modern/negara hukum materiil.

Ciri Negara Hukum Kesejahteraan (Welfare State)

a. Mengutamakan terjaminnya hak-hak asasi sosial-ekonomi rakyat;

b. Hak milik tidak bersifat mutlak;

c. Negara tidak hanya menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi turut serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

d. Peranan hukum publik condong mendesak hukum privat semakin luasnya peranan negara.

Salah satu isu hukum yang terus berkembang adalah apakah hukum dapat diwujudkan menjadi sarana atau alat untuk mencapai tujuan bernegara dan berbangsa rakyat Indonesia. Mengacu pada thesis Roscoe Pound bahwa law is a tool of social engineering, maka menjadi pertanyaan yang menarik apakah hukum di Indonesia dapat menggerakkan masyarakat Indonesia kepada tujuan bernegara dan berbangsanya. Sebagaimana disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan bernegara dan berbangsa adalah

6

Page 7: MAKALAH

membentuk masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, masyarakat dapat bersatu ketika kedudukan individu dijamin oleh negara. Masyarakat dapat menjadi masyarakat yang adil dan makmur ketika masyarakat dijamin kebutuhan dasarnya oleh negara dan diberi kesempatan untuk mengejar kebutuhan yang lebih.

Konsep negara kesejahteraan ( welfare state ) memberikan gambaran bagaimana keadilan dan kesejahteraan diwujudkan dalam masyarakat. Negara kesejahteraan didefinisikan sebagai a state in which organized power is deliberately used through politics and administration an effort to modify the play of the market forces to achieves social prosperity and economic well – being of the people. Secara gamblang, Alhumami ( 2007 ) memberikan intisari pada pemikiran negara kesejahteraan sebagai berikut. Pertama, negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk memperoleh pendapatan minimun agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok. Kedua, negara harus memberikan perlindungan sosial jika individu dan keluarga berada dalam kondisi rawan / rentan sehingga dapat menghadapi social contingency yang berpotensi mengarah kepada krisis sosial. Ketiga, semua warga negara tanpa membedakan status dan kelas sosial harus dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan sosial dasar seperti pendidikan, kesehatan, pemenuhan gizi dan air bersih.

Jika diamati dari perspektif aliran ekonomi maka konsep negara kesejahteraan berada di “tengah” dimana negara mengakui mekanisme pasar ( play of the market forces ) yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan bersama ( social prosperity ) yang didorong oleh pemerintahan yang berkuasa ( politics and administration ). Sekilas, konsep negara kesejahteraan mengandung intisari yang sama dengan konsep ekonomi pasar sosial ( soziale martkwirtschaft ) yang digagas oleh kaum progresif kerakyatan. Ide tersebut dibangun atas dasar ekonomi pasar yang kompetitif dimana inisiatif bebas setiap individu di bidang ekonomi yang dipilihnya secara bebas dijamin, dengan tetap mengandung “unsur” sosial yaitu adanya prakondisi kerangka kelembagaan yang menjamin persaingan yang ada sehingga pencapaian individu dalam seluruh bidang kemajuan masyarakat terjamin bersamaan dengan sistem perlindungan sosial untuk lapisan yang secara ekonomi lemah ( Sonny Mumbunan, 2007 ).

B. Pengertian Jamsostek

Sebelum kita menjelaskan tujuan dan manfaat jaminan sosial tenaga kerja ada baiknya kita mengetahui penggertian jamsostek oleh beberapa pendapat antara lain; Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.5

5 Husni Hukum Ketenagakerjaan,. hal. 158-1597

Page 8: MAKALAH

Menurut Sentanoe Kertonegoro jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa teersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi adari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.6

Menurut Internasional Labour Organization (ILO) dalam majalah ASTEK Social Security pada prinsipnya adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk para warganya, melalui berbagai usaha dalam menghadapi risiko-risiko ekonomi atau sosial yang dapat mengakibatkan terhentinya atau berkurangnya penghasilan.

Dari perngertian diatas jelaslah bahwa Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang (jaminan Kecelakaan Kerja, Kematian, dan Tabungan hari tua), dan pelayanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan.

Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah.

Usaha-usaha tersebut oleh Sentanoe Kertonegoro dikelompokan dalam empat kegiatan usaha utama, yaitu sebagai berikut : 7

a. Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-usaha di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokan dalam pelayanan sosial (social service).

b. Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial (social assistance).

c. Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi, perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain-lain yang dapat dikategoriakan sebagai sarana sosial (social infra structure).

d. Usaha-usaha di bidang perlindungan ketenaga kerjaan yang khusus ditunjukan untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan selalu menghadapi risiko-risiko sosial ekonomis, digolongkan dalam asuransi sosial (social insurance).

