makalah

43
Sindrom Down Nurul Faizatul Amira Bt Ab Mutalib (102009298) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510 Pendahuluan Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah kromosom 21 yang berlebih. Dulu, sindrom ini disebut juga sebagai “Mongoloid” karena matanya yang khas seperti bangsa mongol. Pada umumnya, kasus sindrom Down terjadi disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Trisomi ini terjadi akibat proses nondisjunction, translokasi Robertsonian atau bisa juga disebabkan mosaicism. Insidens sindrom Down sekitar 1 dari 700 bayi yang dilahirkan hidup. Angka kejadian sindrom Down berkaitan dengan usia ibu saat kehamilan di mana insidensnya meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Diagnosis sindrom Down berdasarkan atas adanya gejala-gejala klinis yang khas, serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologi pada kasus yang tidak khas. 1

Upload: momo-taros

Post on 30-Oct-2014

173 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

down syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: makalah

Sindrom Down

Nurul Faizatul Amira Bt Ab Mutalib (102009298)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Alamat korespondensi: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta 11510

Pendahuluan

Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari

fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya

jumlah kromosom 21 yang berlebih. Dulu, sindrom ini disebut juga sebagai

“Mongoloid” karena matanya yang khas seperti bangsa mongol. Pada umumnya,

kasus sindrom Down terjadi disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Trisomi ini terjadi

akibat proses nondisjunction, translokasi Robertsonian atau bisa juga disebabkan

mosaicism.

Insidens sindrom Down sekitar 1 dari 700 bayi yang dilahirkan hidup. Angka

kejadian sindrom Down berkaitan dengan usia ibu saat kehamilan di mana

insidensnya meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu. Diagnosis sindrom

Down berdasarkan atas adanya gejala-gejala klinis yang khas, serta ditunjang oleh

pemeriksaan kromosom. Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan radiologi pada

kasus yang tidak khas.

Tiada penatalaksanaan spesifik untuk penyakit sindrom Down itu sendiri. Yang

diobati Cuma simptom-simptomnya. Selain itu, dilakukan juga edukasi kepada orang

tua dengan anak sindrom Down tersebut supaya mereka dapat menerima penyakit

anak mereka. Prognosis bervariasi tergantung kelainan lain yang dialami penderita .

44% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68

tahun.

1

Page 2: makalah

Pembahasan

Anamnesis

Kemahiran mengambil anamnesis akan mempermudah menemukan diagnosis.

Pertanyaan penting yang harus ditanyakan adalah:

1. Identitas pasien

Nama lengkap, tempat/tanggal lahir, status perkahwinan,

pekerjaaan, suku bangsa, agama, pendidikan dan alamat tempat

tinggal.

Dari skenario, didapatkan data pasien seperti berikut: bayi laki-laki

berusia 1 tahun.

2. Riwayat penyakit sekarang

a. Keluhan utama

Keluhan pasien dapat berupa:

Mengalami keterlambatan pada kemampuan

kognitif, perkembangan motorik dan bahasa serta

kemampuan sosial.

Sering berdengkur, sulit untuk tidur atau bangun,

sering tidur pada siang hari dan perubahan tingkah

laku.

Penglihatan atau pendengaran kurang baik.1

Pada kasus, pasien tersebut belum dapat duduk dan belum

dapat mengeluarkan kata-kata yang jelas.

b. Keluhan tambahan

Apakah sering muntah? (disebabkan sumbatan pada saluran

semgastrointestinal atau atresia)

2

Page 3: makalah

Apakah sering pengsan, berdebar-debar atau sakit dada?

(adanya lesi pada jantung)

Apakah perutnya membuncit atau sulit untuk buang air

besar? (Hirschprung disease)

Apakah bayi mengalami kesukaran sewaktu menelan liru?

(atresia esofagus)

Apakah ada pembesaran pada kelenjar tiroid?

(hipotiroidime)

Apakah ada simptom-simptom dari ketidakstabilan

antlantoaxial seperti mudah lelah, sakit leher, gerakan

lehernya terbatas/kepalanya selalu senget, sukar berjalan,

perubahan gaya berjalan, kehilangan kekuatan tubuh bagian

atas, hiperrefleksia.1

3. Riwayat penyakit dahulu:

Apakah ada penyakit jantung?

Apakah ada kelainan saluran cerna?

Apakah ada kelainan tulang?

4. Riwayat penyakit keluarga:

Apakah antara ahli keluarga mempunyai keluhan yang serupa?

Wajah bayi tersebut mirip pamannya (kakak dari ibunya) yang

telah meninggal sewaktu usia 3 bulan.

5. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu:

a. Usia ibu sewaktu hamil?

b. Penyakit yang didapat atau pemakaian obat sewaktu hamil?

c. Apakah si ibu pernah melahirkan anak dengan sindrom Down

sebelum ini?

3

Page 4: makalah

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

tampak sehat, sakit ringan atau berat.

pada kasus, pasien tampak lemah sejak lahir.

2. Pemeriksaan tanda vital

3. Inspeksi

Wajah

i. Wajah penderita sindrom Down sangat khas. Pada penderita ini

akan tampak kepala agak kecil dengan oksipital yang mendatar,

muka lebar, tulang pipi tingggi, hidung lebar dan datar.2

Mata

i. Jarak antara kedua mata lebar, mata sipit miring ke atas dan

samping. Lipatan epikantus jelas sekali.3

Telinga

i. Inspeksi: Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom Down.

