macam-macam_kecerdasan

Upload: dwi-anggi-p

Post on 05-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pembeljaran etika profesi

TRANSCRIPT

TUGAS 3MAKALAH ILMU PERILAKU DAN ETIKA PROFESI

DISUSUN OLEH :EDYTA HENDRI HERAWAN12.0602.0028INDRA WASISTO12.0602.0034

PROGRAM STUDI D3 FARMASIUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG2015

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGPendidikan adalah sebuah proses memberikan lingkungan agar peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan kognitif yakni mengasah pengetahuan, kemampuan afektif mengasah kepekaan perasaan, dan kemampuan psikomotorik yakni keterampilan melakukan sesuatu. Dengan tiga kemampuan ini menurut Binyamin S.Bloom seorang peserta didik diharapkan dapat dilepas menjadi individu yang siap memasuki dunia di luar sekolah.Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi, seorang praktisi pendidikan anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.Kecerdasan intelektual tidak hanya mencakup dua parameter tersebut, di atas tetapi juga harus dilihat dari aspek kinestetis, musikal, visual-spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Jenis-jenis kecerdasan intelektual tersebut dikenal dengan sebutan kecerdasan jamak (Multiple Intelligences) yang diperkenalkan oleh Howard Gardner padan tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kita cenderung hanya menghargai orang-orang yang memang ahli di dalam kemampuan logika (matematika) dan bahasa.[footnoteRef:1] [1: Hamzah B. Uno, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hal 42.]

Multiple Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). Semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah (7 8 tahun). Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemampuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikan bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada anak didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?

B. RUMUSAN MASALAH1. Apa pengertian intelegensi ?2. Bagaimana implementasi IQ,EQ, dan SQ dalam pembelajaran matematika ?3. Bagaimana pembelajaran berbasis multiple intelegensi dalam pembelajaran matematika?

C. TUJUANTujuan penulisan makalah ini dijelaskan sebagai berikut.1. Untuk mengetahui pengertian intelegensi.2. Untuk memahami implementasi IQ,EQ, dan SQ dalam pembelajaran matematika.3. Untuk memahami pembelajaran berbasis multiple intelegensi dalam pembelajaran matematika

BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN INTELEGENSI Intelligere adalah asal kata intelegensi yang biasa kita kenal, yang mengandung arti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.[footnoteRef:2] Novelis Inggris abad ke-20 Aldous Huxley mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan intelegensinya. Apa yang dimaksud Huxley ketika ia menggunakan kata intelegensi (intelligence)? Intelegensi adalah salah satu milik kita yang paling berharga, tetapi bahkan orang yang paling cerdas sekalipun tidak sepakat tentang apa intelegensi itu.[footnoteRef:3] [2: Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 4.] [3: Ibid., hal. 6. ]

Para ahli mempunyai pengertian yang beragam tentang intelegensi yaitu :1. Anita E. Woolfolk mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, intelegensi itu meliputi tiga pengertian, yaitu (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; (3) kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya. Selanjutnya Woolfolk mengemukakan bahwa intelegensi itu merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.[footnoteRef:4] [4: Anita Woolfolk, Education Psychology Active Learning Adition: Edisi Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 168.]

2. Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi bersama Theodore simon mendefinisikan intelegensi atas tiga komponen yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan autocriticism. 3. David Wechsler pencipta skala-skala intelegensi yang populer sampai saat ini, beliau mengemukakan pendapatnya tentang intelegensi sebagai berikut.Intelligence is the aggtegate or global capacity of the individual to act purposefully, to think rationally and to deal effectively with his environment (Wechsler, 1994, p. 3)mendefinisikan intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dalam tujuan tertentu, berfikir secara rasional, serta mengahadapi lingkungannya dengan efektif.4. Heidenrich (1970) mengemukakan rumusan definisi yang berbeda namun pengertiannya sama dengan dengan definisi yang di kemukakan oleh Bischof yaitu sebagai berikut:intelligence refers to the ability to leam and to untilize what has been learned in adjuting to unfamiliar situations, or in the solving of problems.(Heidenrich,1970:129)(inteligensi menyangkut kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasi-situasi yang kurang dikenal, atau dalam pemecahan masalah-masalah).[footnoteRef:5] [5: Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal. 6.]

Beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah (problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengkombinasikan ide-ide ini kita dapat menyusun definisi inteligensi yang cukup fair, yaitu keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Tetapi, bahkan definisi yang luas ini tidak memuaskan semua orang. Seperi yang akan anda lihat sebentar lagi, beberapa ahli teori mengatakan bahwa keahlian bermusik harus dianggap sebagai bagian dari intelegensi. Juga, sebuah definisi intelegensi yang didasarkan pada teori seperti teori Vygotsky harus juga memasukkan factor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan individu yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas, maka tidak mengherankan jika ada banyak definisi. Jadi menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan) adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.[footnoteRef:6] [6: Hamzah B. Uno, Op.Cit., hal.43. ]

Wilhelm Stern melihat, titik berat definisi intelegensi terletak pada kemampuan penyesuaian diri (adjustment) seseorang terhadap masalah yang dihadapi.[footnoteRef:7] Artinya, orang yang intelegensinya tinggi (cerdas), akan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan memiliki kecakapan dalam menghadapi masalah baru. [7: Djaali, Psikologi Pendidikan. Op.Cit., hal. 5.]

Sedangkan Slavin menjelaskan kecerdasan adalah salah satu diantara kata-kata yang diyakini setiap orang bahwa mereka memahaminya hingga anda meminta mereka mendefinisikannya. Pada satu tahap, kecerdasan dapat didefinisikan sebagai bakat umum untuk belajar atau kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau keterampilan.[footnoteRef:8] [8: Slavin Robert E., Psikologi Pendidikan Teori dan praktek, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), hal. 4.]

Menurut Howard Garner dalam .buku Mengelola Kecerdasan Pembelajaran Dalam Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan dijelaskan bahwa kecerdasan anak bukan hanya berdasarkan pada skor standar semata (tes IQ), melainkan dengan ukuran:1. Kemampuan menyelesaikan masalah dan menemukan solusi masalah dalam kehidupan nyata. 2. Kemampuan menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.3. Kemampuan menciptakan sesuatu yang akan memberikan penghargaan dalam budaya seseorang. [footnoteRef:9] [9: Hamzah B. Uno, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, Op.Cit., hal. 42.]

Adapun pokok-pokok pikiran yang dikemukakan oleh Gardner adalah: 1) manusia memiliki kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya, 2) kecerdasan selain dapat berubah dapat juga diajarkan kepada orang lain, 3) kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul di bagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia, 4) pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan satu kesatuan yang utuh, maknanya, dalam memecahkan masalah atau tugas tertentu, seluruh macam kecerdasan manusia bekerja secara bersama-sama.Berdasarkan definisi berikut, dapat disimpulkan bahwa intelegensi merupakan interaksi aktif antara kemampuan yang di bawa sejak lahir dan pengalaman yang di peroleh dari lingkungan yang menghasilkan kemampuan individu untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan, mengerti makna dari konsep konkret dan konsep absstrak, memahami hubungan-hubungan yang ada dalam objek, peristiwa, ide, dan kemampuan dalam menerapkan semua hal yang tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.Pada hakikatnya, definisi yang dijelaskan di atas adalah intelegensi yang berkaitan dengan kecerdasan kognitif. Perkembangan terakhir dalam bidang intelegensi menunjukkan bahwa masih ada bentuk intelegensi yang lain, yaitu emotional intelligence dan spiritual intelligence.[footnoteRef:10] [10: Martini Jamris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hal. 91.]