6 Sentanoe Kertonegoro , jaminan Sosial Tenaga Kerja (prinsip dan plaksanaan di Indonesia dikutip dari Zaeni Asyhadie, aspek-aspek hukum jaminan sosial tenaga kerja (Jakarta: Rajawali, 2008) hal.33

7 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jamsostek, op.cit,. hal.126-1278

Page 9: MAKALAH

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Pengaturan mengenai Kesehatan dan Keselamatan KerjaMerupakan hal yang sangat penting bagi setiap orang yang bekerja

dalam lingkungan perusahaan, terutama yang secara khusus bergerak di bidang produksi, untuk dapat memahami arti pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja dalam bekerja kesehariannya. Hal ini memiliki urgensi yang besar, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun karena aturan perusahaan yang meminta untuk menjaga hal-hal tersebut dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencegh potensi kerugian bagi perusahaan.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah seberapa penting perusahaan berkewajiban menjalankan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya. Patut diketahui pula bahwa ide tentang K3 telah ada sejak dua puluh tahun yang lalu, namun hingga saat ini, masih ada pekerja dan perusahaan yang belum memahami korelasi antara K3 dengan peningkatan kinerja perusahaan, bahkan tidak mengetahui eksistensi aturan tersebut. Akibatnya, seringkali mereka melihat fasilitas K3 sebagai sesuatu yang mahal dan seakan-akan mengganggu proses bekerja. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami terlebih dahulu landasan filosofis pengaturan K3 yang telah ditetapkan pemerintah dalam undang-undang.8

Tujuan Pemerintah membuat aturan K3 dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yaitu:

a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;b. mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran;c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu

kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;e. memberikan pertolongan pada kecelakaan;f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;j. menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik;k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;l. memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban;m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,

cara dan proses kerjanya;n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,

tanaman atau barang;o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

8 Yusra, loc. cit.

9

Page 10: MAKALAH

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan

yang berbahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.9

Dari tujuan pemerintah tersebut terlihat bahwa esensidibuatnya aturan penyelenggaraan K3 pada hakekatnya adalah pembuatan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekeja, serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk tehnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan adanya aturan tersebut, potensi bahaya kecelakaan kerja dapat dieliminasi atau setidaknya direduksi.10

Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan K3, yaitu: (1) seberapa serius K3 hendak diimplementasikan dalam perusahaan; (2) pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja; dan (3) kualitas program pelatihan K3 sebagai sarana sosialisasi.11

Hal lain yang juga diperlukan dalam rangka mendukung terlaksananya program K3 adalah adanya suatu komite K3 yang bertindak sebagai penilai efektivitas dan efisiensi program serta melaksanakan investigasi bila terjadi kecelakaan kerja untuk dan atas nama pekerja yang terkena musibah kecelakaan kerja. Apabila terjadi peristiwa demikian, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.

a. Lingkungan Kerja terjadinya kecelakaan.b. Pelatihan, Instruksi, Informasi dan Pengawasan kecelakaan kerja.c. Kemungkinan resiko yang timbul dari kecelakaan kerja. d. Perawatan bagi korban kecelakaan kerja dan perawatan peralatan

sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja yang telah dilakukan.e. Perlindungan bagi pekerja lain sebagai tindakan preventif.f. Aturan bila terjadi pelanggaran (sanksi).g. Pemeriksaan atas kecelakaan yang timbul di area kerja.h. Pengaturan pekerja setelah terjadi kecelakaan kerja.i. Memeriksa proses investigasi dan membuat laporan kecelakaan kepada

pihak yang berwenang.j. Membuat satuan kerja yang terdiri atas orang yang berkompeten dalam

penanganan kecelakaan di area terjadi kecelakaan kerja.12

Inti dari terlaksananya K3 dalam perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan, sanksi, dan keuntungan dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang dijadikan pedoman bagi pekerja dan pengusaha.

9 Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 ayat 1.

