mahasiswa teknik mesin, universitas pamulang, indonesiaeprints.unpam.ac.id/5846/7/jurnal.pdf2 yang...
TRANSCRIPT
1
PEMBUATAN DAN ANALISA KEKERASAN DAN
STRUKTUR MIKRO LOGAM PADUAN ALUMINIUM
DENGAN ADITIF 6 Fe – 1 Ni (% BERAT)
Indra Irwana
Mahasiswa Teknik Mesin, Universitas Pamulang, Indonesia
Abstrak : Pembuatan Dan Analisa Kekerasan Dan Struktur Mikro Logam Paduan
Aluminium Dengan Aditif 6 Fe – 1 Ni (% Berat). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai kekerasan serta struktur mikro pada logam paduan antara Al-Fe-
Ni. Logam paduan AlFeNi ini memiliki komposisi 9,3 gram Alumunium, 0,6
gram Fero dan 0,1 gram Nikel dibuat dengan metode Metalurgi Serbuk dan
pemanasan (sintering) dengan temperatur bervariasi pada 600°C, 650°C sampai
700°C. Pemanasan pada temperatur tersebut dapat berdampak pada perubahan
struktur mikro, fasa, dan nilai kekerasan logam paduan. Pengujian kekerasan
logam paduan AlFeNi dilakukan dengan menggunakan metode Vicker, dan
menghasilakan nilai kekerasan yang cukup tinggi. Analisis struktur fasa dilakukan
berdasarkan pola difraksi sinar X (XRD), dan pada hasil penelitian terbentuk
senyawa-senyawa baru pada sampel uji yang melalui proses sintering pada suhu
650°C dan pada sampel 700°C. Serta analisis mikro struktur menggunakan
mikroskop optik (OM).
Kata Kunci : Paduan Al-Fe-Ni, metode Vicker, struktur mikro, struktur fasa
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya
peradaban manusia, semakin
beragam pula barang-barang yang
dibutuhkan. Sehingga membuat
manusia mencari bahan-bahan yang
cocok untuk dijadikan bahan baku.
Di zaman yang modern ini logam
banyak digunakan, baik dalam
bidang industri maupun di kehidupan
sehari-hari.seperti logam aluminium
2
yang sangat umum digunakan
sebagai bahan dasar untuk untuk
membuat produk. Akan tetapi
karakteristik aluminium kurang
sesuai dengan kebutuhan, sehingga
aluminium harus dipadupadankan
dengan logam lain, yang sering
disebut dengan logam paduan
aluminium.
Berbagai upaya telah banyak
dilakukan untuk menciptakan
teknologi baru, misalkan dengan
membangun laboratorium yang
mendukung penelitian, lomba sience,
maupun memberikan beasiswa –
beasiswa bagi mahasiswa
berprestasi. Duina permesinan
berperan penting dalam
perkembangan teknologi yang ada
saat ini, disatu sisi sebagai produsen
teknologi baru yang ada disatu sisi
juga sebagai produsen teknologi
dalam proses produksi. Penelitian
terus dilakukan untuk menghasilka
teknologi baru dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan
manusia, sehingga mempermudah
manusia dalam melakukan sesuatu.
Metalurgi adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara untuk
memperoleh logam (metal) melalui
proses fisika dan kimia serta
mempelajari cara-cara memperbaiki
sifat-sifat fisik dan kimia logam
murni maupun paduan. Metode yang
sekarang terus dikembangkan dalam
proses manufaktur adalah metalurgi
serbuk, metalurgi serbuk yang dapat
mencapai bentuk komponen akhir
dengan mencampurkan serbuk secara
bersaman dan dikompaksi dalam
cetakan, dan selanjutnya disinter di
dalam tungku pemanas.
Salah satu cara untuk menetahui
kekuatan dan ketahanan suatu
material dan sebagai pendukung bagi
spesifikasi suatu material adalah
dengan metode uji kekerasan.
Walaupun uji tarik, uji puntir, dan
mekanika perpatahan pun tidak dapat
ditinggalkan, uji kekerasan dianggap
lebih spesifik untuk mengetahui
ketahanan suatu material terhadap
deformasi, yang untuk logam
terdapat sifat untuk menyatakan
ukuran ketahanan sifat untuk
menyatakan ukuran ketahanannya
terhadap deformasi plastic dan
deformasi permanen.
Walaupun demikian, pada
pengujian kekerasan memiliki
ketahanan terhadap indentasi akibat
3
beban dinamis atau statis pada bahan
yang sama dapat diklasifikasikan
berdasarkan kekerasannya, dengan
kekerasan tersebut dapat ditentukan
penggunaan bahan tersebut. Oleh
karena itu dalam skripsi ini penulis
mengambil judul “Pembuatan Dan
Analisa Kekerasan Dan Struktur
Mikro Logam Paduan Aluminium
Dengan Aditif 6 Fe – 1 Ni (%
Berat) ”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana menganalisa
kekerasan, stuktur mikro dan struktur
fasa pada logam paduan aluminium
dengan aditif 6% Fe – 1% Ni dengan
menggunakan metode Vickers. Hasil
Tugas Akhir Mahasiswa dengan
menggunakan pengujian Standart
Laboratorium agar mendapat hasil
yang spesifik terhadap uji kekerasan
Vicker dan pembuatan logam paduan
dengan metode Metalurgi Serbuk.
1.3 Batasan Masalah
Untuk membatasi masalah yang
ada, penulis memberikan suatu
batasan – batasan mengenai
pengetahuan dasar tentang pengujian
kekerasan dengan penetrasi beban
statis, pengetahuan bahan yang akan
diuji, prosedur pembuatan sampel uji
dengan metode metalurgi serbuk,
pengujian struktur mikro,
mengetahui kekuatan material
dengan metode Vicker, dan Analisa
fasa. Apabia terjadi kekurangan pada
batasan masalah maupun pembuatan
skripsi ini, mohon ditambahkan.
1.4 Identifikasi Masalah
Dalam menganalisa kekerasan
dan struktur mikro logam paduan
aluminium dengan aditif 6% Fe –
1%Ni dengan menggunakan metode
uji Vicker dapat meliputi beberapa
masalah, diantaranya adalah :
1. Apa itu uji kekerasan
dengan meode Vicker ?
2. Apa itu uji Mikro Struktur ?
3. Apa itu Analisa Fasa ?
4. Bagaimana pencampuran
bahan dengan menggunakan
metode Metalurgi Serbuk ?
5. Bagaimana karateristik
bahan yang akan diuji ?
1.5 Tujuan
1. Penelitian bertujuan
membuat logam paduan Al
– Fe - Ni
2. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui nilai pengujian
kekerasan bahan dengan
metode pengujian vicker
4
3. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui Struktur Mikro
pada logam yg mengandung
Al-Fe-Ni
4. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui struktur fasa
dengan pengujian XRD.
1.6 Manfaat
1. Untuk mengetahui
karateristik bahan material
yang akan diuji
2. Untuk mendapatkan data
yang kongkrit dari suatu
bahan material yang akan
diuji dengan menggunakan
metode Vicker
3. Sebagai data dukung untuk
pengembangan pembuatan
bahan struktur atau logam.
1.7 Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun memiliki
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini
berisi latar belakang,
rumusan masalah, batasan
masalah, identifikasi
masalah, tujuan, manfaat,
sistematika penulisan.
BAB II TEORI DASAR
Pada bab ini akan
dijelaskan mengenai
pengertian teori
pendukung dari uji
kekerasan secara umum,
serta klasifikasi bahan uji
menurut unsur logam
secara mendasar, serta
beberapa pengetahuan
untuk menunjang
pengujian.
BAB III IMPLEMENTASI
DAN PENGUJIAN
Pada bab ini akan
dijelaskan mengenai
tentang penerapan dan
juga pengujian dari uji
kekerasan dengan metode
pengujian Vicker secara
lebih mendalam.
BAB IV ANALISA DAN
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan
dijelaskan mengenai
perhitungan – perhitungan
mengenai uji kekerasan
vicker serta analisis
terhadap hasil perhitungan
tersebut.
5
BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan
diuraikan tentang
kesimpulan dan saran dari
apa yang telah penulis
uraikan dalam bab – bab
sebelumnya.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk merupakan
proses pembentukan benda kerja
komersial (baik yang jadi ataupun
setengah jadi) dari logam dimana
logam dihancurkan dahulu berupa
tepung, kemudian tepung tersebut
ditekan di dalam cetakan (mold) dan
dipanaskan di bawah temperatur
leleh serbuk sehingga terbentuk
benda kerja. Sehingga partikel-
partikel logam memadu karena
mekanisme transportasi massa akibat
difusi atom antar permukaan partikel.