Pada kelainan yang disebut low set ear  di mana posisi daun

telinga lebih rendah dari normal.3

Mulut

i. Bibir lebar, lidah besar (makroglosia), kasar dan bergaris-garis

seperti skrotum (scrotal tongue).3

ii. Pemeriksaan gigi digunakan untuk mengetahui waktu dan

urutan erupsi, jumlah, karakter, kondisi dan posisi. Perhatikan

abnormalitas posisi gigi.4

4

Page 5: makalah

Anggota gerak

i. Jarak antara jari satu dan dua, baik tangan maupun kaki agak

besar. Pada jari tangan, terdapat kelingking yang pendek dan

membengkok ke dalam.3

ii. Telapak tangan memiliki garis tangan yang khas abnormal,

yaitu hanya mempunyai sebuah garis mendatar saja (simian

crease).2

4. Antropometri

Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan

fisik antara lain:

Pengukuran berat badan

i. Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau

pertumbuhan dan keadaan gizi.

Pengukuran tinggi badan

i. Dilakukan pengukuran panjang badan pada anak sampai usia 2

tahun dengan cara berbaring.

ii. Pengukuran tinggi badan dilakukan pada anak di atas umur 2

tahun dengan cara berdiri.5,6

5. Pemeriksaan fisik jantung

Pemeriksaan fisik pada jantung dilakukan untuk menentukan adanya penyakit

pada kardiovaskuler yang berkaitan dengan keluhan pasien tampak lemah.

Inspeksi

i. Pada inspeksi dilihat apakah denyut apeks atau iktus kordis

dapat terlihat atau tidak. Biasanya sulit dilihat pada bayi dan

anak kecil, kecuali pada anak yang sangat kurus atau bila

terdapat kardiomegali.

5

Page 6: makalah

Palpasi

i. Pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menilai teraba tidaknya

iktus, dan apabila teraba dinilai kuat angkat atau tidak,

iramanya regular atau tidak, dan frekuensinya.

ii. Getaran bising (trill) ialah bising jantung yang dapat diraba

dengan palpasi ringan.Getaran bising ini dapat teraba pada fase

sistolik dan diastolik dan dapat teraba apabila terdapat kelainan

pada jantung.

Auskultasi: untuk mendengar apakah ada murmur atau sebarang

kelainan bunyi jantung.

Perkusi: untuk menentukan batas jantung.5

Pemeriksaan penunjang

1. Denver

Pemeriksaan menurut Denver II selalu digunakan. Denver II adalah revisi utama

dari standardisasi ulang dari Denver Development Screening Test (DDST) dan

Revised Denver Developmental Screening Test (DDST-R) adalah salah satu dari

metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes

diagnostik atau tes IQ. Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.

Adapun tujuan dari DDST II antara lain sebagai berikut :

Mendeteksi dini perekembangan anak.

Menilai dan memantau perkembangan anak sesua usia (0 – 6 tahun)

 Salah satu antisipasi bagi orang tua.

Identifikasi perhatian orang tua dan anak tentang perkembangan

 Mengajarkan perilaku yang tepat sesuai usia anak

6

Page 7: makalah

Aspek perkembangan yang dinilai ada 4 sektor, yaitu :

Personal Social (perilaku sosial)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi

dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)

Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh

tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi

yang cermat.

Language (bahasa)

Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti

perintah dan berbicara spontan

Gross motor (gerakan motorik kasar)

Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Alat yang digunakan adalah :

Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, peralatan

makan, peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian,

buku gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru,

kertas warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).

Lembar formulir DDST II.

Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara

melakukan tes dan cara penilaiannya.7

Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:

Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang

berusia:

a. 3-6 bulan

b. 9-12 bulan

c. 18-24 bulan

d. 3 tahun

e. 4 tahun

7

Page 8: makalah

f. 5 tahun

Tahap kedua dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan

perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan

evaluasi diagnostik yang lengkap.7

Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat

kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).7

Cara pemeriksaan Denver II

Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan

diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk

satu tahun.

Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika

sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.

Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal

tugas perkembangan pada formulir DDST.

Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa

yang F.

Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: normal, abnormal,

meragukan dan tidak dapat dites.

a. Abnormal

Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau

lebih.

Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih

keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan

dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada

kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

b. Meragukan

Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.

Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan

pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang

berpotongan dengan garis vertikal usia.

8

Page 9: makalah

c. Tidak dapat dites

Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi

abnormal atau meragukan.

d. Normal

Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.7

Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor temporer.

Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak usia 2

tahun. Interpretasi dari nilai Denver II adalah sebaga berikut.

Advanced

Bila anak mampu melaksanakan tugas pada item disebelah kanan garis

umur, lulus kurang dari 25% anak yang lebih tua dari usia tersebut.

Normal

Bila anak gagal/ menolak tugas pada item disebelah kanan garis umur,

lulus/gagal/menolak pada item antara 25-75% (warna putih).

Caution

Tulis C pada sebelah kanan blok, gagal/menolak pada item antara 75-

100% (warna hijau).

Delay

Gagal/menolak item yang ada disebelah kiri dari garis umur.7

9

Page 10: makalah

Figure 1: Perkembangan anak dari lahir smapi usia 1 tahun.

