makalah
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
PRARANCANGAN PABRIK
A. Teori
Detergent merupakan campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,
detergent mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergent merupakan garam natrium dari asam sulfonat. Rantai
hidrokarbon, R, di dalam molekul sabun di atas mungkin rantai hidrokarbon yang lurus atau
rantai hidrokarbon yang bercabang.
Bahan utama detergent ialah garam natrium yaitu asam organik yang dinamakan asam
sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergent merupakan molekul
berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Detergent pertama
disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam natrium dari alkyl hydrogen sulfat. Alkohol berantai
panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini
direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil hydrogen sulfat yang kemudian dinetralkan
dengan basa.
Natrium lauril sulfat adalah detergent yang baik. Karena garamnya berasal dari asam
kuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan magnesiumnya tidak mengendap dalam
larutannya, sehingga dapat dipakai dengan air lunak atau air sadah. Pada masa kini, detergent
yang umum digunakan adalah alkil benzenesulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga
tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 14-14 direaksikan dengan benzena dan katalis
Friedel-Craft (AlCl3 atau HF) membentuk alkil benzena. Sulfonasi dan penetralan dengan basa
melengkapi proses ini.
Rantai alkil sebaiknya tidak bercabang. Alkil benzenasulfonat yang bercabang bersifat
tidak dapat didegradasi oleh jasad renik (biodegradable). Detergent ini mengakibatkan masalah
polusi berat pada tahun 1950-an, yaitu berupa buih pada unit-unit penjernihan serta disungai dan
danau-danau. Sejak tahun 1965, digunakan alkil benzenasulfonat yang tidak bercabang.
Detergent jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak
berakumulasi di lingkungan kita.
Deterjen tersusun oleh beberapa bagian yaitu :
Bahan Aktif (Active Ingredient)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam
proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate
(SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan
Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20,
Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP-30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil
dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
Bahan pengisi (filler)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian
bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini
dalam campuran bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada
umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering
digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
Bahan penunjang (builder)
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang
berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih.
Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek
samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan
penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang
positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen
yang menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih
subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis
pupuk tertentu.
Bahan tambahan (aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk.
Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena
justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut.
Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen
bubuk tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan
ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian
sehingga disebut “antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini,
tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan
tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk
deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
Bahan pewangi atau parfum
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara
kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan
berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna
kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g)
dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu
parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal
umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen
deterjen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum
tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum
eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa
nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep
water, alpine, dan spring flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin
cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan
senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
Berdasarkan muatan surfaktannya, deterjen diklasifikasikan menjadi tiga kelompok,
yaitu :
a. Deterjen anionik
Deterjen anionik merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan
dinetralkan dengan alkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan
negatif apabila dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain.
Kelompok utama dari detergen anionik adalah :
Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
Alkil aril sulfonat
Olefin sulfat dan sulfonat
b. Deterjen kationik
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini akan berubah
menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan pada
pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak ada netralisasi tetapi bahan-bahan
yang mengganggu dihilangkan dengan asam kuat untuk netralisasi. Agen aktif permukaan
kationik mengandung kation rantai panjang yang memiliki sifat aktif pada permukaannya.
Kelompok utama dari detergen kationik adalah :
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)
Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom karbon)
Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
c. Deterjen Nonionik
Deterjen nonionik adalah senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara,
kedua asam dan basanya merupakan molekul yang sama. Deterjen ini tidak akan berubah
menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air, tetapi dapat bekerja di dalam air
sadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok utama deterjen
anionik ini adalah :
Etilen oksida atau propilen oksida.
Polimer polioksistilen
Alkil amida.
B. Proses Produksi dan Diagram Alir
1. Proses Produksi
Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor bersisi kaca
yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca
dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada
suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi
dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat). Adapun
pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :
a. Detergen Anionik
Pembentukan Alkil aril sulfonat
Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung
inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene,
xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil
benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena
dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan
reaksi Fiedel-Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft
memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen
tetramer.
Olefin sulfat dan sulfonat
Diproses dengan tiga cara, yaitu :
Proses Oxo Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada
suhu 160°C sampai 175°C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida.
Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga
menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya
alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat
molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang
memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan
untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar
pembuatan detergen).
Proses Alfol ( Proses Ziegar) Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan
dengan logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida.
Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua
pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena untuk
menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil
aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan
aluminium hidroksida.
Proses WI. Welsh Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen
bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah
menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian
dihidrolisis menghasilkan alkohol.
2. Detergen kationik
Amina asetat (RNH3)OOCCH3 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak
dengan asam asetat dan dapat larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida
(RN(CH3))3+Cl- Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina
dengan alkil halida lemak. Reaksi :
R-NH2 + CH3Cl RN (CH2)2Cl + HCl
R2NH + 2 CH2Cl R2N(CH2)2Cl + HCl
3. Detergen nonionik
Pembuatan detergen nonionik adalah :
Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung
kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada
suhu 150-220°C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan
asam asetat glasial.
Amina oksida
Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari.
4. Detergen amfoterik
Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan
metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak--amino propionik. Kemudian
disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium.
Reaksi : lauril amina + metil akrilat natrium lauril sarkosinat
2. Diagram alir
Gambar diagram alir pembuatan detergen.
BAB III
PENGENDALIAN MUTU
Serbuk deterjen pencuci sintetik merupakan produk formulasi campuran zat kimia yang
berfungsi sebagai bahan pencuci/pembersih pakaian yang digunakan oleh semua lapisan masyarakat.