Pemanasan selama proses penekanan
atau sesudah penekanan yang dikenal
dengan istilah sinter menghasilkan
pengikatan partikel halus. Dengan
demikian kekuatan dan sifat-sifat
fisis lainnya meningkat. Produk hasil
metalurgi serbuk dapat terdiri dari
produk campuran serbuk berbagai
logam atau dapat pula terdiri dari
campuran bahan bukan logam untuk
meningkatkan ikatan partikel dan
mutu benda jadi secara
keseluruhan.[7]
Serbuk logam jauh lebih mahal
harganya dibandingkan dengan
logam padat dan prosesnya, yang
hanya dimanfaatkan untuk produksi
massal sehingga memerlukan die dan
mesin yang mahal harganya.
Sifat – sifat khusus serbuk
logam[1]
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel haruslah
tidak terlalu panjang dan
tidak terlalu pendek.
Partikel yang terlalu
panjang tidak
menunjukkan struktur
yang diinginkan yang
sering menjadi alasan
dalam memilih rute
serbuk. Partikel yang
terlalu kecil juga sulit
ditangani dan cenderung
menumpul. Metoda
untuk menentukan
ukuran partikel antara
lain dengan pengayakan
6
atau pengukuran
mikroskopik.
b. Bentuk Partikel
Merupakan faktor yang
dalam menentukan
pemrosesan dan dibahas
dalam ISO Standart
3252. Bentuk partikel
serbuk tergantung pada
cara pembuatannya,
dapat bulat, tidak teratur,
dendritik, pipih atau
bersudut tajam.
c. Sebaran Ukuran Partikel
Dianalisis dengan
melewatkan serbuk
melalui serangkaian
saringan dari ukuran
lubang yang dikurangi
secara berangsur-angsur
(peningkatan jumlah
lubang persatuan luas).
Fraksi partikel- partikel
yang melewati saringan
tertentu diberikan dalam
presentase (biasanya %
berat). Ukuran saringan
dinyatakan dalam jumlah
mesh (untuk jumlah
mesh 50 atau
lebih,diameter partikel
dalam milimeter ,adalah
15 dibagi dengan jumlah
mesh). Dengan sebaran
ukuran partikel
ditentukan jumlah
partikel dari setiap
ukuran standar dalam
serbuk tersebut.
Pengaruh sebaran
terhadap mampu alir,
berta jenis semu dan
porositas produk cukup
besar. Sebaran tidak
dapat diubah tanpa
mempengaruhi ukuran
benda tekan.
d. Mampu Alir
Mampu alir merupakan
karakteristik yang
menggambarkan alir
serbuk dan kemampuan
memenuhi ruang cetak.
Dapat digambarkan
sebagai laju alir melalui
suatu celah tertentu.
e. Sifat Kimia
Terutama menyangkut
kemurnian serbuk,
jumlah oksida yang
diperbolehkan dan kadar
elemen lainnya. Pada
7
metalurgi serbuk
diharapkan tidak terjadi
reaksi kimia antara
matrik dan penguat.
f. Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah
perbandingan volum
serbuk dengan volum
benda yang ditekan. Nilai
ini berbeda-beda dan
dipengaruhi oleh
distribusi ukuran dan
bentuk butir, kekuatan
tekan tergantung pada
kompresibilitas.
g. Berat Jenis Curah
Berat jenis curah atau
berat jenis serbuk
dinyatakan dalam
kilogram per meter
kubik. Harga ini harus
tetap, agar jumlah serbuk
yang mengisi cetakan
setiap waktunya tetap
sama.
h. Sinter
Sinter adalah proses
pengikatan partikel
melalui proses
pemanasan dengan suhu
0.7 - 0.9 dari titik
lelehnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai
karakteristik dan sifat partikel
akan dijelaskan dalam tabel
sebagai berikut :
Langkah – langkah Powder
Metalurgi
a. Pembuatan Serbuk
b. Mixing
c. Compaction
d. Sintering
e. Finishing
2.2 Pengertian Kekerasan
Kekerasan suatu bahan sampai
saat ini masih merupakan
peristilahan yang kabur, yang
mempunyai banyak arti tergantung
pada pengalaman pihak-pihak yang
terlibat. Pada umumnya, kekerasan
menyatakan ketahanan terhadap
deformasi, dan untuk logam dengan
sifat tersebut merupakan ukuran
ketahanannya terhadap defornasi
plastik atau deformasi permanen.
Untuk orang-orang yang
berkecimpung dalam mekanika
pengujian bahan, banyak yang
mengartikan kekerasan sebagai
ukuran ketahanan terhadap lekukan.
Untuk para insinyur perancang,
kekerasan sering di artikan sebagai
ukuran kemudahan dan kuantitas
khusus yang menunjukkan sesuatu
8
mengenai kekuatan dan perlakuan
panas dari suatu logam. Adapun
definisi kekerasan sangat
tergantung pada cara pengujian
tesebut dilakukan. Beberapa dari
definisi tersebut adalah sebagi
berikut[2]
:
a. Ketahanan identasi
permanen terhadap beban
dinamis atau statis
kekerasan identasi.
b. Energi yang diserap pada
beban impact (kekerasan
pantul)
c. Kekerasan terhadap goresan
(kekerasan goresan)
d. Ketahanan terhadap abrasi
(kekerasan abrasi)
e. Ketahanan terhadap
pemotongan atau
pengeboran (mampu mesin)
f. Untuk logam hanya
kekerasan lekukan yang
banyak menarik dalam
kaitannya dibidang rekayasa
Kekerasan goresan merupakan
perhatian utama para ahli mineral.
Dengan mengukur kekerasan,
berbagai mineral dan bahan-bahan
yang lain, disusun berdasarkan
kemampuan goresan yang satu
terhadap yang lain. Kekerasan
goresan diukur sesuai dengan skala
Mohs. Skala ini terdiri atas 10
standar mineral disusun
berdasarkan kemampuannya untuk
digores. Mineral paling lunak pada
skala ini adalah talk (kekerasan
goresan 1), sedangkan intan
mempunyai kekerasan 10. Kuku-
jari mempunyai kekerasan sekitar
2, tembaga yang di lunakkan
kekerasannya sekitar 3, dan
martensit 7. Namun Skala Mohs
tidak cocok untuk logam, karena
interval skala pada nilai kekerasan
yang tinggi, tidak benar. Logam
yang paling keras mempunyai harga
kekerasan pada skalaMohs, antara 4
sampai 8. Suatu jenis lain
pengukuran kekerasan goresannya
adalah mengukur kedalaman atau
lebar goresan- pada permukaan
benda uji yang di buat oleh jarum
penggores yang terbuat dari intan
dan yang di beri beban yang
terbatas. Cara ini merupakan
metode yang sangat berguna untuk
mengukur kekerasan relatif
kandungan-kandungan mikro, tetapi
metode ini tidak memberikan
ketelitian yang besar atau
kemampu-ulangan yang tinggi.
Pada pengukuran kekerasan
9
dinamik, biasanya penumbuk di
jatuhkan ke permukaan logam dan
kekerasan dinyatakan sebagai
energi tumbuknya. Skeleroskop
Shore yang merupakan contoh
paling umum dari suatu alat penguji
kekerasan dinamik, mengukur
kekerasan yang sinyatakan dengan
tinggi lekukan atau tinggi pantulan.
Hasil pengujian kekerasan tidak
dapat langsung digunakan dalam
desain seperti halnya hasil
pengujian tarik. Namun demikian
uji kekerasan banyak dilakukan,
sebab hasilnya dapat digunakan
sebagai berikut :
a. Pada bahan yang sama dapat
diklasifikasikan berdasarkan
kekerasannya. Dengan
kekerasan tersebut dapat di
tentukan penggunaan dari
bahan tersebut.
b. Sebagai kontrol kualitas suatu
produk. Seperti mengetahui
homogenitas akibat suatu
proses pembentukan dingin,
pemaduan, heat treatment,
case hardening dan
sebagainya.
2.3 Macam – Macam Pengujian
Kekerasan
1. Pengujian Kekerasan
dengan Penetrasi Beban
Dinamis
Pengujian dengan beban
dinamis diantaranya :
a. Shore Scleroscop
b. Herbert
c. Hammer Poldi dan
sebagainya
2. Pengujian Kekerasan
dengan Penetrasi Beban
Statis
Pada umumya pengujian
kekerasan yang sering
dilakukan adalah pengujian
yang berdasarkan penetrasi
akibat beban statis.
Pengujian kekerasan ini
berdasarkan material yang
lebih keras dapat
menggores material yang
lebih lunak. Oleh sebab itu
hasil pengujian bersifat
relatif. Angka kekerasan
dinyatakan dengan skala
Mohs yaitu dari material
yang terlunak dengan
angka 1, dan Diamond
10
material yang terkeras
dengan angka 15.
Adapun pengujian dibagi
dua yaitu :
1. Untuk mengukur
kekerasan bagian kecil
(fasa pada struktur
mikro) atau lapisan-
lapisan tipis dari suatu
material digunakan
pengujian kekerasan
Microhardness.