10

Page 11: makalah

2. Pemeriksaan penglihatan dan pendengaran

Tes penglihatan misalnya untuk anak umur kurang dari 3 tahun dengan tes

fiksasi, umur 2 ½ tahun-3 tahun dengan kartu gambar dari Allen dan diatas

umur 3 tahun dengan kartu snellen. Juga diperiksa apakah ada strabismus

dan selanjutnya periksa kornea dan retinanya.

Tes pendengaran dilakukan dengan menggunakan audiometer.7

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan kariotipe

Pemeriksaan kariotipe sangat penting untuk memprediksi terjadinya

sindrom Down pada keturunan berikutnya. Pemeriksaan kariotipe ini

membutuhkan waktu 2-3 minggu untuk memeriksa ada atau tidaknya

kromosom 21 yang lebih pada anak tersebut.

Foto 1: Trisomi 21.

FISH (Fluorescence in situ hybridization)

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk diagnosis cepat. Pemeriksaan ini

juga sukses untuk pemeriksaan prenatal dan diagnosis pada masa neonatal.

Mosaicism untuk trisomi 21 dijelaskan berhubungan dengan riwayat

keluarga untuk sindrom Down dan juga resiko terkena Alzheimer. Untuk

11

Page 12: makalah

itu indikasi pemeriksaan FISH untuk mosaicism dilakukan pada seseorang

yang mengalami pertumbuhan terlambat dan adanya onset cepat dari

Alzheimer.

Pemeriksaan fungsi tiroid

TSH (thyroid stimulating factor) dan Thyroxine (T4) harus dipastikan

setelah lahir dan diobati.

Pemeriksaan IgG

Penurunan kadar IgG berhubungan dengan infeksi bakteri juga

berhubungan dengan gingivitis dan penyakit periodontal.

Pemeriksaan darah dan sumsum tulang

Anak-anak dengan sindrom Down memiliki peningkatan risiko leukemia,

termasuk leukemia akut dan leukemia lymphoblastic myeloid. Namun,

risiko kanker pada umumnya tidak meningkat karena kecenderungan

berkurang untuk tumor padat.6,8

4. Pemeriksaan radiologi

Cervical radiografi: dilakukan untuk mengukur jarak atlantoaxial.

Pemeriksaan dilakukan pada usia 3 tahun.

Echocardiografi: pemeriksaan ini harus dilakukan pada anak dengan

sindrom Down untuk mengidentifikasi gangguan jantung.8

Working diagnosis

1. Definisi

Anak dengan sindrom Down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya

dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya jumlah

kromosom 21 yang berlebih. Diperkirakan bahwa materi genetik yang berlebih

12

Page 13: makalah

tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya

dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang

memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik dan susunan saraf

pusat. Dulu, sindrom ini disebut juga sebagai “Mongoloid” karena matanya yang

khas seperti bangsa mongol, tetapi sekarang istilah ini digunakan lagi karena dapat

menyinggung perasaaan sesuatu bangsa.7

2. Diagnosis sindrom Down berdasarkan atas adanya gejala-gejala klinis yang khas,

serta ditunjang oleh pemeriksaan kromosom. Kadang-kadang diperlukan

pemeriksaan radiologi pada kasus yang tidak khas. Pada pemeriksaan radiologi,

didapatkan brakisefali, sutura dan fontanela yang lambat menutup. Tulang ileum

dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebih lebar, terdapat pada

87% kasus.

Pemeriksaan kariotiping pada semua penderita sindrom Down adalah untuk

mencari adanya translokasi kromosom. Kalau ada, maka kedua ayah-ibunya harus

diperiksa. Kalau salah satu ayah atau ibunya karier, maka keluarga lainnya juga

perlu diperiksa, hal ini sangat berguna untuk pencegahan. Kemungkinan

terulangnya kejadian sindrom Down yang disebabkan translokasi kromosom

adalah 5-15%, sedangkan kalau trisomi hanya 1%.

Pemeriksaan sindrom Down secara klinis pada bayi seringkali meragukan, maka

pemeriksaan dermatoglifik (sidik jari, telapak tangan dan kaki) pada sindrom

Down menunjukkan adanya gambaran yang khas. Dermatoglifik ini merupakan

cara yang sederhana, mudah dan cepat, serta mempunyai ketepatan yang cukup

tinggi dalam mendiagnosis sindrom Down.7

3. Diagnosis antenatal dilakukan pada ibu hamil yang berumur lebih dari 35 tahun,

atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan sindrom Down.

a. pemeriksaan cairan amnion atau vili korionik: secepatnya dilakukan pada

kehamilan 3 bulan.

b. kultur jaringan.

c. kariotiping.7

13

Page 14: makalah

Differential diagnosis

1. Retardasi mental

Retardasi mental merupakan bagian dari kategori disabilitas perkembangan

yang luas dan didefinisikan oleh American Association of Mental Deficiency

sebagai kualitas terendah yang signifikan, fungsi intelektual umum yang terjadi

bersamaan dengan defisit perilaku adaptif dan dimanifestasikan selama periode

perkembangan (usia 18 tahun). Perilaku adaptif antara lain, komunikasi,

perawatan diri, bekerja, reakreasi, kesehatan, dankeselamatan anak.