Air limbah pencucian pakaian mempengaruhi kualitas air limbah domestik/rumah tangga dan
menyebabkan penambahan beban cemaran ke lingkungan. Tingginya kadar limbah tersebut dalam
badan air dapat terakumulasi, bahkan menjadi toksik dan berbahaya bagi lingkungan.
Konsumen, instansi pemerintah dan pihak yang berkepentingan lainnya mendorong produk
serbuk deterjen pencuci sintetik bermutu dan ramah lingkungan. Maka dari itu, produsen harus
mempehatikan mutu dan kualitas serta kondisi produk deterjen tersebut sebelum didistribusikan
kepada masyarakat.
Produsen dan produk serbuk deterjen sintetik harus memenuhi prasyarat sertifikasi ekolabel.
Kriteria ekolabel memuat persyaratan yang menyangkut parameter teknis produk dan parameter lain
yang terkait dengan aspek lingkungan, yang ditetapkan berdasarkan pertimbangan pada kinerja
produk dan dampak lingkungan penting sepanjang daur hidupnya.
A. Sistem Manajemen Lingkungan
Produsen harus menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan yang menjamin konsistensi
pemenuhan persyaratan kriteria dan ambang batas sertifikasi ekolabel, pengendalian dampak
lingkungan serta pemenuhan penaatan peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan.
Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penjaminan sistem manajemen lingkungan :
No Aspek Lingkungan Persyaratan
1. Bahan yang dilarang Bahan karsinogenik, genotoksik, mutagenik,
teratogenik dan toksik terhadap manusia dan
lingkungan serta yang termasuk dalam klasifikasi
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilarang
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001
tentang Bahan Berbahaya dan beracun
Bahan yang terdaftar sebagai mutagen atau
karsinogen pada manusia dan hewan menurut
“International Agency for Research on Cancer”
(IARC) kelas 1
Moskusxylene, moskusambrete, moskene,
moskusketone dan pewangi yang dilarang oleh IFRA
(International Fragrance Registration Agency).
Asam Etilen Diamin Tetraasetat (EDTA), Alkil
fenol etoksilat (APEO) dan Asam Nitriloasetat
(NTA)EDTA (Etilen Diamin Tetraasetat)
2. pH
Nilai pH larutan deterjen < 10,5 diukur dalam larutan
sesuai dosis pencucian yang direkomendasikan oleh
produsen
3. Fosfat
Total kandungan fosfat dalam deterjen (diukur sebagai
STTP) < 18 gr per 100 gr produk deterjen (18 % berat
produk)
4. Kandungan surfaktanKandungan bahan surfaktan sesuai dengan yang
tercantum dalam SNI 06-4594-1998
5.Daya Biodegradasi
surfaktan
Tiap surfaktan harus dapat segera terbiodegradasi secara
aerobik . Tingkat daya biodegradasi adalah > 90%
dicapai dalam 28 hari, dengan 70% dicapai pada 10 hari
pertama pengujian
6.Enzim
Enzim yang digunakan tidak boleh mengandung
mikroorganisme
7. Toksisitas Lingkungan
Terhadap masing-masing produk deterjen (formulasi)
harus dilakukan pengujian :
a) Toksisitas akut terhadap biota perairan
b) Koefisien partisi oktanol-air (log Pow / Kow) < 3
B. Mutu Produk
Produsen harus menerapkan Sistem Manajemen Mutu yang menjamin konsistensi pemenuhan
standar mutu produk. Produk harus memenuhi Standar Mutu Produk SNI No. 06-4594-1998 versi
terbaru, kecuali pada parameter yang ditetapkan lain pada standar kriteria ini, dan produsen harus
menerapkan Sistem Manajemen Mutu, guna memberikan jaminan bahwa pengawasan terhadap mutu
produk dilaksanakan secara konsisten oleh produsen.
C. Kemasan
1. Bahan Kemasan
Syarat utama bahan kemasan yang digunakan untuk produk serbuk deterjen ialah kemasan
harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang. Bila mungkin, kemasan produk juga dapat
digunakan kembali. Beberapa contoh bahan kemasan plastik yang dapat didaur ulang :
Polyethylene Terephthalate (PET) ; High Density Polyethylene (HDPE); Low Density
Polyethylene, (LDPE) ; Polypropylene (PP); Polystyrene (PS) ; dll.
Persyaratan bahan kemasan dalam kriteria ekolabel :
a. Kemasan plastik
Harus memiliki simbol plastik daur-ulang pada kemasan dan kode jenis resinnya.
Kemasan atau label tidak boleh mengandung PVC atau bahan organik terklorinasi
Harus terbuat dari plastik yang dapat didaur ulang
b. Kemasan karton
Kemasan karton harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang
2. Kandungan logam berat
Total kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg dan Cr6+) dalam kemasan (termasuk printing) < 100
ppm.
3. Informasi untuk konsumen
Untuk perlindungan serta edukasi kepada konsumen, serta dalam rangka peningkatan
kesadaran akan peduli kesehatan dan lingkungan, persyaratan berikut mengenai informasi untuk
konsumen harus dipenuhi :
Produk mencantumkan secara rinci komposisi bahan aktif deterjen.
Produk harus disertai dengan instruksi pemakaian untuk lebih memaksimalkan
fungsinya dan meminimalisasi limbah.
Mencantumkan nama, alamat dan nomor telepon produsen dan atau pemohon atau
layanan konsumen untuk informasi yang lebih detail.
Produk sebaiknya mencantumkan peringatan untuk perlindungan kesehatan dan
lingkungan.