2. Untuk spesimen yang
cukup tebal digunakan
pengujian kekerasan
Rockwell, Vickers, das
Brinell.
2.4 Pengujian Kekerasan Vicker
Uji kekerasan Vickers
menggunakan penumbuk piramida
intan yang dasarnya berbentuk
bujur sangkar. Besarnya sudut
antara permukaan-permukaan
piramid yang saling berhadapan
adalah 136°. Sudut ini dipilih,
karena nilai tersebut mendekati
sebagian besar nilai pebandingan
yang diinginkan antara diameter
lekukan dan diameter bola
penumbuk pada uji kekerasan
Brinell. Karena bentuk
penumbuknya piramid, maka
pengujian ini sering dinamakan uji
kekerasan piramida intan. Angka
kekerasan piramida intan (DPH),
atau angka kekerasan Vickers
(VHN atau VPH), didefinisikan
sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan. Pada
prakteknya luas ini dihitung dari
pengukuran mikroskopik panjang
diagonal jejak. HV (Hardness
Vickers) dapat di tentukan dari
persamaan berikut[6]
:
A
PHv dimana
8544,1
d
22cos2
dA
2
o
2
Jadi, Hv = 1,85442d
P
Dimana : Hv = Angka
kekerasan Vickers
(kg/mm2)
P = Beban yang
besarnya (5, 10,
20, 50, 100 atau
200 kg) tergantung
ketebalan
spesimen.
A = Luas indentasi
(mm2).
11
d = Diagonal rata-rata
2
ddd 21
Uji kekerasan Vickers banyak
dilakukan penelitian, karena
metode tersebut memberikan hasil
serupa kekerasan yang kontinyu,
untuk suatu beban tertentu dan
digunakan pada logam yang sangat
lunak, yakni HV-nya 5 hingga
logam yang sangat keras, dengan
HV 1500. Dengan uji kekerasan
Rockwell, yang telah dijelaskan,
atau uji kekerasan Brinell, biasanya
diperlukan perubahan beban atau
penumbuk pada nilai kekerasan
tertentu, sehingga pengukuran pada
suatu skala kekerasan yang ekstrim
tidak bisa di bandingkan dengan
skala kekerasan yang lain.
Karena jejak yang dibuat
dengan penumbuk piramida serupa
secara geometris dan tidak terdapat
persoalan mengenai ukurannya,
maka HV tidak tergantung pada
beban.
Pada umumnya hal ini
dipenuhi, kecuali pada beban yang
sangat ringan. Beban yang biasanya
di gunakan pada uji Vickers
berkisar antara 1 hingga 120 kg,
tergantung kepada kekerasan yang
akan diuji. Hal-hal yang
menghalangi keuntungan
pemakaian metode Vickers adalah
uji kekerasan Vickers tidak dapat
digunakan untuk pengujian rutin
karena pengujian tersebut lamban,
memerlukan persiapan permukaan
benda uji yang hati-hati dan
terdapat pengaruh kesalahan
manusia yang besar pada penentuan
panjang diagonal. Lekukan yang
benar yang dibuat oleh penumbuk
piramida intan harus bebentuk
bujur sangkar. Akan tetapi,
penyimpangan yang telah
dijelaskan secara berkala karena
keadaan demikian terdapat pada
logam-logam yang dilunakkan dan
mengakibatkan pengukuran panjang
diagonal yang berlebihan. Bentuk
demikian diakibatkan oleh
penimbunan diatas logam-logam di
sekitar pemukaan penumbuk.
Gambar 2.1 Pengujian Kekerasan
Vicker[6]
12
Gambar 2.2 Alat Pengujian
Vicker[6]
Pada umunya ada 3 jenis
bentuk jejak (lengkukan) yang
dihasilkan oleh indentor yaitu
bentuk persegi sempurna, bantuk
bantal dan jejak berbentuk tong.
Gambar 2.3 Bentuk – bentuk
jejak[6]
Jejak dengan bentuk dihasilkan
oleh indentor intan berbentuk
piramid yang sempurna. Jejak
bantal dihasilkan karena adanya
pengerutan disekitar permukaan.
Dan jejak tong umumnya
didapatkan pada logam – logam
yang dikerjakan dingin (cold
working) sehingga menghaslkan
bentuk bubungan.
Keuntungan dan
kekurangan pengujian
kekerasan Vickers[6]
Dibandingan dengan
pengujian kekerasan
lainnya, pengujian dengan
menggunakan metode
Vicker mempunyai
kekurang dan keuntungan
sebagai berikut :
a. Keuntungan
- Menggunkan hanya
satu jenis indentor
untuk menguji
material lunak
hingga keras
- Pembacaan ukuran
jejak dapat
dilakukan lebih
akurat
- Jenis pengujian
yang relatif tidak
merusak
- Metode vicker
dapat digunakan
hampir pada semua
logam
b. Kekurangan
- Secara
keseluruhan, waktu
pelaksanaan
pengujian lama
13
- Memerlukan
pengukuran
diagonal jejak
secara optik
- Permukaan benda
uji harus
dipersiapkan
dengan baik
Langkah – langkah
pengujian Vicker[6]
a. Persiapan alat dan
bahan pengujian
- Mesin uji
kekerasan vicker
- Indentor piramida
intan
- Benda uji yang
sudah digerinda
- Amplas halus
- Stopwatch
- Mikroskop
pengukur
b. Indentor ditekan ke
benda uji/material
dengan gaya tertentu.
(rntang micro antara
10g-1000g dan rentang
micro antara 1kg-
100kg).
c. Tunggu hingga 10-20
detik (biasanya 15
detik)
d. Bebaskan gaya dan
lepaskan indetor dari
benda uji
e. Ukur diagonal lekukan
(belah ketupat) yang
terjadi menggunkan
mikroskop pengukur
(ukur dengan teliti dan
cari rata-ratanya)
f. Masukkan data-data
tersebut kedalam
rumus.
2.5 Karateristik Material Uji
Dari pengujian diatas dapat
diklasifikasikan beberapa bahan
untuk pengujian yang meliputi
Aluminium, Fero, dan Nikel.
Berikut penjelasannya :
1. Aluminium
Aluminium adalah unsur
kimia, lambang aluminium adalah
Al dan nomor atomnya 13.
Alumiunium merupakan logam
yang melimpah, dengan warna
logam putih perak dan tergolong
ringan yang mempunyai masa jenis
2,7 gr/cm3.
Aluminium murni
adalah logam yang lunak, tahan
lama, ringan dan dapat ditempa
dengan penampilan luar bervariasi
14
antara keperakan hingga abu-abu,
tergantung kekerasannya.[5]
Aluminium meerupakan
logam yang paling banyak
ditemukan di kerak bumi (8,3%)
dan terbanyak ketiga setelah
oksigen (45,5%) dan silicon
(25,7%). Aluminium sangat reaktif
khususnya dengan oksigen,
sehingga unsur aluminium tidak
pernah dijumpai dalam keadaan
bebas di alam, melainkan sebagai
senyawa yang merupakan penyusun
utama dari bahan tambang bijih
bauksit yang berupa campuran
oksida dan hidroksida aluminium.
Aluminium juga ditemukan di
granit dan mineral–mineral lainnya.
Aluminium ada di alam dalam
bentuk silikat maupun oksida.
Aluminium merupakan
konduktor yang baik. Terang dan
kuat. Merupakan konduktor yang
baik juga buat panas. Dapat
ditempa menjadi lembaran, ditarik
menjadi kawat dan diekstruksi
menjadi batangan dengan
bermacam-macam penampang.
Gambar 2.4 Struktur
Aluminium[6]
Keterangan[5]
:
- Simbol : Al
- Nomor atom : 13
- Fase pada suhu kamar
: Padat
- Berat jens : 2,70
g/cm3
- Kapasitas panas :
24.200 J/(mol.K)
- Entalpi penguapan :
294.0 kJ/mol
- Titik leleh :
933.47 °K (660.2 °C,
1220.58 °F)
- Titik didih : 2792
°K (2519 °C, 4566 °F)
Sifat – Sifat
Aluminium[5]
Sifat – sifat yang
dimiliki alumunium antara
lain :
15
a. Ringan, tahan korosi dan
tidak beracun maka banyak
digunakan untuk alat rumah
tangga, seperti panci, wajan
dan lain lain.
b. Reflektif dalam bentuk
aluminium foil digunakan
sebagai pembungkus
makanan, obat dan rokok.
c. Daya hantar listrik dua kali
lebih besar dari Cu maka Al
digunakan sebagai kabel
tiang listrik.00
d. Paduan Al dengan logam
lainnya menghasilkan logam
yang kuat seperti Duralium
(campuran Al, Cu, mg)
untuk pembuatan badan
pesawat.
e. Al sebagai zat reduktor utuk
oksida MnO2 dan Cr2O3
Klasifikasi Alumunium
Alumunium dalam
pembagiannya ada beberapa
jenis. Antara lain:
a. Alumunium Murni
Aluminium 99% tanpa
tambahan logam paduan
apapun dan dicetak biasa,
hanya memiliki kekuatan
tensil sebesar 90 Mpa,
terlalu lunak untuk
penggunaan yang luas
sehingga sering kali
aluminium dipadukan
dengan logam lain.
b. Aluminium Paduan
Elemen paduan yang umum
digunakan pada aluminium
adalah silikon, magnesium,
tembaga, seng, mangan,
danjuga lithium sebelum
tahun 1970. Secara umum
penambahan paduan logam
hingga konsentrasi tertentu
akan meningkatkan
kekuatan tensil dan
kekerasan, serta menurunkan
titik lebur akan naik disertai
tingkat kerapuhan akibat
terbentuknya senyawa,
kristal, atau granula dalam
logam. Namun kekuatan
bahan paduan aluminium
tidak hanya bergantung pada
konsentrasi logam
paduannya saja, tetapi juga
bagaimana proses
perlakuannya hingga
aluminium siap digunakan,
apakah dengan penempaan,
perlakuan panas,
penyimpanan, dan
sebagainya.