Diagnosis retardasi mental tidak dapat dibuat hanya berdasarkan pada

kemampua nintelektual saja, harus terdapat baik kerusakan intelektual maupun

adaptif (kemandirian individu dan tanggungjawab sosial). Penyebab retardasi

mental adalah kelainan genetik, biokimia, virus, dan perkembangan. Antara lain

dapat berupa infeksi prenatal dan intoksikasi, trauma atau agen fisik (misalnya

kurang oksigen), gangguan metabolik, nutrisi prenatal yang tidak adekuat,

penyakit otak pascanatal makroskopik (misalnya neurofibromatosis atau sklerosis

tuberosa), abnormalitas kromosom, prematuritas, berat badan lahir rendah,

autisme, dan lingkungan yang tidak menguntungkan.

Faktor-faktor terkait pula antara lain adalah gaya hidup ibu (misalnya nutrisi

yang buruk, merokok, dan penyalahgunaan zat), gangguan kromosom (sebagian

besa rberhubungan dengan sindrom Down), gangguan spesifik seperti sindrom

alkohol janin, dan paralisis serebral, mikrosefali, atau spasme infantil.

Tanda dan gejala bervariasi bergantung pada klasifikasi atau derajat retardasi

sama ada ringan, sedang, berat, atau sangat berat.

Ringan (IQ 50-70)

Usia prasekolah: anak sering terlihat tidak mengalami retardasi, tetapi lambat

untuk berjalan, bicara, dan makan sendiri.

Anak usia sekolah: anak dapat memerlukan latihan keterampilan, dan belaja

rmembaca dan berhitung sampai kelas enam dengan kelas pendidikan khusus.

Anak mencapai usia mental 8 sampai 12 tahun.

14

Page 15: makalah

Dewasa: penderita dewasa biasanya dapat mencapai keterampilan vokasional

dansosial. Kadang-kadang pengarahan mungkin diperlukan. Penderita dewasa

mampu melakukan perkawinan, tetapi tidak mengasuh anak.

Sedang (IQ 35-55)

Usia prasekolah: keterlambatan dapat terlihat, terutama tampak jelas pada

kemampuan bicara.

Anak usia sekolah: anak dapat mempelajari komunikasi, perilaku sehat dan

aman yang sederhana, serta keterampilan manual yang sederhana. Penderita

mencapai usia mental 3-7 tahun.

Dewasa: penderita dewasa dapat melakukan tugas-tugas sederhana pada

kondisi yang dimudahkan dan dapat melakukan perjalanan sendiri ke tempat-

tempat yang sudah dikenal. Bantuan dalam perawatan diri biasanya

diperlukan.

Berat (IQ 20-40)

Usia prasekolah: anak menunjukkan keterlambatan motorik yang khas dan

mempunyai sedikit sampai tidak ada keterampilan komunikasi. Anak dapat

berespons terhadap latihan bantuan diri dasar, seperti makan.

Usia sekolah: anak biasanya berjalan dengan disabilitas. Beberapa pengertian

pembicaraan dan respons dapat terlihat jelas. Anak dapat berespons terhadap

latihan yang dibiasakan.

Dewasa; penderita dewasa dapat menyesuaikan diri dengan rutinitas sehari-

hari dan aktivitas yang berulang, tetapi membutuhkan pengarahan dan

pengawasan dalam lingkungan yang dilindungi.

Sangat berat (IQ di bawah 20)

Usia prasekolah: retardasi tampak sangat jelas. Anak mempunyai kapasitas

untuk berfungsi dalam area sensorimotorik, tetapi anak memerlukan

perawatan total.

15

Page 16: makalah

Usia sekolah: terdapat keterlambatan yang jelas pada semua area. Anak

menunjukkan respons emosional dasar dan dapat berespons terhadap latihan

keterampilan menggunakan kaki, tangan, rahang. Anak memerlukan

pengawasan yang ketat dan mempunyai usia mental bayi.

Dewasa: dapat berjalan tetapi membutuhkan perawatan umum yang lengkap.

Penderita akan mempunyai kemampuan bicara primitif. Aktivitas fisik yang

teratur bermanfaat bagi penderita.9

2. Cerebral palsy (CP)

Penyakit ini merupakan ensefalopati statis yang mungkin didefinisikan

sebagai kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsi

dan ketidaknormalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau

lesi otak yangsedang berkembang. Seorang ahli bedah ortopedik bernama Little

telah mengusulkan bahwa penyebab utama meliputi trauma lahir dan asfiksia, juga

prematuritas, dan bahwa perbaikan perawatan obstetrik akan secara bermakna

mengurangi insiden CP.

CP dapat diklasifikasikan dengan gambaran cacat motorik dalam kaitannya

dengan kategori fisiologis, topografis, dan etiologis dan kapasitas fungsional. CP

juga lazim disertai dengan spektrum kecacatan perkembangan, termasuk retardasi

mental, epilepsi, dan kelainan penglihatan, pendengaran, bicara, kognitif, dan

perilaku. Cacat motorik mungkin merupakan masalah anak yang paling ringan.