B. IMPLEMENTASI IQ, EQ, DAN SQ DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA 1. Pengertian IQ, EQ, dan SQIQ adalah kecerdasan yang digunakan untuk berhubungan dengan alam dan pengelolaannya. IQ setiap orang dipengaruhi oleh materi otaknya, yang ditentukan oleh faktor genetik. Namun demikian potensi IQ sangat besar.EQ adalah kecerdasan yang digunakan manusia untuk berhubungan dan bekerjasama dengan manusia lainnya. EQ seseorang dipengaruhi oleh kondisi dalam dirinya sendiri dan masyarakat., seperti adat dan tradisi. Potensi EQ manusia lebih besar dibanding IQ.SQ adalah kecerdasan yang digunakan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan. Potensi setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi oleh factor keturunan, lingkungan atau materi lainnya.[footnoteRef:11] [11: Budi Manfaat, Membumikan Matematika Dari Kampus Ke Kampung, (Jakarta: PT. Buku Kita, 2010), hal. 45.]

2. Proses Pembelajaran yang Mengembangkan IQ, EQ, dan SQa. Intellegent Qoutient (IQ). Kecerdasan pikiran ini merupakan kecerdasan yang mampu bertumpu kemampuan otak kita untuk berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti psikotes ada banyak soal yang menuntut kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk mellihat kemampuan pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi. Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standart yang mengukur kecerdasan manusia, akan tetapi namanya juga temuan manusia, istilah teknis yang diperkenalkan Alfred Binet (1857-1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat setidaknya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaharui, yaitu :1) Pemahaman absolut terhadap skor IQ. Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa dirubah adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjukan pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari kahir, sementara sisanya 58% merupakan hasil dari proses belajar. 2) Cakupan kecerdasan manusiakecerdasan nalar, matematika dan logika Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju.b. Emotional Qoutient (EQ) Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan emosi ini dikatakan sangat berpengaruh dalam performance dan kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan kita dalam menghadapi suatu masalah. Seseorang yang memiliki emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasn emosi sudah suatu tolak ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan kerakteristik penentu kesuksesan dalam bekerja dan pembedaan kinerja dan performance suatu karyawan. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih baik. Kecerdasan emosional yang di anggap oleh orang banyak sangat menentukan keberhasilan hal tersebut telah terbukti secara ilmiah bahwa Kecerdasan emosional memilki memilki peranan yang sangat penting di segala bidang. Menurut Robert K. cooper, Ph.D :hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam mengubahnya dari sesuatu yang kita pikir menjadi sesuatu yang kita jalani. Hati tahu hal-hal yang tidak, atau tidak dapat diketahui oleh pikiran. Hati adalah sumber keberanian dan semangat, integritas dan komitmen. Hati adalah sumber energi dan perasaan mendalam yang menurut kita belajar, menciptakan kerjasama, memimpin dan melayani.[footnoteRef:12] [12: Ary Ginanjar Agustian, ESQ, (Jakarta: Arga, 2001), hal.xii.]

Pembelajaran emosional dapat meningkatkan sistem pembelajaran kognitif, dimana dengan cara ini otak emosional terlibat dalam pembelajaran/penalaran sama kuatnya dengan otak berfikir. Prinsip ini harus diterapkan oleh guru dalam mengajar. Menurut Goleman, hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengembangkan intelegensi emosional adalah sebagai berikut:a. Sebaiknya guru dalam mengawali pelajaran dengan sikap lemah lembut, dengan cara bertahap meningkatkan antusiame;b. Menciptakan suasana kelas seperti yang diinginkan siswa;c. Guru biasa menggerakkan siswa perlahan-lahan menuju keadaan sosial emosional yang berbeda;d. Dalam mengajar hendaknya guru mengembangkan rasa humor yang bisa menurunkan ketegangan yang mungkin timbul akibat ketidak selarasan antara guru dan siswa.c. Spiritual Quotient (SQ)Kecerdasan spirituasl ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan. Kecerdasan ini muncul apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaan-Nya. Seputar kecerdasan spiritual Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat keluar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang ada di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual Quotient) menunjuk pada kondisi pusat diri. Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangakat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada dibalik kenyataan apa adanya. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dnegan pencerahan jiwa, orang yang ber SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan makna positif pada setiap peristiwa, maslah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan positif. Dalam proses pembelajaran sebaiknya memperluas cakupan dari ayat- ayat Al Quran serta makna-makna yang terkandung di dalamnya, sehingga mengakar di dalam jiwa dan pikiran siswa dengan cara menarik hikmah dari materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa.