16
c. Paduan Aluminium - Silikon
Paduan aluminium dengan
silikon hingga 15% akan
memberikan kekerasan dan
kekuatan tensil yang cukup
besar, hingga mencapai 525
Mpa pada aluminium yang
dihasilkan pada perlakuan
panas. Jika konsentrasi
silikon lebih tinggi dar 15%
tingkat kerapuhan logam
akan meningkat secara
drastis akibat terbentuknya
kristalgranula silika.
d. Paduan Aluminium -
Magnesium
Keberadaan magnesium
hingga 15,35% dapat
menurunkan titik lebur
logam paduan cukup drastis.
Dari 660°C hingga 450°C.
Namun hal ini tidak
menjadikan aluminium
paduan dapat ditempa
menggunakan panas dengan
mudah karena korosi akan
terjadi pada suhu diatas
60°C. Keberadaan
magnesium juga
menjadiikan logam paduan
dapat bekerja dengan baik
pada temperatur yang sangat
rendah, dimana kebanyakan
logam akan mengalami
failure pada temperature
tersebut.
e. Paduan Aluminium –
Tembaga
Paduan aluminium tembaga
juga menghasilkan sifat
yang keras dan kuat, namun
rapuh. Umumnya untuk
kepentingan penempaan,
paduan tidak boleh memiliki
konsentrasi tembaga diatas
5,6% karena membentuk
senyawa CuAl2 dalam logam
yang menjadikan rapuh.
f. Paduan Aluminium –
Mangan
Penambahan mangan akan
berefek pada sifat
pengerasan tegangan (work
hardening) sehingga dengan
mudah didapatkan paduan
dengan kekuatan tensil yang
tinggi namun tidak terlalu
rapuh. Selain itu
penambahan mangan akan
meninkatkn titik lebur pada
aluminium.
17
g. Paduan Aluminium – Seng
Paduan alauminium dengan
seng merupakan paduan
yang paling terkenal karena
merupakan bahan pembuat
badan dan sayap pesawat
terbang. Paduan ini memliki
kekuatan tertinggi
dibandingkan paduan
lainnya, aluminium dengan
5,5% seng dapat memiliki
kekuatan tensil sebesar 580
Mpa dengan elongasi
sebesar 11% dalam setiap
50mm bahan. Dibandingkan
dengan aluminium 1%
magnesium yang memiliki
kekuatan tensil 410 Mpa
namun memiliki elongasi
6% setiap bahan 50 mm.
h. Paduan Aluminium –
Lithium
Lithium menjadikan paduan
aluminium mengalami
pengurangan masa jenis dan
peningkatan modulus
elastisitas hingga
konsentrasi sebesar 4%
lithium, setiap penambahan
1% lithiun akan mengurang
masa jensi paduan sebanyak
3% dan peningkatan
modulus elastisitas sebesar
5%. Namun aluminium –
lithium tidak diproduksi lagi
akibat tingkat reaktivitas
lithium yang tinggi yang
dapat meningkatkan biaya
keselamatan kerja.
i. Paduan Aluminium –
Skandium
Penambahan skandium ke
aluminium membatasi
pemuaian yang terjadi pada
paduan, baik ketika
pengelasan maupun ketika
paduan berapa di lingkungan
yang panas. Paduan ini
semakin jarang diproduksi,
karena terdapat paduan yang
lain yang lebih murah dan
lebih mudah diproduksi
dengan kaateristik yang
sama, yaitu paduan titanium.
Paduan Al-Sc pernah
digunakan sebagai bahan
pembuat peasawat tempur
Rusia, MIG, dengan
konsentrasi Sc antara 0,1-
0,5%
18
j. Paduan Aluminium – Besi
Besi (Fe) juga kerap kali
muncul dalam aluminium
paduan sebagai suatu
“kecelakaan”. Kehadiran
besi umumnya terjadi ketika
pengecoran dengan
menggunakan cetakan besi
yang tidak dilapisi batuan
kapur atau keramik. Efek
kehadiran Fe dalam paduan
adalah berkurangnya
kekuatan tensil secara
signifikan, namun diikuti
dengan penambahaan
kekerasan dengan jumlah
yang sangat kecil. Dalam
paduan 10% silikon,
keberadaan Fe sebesar
2,08% mengurangi kekuatan
tensil dari 217 hingga 78
Mpa, dan menambah skala
brinel dari 62 hingga 70. Hal
ini terjadi karen
terbentuknya kristal Fe-Al-
X, dengan X adalah paduan
utama aluminium selain Fe.
Kelemahan aluminium
paduan adalah pada
ketahanannya terhadap lelah
(fatigue). Aluminium
paduan tidak memiliki batas
lelah yang dapat
diperkirakan seperti baja
yang berarti failure akibat
fatigue dapat muncul dengan
tiba-tiba bahkan pada beban
siklik yang kecil. Suatu
kelemahan murni yang sulit
diperkirakan secara visual
kapan aluminium akan mulai
melebur, karena aluminium
tidak menunjukkan tanda
visual seperti baja yang
bercahaya kemerahan
sebelum melebur.
2. Besi (Fero)
Besi adalah unsur kimia
dengan simbol Fe (fero) dan nomor
atom 26. Yang merupakan logam
deret transisi pertama. Ini adalah
unsur yang paling umum dibumi
berdasarkan massa, membentuk
sebagian besar bagian inti luar dan
bumi. Besi adalah unsur keempat
terbesar pada kerak bumi.
Kelimpahannnya pada planet
berbatu seperti bumi karena
melimpahnya produksi akibat
reaksi fusi dalam bintang bermassa
besar, dimana produksi nikel-56
(yang meluruh isotop besi palig
menyeluruh) adalah reaksi fusi
nuklir terakhir yang bersifat
19
eksothermal. Akibatnya, nikel
radioaktif adalah unsur terakhir
yang diproduksi sebeum reruntuhan
hebat supernova. Keruntuhan
tersebut menghaburkan prekusor
radionuklida besi keangkasa raya.[4]
Seperti unsur golongan 8
lainnya, besi berada rentang tingkat
oksidasi yang lebar, -2 hingga +6,
meskipun +2 dan +3adalah yang
paling banyak. Unsur besi terdapat
dalam meteroit dan lingkungan
rendah oksigen lainnya, tetapi
reaktif dengan oxigen dan air.
Permukaan besi segar tampak
berkilau abu – abu keperakan,
tetapi teroksidasi dalam udara
normal menghasikan besi oksida
hidrat, yang dikenal sebagai karat.
Tidak seperti logam lain yang
membentuk lapisan oksida
pasivasi,oksidasi besi menempati
lebih banyak tempat dari pada
logamnya sendiri dan kemudian
mengelupas, mengekspos
permukaan segar untuk korosi.
Logam besi telah digunakan
sejak jaman purba meskipun
paduan tembaga yang memiliki titik
lebur yang lebih rendah, yang
digunakan lebih awal dalam sejarah
manusia. Besi murni relatif lembut
tetapi tidak bisa dapat peleburan.
Material ini mengeras dan
diperkuat secara sigmifikan oleh
kotoran, karbon khususnya, dari
proses peleburan. Dengan proporsi
karbon yang tertentu (antara
0,002% dan 2,1%) menghasilkan
baja yang lebih keras dari besi
murni, mungkin sampai 1000 kali.
Logam besi mentah diproduksi
ditanur tinggi, dimana biji besi
direduksi dengan batu bara menjadi
pig iron yang memiliki kandungan
karbon tinggi. Pengolahan lebih
lanjut dengan oksigen mengurangi
kandungan karbon sehingga
mencapai proporsi yang tepat
dalam pembuatan baja. Baja dan
paduan besi berkadar karbon
rendah bersama dengan lain (baja
paduan) sejauh ini merupakan
logam yangpaling umm digunakan
dalm indutri, karena lebarnya
rentang sifat-sifat yang didapat dan
kelimpahan batuan yang
mengandung besi.