Bayi yang menderita hemiplegia spastik mengalami penurunan gerakan

spontan pada belahan tubuh yang terkena dan menunjukkan preferensi tangan

pada usia dini. Lengan lebih sering terlibat daripada kaki, dan kesulitan pada

manipulasi tangan nyata pada usia 1 tahun. Berjalan biasanya terlambatsampai 18-

24 bulan, dan gaya berjalan melingkar tampak. Pemeriksaan tungkai dapat

menunjukkan henti pertumbuhan, terutama pada tangan dan kuku ibu jari,

terutama jika lobus parietalis kontralateral abnormal, karena pertumbuhan tungkai

dipengaruhi oleh daerah otak ini. Spastisitas nyata pada tungkai yang terkena,

terutama pergelangan kaki, menyebabkan deformitas equinovarus kaki. Anak

sering berjalan pada hujung jari kaki karena peningkatan tonus dan tungkai atas

yang terkena mendapat postur distonik ketika anak lari. Klonus pergelangan kaki

16

Page 17: makalah

dan tanda Babinski mungkin ada, reflex tendo dalam meningkat; dan kelemahan

tangan dan dorsofleksi kaki nyata. Sekitar sepertiga dengan hemiplegia spastic

menderita gangguan kejang yang biasanya berkembang selama tahun pertama atau

kedua, dan sekitar 25% menderita kelainan kognitif yang termasuk retardasi

mental. CT scan atau MRI dapat memperlihatkan atrofi hemisfer serebri dengan

ventrikel lateral kontralateral dilatasi pada sisi tungkai yang terkena.

Diplegia spastik menunjuk pada spastisitas bilateral kaki. Petunjuk pertama

diplegia spastic sering ditemukan ketika bayi mulai merangkak. Anak ini

menggunakan lengan dalam cara resirokal lebih seperti kemudi (gerakan

merangkak komando) bukannya gerakan merangkak kaki empat normal. Jika

spastisitas berat, pemakaian popok sukar karena adduksi pinggul berlebihan.

Pemeriksaan anak menunjukkan spastisitas pada kaki dengan reflex klonus

pergelangan kaki cepat, dan tanda Babinski bilateral. Bila anak digantung pada

aksila, postur menggunting tungkai bawah dipertahankan. Berjalan sangat

terlambat; kaki tertahan pada posisi equinovarus, dan anak berjalan pada hujung

jari. Diplegia spastik berat ditandai dengan atrofi karena tidak digunakan dan

pertumbuhan tungkai bawah terganggudan dengan pertumbuhan yang tidak

berimbang dengan perkembangan normal tubuhbagian atas. Prognosis untuk

perkembangan intelektual normal adalah sangat baik padapenderita ini, dan

kemungkinan kejang minimal.

Kuadriplegia spastik merupakan bentuk CP yang paling berat karena

gangguan motorik yang mencolok semua tungkai dan hubungan yang tinggi

dengan retardasi mental dan kejang. Kesulitan menelan lazim terjadi karena palsi

supranuklear bulbar dan sering mengarah pada pneumonia aspirasi. Pada autopsi,

substansia alba sentral terganggu oleh daerah degenerasi nekrotik yang dapat

menyatu menjadi rongga kistik. Pemeriksaan neurologis memperlihatkan kenaikan

tonus dan spastisitas pada semua tungkai,menurunnya gerakan spontan, refleks

yang cepat, dan respons ekstensor plantar.Kontraktur fleksi pada lutut dan siku

sering ada pada masa anak akhir. Kecacatan perkembangan yang menyertai,

termasuk kelainan bicara dan penglihatan, terutama lazim pada kelompok anak

ini. Anak dengan kuadriseps spastik sering mempunyai bukti adanyaatetosis dan

dapat diklasifikasikan sebagai CP campuran.

17

Page 18: makalah

CP athetoid relatif jarang, terutama sejak penemuan manajemen

agresif hiperbilirubinemia dan pencegahan kernikterus. Bayi ini secara khas

hipotonik dan memiliki kontrol kepala yang buruk dan kelambanan kepala yang

mencolok. Pemberian makanan mungkin sulit, dan juluran lidah dan air liur

mungkin menonjol. Gerakan atetoid mungkintidak menjadi nyata hingga usia 1

tahun dan cenderung terjadi bersama dengan hipermielinasi ganglia basalis, suatu

fenomena yang disebut status marmoratus. Bicara secara khas terkena karena

keterlibatan gangguan otot-otot orofaring. Kalimat-kalimat tertelan, dan modulasi

suara terganggu. Biasanya, tanda neuron motorik atas tidak ada,kejang tidak

lazim, dan intelek dipertahankan pada kebanyakan penderita.

Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasid dan berbaring

seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada ‘lower motor

neuron’. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah

hingga tinggi.Bila dibiarkan berbaring tampak flasid dan sikapnya seperti kodok

terlentang, tetapi biladiransang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah

menjadi spastis. Kerusakan biasanyaterletak di batang otak dan disebabkan oleh

asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan inimeliputi 10-20% dari kasus palsi

serebral.

Selain itu ada juga kelainan koreo-atetosis yaitu sikap yang abnormal

denganpergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6

bulan pertama,tampak bayi flasid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan

tersebut. Refleks neonatalmenetap dan tampak adanya perubahan tonus otot.

Dapat timbul juga gejala spastisitas danataksia. Kerusakan terletak di ganglia

basalis dan disebabkan oleh asfiksia berat atau ikteruskern pada masa neonatus.

Ada juga gangguan koordinasi yang disebut ataksia. Biasanya pasien flasid

danmenunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan

keseimbangan tampakbila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan

semua pergerakan canggung dankaku. Kerusaka terletak di serebelum. Pasien

cerebral palsy juga didapati mengalami gangguan pendengaran. Gangguan berupa

kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-

kata. Gangguan ini terdapat pada golongan koreo-atetosis.Gangguan bicara juga

terdapat pada pasien cerebral palsy terutama disebabkanoleh gangguan

18

Page 19: makalah

pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinyadi bibir

dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak

sulitmembentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.Gangguan mata

biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi. Padakeadaan

asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% penderita cerebral

palsymengalami kelainan mata.10

3. Trisomi 18

Sindrom Edward adalah trisomi autosomal yang paling sering selepas

sindrom Down (SD) dengan frekuensi 1:3000 kelahiran. Kebanyakan kasus adalah

bayi post-matur dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Kebanyakan balita

lemah dan memiliki kapasitas yangterbatas untuk terus hidup. Untuk trisomi 18

ini, angka kematian bayi memang sangat tinggi, bahkan bisa dibilang

prognosisnya sangat buruk. Median umur untuk terus hidup adalah 3 bulan.