3. Hubungan antara SQ, EQ dan IQKemampuan IQ pada awalnya dipandang sebagai penentu keberhasilan sesorang. Namun pada perkembangan terakhir IQ tidak lagi digunakan sebagai acuan paling mendasar dalam menentukan keberhasilan manusia. Karena membuat sempit paradigma tentang keberhasilan, dan juga pemusatan pada konsep ini sebagai satu satunya penentu keberhasilan individu dirasa kurang memuaskan karena banyak kegagalan yang dialami oleh individu yang ber IQ tinggi.Ketidakpuasan terhadap konsepsi IQ sebagai konsep pusat dari kecerdasan seseorang telah melahirkan konsepsi yang memerlukan riset yang panjang serta mendalam. Daniel Golman mengeluarkan konsepsi EQ sebagai jawaban atas ketidak puasan manusia jika dirinya hanya dipandang dalam struktur mentalitas saja. Konsep EQ memberikan ruang terhadap dimensi lain dalam diri manusia yang unik yaitu emosional. Disamping itu Golman mempopulerkan pendapat para pakar teori kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut.Komponen utama dari kecerdasan sosial ini adalah kesadaran diri, motivasi pribadi, pengaturan diri, empati dan keahlian sosial. letak dari kecerdasan emosional ini adalah pada sistem limbik. EQ lebih pada rasa, Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif, karena IQ menentukan sukses hanya 20% dan EQ 80%.Kecerdasan spiritual mampu mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan. Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kamanusiaan tidak cukup hanya denga IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai pembimbing kecerdasan lain. Kini tidak cukup orang dapat sukses berkarya hanya dengan kecerdasan rasional (yang bekerja dengan rumus dan logika kerja), melainkan orang perlu kecerdasan emosional agar merasa gembira, dapat bekerjasama dengan orang lain, punya motivasi kerja, bertanggung jawab danlife skilllainnya. Perlunya mengembangkan kecerdasan spiritual agar ia merasa bermakna, berbakti dan mengabdi secara tulus, luhur dan tanpa pamrih yang menjajahnya. Karena itu sesuai dengan pendapat Covey diatas bahwa SQ merupakan kunci utama kesadaran dan dapat membimbing kecerdasan lainnya.Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) ini cenderung berkaitan dengan status manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (dimensi horisontal) serta kurang menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal). Oleh karena itu, sebagai makhluk yang memiliki sifat kemanusiaan (nasut) dan juga sifat ketuhanan (lahut), manusia juga memerlukan jenis kecerdasan lain yang berdimensi vertikal, yang kemudian dikenal dengan sebutan kecerdasan spiritual (SQ).Kecerdasan intelektual (IQ) memang penting kehadirannya dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara efisien dan efektif. Peran kecerdasan emosional (EQ) juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa kecerdasan spiritual (SQ) yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan yang dicapai hanyalah keberhasilan yang bernuansa duniawi atau kebendaan saja tetapi hampa dan tanpa makna.SQ ini adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. SQ diperlukan untuk memberikan makna spiritual terhadap pemikiran, perilaku dan kegiatan secara komprehensif. Hal ini selaras dengan pandangan bahwa jika rasio dan emosi memberikan kepada manusia keunggulan-keunggulan yang bersifat teknis dan diperlukan untuk mengarungi kehidupan dunia, maka spiritualitas memberikan makna bagi tindakan-tindakan manusia.Uraian di atas membawa kepada sebuah pemahaman bahwa untuk mencapai kesuksesan baik dalam urusan horisontal (manusia) dan vertikal (Tuhan) diperlukan integrasi antara IQ, EQ, dan SQ, yang disebut sebagai meta kecerdasan. Lebih lanjut, integrasi dari ketiga macam kecerdasan tersebut harus berorientasi pada spiritualisme tauhid.Pengintegrasian IQ, EQ, dan SQ menjadi meta kecerdasan bukan sesuatu hal yang mustahil karena pada dasarnya di dalam otak manusia telah tersedia komponen anatomis untuk aspek rasional (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Hal ini berarti bahwa secara kodrati manusia telah disiapkan sedemikian rupa untuk merespons segala macam hal dengan potensi-potensi yang sudah ada dalam diri manusia.