Senyawa kimia besi memiliki
banyak manfaat. Besi oksida
dengan serbuk aluminium dapat
dipantik umum reaksi termit, yang
digunakan dalam pengelasan dan
20
permunian biji. Besi membentuk
senyawa binner dengan helogen dan
kalsogen. Senyawa
organologamnya antara lain
senyawa sandwich yang pertama
kali ditemukan.
Simbol : Fe
Nomor atom : 26
Fase pada suhu kamar : Padat
Berat jens : 7.874
g/cm3
Kapasitas panas : 25.10
J/(mol.K)
Titik leleh : 1811
°K (1538 °C, 2800 °F)
Titik didih : 3134
°K (2862 °C, 5182 °F) [4]
Besi merupakan logam yang
penting dalam bidang teknik, tetapi
besi murni terlalu lunak dan rapuh
sebagai bahan kerja, bahan
konstruksi dll. Oleh karena itu besi
selalu bercampur dengan unsur lain,
terutama zat arang/karbon (C).
Sebutan besi dapat berarti[4]
:
a. Murni dengan simbol kimia Fe
yang hanya dapat diperoleh
dengan jalan reaksi kimia.
b. Besi teknik adalah yang sudah
atau selalu bercampur dengan
unsur lain.
Besi teknik terbagi atas tiga
macam yaitu :
a. Besi mentah atau besi kasar
yang kadar karbonnya lebih
besar dari 3,7%.
b. Besi tuang yang kadar
karbonnya antara 2,3 sampai
3,6 % dan tidak dapat ditempa.
Disebut besi tuang kelabu
karena karbon tidak
bersenyawa secara kimia
dengan besi melainkan
sebagai karbon yang lepas
yang memberikan warna abu-
abu kehitaman, dan disebut
besi tuang putih karena karbon
mampu bersenyawa dengan
besi.
c. Baja atau besi tempa yaitu
kadar karbonnya kurang dari
1,7 % dan dapat ditempa.
Logam ferro juga disebut besi
karbon atau baja karbon. Bahan
dasarnya adalah unsur besi (Fe) dan
karbon ( C) , tetapi sebenarnya juga
mengandung unsur lain seperti :
silisium, mangan, fosfor, belerang
dan sebagainya yang kadarnya relatif
rendah. Unsur-unsur dalam
campuran itulah yang mempengaruhi
sifat-sifat besi atau baja pada
umumnya, tetapi unsur zat arang
21
(karbon) yang paling besar
pengaruhnya terhadap besi atau baja
terutama kekerasannya.
Pembuatan besi atau baja
dilakukan dengan mengolah bijih
besi di dalam dapur tinggi yang akan
menghasilkan besi kasar atau besi
mentah. Besi kasar belum dapat
digunakan sebagai bahan untuk
membuat benda jadi maupun
setengah jadi, oleh karena itu, besi
kasar itu masih harus diolah kembali
di dalam dapur-dapur baja. Logam
yang dihasilkan oleh dapur baja
itulah yang dikatakan sebagai besi
atau baja karbon, yaitu bahan untuk
membuat benda jadi maupun
setengah jadi.
Contoh logam ferro
diantaranya[4]
:
a. Besi Tuang
Komposisinya yaitu campuran
besi dan karbon. Kadar karbon
sekitar 4%, sifatnya rapuh
tidak dapat ditempa, baik untuk
dituang, liat dalam pemadatan,
lemah dalam tegangan.
Digunakan untuk membuat
alas mesin, meja perata, badan
ragum, bagian-bagian mesin
bubut, blok silinder, dan cincin
torak
Gambar 2.5 Cairan
Besi[4]
b. Besi Tempa
Komposisi besi tempa terdiri
dari 99% besi murni, sifat
dapat ditempa, liat, dan tidak
dapat dituang. Besi tempa
antara lain dapat digunakan
untuk membuat rantai jangkar,
kait keran, dan landasan kerja
pelat.
Gambar 2.6 Contoh
Besi Tempa
22
c. Baja Lunak
Komposisi campuran besi dan
karbon, kadar karbon 0,1%-
0,3%, mempunyai sifat dapat
ditempa dan liat. Digunakan
untuk membuat mur, sekrup,
pipa, dan keperluan umum
dalam pembangunan.
d. Baja Karbon Sedang
Komposisi campuran besi dan
karbon, kadar karbon 0,4%-
0,6%. Sifat lebih kenyal
daripada yang keras.
Digunakan untuk membuat
benda kerja tempa berat, poros,
dan rel baja.
e. Baja Karbon Tinggi
Komposisi campuran besi dan
karbon, kadar karbon 0,7%-
1,5%. Sifat dapat ditempa,
dapat disepuh keras, dan
dimudakan. Digunakan untuk
membuat kikir, pahat, gergaji,
tap, stempel, dan alat mesin
bubut.
f. Baja Karbon Tinggi Campuran
Komposisi baja karbon tinggi
ditambah nikel atau kobalt,
khrom, atau tungsten. Sifat
rapuh, tahan suhu tinggi tanpa
kehilangan kekerasan, dapat
disepuh keras, dan dimudakan.
Digunakan untuk membuat
mesin bubut dan alat-alat
mesin.
3. Nikel
Nikel adalah unsur kimia
metalik dalam table periodic yang
memiliki symbol Ni dan Nomor
atom 28. Nikel mempunyai sifat
tahan karat. Dalam keadaan murni,
nikel bersifat lembek, tetapi jika
dipadukan dengan besi, krom dan
logam lainnya dapat membentuk baja
tahan karat yang keras. [9]
Unsur nikel berhubungan
dengan batuan basa yang disebut
norit. Nikel ditemukan dalam
mineral pentlandit, dalam bentuk
lempeng-lempeng halus dan butiran
kecil bersama pyrhotin dan
kalkopirit. Nikel biasanya terdapat
dalam tanah yang terletak di atas
batuan basa.
Di indonesia, tempat
ditemukan nikel adalah Sulawesi
tengah dan Sulawesi Tenggara. Nikel
yang dijumpai berhubungan erat
dengan batuan peridotit. Logam yang
tidak ditemukan dalam peridotit itu
sendiri, melainkan sebagai hasil
23
lapukan dari batuan tersebut. Mineral
nikelnya adalah garnerit.
Nikel ditemukan oleh A. F.
Cronstedtpada tahun 1751,
merupakan logam berwarna putih
keperak-perakan yang berkilat, keras
dan mulur, tergolong dalam logam
peralihan, sifat tidak berubah bila
terkena udara, tahan terhadap
oksidasi dan kemampuan
mempertahankan sifat aslinya di
bawah suhu yang ekstrim (Cotton
danWilkinson, 1989).
Nikel digunakan dalam
berbagai aplikasi komersial dan
industri, seperti: pelindung baja
(stainless steel), pelindung tembaga,
industri baterai, elektronik, aplikasi
industri pesawat terbang, industri
tekstil, turbin pembangkit listrik
bertenaga gas, pembuat magnet kuat,
pembuatan alat-alat laboratorium
(nikrom), kawat lampu listrik,
katalisator lemak, pupuk pertanian
dan berbagai fungsi lain (Gerberding
J.L., 2005).
Gambar 2.7 Nikel[9]
a. Keterangan Gambar[9]
:
Simbol : Ni
Nomor atom : 28
Berat atom : 58,6934
Klasifikasi :
Logam Transisi
Fase pada Suhu Kamar
: Padat
Berat jenis
: 8,9 gram per cm3
Volume Atom : 6.6
cm3/mol
Struktur krista : fcc
Konduktivitas listrik : 14.6
x 106 ohm-1cm-1
Elektronegativitas : 1.91
Konfigurasi elektron
: [Ar]3d8 4s2
Formasi Entalpi
: 17.2 kj/mol
Konduktivitas Panas
: 90.7 Wm-1K-1
24
Potensial Ionisasi
: 7.635 V
Bilangan Oksidasi
: 2,3
Kapasitas panas
: 0.444 jg-1K-1
Entalpi penguapan
: 377.5 kj/mol
Titik leleh
: 1455 ° C, 2651 ° F, 1728° K
Titik didih
: 2913 ° C, 5275 ° F, 3186° K
Ditemukan oleh
: Axel Cronstedt pada 1751
b. Sifat Nikel
Nikel mempunyai sifat tahan
karat. Dalam keadaan murni,
nikel bersifat lembek, tetapi jika
dipadukan dengan besi, krom,
dan logam lainnya, dapat
membentuk baja tahan karat
yang keras.Perpaduan nikel,
krom dan besi menghasilkan
baja tahan karat (stainless steel)
yang banyak diaplikasikan pada
peralatan dapur (sendok, dan
peralatan memasak), ornamen-
ornamen rumah dan gedung,
serta komponen industry.
c. Karateristik
Logam keras, ulet, bisa
ditempa, dan berwarna putih
keperakan.