Kadar mortaliti yang tinggi adalah karena malformasi jantung dan ginjal,

kesukaran untuk makan, sepsis dan apnoe oleh karena kelainan susunan saraf

pusat (SSP). Malah, retardasi pertumbuhan dan psikomotor berat turut dilaporkan

pada bayi yang mampu hidup melebihi umur balita. Memiliki anak dengan

kelainan trisomi sebelumnya akan meningkatkan resiko memiliki anak berikutnya

dengan trisomi 18 juga. Yang juga menjadi faktor resiko adalah usia ibu.

Antara gejala Sindrom Down yang turut ada pada Sindrom Edward adalah:

Low-set dan malformasi telinga

Mental deficiency

Pertumbuhan terhambat

Microphthalmia, epicanthal folds, fissure palpebra yang pendek 

Kepala kecil

Penyakit jantung congenital terutama defek septal ventrikel dan patent

ductusarteriosus (PDA)

19

Page 20: makalah

Abduksi pinggul yang terbatas.

Gejala lain pada Sindrom Edward.

Rahang kecil : micrognathia

Clenched hands: jari keempat overriding jari tengah; jari kelima,

overriding jari keempat

Crossed legs

Feet with rounded bottom

Berat badan lahir rendah

Tulang tengkorak panjang

Kemampuan menghisap lemah

Kuku tidak tumbuh dengan baik

Undescended testicle

Kelainan bentuk dada (pectus carinatum).11

Etiologi

Pada umumnya, kasus sindrom Down terjadi disebabkan oleh trisomi kromosom 21.

Trisomi ini terjadi akibat proses nondisjunction, translokasi Robertsonian atau bisa

juga disebabkan mosaicism.

Penyebab lain bagi kasus sindrom Down adalah:

Radiasi: radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya non-

disjunctional pada sindrom Down ini. Ada studi menyatakan sekitar 30% ibu

yang melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di

daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.

20

Page 21: makalah

Umur ibu: apabila umur ibu diatas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan

hormonal yang dapat menyebabkan non-disjunction pada kromosom.

Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya

kadar hidroepiandosteron, menurunnya konsentrasi estradiol sistemik,

perubahan konsentrasi reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar

luteinizing hormon dan follicle stimulating hormon secara tiba-tiba sebelum

dan selama menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya non-

disjunction.

Umur ayah: penelitian sitogenik pada orang tua dari anak dengan sindrom

Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari

ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.

Autoimun: terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan

tiroid. Penilitian Fialkow secra konsisten mendapatkan adanya perbedaan

autoantibodi tiroid pada ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down

dengan ibu kontrol yang umurnya sama.

Infeksi.7

Epidemiologi

Insidens sindrom Down sekitar 1 dari 700 bayi yang dilahirkan hidup. Angka

kejadian sindrom Down berkaitan dengan usia ibu saat kehamilan di mana

insidensnya meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu.12

Sindrom Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa angka

kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi daripada kulit hitam, tetapi perbedaan

ini tidak bermakna. Sedangkan angka kejadian pada berbagai golongan sosial

ekonomi adalah sama.7

21

Page 22: makalah

Figure 2: Angka kejadian sindrom Down berkaitan dengan usia ibu.

Patogenesis

Antara etiologi dari sindrom Down adalah non-disjunction yang menghasilkan

kromosom ekstra (trisomi 21), translokasi Robertsonian dan mosaicism. Non-

disjunction adalah disebabkan kegagalan kromosom untuk berpisah pada meiosis I

(75%) maupun meiosis II. Hal ini menyebabkan kromosom tersebut bermigrasi

bersama-sama dan menghasilkan 1 sel dengan dua kromosom dan 1 sel lagi tidak

mempunyai kromosom. Jika nondisjunction terjadi pada meiosis I, masing-masing

dari salinan berasal dari kromosom yang berbeda; namun jika nondisjunction terjadi

pada meiosis II, masing-masing dari salinan berasal dari kromosom yang sama.13

22

Page 23: makalah

Foto 2:Nondisjunction.

Translokasi merupakan perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel.

Bayi dengan sindrom Down tipe translokasi Robertsonian akan mempunyai 46

kromosom, salah satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21.