10 Yusra, loc. cit.

11 Ibid

12 Ibid.10

Page 11: MAKALAH

Penerapan K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebut memberikan pijakan yang jelas mengenai aturan yang menentukan bagaimana K3 harus diterapkan. Di Indonesia, sumber-sumber hukum yang menjadi dasar penerapan K3 adalah sebagai berikut.

a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja. c. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.d. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang

Timbul karena Hubungan Kerja.e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-05/MEN/1993 tentang

Petunjuk Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.13

Semua produk perundang-undangan pada dasarnya mengatur tentang hak dan kewajiban tenaga kerja terhadap keselamatan kerja untuk:

a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan/atau ahli keselamatan kerja;

b. memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;c. memenuhi dan menaati semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja

yang diwajibkan;d. meminta pada pengurus agar melaksanakan semua syarat keselamatan

dan kesehatan kerja yang diwajibkan;e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat

keselamatan dan kesehatan kerja serta alatalat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.14

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam JamsostekSebagai perwujudan program K3 yang diharapkan menjadi program

perlindungan khusus bagi tenaga kerja, maka dibuatlah Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.15

Jauh sebelum tahun 1992, ketika program Jamsostek dicanangkan, pemerintah telah mengeluarkan sebuah regulasi mengenai jaminan sosial yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah:

13 Ibid.

14 Ibid

15 Ibid11

Page 12: MAKALAH

a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);b. Tabungan Hari Tua; danc. Jaminan Kematian (JK).Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme asuransi yang

dikelola oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan diwajibkan pula membayar iuran guna mendirikan suatu dana.16 Artinya, undang-undang tersebut menentukan bahwa kewajiban membayar ganti kerugian bagi buruh yang tertimpa kecelakaan kerja harus dilaksanakan sendiri oleh pihak majikan yang bersangkutan.

.. Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut dari pihak pengusaha atau pemberi majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT Astek. Iuran untuk pembayaran jaminan kecelakaan kerja ini seluruhnya ditanggung oleh perusahaan yang mengikutsertakan diri dalam program tersebut.17

Sejak 1992, bersamaan dengan dikeluarkannya aturan mengenai Jamsostek melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kedua peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas pun dicabut dan menjadi tidak berlaku lagi. Berkaitan dengan jaminan atas keselamatan kerja (kecelakaan kerja), Pasal 9 undang-undang ini menguraikan yang termasuk jaminan kecelakaan kerja, yaitu meliputi:

a. biaya pengangkutan;b. biaya pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan;c. biaya rehabilitasi;d. santunan berupa uang yang meliputi:

1. santunan sementara tidak mampu bekerja;2. santunan cacad sebagian untuk selama-lamanya;3. santunan cacad total untuk selama-lamanya baik fisik maupun

mental;4. santunan kematian.18

Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Berdasarkan undangundang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan.19 Yang berhak

16 Widodo Suryandono, Jaminan Sosial, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 93-94.

17 Ibid., hal. 94.

18 Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, pasal 9.

19 Suryandono, op. cit., hal. 95.12

Page 13: MAKALAH

memperoleh pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau istri, dan anak.20 Ruang lingkup jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi

a. rawat jalan tingkat pertama;b. rawat jalan tingkat lanjutan;c. rawat inap;d. pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;e. penunjang diagnostik;f. pelayanan khusus; dang. pelayanan gawat darurat.21

Semua pengelolaan program tersebut di atas dilaksanakan dengan mekanisme asuransi oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) yang berdiri dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.22

C. Pelaksanaan K3 dan Jamsostek di IndonesiaDalam praktik di lapangan, pelaksanaan program Jamsostek belum

berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari kalangan serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), anggota lembaga legislatif, serta elemen masyarakat lainnya yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Secara luas, berita-berita mengenai fakta tersebut dapat dengan mudah diakses melalui media cetak dan media elektronik, baik nasional maupun daerah, namun nampaknya belum juga ada perubahan signifikan yang menjadikan penyelenggaraan Jamsostek lebih baik.

Sebuah penelitian menunjukkan, jumlah perusahaan wajib lapor di Sumatera Utara berjumlah sekitar 11.000 perusahaan dengan jumlah pekerja/buruh sekitar 1.500.000 orang termasuk pekerja kontrak, pekerja harian lepas, borongan, dan perusahaan kecil. Perusahaan yang terdaftar menjadi peserta Jamsostek sampai dengan Agustus 2006 baru mencapai 6.537 perusahaan atau 59,42% (aktif 4.092 perusahaan/37,2%, nonaktif 2.445 perusahaan/62,8%). Sementara itu, jumlah peserta (pekerja/buruh) terdaftar adalah 1.039.958 orang (peserta aktif 37.320/24,82% nonaktif 667,638 orang/75,18%). Hal tersebut menunjukkan bahwa persentase peserta aktif program Jamsostek masih tergolong rendah dan tentunya amat merugikan para pekerja/buruh sehingga perlu penanganan secara khusus.23