Konduktor panas dan listrik
yang cukupbaik.
Sebagian besar senyawa
nikel berwarna biru atau
hijau.
Nikel larut perlahan dalam
asam encer namun, seperti
besi menjadi pasif ketika
dipaparkan dengan asam
nitrat
2.6 Struktur Mikro
Struktur mikro merupakan
struktur yang dapat diamati
dibawah mikroskop optik.
Meskipun dapat pula diartikan
sebagai hasil dari pengamatan
menggunakan scanning electron
microscope (SEM). Mikroskop
optik dapat memperbesar struktur
hingga 1500 kali.[11]
Untuk dapat mengamati
struktur mikro sebuah material oleh
mikroskop optik, maka harus
dilakukan tahapan-tahapan sebagai
berikut :
1. Melakukan pemolesan secara
bertahap hingga lebih halus
25
dari 0,5 mikron. Proses ini
biasanya dilakukan dengan
menggunakan ampelas secara
betahap dimulai dengan grid
yang kecil (100) hingga grid
yang besar (2000). Dilanjutkan
dengan pemolesan oleh mesin
poles dibantu dengan larutan
pemoles.
2. Etsa dilakukan setelah
memperluas struktur mikro.
Etsa adalah membilas atau
mencelupkan permukaan
material yang akan diamati ke
dalam sebuah larutan kimia
yang dibuat sesuai kandungan
paduan logamnya. Hal ini
dilakukan untuk memunculkan
fasa-fasa yang ada dalam
struktur mikro.
Pengamatan struktur mikro
dilakukan untuk mengetahui
kondisi mikro suatu logam.
Pengamatan ini biasanya
melibatkan batas butir dan fasa-fasa
yang ada dalam logam atau paduan
tersebut. Berikut beberapa hasil
pengujian strktur mikro,
Gambar 2.8 Contoh hasil
Pengujian Struktur mikro[11]
2.7 Pengujian X-Ray (XRD)
XRD adalah proses analisa
menggunakan X-ray diffraction
(XRD) merupakan salah satu metode
karakteristik material yang paling tua
dan paling sering digunakan hingga
sekarang. Teknik ini dugunakan
untuk mengidentifikasi fasa kristalin
dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi
serta untuk mendapatkan ukuran
partikel. Sinar X merupakan radiasi
elektromagnetik yang
memilikienergi tinggi sekitar 200 ev
sampai 1 mev. Sinar X dihasilkan
oleh interaksi antara berkas elektron
eksternal dengan elektron pada kulit
atom. Spectrum sinar X memiliki
panjang glombang 10-10
s/d 5-10
nm,
berfrekuensi 1017-1020 Hz dan
memiliki energi103-106 ev. Panjang
sinar X memiliki orde yang sama
dengan jarak atom sehingga dapat
digunakan sebagai sumber difraksi
Kristal.[12]
26
XRD digunakan untuk analisa
komposisi fasa atau senyawa pada
material dan juga karakteristik
Kristal. Prinsip dasar XRD adalah
mendifrksikan cahaya yang melalui
celah Kristal. Ketika berkas sinar X
berinteraksi dengan suatu material,
maka sebagian berkas akan
diabsorbsi, ditransmisikan dan
sebagian lagi dihamburkan
terdifraksi. Hamburan terdifraksi
inilah yang dideteksi oleh XRD.
Berkas sinar X yang dihamburkan
tersebut ada yang saling
menghilangkan karena fasanya
berbeda dan ada juga yang saling
menguatkan karena karena fasanya
sama. Berkas sinar X yang saling
menguatkan itulah yang disebut
sebagai berkas difraksi. [12]
Gambar 2.9 Ilustrasi
difraksi sinar X pada
XRD[12]
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Diagram Alir
Metodologi penelitian adalah
urutan dan langkah analisa, antara
lain seperti berikut :
Gambar 3.1 Metodologi
Penelitian
Diagram alir yang merupakan
gambaran besar secara berurutan
langkah – langkah yang dilakukan
dalam melaksanakan suatu penelitian
seperti pada gambar 3.1 antara lain
sebagai berikut :
27
1. Mulai
Memulai untuk melakukan
penelitian
2. Menyiapkan alat dan bahan
Mempersiapkan material, bahan
dan alat yang akan dipakai
selama penelitian
3. Pembuatan Paduan
Pencampuran paduan Al 93% -
Fe 6% - Ni 1%
4. Pengujian dan pengambilan data
Pengujian dalam rangka
memperoleh data yang
dilakukan meliputi.
a) Uji kekerasan
Pengujian kekerasan dengan
menggunkan alat uji Vickers
b) Uji struktur mikro
Pengujian struktur mikro
dengan menggunakan alat uji
mikroskop optik (OM)
c) Analisa Fasa
Pengujian atau pengamatan
analisa fasa dengan
menggunkan sinar X-Ray
5. Hasil pengujian
Hasil pengujian kemudian
dicatat sebagai data dengan
cermat dan teliti
6. Analisa dan pembahasan
Hasil pengujian yang sudah
dicatat kemudian dianalisa
7. Kesimpulan dan saran
Dari analisa dan pembahasan
data hasil pengujian kemudain
ditarik kesimpulan penelitian,
serta penulisan untuk penelitian
selanjutnya.
8. Selesai.
3.2. Tempat dan Waktu
Pengujian
3.2.1. Tempat Pengujian
Pengujian dilaksanakan
di lembaga ilmu penelitian
indonesia (LIPI) di gedung
pusat penelitian fisika kawasan
puspitek gedung 440-442
serpong tangerang selatan. LIPI
dipilih karena mempunyai alat-
alat untuk memadai dan
memiliki sertifikat ISO.
3.2.2. Waktu Pengujian
Pengujian ini
dilaksanakan pada tanggal 23
Mei 2018 pukul 10.00 WIB
sampai dengan selesai.
3.3. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan
pada penelitian ini sebagai berikut :
28
3.3.1 Alat :
a) Timbangan Digital
Timbangan digital
digunkana untuk
mengetahui seberapaberat
bahan yang akandigunakan
pada penelitian
Gambar 3.2 Timbangan
Digital
b) Gelas
Gelas berikut digunakan
untuk mencampur bahan –
bahan serbuk paduan antara
Al-Fe-Ni
Gambar 3.3 Gelas laboratorium
c) Sendok (pengaduk)
Untuk proses pengadukan
menggunkan sendok
laboratorium, agar proses
pencampuran bahan lebih
mudah.
Gambar 3.4 Sendok
pengaduk paduan
d) Cetakan
Cetakan ini digunakan
untuk proses pembentukan
bahan paduan menjadi
bentuk bulat sperti pelet.
Dengan cara dipress
meggunakan mesin press
hidraulik.
Gambar 3.5 Cetakan serbuk
29
e) Hidraulik press
Hidraulik press digunakan
untuk memadatkan paduan
material, sehingga
berbentuk bulat pipih
sperti pellet.
Gambar 3.6 Mesin
hidraulik Press
f) Tungku
Tungku digunakan untuk
proses sintering atau
pembakaran sample
material.
Gambar 3.7 Tungku sintering
g) Alat penguji Vickers
Alat uji Vickers, alat ini
digunakan untuk
menentukan kekerasan
material dalam yaitu daya
tahan material terhadap
indentor intan yang cukup
kecil dan mempunyai
bentuk geometri berbentuk
pyramid.
Gambar 3.8 Alat uji Vickers
h) Alat optical mikroscop
(OM)
Alat mikroskop optik (OM)
ini digunakan untuk
pengamtan atau mengetahui
kondisi mikro dari suatu
logam material tersebut.
Pengamatan ini biasanya
melibatkan batas butir fasa-
fasa yang ada pada logam
atau paduan tersebut.
30
Gambar 3.9Alat optical
mikroscop (OM)
i) Alat XRD
XRD merupakan alat sinar
X yang digunakan untuk
menentukan fase apa yang
ada didalam bahan dan
konsentrasi pada bahan –
bahan penyusunnya., juga
dapat mengukur macam –
macaam keacakan dan
penyimpangan kristal serta
karateriksasi material
kristal, serta dapat
mengidentifikasi mineral-
mineral yang berbutir halus
seperti tanah liat.
Gambar 3.10 Alat XRD (X-Ray)
3.3.2 Bahan
a) Alumunium serbuk
Gambar 3.11 Aluminium
(serbuk)
b) Fero (besi)
Gambar 3.12 Fero (serbuk
besi)
c) Nickel
Gambar 3.13 Nickel (serbuk nickel)
31
3.4 Proses Pembuatan Paduan
dan Pencetakan
Dalam pembuatan paduan
diperlukan bahan dan alat sebagai
berikut :
a) Aluminium serbuk
b) Fero serbuk
c) Nickel Serbuk
d) Gelas
e) Sendok (pengaduk)
f) Timbangan digital
g) Cetakan
h) Hidraulik press
Langkah pertama proses
penimbangan material atau bahan
serbuk, Al 93% Fe 6% dan Ni 1%
,dimana antara 3 bahan tersebut kita
hanya memerlukan 10 gram dari
berat keseluruhan, jadi bisa diambil
9,3 gram Alumunium, 0,6 gram Fero
dan 0,1 gram Nickel, dalam
penimbangan perlu mengkalibrasi
timbangan diangka nol setiap
penimbangan bahan paduan,
kemudian letakkan alas kertas diatas
timbangan agar bahan material tidak
berantakan.