OUTPUTDIMENSI FISIK IQDIMENSISPIRITUALSQDIMENSI EMOSIEQMasalah & tantangan Radar HatiOrientasiMaterialismeOrientasi Spiritualisme TauhidEmosi tidak terkendaliMarah SedihKesal,takutEmosi terkendali- Tenang - DamaiGod Spot terbelengguSuara Hati tertutupLogika Tidak BerjalanIQ, EQ SQ TerpisahGod Spot terbukaSuara Hati Spiritual BekerjaLogika Bekerja NormalIQ, EQ, SQ terintegrasi

Dengan mellihat bagan Meta Kecerdasan. Kita akan melihat bahwa kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Dari bagan tersebut dapat kita lihat, apabila kita berorientasi pada Ketuhanan, maka hasilnya adalah eq, iq dan SQ yagn terintegrasi. Pada saat masalah datang maka radar hati bereaksi menangkap signal. Karena berorientasi pada materialisme, maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai berikut: marah, sedih, kesal dan takut. Akibat emosi yang tidak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul. Bisikan suara hati ilahiah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengarkan, yang berperan adalah emosi.

132Dimensi Fisik (IQ)Dimensi Emosi (eq)Dimensi spiritual (SQ)Penyederhanaan Bagan hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam model ESQ (Ary Ginanjar Agustian) .

Orientasi penjelasan bagan 1. ketika masalah muncul pada dimensi fisik, 2. maka akan terjadi rangsangan pada dimensi emosi, berupa kemarahan, kesedihan, kekesalan.3. akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi spiritual (SQ) tidak bisa bekerja. Akhirnya aktivitas pada dimensi fisik akan bekerja tidak optimum bahkan tidak normal.

Orientasi spiritualisme1. ketika terjadi masalah pada dimensi fisik, 2. maka akan tejadi rangsangan pada dimensi emosi (EQ). namun karena aspek mental telah dilindungi oleh prinsip tauhid, maka emosi akan tetap tenang terkendali. 3. akibatnya, suara hati ilahiah pada dimensi spiritual (sq) bekerja dengan baik. BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANBerdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami bahwa intelegensi, yang seringkali diartikan dengan kecerdasan, adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam merespon dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kecakapan tersebut meliputi aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.Kecerdasan intelektual (IQ) memang penting dalam kehidupan manusia, yaitu agar manusia mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara efisien dan efektif. Peran kecerdasan emosional (EQ) juga penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa kecerdasan spiritual (SQ) yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan yang dicapai hanyalah keberhasilan yang bernuansa duniawi atau kebendaan saja tetapi hampa dan tanpa makna.Realitanya, intelegensi itu memilki banyak jenis dan beranekaragam. Hal inilah yang kemudian mendorong lahirnya pandangan, bahwa intelegensi itu mencakup sembilan dimensi seperti yang dipaparkan oleh Gardner. Dengan menggunakan pendekatan multiple intelegensi, maka pendidikan yang didesain akan selaras dengan segala potensi yang dimiliki oleh seluruh peserta didik. Karena teori ini tidak membatasi pengembangan dalam dimensi tertentu semata, di samping juga teori ini mendorong pentingnya pengembangan aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif.Penerapan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk, dapat ditempuh dengan: (1) memberdayakan semua jenis kecerdasan yang ada pada setiap mata pelajaran; (2) Mengoptimalkan pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa; (3) Mengoptimalkan pengelolaan kelas yang variatif.1 | IQ, EQ, SQ