Sindrom Down tipe translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan,

namun akan meningkatkan risikonya pada orang tua yang merupakan carrier (familial

sindrom Down).13

23

Page 24: makalah

Mosaicism merupakan tipe yang sangat jarang. Pada tipe mosaicism, embrio

memiliki 2 deretan sel dengan kromosom yang berbeda meskipun berasal dari zigot

tunggal yang berbeda yang disebabkan oleh nondisjunction atau lambatnya penyatuan

kromosom pada awal embriogenesis atau pada saat pembelahan sel. Tidak ada

peningkatan risiko pada orang tua dengan autosomal mosaicism untuk melahirkan

anak sindrom Down tipe mosaicism pada kelahiran berikutnya.13

Manifestasi klinis

Bayi dengan sindrom Down dapat memiliki salah satu atau kesemua gambaran

fenotipe seperti berikut:

a. Wajah dan jembatan hidung yang datar, brakisefali (belakang kepala datar).

b. Fissura palpebra yang tertarik ke atas (upslanting), ada lipatan epikantus,

hipoplasia iris (bercak Brushfield).

c. Telinga terlipat atau displastik,kecil dan letaknya rendah (low set ear).

d. Ada kelainan pada gigi, lidah menonjol.

e. Kelebihan kulit di tengkuk dan lehernya pendek.

f. Hiperekstensibilitas sendi, hipotonia otot.

g. Tangan pendek dan gemuk, jari tangan kelima pendek dan melengkung ke

dalam, alur palmar transversal (garis telapak tangan tunggal).

h. Celah lebar antara jari kaki pertama dan kedua (sandal-gap sign).13

Selain itu, bayi dengan sindrom Down juga bisa mengalami masalah kesehatan

seperti:

a. Penyakit jantung kongenital: Atrioventricle septal defect, ventricle septal

defect, patent ductus arteriosus.

24

Page 25: makalah

b. Gastrointestinal anomalies.

c. Keterlambatan perkembangan:

Biasanya sudah tampak pada usia 3-6 bulan. IQ rerata adalah 30-70

dan menurun seiring dengan pertambahan usia.

Pada orang dewasa dengan sindrom Down, derajat retardasi mentalnya

bervariasi, dan banyak pengidap dapat hidup semi-independen.

Hanya sebagian kecil dengan retardasi berat.

d. Retardasi pertumbuhan

Retardasi pertumbuhan linear bersifat moderat. Sebaliknya,

pertambahan berat pada sindrom Down memperlihatkan peningkatan

ringan yang proposional dibandingkan populasi umum.

e. Immunodefisiensi, leukemia.

f. Kemunculan dini penyakit Alzheimer.

g. Hipotiroidisme, diabetes mellitus.

h. Kelainan pendengaran dan penglihatan.13

Penatalaksanaan

1. Farmakologis

Memberikan hormon tiroid pada hipotiroidisme untuk mencegah deteriorasi

intelektual dan meningkatkan kesemua fungsi individu, pencapaian akademik

dan kemampuan bicara.1

2. Non farmakologis

a. Penanganan khusus

25

Page 26: makalah

i. Penyakit jantung bawaan: memerlukan penanganan jangka

panjang oleh ahli jantung anak.

ii. Masalah pendengaran: dilakukan pemeriksaan telinga sejak

awal kehidupannya serta dilakukan tes pendengaran secara

berkala oleh ahli THT.

iii. Masalah penglihatan: perlu evaluasi secara rutin oleh ahli mata.

iv. Nutrisi: beberapa kasus yang disertai dengan kelainan

kongenital berat akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa

bayi. Diperlukan kerjasama ahli gizi.

b. Pendidikan

i. Intervensi dini: mengajari anak agar mampu menolong diri

sendiri, seperti belajar makan, belajar buang air besar atau

kecil, mandi, berpakaian, akan memberi kesempatan anak

untuk belajar mandiri.

ii. Taman bermain/ taman kanak-kanak: anak memperoleh

manfaat berupa peningkatan keterampilan motorik kasar dan

halus melalui bermain dengan temannya. Anak juga dapat

melakukan interaksi sosial dengan temannya. Dengan

memberikan kesempatan bergaul dengan lingkungan di luar

rumah maka memungkinkan anak berpartisipasi dalam dunia

yang lebih luas.

iii. Pendidikan khusus: untuk membantu anak melihat dunia

sebagai tempat yang menarik untuk mengembangkan diri dan

bekerja. Selama dalam pendidikan, anak diajari untuk biasa

bekerja dengan baik dan menjalin hubungan yang baik dengan

teman-temannya. Sehingga anak mengerti mana yang salah dan

mana yang benar, serta bagaimana harus bergaul dengan

masyarakat.7

c. Penyuluhan pada orang tuanya

26

Page 27: makalah

i. Penjelasan pertama harus singkat, oleh karena pada waktu itu

mungkin orang tua masih belum mampu berpikir secara nalar.

Mungkin pada waktu itu, mereka masih dikuasai oleh perasaan

kecewa, sedih atau pun sebagai mekanisme pembelaan dapat

saja mereka bereaksi berupa harapan, tidak mau menerima atau

menolak. dokter harus menjelaskan bahwa anak sindrom Down

mempunyai hak yang sama dengan anak yang normal, serta

pentingnya kasih sayang dan pengasuhan orang tua.

ii. Pertemuan lanjutan untuk memberikan penjelasan lebih

lengkap. Harus diberitahu apa itu sindrom Down, karakteristik

fisik yang diketemukan dan antisipasi masalah tumbuh

kembangnya. Orang tua juga harus diberitahu bahwa fungsi

motorik, perkembangan mental dan bahasa biasanya terlambat

pada sindrom Down. Selain itu, harus menjelaskan secara

sederhana tentang hasil analisa kromosom jika ada.

iii. Melibatkan orang tua lain yang juga mempunyai anak dengan

sindrom Down, agar dapat berbincang mengenai pengalaman

dari orang yang senasib. Hal ini biasanya dapat menolong

secara efektif sehingga orang tua akan lebih tegar dalam

menghadapi kenyataan yang dihadapinya dan menerima

anaknya sebagaimana adanya.7

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:

a. Sumbatan jalan nafas ketika tidur

b. Kompresi pada saraf tunjang

c. Endokarditis

d. Infeksi terutama pada telinga

e. Kehilangan pendengaran

27

Page 28: makalah

f. Sumbatan saluran gastrointestinal.1

Prognosis

1. Prognosis bervariasi tergantung kelainan lain yang dialami penderita . 44%

kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur

68 tahun.