Setelah proses penimbangan
masukkan bahan pada gelas
laboratorium untuk proses
pencampuran bahan Al-Fe-Ni, aduk
menggunakan sendok secara merata
agar material serbuk tercampur
dengan rata secara keseluruhan,
proses pembuatan paduan selesai.
Gambar 3.14 Proses
penimbangan bahan serbuk Al-
Fe-Ni
Gambar 3.15 Proses
pemcampuran bahan serbuk
Langkah berikutnya, mencetak
bahan paduan dengan menggunkan
teknik press agar bahan menjadi
padat dan berbentuk bulat seperti
pelet. Pertama tuangkan paduan
serbuk Al-Fe-Ni yang sudah melalui
proses pencampuran pada cetakan
32
sebanyak 5 sendok untuk 1x cetak
(menjadi 1 material), kemudian press
dengan menggunakan mesin
hidraulik press dengan tekanan 5 ton
dalam waktu 60 detik.
Gambar 3.16 Proses penuangan
bahan paduan pada cetakan
Gambar 3.17 Proses tekan
(press) dengan mesin hidraulik
press
Gambar 3.18 Tekanan prees 5
ton dalam waktu 60 detik
Proses pencetakan sendiri
dilakukan sampai bahan paduan yang
dibuat habis, dalam pencetakan
paduan ini mahasiswa memerlukan 3
buah bahan paduan yang sudah jadi
dalam bentuk pelet. Jadi dari 10 grm
bahan paduan Al-Fe-Ni dapat
menjadi 3 buah bahan jadi,
selanjutnya untuk dilakukan proses
pengujian. Dalam proses pencetakan
bahan paduan selanjutnya adalah
sintering atau proses pembakaran
material paduan agar paduan antara
Al-Fe-Ni dapat membentuk struktur
yang sempurna, proses sintering
sendiri dilakukan dengan 3 variasi
suhu pembakaran, 600°C , 650°C,
dan 700°C. Dalam proses ini
merupakan pemanasan atau
pembakaran material/bahan dengan
cara memanaskannya tidak sampai
melampaui titik lelehnya. Untuk
proses pembakaran sendiri
diperlukan waktu 1 hari untuk 1
suhu, jadi memerlukan 3 hari dalam
proses pembakaran karena adanya
variasi suhu pembakaran.
Gambar 3.19 Bentuk bahan yang
sudah melalui proses pencetakan
33
3.5 Proses Pengujian Kekerasan
Alat – alat yang digunakan :
1. Bahan Uji
2. Amplas
3. Mata Diamond
4. Mesin Uji kekerasan
Vickers
5. Alat tulis
Dalam hal ini sangat penting
memperhatikan langkah – langkah
pengujian terutama pada saat proses
pengujian serta pencatatan hasilnya.
Adapun langkah – langkahnya
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan Alat dan
Bahan Uji
2. Indentor (piramida intan) di
tekan ke benda uji/sampel
(dengan rentang micro 10g –
1000g dan rentang 1kg –
1000kg)
3. Tunggu hingga 10 – 20 detik
(biasanya 15 detik)
4. Bebaskan gaya dan lepaskan
indentor dari benda uji
5. Ukur 2 diagonal lekukan
persegi (belah ketupat) yang
terjadi menggunakan
mikroskop pengukur (ukur
dengan teliti dan cari rata-
ratanya)
6. Masukan data-data tersebut
ke rumus.
3.6 Proses Pembacaan Mikro
Struktur
Alat – alat yang digunakan :
1. Bahan uji
2. Amplas halus dan amplas
kasar
3. Mikroskop optik (OM)
4. Flashdisk
5. Alat tulis
Dalam hal ini sangat
memperhatikan langkah- langkah
pengamatan terutama pada saat
proses pengamatan struktur mikro
serta pencatatan hasil pengamatan
tersebut serta pemindahan soft file
dari computer pada Flashdisk.
Adapun langkah – langkah sebagai
berikut :
1. Permukaan sampel diamplas
dengan kertas amplas dari
grid yang paling kasar
(amplas alus grid 1000)
2. Permukaan sampel
dipolishing (poles) dengan
serbuk alumina selama 20
menit
3. Siapkan larutan nital 3% dan
etanol, kemudian teteskan
larutan nital ke permukaan
34
sampel selama 5 detik,
setelah 5 detik segera dibilas
dengan etanol
4. Permukaan sampel
dikeringkan lalu diamati
dibawah mikroskop optik
5. Atur pembesaran dan fokus
6. Setelah menemukan gambar
yang bagus, maka ambil
gambar dan simpan
7. Hasil metalografi siap
dianalisis.
3.7 Proses Pembacaan X-Ray
Prosesdur pengujian
menggunakan XRD Sebagai
berikut:
a. Tempatkan sempel uji pada
holder alat XRD
b. Lakukan penyinaran sinar x
dengan jangkauan sudut
penyinaran (sudut difraksi)
dari 0 o - 90
o
c. Dilakukan perekaman data-
data difraktogram
d. Data-data difaktrogram
tersebut diannalisa
menggunakan software
e. Denagn menggunakan data-
data refrence/standar untuk
Al, Fe, Ni, AlNi dan FeNi
f. Mencocokan data
difraktogram denagn data-
data refrence
g. Dengan pencocokan tersebut
dapat diketahui masing-
masing puncak frasa yang
terbentuk.
BAB IV
ANALISA DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil pengujian Kekerasan
Vickers
Persamaan menghitung
kekerasan Vickers :
HV = 1,854 x (f /d2)
Dimana :
HV = kekerasan vickers
f = Beban (kg)
d = Panjang diagonal jejak
identor rata-rata (µm)
Pada hasil pengujian ini, logam
paduan Al-Fe-Ni yang sudah melalui
proses sintering dengan tiga variasi
suhu yang berbeda antara, 600°C,
650°C dan 700°C. Kemudian
dilakukan pengujian kekerasan
dengan metode Vickers. Dimana dari
pengujian tersebut didapatkan hasil
sebagai berikut :
35
Tabel 4.1 Hasil pengukuran
kekerasan
Perhitungan :
- Hasil pengujian kekerasan dengan
suhu sintering 600°C
HV = 1,854 x (f / d2) = 1,854 [0,4
/ 0.006466] = 114.70
- Hasil pengujian kekerasan dengan
suhu sintering 650°C
HV = 1,854 x (f / d2) = 1,854 [0,4
/ 0.004921] = 150.70
- Hasil pengujian kekerasan dengan
suhu sintering 700°C
HV = 1,854 x (f / d2) = 1,854 [0,4
/ 0.003575] = 207.45
Gambar 4.1 Grafik hasil uji
kekerasan logam pduan Al-Fe-Ni
Perlu diketahui dalam pengujian
kekerasan (HV) setiap spesimen
temperatur sintering 600°C, 650°C
dan 700°C telah dihasilkan nilai
kekerasan yang bervariasi (table 4.1
dan Gambar 4.1). Dari grafik diatas
dapat dibaca semakin tinggi suhu
sintering pada logam paduan maka
semakin tinggi nilai kekerasannya,
angka kekerasan pada grafik tersebut
mencapai 207,45 HV. Dari data
inilah penulis menerangkan efek dari
proses sintering yang ada pada
masing-masing logam paduan.
Adapun sebab efek ini penulis
menyimpulkan secara teori yaitu
apabila logam paduan dilakukan
proses sintering maka kondisinya
adalah semakin tinggi suhu
pemanasan (sintering) maka kondisi
logam paduan akan semakin keras.
Dari hasil pengujian kekerasan diatas
disimpulkan sebagai berikut :
- Pengujian logam paduan 93% Al
– 6% Fe – 1% Ni melalui proses
sintering dengan temperatur
600°C = Lunak
- Pengujian logam paduan 93% Al
– 6% Fe – 1% Ni melalui proses
sintering dengan temperatur
650°C = Sedang
- Pengujian logam paduan 93% Al
– 6% Fe – 1% Ni melalui proses
sintering dengan temperatur
700°C = Keras
100
120
140
160
180
200
220
550 600 650 700 750
Ke
ke
ras
an
V
icke
rs, H
v
Suhu Sintering, oC
36
4.2 Hasil pengujian Struktur
Mikro
Hasil analisa morfologi dengan
menggunakan optical microscope
(OM) dari logam paduan Al-Fe-Ni
dengan komposisi 9,3 gram
Aluminium, 0,6 gram Fero dan 0,1
gran Nikel yang melalui proses
sintering dengan tiga variasi suhu
berbeda.