Demikian juga halnya dengan pelayanan kesehatan dalam JPK, tidak sedikit pekerja dan keluarganya yang menyampaikan berbagai keluhan atas pelayanan rumah sakit atau klinik yang menjadi penyedia layanan Jamsostek. Tidak jarang peserta Jamsostek harus menanggung sendiri obat yang

20 Indonesia (b), op. cit., pasal 16 ayat 1.

21 Ibid., pasal 16 ayat 2.

22 Suryandono, op. cit., hal. 95.

23 Sitorus, loc. cit.13

Page 14: MAKALAH

dibutuhkan. Karena itu, banyak perusahaan yang keluar dari program Jamsostek untuk melaksanakan sendiri pelayanan kesehatan melalui rumah sakit yang lebih baik agar kesehatan pekerja mereka lebih terjamin dan dapat lebih produktif dalam bekerja.24

Berdasarkan fakta tersebut di atas, bahwa PT Jamsostek belum melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, termasuk perkara dugaan korupsi yang melibatkan oknum Direktur PT Jamsostek dan pengelolaan keuangan yang tidak jelas, terlihat bahwa PT Jamsostek belum berusaha secara optimal dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh.

Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang dengan tegas mengatakan bahwa pemerintah akan segera mereformasi total PT Jamsostek menyangkut kepastian hak pekerja/buruh dengan merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Reformasi ini juga akan dilakukan terhadap seluruh aspek dalam PT Jamsostek, termasuk pembenahan para personil dalam jajaran direksi. Selain itu, sistem pengelolaan harus dilaksanakan dengan mekanisme wali amanat agar dapat diawasi secara tripartit sebagai pemangku kepentingan peserta Jamsostek yaitu pengusaha, pekerja, dan pemerintah.25

24 Ibid.

25 Ibid.14

Page 15: MAKALAH

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanSebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun

pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) merupakan program yang ditujukan untuk mendukung pelaksanaan sistem K3 dalam setiap perusahaan. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah:

a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK);b. Tabungan Hari Tua; danc. Jaminan Kematian (JK).Pada pelaksanaannya, program Jamsostek belum berjalan sebagaimana

mestinya. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya tuntutan dan protes yang datang dari berbagai elemen masyarakat, mulai dari serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga anggota lembaga legislatif, yang dialamatkan kepada pengusaha, PT Jamsostek, maupun instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan.

B. SaranBerkaitan dengan pembahasan pada bab-bab terdahulu, penulis

mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut yang diharapkan dapat terwujud.

a. Perusahaan dan pekerja yang belum menjadi peserta program Jamsostek harus segera mendaftarkan diri menjadi peserta. Serikat pekerja/buruh sebagai mitra pengusaha harus ikut mendorong perusahaan.

b. Rencana Pemerintah mereformasi program Jamsostek harus segera direalisasikan agar kesejahteraan pekerja/buruh yang sejak lama didambakan dapat terwujud.

c. Program Jamsostek sektor informal/luar hubungan kerja yang diharapkan dapat mendukung peningkatkan kesejahteraan masyarakat harus ditindaklanjuti oleh instansi Pemerintah di bidang ketenagakerjaan bekerjasama dengan PT Jamsostek.

15

Page 16: MAKALAH

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja.

“Jamsostek: Angka Kecelakaan Kerja di Jakarta Tinggi.” www.news.antara.co.id

“Jamsostek, Hak Mutlak Tenaga Kerja.” www.kompas. com“

Jamsostek Setiap Hari Tangani 349 Kasus Kecelakaan Kerja.”

www.nakertrans.go.id

Perwira, Daniel, dkk. “Perlindungan Tenaga Kerja Melalui Sistem Jaminan

Sosial: Pengalaman Indonesia.” www.smeru.or.id

Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005.

“Program Jamsostek Sangat Dibutuhkan Pekerja.” www.republika.co.id

Sitorus, Thoga M. “Masih Banyak Pekerja/Buruh Belum Tersentuh Program

Jamsostek.” www.hariansib. com

Suryandono, Widodo. Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2005.

Yusra, Dhoni. “Pentingnya Implementasi K3 dalam Perusahaan.”

www.indonusa.ac.id

16