2. Kira-kira separuh daripada kanak-kanak dengan sindrom Down dilahirkan

dengan masalah jantung, termasuk atrium kecacatan septal, kecacatan

ventrikel septal di mana dapat menyebabkan 80% kematian. Kematian akibat

penyakit jantung bawaan ini terjadi pada satu tahun pertama kehidupan.

3. Orang dengan sindrom Down mempunyai risiko yang meningkat untuk

beberapa jenis leukemia, yang juga boleh menyebabkan kematian awal.1

Pencegahan

Tindakan pencegahan sindrom Down dapat berupa:

1. Perbaikan gizi

Studi baru-baru ini menunjukkan bahwa beberapa wanita yang telah

melahirkan seorang bayi dengan sindrom Down memiliki kelainan

pada bagaimana metabolisme tubuh mereka (proses) vitamin B asam

folat.

Jika benar, temuan ini dapat memberikan alasan lain mengapa semua

wanita yang mungkin hamil harus diberi multivitamin harian yang

mengandung 400 mikrogram asamfolat (yang telah terbukti

mengurangi risiko cacat lahir tertentu dari otak dan sumsum tulang

belakang).

2. Pemeriksaan kromosom

28

Page 29: makalah

Pemeriksaan kromosom dilakukan melalui amniocentesis bagi para ibu

hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (lebih dari 3 bulan).

Terlebih lagi ibu hamil yang pernahmempunyai anak dengan Down

syndrome atau mereka yang hamil di atasusia 35 tahun harus dengan

hati-hati dalam memantau perkembangan janinnya karena mereka

memiliki resiko melahirkan anak dengan Down syndrome lebih tinggi.

3. Konseling genetik

Jangan mengandung jika usia melebihi 35 tahun: menghindari

terjadinya trisomi 21 tipe komplit dan trisomi 21 tipe mosaik.

Jangan punya anak lagi: untuk menghindari trisomi 21 tipe translokasi.

Abortus medicinalis: untuk bayi dengan trisomi 21 dalam kandungan.14

Kesimpulan

Pada kasus yang diberikan, seorang anak laki-laki berusia 1 tahun datang dengan

keluhan belum dapat duduk dan belum dapat mengeluarkan kata-kata dengan jelas..

Anak tampak lemah sejak lahir, mata sipit dan garis mata miring ke atas, telinga kecil,

bulat dan letaknya rendah. wajahnya mirip almarhum pamannya yang telah meninggal

dunia waktu berumur 3 bulan.

Kelompok kami telah menduga pasien tersebut menderita sindrom Down. Pasien

tersebut telah mengalami keterlambatan perkembangan di mana anak seusianya

seharusnya sudah bisa duduk sendiri dan berkata-kata berdasarkan pemeriksaan

Denver. Keterlembatan perkembangan bisa disebabkan oleh sindrom Down itu

sendiri. Selain itu, bayi tersebut memiliki gambaran khas sindrom Down yaitu mata

sipit dan fissura palpebra tertarik ke atas serta telinganya kecil, bulat dan letaknya

rendah. Kemungkinan pamannya juga menderita sindrom down karena semua

penderita sindrom memiliki wajah yang sama.

29

Page 30: makalah

Daftar pustaka

1. Chen H. Down syndrome. 2012. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/

article/ 943216-overview, 16 September 2012.

2. Suryo. Genetika manusia. Yogyakarta: Gajah Mada Press; 2003.h. 259.

3. Genetika, sindrom Down. Diunduh dari: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._

PEND._LUAR_BIASA /197511182005012-RIKSMA_NURAHMI_RINALTI_

A/ Genetika,Sindroma_Down.pdf, 17 September 2012.

4. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2008.h.311

5. Latief A, Tumbuleka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman

MH, et al. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta: CV sagung Setio; 2009.

6. Kenneth JL. Cunningham FG, Noeman FG, James MA, Steven LB, Brian MC, et

al. Skrining pada cacat neural tube dan sindrom Down. Williams Manual of

Obstetrics. Edisi 21. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2004.h.91

7. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

ECG.h.211-20

8. Wong LD. Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG; 2002. h. 713-4.

9. Mary EM. Retardasi mental. Lippincott’s Pediatric. Edisi 3. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran ECG; 2001.h.84-91.

10. Hassan R, Alatas H. Cerebral palsy. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. h.

884-8.

11. Chen H. Trisomy 18. 2001. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/

943463- overview#a0199, 17 September 2012.

12. Down syndrome at a glance. 2012. Diunduh dari:

http:// www.gemssforschools .org/Libraries/PDFs_for_printing/Printable_DS_final

_8_7_12.sflb.ashx, 17 September 2012.

13. McPhee SJ, Ganong WF. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical

medicine. 5th ed. McGraw-Hill Companies;2006.p.26-8.

30

Page 31: makalah

14. Selikwitz, Mark. Mengenal sindrom Down. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

ECG; 2001.

31