- Hasil foto dengan optical
microscope (OM) pada logam
paduan Al-Fe-Ni yang melalui
proses sintering dengan suhu
600°C, yang dilihat pada 50 μm
(50 micrometer).
Gambar 4.2 Foto OM sampel setelah
sintering dengan suhu 600°C
- Hasil foto dengan optical
microscope (OM) pada logam
paduan Al-Fe-Ni yang melalui
proses sintering dengan suhu
650°C, yang dilihat pada 50 μm
(50 micrometer).
Gambar 4.3 Foto OM sampel setelah
sintering dengan suhu 650°C
- Hasil foto dengan optical
microscope (OM) pada logam
paduan Al-Fe-Ni yang melalui
proses sintering dengan suhu
700°C, yang dilihat pada 50
μm (50 micrometer).
Gambar 4.4 Foto OM sampel
setelah sintering dengan suhu
700°C
Al
Ni/Fe
AlNi
Al
Ni/Fe
AlNi
Al
Ni/Fe
AlNi
AlNi
Ni/Fe
Al
37
4.3 Hasil pengujian X-Ray (XRD)
4.3.1 Hasil pengujian X-Ray
sampel dengan suhu
sintering 600°C
Gambar 4.5 Hasil pengujian X-Ray
sampel dengan suhu sintering 600°C
Hasil analisa XRD pada sampel
logam paduan Al-Fe-Ni dengan suhu
sintering 600°C memiliki fasa
dominan Aluminium (Al) dengan
struktur kubik tertinggi (berdasarkan
data Cu-Ka1 (1.540590 A)). Hal
tersebut dapat dilihat pada grafik
hasil pengujian X-Ray diatas, unsur
Al dominan dengan intensitas 800
cps pada sudut 38,50°, intensitas 740
cps pada sudut 45,00° dan intensitas
300 cps pada sudut 65,40°. Selain itu
ada unsur Fe berada pada intensitas
480 cps pada sudut 53,00° dan
intensitas 170 cps pada sudut 46,
00°. Serta unsure Ni berada pada
intensitas 200 cps pada sudut 52,00°
dan pada intensitas 230 cps pada
sudut 76,80°.
4.3.2 Hasil pengujian X-Ray
sampel dengan suhu sintering
650°C
Gambar 4.6 Hasil pengujian X-
Ray sampel dengan suhu
sintering 650°C
Hasil analisa XRD pada
sampel logam paduan Al-Fe-Ni
dengan suhu sintering 650°C juga
memiliki fasa dominan Aluminium
(Al) dengan struktur kubik tertinggi
(berdasarkan data Cu-Ka1 (1.540590
A)). Hal tersebut dapat dilihat pada
grafik hasil pengujian X-Ray diatas,
unsur Al dominan dengan intensitas
860 cps pada sudut 38,50°, intensitas
860 cps pada sudut 45,00° dan 280
cps pada sudut 65,40°. Ada jg unsur
Fe berada pada intensitas 160 cps
pada sudut 53,00°.
Selain itu pada suhu sintering
650°C terbentuk senyawa baru yang
38
muncul yaitu Al-Ni yang berada
pada intensitas 300 cps pada sudut
31,00° dan intensitas 180 cps pada
sudut 82,00°, serta senyawa FeNi3
dengan intensitas 220 cps pada sudut
44,00°.
4.3.3 Hasil pengujian X-Ray
sampel dengan suhu sintering
700°C
Gambar 4.7 Hasil pengujian X-Ray
sampel dengan suhu sintering 700°C
Hasil analisa XRD pada
sampel logam paduan Al-Fe-Ni
dengan suhu sintering 700°C juga
memiliki fasa dominan Aluminium
(Al) dengan struktur kubik tertinggi
(berdasarkan data Cu-Ka1 (1.540590
A)). Hal tersebut dapat dilihat pada
grafik hasil pengujian X-Ray diatas,
unsur Al dominan dengan intensitas
1000 cps pada sudut 38,50°,
intensitas 720 cps pada sudut 45,00°
dan 400 cps pada sudut 65,40°. Ada
jg unsur Ni berada pada intensitas
150 cps pada sudut 82,00°.
Selain itu pada suhu sintering
700°C terbentuk senyawa baru yang
muncul yaitu FeNi3 dengan
intensitas 480 cps pada sudut 44,00°,
intensitas 450 cps pada sudut 51,60°
dan intensitas 90 cps pada sudut
75,80°. Serta senyawa Al-Ni berada
pada intensitas 500 cps pada sudut
55,20°.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
analisa data yang mengacu pada
perumusan masalah, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengujian kekerasan dengan
metode vickers yang dilakukan
pada 3 sampel uji yang berbeda
suhu sintering, yaitu pada suhu
600°C, 650°C dan 700°C,
didapatkan hasil nilai kekerasan
yang bervariasi pada setiap
sampelnya. Dimana semakin
tinggi suhu sintering maka
semakin keras logam paduan
tersebut, hal ini disebabkan
karena tercampurnya unsur-
unsur pada proses sintering.
39
2. Pengujian struktur mikro pada
logam paduan 93%Al - 6%Fe -
1%Ni dengan 3 variasi suhu
sintering dapat diprediksi
terbentuknya senyawa baru, hal
ini terjadi karena efek sintering
yang membuat unsur-unsur
bereaksi dan membentuk
senyawa baru, hal ini juga dapat
merubah sifat fisik pada logam
paduan.
3. Dari hasil pengujian XRD pada
3 sampel uji yang berbeda suhu
pemanasannya, didapatkan hasil
unsur yang dominan adalah
unsur Al pada ketiga sampel uji
dan pada sampel uji dengan
suhu pemanasan 650°C dan
700°C terbentuk senyawa baru
seperti AlNi dan FeNi3.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya perlu
dicoba untuk meningkatkan suhu
perlakuan panas (sintering) yang
lebih tinggi dari 700°C atau bisa
lebih bervariasi, serta menambah
variasi komposisi logam paduan
terutama menambah unsur Fero yang
lebih banyak. Pengujian yang lain
seperti uji tarik (yield strength), uji
tekan (bending strength) dan mampu
impact strength juga bisa
ditambahkan untuk melengkapi hasil
pengujian selanjutnya.
Dalam hal penggunaan alat
kerja bantu pada proses pengujian
seperti sarung tangan tahan api, kaca
mata pelindung, ruang asam dan
peralatan bantu lainnya perlu
dilengkapi dan untuk digunakan
selama penelitian demi menjaga
keselamatan kerja (safety first).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. B.J.M Beuner, B.S
Anwir/Matondang, “
Pengetahuan Bahan “, 3rd
edition ., (Jakarta : Bhrata
Karya Aksara, 1980).
[2]. D. Tabor, “ The Hardness of
Metals “, 1st edition ., (New
York : Oxford University Press,
1951).
[3]. Drs. Edih Supardi, “Pengujian
Logam” Bab V, VI, XII, XIII,
Angkasa, Bandung 1996
[4]. Drs. Syamsul Arifin, “Ilmu
Logam” (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1977).
[5]. Emira Eldina Ihsan, Gusdikal
Candra, Nandi Firdaus, Setri
Delvia Sari, Ananda Putra,
40
“Jurnal Aluminium” Univrsitas
Negeri Padang, Indonesia.
[6]. E.R Petty, Hardness Testing, “
In Techniques of Metals
Research “, Vol 5, Pt. 2, R.F.
Bunshaw (ed) ., (New York :
Wiley – Intercience, 1971).
[7]. George E. Dieter, Sriati
Djaprie, “ Mechanical
Metallurgy ”, 3rd edition .,
(Jakarta : Erlangga, 1990).
[8]. Grant, N. M., & Suryanayana,
C. (1998). X-Ray Difraction: A
Partical Approach, New York:
Plennum Press.
[9]. M. Carnes et al. (2009). "A
Stable Tetraalkyl Complex of
Nickel(IV)". Angewandte
Chemie International Edition
48: 3384.
[10]. Prof. Ir. Tata Surdia Ms.
Met.E, dan Prof. Dr, Shinroku
Saito, “Pengetahuan Bahan
Teknik”, PT. Praditya
Paramita, Jakarta 2005
[11]. R.Bagus Suryasa Majanasastra,
”Pengaruh Variable Waktu
(Aging Heat Treatment)
Terhadap Peningkatan
Kekerasan Permukaan Dan
Struktur Mikro Kepala Piston
Sepeda Motor Honda Vario”
Jurnal Imiah Teknik Mesin, Vol.
3, No.2 Agustus 2015
Universitas Islam 45 Bekasi
[12]. Suharyana, (2012), Dasar –
Dasar Dan Pemanfaatan
Metode Difraksi Sinar X,
Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.